BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal dari 3 kelompok kambing liar yang telah dijinakkan, yaitu bezoar goat atau kambing liar eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus blithy) dan makhor goat atau kambing makhor di pegunungan Himalaya (Capra falconeri). Sebagian besar kambing yang diternakkan di Asia berasal dari keturunan bezoar (Pamungkas et al, 2009). Menurut Mileski dan Myers (2004) ternak kambing memiliki klasifikasi ilmiah antara lain adalah : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae Sub famili : Caprinae Genus : Capra Spesies : C. Aegagrus Menurut Setiadi et al, (2002) ada dua kambing yang dominan di Indonesia yakni kambing Kacang dan kambing Etawah. Kambing Kacang berukuran kecil sudah ada di Indonesia sejak tahun 1900-an dan kambing Etawah tubuhnya lebih besar menyusul kemudian masuk ke Indonesia, ada juga beberapa jenis kambing yang didatangkan ke Indonesia pada masa jaman pemerintahan Hindia Belanda dalam jumlah kecil sehingga menambah keragaman genetik kambing di Indonesia. Sejalan dengan bertambahnya jenis bangsa kambing maka terjadilah proses adaptasi terhadap agroekosistem yang spesifik sesuai dengan lingkungan dan manajemen pemeliharaan yang ada di daerah setempat. Pubertas (estrus pertama) untuk kambing terjadi pada umur 6 – 9 bulan. saat kambing mengalami pubertas organ kambing belum sempurna di anjurkan ternak kambing di kawinkan pada umur 10 – 12 bulan karena pada umur tersebut ternak sudah dewasa kelamin dan dewasa tubuh dengan bobot berat badan betina 20 – 25 kg. Secara umum pubertas dapat didifinisikan sebagai umur atau waktu dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi. Menurut Feradis (2010) pubertas pada ternak betina didefenisikan sebagai suatu fase atau keadaan dimana ternak tersebut menunjukan tanda – tanda estrus atau birahi pertama kali, tingkah laku kawin dan menghasilkan sel telur atau ovulasi atas pengaruh hormon estrogen. Pada umumnya semua hewan akan mencapai kedewasaan kelamin sebelum dewasa tubuh 2.1.2 Kambing Lokal di Bone Bolango Menurut Prasetiawan (2013), kambing lokal yang terdapat di Kabupaten Bone Bolango secara fenotip memiliki ciri yang sebagian besar dimiliki oleh kambing kacang. Jenis ternak ini di Kabupaten Bone Bolango telah dipelihara masyarakat setempat secara turun-temurun, sehingga tidak saja menghasilkan puluhan generasi namun telah beradaptasi terhadap lingkungan setempat dan membentuk karakteristik khas yang hanya dimiliki oleh ternak tersebut, Lebih lanjut di jeslakan sistem pemeliharan yang diterapkan peternak kambing lokal yang ada di Bone Bolango sebagian besar adalah semi intensif, yaitu pada pagi sampai sore hari kambing-kambing tersebut dilepas di luar kandang dan pada malam kambing di kandangkan (82.8%), dan sebagian kecil dengan cara dilepas terus menerus diluar kandang (10.3%) dan dipelihara terus didalam kandang (6.9%). Model kandang dan sistem perkandangan yang dimiliki peternak umumnya masih sangat sederhana, bahkan beberapa tidak memiliki kandang sebagai tempat melindungi ternak. Sebagian besar peternak yang memiliki kandang menempatkan kambing lokal yang dimiliki di halaman rumah yang telah dikelilingi pagar sebagai pembatas agar kambing tidak keluar. Sementara peternak yang memiliki kandang ditempatkan di samping rumah atau di belakang rumah yang berfungsi sebagai tempat melindungi ternak kambing lokal dari hujan dan panas matahari. 2.2 Pengertian Estrus dan Siklus Estrus Siklus estrus adalah jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus yang berikutnya (Partodihardjo 1987). Birahi atau biasa disebut dengan estrus didefinisikan sebagai periode pada siklus reproduksi dimana ternak betina mau menerima pejantan untuk melakukan perkawinan. Kambing merupakan hewan poliestrus, setelah mencapai usia pubertas siklus estrus berlangsung secara terus menerus sepanjang tahun, kecuali pada saat hewan bunting, siklus estrusnya terhenti sementara. Lama siklus estrus pada kambing 19-21 hari (Devendra dan Burns, 1994). Lama berahi pada kambing berkisar 24-36 jam, ovulasi terjadi 24- 48 jam sejak mulainya berahi, dan waktu kawin optimal adalah 24-36 jam dari awal birahi (Tabel 1). Tabel 1. Parameter reproduksi kambing betina. Parameter Tipe siklus estrus Besaran Polyestrus dan tidak terpengaruh musim Siklus estrus 21 hari (18-24 hari) Lama estrus 36 jam Waktu ovulasi 24 (24 - 48) jam dari awal estrus. Waktu kawin yang optimal 24-36 jam dari awal estrus Lama bunting 150 hari (147-155 hari) Umur pubertas 6-8 bulan Sumber : Feradis 2010 Siklus estrus pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau periode yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Marawali, et al, 2001). Berdasarkan perubahan-perubahan dalam ovaria siklus estrus dapat dibedakan pula menjadi 2 fase, yaitu fase folikel, meliputi proestrus, estrus serta awal metestrus, dan fase luteal, meliputi akhir metestrus dan diestrus. Fase 1. Proestrus (prestanding events). Proestrus adalah fase persiapan, fase ini biasanya pendek berlangsung selama 1 – 2 hari. fase ini akan terlihat perubahan pada alat kelamin luar dan terjadi perubahan-perubahan tingkah laku dimana hewan betina gelisah dan sering mengeluarkan suara-suara yang tidak biasa terdengar (Partodihardjo, 1987). Alat kelamin betina mulai memperlihatkan terjadinya peningkatan peredaran darah. Betina mulai menampakkan gejala estrus tetapi masih tidak mau menerima pejantan. Pada fase ini folikel de Graaf tumbuh dibawah pengaruh FSH dan menghasilkan estradiol, folikel berkembang dan diisi dengan cairan folikuler. Estradiol meningkatkan jumlah suplai darah ke saluran alat kelamin dan meningkatkan perkembangan estrus, vagina, tuba fallopi, folikel ovarium. Pada akhir periode ini betina mulai memperhatikan pejantan (Toelihere, 1981). Fase 2. Estrus (Standing Heat). Estrus adalah periode yang ditandai dengan penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk berkopulasi. Pada umumnya memperlihatkan tanda-tanda gelisah, nafsu makan turun atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari bila pejantan menungganginya (Saoeni, 2007). Menurut Frandson (1992), Penerimaan pejantan disebabkan pengaruh estradiol yang menghasilkan tingkah laku kawin pada betina. Lama estrus pada kambing sekitar 12-36 jam dan ovulasi terjadi antara 2448 jam setelah estrus. Pada saat itu, keseimbangan hormon hipofisa bergeser dari FSH ke LH yang mengakibatkan peningkatan LH, hormon ini akan membantu terjadinya ovulasi dan pembentukan CL yang terlihat pada masa sesudah estrus. Proses ovulasi akan diulang kembali secara teratur setiap jangka waktu yang tetap yaitu satu siklus estrus. Pengamatan estrus pada ternak sebaiknya dilakukan dua kali, yaitu pagi dan sore sehingga adanya estrus dapat teramati dan tidak terlewatkan (Salisbury dan Vandenmark, 1987). Fase 3. Metestrus (pasca estrus). Metestrus merupakan fase yang terjadi segera setelah fase estrus berakhir. Gejala tidak terlihat nyata, namun masih terlihat sisa-sisa gejala estrus, tetapi hewan menolak untuk kopulasi. Terjadi pembentukan korpus hemoragikum pada ovarium di tempat folikel de Graaf yang telah melepaskan ovum. Ovum yang keluar dari folikel berada dalam tuba falopi menuju uterus. Setelah sekitar 5 hari, korpus hemoragikum mulai berubah menjadi jaringan luteal, menghasilkan Cl. Fase ini sebagian besar berada dibawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh CL (Guyton, 1994). Progesteron menghambat sekeresi FSH oleh pituitari anterior sehingga menghambat pertumbuhan folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus. Periode ini berlangsung selama 3-4 hari setelah estrus,. Fase 4. Diestrus. Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus estrus, CL menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata (Marawali, et al, 2001). Apabila pada 17 atau 18 dari siklus birahi terjadi pembuahan maka CL tetap bertahan sampai terjadi kelahiran, bila tidak terjadi pembuahan CL akan beregresi. 2.2.1 Deteksi Estrus Deteksi Estrus dapat dilakukan dengan observasi langsung dikandang dengan memperhatikan tingkah laku seksual ternak kambing betina dalam mendekati dan memperhatikan pejantan, menggoyang-goyangkan ekornya, menggesek-gesekkan badannya ke tubuh pejantan, berjalan mengelilingi pejantan dan menciumi alat genital pejantan, dan akhirnya diam apabila dinaiki oleh pejantan (Siregar, 2001). Deteksi estrus paling sedikit dilaksanakan dua kali dalam satu hari, pagi hari dan sore/malam hari sehingga adanya estrus dapat teramati dan tidak terlewatkan. Estrus pada ternak di sore hari hingga pagi hari mencapai 60%, sedangkan pada pagi hari sampai sore hari mencapai 40% (Salisbury dan Vandemark, 1987). Jika kambing estrus pada pagi hari sebaiknya di kawinkan pada sore hari dan jika kambing estrus pada sore hari sebaiknya di kawinkan pada pagi hari esokya, hal ini menunjukan waktu terbaik untuk di kawinkan. Perkawinan yang tepat untuk menghasilkan kebuntingan adalah pada pertengahan estrus yaitu 12 – 18 jam setelah terlihat tanda-tanda estrus. Hal ini berhubungan erat dengan proses terjadinya ovulasi dan masa hidup spermatozoa di dalam saluran kelamin betina Jika pembuahan terjadi, maka induk betina akan bunting yang lamanya berkisar 144-157 hari dengan rata-rata 150 hari (Murtidjo, 1993). Deteksi estrus umumnya dapat dilakukan dengan melihat tingkah laku ternak dan keadaan vulva. Teknik lain dalam deteksi estrus dapat dilakukan dengan menggunakan teaser (pejantan pengusik), atau melihat catatan (recording) terhadap estrus sebelumnya. Selain itu dapat dilakukan Sinronisasi estrus (teknik efisiensi reproduksi sejumlah hewan yang diberikan perlakuan hormonal sehingga pada waktu tertentu akan terjadi respon estrus yang hampir bersamaan (Devendra dan Burns, 1994). 2.2.2 Gejala Estrus Gejala estrus pada kambing dengan perubahan tingkah laku tampak gelisah dan sering mengeluarkan suara-suara, sering mengibas-ngibaskan ekor, jika ekor dipegang akan diangkat ke atas, nafsu makan berkurang, mendekati kambing jantan atau menaiki punggung kambing betina. Perubahan pada alat reproduksi luar (vulva) adalah adanya mukosa vulva merah muda dan basah berlendir, kebengkakan vulva, vulva terasa hangat. dari vulva keluar leleran lendir jernih, kental, menggantung (Mulyono, 2003). 2.2.3 Mekanisme dan Fungsi Hormon Reprduksi Betina Pengendalian hormon pertama di lakukan oleh hipotalamus yang akan melepaskan hormon yang dapat menstimulasi hipofisis atau pituitary bagian anterior. Hipofisis bagian anterior akan melepaskan FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang memacu perkembangan folikel di ovarium, sehingga folikel di ovarium dapat mengeluarkan hormon estrogen (estradiol), inhibin, dan androgen. Hormon estradiol berfungsi untuk merangsang endometrium untuk menebal, merangsang perkembangan ciri seks sekunder ternak betina dan melakukan feedback positif ke hipotalamus untuk pengeluarkan LH, Sedangkan inhibin melakukan feedback negative ke hipofisis anterior untuk menghambat pengeluaran FSH , akhirnya pituitary bagian anterior mengeluarakan LH. Hormon LH akan merangsang Folikel yang matang yang menyebabkan terjadinya ovulasi atau terpecahnya folikel dan pelepasan ovum. Folikel yang pecah akan di pengaruhi hormon LH menjadi badan kuning atau sering disebut CL dan CL inilah yang nakan menghasilkan progesterone yang berfungsi menghambat tingkah laku seksual, merawat kebuntingan dengan menghambat kontraksi uterus, meningkatkan perkembangan kelenjar dalam endometrium (Isnaeni, 2006). Apabila fertilisasi tidak terjadi, produksi progesterone akan menurun, CL akan berdegenerasi atau regersi akibat PFG2α yang dikeluarkan oleh glandula uterine akibat rangsangan dari estrogen dan lapisan uterus bersama dinding rahim luruh atau mengelupas, sehingga terjadi pembebasan serentak GnRH dari hipotalamus, diikuti dengan pembebasan FSH dari pituitari anterior, sehingga terjadilah estrus dan ovulasi di ovarium. Apabila terjadi fertilisasi CL tetap bertahan sampai terjadi kelahiran pada ternak betina Feradis (2010). Fungsi hormon reproduksi betina menurut Feradis (2010) yaitu : Gonadotropin Releasing Hormone Gonadotropin Releasing Hormone merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan merangsang pelepasan FSH (folikel stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan umpan balik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya. Hormon Hipofisa Anterior Hormon hipofisa anterior yang jelas berperan mengendalikan siklus estrus adalah FSH dan LH. Hormon FSH merangsang pertumbuhan folikel ovarium. Hormon ini dianggap sebagai substansi yang mengawali siklus estrus, karena secara normal aktivitas estrus tidak akan terjadi sebelum folikel tumbuh dan matang. LH mengawali pertumbuhan luteal dan merangsang pembentukan CL. Hormon luteotropin mempertahankan CL dalam keadaan fungsional. FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone) Follicle Stimulating Hormone (FSH) adalah hormone yang dikeluarkan oleh gonadotropin releasing hormone, FSH merupakan suatu glikoprotein dengan berat molekul sekitar 67.000. Fungsi utama FSH adalah menstimulasi pertumbuhan dan pematangan folikel de graaf di dalam ovarium. Hormon FSH bertanggung jawab terhadap pematangan folikel. Folikel akan dirangsang hormon LH yang menyebabkan terjadinya ovulasi atau terpecahnya folikel dan pelepasan ovum. Folikel yang pecah akan dibawah pengaruh LH, sisa folikel dalam ovarium diubah menjadi badan kuning atau CL yang setelah beberapa hari akan menghasilkan progesteron. Estrogen Hormon estrogen yang menyebabkan estrus pada hewan betina. Hormon estrogen disekresikan oleh theca interna dari folikel de Graaf. Jaringan ini kaya akan estrogen dan memperlihatkan aktivitas yang maksimum selama phase estrogenic dari siklus estrus (Toelihere, 1985). Fungsi hormon estrogen adalah menimbulkan tanda-tanda estrus, memperlancar peredaran darah dan perkembangan saluran kelamin, menunjang pertumbuhan sistem pembuluh kelenjar susu. Bila sekresi estrogen mencapai ketinggian tertentu maka sekresi FSH akan menurun dan saat itulah LH meningkat terus sampai puncak. Setelah ovulasi terjadi estrogen menurun dan FSH kembali normal dan berangsur-angsur meningkat. Antara estrogen dengan FSH terjadi mekanisme saling ketergantungan. Progesteron Progesteron adalah nama umum untuk grup steroid yang terdiri dari 21 atom karbon. Progesteron merupakan salah satu hormon penting yang berhubungan dengan reproduksi yang disekresikan oleh sel-sel luteal corpus luteum (CL) (Hafez, 2000). Hormon progesteron diproduksi oleh CL, fungsi utamanya hormon progesteron adalah menghambat tingkah laku seksual, merawat kebuntingan dengan menghambat kontraksi uterus, meningkatkan perkembangan kelenjar dalam endometrium, dan meningkatkan perkembangan alveoli kelenjar mammae. 2.3 Sinkronisasi Estrus Sinkronisasi estrus merupakan suatu pengendalian estrus yang dilakukan pada sekelompok ternak betina sehat dengan memanipulasi mekanisme hormonal, sehingga keserentakan estrus dan ovulasi dapat terjadi pada hari yang sama atau dalam kurun 2 atau 3 hari, sehingga IB dapat dilakukan serentak (Toelihere, 1985). Tujuan dalam melakukan sinkronisasi estrus yakni untuk mendapatkan seluruh ternak yang diberikan perlakuan mencapai estrus dalam waktu yang diketahui dengan pasti, sehingga masing-masing ternak tersebut dapat di IB dalam waktu bersamaan. Sinkronisasi estrus pada kambing dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter khusus untuk mendapatkan kualitas estrus yang baik. Parameter yang digunakan untuk mendapatkan kualitas estrus yang baik adalah teramatinya tanda-tanda estrus yang jelas. Salah satu ciri yang menonjol pada saat hewan menunjukkan gejala estrus adalah diproduksinya lendir yang jumlah dan kualitasnya berbeda dengan situasi atau kondisi lainnya dalam satu siklus estrus. Oleh karenanya munculnya lendir vagina yang berlebihan pada saat estrus sering dijadikan patokan dalam menentukan status estrus hewan betina. Komposisi lendir vagina yang berasal dari serviks menunjukkan komposisi yang berbeda di setiap bagian organ reproduksi betina. Bentuk lendir vagina pada saat estrus yang sangat khas dengan sifat transfaran dan konsistensinya yang encer menyebabkan kekhasan sifat lendir ini dibandingkan dengan periode lainnya dalam satu siklus estrus (Setiadi dan Aepul 2010). Satu cara untuk melakukan tehnik sinkronisasi estrus dengan menggunakan hormon PGF2α yang mempunyai kerjaan melisiskan CL yang berakibat turunnya kadar progesteron plasma dengan tiba-tiba. Lisisnya CL diikuti dengan penurunan progesteron yang dihasilkan, akibatnya terjadi pembebasan serentak GnRH dari hipotalamus, diikuti dengan pembebasan FSH dari pituitari anterior, sehingga terjadilah estrus dan ovulasi Barrett et al, (2002). 2.3.1 Prostaglandin F2α Prostaglandin adalah senyawa C20 dengan satu cincin siklopenta yang mirip derivate asam lemak tak jenuh seperti arakidonat (Widianto, 1991). Nama prostaglandin diberikan oleh Von Euler karena ia berpendapat bahwa zat ini dihasilkan oleh kelenjar prostat manusia. Prostaglandin mempunyai implikasi pada pelepasan gonadotropin, ovulasi, regresi CL, motilitas uterus dan motilitas spermatozoa (Djajosoebagio, 1990). Metode sinkronisasi estrus dengan pemberian sediaan berbasis prostaglandin F2α mempunyai kerja melisiskan CL yang berakibat turunnya kadar progesteron plasma dengan tiba-tiba. Menurut Husnurrizal, (2008) lisisnya CL menyebabkan penurunan produksi progesteron, akibatnya terjadi pembebasan serentak GnRH dari hipotalamus, diikuti dengan pembebasan FSH dari pituitari anterior, sehingga terjadilah estrus dan ovulasi. Karena yang dilisis adalah CL maka pemberian PGF2α untuk pengendalian estrus hanya bisa dilakukan kalau CL sudah terbentuk. Oleh sebab itu penyuntikan dosis tunggal untuk penyerentakan estrus tidak akan menjamin seluruh hewan bisa estrus sekaligus. Agar semua hewan bisa estrus dalam priode waktu yang hampir bersamaan dilakukan penyuntikan kedua yaitu 11 atau 12 hari setelah penyuntikan pertama.