HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 Manajemen Keuangan MD dan Jemaat Oleh: Pdt. Dr. Tandi F. Randa. 1 HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 2 Manajemen Keuangan MD dan Jemaat 1 Banyak orang Kristen menyadari bahwa mereka seharusnya memberikan persembahan kepada Tuhan. Tetapi tidak semuanya mengetahui mengapa mereka perlu memberi persembahan kepada Tuhan. Ada anggota jemaat yang tidak mau memberikan persembahan kepada Tuhan tetapi karena mereka takut sehingga mereka terpaksa memberi. Banyak orang Kristen memandang persembahan sebagai suatu beban yang berat. Salah satu penyebab mengapa jemaat tidak memiliki pemahaman yang benar tentang hal memberi persembahan kepada Tuhan yaitu kerena para gembala kurang mengajarkan atau menjelaskan hal ini melalui khotbah-khotbah mereka di mimbar, atau mereka mengajarkan hal pemberian tetapi tidak lengkap sehingga jemaat tidak memiliki pemahaman yang utuh menurut kehendak Tuhan. Atau kemungkinan lain yaitu gembala sendiri kurang yakin akan janji Tuhan tentang berkat yang akan diterima oleh setiap orang percaya yang setia melakukan kehendak Tuhan dalam hal memberikan persembahan yang berkenan kepada Tuhan. Kalau gembala sendiri tidak yakin tentang janji Tuhan, bagaimana mungkin dia dapat meyakinkan jemaatnya tentang kebenaran janji Tuhan. Melalui penyajian materi ini, kita akan mempelajari bersama 5 topik tentang “Pemberian yang Alkitabiah.” 1. Mengapa kita memberi kepada Tuhan? 2. Bagaimana seharusnya sikap kita dalam memberi? 3. Berapa banyak yang harus kita berikan kepada Tuhan? 4. Apakah hasilnya ketika kita memberi kepada Tuhan dengan benar? 5. Siapa yang harus mengurus pengelolaan keuangan dalam jemaat? Kita perlu mempelajari kelima topik ini dengan baik agar kita dapat memiliki pandangan yang benar dan lengkap tentang pemberian kepada Tuhan. Kondisi keuangan Majelis Umum dan Majelis 1 Materi disampaikan dalam kegiatan Perayaan HUT PI ke -61 GPKAI dan GKAI tanggal 12-14 Oktober 2013. HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 3 Daerah ditentukan oleh konsidi keuangan jemaat-jemaat lokal. Kondisi keuangan jemaat-jemaat ditentukan oleh pemahaman dan ketaatan gembala sidang dalam hal pemberian kepada Tuhan. Gembala sidang yang memahami dengan benar prinsip-prinsip pemberian yang Alkitabiah dan mempraktekannya serta mengajarkannya dengan setia kepada jemaat akan meningkatkan kualitas persembahan dalam jemaat. Sekali lagi, yang paling penting adalah kita harus bersedia untuk taat melakukan firman Tuhan. Tanpa ketaatan maka semua pengetahuan kita tidak ada artinya. Ketika Abraham taat melakukan perintah Tuhan untuk mempersembahkan anaknya, maka Tuhan berfirman kepadanya, “Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri demikianlah firman TUHAN :Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kotakota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku” (Kej. 22:16-18). 1. Mengapa kita memberi kepada Tuhan? Perlu sekali kita ketahui alasan mengapa kita memberi kepada Tuhan? Memberi persembahan kepada Tuhan tidak sama dengan memberikan sumbangan atau bantuan kemanusiaan seperti sumbangan bagi korban bencana alam. Tujuan utama persembahan yang diberikan dalam ibadah pada hari Minggu atau dalam ibadah-ibadah khusus sesungguhnya bukan untuk membayar gaji gembala sidang, atau untuk memperbaiki atap gedung gereja, atau untuk membayar rekening listrik, membeli alat musik dan pengeras suara, dll. Walaupun semuanya ini adalah merupakan kebutuhan dalam jemaat tetapi tujuan utama persembahan kita bukanlah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Gereja sesungguhnya bukanlah gedung. Gereja juga bukan organisasi masyarakat yang mewajibkan para anggotanya membayar iuran keanggotaan untuk biaya operasional organisasi. Gereja juga bukan organisasi politik atau yayasan pendidikan. Gereja adalah umat Allah. Ketika umat Allah berkumpul untuk beribadah kepada Dia, mereka tidak datang untuk membahas masalah-masalah sosial politik, ekonomi, kebudayaan, kesehatan, HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 4 melainkan mereka datang untuk menyembah TUHAN. Ini adalah tujuan utama umat Tuhan beribadah kepada DIA, Allah yang Mahabesar dan Mahakudus. Oleh karena itu, pandangan yang benar tentang tujuan dan maksud kita datang beribadah serta kepada siapa kita beribadah sangat penting. Hal ini juga akan mempengaruhi kualitas pemberian kita kepada Dia. a. Wujud kasih karunia dan anugerah Allah (2 Korintus 8:1-5). “Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami.” Rasul Paulus dalam ayat 1-2 berkata bahwa kemurahan hati jemaat-jemaat di Makedonia adalah disebabkan oleh kasih karunia Allah yang dianugerahkan kepada mereka. Sekalipun mereka dicobai dengan berat dalam berbagai macam penderitaan, namun sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. Allah memberikan kemampuan kepada mereka untuk bersukacita dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan hidup serta melimpahi mereka dengan kemurahan hati untuk memberikan persembahan mereka. Ini adalah kasih karunia Allah! Sukacita dan kemurahan hati adalah kemampuan yang Allah karuniakan kepada kita. Hal itu tidak bisa dibeli dengan uang atau dengan harta benda di dunia ini. Tanpa sukacita dan kemurahan hati dari Tuhan, kita tidak dapat memberikan persembahan seperti yang dikehendaki Tuhan. Jemaat-jemaat di Makedonia pertama-tama menyerahkan diri mereka kepada Tuhan. Karena mereka menyerahkan diri kepada Tuhan maka segala yang mereka miliki juga menjadi milik Tuhan. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Tuhanlah yang memiliki seluruh alam semesta karena Dia yang menciptakan semuanya. HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 5 Mazmur 24:1-2 berkata, “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai.” Mazmur 50:10-12, “Sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di gunung. Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku. Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya.” Allah adalah pemilik segala sesuatu termasuk manusia. Jadi manusia sebenarnya tidak memiliki hak milik atas tanah, laut, hutan dan semua yang ada di alam semesta. Manusia hanya diberikan tanggung jawab untuk memakai dan mengelola apa yang menjadi milik Tuhan. Dalam kitab Kejadian 1:28-30, “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burungburung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya.” Kata Penatalayanan (stewardship) dapat diartikan sebagai “pengelolaan milik/harta orang lain.” Kata Penatalayanan atau stewardship diterjemahkan dari bahasa Yunani oikonomia yang menunjuk pada hal pengelolaan keuangan sebuah rumah tangga (Matt. 20:8; 25:14-30; Luk. 12:42; Luk 16:1-13; 1 Kor. 9:17; Ef. 3:2; 1:9-10; 3:9; 1 Tim. 1:4). Penatalayan adalah orang-orang yang menempati suatu tempat yang bukan milik mereka, namun mereka dipercayakan untuk memelihara dan mengelola secara bertanggung jawab tempat tersebut dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Salah satu contoh dalam Alkitab yaitu hamba Abraham. Dalam Kejadian 24:2 dikatakan, “Berkatalah Abraham kepada hambanya yang paling tua dalam rumahnya, yang menjadi kuasa atas segala kepunyaannya.” Yusuf juga adalah seorang penatalayan dari Potifar. Alkitab berkata, “maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 6 rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf” (Kej. 39:4). Dan Yusuf juga kemudian memiliki para hamba (penatalayan) yang melayani dia (Kej. 43:16, 19; 44:1-5). Dalam Perjanjian Baru, kata Penatalayan (stewards; Yunani, epitropos) diterjemahkan juga sebagai “mandur, bendahara” (Mat. 20:8; Luk. 8:3; 16:1). Yesus memberikan perumpamaan tentang seorang tuan yang hendak mengadakan perjalanan dan mempercayakan hartanya kepada para penatalayan yakni para pelayan atau hamba-hambanya (Mat. 21:33-43; 24:45-51; 25:14-30; Luk. 16:1-10). Secara umum, perumpamaan-perumpamaan ini menjelaskan tentang karakter atau sifat dari “penatalayan yang baik” dan “penatalayan yang jahat.” Penatalayan yang baik disebut sebagai “hamba yang baik dan setia” (Mat. 24:45; Mat. 25:21, 23). Sebaliknya, penatalayan yang tidak baik disebut sebagai hamba yang jahat dan malas (Mat. 24:48; 25:26). Inti masalahnya adalah manusia cenderung lupa bahwa Allah hanya mengijinkan manusia untuk mengelola dan memelihara apa yang menjadi milik Allah. Dalam kaitannya dengan alam semesta yang diciptakan Allah, manusia sebenarnya tidak punya hak milik atasnya melainkan hak pakai. Untuk mempersembahkan harta milik kita kepada Tuhan sebagai Pemilik dan Penguasa (Tuan), pertama-tama kita harus mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Tuhan (Rom. 12:1). Apabila kita telah mempersembahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan maka segala sesuatu yang ada pada kita, termasuk uang dan harta benda kita menjadi milik Tuhan. Rasul Paulus berkata bahwa hidupku bukannya aku lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:19b-20). Dalam 2 Kor. 5:15, Rasul Paulus menegaskan, “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.” HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 7 Kita memberikan persembahan kepada Tuhan sebagai hasil karunia Allah yang bekerja dalam kehidupan kita melalui pengorbanan Yesus Kristus yang telah menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus dosa kita. Jadi itu bukan karena hasil usaha dan kemampuan kita sehingga kita dapat memberikan sesuatu yang bernilai kepada Allah. Allah sendiri yang pertama-tama bekerja dalam kehidupan kita dan menjadikan kita serupa dengan Anak-Nya untuk mempersembahkan hidup kita dan segala sesuatu yang ada pada kita untuk kemuliaan nama-Nya. b. Wujud Ibadah dan Penyembahan kepada Allah (2 Kor. 8:5) “Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami” (2 Kor. 5:8). Rasul Paulus berkata kepada jemaat di Roma, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1). Tubuh orang percaya adalah bait Roh Kudus (1 Kor. 6:19-20). Itu meliputi keseluruhan (totalitas) hidup kita dan segala aktivitas kita dan juga termasuk segala yang ada pada kita. Ini adalah persembahan yang berkenan kepada Tuhan. Dalam Perjanjian Baru diajarkan bahwa orang-orang Kristen yang sejati adalah imam-imam yang berhubungan dengan Imam Besar yaitu Tuhan Yesus Kristus (Lihat Ibr. 7:23-28; 1 Pet. 2:5, 9; Wah.1:6). Dan pemberian seluruh hidup kita sebagai korban atau persembahan kepada Allah adalah ibadah yang sejati. Hal ini berarti, persembahan harta atau uang kita kepada Tuhan juga merupakan wujud ibadah kita kepada Allah. Seperti ada tertulis dalam Amsal 3:9-10, “Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.” HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 8 Orang-orang Israel dahulu mengerti bahwa pemberian yang dipersembahkan di mezbah pertama-tama adalah sebagai suatu ibadah kepada Allah. Persembahan mereka itu bukan untuk manusia melainkan untuk memuliakan Allah. Pada umumnya anggota jemaat sekarang berpikir bahwa persembahan yang diberikan di kantong kolekte adalah karena gembala sidang perlu digaji dan gereja perlu membayar rekening listrik atau membeli alat-alat sound system. Ada juga anggota jemaat yang merasa malu kalau tidak memberikan kolekte sehingga mereka terpaksa memberi supaya dilihat oleh gembala atau mejelis jemaat bahwa mereka juga telah memberi. Tetapi itu sebenarnya bukan merupakan alasan mengapa kita memberikan persembahan dalam ibadah di gereja. Kita harus ingat bahwa alasan kita yang utama ke gereja adalah untuk beribadah kepada Allah. Kebutuhan kita yang paling dalam sebagai makhluk yang diciptakan menurut rupa dan gambar Allah yaitu untuk bersekutu dengan Allah serta menyembah Dia. Tuhan berkata kepada Musa, “Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung; sebab itu Aku berfirman kepadamu: Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung.” (Kel. 4:22-23a; 7:16; 8:1, 20; 9:1, 13; 10:3, 7). Dalam kitab Raja-raja, umat Tuhan senantiasa diingatkan bahwa mereka telah dibebaskan dari perbudakan di Mesir supaya mereka dapat menyembah Tuhan. “Tetapi TUHAN yang menuntun kamu dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang teracung, kepada-Nyalah kamu harus berbakti, kepada-Nyalah kamu harus sujud menyembah dan mempersembahkan korban. Tetapi kamu harus berpegang kepada ketetapanketetapan, peraturan-peratur hukum dan perintah yang telah ditulis-Nya bagimu dengan melakukannya senantiasa dengan setia, dan janganlah kamu berbakti kepada allah-allah lain. Janganlah kamu melupakan perjanjian yang telah Kuadakan dengan kamu dan janganlah kamu berbakti kepada allah lain, melainkan kepada TUHAN, Allahmu, kamu harus berbakti, maka Ia akan melepaskan kamu dari tangan semua musuhmu” (2 Raja-raja 17:36-39). Persembahan kita adalah wujud ibadah kita kepada Allah. Waktu kita memberikan persembahan di kantong kolekte atau peti persembahan, itu merupakan kesempatan kita menyatakan HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 9 ibadah kita kepada Tuhan. Allah yang menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada di alam semesta adalah Allah yang Mahabesar, Mahakuasa dan Mahamulia. Dia patut dihormati dan disembah oleh seluruh umat-Nya. Persembahan yang kita berikan merupakan wujud hormat dan penyembahan kepada Allah. Dalam Maleakhi 1:6-8, Tuhan berkata kepada umat Israel, “Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepadaKu itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?" Kamu membawa roti cemar ke atas mezbah-Ku, tetapi berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami mencemarkannya?" Dengan cara menyangka: "Meja TUHAN boleh dihinakan!" Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? firman TUHAN semesta alam.” Amsal 3:9 mengatakan bahwa kita wajib memuliakan atau menghormati Allah dengan harta kita. Kita dipanggil untuk menyembah Tuhan dan beribadah kepadaNya dengan membawa pemberianpemberian kita yang terbaik sebagai wujud hormat dan kasih kita kepada Allah. Kita perlu mendorong semua anggota jemaat kita untuk memberikan persembahan kepada Tuhan bukan sebagai suatu “beban” tetapi sebagai korban persembahan yang berkenan kepada Allah. Dalam Filipi 4:18 dikatakan oleh Rasul Paulus, “Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah.” c. Wujud ketaatan karena kasih kepada Allah Ketika kita pergi beribadah di gereja dan membawa persembahan kita, itu bukan karena gereja perlu uang kita tetapi itu untuk menyatakan kasih dan kepatuhan kita kepada Allah. Pemberian kita HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 10 yang dipersembahkan kepada Tuhan merupakan wujud (ekspresi) dari kasih kita kepada Allah dengan memberikan sesuatu yang kita hargai atau sesuatu yang berharga. d. Wujud Iman kepada Allah Barna berkata, “Salah satu alasan Allah menjadikan kita penatalayan adalah untuk menguji keikhlasan kita untuk sungguh-sungguh percaya kepada Dia. Allah tidak menuntut 10 persen atau 20 persen atau bahkan 100 persen dari kita. Dia dapat melakukan segala sesuatu bersama kita atau tanpa kita” (Barna 80). Intinya, penatalayanan keuangan merupakan wujud dari sikap yang bersandar dan beriman kepada Allah sebagai Pencipta, Penebus dan Pemelihara. Kita harus menyadari dan mengakui bahwa Allah adalah Pencipta dan kita adalah ciptaan-Nya. Hal ini berarti kita pun harus percaya bahwa seluruh keberadaan kita, termasuk kepribadian, kemampuan berpikir, kekuatan, dll adalah berasal dari Allah. Artinya tidak ada alasan untuk kita menyombongkan diri atas apa yang kita miliki karena semua itu berasal dari Allah (1 Kor. 4:7). Paulus juga mengingatkan kita bahwa ketika lahir kita tidak membawa apa-apa ke dunia, dan kita juga tidak akan membawa apa-apa ke luar dunia (1 Tim. 6:7; Ayub 1:21). Musa juga mengingatkan orang-orang Israel bahwa Tuhanlah yang memberikan kekuatan kepada mereka sehingga mereka dapat berhasil. “Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini. hich he swore to your forefathers, as it is today” (Ulangan 8:17-18). Alkitab juga mengajarkan bahwa Allah menebus kita agar kita menjadi milik-Nya. “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Kor. 6:19-20). HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 11 Harga yang disebutkan di sini adalah darah Kristus yang dicurahkan di atas kayu salib. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Petrus, “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat” (1 Pet. 1:18-19; Markus 10:45). e. Wujud rasa syukur kepada Allah Melalui pemberian yang kita persembahkan, kita mengakui kebaikan Allah bagi hidup kita. Persembahan merupakan ungkapan terima kasih dan ucapan syukur kepada Allah atas segala kebaikanNya bagi kita. Dalam 2 Kor. 8:8-9 dikatakan oleh Rasul Paulus, “Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orangorang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu. Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” Rasul Paulus tidak memerintahkan orang-orang Korintus untuk memberi melainkan dia ingin menguji keikhlasan atau ketulusan kasih mereka dengan menyatakan pengorbanan Kristus bagi mereka dan kita semua. Oleh karena Kristus menjadi miskin maka kita menjadi kaya. Dia mati supaya kita dihidupkan. Dia dihina supaya kita dimuliakan. Ini menunjuk pada inkarnasi Yesus Kristus yang menjadi manusia dan mati disalibkan (Fil. 2:5-8). “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Rasul Paulus ingin mengatakan kepada jemaat Korintus bahwa ketika kita sungguh-sungguh mengetahui apa yang telah dilakukan oleh Kristus bagi kita, maka seharusnya kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada-Nya. Pemberian kita seharusnya merupakan ungkapan terima kasih dan ucapan sykur atas kebaikan Tuhan bagi kita seperti yang dilakukan oleh Maria dalam Yohanes 12:1-8. HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 12 “Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: "Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?" Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. Maka kata Yesus: "Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.” Ketika Yesus bertemu Zakeus, kepala pemungut pajak, Zakeus berubah dari seorang yang suka memeras menjadi seorang yang bermurah hati. Zakeus berkata, “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat” (Lukas 19:8). Semua kisah ini menunjukkan bahwa ketika seorang telah mengalami pertolongan Tuhan maka dengan penuh sukacita mereka mempersembahkan harta yang terindah bagi Dia sebagai ucapan syukur dan terima kasih. Dalam Injil Lukas 8:1-3 dicatat tentang wanita-wanita yang melayani Yesus dengan harta kekayaan mereka karena mereka telah dipulihkan. “Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.” f. Wujud kedewasaan rohani – disiplin bagi pertumbuhan rohani Tuhan Yesus berkata, “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 13 Mamon” (Mat. 6:24). Kata mamon diterjemahkan dari bahasa Yunani µαµωνα̂̂ς, yang berarti harta benda, kekayaan (Luk 16:9-13). Itu menunjuk pada harta benda yang berupa materi seperti uang dan barang yang dapat dibeli dengan uang. Ketika manusia menaruh harapannya pada mamon (Luk.12:15) atau memberikan hatinya pada harta tersebut (Mat. 6:21), mereka tidak dapat mengasihi Allah sepenuh hati. Oleh karena itu Yesus mengatakan bahwa tidak mungkin manusia dapat melayani Allah dan harta bendanya bersama-sama. Tetapi bukan berarti kita tidak boleh memiliki atau mencari harta benda. Yesus berkata bahwa kita tidak boleh MELAYANI harta benda karena itu akan menjadi tuan kita. Jadi kita dapat menggunakan harta benda di dunia ini tetapi tidak harus melayaninya atau terikat padanya. Alkitab memberikan contoh tentang seorang muda yang kaya dalam Lukas 18:22-30. “Mendengar itu Yesus berkata kepadanya: "Masih tinggal satu hal lagi yang harus kaulakukan: juallah segala yang kaumiliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Ketika orang itu mendengar perkataan itu, ia menjadi amat sedih, sebab ia sangat kaya. Lalu Yesus memandang dia dan berkata: "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Dan mereka yang mendengar itu berkata: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Kata Yesus: "Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah." Petrus berkata: "Kami ini telah meninggalkan segala kepunyaan kami dan mengikut Engkau." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Kerajaan Allah meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya, orang tuanya atau anakanaknya, akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.” Sangat disayangkan bahwa banyak orang Kristen sedang membiarkan diri mereka diperhamba oleh harta benda yang fana di dunia ini. Rasul Paulus memberikan peringatan kepada kita bahwa, “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah” (2 Tim. 3:1-4). HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 14 Dan sebagai akibat dari mengejar uang dan harta benda di dunia ini, banyak orang mengalami penderitaan dan dukacita. Rasul Paulus menjelaskan dalam 1 Timotius 6:10, “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” Allah sebagai Bapa kita yang penuh kasih akan mendisiplinkan anak-anak-Nya yang mengejar hal-hal yang fana dan tidak taat kepada Dia (Ibr. 12:8). Bagaimana cara Allah mendisiplinkan anak-anak-Nya yang melayani harta benda dan tidak melayani Allah? Dalam Kisah Para Rasul dicatat tentang peristiwa kematian yang dialami oleh Ananias dan Safira karena berdusta kepada Allah untuk mencari pujian manusia. Cara kita mengelola dan menggunakan uang atau harta kita mencerminkan kondisi hati kita. Tuhan Yesus berkata, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Mat. 6:21). Yang dimaksudkan harta disini bukan saja uang tetapi juga termasuk waktu, jabatan, keahlian, harta benda yang kita sangat hargai, yang menguasai hati dan pikiran kita (Getz 88). Orang yang hanya memikirkan harta dan bagaimana mengumpulkan harta dengan segala cara menunjukkan bahwa mereka sedang menimbun harta di bumi. Sedangkan mereka yang memikirkan bagaimana menggunakan harta dan uang untuk mendukung pekerjaan Tuhan sedang mengumpulkan harta di surga sebab hati mereka ada di sana. 2. Bagaimana seharusnya sikap kita dalam memberi? a. Kita harus memberi dengan kerelaan hati. Rasul Paulus menulis kepada jemaat Korintus bahwa, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 15 yang memberi dengan sukacita” (2 Kor. 9:7). Tujuan Allah memilih kita dan menjadikan kita anakanakNya agar kita menjadi serupa dengan Yesus Kristus yang mencerminkan sifat dan karakter-Nya yaitu murah hati. b. Kita harus memberikan dengan sukacita. Selain memberikan dengan kerelaan hati atau bukan karena terpaksa, kita juga harus memberi dengan sukacita artinya tidak sedih hati sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. c. Kita perlu memberikan secara sistimatis Jemaat Korintus sebenarnya telah membuat komitmen atau janji iman untuk memberikan bantuan kepada orang-orang percaya di Yerusalem yang sedang membutuhkan bantuan, tetapi mereka tidak memenuhi janji tersebut. Oleh karena itu Paulus menulis surat 2 Korintus ini untuk mendorong mereka menggenapi janji iman mereka. Apakah yang menyebabkan mereka gagal menepati janji mereka? Salah satu penyebabnya adalah karena mereka tidak menyisihkan uang atau penghasilan mereka secara sistimatis atau terencana. Oleh karena itu Paulus berkata dalam 1 Korintus 16:1-3, “Tentang pengumpulan uang bagi orang-orang kudus, hendaklah kamu berbuat sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang kuberikan kepada Jemaat-jemaat di Galatia. Pada hari pertama dari tiaptiap minggu hendaklah kamu masing-masing sesuai dengan apa yang kamu peroleh menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang. Sesudah aku tiba, aku akan mengutus orang-orang, yang kamu anggap layak, dengan surat ke Yerusalem untuk menyampaikan pemberianmu.” Meskipun Paulus tidak menyebutkan berapa jumlah yang harus disisihkan, tetapi dia mendorong agar semua anggota jemaat terlibat dalam pelayanan kasih ini. Memberikan secara sistimatis artinya pemberian yang kita persembahkan kepada Tuhan harus direncanakan. Kita menyisihkan “sesuatu” atau “sebagian” dari hasil pendapatan kita dan menyimpannya di rumah, dan pada waktu kita pergi beribadah, persembahan tersebut telah disiapkan dan dibawa untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Jadi, persembahan kita tidak bergantung pada perasaan atau emosi HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 16 kita. Pada waktu senang kita memberi, tetapi waktu tidak senang tidak memberi. Persembahan kita harus berdasarkan komitmen kita kepada Tuhan dan dipersiapkan sesuai dengan apa yang kita peroleh. d. Kita perlu memberi secara teratur Rasul Paulus mendorong jemaat Korintus untuk mengumpulkan uang setiap hari Minggu, yaitu pada waktu mereka mangadakan ibadah bersama. Uang persembahan tersebut telah dipersiapkan di rumah masing-masing sesuai dengan penghasilan yang diterima. Ibadah pada hari Minggu merupakan perayaan tentang kebangkitan Kristus. Kita patut bersukacita dan bersyukur kepada Tuhan atas kemenangan-Nya yang telah mengalahkan maut dan kuasa dosa. Sehingga kita yang berada dalam Kristus tidak akan dihukum lagi. “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut” (Rom. 8:1-2). e. Kita perlu memberi dengan pengorbanan Jemaat Korintus didorong untuk mempersembahkan pemberian dengan pengorbanan. Paulus memberikan 2 contoh pemberian dengan pengorbanan, yaitu persembahan dari jemaat-jemaat Makedonia dan persembahan dari Tuhan Yesus (2 Kor. 8:1-3; 9). f. Kita harus memberi secara “tersembunyi” Yesus mengajar para muridNya agar mereka tidak boleh memberikan persembahan dengan maksud supaya dilihat oleh manusia atau supaya dipuji oleh manusia (Mat. 6:2-4). 3. Berapa banyak yang harus kita berikan kepada Tuhan? HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 17 Seringkali orang-orang Kristen bertanya tentang berapakah jumlah uang yang patut diberikan sebagai persembahan kepada Tuhan. Dalam 1 Korintus 16:1-3, Rasul Paulus tidak menyebutkan jumlah yang perlu diberikan, tetapi dia berkata sisihkan “sesuatu” artinya “sebagian” pendapatanmu. a. Sesuai dengan apa yang diterima (Proportionally) Rasul Paulus mengatakan kepada jemaat di Korintus untuk menyisihkan “sesuatu” atau “sebagian” sesuai dengan hasil yang diperoleh setiap orang. Orang yang berpenghasilan rendah tentunya memberikan lebih sedikit dibandingkan oleh mereka yang mendapat hasil lebih besar. Kita tidak dapat memberi sesuatu yang kita tidak punya. Kita harus memberi sesuai dengan apa yang kita peroleh. Rasul Paulus berkata, “Maka sekarang, selesaikan jugalah pelaksanaannya itu! Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu, dan lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu. Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu” (2 Kor. 8:11-12). Rasul Paulus yakin bahwa jemaat-jemaat Korintus pasti dapat memenuhi komitmen mereka untuk memberi jika mereka secara terencana dan teratur menyisihkan sebagian pendapatan mereka untuk dipersembahkan sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan. b. Jumlah tertentu Pertanyaan yang sering diajukan oleh orang Kristen sekarang, berapakah jumlah persembahan yang patut diberikan kepada Tuhan. Dalam Perjanjian Lama telah ditetapkan 10 persen dari seluruh hasil yang mereka peroleh. Dalam Perjanjian Baru tidak ditekankan tentang persentase atau berapa persen yang harus dipersembahkan. Rasul Paulus memberikan petunjuk kepada jemaat di Korintus untuk menyisihkan sebagian dari hasil penghasilan mereka. Hal itu perlu dilakukan secara terencana, teratur dan penuh pengorbanan. Jadi bukan sekedar pemberian dari sisa pendapatan yang ada. HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 18 Sebagaimana Tuhan memberkati kita secara teratur setiap hari, setiap minggu, setiap bulan dan setiap tahun, maka persembahan kita pun seharusnya dapat dilakukan secara teratur sesuai berkat yang kita terima dari Tuhan. Jadi pada prinsipnya, pemberian yang dilakukan oleh jemaat Tuhan dalam Perjanjian Baru adalah pemberian secara sistimatis (terencana), sesuai dengan apa yang diperoleh dan diberikan secara teratur. Dipersembahkan dengan kerelaan hati, tidak terpaksa, dan penuh sukacita. 4. Apakah hasilnya ketika kita memberi kepada Tuhan dengan benar? Rasul Paulus mengingatkan kita bahwa terlebih berkat memberi daripada menerima. Dalam Kisah Para Rasul 20:35, “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” Dalam 2 Kor. 9:7-11, Rasul Paulus mengatakan, 7 Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. 8 Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. 9 Seperti ada tertulis: "Ia membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin, kebenaran-Nya tetap untuk selamanya." 10 Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; 11 kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami. a. Berkelebihan dalam berbagai kebajikan. Allah menghendaki agar kita menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya. Roma 8:29 mengatakan, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.” Salah satu sifat Allah adalah murah hati yaitu suka memberi. Yesus HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 19 Kristus memberikan teladan yang sempurna dalam hal memberikan hidupNya bagi kepentingan kita. Dijelaskan dalam surat Paulus kepada jemaat di Filipi, “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. 5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:4-8). Ketika kita memberikan persembahan yang penuh pengorbanan dengan kerelaan hati dan penuh sukacita, kita mencerminkan kehidupan Kristus yang bertakhta dalam hidup kita. Inilah yang dimaksudkan Paulus dengan buah-buah kebenaran yakni kehidupan yang berkarakter Kristus. Dalam 2 Kor 9:10-11 dikatakan oleh Paulus, “Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami. b. Kesaksian yang efektif Dalam 2 Kor. 9:11 dikatakan oleh Paulus, “kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami.” Tujuan Allah memberkati umatNya dengan berkat-berkat jasmani adalah agar mereka dapat menjadi saluran berkat bagi orang lain melalui pelayanan para hamba Tuhan yang membangkitkan syukur kepada Allah. Melalui pemberian kita, pelayanan pekerjaan Tuhan dapat dikembangkan secara maksimal. Hambahamba Tuhan dapat didukung dengan baik sehingga pelayanan mereka lebih efektif. Firman Tuhan berkata “Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu” (Gal. 6:6; lihat Mazmur 67:1-2). c. Nama Allah dipermuliakan “Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluankeperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah. 13 Dan oleh HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 20 sebab kamu telah tahan uji dalam pelayanan itu, mereka memuliakan Allah karena ketaatan kamu dalam pengakuan akan Injil Kristus dan karena kemurahan hatimu dalam membagikan segala sesuatu dengan mereka dan dengan semua orang” (2 Kor. 9:12-13). Setiap perbuatan kebajikan atau kebaikan yang kita lakukan bagi kepentingan orang lain adalah untuk memuliakan Allah bukan untuk mencari pujian bagi diri kita sendiri. Yesus berkata dalam Matius 5:16, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” 5. Siapa yang harus mengurus pengelolaan keuangan dalam jemaat? Gembala sidang adalah penatalayan (pengelola) yang utama dalam jemaat. Hal penting yang dapat mendorong jemaat untuk memberi kepada Tuhan adalah teladan dari gembala sidang. Gembala adalah kunci bagi pelayanan dan pemberian persembahan yang efektif. Teladan dari gembala sidang sangat berpengaruh. Jemaat akan percaya dan menerima pengajaran yang disampaikan oleh gembala apabila mereka dapat melihat contoh yang nyata dalam pengalaman hidup gembala sidang mereka yang diberkati Tuhan karena ketaatannya kepada Tuhan dalam hal memberikan yang terbaik kepada Tuhan. Gembala sidang harus berhati-hati dalam mengelola keuangan gereja agar tidak menjadi batu sandungan bagi jemaat. Rasul Paulus tidak menangani keuangan sendiri. Dia melibatkan orang lain untuk menyertai dia dalam membawa persembahan ke Yerusalem. Hal ini dilakukan untuk menghindari kecurigaan orang terhadap integritas atau kejujuran Paulus. Paulus menulis surat kepada jemaat di Korintus, “ Sesudah aku tiba, aku akan mengutus orangorang, yang kamu anggap layak, dengan surat ke Yerusalem untuk menyampaikan pemberianmu. Kalau ternyata penting, bahwa aku juga pergi, maka mereka akan pergi bersama-sama dengan aku” (1 Kor. 16:3-4). Paulus tidak mau menangani uang sendiri. Dia tidak mau memberikan kesempatan bagi orang lain untuk menuduh dan mencurigai dia menyalahgunakan uang. Orang-orang yang dipercayakan untuk mengelola keuangan gereja harus memiliki sifat-sifat seperti: HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 21 a. Dapat dipercaya Menangani keuangan adalah suatu pekerjaan yang penuh risiko. Paulus menyadari hal ini sehingga dia sangat berhati-hati dalam mengelola keuangan. Dia menulis dalam 2 Kor. 8:20-24, “Sebab kami hendak menghindarkan hal ini: bahwa ada orang yang dapat mencela kami dalam hal pelayanan kasih yang kami lakukan dan yang hasilnya sebesar ini. 21 Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia. 22 Bersama-sama dengan mereka kami utus seorang lain lagi, yakni saudara kita, yang telah beberapa kali kami uji dan ternyata selalu berusaha untuk membantu. Dan sekarang ia makin berusaha karena besarnya kepercayaannya kepada kamu. 23 Titus adalah temanku yang bekerja bersama-sama dengan aku untuk kamu; saudara-saudara kami yang lain itu adalah utusan jemaat-jemaat dan suatu kemuliaan bagi Kristus. 24 Karena itu tunjukkanlah kepada mereka di hadapan jemaat-jemaat bukti kasihmu dan bukti kemegahanku atas kamu.” Orang-orang yang dipercayakan untuk menangani keuangan perlu diuji kesetiaan dan motivasi mereka dalam melayani. Paulus berkata dalam ayat 22, saudara tersebut telah beberapa kali diuji dan ternyata selalu berusaha untuk membantu. Mereka harus dapat dipercaya dan memiliki motivasi yang murni untuk melayani bukan untuk mencari keuntungan pribadi. Untuk dapat dipercaya oleh jemaat, maka perlu ada system pelaporan keuangan yang transparan (terbuka). Bukan saja melaporkan pemasukan atau penerimaan, tetapi juga perlu dilaporkan tentang pemakaian uang secara jelas. Nota pembelanjaan perlu disimpan dengan baik. Juga perlu dilakukan audit (pemeriksaan) keuangan jemaat secara berkala. Dalam hal ini dapat diminta bantuan dari kantor sinode atau majelis daerah/wilayah untuk melakukan audit keuangan dalam jemaat lokal. Firman Tuhan berkata, “Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai” (1 Kor 4:2). b. Jujur Henry dan Richard Blackaby dalam buku mereka Spiritual Leadership menekankan bahwa kejujuran merupakan karakter atau sifat yang terpenting yang harus dimiliki seorang pemimpin. Mereka mengatakan bahwa para pengikut (jemaat) menilai kejujuran dari pemimpin (gembala dan majelis jemaat) lebih penting daripada sebuah visi, kompetensi (kecakapan), pencapaian dan HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 22 kemampuan untuk mempengaruhi orang lain (Blackaby 104). Hal itu tidak berarti seorang pemimpin harus sempurna, tetapi dia harus berusaha untuk hidup jujur. Rasul Paulus menyadari akan pentingnya kejujuran ini sehingga dia sangat berhati-hati dalam memilih orang-orang untuk mengelola keuangan. Gembala sidang sebagai pemimpin dalam jemaat harus berhati-hati dalam memilih bendahara agar keuangan jemaat dapat dikelola dengan baik. Jika jemaat percaya kepada para pemimpin yang mengelola keuangan jemaat, maka mereka akan rela memberi dengan sukacita dan mendukung pelayanan dalam jemaat dengan sepenuh hati. c. Takut akan Tuhan “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang. Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di sorga” (Kolose 3:23-4:1). Apapun yang kita lakukan haruslah dilakukan dengan segenap hati seperti untuk Tuhan. Gembala sidang atau para pemimpin tidak boleh melakukan manipulasi untuk mencari keuntungan pribadi. Kita harus berlaku adil dan jujur terhadap anggota jemaat sebab pada akhirnya kita bertanggung jawab kepada Tuhan dan bukan kepada manusia. d. Dewasa secara rohani serta cakap mengurus administrasi keuangan “ Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, 12 untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, 13 sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, 14 sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, 15 tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala” (Ef. 4:11-15) . Seorang bendahara perlu diperlengkapi agar cakap dan terampil dalam melakukan tugasnya menangani pembukuan dan pelaporan keuangan. Janganlah dia seorang yang baru bertobat, melainkan seorang yang telah dewasa rohani agar tidak mudah jatuh dalam pencobaan. Salah satu HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 kualifikasi bagi seorang yang melayani dalam jemaat termasuk yang menangani keuangan jemaat “Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis. Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis” (1 Tim. 3:6-7). Work Cited Arndt, William F and Gingrich, F Wilbur. A Greek-English lexicon of the New Testament and other early Christian literature : A translation and adaption of the fourth revised and augmented edition of Walter Bauer's Griechisch-deutsches Worterbuch zu den Schrift en des Neuen Testaments und der ubrigen urchristlichen Literatur (Chicago: University of Chicago Press, 1957). Barna, George. How to Increase Giving In Your Church (Ventura, CA: Regal, 1997). Barton, Randall K. “Stewardship as a Ministry in the Local Church: Understanding Motivational Reasons for Giving” (http://enrichmentjournal.ag.org/200004/110_stewardship.cfm). Blackaby, Henry & Richard. Spiritual Leadership (Nashville, Tennessee: B&H Publishing Group, 2001). Dionson, Narciso. Held In Trust: Christian Stewardship (Cebu City, Philippines: Philippine Christian Education Publications, 1988). Erickson, Millard J. Christian Theology (Grand Rapids, MI: Baker Book House, 1985). Getz, Gene A. A Biblical Theology of Material Possessions (Chicago: Moody Press, 1990). Gidoomal, Ram. “Kingdom Stewardship” in Kingdom Stewardship: Occasional Papers presented by the Lausanne Resource Mobilization Working Group for Cape Town 2010 edited by Arif Mohamed, Brett Elder and Stephen Grabill (Grand Rapids, MI: Christian’s Library Press, 2010). Grimm, Eugene. Generous People: How To Encourage Vital Stewardship. Nashville: Abingdon 23 HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 24 Press, 1992. Harris, R. L. Theological Wordbook of the Old Testament, vol. 1 (Chicago: Moody Press, 1980). Hauck, F. “µαµωνα̂ς” in Kittel, G., G. W. Bromiley & G. Friedrich, Ed.Theological dictionary of the New Testament. Vols. 5-9 edited by Gerhard Friedrich. Vol. 10 compiled by Ronald Pitkin (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1976). Henry, Matthew. Matthew Henry's commentary on the whole Bible : Complete and unabridged in one volume (Hendrickson: Peabody, 1996). Kittel, G., G. W. Bromiley & G. Friedrich, Ed.Theological dictionary of the New Testament. Vols. 5-9 edited by Gerhard Friedrich. Vol. 10 compiled by Ronald Pitkin (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1976). Mohamed, Arif. “Spreading the Message: Stories and Case Studies – The Story of Mizoram” in Kingdom Stewardship: Occasional Papers presented by the Lausanne Resource Mobilization Working Group for Cape Town 2010 edited by Arif Mohamed, Brett Elder and Stephen Grabill (Grand Rapids, MI: Christian’s Library Press, 2010). Nolland, J. 1998. Word Biblical Commentary : Luke 18:35-24:53 (electronic ed.). Logos Library System;Word Biblical Commentary. Vol. 35C (Lk 21:3-4). Word, Incorporated: Dallas). Olford, Stephen F. The Grace of Giving: A Biblical Study of Christian Stewardship (Grand Rapids, MI: Kregel, 2000). Powell, Mark Allan. Giving to God: The Bible’s Good News about Living a Generous Life (Grand Rapids, MI: William B. Eerdmans Publishing Company). Rees, Tom. Money Talks (Otford Hills, Sevenoaks, Kent, England: Hildenborough Hall, n.d.) in Olford, Stephen F. The Grace of Giving: A Biblical Study of Christian Stewardship (Grand Rapids, MI: Kregel, 2000). Seamands, Stephen. Ministry in the Image of God. Downers Grove, Il: IVP Books, 2005. Stott, John. The Grace of Giving: 10 principles of Christian giving (Singapore: Excel Print HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 25 Media, 2004). Vallet, Ronald E. Congregations at the Crossroads: Remembering to Be Household of God (Eugene, Oregon: Wipf & Stock, 1998). Walvoord, J. F. The Bible knowledge commentary : An exposition of the scriptures (Wheaton, IL: Victor Books, 1985). Watley, William D. Bring the Full Tithe: Sermons on the Grace of Giving (Valley Forge, PA: Judson Press, 1995). Wiersbe, W. W. The Bible exposition commentary. An exposition of the New Testament comprising the entire 'BE' series--Jkt. (Ac 6:1-8). CD-ROM. Victor Books: Wheaton, Ill. 1989. Witmer, John. A. “Romans” in Walvoord, J. F. The Bible knowledge commentary : An exposition of the scriptures (Wheaton, IL: Victor Books, 1985). HUT PI ke-61 GPKAI dan GKAI Oktober 2013 26 A. Data Pribadi dan Keluarga 1. Nama: Tandi Frederik Randa 2. Pekerjaan: Dosen Teologi dan Gembala Sidang 3. Nama Istri: Yuli Suharyati 4. Anak: 1. Mona Grace Randa (23 thn); 2. Dien Christa Randa (21 thn). B. Kesaksian pertobatan. Saya dilahirkan di Sorong, Papua Barat pada tahun 1964 dan dibesarkan dalam keluarga Kristen. Tahun 1981 saya menyerahkan diri sepenuhnya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saya. Tanggal 11 April 1982 dibaptis selam. Pada tahun 1984 saya mengambil keputusan untuk mengikuti panggilan Tuhan untuk melayani Dia sebagai pemberita Injil. C, Riwayat Pendidikan teologia. Tahun 1984 (Januari-Mei) : SATET (Sekolah Alkitab dan Theologia Erikson-Tritt). S.Th - Tahun 1984 – 1989 : Seminari Theologia Injili Indonesia (STII) Yogyakarta. M.Div - Tahun 1993 – 1996 : Asian Theological Seminary (ATS) Manila, Filipina. M.Th - Tahun 2003 – 2005 : South Asia Institute of Advanced Christian Studies (SAIACS) Bangalore, India. D.Min- Tahun 2008 – 2012 : Asbury Theological Seminary, Kentucky, USA. D. Riwayat Pelayanan. Mengajar di STT Erikson-Tritt Manokwari sejak tahun 1989. Dilantik menjadi pendeta tanggal 27 Oktober 1991. Menggembalakan sidang jemaat GPKAI Erikson-Tritt Fanindi, Manokwari tahun 1989-1993. Merintis dan menggembalakan GPKAI Enaimo Amban tahun 1997-2002. Menggembalakan GPKAI Makarismos, Angkasa Mulyono, 2011 sampai sekarang. E. Pengalaman dalam organisasi Ketua I MU GPKAI tahun 1991-1995 dan 1995-1999. Ketua STT Erikson-Tritt tahun 1996-2002. Anggota Badan Pertimbangan Gereja PKAI tahun 1999-2003. Anggota Badan Pengurus AWANA Indonesia tahun 2005 sampai sekarang. Ketua Badan Misi GPKAI tahun 2009 sampai sekarang. Ketua Badan Pengurus STT Erikson-Tritt tahun 2013-2017. Ketua II MU GPKAI tahun 2011-2015. Koordinator Menara Doa Kota Manokwari tahun 2011 sampai sekarang. Mendirikan dan memimpin Youth For Christ chapter Manokwari tahun 2007 sampai sekarang.