delapan-hidroksi-2`deoksiguanosin serum sebagai faktor

advertisement
DELAPAN-HIDROKSI-2’DEOKSIGUANOSIN SERUM
SEBAGAI FAKTOR RESIKO ABORTUS IMINENS
dr. Made Darmayasa, Sp.OG(K)
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2013
1
RINGKASAN
Abortus merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang sering dijumpai,
yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada seorang wanita. Lebih
dari 80% abortus terjadi pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu dan setelah
itu angka ini cepat menurun. Abortus iminens merupakan suatu ancaman
keguguran yang dapat berlanjut menjadi abortus komplit maupun inkomplit,
ataupun masih terus dapat dipertahankan sampai aterm.
Mekanisme pasti yang menjadi penyebab abortus belum dipahami secara
jelas, banyak faktor yang diperkirakan sebagai faktor peyebab. Salah satu faktor
resiko yang diperkirakan menjadi penyebab abortus adalah radikal bebas yang
berlebihan yang tidak mampu diimbangi antioksidan yang ada didalam tubuh
sehingga menimbulkan kondisi yang disebut dengan stress oksidatif. Peningkatan
stress oksidatif dapat menjadi penanda serangan radikal bebas pada molekul
fisiologi yang penting seperti lipid, protein termasuk enzim dan deoxyribonucleic
acid (DNA).
Salah satu biomarker penting yang sering digunakan sebagai penanda
kerusakan DNA adalah suatu basa nukleotida yang disebut 8-hidroksi2’deoksiguanosin (8-OHdG). Atas dasar itulah ingin diketahui apakah terdapat
peningkatan kadar serum 8-OHdG pada wanita yang mengalami abortus iminens.
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah 8-OHdG serum merupakan faktor
resiko terjadinya abortus iminens. Rancangan penelitian ini adalah suatu casecontrol, dimana penelitian dilaksanakan di ruang bersalin IRD, poliklinik
kebidanan dan penyakit kandungan RSUP Sanglah Denpasar sejak Januari 2012
sampai jumlah sampel terpenuhi.
Hasilnya sebanyak 68 orang sampel yang terdiri dari 34 orang kelompok
kasus abortus iminens dan 34 orang lainnya kelompok kontrol ( kehamilan normal
dengan umur kehamilan kurang dari 12 minggu). Dilihat dari karakteristik subyek
penelitian dengan uji t-independent dengan nilai p<0,05 pada ketiga variabel
disimpulkan tidak terdapat perbedaan rerata umur, paritas dan umur kehamilan
pada kelompok kasus dan kontrol. Rerata kadar 8-OHdG pada kelompok kasus
2
adalah 0,16 ng/ml dan rerata kadar 8-OHdG pada kelompok kontrol adalah 0,13
ng/ml dengan nilai p<0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna. Nilai
cut of point kadar 8-OHdG berdasarkan kurva ROC adalah 0,131 ng/ml dengan
nilai sensitivitas 82,4% dan nilai spesifisitas 55,9%. Nilai odd ratio didapatkan
5,9, IK 95%= 1,95-17,97, p=0,001 yang berarti kadar 8-OHdG yang tinggi
merupakan faktor resiko terjadinya abortus iminens sebesar 6 kali.
3
ABSTRAK
DELAPAN-HIDROKSI-2’DEOKSIGUANOSIN SERUM SEBAGAI
FAKTOR RESIKO ABORTUS IMINENS
Abortus iminens adalah perdarahan pervaginam yang berasal dari uterus
pada umur kehamilan dibawah 20 minggu tanpa adanya pembukaan serviks
dimana hasil konsepsi masih didalam uterus yang dibuktikan dengan
ultrasonografi dan tes kehamilan positif. Insidennya kurang lebih 25% pada
wanita hamil muda. Abortus iminens dapat bertahan sampai hamil aterm atau
berlanjut menjadi abortus spontan baik komplit maupun inkomplit, dimana
abortus inkomplit
memerlukan tindakan kuretase untuk membersihkan sisa
jaringan hasil konsepsi. Tindakan kuretase memiliki resiko berupa perdarahan,
infeksi, sepsis sampai dengan kematian, dan
dalam jangka panjang dapat
menimbulkan masalah infertilitas. Terjadinya abortus dapat berulang dan disebut
abortus habitualis apabila kejadiannya lebih dari tiga kali. Penyebab pasti abortus
iminens tidak selalu jelas, ada beberapa faktor yang diduga berperanan, salah
satunya adalah peranan radikal bebas yang menimbulkan stress oksidatif pada
awal kehamilan, yang dapat menimbulkan kerusakan protein, lipid dan DNA
pada sel-sel desidua basalis, sitotrofoblast maupun sinsitiotrofoblast yang
berpengaruh
pada
fase
organogenesis
2’Deoksiguanosin (8-OHdG)
plasenta
janin.
Delapan-hidroksi
dapat dipakai untuk menilai kerusakan DNA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 8-OHdG serum sebagai faktor
resiko abortus iminens.
Desain pada penelitian ini berupa studi kasus kontrol yang melibatkan 68
orang wanita yang dikelompokkan menjadi 34 orang kasus abortus iminens dan
34 orang wanita hamil muda sebagai kontrol yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi yang datang ke Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar. Dilakukan
pemeriksaan serum darah untuk mengetahui kadar 8-OHdG pada kedua kelompok
dengan metode Elisa.
Berdasarkan uji independent test-t diperoleh hasil dimana tidak terdapat
perbedaan bermakna dalam hal umur ibu, umur kehamilan dan paritas antara
4
kelompok kasus abortus iminens dan kelompok kontrol yaitu hamil muda
(p<0,05). Terdapat perbedaan (p<0,05) yang secara signifikan bermakna antara
kadar serum 8-OHdG pada abortus iminens (0,16+0,06) µg/ml dan hamil muda
normal (0,13+0,06) µg/ml. Dengan uji Chi-Square diperoleh nilai rasio odds
(RO=6,00;IK95%=1,95-17,97,p=0,001). Berdasarkan kurva ROC diperoleh nilai
cut off point kadar 8-OHdG adalah sebesar 0,131µg/ml. Pada hamil muda dengan
kadar 8-OhdG > 0,131 µg/ml beresiko 6 kali untuk terjadi abortus iminens.
Kata kunci : Abortus iminens, kadar 8-Hidroksi 2’Deoksiguanosin (8-OHdG)
5
ABSTRACT
SERUM EIGHT-HIDROKSI-2’DEOKSIGUANOSIN AS RISK FACTOR
IN THREATENED ABORTION
Threatened abortion was vaginal bleeding from uterus prior to 20 weeks
gestation without evidence of cervix opening, conception was still intrauterine
proved by ultrasound with a positive pregnancy test. The prevalence rate of
threatened abortion about 25% in early pregnancy. Threatened abortion could be
continued until aterm pregnancy or half of continued became spontaneous
abortion for example complete abortion, incomplete abortion. As we knew that
incomplete abortion need curettage to clear waste conception. The risk of
curettage were bleeding, infection until sepsis and death, in long range could
made infertility problem. Abortion could recurrent and we called habitualis
abortion if it happened more than three times. The cause of threatened abortion
still unclear but one of the predict cause was oxidative stress. Oxidative stress
state could cause damage of protein, lipid and DNA decidua basalis, sitotrofoblast
and sinsitiotrofoblast cells, which have a role in organogenesis phase of fetal
placenta. One of the most important biomarker that used to assess DNA damage
was 8-hydroxy-2’deoksiguanosin (8-OHdG). The purpose of this reaserch was to
investigate serum 8-OHdG as risk factor in threatened abortion.
This was a case control study involving 68 women which divided in to two
groups, 34 womens with threatened abortion as case and the other 34 womens
were normal pregnancy as the control group, who fulfill the inclusion and
exclusion criteria that came to Sanglah General Hospital Denpasar. Blood serum
was checked to determine the level of 8-OHdG in both group with Elisa method.
Based on the independent t-test, we found no significant difference in maternal
age, gestational age, and parity between case and control group (p<0,05). There is
significant difference (p<0,05) of serum 8-OHdG level in threatened abortion
(0,16+0,06) µg/ml and normal pregnancy (0,13+0,06) µg/ml. By Chi-square we
found odd ratio level (OR=6,00; CI 95%=1,95-17,97, p=0,001). By ROC curve
we found the cut off point level 8-OHdG is 0,131 µg/ml.
6
It is concluded that serum 8-OHdG level ≥ 0,131µg/ml in women with
early pregnancy had 6 times higher risk to become threatened abortion.
Keywords : Threatened abortion, level of 8-hidroxy 2’deoxyguanocin (8OHdG).
7
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Abortus merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang sering dijumpai
dimana dapat menimbulkan morbiditas maupun morlatilitas pada seorang wanita.
Diperkirakan oleh World Health Organization (WHO) di dunia 20-25% dari
seluruh wanita hamil ditemukan gejala perdarahan atau ancaman abortus iminens
(threatened abortion) pada trimester pertama dan 50% diantaranya akan berakhir
dengan abortus. Lebih dari 80% abortus terjadi pada umur kehamilan kurang dari
12 minggu dan setelah itu angka ini cepat menurun. Angka abortus akan
meningkat sesuai dengan umur contohnya penelitian di Amerika utara
menunjukkan 15 % pada wanita kurang dari 25 tahun dan 35 % pada wanita lebih
dari 38 tahun. Abortus iminens sebagian berlanjut menjadi kehamilan aterm dan
sebagian lagi dapat menjadi abortus spontan baik komplit maupun inkomplit,
dimana
abortus
inkomplit
memerlukan
suatu
tindakan
kuretase
untuk
membersihkan sisa jaringan konsepsi. Tindakan kuretase memiliki resiko
komplikasi berupa perdarahan, infeksi, sepsis sampai dengan kematian dan dalam
jangka panjang dapat menimbulkan infertilitas. Terjadinya abortus dapat berulang
dan apabila berlangsung lebih dari tiga kali yang disebut abortus habitualis. Hal
ini tentu saja akan menimbulkan kekecewaan dan trauma mendalam pada
pasangan yang mendambakan kehadiran seorang anak. (Morikawa, 2004,
Cunningham, 2006, Gupta, 2009).
8
Mekanisme pasti yang menjadi penyebab abortus belum dipahami secara jelas,
banyak faktor yang diperkirakan sebagai faktor penyebab. Faktor tersebut antara
lain : 1. Faktor fisiologi dan mekanisme biologi yang meliputi : faktor resiko
genetik (kelainan kromosom), faktor resiko kelainan anatomi uterus seperti uterus
bikornu, didelfis, septa, jaringan parut, mioma uteri dan inkompetensia serviks,
faktor resiko kelainan endokrin, faktor resiko kelainan imunologi dan
thrombofilia. 2. Faktor resiko exogenous seperti bahan kimia misalnya gas
anestesi (nitrous oxide), minum air yang terkontaminasi seperti chlorine (Gracia,
2005)
Saat ini salah satu faktor resiko yang diperkirakan menjadi penyebab
abortus adalah faktor radikal bebas yang berlebihan yang tidak mampu diimbangi
antioksidan didalam tubuh sehingga menimbulkan kondisi yang disebut stress
oksidatif. Terjadinya stress oksidatif yang berlebihan di plasenta, pada kehamilan
8 sampai 10 minggu dapat merupakan pathogenesis terjadinya kegagalan
plasentasi yang mendasari terjadinya abortus dan preeklampsia (Eric Jauniaux,
dkk., 2003)
Pada sistem reproduksi wanita oksidan dan antioksidan mempunyai peran
fisiologi
selama folikulogenesis, maturasi oosit, regresi luteal dan fertilisasi.
Sebagai contohnya adalah peningkatan marker kerusakan oksidatif DNA, 8hidroksi-2’-deoksiguanosin
pada sel granulosa dan cumulus oophorus cells,
berhubungan dengan rendahnya kemampuan fertilisasi oosit, kualitas embrio yang
rendah dan mengurangi kesuksesan implantasi. Disebutkan juga bahwa 8hidroksi-2’-deoksiguanosin ini tidak hanya sebagai marker stress oksidatif dalam
9
sel granulosa selama proses ovulasi sehingga mempengaruhi fertilisasi tetapi juga
mempengaruhi pertumbuhan embrio (Agarwal, et al., 2006).
Peranan radikal bebas pada keadaan stress oksidatif dalam pathogenesis
terjadinya abortus telah disadari, dimana peningkatan oksigen reaktif akan
menyebabkan gangguan plasentasi (Eric Jauniaux, 2006)
Ekspresi yang berbeda dari antioksidan menunjukkan eksistensi stress
oksidatif
selama
perubahan
siklus
endometrium.
Estrogen-progesterone
withdrawal memulai peningkatan ekspresi COX-2 mRNA dan peningkatan
sintesis prostaglandin F2α didalam sel endometrium yang ditunjukkan pada media
kultur in vitro. Efek ini diperkirakan menimbulkan reaktif oksigen spesies dengan
mengaktivasi nuclear factor kappa B (NFkB). Disebutkan juga produksi F2α di
dalam
endometrium
distimulasi
oleh
reaktif
oksigen
spesies
melalui
cyclooxygenase (COX) pada sel stroma endometrium manusia. Kadar PGF2α
maksimal pada saat menstruasi dan bertanggung jawab pada pelepasan dinding
endometrium. Terdapat hipotesis yang menyebutkan ada interaksi yang kuat
antara superoksid dismutase, reaktif oksigen spesies dan prostaglandin F2α yang
menimbulkan pelepasan endometrium pada saat menstruasi. Hal ini juga yang
menjadi dasar bagaimana pengaruh radikal bebas dalam menimbulkan stress
oksidatif
yang tidak mampu diimbangi oleh antioksidan tubuh, kemudian
menimbulkan kerusakan sel sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas pada awal
kehamilan yang berakhir menjadi keguguran (Gupta, dkk., 2009)
Radikal bebas utama yang berperan pada stress oksidatif antara lain
radikal superoksid (O2-), hydrogen peroksida (H2O2), hidroksil radikal (OH-) dan
10
radikal oksigen tunggal. Antioksidan yang berperan sebagai mekanisme
pertahanan tubuh dibedakan menjadi antioksidan non enzimatik seperti vitamin C,
vitamin A, vitamin E, piruvat, taurine, hypotaurine dan glutathione dimana
antioksidan ini lebih berperan melawan reaktif oksigen spesies yang bersumber
dari luar. Antioksidan enzimatik antara lain superoksid dismutase, catalase,
glutathione peroksidase dan glutaredoksin. Antioksidan seperti superoksid
dismutase terletak didalam sitoplasma (Cu, Zn-SOD) , mitokondria (Mn-SOD)
dan sel - sel glandular endometrial. Antioksidan non enzimatik seperti vitamin C
dan E terdapat di ovarium sementara karoten dan asam askorbat terdapat pada
cairan folikel (Gupta, dkk.,2009).
Beberapa biomarker stress oksidatif telah diselidiki diantaranya superoksid
dismutase, glutathione peroksidase, catalase, conjugated dienes, lipid peroksidase,
asam thiobarbiturik, glutaredoksin, oksidatif DNA adducts, nitrit oksidase dan
kapasitas total antioksidan. Pemeriksaan ELISA dipergunakan untuk mengukur
konsentrasi SOD, Catalase, GPX didalam sel folikel dan sel granulosa media
kultur.
Biomarker
stress
oksidatif
ditemukan
pada
plasenta
dengan
mempergunakan pemeriksaan imunohistokimia atau analisa western blot.
Oksidatif DNA produk yaitu 8-hidroksi-2’deoksiguanosin dapat dipelajari dengan
immunostaining di dalam kumulus/mural sel granulose, desidua basalis, sel
sitotrofoblast dan sinsitiotrofoblast (Gupta, dkk.,2009)
Peningkatan stress oksidatif dapat menjadi petanda serangan radikal bebas
pada molekul fisiologi yang penting seperti lipid, protein termasuk enzim dan
deoxyribonucleic acid (DNA). Salah satu biomarker yang paling sering digunakan
11
untuk menandai kerusakan DNA yaitu 8-hidroksi-2’deoksiguanosin (8-OHdG)
(Wiktor, dkk., 2004)
Atas dasar itulah ingin diketahui apakah terdapat peningkatan kadar serum
8-OHdG pada wanita yang mengalami abortus iminens.
1.2. Rumusan Masalah
Delapan-hidroksi-2’deoksiguanosin serum merupakan faktor resiko terjadinya
abortus iminens.
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui resiko terjadinya abortus iminens pada peningkatan kadar
serum 8-hidroksi-2’deoksiguanosin.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat akademis
1.
Menjelaskan kadar 8-hidroksi-2’deoksiguanosin pada abortus iminens
2.
Sebagai data penunjang dalam patogenesis penyebab abortus iminens.
1.4.2 Manfaat praktis
Bila pada penelitian ini memang terbukti kadar 8-OhdG tinggi dibandingkan
hamil muda dengan umur kehamilan < 12 minggu maka 8-OHdG dapat dipakai
sebagai marker kerusakan DNA pada abortus iminens sehingga dapat dilakukan
deteksi dini dan dipertimbangkan pemberian suatu antioksidan pada awal
kehamilan.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Abortus Iminens
2.1.1. Definisi abortus iminens
Abortus iminens juga dikenal sebagai threatened abortion, termasuk kedalam
abortus spontan, didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari uterus pada
umur kehamilan dibawah 20 minggu disertai sakit perut atau tidak sama sekali,
uterus membesar sesuai umur kehamilan, tanpa adanya pembukaan serviks,
dimana hasil konsepsi masih didalam uterus yang dibuktikan dengan USG dengan
tes kehamilan yang masih positif (Cunningham, dkk., 2006).
Perdarahan bisa terlihat dari ostium uteri dan tidak terdapat nyeri goyang atau
nyeri adneksa. Mula–mula perdarahan berasal dari desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan sekitar. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya sehingga merupakan benda asing dalam uterus,
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Abortus iminens merupakan komplikasi paling umum pada kehamilan muda
sekitar 15-20% pada kehamilan yang sebelumnya viable atau hidup yang telah
dibuktikan dengan hasil USG. Wanita dengan perdarahan pada awal kehamilan
disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk mengkonfirmasi
apakah kehamilan tersebut berlokasi intra uteri ataukah diluar kavum uteri
(Gamal, 2007)
13
2.1.2. Insiden abortus iminens
Perdarahan pervaginam berupa perdarahan bercak sangat umum terjadi pada
wanita hamil muda kurang dari 20 minggu yaitu sekitar 25 % dan insidennya
bervariasi tergantung ketentuan yang digunakan untuk mengidentifikasi abortus
iminen. Perdarahan yang banyak dan nyeri perut yang menyertai abortus iminen
sangat jarang terjadi. Sering perdarahan itu berupa flek dan berhenti sendiri,
mungkin karena pengaruh implantasi trofoblas pada desidua endometrium. Sekitar
setengah dari wanita yang mengalami abortus iminens mengalami abortus spontan
dan sisanya terus bertahan sampai viabel. Abortus iminens sering terjadi pada 8
minggu pertama kehamilan yaitu sekitar 75% dan setelah itu kejadiannya mulai
menurun. Hampir 15% dari seluruh kehamilan mengalami abortus iminens dan
16-18% berkembang menjadi keguguran tergantung jumlah perdarahan yang
terjadi (Gracia, dkk., 2005).
2.1.3. Penyebab terjadinya abortus iminens
Meskipun mekanisme pasti yang menjadi penyebab abortus tidak selalu jelas
namun perdarahan pada trimester pertama dengan atau tanpa hematom
subkorionik berhubungan dengan reaksi inflamasi kronik
pada desidua yang
menyebabkan uterus berkontraksi. Untuk diketahui dua pertiga abortus terjadi
akibat kelainan pada plasenta terutama akibat kegagalan invasi sitotrofoblas pada
lumen arteri spiralis. Adanya perdarahan subkorionik pada abortus iminens
berhubungan dengan insiden abortus spontan. Abortus iminens dipertimbangkan
sebagai bagian yang terpisah dari abortus lainnya karena berasal dari perdarahan
14
lokal pada bagian perifer dari plasenta yang sedang terbentuk. Perdarahan ini
terjadi pada saat pembentukan membran dan dapat menyebabkan abortus komplit
bila hematom meluas kebagian plasenta yang definitive (Cunningham, 2006).
Abortus iminens mengalami perbaikan dan menjadi kehamilan normal sampai
trimester tiga atau malahan berlanjut menjadi abortus insipien, abortus inkomplit
dan abortus komplit. Perdarahan pervaginam yang berat sangatlah jarang terjadi
tetapi perdarahan berupa spoting akan sembuh dengan sendirinya.
Faktor penyebab abortus iminens adalah sebagai berikut:(Cunningham, 2006 )
1.
Faktor embrio, biasanya akibat kelainan kromosom hampir 75% terjadi
abortus selama trimester pertama.
2.
Faktor ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, diabetes mellitus, penyakit
infeksi akut, trauma dan kelainan sistem reproduksi, mioma uteri, dan
kelainan uterus.
3.
Kelainan plasentasi.
Peran reaksi oksidatif pada plasenta akan mengalami kelainan dari plasenta
itu sendiri. Sekarang terdapat bukti yang jelas bahwa abortus merupakan
kelainan plasentasi. Pada dua pertiga kasus abortus, terdapat bukti anatomis
adanya defek pada plasentasi yang memiliki karakteristik lapisan pelindung
trofoblas yang lebih tipis maupun berfragmentasi, invasi endometrium oleh
trofoblas yang menurun dan sumbatan ujung arteri spiralis yang tidak
sempurna. Hal ini berhubungan dengan tidak adanya perubahan fisiologis
pada sebagian besar arteri spiralis dan menyebabkan onset prematur dari
sirkulasi maternal pada seluruh plasenta.
15
Oksigen dalam plasenta janin stadium awal sangat rendah dan meningkat
ketika mendapatkan aliran darah dari ibu. Metabolisme aerobik sangat
berhubungan dengan pembentukan spesies oksigen reaktif dan kecepatan
pembentukannya sebanding dengan kadar oksigen. Reaksi oksidatif memiliki
potensial yang sangat berbahaya sehingga sistem pertahanan tubuh yang kompleks
telah dibentuk untuk mengatasi ini. Bila konsentrasi oksigen berfluktuasi terlalu
cepat atau meningkat terlalu tinggi maka akan melampaui pertahanan antioksidan
seluler sehingga menimbulkan stress oksidatif. Pada kondisi seperti ini, kerusakan
pada protein, lemak dan DNA mengganggu fungsi seluler, bahkan mengakibatkan
kematian sel. Sebelumnya telah ditemukan lapisan sinsitiotrofoblas pada awal
pembentukan plasenta sangat sensitif terhadap peningkatan kadar oksigen in vitro,
sehingga mengalami degenerasi selektif. Kemudian dicari bukti stres oksidatif
pada trofoblas yang berhubungan dengan perubahan sirkulasi maternal pada
plasenta in vivo. Hal tersebut dicapai dengan memonitor secara immunohistokimia
ekspresi dari Heat Shock Protein (Hsp70i) yang merupakan marker stres oksidatif
pada sistem yang lain, dan pembentukan residu nitrotirosin pada berbagai fase
kehamilan (Adrian, dkk., 2000).
2.2. Stress Oksidatif Pada Abortus Iminens
2.2.1. Stress oksidatif
Radikal bebas adalah setiap unsur yang mempunyai satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan diorbit paling luarnya. Radikal bebas ini dapat bermuatan
positif, negatif atau netral. Unsur radikal dapat merupakan bagian dari struktur
yang lebih besar dan immobile, namun dapat juga merupakan unsur berukuran
16
kecil yang dapat berdifusi, dikenal sebagai radikal bebas. Radikal bebas
merupakan molekul reaktif dengan elektron tanpa pasangan dan diproduksi terus
menerus dalam sel, baik disengaja maupun tidak sebagai produk sampingan dari
metabolisme. Radikal bebas mempunyai dua sifat penting : 1) bersifat sangat
reaktif dan cenderung bereaksi dengan molekul lain untuk mencari pasangan
elektronnya sehingga menjadi bentuk yang lebih stabil. 2) dapat mengubah
molekul menjadi radikal. Radikal bebas mirip dengan oksidan dalam sifatnya
sebagai penerima elektron (menarik elektron). Radikal bebas lebih berbahaya
daripada oksidan oleh karena reaktifitas yang tinggi dan kecendrungannya
membentuk radikal bebas yang baru. Pada gilirannya apabila radikal bebas
berjumpa dengan molekul lain akan membentuk radikal bebas yang baru lagi, dan
demikian seterusnya sehingga terjadi reaksi rantai.
Molekul oksigen reaktif termasuk radikal bebas, pada keadaan yang normal
dibentuk secara kontinyu sebagai hasil sampingan proses metabolisme seluler.
Proses metabolisme yang merupakan sumber radikal bebas: (Manfred, 2000)
1.
Reaksi fosforilase oksidatif pada pembentukan ATP di mitokondria. Secara
normal dalam reaksi ini 1-5% oksigen keluar dari jalur ini dan mengalami
reduksi univalent. Reduksi satu elektron dari molekul oksigen ini akan
membentuk radikal superoksida, yang harus didetoksifikasi oleh mekanisme
proteksi biokimia endogen untuk mencegah kerusakan sel.
2.
Beberapa jenis enzim oksidase, misalnya xantin oksidase dan aldehid
oksidase dapat membentuk zat oksidan yang reaktif seperti superoksida.
17
3.
Metabolisme
asam
arakhidonat
oleh
enzim
siklooksigenase
untuk
membentuk prostaglandin dan oleh enzim lipooksigenase untuk membentuk
leukotrien menyebabkan pembentukan zat-zat antara berbentuk peroksi
maupun radikal hidroksi.
4.
Sistem oksidase NADPH-dependen dipermukaan membran neutrofil adalah
sumber pembentukan radikal superoksida yang sangat efisien. Enzim ini lebih
banyak bersifat dorman namun jika teraktivasi misalnya oleh bakteri, mitogen
dan sitokin enzim ini akan mengkatalisis reaksi reduksi mendadak oleh
oksigen menjadi hidrogen peroksida dan O2-.
5.
Sel yang mengandung peroksisim, organela yang mengoksidasi asam lemak
akan memproduksi H2O2.
Cytoplasm
a
Cytochrome
P450
O2 + e-
Superoxi
de
Mitochondr
ia
NO
N
O
Peroxynitr
ite
Electron
Transport
chain
O2 +
eSuperoxid
e
Mn SOD
Cu/Zn
SOD
Hydroge
n
peroxide
Hydroxy
l radical
Hydrogen
peroxide
GPX
CAT
GPX
CAT
H2O + O2
H2O + O2
Gambar 2.1. Fisiologi pembentukan dan katalisasi radikal bebas
(Andrian, dkk., 2000)
18
Radikal bebas oksigen diproduksi melalui bocoran elektron dari rantai
electron transport di dalam mitokondria dan retikulm endoplasma dalam bentuk
molekul oksigen. Superoksid anion umumnya tidak secara bebas berdifusi pada
membran sel dan harus bergabung dengan Cu/Zn atau Mn SOD. Meskipun H2O2
bukan radikal bebas tetapi dapat bereaksi dengan O2- menjadi bentuk reaktif
radikal hidroksil yang ekstrem. Catalase dan GPX harus dioperasikan secara
bersama dengan SOD untuk menjaga konsentrasinya tetap dalam kondisi fisiologi.
Oksigen dapat bereaksi dengan nitrit oksida (NO) yang menghasilkan
peroksinitrit (ONOO-) yang kemudian akan dioksidasi menjadi nitrat (NO3-).
Nitric oxide merupakan suatu endothelium derived relaxing factor (EDRF), suatu
zat yang menyebabkan vasodilatasi sebagai respon terhadap asetilkolin.
Peroksinitrit ini sangat toksik dan menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein,
lemak dan DNA (Gupta, 2007).
19
Gambar 2.2. Induksi Apoptosis oleh ROS dan NOS (Gupta, 2010)
Radikal bebas dapat diklasifikasikan menjadi reaktif oksigen spesies dan
reaktif nitrogen spesies. Reaktif oksigen spesies bentuk utamanya seperti radikal
superoksid, hydrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (O-), dan radikal hidroksil
(OH-). Reaktif nitrogen spesief bentuk utamanya seperti peroksinitrit dan nitrit
oksid yang dihasikan selama hipoksia dan menyebabkan cedera reperfusi sel.
Radikal bebas dihasilkan selama proses fisiologi normal, namun pelepasannya
meningkat pada keadaan iskemia dan reperfusi. Selain sumber endogen, sumber
eksogen pembentukan radikal bebas adalah radiasi, ionisasi, merokok, dan polusi
udara. Radikal bebas dapat merusak semua komponen biokimia sel. Protein dan
asam nukleat adalah target utama yang paling penting. Karena sangat reaktif
radikal bebas umumnya bereaksi dengan struktur pertama yang dijumpai, yang
20
paling sering adalah komponen lipid membran sel atau organela (Biri, dkk., 2006,
Gupta, 2007).
Kalau radikal bebas dan oksidan adalah penerima elektron maka antioksidan
secara kimia adalah senyawa yang mampu memberikan elektron. Dalam arti
biologis antioksidan mempunyai pengertian yang luas yaitu semua senyawa yang
dapat meredam dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein
pengikat logam. Dalam meredam dampak negatif dari oksidan dilakukan dengan
dua cara yaitu : 1) mencegah terjadinya dan tertimbunnya senyawa oksidan secara
berlebihan, 2) mencegah terjadinya reaksi rantai yang berkelanjutan. Bertitik
tolak pada dua cara kerjanya tersebut, antioksidan digolongkan menjadi
antioksidan pencegah dan antioksidan pemutus reaksi rantai (Kohen dan Nyska,
2002).
1. Mekanisme antioksidan enzimatik
a. Sitokrom oksidase pada mitokondria, mengkonsumsi hampir seluruh
oksigen yang terdapat dalam sel, sehingga mencegah 95% hingga 99%
molekul oksigen dari pembentukan metabolit toksik.
b. SOD mengkatalisa dismutase radikal bebas O2- menjadi hidrogen
peroksida dan molekul oksigen, sehingga tidak tersedia O2- yang dapat
bereaksi dengan hidrogen peroksida untuk membentuk radikal hidroksil.
c. Enzim katalase, mengkatalisa perubahan hidrogen peroksida yang toksik
menjadi H2O, sehingga mencegah pembentukan sekunder zat antara yang
toksik seperti radikal hidroksil.
21
d. Glutation peroksidase, bekerja mengoksidasi glutation menjadi glutation
disulfida dan pada saat yang bersamaan karena adanya reaksi redoks,
terjadi perubahan hidroperoksida menjadi H2O dan alkohol.
e. Superoksid dismutase merupakan enzim antioksidan pencegah, yang
merupakan
suatu
antioksidan
metalloenzim.
SOD
adalah
enzim
antioksidan intraseluler utama yang dapat digunakan untuk menetralisir
aktifitas O2-. Secara umum semua SOD, ion metal (M) mengkatalisa
dismutasi O2- melalui mekanisme oksidasi reduksi sebagai dibawah:
M3+ + O2-  M2+ + O2
M2+ + O2- + 2H+  M3+ + H2O2
f. Superoksid dismutase menetralisir O2- menjadi oksigen dan hidrogen
peroksida (H2O2). Selanjutnya H2O2 diubah menjadi molekul air (H2O)
oleh enzim katalase dan peroksidase. Peroksidase yang penting dalam
tubuh yang dapat meredam dampak negatif H2O2 adalah glutation
peroksidase.
g. 2O2- + 2H+
h. 2H2O2
i. 2GSH + H2O2
O2 + H2O2
(oleh superoksid dismutase)
2H2O + O2 (oleh katalase)
GSSG + 2H2O (oleh glutation peroksidase)
Kerusakan sel dipicu oleh reaktif oksigen spesies (ROS). Bisa juga berupa
radikal bebas anion reaktif dari atom oksigen (O2-), atau molekul yang
mengandung atom oksigen yang dapat memproduksi radikal bebas atau yang
diaktifkan oleh radikal berupa radikal hidroksil, superoksida, hidroksi peroksida
dan peroksinitrit. Sumber utama reaksi oksidatif berasal dari pernapasan aerob
22
walaupun bisa juga diproduksi melalui peroksisomal β-oksidasi asam lemak,
komponen metabolik sitokrom P450. Dalam kondisi normal, oksidasi reaktif
dikeluarkan dari sel atas kerja superoksid dismutase (SOD), katalase atau
glutation peroksidase. Kerusakan utama pada sel terjadi akibat perubahan makro
molekul seperti asam lemak pada membrane lipid, protein esensial dan DNA
(Sharma dan Argawal, 2004).
2. Mekanisme antioksidan non enzimatik.
Antioksidan non enzimatik ada yang larut dalam lemak dan yang larut dalam
air. Beta karoten dan vitamin E adalah antioksidan yang larut dalam lemak
sedangkan asam askorbat, asam urat dan glutation larut dalam air. Antioksidan
nonenzimatik bekerja langsung berikatan dengan radikal bebas sehingga
mengurangi reaktifitasnya.
Sebenarnya dalam keadaan normal, sistem pertahanan tubuh sudah mampu
meredam radikal atau oksidan yang timbul dengan memproduksi antioksidan
dalam jumlah yang memadai. Tetapi apabila keseimbangan tersebut terganggu
karena oksidan atau radikal bebas diproduksi dalam jumlah yang melebihi
kemampuan tubuh untuk memproduksi antioksidan maka akan terjadi suatu
keadaan yang disebut sebagai stres oksidatif yang selanjutnya akan diikuti
kerusakan jaringan (Hung, 2010).
2.2.2. Abortus iminens sebagai keadaan stress oksidatif
Pada fase organogenesis, plasenta janin membatasi pemberian oksigen terhadap
fetus sehingga pada awal
perkembangannya, fetus berada dalam lingkungan
23
rendah oksigen. Sebagian besar oksigen yang digunakan dalam oksidasi molekul
organik dalam diet akan diubah menjadi air melalui kerja enzim dalam proses
respirasi. Sekitar 1-5% dari oksigen yang digunakan tidak melalui proses ini dan
diubah menjadi radikal bebas oksigen yang sangat reaktif Oxygen Free Radicals
(OFRs) dan spesies oksigen reaktif lainnya (ROS) dengan kecepatan yang
dipengaruhi kadar oksigen yang tersedia. Ketika produksi OFRs melebihi
perlindungan seluler yang alami, kerusakan terhadap protein, lipid dan DNA dapat
terjadi (Adrian, dkk.,2000).
Salah satu kunci sukses kehamilan adalah terjadinya pertukaran darah fetomaternal yang adekuat. Perbandingan antara gambaran morfologi dengan data
fisiologis menunjukkan bahwa struktur kantong gestasi pada trimester pertama di
desain untuk membatasi pemaparan fetus terhadap oksigen yang sangat vital bagi
pertumbuhan fetus (Adrian, dkk., 2000).
24
Gambar 2.3. Ekspresi antioksidan di dalam plasenta (Davis, 2010)
Superoksid dismutase (SOD) 1,2,3 diekspresikan di dalam sel sitotrofoblas,
bersama dengan thioredoxin (TXN). Pada saat umur kehamilan aterm, SOD 1
terdapat dalam miometrium, seperti halnya pada sinsitiotrofoblas dan desidua.
Ekspresi SOD 2 sama dengan SOD 1 kecuali lebih tinggi dapat diobservasi
didalam fetal villous endotelium. Ekspresi tidak dipengaruhi oleh proses
persalinan. Ekspresi SOD 3 intrasel terdapat pada villous trofoblas trimester
pertama tetapi menghilang pindah lokasi ke matriks ekstraselular didalam villi
setelah 17 minggu. Sejak ekspresi SOD meningkatkan bioavailabilitas dan
angiogenik sinyal dari nitrit oksid, kemungkinan ekspresi SOD 3 intraseluler
penting pada perkembangan awal pembuluh darah plasenta. Ekspresi TXN
didalam trofoblas meningkat pada wanita yang mengalami preeklamsia.
25
Metabolisme catalase (CAT) O2- menjadi H2O2
dan ditemukan di dalam
trofoblas dengan peningkatan imunolabel intensitas sebagai perkembangan
kehamilan (Davis, 2010).
Plasentasi terjadi akibat infiltrasi difus pada endometrium dan sepertiga
miometrium oleh sel trofoblas ekstravilli. Plasenta manusia digolongkan sebagai
tipe hemokorial dengan trofoblas fetus direndam oleh darah ibu. Sebelumnya
diperkirakan sirkulasi plasenta intervillous dibentuk setelah satu minggu
implantasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama trimester pertama, rongga
intervilli plasenta yang sedang berkembang dipisahkan dari sirkulasi uterus oleh
sel-sel trofoblas yang menutupi arteri uteroplasenta (arteri spiralis). Pada akhir
trimester pertama sel-sel trofoblas ini hilang dan mengakibatkan darah ibu
mengalir secara bebas ke ruang intervilli. Sel-sel embrio dan plasenta sangat
sensitif terhadap stres oksidatif karena berada dalam tahap pembelahan sel yang
cepat sehingga meningkatkan risiko pemaparan OFRs pada sel DNA. Sel-sel
sinsitiotrofoblas pada plasenta sangat sensitif, tidak hanya karena merupakan
lapisan sel terluar dari hasil konseptus yang terpapar lingkungan dengan
konsentrasi oksigen yang sangat tinggi. Namun karena ternyata sel-sel tersebut
memiliki kadar enzim antioksidan yang sangat rendah pada awal kehamilan.
Sehingga dapat dihubungkan antara kehamilan dengan gangguan metabolisme
maternal seperti diabetes mellitus yang diasosiasikan dengan peningkatan
produksi OFRs, dengan peningkatan insiden abortus, vaskulopati dan kelainan
struktural pada fetus, yang menunjukkan bahwa hasil konseptus mamalia dapat
mengalami kerusakan yang irreversibel akibat stres oksidatif. Jadi suplai makanan
26
untuk embrio selama trimester satu melalui kelenjar endometrium yang langsung
disekresi pada ruang intervili plasenta. Pada akhir trimester pertama, sumbatan
trofoblastik pada arteri spiralis dibuka secara bertahap, sehingga meningkatkan
aliran darah maternal kedalam ruang intervillier secara bertahap pula. Selama fase
transisi pada umur kehamilan 10-14 minggu, dua pertiga dari plasenta primitif
yang sudah terbentuk akan menghilang, kavitas eksokoelomik hilang akibat
pertumbuhan kantong amnion dan aliran darah maternal meningkat secara
bertahap pada seluruh bagian plasenta. Perubahan tersebut memungkinkan darah
maternal untuk mendekati jaringan fetus sehingga terjadi pertukaran nutrien dan
gas antara sirkulasi maternal dan fetus (Eric, dkk., 2009).
Gambar 2.4. Permukaan uteroplasenta awal dan akhir timester pertama
(Eric, dkk.,2009)
Berdasarkan evaluasi sirkulasi plasenta pada berbagai masa kehamilan
dengan menggunakan Doppler, tidak ditemukan sinyal nonpulsatile yang
menunjukkan aliran darah maternal intraplasenta dalam rongga intervilli hingga
umur kehamilan 10 minggu. Salah satu implikasi dari teori baru tersebut adalah
27
bahwa kadar oksigen dalam plasenta janin stadium awal sangat rendah dan
meningkat ketika mendapatkan aliran darah dari ibu. Sebaliknya, pada kehamilan
muda dengan komplikasi, terlihat hipervaskularisasi pada plasenta jauh sebelum
akhir trimester pertama dengan pemetaan color flow. Pada kehamilan dengan
komplikasi, invasi endometrium oleh trofoblas ekstravilli sangat terbatas
dibandingkan keadaan normal. Pembatasan (plugging) dengan arteri spiralis tidak
sempurna dan dapat menjadi faktor predisposisi pada onset awal sirkulasi
maternal. Jaringan plasenta memiliki enzim antioksidan dalam konsentrasi rendah
dan aktifitas rendah selama trimester pertama sehingga menjadi sangat rentan
terhadap kerusakan yang dimediasi oksidatif. Ditemukan peningkatan tajam dari
ekspresi marker stress oksidatif pada trofoblas pada umur kehamilan 8 hingga 9
minggu yang berhubungan dengan onset sirkulasi pada kehamilan normal dan
berspekulasi bahwa stress oksidatif yang berlebih pada plasenta dalam umur
kehamilan muda mungkin merupakan faktor yang berperan dalam patogenesis
abortus (Adrian, dkk., 2000).
Beberapa studi mempelajari dampak sistemik dan stress oksidatif pada
plasenta sebagai patofisiologi terjadinya abortus dan reccurent pregnancy loss
(RPL). Stress oksidatif yang memicu disfungsi plasenta mungkin merupakan
penyebab umum multifaktorial dari abortus, reccurent pregnancy loss, defek
embriogenesis, mola hidatidiform, obat yang menginduksi terjadinya efek
teratogenik. Stress oksidatif juga menginduksi modifikasi phospolipid yang
berkaitan
dengan
pembentukan
antiphospolipid
antipospolipid (Gupta, 2007).
28
antibodi
pada
sindrom
2.3. Stres oksidatif dan kerusakan DNA
Kerusakan oksidatif pada dasar DNA dianggap sumber signifikan terjadinya
mutasi dan berbagai penyakit degeneratif seperti penuaan dan kanker. Kerusakan
DNA secara terus menerus akan diperbaiki dan dasar kerusakan akan
diekskresikan melalui urin. Salah satu biomarker yang paling sering digunakan
untuk mendeteksi kerusakan DNA adalah 8-hidroksi-2’deoksiguanosin (8-OHdG)
yang merupakan modifikasi dasar nukleosida. Hubungan antara reaktif oksigen
spesies (ROS) dengan penggunaan 8-OHdG sebagai biomarker terjadinya stres
oksidatif telah banyak diselidiki pada berbagai macam penyakit (Cooke,
dkk.,2003)
Gambar 2.5. Kerusakan DNA oleh Radikal Hidroksil (Gupta, 2007)
Marker biokimia pada reaktif stress oksidatif menyebabkan kerusakan membran
seperti produk lipid peroksidase yang meningkat kadarnya segera sebelum abortus
(Gupta, 2007).
29
2.4. Peranan Radikal Bebas Pada Kehamilan Normal
Struktur kantong gestasi pada trimester pertama di desain untuk membatasi pemaparan
fetus terhadap oksigen yang sangat vital bagi pertumbuhan fetus. Data in vivo
mendemonstrasikan nilai tekanan parsial dari oksigen (PO2) dua hingga tiga kali
lebih rendah pada umur kehamilan 8 hingga 10 minggu dibandingkan umur
kehamilan 12 minggu. Seiring meningkatnya umur kehamilan antara minggu ke-7
hingga minggu ke-12, terdapat peningkatan yang progresif namun independen
dari PO2 pada desidua, yang mungkin merefleksikan peningkatan volume darah
maternal yang mengalir dalam sirkulasi uterus pada awal kehamilan. Pada minggu
ke 13-16, PO2 pada sirkulasi fetus hanya 24 mmHg, dibandingkan nilai yang
ditemukan pada pertengah kehamilan atau lebih dimana PO2 vena umbilikus
berkisar antara 35 hingga 55 mmHg. Peningkatan bertahap pada PO2 intraplasenta
yang dilihat pada umur kehamilan 8 hingga 14 minggu diikuti peningkatan
konsentrasi mRNA dan aktivitas enzim antioksidan yang sebanding dalam
jaringan villi. Gradien oksigen dalam uterus pada trimester pertama memiliki efek
regulasi pada perkembangan dan fungsi jaringan plasenta. Khususnya gradien
tersebut mempengaruhi proliferasi dan differensiasi sitotrofoblas selama proses
invasi, serta mempengaruhi vaskulogenesis pada villi. Hipoksia fisiologis pada
kantong gestasi trimester pertama dapat melindungi fetus terhadap efek
teratogenik akibat OFRs. Data terakhir mengindikasikan hipoksia dibutuhkan
untuk mempertahankan stem-cell pada fase pluripotent yang sempurna, karena
pada kadar fisiologis, radikal bebas mengatur fungsi sel secara luas, khususnya
faktor-faktor transkripsi. Produksi OFRs yang berlebih menyebabkan stres
30
oksidatif dan terdapat dua contoh, dimana hal tersebut dapat terjadi secara
fisiologis selama kehamilan. Stres oksidatif dan peningkatan oksigenasi mungkin
juga menstimulasi sintesis dari berbagai protein trofoblastik seperti human
chorionic gonadotropin (hCG) dan estrogen. Konsentrasi hCG dalam serum
maternal mencapai puncak pada akhir trimester pertama dan kondisi oksidasi
mempromosikan penyusunan subunit dari hCG in vitro. Konsentrasi hCG lebih
meningkat lagi pada kasus seperti trisomi 21, dimana terdapat bukti adanya stress
oksidatif trofoblas melalui ketidakseimbangan ekspresi enzim antioksidan. Akhirakhir ini, telah didemonstrasikan bahwa enzim P-450 sitokrom aromatase (CYP19)
yang berperan dalam sintesis estrogen, diregulasi oleh oksigen melalui transkripsi
dan hal tersebut mungkin menjadi penyebab peningkatan signifikan dari produksi
CYP19 pada awal trimester kedua (Wiktor, 2004.,Hubel, 1999).
Fetal Genotype
Maternal immune
system
Endometrial
Environment
Extravilous trophoblast invasion of endometrium
Unpluging of arteries and onset of maternal circulation
Rise in intraplacental oxygen tension
Metabolic disorders
Mitochondrial dysfunction
Drugs
Degeneration of
syncytiotrophoblast
Early pregnancy
failure
Syncytiotrophoblastic
oxidative stress
Maladaptation of mitochondria
Poor placental perfusion
Chronic oxidative stress Pre-eclampsia
31
Maternal diet
Parental genotype
Antioxidan
t defences
Differentation trigger
Induction of antioxidant
enzymes
Resolution and continuing
pregnancy
Gambar 2.6. Patofisiologi abortus akibat stress oksidatif (Adrian, dkk.,
2000)
Onset dari aliran darah maternal ke plasenta diduga merupakan fenomena
yang progresif, dimana komunikasi antara arteri uteroplasenta dan rongga
intervilli berawal dari beberapa pembuluh darah kecil dari akhir bulan kedua
kehamilan. Dugaan ini didukung oleh temuan angiografi in vivo yang
menunjukkan hanya beberapa lokasi terbuka pada rongga intervilli yang bisa
diidentifikasi pada umur kehamilan 6,5 minggu, sedangkan pada umur kehamilan
12 minggu lebih banyak ditemukan. Studi anatomi menunjukkan migrasi trofoblas
dan perubahan morfologi pada arteri uteroplasenta lebih luas terjadi pada bagian
sentral dari plasenta. Radikal hidroksil merupakan salah satu ROS yang sangat
agresif. Diproduksi di mitokondria dan bertanggung jawab terhadap kerusakan
yang terjadi pada mitokondria bukan terhadap nukleus. Mitokondria DNA
merupakan target utama radikal oksigen oleh karena lokasinya yang dekat dengan
mitokondria membran inti tempat oksidan terbentuk dan aktifitas perbaikan DNA
berkurang (Umekawa, 2008).
Radikal hidroksil sangatlah reaktif dan inilah yang menyebabkan mereka
mempunyai jangka waktu hidup sangat pendek sehingga tidak bisa dinilai secara
langsung, tetapi oksidasi produk DNA atau turunannya dapat dideteksi di urin,
serum, saliva (Helbock, dkk., 1998).
Sketsa di bawah ini mengilustrasikan hubungan antara masing-masing metabolit
ROS serta peranannya terhadap kerusakan seluler.
32
Gambar 2.7. Hubungan metabolit ROS (Kohen dan Nyska, 2002)
Walaupun DNA stabil, suatu molekul yang terlindungi dengan sangat baik, ROS
dapat berinteraksi dan menimbulkan beberapa macam kerusakan : modifikasi basa
DNA, putusnya salah satu atau kedua utas DNA, hilangnya purin (apurinic sites),
kerusakan pada gula deoksiribose, ikatan silang antara DNA dengan protein, dan
kerusakan pada sistem perbaikan (usaha memperbaiki diri) Radikal hidroksil
adalah salah satu ROS yang paling berperan menyebabkan kerusakan ini. (Kohen
dan Nyska, 2002)
2.5. Delapan-Hidroksi-2’-Deoksiguanosin (8-OHdG)
Penemuan 8-OHdG dilaporkan pertama kali oleh Kasai dan Nishimura pada tahun
1984 di dalam usaha mereka untuk mempelajari dan mengisolasi mutagens pada
33
glukosa yang dipanaskan (seperti model makanan yang dimasak). Karena
kesulitan mengisolasi mutagens yang sangat tidak stabil, metode dikembangkan
dengan memeriksa mutagen reaktif yang merupakan derivatif guanine dari
kenyataan yang ada jika karsinogen dan reaksi mutagen dengan basa asam
nukleat, dalam hal ini guanine. Peneliti yang sama menemukan radikal bebas
oksigen berkembang pada reaksi C-8 oksidasi. Beberapa tahun kemudian bentuk
8-OHdG dapat dikonfirmasi dalam reaksi yang melibatkan radikal bebas oksigen
seperti serat asbes dan H2O2. Beberapa tahun kemudian kadar 8-OHdG dapat
dideteksi dan dianalisis dengan sensitifitas yang tinggi dengan menggunakan
high-performance liquid chromatography (HPLC), gas-chromatography-mass
spectrometry (GC-MS) dan liquid chromatograpy-mass spectrometry-mass
spectrometry (LC-MS-MS) dan metode imunohistokimia dan eletroforesis pada
sel tunggal. Pemeriksaan dan analisis 8-OHdG dapat menggunakan organ hewan
dan sampel pada manusia seperti urin, leukosit DNA, serum, cairan cerebrospinal,
organ manusia) dapat dipakai sebagai biomarker stress oksidatif , proses penuaan
dan karsinogenesis.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa peningkatan stress oksidatif
dapat menyebabkan radikal bebas menyerang molekul-molekul yang secara
fisiologis sangat penting seperti lipid, protein termasuk enzim dan DNA.
Sebagai akibat lanjutan dari kerusakan terhadap purin dan pirimidin akan terjadi
modifikasi DNA yang teroksidasi. Guanin dapat diserang oleh OH-. pada posisi
C-8
menghasilkan
8-hidroksideoksiguanosin
oksidasinya.
34
(8-OHdG)
sebagai
produk
Posisi lain juga dapat diserang dan produk-produk lainnya mungkin saja
terbentuk. Di antara basa-basa yang teroksidasi itu 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin
yang terbanyak jumlahnya (Helbock, dkk., 1998)
Gambar 2.8. Mekanisme pembentukan produk oksidasi guanin oleh radikal
hidroksil (Kohen dan Nyska, 2002)
Produk lesi dari oksidasi oleh radikal hidroksil adalah 8-hidroksiguanin,
bersama dengan ekivalennya 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG) sangat
mutagenik. Komponen ini menyebabkan mutasi (transversi) A:T menjadi C:C
atau G:C menjadi T:A oleh karena pasangan basanya dengan adenin sebaik sitosin
(Kohen dan Nyska, 2002).
Radikal hidroksil juga dapat menyerang basa yang lain seperti adenin untuk
membentuk 8 (atau 4-,5-) hidroksiadenin. Produk-produk lain hasil interaksi
antara pirimidin dengan radikal hidroksil yaitu tiamin perokside, tiamin glikol, 5
(hidroksimetil) urasil dan produk-produk lainnya. Interaksi langsung lain antara
ROS yang kurang reaktif seperti O.2- dan H2O2 tidak menimbulkan kerusakan pada
jumlah fisiologi, tapi bagaimanapun produk ini adalah sumber–sumber
intermediat reaktif yang mudah diserang dan menyebabkan kerusakan. Seperti
35
contoh H2O2 dan superoksid dapat menurunkan OH.- melalui reaksi HaberWeiss/Fenton, NO dan O.2- dapat menurunkan formasi ONOO- dan mudah
menyebabkan kerusakan DNA sama seperti kerusakan yang melibatkan radikal
hidroksil. Transisi metal seperti besi yang menguasai high-binding affinity
terhadap lokasi DNA dapat mengkatalisis produksi OH- dan memastikan serangan
berulang atas DNA selain oleh karena radikal hidroksil sendiri.
Delapan-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG) adalah indikator kerusakan
DNA yang sensitif sebagai akibat stress oksidatif. Disebutkan bahwa komponen
yang dihasilkan melalui DNA yang rusak diakibatkan oleh radiasi, radikal
hidroksil, superoksid atau peroksinitrit. Delapan-hidroksi-2’deoksiguanosin itu
sendiri mempunyai peran biologi yang mampu menginduksi konversi G:C ke T:A
selama replikasi DNA. Adanya assay yang sensitif untuk 8-hidroksi2’deoksiguanosin menyebabkan 8-hidroksi-2’deoksiguanosin ini dipakai di
banyak laboratorium sebagai biomarker kerusakan oksidasi DNA (Hung, dkk.,
2010, Valavanidis, dkk., 2009)
Faktor-faktor lain yang mendukung adalah :
1. Formasinya di DNA oleh beberapa spesies reaktif seperti singlet oksigen dan
radikal hidroksil.
2. Kemampuan mutagenisitinya dalam menginduksi transversi GCTA.
3. Mekanisme multipel yang terlibat dalam pemindahan 8-OHdG dari DNA atau
dalam mencegah penyatuan 8-OHdG ke dalam sel DNA, dengan asumsi bahwa
sel “menganggap” 8-OHdG adalah sebuah ancaman yang segera harus
dimusnahkan.
36
4. Karena prevalensi dan kemudahan dalam mendeteksi senyawa ini pada
sampel-sampel biologik
Beberapa penelitian telah menguji pengaruh stress oksidatif terhadap kualitas
oosit in vitro. Persentase oosit matur (tahap meiosis II oosit dengan polar body
pertama) secara signifikan menurun dengan pemberian radikal H2O2 dosis tertentu
tetapi dengan menginkubasi oosit dengan antioksidan (melatonin) dosis tertentu
maka pengaruh radikal terhadap pematangan oosit dihambat (Umekawa, 2008).
Mungkin
sangat
besar
juga
pengaruhnya
terhadap
kejadian
ovum
patologis/besarnya oosit berkualitas rendah yang dipicu kronisnya paparan oleh
radikal hidroksil.
Kelainan kromosom sangat menonjol dalam penilaian dampak penyakit
genetik yaitu sekitar 50% kematian mudigah, 5-7% kematian janin, 6-11 % lahir
mati dan kematian neonatus dan 0,9% dari bayi lahir hidup. Gamet-gamet
abnormal kecil kemungkinannya menghasilkan konsepsi dibandingkan dengan
gamet normal. Apabila tetap terjadi pembuahan maka seleksi menyebabkan
sebagian besar hasil konsepsi aneuploidi (kelainan kromosom) akan lenyap
sebelum implantasi (Cunningham, dkk., 2006).
Dari beberapa penelitian tentang kualitas oosit, didapatkan kosentrasi 8hidroksi-2’-deoksiguanosin pada cairan intrafolikel wanita yang menjalani IVFET diperoleh dengan tingkat degenerasi oosit yang tinggi (Umekawa, 2008).
Oksigenasi intrafolikel yang rendah berhubungan dengan penurunan potensi
berkembangnya oosit seperti yang direfleksikan dengan meningkatkan frekuensi
kerusakan sitoplasma oosit, menyebabkan lemahnya pembelahan dan kelainan
37
agregasi kromosom oosit yang berasal dari folikel yang miskin vaskularisasi. ROS
bertanggung jawab terhadap terjadinya fragmentasi embrio sebagai akibat
peningkatan apoptosis. Sehingga dengan meningkatnya level ROS tidak
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan embrio. Penelitian terkini lebih
memfokuskan diri kepada kemampuan growth factors untuk melindungi keadaan
embrio in vitro dari pengaruh ROS yang merugikan seperti apoptosis. Plasentasi
yang abnormal mengarah kepada stress oksidatif plasenta yang merugikan
sinsitiotrofoblast dan terlibat dalam mekanisme etiopatogenesis abortus. Puncak
ekspresi dari marker stress oksidatif pada trofoblast terdeteksi pada kehamilan
normal dan jika berlebihan akan menyebabkan abortus dini. (Agarwal, dkk., 2006)
Perkembangan embrio awal pada mamalia terjadi melalui diferensiasi sistem
organ dasar dalam lingkungan rendah oksigen. Kosentrasi oksigen yang rendah
pada lingkungan in vitro embrio menurunkan level H2O2 selanjutnya mengurangi
fragmentasi DNA dengan demikian memperbaiki kemampuan berkembang.
Kosentrasi oksigen yang tinggi (sampai 20%) berhubungan dengan turunnya
kompetensi berkembang sebaliknya perkembangan yang cepat terjadi saat
kosentrasi oksigen di bawah 5%.
Reactive Oxygen Species (ROS) bisa didapatkan endogenous atau eksogenous
tetapi keduanya dapat mempengaruhi oosit dan embrio. Kultur media IVF bisa
merupakan sumber ROS eksogenous yang mempengaruhi oosit dan embrio
preimplantasi. Pada hari pertama level ROS yang tinggi pada media kultur
berhubungan dengan perkembangan embrio yang terlambat, fragmentasi yang
tinggi, dan berkembangnya morfologi blastokista yang abnormal setelah kultur
38
yang lama. Korelasi yang signifikan telah dilaporkan antara peningkatan level
ROS pada hari pertama media kultur dengan tingkat fertilisasi yang rendah pada
pasien yang menjalani ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection).
Fertilisasi dan perkembangan embrio in vivo terjadi dalam lingkungan rendah
tekanan oksigen. Tekanan oksigen yang rendah lebih efektif untuk implantasi
dibandingkan dengan yang tinggi tekanan oksigen. Vaskularisasi folikel
menentukan kandungan oksigen intrafolikuler serta kemampuan berkembangnya
oosit. Hipoksia intrafolikuler menyebabkan kelainan agregasi kromosom dan
gangguan mosaik embrio. Hal tersebut menjelaskan kembali bagaimana ROS
dapat merusak oosit (Agarwal, dkk., 2006).
Pada kehamilan sendiri metabolisme akan meningkat sehingga memerlukan
oksigen lebih banyak, maka semakin meningkat pula radikal bebas yang
ditimbulkan. Stress oksidatif yang
terjadi dapat mengganggu kehamilan jika
antioksidan tidak dapat mengimbanginya. Secara umum sudah diterima bahwa
kelainan kromosom fetus merupakan penyebab pada paling sedikit separuh dari
abortus dini. (Hasegawa, dkk., 1996; Griebel, dkk., 2005; Cunningham, dkk.,
2006)
Mekanisme pasti yang menyebabkan abortus tidak jelas, tetapi pada bulanbulan awal kehamilan, ekspulsi secara spontan hampir selalu didahului oleh
kematian mudigah atau janin, dan kelainan kromosom pada mudigah dan janin
awal ini menyebabkan banyak atau sebagian besar abortus pada awal kehamilan
(Cunningham, dkk.,2006)
39
Dengan mengetahui kadar 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin ini, secara tidak
langsung dapat diketahui agresi dari radikal bebas atau antioksidan yang bekerja
melawan radikal bebas itu dalam hal ini pasien yang mengalami abortus iminens.
Sehingga jika memang kadarnya signifikan berbeda dengan pasien normal, kita
dapat melakukan pencegahan abortus dan bahkan abortus berulang salah satunya
dengan pemberian antioksidan secara dini.
40
BAB 3
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir
Terjadinya abortus iminens disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang
diperkirakan sebagai faktor penyebab adalah peranan radikal bebas yang tidak
mampu diimbangi oleh antioksidan sehingga menimbulkan stress oksidatif. Stres
oksidatif akan menimbulkan kerusakan dan degenerasi sel-sel sinsitiotrofoblas
pada kehamilan muda. Salah satu produk kerusakan pada DNA adalah 8-hidroksi
2’deoksiguanosin (8-OHdG).
Jumlah
8-hidroksi-2’deoksiguanosin
yang
tinggi
sangat
mungkin
memberikan peran besar akan terjadinya abortus, demikian juga faktor lainnya
seperti umur ibu yang meningkat, anomali uterus, anomali plasenta, penyakit
maternal, ketidakseimbangan hormon, pengaruh lingkungan, ovum patologik
dapat meningkatkan kejadian abortus.
Seseorang yang terpapar radikal hidroksil, jika antioksidan tidak adekuat
menetralisirnya akan menyebabkan stress oksidatif sampai kemudian mampu
merusak DNA dan apabila hamil akan berpengaruh terhadap janinnya seperti
resiko untuk terjadi abortus iminens
41
3.2. Kerangka Konsep
Hamil muda
Stress oksidatif
Kerusakan DNA
(peningkatan 8-OHdG)
Variabel
terkontrol:
Umur ibu
Umur
kehamilan
Paritas
Molahidatidosa
Mioma Uteri
Kelainan
uterus
Abortus Iminens
Variabel
perancu :
Kromosom
Polusi udara
Asap rokok
Radiasi
Gambar 3.1 Kerangka konsep
3.3. Hipotesis Penelitian
Delapan-hidroksi-2’deoksiguanosin serum merupakan faktor resiko terjadinya
abortus iminens.
42
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Case- control
Kadar 8-OHdG > cut of
point *
*
Kasus
Abortus iminen <12 minggu
Kadar 8-OHdG < cut of
point
Matching
Kadar 8-OHdG >cut of
point
Umur Ibu
Umur
Kehamilan
Kontrol
Hamil Normal < 12 minggu
Kadar 8-OHdG < cut of
point
*NB : µg/ml
Gambar 4.1. Jenis Penelitian
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang bersalin IRD dan poliklinik kebidanan dan penyakit
kandungan RSUP Sanglah Denpasar
4.2.2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak Januari 2012 sampai jumlah sampel terpenuhi
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
43
4.3.1. Populasi penelitian
4.3.1.1. Populasi Target
Semua ibu hamil dengan umur kehamilan < 12 minggu yang mengalami
abortus iminens
4.3.1.2. Populasi Terjangkau
Semua ibu hamil dengan umur kehamilan < 12 minggu yang datang ke Poliklinik
dan IRD Kebidanan & Kandungan RSU Sanglah Denpasar tahun 2012.
4.3.2. Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah semua ibu hamil yang datang ke ruang bersalin IRD dan
poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan
diagnosis abortus iminens dan hamil muda < 12 minggu yang memenuhi kriteria
inklusi.
Adapun kriteria inklusi dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Ibu hamil muda < 12 minggu yang mengalami abortus iminens yang datang ke
IRD dan poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan RSUP Sanglah
Denpasar.
2. Bersedia ikut penelitian
Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Molahidatidosa
2. Kehamilan ekstra uteri
3. Ibu hamil dengan kelainan uterus
4.4. Pemilihan Sampel :
Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik Concecutive sampel.
44
4.5. Penghitungan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus :
n = {2 (Zα + Zβ) S}2
(X 1 – X 2)2
Keterangan:
X 1 = 179,97 (rerata 8-OHdG pada kehamilan normal (Wiktor, dkk., 2004)
X 2 = 240 (rerata 8-OHdG pada abortus iminens, diharapkan 30% lebih tinggi dari
rerata hamil normal)
S = 80,58 (Standar deviasi, Wiktor, dkk., 2004)
α = 1,96
β = 1,28
n = 2 x(1,96 +1,28) x 80,58)2
(179,97 – 240)2
n = 28,2933 ditambahkan 20% = 33,95 ~ 34
Jadi jumlah sampel yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebanyak 68 sampel.
4.6. Variabel Penelitian
Variabel bebas
: 8-hidroksi-2’- deoksiguanosin
Variabel tergantung
: abortus iminens
45
Variabel terkontrol
: umur ibu, umur kehamilan, paritas, molahidatidosa,
kelainan uterus.
4.7. Definisi Operasional Variabel
1.
Delapan-hidroksi-2’-deoksiguanosin merupakan suatu basa nukleotida
guanine yang dinyatakan dengan satuan µg/ml, merupakan bagian dari
nucleus dan mitochondrial rantai DNA yang mengalami kerusakan karena
radikal bebas.
2.
Abortus iminens adalah hamil muda < 12 minggu disertai perdarahan yang
berasal dari uterus disertai sakit perut atau tidak sama sekali, uterus
membesar sesuai umur kehamilan, tanpa adanya pembukaan serviks dengan
tes kehamilan masih positif, dimana hasil konsepsi masih didalam uterus yang
dibuktikan dengan USG.
3.
Umur ibu merupakan umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir atau
yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).
4.
Umur kehamilan merupakan umur kehamilan yang dihitung dari hari pertama
haid terakhir (HPHT) atau berdasarkan hasil pemeriksaan USG yang
dilakukan sebelum umur kehamilan 12 minggu.
5.
Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialami oleh ibu hamil sebelum
kehamilan sekarang.
6.
Hamil normal adalah bila masih dijumpai adanya kantong gestasi pada umur
kehamilan lima minggu dengan fetal pole setelah umur kehamilan 6 minggu,
fetal movement dan fetal heart beat setelah umur kehamilan tujuh minggu
berdasarkan hasil pemeriksaan USG.
46
7.
Ibu hamil muda dengan mioma uteri adalah ibu hamil muda ditandai dengan
tinggi fundus uteri lebih besar dari umur kehamilan dan dibuktikan dengan
kantong kehamilan pada umur kehamilan lima minggu, fetal heart beat
setelah umur kehamilan tujuh minggu dan disertai whorl like appearance
pada pemeriksaan USG.
8.
Molahidatidosa adalah tumor jinak sel trofoblas oleh karena kegagalan
plasentasi yang mengakibatkan villi menggelembung menyerupai buah
anggur yang ditandai dengan adanya gejala klinis umur kehamilan < 12
minggu berupa : riwayat amenore, perdarahan pervaginam atau tidak, disertai
keluarnya gelembung mola atau tidak, dengan besar uterus lebih besar dari
umur kehamilan, tidak ditemukan ballottement dan detak jantung, dengan
pemeriksaan USG ditemukan adanya vesikel didalam rongga uterus.
9.
Kelainan uterus adalah kelainan bawaan pada uterus berupa uterus didelphys
yaitu dua buah uterus terpisah sama sekali disertai dua serviks dengan sebuah
septum vertikal pada bagian atas vagina, yang ditemukan pada pemeriksaan
inspikulo dan dibuktikan dengan USG dimana tampak 2 buah uterus yang
terpisah.
4.8. Alat Pengumpul Data
Alat – alat pengumpul data meliputi:
1.
Lembar status pasien
2.
Timbangan berat badan
47
3.
Alat pengukur tinggi badan
4.
Tensimeter
5.
Spuit disposibel 10 cc
6.
Tabung reagen EDTA
7.
Lembar pengumpul data
4.9. Alur Penelitian
Ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi seperti yang disebutkan
diatas dimasukkan dalam sampel ibu hamil dengan abortus iminens dan sampel
ibu hamil muda normal < 12 minggu, kemudian diminta untuk menandatangani
formulir yang telah disediakan. Selanjutnya semua sampel penelitian dikelola
sesuai dengan pedoman terapi Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Langkah – langkah yang dilakukan pada sampel adalah :
1.
Anamnesis meliputi nama, umur, paritas, hari pertama haid terakhir, berat
badan sebelum hamil, penambahan berat badan selama kehamilan dan
riwayat penyakit sebelumnya.
2.
Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan
darah dan pemeriksaan tes kehamilan, gula darah, BUN dan serum kreatinin,
USG. Alat USG yang digunakan Medison Co.Ltd model : SA-6000C Tahun
Pembuatan 2000.
3.
Pemeriksaan tekanan darah. Penderita berbaring minimal lima menit sebelum
pengukuran dimulai. Tekanan darah diukur pada bagian tengah lengan kiri
dengan menggunakan tensimeter air raksa( ®Nova). Tekanan darah sistolik
48
ditentukan dengan teknik korotkof 1 ( saat pertama terdengar detak nadi) dan
tekanan diastolik dengan korotkof V (hilangnya detak nadi).
4.
Dilakukan pengambilan darah vena dari vena cubiti sebanyak 10 cc untuk
pemeriksaan kadar 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin serum. Sampel darah yang
ada diberi label identitas kemudian diserahkan kebagian laboratorium
patologi klinik RSUP Sanglah untuk disimpan pada suhu –80°C.
5.
Pemeriksaan kadar 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin serum dikerjakan dengan
metode ELISA.
6.
Setelah semua sampel terkumpul dilakukan pemeriksaan kadar 8-hidroksi-2’
deoksiguanosin dan dilakukan analisa data.
49
Ibu hamil < 12 mgg Yang
Datang Ke Poliklinik Dan VK
IRD RSUP Sanglah Denpasar
Kriteria Eksklusi
Kriteria Inklusi
Populasi Terjangkau
Consecutive Sampling
Sampel
Abortus iminens
Hamil Normal
Kadar 8OHdG
Analisa Data
Gambar 4.2 Alur Penelitian.
4.10. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan program SPSS 16.0 for windows
untuk uji komparatif. Urutannya sebagai berikut:
1.
Uji normalitas dan homogenitas dengan tes Saphiro-Wilk
2.
Uji komparasi t-group
4.11. Hipotesis Penelitian
50
H0 : X8OHdG ab = X8OHdG n
H1: X8OHdG ab ≠ X8OHdG n
Keterangan :
X8OHdG ab adalah kadar rata-rata serum 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin pada
abortus iminens.
X8OHdG n adalah kadar rata-rata serum 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin pada hamil
muda normal Trimester pertama.
51
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian dengan rancangan kasus-kontrol dengan melibatkan 68 orang
sampel dilakukan di Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan
RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Januari 2012 sampai jumlah sampel
terpenuhi.
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Sebanyak 68 orang sampel, terdiri atas 34 orang kelompok kasus (abortus
imminens) dan 34 orang lainnya kelompok kontrol (kehamilan normal dengan
umur kehamilan kurang dari 12 minggu). Data karakteristik subjek pada kedua
kelompok disajikan pada Tabel 5.1.
Table 5.1
Karakteristik Subjek Penelitian pada Kelompok Kasus dan Kelompok
Kontrol
Kelompok
Kasus
(abortus iminens)
Kontrol
(hamil normal
<12mgg)
P
Umur (th)
28,71±6,16
27,53±6,52
0,447
Paritas
0,91±0,83
0,82±0,87
0,610
Umur Kehamilan (mgg)
8,79±2,29
8,41±2,02
0,467
Variabel
Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa dengan uji t-independent
didapatkan nilai p > 0,05 pada ketiga variabel, hal ini berarti bahwa tidak ada
52
perbedaan rerata umur, paritas, dan umur kehamilan antara kelompok kasus
dengan kelompok kontrol.
5.2 Perbedaan kadar 8-OHdG antara kelompok kasus dengan kelompok
kontrol diuji dengan uji t-independent. Hasil analisis disajikan pada
Tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2
Perbedaan Kadar 8-OHdG antara Kelompok kasus dengan kelompok
Kontrol
n
Rerata Kadar 8-OHdG
SD
Kasus
34
0,16
0,06
Kontrol
34
0,13
0,06
t
p
11,44
0,023
Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar 8OHdG antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara bermakna
(p<0,05).
5.3
Kadar 8-OHdG Tinggi Merupakan Petanda Terjadinya
Iminens
Abortus
Untuk mengetahui peranan kadar 8-OHdG terhadap terjadinya abortus
imminens dipakai uji Chi-Square. Nilai cut off point kadar 8-OHdG berdasarkan
kurva ROC adalah 0,131 dengan nilai sensitivitas 82,4% dan nilai spesifisitas
sebesar 55,9%. Hasil analisis disaji pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Kadar 8-OHdG Tinggi Merupakan Petanda Terjadinya Abortus Iminens
53
Kelompok Kelompok
Kasus
Kontrol
Kadar 8-
Tinggi
28
15
OHdG
Normal
6
19
RO
IK 95%
p
5,9
1,95-17,97
0,001
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa kadar 8-OHdG yang tinggi merupakan
petanda terjadinya abortus imminens sebesar hampir 6 kali (RO = 5,9, IK 95% =
1,95-17,97, p=0,001).
54
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Studi kasus kontrol pada 68 orang pasien terdiri atas 34 orang sampel
abortus iminens, dipakai sebagai kelompok kasus dan 34 sampel hamil normal
kurang dari 12 minggu sebagai kontrol. Berdasarkan hasil analisis didapatkan
bahwa rerata umur ibu kelompok abortus iminens sebesar 28,716,16, sedangkan
kelompok hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 12 minggu sebesar
27,536,52 dan tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Rerata paritas kelompok
abortus iminens adalah 0,91±0,83 dan kelompok hamil normal dengan umur
kehamilan kurang dari 12 minggu adalah 0,82±0,87, dan rerata umur kehamilan
kelompok abortus iminens adalah 8,79±2,29 dan rerata kelompok hamil normal
dengan umur kehamilan kurang dari 12 minggu adalah 8,41±2,02. Berdasarkan
hasil analisis dengan uji t-independent didapatkan bahwa karakteristik subjek pada
kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p>0,05). Jadi didapatkan dari data
tersebut di atas pengaruh dari variabel pengganggu dapat dikurangi pada
kelompok abortus iminens dan hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari
12 minggu. Pada penelitian ini umur pada kedua kelompok tidak berbeda, ini
berarti bahwa pada saat hamil terjadinya abortus iminens tidak dipengaruhi oleh
umur, demikian juga umur kehamilan dan paritas bukan merupakan faktor risiko
terjadinya abortus iminens.
55
6.2 Perbedaan kadar 8-OHdG antara kelompok kasus abortus iminens
dengan kelompok kontrol hamil normal dengan umur kehamilan kurang
dari 12 minggu .
Nilai cut of point kadar 8-OHdG berdasarkan kurva ROC adalah
0,131µg/ml. Berdasarkan hasil analisis dengan uji t-independent didapatkan
bahwa rerata kadar 8-OHdG kelompok abortus iminens sebesar 0,16±0,06 µg/ml
sedangkan rerata kadar 8-OHdG pada kelompok hamil normal dengan umur
kehamilan kurang dari 12 minggu sebesar 0,13±0,06µg/ml dan berbeda secara
bermakna (p<0,05).
Jadi didapatkan bahwa rerata kadar 8-OHdG kelompok
abortus iminens lebih tinggi dibandingkan rerata kadar 8-OHdG kelompok hamil
normal dengan umur kehamilan kurang dari 12 minggu.
Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis penelitian ini yaitu 8-OHdG serum
merupakan faktor resiko terjadinya abortus iminens. Apabila kita analisa berarti
memang benar terjadi kerusakan DNA pada abortus iminens.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kakimoto dkk terhadap tikus
percobaan dengan diabetes menunjukkan terdapat kerusakan pada mitokondria
DNA ditandai dengan peningkatan kadar 8-hidroksi-2’deoksiguanosin yang
merupakan marker kerusakan DNA. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa
ekskresi urin per hari untuk menilai kadar 8-OHdG per hari, dan hasilnya pada 4
minggu pertama kadar 8-OHdG pada tikus percobaan dengan diabetes sebesar
(2,089 ± 259 ng/hari) dan pada tikus kontrol sebesar (793 ± 44 ng/hari) dengan
nilai p < 0.01 kemudian 8 minggu lagi diperiksa kadar 8-OHdG nya dan hasilnya
pada tikus diabetes (2,280 ± 230 ng/hari) dan kontrol (632 ± 56 ng/hari) dengan
56
nilai p < 0.001. Kadar 8-OHdG pada jaringan korteks ginjal tikus diabetes (11,8 ±
1,1ng/mg) dan pada kontrol sebesar (4,2±0,9 ng/mg, p < 0.001).
Reactive oxygen species mempunyai peranan terhadap terjadinya
komplikasi kehamilan trimester pertama dan kelainan yang ditemukan terutama
adalah terjadinya abortus. Hal ini salah satunya diperkirakan berkaitan dengan
terjadinya placenta oxidative stress berdampak terjadinya gangguan darah pada
daerah intervillus dan keadaan ini dapat merupakan awal dari proses terjadinya
abortus.
Untuk menghindari terjadinya keguguran pada awal kehamilan,
diperlukan kebutuhan oxygen rendah pada awal kehamilan untuk menghindari
terjadinya stress oxidatif, yang bisa merusak proses organogenesis yang sangat
rentan terhadap pengaruh dari luar.
Kehamilan merupakan suatu kondisi yang sangat rentan terhadap segala
macam stress yang berakibat pada terjadinya perubahan fisiologis maupun fungsi
metabolik. Pada kehamilan juga terjadi peningkatan kebutuhan energi dan oksigen
. Disamping itu plasenta ternyata mengandung banyak mitokondria yang
meningkatkan proses metabolisme oxidatif untuk menghasilkan energi. Proses
metabolisme ini meningkatkan penggunaan oksigen dan apabila oksigen yang
digunakan tidak maksimal, menyebabkan terbentuknya oxidatif stress dan
keadaan ini menghasilkan radikal bebas berlebihan yang akhirnya berpengaruh
terhadap kelangsungan suatu proses kehamilan.
Dewasa ini peran penurunan antioksidan dan peningkatan oksidan atau
radikal bebas pada wanita hamil telah banyak diteliti. Hal ini penting untuk
mengikuti perkembangan kehamilan. Ketidak seimbangan antara antioksidan dan
57
radikal bebas dalam kehamilan menimbulkan perubahan patologis menghasilkan
komplikasi kehamilan. Marker biokimia antioksidan dan oksidan semacam ini
sangat berguna dalam mengamati perkembangan kehamilan (Argawal, 2005).
Pada manusia proses oksidatif terjadi didalam mitokondria, gunanya untuk
menghasilkan energi yang dibutuhkan manusia itu sendiri. Pada wanita hamil
jumlah mitokondrianya bertambah banyak karena plasenta yang terbentuk kaya
mitokondria. Bertambahnya jumlah mitokondria akan meningkatkan aktivitas
reaksi dan apabila tubuh tidak mampu untuk mengeliminirnya maka terbentuklah
suatu keadaan yang disebut reactive oksigen stress (ROS). Terbentuknya spesies
oksigen reaktif (reactive oxygen species) memicu terjadinya peroksidasi asam
lemak tidak jenuh, kerusakan membran lipid maupun darah sehingga
mempengaruhi fungsi sel. Beberapa reaksi oksidasi yang terjadi ini menghasilkan
radikal bebas oksigen.
Penelitian pada manusia menunjukkan secara konsisten didapatkan
peningkatan produksi reaktif oksigen spesies yang terjadi pada bayi preterm dan
berhubungan dengan kurangnya konsentrasi dan aktifitas antioksidan. Nassi dkk,
memeriksa urin untuk mengukur kadar 8-hidroksi-2’deoksiguanosin, eritrosit
CuZnSOD dan GPx, memeriksa plasma dan eritrosit konsentrasi selenium, Zinc
dan copper pada 30 bayi preterm dan 30 bayi aterm sebagai kontrol. Hasilnya
kadar 8-OHdG (marker sensitive oksidatif stress) urin secara signifikan
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan bayi lahir aterm. Penurunan
kadar SOD dan GPx juga ditemukan pada bayi preterm (Davis, 2010).
58
Penelitian yang dilakukan oleh Freddy dkk tahun 2011 terhadap 66 wanita
hamil dimana ingin diketahui dampak olah raga ringan dalam mengurangi
kerusakan oksidatif dimana 30 wanita hamil sebagai kontrol dan sisanya
mendapat penanganan sebagai kelompok kasus. Hasilnya menunjukkan, dengan
aktivitas olahraga ringan selama kehamilan yang dimulai sejak usia kehamilan 20
minggu akan menurunkan kadar malondialdehide dan penurunan kadar 8hidroksi-2’-deoksiguanosin dibandingkan tanpa aktivitas (p<0,05).
Imam dkk tahun 2011 melakukan penelitian case-control untuk
mengevaluasi stress oksidatif dan kerusakan DNA pada keguguran berulang yang
tidak diketahui penyebabnya. Hasilnya terjadinya stress oksidatif mengacu pada
ketidakseimbangan antara peningkatan level radikal bebas dan rendahnya
kapasitas total antioksidan menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan DNA.
Rata-rata total antioksidan capacity (TOC) pada sampel kontrol adalah 6,95mM
secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada wanita dengan idiopathic
recurrent pregnancy loss 2,98 mM (p<0,05). Rata-rata DNA fragmentation index
pada kelompok kasus adalah 23,37±9,9 dan rata-rata DFI pada kelompok kontrol
adalah 13,89±5,40. Hasil ini secara signifikan (p<0,05) lebih tinggi pada
kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol.
6.3 Analisis Risiko Sampel Penelitian
Di samping uji perbedaan kadar 8-OHdG antara kedua kelompok, juga
dianalisis berdasarkan tabel silang 2 x 2 yaitu dengan uji Chi-Square (X2) dan
didapatkan bahwa pada kelompok abortus iminens dengan kadar 8OHdG ≥ 0,131
59
µg/ml adalah 28 orang dan terdapat 6 orang dengan kadar 8-OHdG < 0,131µg/ml,
sedangkan pada kelompok hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 12
minggu kadar 8OHdG ≥ 0,131 µg/ml adalah 6 orang dan terdapat 19 orang yang
Kadar 8OHdG <0,131µg/ml . Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-Square
(X2) didapatkan bahwa nilai Odds Ratio = 5,9 (IK 95% = 1,95-17,97) dan nilai
p=0,001. Hal ini berarti peningkatan kadar 8-OHdG yang lebih besar atau sama
dengan 0.131µg/ml dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus iminens sebesar
6 kali.
6.4 Kelemahan Penelitian
Tidak membedakan abortus iminens yang bisa berlanjut menjadi
kehamilan aterm dengan abortus iminens yang berakhir menjadi abortus inkomplit
maupun abortus komplit.
60
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas diperoleh rerata kadar
8-OHdG pada abortus iminens adalah sebesar 0,16±0,06 dan rerata kadar 8OHdG pada kehamilan normal dengan umur kehamilan kurang dari 12 minggu
sebesar 0,13 ± 0,06 dan berbeda secara bermakna (p<0,05). Pada penelitian ini
didapatkan risiko terjadinya abortus iminens adalah 6 kali (IK95% = 1,95-17,97
; p = 0,001) lebih besar dibandingkan kehamilan normal.
7.2 Saran
Penelitian
lanjutan
masih
diperlukan dengan
memanfaatkan hasil
penelitian ini dalam upaya pencegahan terjadinya abortus iminens. Sebagai
saran dan perlu dipertimbangkan untuk memeriksa kadar 8-OHdG pada wanita
hamil muda untuk mencegah terjadinya abortus iminens.
61
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, L., Eric, J., Joanne, H., Yi-Ping Bao., Jeremy, S., Graham, J. 2000. Onset
of Maternal Arterial Blood Flow and Placental Oxidative Stress, A Possible
Factor in human Early Pregnancy Failure. American Journal of Pathology,
157(6) : 2111-2122.
Agarwal, A., et al.2006. Role of Oxidative Stress in Female Reproduction.
Reproductive
Biology
and
Endocrinology.
Available
from:
http://www.rbej.com
Berek, J.S., et al. 1998. Early Pregnancy loss and Ectopic Pregnancy. Novak’s
Gynecology 12th edition. Batilmor, Maryland USA. William’s and Wilkin’s
.487-489.
Biri, A., et al. 2006. Investigation of Free Radical Scavenging Enzyme Activities
and Lipid Peroxidation in Human Placental Tissues with Miscarriage.
Journal of the Society for Gynecologic Investigation. Available from:
http://rsx.sagepub.com
Champlain,J.D.,et al. 2004. Oxidative Stress in Hypertension.Clinical and
Hypertension, 26( 7&8) : 593-601.
Cooke,M.S.et al. 2003.Oxidative DNA Damage :mechanisms,mutation and
disease.FASEB J,17 : 1195-1214.
Cunningham FG, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrep LC, Hauth JC, Wenstro KD
.2006. Abortus. In : Wiliiam Obstetrics, 22nd ed. Mc Graw Hill, New York, :
950-975.
Davis JM , Auten RL. 2010. Maturation of Antioksidan system and the effects on
preterm birth. Seminar in Fetal & Neonatal Medicine.(15): 191-195. Journal
homepagea:www.elsevier.com/locate/siny.
Eric J, Burton G.J., Woods A.W., Kingdom J.C.P.2009.Rheological and
Physiological Concequences of Conversion of The Maternal Spiral Arteries
for
Uteroplacental
Blood
Flow
during
Human
homepage:www.elsevier.com/locate/placenta. pp.473-482
62
Pregnancy.journal
Eric J, Joanne H, Natalie G, Graham J . 2003. Trophoblastic Oxidative Stress in
Relation to Temporal and Regional Differences in Maternal Placental Bood
Flow in Normal and Abnormal Early Pregnancies. American Journal of
Pathology, 162(1) :11-5125.
Eric J, Lucilla P, Graham J .2006. Placental-Related Diseases of Pregnancy:
Involvement of Oxidative Stress and Implications in Human Evolution.
Human Reproduction Update, 12 (6) : 747-755.
Forlenza,M.J.,Miller,G.E.2006.Increased
Serum
Levels
of
8-Hydroxy-
2’Deoxyguanosine in Clinical Depression.Psychosomatic Medicine, 68 :1-7.
Gamal D, Geleel H .2007. Color Dopler Study of the Uteroplacental Circulation
in Early Pregnancy Complicated by Threatened Miscarriage. Tanta Medical
sciences Journal, 2 (1) : 47-57.
Gracia CR et al. 2005.Risk Factors for Spontaneous Abortion in Early
Symptomatic
First-Trimester
Pregnancies.
American
College
of
Obstetrician and Gynecologists, 106 (5) : 993-999.
Griebel CP et al. 2005. Management of Spontaneous Abortion.American Family
Physician, 72(7) :1243-1250.
Gupta S et al.2007. The Role of Oxidative Stress in Spontaneus Abortion and
Reccurent Pregnancy Loss : A Systematic Review. Obstetrical and
Gynecological Survey, 62(5): 335-346
Gupta S et al. 2009. Oxidative Stress and its Role in Female Infertility and
Assisted Reproduction: Clinical Implications. Review Article. International
Journal of Fertility and Sterility, 2 (4): 147-160
Hanifa W, Abdul B, Trijatmo R .2007. Penyakit tropoblas. Ilmu Kebidanan, edisi
ke-5. YBP-SP, Jakarta.
Harma M and Erel O. 2003. Increased Oxidative Stress in Patients with
Hydatidiform Mole.Swiss Med Wkly, 33 : 563-566.
Hasegawa I, Takakuwa K, Tanaka K.1996. The Roles of Oligomenorrhoea and
Fetal Chromosomal Abnormalities in Spontaneous Abortion. Human
Reproduction, 11(10) : 2304-2305.
63
Helbock,H.J.et al.1998. DNA Oxidation matters: The HPLC-Electrochemical
Detection Assay of 8-Oxo-Deoxyguanosine and 8-Oxo-Guanine.Available
from:http://www.pnas.org
Hubel,C.A. 1999. Oxidative Stress in The Pathogenesis of Preeclampsia.Pittsburg
Experimental Biology and Medicine, 222 : 222-231.
Hung,T.H.et al.2010. A Longitudinal Study of Oxidative Stress and Antioksidant
Status in Women With Uncomplicated Pregnancies Throughout Gestation
.ReproductiveSciences.Available from:http://www.sagepublications.com
Imam,S.N. et al.2011. Idiopathic Recurrent Pregnancy Loss: Role of Paternal
Factors; A Pilot Study. J Reprod Infertil, 12(4):267-276.
Kohen R and Nyska A.2002.Oxidation of Biological System:Oxidative Stress
Phenomena,Antioxidants,Redox
Reaction
and
Methods
for
Their
Quantification.Toxicologic Pathology, 30(6): 620-650.
Kakimoto, M., et al.2002. Accumulation of 8-hydroxy-2’deoxyguanosine and
mitochondrial DNA deletion in kidney of diabetic rats. Journal of Diabetes.
Vol 51: 1588-1589
Lester Packer, Enrique Cadenas. 2002. Food-Derived Antioxidants:How to
Evaluate Their Importance in Food and in Vivo. Handbook of Antioxidants
second edition : 1-33.
Lyall F, Bulmer JN, Kelly H,Duffie E, Robson SC. 1999. Human Trophoblast
Invasion and Spiral Artery Transformation.The Role of Nitric Oxide.
American Journal of Pathology, 154(4) : 1105-1114.
Manfred K.Eberhardt. 2000. Biological Markers for In Vivo Oxidative Damage in
Reactive Oxygen Metabolites.Chemistry and Medical Consequences : 196200.
Mistry,H.D., et al. 2008. Reduced Selenium Concentrations and Glutathione
Peroxidase Activity in Preeclamptic Pregnancies.Journal of The American
Heart Association, 52: 881-888.
Morikawa,M., et al. 2004. Embryo Loss Pattern is Predominant in Miscarriages
with Normal Chromosome Karyotype Among Women with Repeated
Miscarriage. Human Reproduction, 19(11): 2644-2647.
64
Morin L and Van den Hof MC .2005.Ultrasound Evaluation of First Trimester
Pregnancy Complications.SOGC Clinical Practice Guidelines,No.161.
Raijmakers,M.T.M., et al. 2004. Oxidative Stres and Preeclampsia Rationale for
Antioksidant Clinical Trial. Available at http://www.hypertensionaha.org
Romano,G.,et al. 2000. 8-Hydroxy-2’Deoxyguanosine in Cervical Cells:
Correlation with Grade of Dysplasia and Human Papillomavirus Infection.
Carcinogenesis, 21(6): 1143-1147.
Scholl,T.O.,et
al.
2005.
Oxidative
Stress,Diet
and
The
Etiology
of
Preeclampsia.Am J Nutr, 81: 1390-6.
Sharma RK and Agarwal A . 2004. Role of Reactive Oxygen Species in
Gynecologic Diseases. Reproductive Medicine and Biology, 3: 177-199.
Sugino,N.,et al. 2000. Decreased Superoxide Dismutase Expression and Increased
Concentration of Lipid Peroxide and Prostaglandin F 2α in The Decidua of
Failed Pregnancy.Moleculer Human Reproduction, 6(7) : 642-647.
Sweedan,K. 2006. Sonographic Evidence of Early Pregnancy Failure. ASJOG, 3:
4-8.
Umekawa,T.,et al. 2008. Overexpression of Thioredoxin-1 Reduces Oxidative
Stress in the Placenta of Transgenic Mice and Promotes Fetal Growth via
Glucose Metabolism.Available from: http://www.endo.society.org
Valavanidis, A.,et al. 2009. 8-hydroxy-2’deoxyguanosine(8-OHdG): A Critical
Biomarker
of
Oxidative
stress
and
Carcinogenesis.
Journal
of
Environmental science and Health. Part C (20): 120-139.
Wiktor H., et al. 2004. Oxidative DNA Damage in Placentas from Normal and
Pre-eclamptic Pregnancies.Virchows Arch,445: 74-78.
Wagey F, Pangkahila A, Surya IGP, Bagiada A,.2011. Pregnancy Exercise
Reduce Oxidatif Damage in Pregnant Women, Research Report, vol
35(2):57-60
65
Lampiran 1
INFORMED CONCENT
Delapan-hidroksi-2’deoksiguanosin serum sebagai faktor resiko abortus
iminens
Bapak dan Ibu Yth:
Abortus merupakan berhentinya kehamilan sebelum usia 20 minggu
dengan atau tanpa disertai pengeluaran hasil konsepsi. Penyebab dari abortus ini
bermacam-macam diantaranya: kelainan kromosom, infeksi, penyakit kronis yang
melemahkan faktor imunologis, trauma fisik, kelainan uterus dan faktor radikal
bebas. Abortus bisa dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan berat
ringannya perdarahan yang terjadi. Sebagian dari abortus itu tidak bisa
diselamatkan, sedangkan sebagian lagi masih bisa diselamatkan. Abortus yang
masih bisa diselamatkan ini adalah abortus iminen. Terdapat juga kejadian abortus
yang berulang bahkan pada suatu kasus dapat berulang lebih dari lima kali, Hal ini
tentu saja menimbulkan kekecewaan dan trauma pada pasangan yang sangat
mendambakan kehadiran seorang anak.
Peran radikal bebas (reaksi oksidatif) dalam pathogenesis abortus iminens
belum banyak diteliti. Namun penelitian terbaru menunjukkan peningkatan
insiden kegagalan plasentasi berhubungan dengan ketidakseimbangan radikal
bebas (oksidan) dengan antioksidan.
Pada keadaan stres oksidatif terdapat radikal bebas berlebihan yang dapat
merusak DNA sel endotel, kerusakan ini dapat dinilai dengan mengukur kadar 8hidroksi-2’deoksiguanosin pada darah ibu. Jika ternyata kadar 8-hidroksi2’deoksiguanosin tinggi berarti kerusakan sel endotel yang terjadi cukup banyak
yang merupakan ancaman terjadinya keguguran.
Upaya yang dapat kita lakukan adalah dengan pemberian antioksidan
sehingga kemungkinan kehamilan dapat dipertahankan.
Demikian keterangan yang dapat saya berikan kepada bapak/ibu agar
dapat maklum dan bila bapak/ibu bersedia mengikuti penelitian ini harap
menandatangani surat pernyataan terlampir.
66
Peneliti
Dr. Mayun Surya Darma
Hp.081339204268
67
Lampiran 2
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
( Informed Consent )
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
:
Umur
:
Alamat
: Br/Jalan:
Desa/Kelurahan:
Kecamatan:
Kab/Kodya:
Telepon:
Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan
dan manfaat penelitian ini, maka kami setuju dan bersedia ikut serta dalam
penelitian ini.
Denpasar ,_________________
Ibu hamil
( _____________________ )
Peneliti
Suami
( dr. Mayun Surya Darma)
( _____________________ )
HP.081 339 204 268
Lampiran 3
68
KUESIONER PENELITIAN
1. No. Sampel
:
2. No CM
: …………………………….
3. Tgl pemeriksaan :..……………………………..
4. Nama
: ...................................................
5. Umur
: ……th
6. Paritas
: ………………………………...
7. Alamat
: ……………………………………………
Telp: ……………………………………..
8. Perkawinan
: ……..kali, lama: ………th
9. Riwayat kehamilan sebelumnya:
1. ……………………………………….
2. ……………………………………….
10. HPHT
: …………………………
11. Umur Kehamilan
: …………………………
12. Pemeriksaan kehamilan (ANC) : ……………………………..
13. Riwayat penyakit lain: ISPA ………DM ……………….
14. Vital Sign : T:...............mmHg
N: .......X/mnt
R:..........X/mnt
Rect:...........0C
15. Status general
: mata : anemis:.........
Ikterus:.........
Cor :..............
Pulmo:.................
16. Status Ginekologi : Abd: FUT:....................
Nyeri:...................
Pemeriksaan dalam
Insp:
Flx:.........., Fl: .........
Po:Θ:................, Livide:...............
VT:
Flx: .......... Fl:.............
P0: .........., Nyeri:..........
CU
b/c:...........
Adneksa:
69
nyeri:.......... Massa:..........
t.
Cavum Douglas:................
17. Laboratorium:
WBC, Hb, PLT
Kadar 8-OhdG : ...........µg/ml
18. Ultrasonografi
: ........................................
..........................................
19. Diagnosis
:..........................................
70
Lampiran 4 RENCANA ANGGARAN BIAYA PENELITIAN
RENCANA ANGGARAN BIAYA PENELITIAN
No
Jenis alat/bahan
Jumlah
1
Kit pemeriksaan 8hidroksi-2’deoksiguanosin
Spuit 5 cc
96
3
Pembacaan
laboratorium
68 buah
4
5
2
Harga
Total
Rp. 12.500.000,-
100 buah
Rp.
500.000,-
Rp.
6.800.000,-
ATK,penggandaan dan
publikasi
Rp.
2.000.000,-
Biaya tidak terduga
TOTAL BIAYA
Rp. 2.000.000,Rp. 23.800.000,-
71
Rp.
5.000,Rp.
100.000,
-
Lampiran 5. Statistik Hasil Penelitian
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Doagnosis
Umur
Paritas
UK
PLT
Statistic
Hb
Sig.
Statistic
df
Sig.
Hamil Normal
.139
34
.096
.939
34
.059
Abortus Iminens
.111
34
.200*
.971
34
.482
Hamil Normal
.269
34
.000
.811
34
.000
Abortus Iminens
.222
34
.000
.838
34
.000
Hamil Normal
.139
34
.093
.947
34
.100
Abortus Iminens
.153
34
.041
.952
34
.145
Hamil Normal
.145
34
.068
.913
34
.010
Abortus Iminens
.162
34
.024
.868
34
.001
.105
34
.200*
.955
34
.169
Abortus Iminens
.244
34
.000
.951
34
.141
Hamil Normal
.093
34
.200*
.988
34
.959
Abortus Iminens
.182
34
.006
.958
34
.207
Hamil Normal
.085
34
.200*
.968
34
.414
Abortus Iminens
.126
34
.191
.973
34
.546
Kadar_8OHdG Hamil Normal
WBC
df
Shapiro-Wilk
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
72
Group Statistics
Doagnosis
Umur
UK
WBC
Hb
Kadar_8OHdG
N
Mean
Std. Deviation Std. Error Mean
Hamil Normal
34
27.53
6.524
1.119
Abortus Iminens
34
28.71
6.162
1.057
Hamil Normal
34
8.41
2.002
.343
Abortus Iminens
34
8.79
2.293
.393
Hamil Normal
34
10.138
2.5301
.4339
Abortus Iminens
34
9.465
3.0242
.5187
Hamil Normal
34
10.665
.5877
.1008
Abortus Iminens
34
11.088
.9364
.1606
Hamil Normal
34
.12697
.058876
.010097
Abortus Iminens
34
.16094
.061678
.010578
73
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
Sig.
(2-
Mean
Std.
95% Confidence
Error
Interval of the
tailed Differen Differe
F
Um Equal variances
ur
assumed
Sig.
.677 .414
Equal variances
not assumed
UK Equal variances
assumed
.229 .634
Equal variances
not assumed
WB Equal variances
C
assumed
Equal variances
not assumed
Hb Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Kad Equal variances
ar_8 assumed
OH Equal variances
dG not assumed
.526 .471
t
df
-.764
)
ce
nce
Difference
Lower
Upper
66
.447
-1.176
1.539 -4.249
1.896
-.764 65.786
.447
-1.176
1.539 -4.249
1.896
-.732
66
.467
-.382
.522 -1.425
.660
-.732 64.816
.467
-.382
.522 -1.425
.660
66
.323
.6735
.6762 -.6766 2.0236
.996 64.005
.323
.6735
.6762 -.6774 2.0244
66
.029
-.4235
.1896 -.8021
-.0450
-2.234 55.506
.030
-.4235
.1896 -.8034
-.0436
-
-
.996
8.317 .005 -2.234
.671 .416 -2.323
66
.023 -.033971 .014623
-2.323 65.858
.023 -.033971 .014623
74
.063167 .004775
-
-
.063168 .004773
Group Statistics
Doagnosis
Paritas
PLT
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Hamil Normal
34
.82
.869
.149
Abortus Iminens
34
.91
.830
.142
Hamil Normal
34
252.12
62.172
10.662
Abortus Iminens
34
253.21
81.973
14.058
Ranks
Doagnosis
Paritas
PLT
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Hamil Normal
34
33.35
1134.00
Abortus Iminens
34
35.65
1212.00
Total
68
Hamil Normal
34
35.16
1195.50
Abortus Iminens
34
33.84
1150.50
Total
68
Test Statisticsa
Paritas
PLT
Mann-Whitney U
539.000
555.500
Wilcoxon W
1.134E3
1.150E3
-.510
-.276
.610
.782
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping Variable: Doagnosis
75
Kat_8OHdG * Doagnosis Crosstabulation
Count
Doagnosis
Abortus Iminens
Kat_8OHdG
Hamil Normal
Total
Tinggi
28
15
43
Normal
6
19
25
34
34
68
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig.
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
(2-sided)
sided)
sided)
10.690a
1
.001
9.109
1
.003
11.096
1
.001
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
.002
10.533
N of Valid Casesb
1
.001
.001
68
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Kat_8OHdG (Tinggi / Normal)
5.911
1.945
17.966
For cohort Doagnosis = Abortus Iminens
2.713
1.306
5.636
.459
.289
.730
For cohort Doagnosis = Hamil Normal
N of Valid Cases
68
76
Lampiran 6. Hasil Penelitian
UK(mgg)
NO
Umur
Paritas
Diagnosis
1
22
0
2
7-8mg
9,7
11,3
319
0.132
2
40
2
2
9-10mg
10,0
12
402
0.389
3
28
2
2
12mg
8,4
10,7
276
0.165
4
35
1
1
9-10mg
8,2
10,2
298
0.269
5
22
0
1
11-12mg
7,5
11,3
178
0.183
6
23
0
1
11-12mg
11,1
10,5
201
0.082
7
21
0
2
7-8mg
12,3
12,3
199
0.364
8
40
3
1
5-6mg
8,9
11,1
210
0.203
9
25
1
2
4-5mg
13,3
10,8
245
0.136
10
24
0
2
8-9mg
9,9
9,9
198
0.151
11
40
2
1
10-11mg
9,3
10,1
201
0.13
12
25
1
1
6mg
6,8
10,8
165
0.167
13
18
0
2
8-9mg
5,9
13,1
123
0.171
14
42
2
2
10-11mg
10,1
12,7
217
0.138
15
31
1
2
12mg
5,8
10,4
346
0.103
16
32
0
1
10-11mg
12,0
10,8
410
0.096
17
37
2
2
12mg
9,8
10,6
189
0.132
18
26
1
1
11-12mg
11,3
10,2
329
0.125
19
29
1
2
7-8mg
5,7
11,3
289
0.147
20
38
2
1
8-9mg
8,8
10,8
197
0.29
21
32
1
2
10-11mg
9,7
11,9
560
0.129
22
33
2
2
11-12mg
7,4
12,4
332
0.136
23
23
0
1
6-7mg
13,2
10,4
226
0.171
24
24
0
1
5-6mg
9,2
10,6
289
0.156
25
26
0
2
9-10mg
12,4
10,8
309
0.149
26
36
1
1
10-11mg
10,0
11,0
208
0.139
27
29
0
1
9-10mg
11,2
12,1
225
0.143
28
28
1
2
4-5mg
9,8
11,4
210
0.121
29
26
0
2
5mg
7,8
11,0
200
0.278
30
32
1
1
6-7mg
7,5
10,7
243
0.144
31
25
1
2
10-11mg
8,9
10,2
178
0.159
32
25
1
2
10-11mg
15,1
11,5
211
0.152
33
37
2
1
6mg
12,2
9,8
189
0.194
77
WBC
HB
PLT
KADAR
8-OHdG
(ng/mL)
34
22
0
1
6-7mg
10,3
10,4
229
0.128
35
29
1
1
8-9mg
14,2
11,3
210
0.154
36
21
0
1
7-8mg
11,2
10,7
245
0.089
37
30
1
2
9-10mg
9,7
12,0
198
0.076
38
35
1
2
9-10mg
5,8
9,6
178
0.132
39
30
1
1
10-11mg
8,8
9,9
320
0.112
40
30
1
2
10-11mg
13,2
10,9
289
0.11
41
29
2
2
9-10mg
7,7
10,5
212
0.117
42
17
0
2
12mg
5,9
11,0
280
0.144
43
28
0
2
10-11mg
14,3
10,8
311
0.1
44
30
0
2
7-8mg
3,4
12,0
256
0.101
45
22
0
2
6-7mg
16,4
11,0
248
0.176
46
17
0
1
12mg
4,8
10,7
289
0.138
47
24
1
2
7-8mg
9,7
11,8
321
0.122
48
36
1
2
10-11mg
8,3
9,7
296
0.097
49
20
0
1
10-11mg
16,1
11,0
306
0.124
50
29
2
1
9-10mg
11,2
10,6
254
0.148
51
37
2
2
10-11mg
9,3
10,6
219
0.162
52
31
1
2
11-12mg
7,8
10,1
237
0.118
53
26
0
2
9-10mg
8,1
12,5
207
0.086
54
24
0
2
8-9mg
14,3
10,8
210
0.12
55
25
1
2
12mg
6,7
9,5
169
0.072
56
40
3
2
5-6mg
9,2
9,9
175
0.073
57
22
0
1
8-9mg
8,9
10,0
212
0.089
58
37
2
1
10-11mg
14,4
10,4
199
0.133
59
21
1
1
8-9mg
12,2
9,3
181
0.128
60
25
0
1
12mg
9,0
10,2
217
0.091
61
23
0
1
9-10mg
13,2
11,0
277
0.087
62
29
2
1
7-8mg
10,3
11,3
204
0.076
63
32
1
1
7-8mg
9,7
10,4
410
0,054
64
20
0
1
9-10mg
5,2
10,2
237
0.079
65
19
0
1
10-11mg
6,8
12,1
338
0.087
66
30
1
1
6-7mg
11,3
10,6
310
0.055
67
22
1
1
7-8mg
9,4
10,9
289
0.043
68
26
2
1
8-9mg
10,5
11,2
276
0.064
Mengetahui,
Dr. Kadek Mulyantari, Sp.PK
Hamil Normal : 1
Abortus iminens : 2
78
Download