1 ISOLASI DAN PENAPISAN ISOLAT-ISOLAT BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI PENGHASIL SENYAWA ANTIBAKTERI ASAL TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness.) SKRIPSI Oleh : Anton Budiman 066102015 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2009 1 2 ISOLASI DAN PENAPISAN ISOLAT-ISOLAT BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI PENGHASIL SENYAWA ANTIBAKTERI ASAL TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness.) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Program Studi Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Oleh Anton Budiman 066102015 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2009 2 3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia Nya serta kesehatan yang tidak ternilai sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Isolasi Dan Penapisan Isolat-isolat Bakteri Endofit Sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri Asal Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.)”. Pada kesempatan ini penulis berniat untuk menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si. dan Sri Wardatun, S.Si., Apt. selaku pembimbing I dan II atas segala masukan, nasehat, dan saran yang sangat berarti bagi penulis. 2. Ketua Program Studi Farmasi dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan. , 3. Ibunda Tercinta, yang selalu mencurahkan kasih sayang serta do a dan dukungan baik moril maupun materil. 4. Seluruh teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan orang yang selalu memberikan motivasi, inspirasi serta senyuman kepada penulis. Tidak lupa juga kepada semua pihak yang telah ikut serta mendukung dan memberikan partisipasinya kepada penulis. Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Diharapkan segala saran dan usulan yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penulisan ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi dunia kefarmasian. Bogor, 2009 Penulis 3 4 RIWAYAT HIDUP Anton Budiman dilahirkan di Ciamis, pada tanggal 22 Agustus 1983 dari pasangan Nana Supriatna (Alm) dan Apong Puriasih, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan yang telah ditempuh penulis yaitu, SD Negeri Klapanunggal 04 tahun 19891995, SLTP Negeri 01 Cileungsi tahun 1995-1998, SMU Negeri 01 Cileungsi tahun 1998-2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan jenjang Strata 1 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Farmasi Universitas Pakuan di Bogor dan menyelesaikan studinya pada tahun 2009 dengan memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm). 4 5 RINGKASAN Anton Budiman. 066102015. 2009. Isolasi Dan Penapisan Isolat-Isolat Bakteri Endofit Sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri Asal Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.). Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si (Pembimbing I) dan Sri Wardatun, S.Si., Apt. (Pembimbing II). Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Brasil yang dikenal dengan megabiodiversiti flora dan fauna tropisnya. Meningkatnya resistensi bakteri akibat penggunaan antibiotik telah mengilhami pencarian produk alternatif pengganti antibiotik dari bakteri, khususnya bakteri endofit. Bakteri endofit merupakan bakteri dan jamur yang hidup di dalam jaringan tanaman pada bagian xylem dan phloem, daun, akar dan batang. Bakteri ini mampu meningkatkan pertumbuhan makanan dan menekan penyakit. Bakteri endofit hidup bersimbiosis dan saling menguntungkan, dalam hal ini bakteri endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya. Indonesia memiliki biodiversitas Tanaman Obat yang melimpah diantaranya sambiloto (Andrographis paniculata) (Yulis dan Elda, 2005) Herba sambiloto merupakan salah satu bahan obat tradisional yang paling banyak dipakai di Indonesia. Tanaman ini memiliki senyawa yang berkhasiat sebagai antibakteri, antiradang, menghambat reaksi imunitas, penghilang nyeri, pereda demam, menghilangkan panas dalam, menghilangkan lembab dan penawar racun. Oleh karena itu perlu untuk mengisolasi dan melakukan penapisan terhadap senyawa antibakteri asal tanaman sambiloto, sehingga penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan satu atau lebih isolat bakteri endofit asal tanaman sambiloto yang mampu memiliki aktifitas sebagai antibakteri. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap ketiga sampel tanaman sambiloto dari masing-masing tempat yang berbeda didapat sebanyak 17 isolat bakteri endofit, dua diantaranya positif merupakan isolat unggul yang memiliki aktifitas sebagai antibakteri patogen Listeri monocytogenes yang ditunjukkan 5 6 dengan adanya zona hambat terbesar di sekeliling disc dengan waktu optimum selama 96 jam. Hasil analisis senyawa andrografolid yang terkandung di dalam isolat bakteri endofit asal tanaman sambiloto dengan metode KCKT terhadap isolat unggul dengan kode CLS B sebesar 8,54 ppm dan isolat dengan kode BGR A sebesar 8,90 ppm. Hal ini membuktikan bahwa bakteri endofit mampu mengekskresikan senyawa andrografolid dari tanaman sambiloto. Kata kunci : Sambiloto (Andrographis paniculata Ness), Andrografolid, Endofit, Antibakteri. 6 7 SUMMARY ANTON BUDIMAN. 2009. Isolation and Endophytic Bacterium Isolates Filtering As Compound Result Antibacterial From Sambiloto Plants (Andrographis Paniculata Ness.) under Supervision : Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si And Sri Wardatun, S.Si., Apt. Indonesia is the second biggest nation after brazil known with floral megabiodiversity and its tropical animal. The rising of microbe resistance as the result of usage antibiotic from microbe, especially endophytic microbe. Endophytic microbe is bacterium and mushroom living in plants nex xylem and phloem, leaf, root, and bar part of. Endophytic microbe livied having symbiosis in each other profits, in this case endophytic microbe gets nutrition from result of metabolism of plants while plants is getting derivate active nutrition and compound required during life. Indonesia has abudance drug plants biodiversity between of sambiloto (Andrographis paniculata Ness). Sambiloto herb is one of tribal medicine material which at most used in Indonesia. These plants has compound having special quality has antibacterial, anti chafes, resistir reaction of immunity, pain reliever, fever reliever, dehumidifies, antidote. Therefore require to isolate and does filtering to compound antibacterial of sambiloto plant, so that this research done with a view to gets one or more isolate endophytic bacterium of sambiloto plants capable to have activity as antibacterial. From these research result to the three sambiloto plants sample from each different place got 17 endophytic bacterium isolates, two of them were found positive is superior isolate that having activity as antibacterial to bacterium pathogen Listeria monocytogenes showed with existence of pursued zona around disc with optimum time during 96 hours. Result of compound analysis andrografolid is consisting in isolate bacterium of sambiloto plants with method HPLC to the superior isolate with code CLS amount of 8.54 ppm and isolate with code BGR A amount of 8.90 ppm. It 7 8 proves that solvent endophytic bacterium of excretion of active compound of andrografolid from sambiloto plants. Keyword : Sambiloto (Andrographis paniculata Ness), Andrografolid, endophytic, Antibacterial. 8 9 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Brasil yang dikenal dengan megabiodiversiti flora dan fauna tropisnya. Meningkatnya resistensi mikroba akibat penggunaan antibiotik telah mengilhami pencarian produk alternatif pengganti antibiotik dari mikroba. Keadaan ini mendorong semakin pentingnya usaha untuk mendapatkan antibiotik yang murah, tersedia senya kontinyu dalam jumlah besar dan memiliki unsur – unsur yang dibutuhkan untuk pembuatan antimikroba tersebut (Alimuddin dkk., 2006). Kegiatan konservasi yang mengarah kepada biodiversiti flora dan fauna telah banyak dilakukan oleh para ahli dan peneliti dunia, namun belum banyak kegiatan yang ditujukan untuk konservasi mikroba dari kawasan hutan, khususnya mikroba endofit. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Strobel et.al., 1996). Mikroba endofit merupakan bakteri dan jamur yang hidup di dalam jaringan tanaman pada bagian xylem dan phloem, daun, akar dan batang (Yusron dkk., 2004). Mikroba ini mampu meningkatkan pertumbuhan makanan dan menekan penyakit (Mc. Inrov, 1997). Mikroba endofit hidup bersimbiosis dan saling menguntungkan, dalam hal ini mikroba endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya. Para peneliti dunia melaporkan bahwa mikroba endofit mampu menghasilkan suatu senyawa yang berkhasiat baik sebagai sumber obat untuk menunjang sektor kesehatan dan farmasi (Yusron dkk., 2004). Selain itu beberapa metabolit yang dihasilkan endofit menunjukkan aktifitas antibakteri, antifungi, insektisida dan mampu mengekskresikan hormon pertumbuhan dalam jumlah yang cukup tinggi yang diperlukan untuk menstimulasi pertumbuhan tanaman. Tidak menutup kemungkinan bahwa satu isolat mempunyai kemampuan ganda 9 10 untuk memerangi beberapa jenis patogen. Hal ini tentunya membuka peluang untuk diperoleh antibakteri atau antifungi baru serta bahan pengganti pupuk kimia, insektisida, pestisida, fungisida yang ramah bagi lingkungan. Indonesia memiliki biodiversitas Tanaman Obat yang melimpah diantaranya sambiloto (Andrographis paniculata) (Yulis dan Elda, 2005) Herba sambiloto merupakan salah satu bahan obat tradisional yang paling banyak dipakai di Indonesia (Depkes, 1979). Dalam buku resmi Tanaman Obat Indonesia diketahui bahwa sambiloto dapat tumbuh liar di tempat terbuka, seperti kebun, tepi sungai, tanah kosong yang agak lembab atau pekarangan. Tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 700 m dpl. Tanaman ini memiliki senyawa andrografolid yang berkhasiat sebagai anti-bakteri. Selain itu tanaman ini memiliki khasiat sebagai antiradang, menghambat reaksi imunitas, penghilang nyeri, pereda demam, menghilangkan panas dalam, menghilangkan lembab, penawar racun (Dalimartha dan Hadi, 2003). Maka perlu mengisolasi dan melakukan penapisan terhadap senyawa antimikroba asal tanaman sambiloto. 1.2. Tujuan Penelitian 1. Memperoleh isolat mikroba endofit dari tanaman sambiloto dari daerah Cileungsi, Bogor dan Cicurug. 2. Melakukan penapisan sejumlah isolat mikroba endofit asal tanaman sambiloto yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan sejumlah bakteri patogen (Escherichia coli Enteropatogenik, Staphylococcus aureus dan Listeria monocytogenes). 3. Identifikasi senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai antimikroba dari sambiloto serta mengukur kandungan andrografolid dari kultur mikroba endofit yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan patogen. 1.3. Hipotesis 1. Terdapat satu atau lebih jenis mikroba endofit pada tanaman sambiloto dari masing –masing daerah tempat asalnya. 2. Isolat mikroba endofit tertentu asal tanaman sambiloto memiliki senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. 10 11 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai prospek dan manfaat mikroba endofit asal tanaman asli Indonesia terutama sambiloto untuk keperluan hidup manusia. 11 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Tanaman Sambiloto Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) banyak di temukan di daratan Asia. Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh di berbagai habitat seperti tepi sawah, kebun atau hutan (Soedibyo, 2006). Selain banyak dijumpai hampir di seluruh kepulauan nusantara, sambiloto juga terdapat di India, Filipina, Vietnam dan Malaysia. Sambiloto dikenal dengan beberapa nama daerah, seperti sambilata di Melayu, ampadu di Padang, pepaitan di Maluku, ki oray, ki peurat dan takilo di Sunda, serta kenci di Jawa. Di Cina, sambiloto sudah di uji klinis dan terbukti berkhasiat sebagai anti hepapatoksik (anti penyakit hati). Herba sambiloto mengandung metabolit sekunder golongan turunan lakton yaitu andrografolid sebagai komponen utama dan turunannya sampai mencapai 19 komponen, baik dalam senyawa bebas maupun senyawa glikosida (Aryani, 2005). Gambar 1. Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Keterangan : A : Tanaman Sambiloto Asal Cileungsi B : Tanaman Sambiloto Asal Bogor C : Tanaman Sambiloto Asal Cicurug - Sukabumi 12 13 Sambiloto memiliki batang berkayu berbentuk bulat dan segi empat serta memiliki banyak cabang (monopodial). Daun tunggal dan saling berhadapan, berbentuk pedang (lanset) dengan tepi rata dan permukaannya halus, berwarna hijau. Bunganya berwarna putih keunguan, bunga berbentuk jorong (bulan panjang) dengan pangkal dan ujung lancip. 2.2. Kandungan Kimia Sambiloto Sambiloto mengandung senyawa aktif pahit yang utama, yaitu andrografolid. Selain itu sambiloto mengandung neoandrografin dan panikulin yang berguna sebagai bahan obat (Soedibyo, 2006), serta mengandung saponin, flavonoid, alkaloid dan tanin. Kandungan kimia lain yang terdapat pada daun dan batang adalah laktone, kalmegin, dan hablur kuning yang memiliki rasa pahit. Andrografolid (C20H30O5) Herba sambiloto mengandung metabolit sekunder turunan lakton yaitu andrografolid sebagai komponen utama dan turunannya sampai mencapai 18 komponen baik dalam senyawa bebas maupun senyawa glikosida. Andrografolid dengan berat molekul 350 merupakan komponen utama, berbentuk serbuk kristal berwarna putih, rasa pahit, dan berbentuk lempeng segi empat dengan titik lebur 230°C - 239°C. O HO O CH3 CH2 HO H3C CH2OH Gambar 2. Rumus bangun molekul Andrografolid (Kelvina, 2007) 13 14 2.3. Khasiat dan Pemanfaatan Tanaman Menurut Yulis dan Nazriati, (2005), herba sambiloto ini memiliki khasiat untuk mengatasi beberapa penyakit, yaitu: Hepatitis, infeksi saluran empedu Disentri basiler, tifoid, diare Influenza, radang amandel, radang paru, radang saluran napas, sakit gigi Demam, malaria Kencing nanah Kencing manis TB Paru, batuk rejan, sesak napas Darah tinggi Kusta Keracunan jamur, singkong, tempe bongkrek, makanan laut Kanker: Penyakit trofoblas seperti kehamilan anggur dan penyakit tumor trofoblas, serta tumor paru (Dalimartha dan Hadi, 2003). Selain itu sambiloto juga memiliki khasiat sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, antikolestasis, imunostimulan. Secara tradisional sambiloto telah digunakan untuk pengobatan akibat gigitan ular atau serangga, demam, disentri, rematik, TBC, infeksi pencernaan, dan lain-lain. Sambiloto dimanfaatkan untuk antimikroba, antihiper-glikemik, anti sesak napas dan untuk memperbaiki fungsi hati. Sambiloto juga tinggi kadar kaliumnya dan rendah natriumnya (Heyne, 1987). 2.4. Mikroba Endofit Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan et al. Dalam Maksum, 2005). Mikroba endofit merupakan salah satu bagian dari 14 15 mikroflora yang terdapat dalam jaringan tanaman yang sehat dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan penyakit tanaman (Mc Inrov, 1997). Secara biologi dan ekologi mikroba endofit mengambil nutrisi dari tanaman, sedangkan tanaman mendapatkan keuntungan dari sifat mikroba endofit, antara lain mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan penyakit pada tanaman. Mikroba endofit mulai banyak diteliti karena potensinya antara lain sebgai penghasil senyaw-senyawa yang bersifat antimikroba. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Strobel ,et.al. 1996). 2.5. Senyawa Antimikroba Senyawa Antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan dan aktifitas mikroba, khususnya mikroba perusak dan pembusuk makanan. (membunuh bakteri), Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang). (Kurnia, 2006). 2.6. Bakteri Patogen Merupakan kelompok bakteri parasit yang menimbulkan penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan. Jenis bakteri yang dapat mengkontaminasi makanan terbagi menjadi dua jenis, yaitu bakteri yang menyebabkan makanan menjadi rusak atau disebut bakteri perusak dan bakteri yang menyebabkan keracunan pada manusia atau disebut bakteri patogen. Bakteri patogen dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan sifat pewarnaan Gram, yaitu Gram-positif dan Gram-negatif. Bakteri Gram-positif adalah bakteri yang memberikan respon berwarna ungu jika dilakukan uji pewarnaan Gram, sedangkan bakteri Gram-negatif memberikan respon berwarna merah (Suriawiria dalam Tribowo, 2006). 15 16 2.6.1. Listeria monocytogenes Bakteri ini merupakan bakteri penting penyebab banyak penyakit pada hewan dan manusia. Bakteri L. Monocytogenes berbentuk batang pendek, termasuk kelompok bakteri Gram-positif yang tidak membentuk spora. Bakteri ini bergerak dengan berjungkir balik pada suhu 22°C. Uji pergerakan ini dengan cepat dapat membedakan Listeria dari difteroid yang merupakan anggota normal pada kulit. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob dan katalase-positif, Listeria membentuk asam tetapi tidak membentuk gas dalam berbagai jenis karbohidrat. Hubungan antara epidemi listeriosis dengan makanan tercemar menunjukkan bahwa jalur infeksi alamiah oleh Listeria adalah saluran cerna. Listeri dapat menyerang dan berkembang biak dalam sel nonfagosit dan pada awalnya dapat menginfeksi sel epitel usus. (Jawetz, 1996). 2.6.2. Escherichia coli enteropatogenik (EPEC) EPEC merupakan salah satu kategori Escherichia coli penyebab diare yang dihubungkan dengan kejadian diare pada bayi di negara-negara berkembang (Nataro dan Kaper dalam Hellen, 2005). Penyakit yang disebabakan oleh EPEC sangat khas karena sebagian besar terjadi pada bayi yang dicirikan dengan diare yang tidak berlendir, muntah dan sedikit demam. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil, lamanya diare EPEC dapat diperpendek dan diare kronik dapat diobati dengan pemberian antibiotik (Jawetz, 1996). 2.6.3. Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus termasuk kedalam famili micrococcaceae, Gram positif, berbentuk bulat dengan diameter 0,5 – 1,5 πm, biasanya berkelompok membentuk anggur tetapi ada juga yang tunggal, berpasangan atau berjmah 4 sel (tetrad). Bakteri S. aureus hidup secara aerobik maupun anaerobik fakultatif. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 35-37°C, dengan suhu minimum 6,7°C dan suhu maksimum 45,5°C seta dapat tumbuh pada pH 4,0-9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0-7,5 (Rima, 2004). Staphylococcus aureus mampu memproduksi senyawa beracun yang disebut enterotoksin dan dapat terbentuk dalam makanan karena pertumbuhan 16 17 bakteri tersebut. Sumber penularan S. aureus antara lain dalam saluran tenggorokan, yaitu hidung dan kerongkongan. Dari sini organisme dengan mudah dipindahkan ke kulit, terutama tangan dan rambut. Sehingga penanganan pangan dengan tangan tanpa peralatan memadai juga dapat menjadi sumber penyebaran S.aureus terutama jika orang yang menangani pangan mengalami luka atau infeksi pada tangan, karena bakteri ini merupakan bakteri yang biasa menginfeksi luka, bisul dan luka terbuka. (Rima, 2004). 2.7. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacammacam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Kromatografi Cair Kinerja tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) termasuk dalam metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat (Putra, 2004). Pompa Rekorder Reservoir Pencampur Tempat Injeksi Kolom KCKT Detektor Pompa Integrator Reservoir Gambar 3. Diagram Alir KCKT (Putra, 2004) 17 18 2.7.1 Pompa Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Pompa diperlukan untuk mengalirkan pelarut sebagai fasa gerak dengan kecepatan dan tekanan uap. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kenerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). 2.7.2. Injektor Injektor berfungsi untuk mengambil sejumlah sampel yang akan dianalisis. Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan : a. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. b. Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. c. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 μ dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom. 2.7.3. Kolom Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : a. Kolom analitik : Diameter dalam 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30 cm. b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm. 18 19 Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. 2.7.4. Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif). Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisaran respon linier yang luas, dan memberi respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh. Detektor KCKT yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas, terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika dibandingkan dengan detektor UV. 2.7.5. Pengolahan Data (Data Handling) Hasil dari pemisahan kromatografi biasanya ditampilkan dalam bentuk kromatogram pada rekorder. 2.7.6. Keuntungan KCKT Beberapa keuntungan KCKT dibanding dengan kromatografi cair klasik, antara lain: Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Resolusi : Berbeda dengan kromatografi gas, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa dimana interaksi selektif dapat terjadi. Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam- macam zat. 19 20 Kolom dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali (reusable). Ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang tidak bisa dianalisis dengan kromatografi gas karena volatilitas rendah, biasanya diderivatisasi untuk menganalisis spesies ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk menganalisis zat – zat tersebut. 20 21 BAB III METODE PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 sampai dengan bulan Juli 2009. Bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) yang berlokasi Di Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor – Indonesia. 2.2. Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan diantaranya adalah : 1. Tanaman Sambiloto asal Cileungsi, Bogor dan daerah perkebunan Cicurug Sukabumi. 2. Media yang digunakan adalah media Nutrient agar (NA), King’s B, media Luria Bertani (LB) Agar, dan media Nutrient Broth (NB). 3. Spesies-spesies mikroba patogen : Bakteri Escherichia coli enteropatogenik (EPEC), Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes. 3.2.2 Alat Penelitian Alat yang digunakan antara lain : 1. Berbagai macam peralatan gelas kimia seperti : tabung reaksi, cawan Petri, labu Erlenmeyer, gelas ukur, dll. 2. Laminar air flow, pipet mikro, otoklaf, mortar dan stamper, ose, pinset, gunting, shaker, vortek, inkubator, timbangan analitik, stirrer, tabung Eppendorf, micro centrifuge dan alat-alat lainnya. 21 22 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Determinasi Tanaman Sambiloto Determinasi tanaman sambilto dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Jl. Raya Jakarta–Bogor Km. 46 Cibinong 16911, Indonesia P.O. Box 25 Cibinong. 3.3.2 Pembuatan Media Media yang dibuat antara lain : 1. Media Nutrient Agar (NA) Komposisi NA yang dibuat adalah 1 liter akuades, 8 g nutrient broth dan 15 g agar bacto. Untuk membuat media dalam agar miring, bahan-bahan dilarutkan didalam akuades, distirer hingga larut, dipanaskan, dimasukkan ke dalam tabung reaksi berukuran 20 ml sebanyak 10 ml kemudian diotoklaf selama 15 menit pada suhu 1210 C dan tekanan 1 atm. Selanjutnya tabung tersebut dimiringkan. 2. Media Luria Bertani (LB) Agar Media Luria Bertani digunakan untuk memperbanyak atau menumbuhkan kultur bakteri patogen, seperti E.coli. Komposisi media LB cair untuk setiap liternya adalah sebagai berikut : NaCl 2 g, yeast extract 1 g, tripton 2 g, agar 4 g dan akuades sebanyak 0,2 liter. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian distirer hingga larut. Kemudian diukur pH sampai 7,5. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan otoklaf selama 15 menit dalam suhu 1210 C dan tekanan 1 atm. 3. Media King’s B Media King’s B digunakan untuk perbanyakan kultur bakteri,dan pembuatan starter. Komposisi media King’s B terdiri atas protease pepton 20 g, gliserol 15 ml, KH2PO4 1,5 g, MgSO4.7H2O 1,5 g, agar bacto 20 g, dan dilarutkan dalam 1000 ml akuades. Setelah bahan-bahan itu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, distirer hingga larut, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berukuran 20 ml masing-masing 10 ml, selanjutnya disterilisasi 22 23 menggunakan otoklaf pada suhu 1210 C dan tekanan 1 atm. Sebagian media dituang ke dalam cawan petri. 4. Media Nutrient Broth (NB) Media NB digunakan untuk menumbuhkan bakteri pada labu Erlenmeyer, tabung ulir atau tabung reaksi. Penumbuhan bakteri digunakan untuk tujuan perbanyakan atau penyimpanan sebagai stok kultur yang kemudian dapat digunakan sebagai penghasil supernatan dengan metode sentrifugasi. Untuk pembuatan 1 liter media NB dibutuhkan 8 g bahan Nutrient Broth (NB) dan 15 g agar bacto. Cara pembuatan NB dalam labu Erlenmeyer atau tabung ulir sama dengan pembuatan NA, semua bahan yang telah ditimbang kemudian dicampurkan dan distirer hingga homogen dan diotoklaf, baru kemudian disimpan diruang dingin untuk stok media kultur bakteri. 3.3.3 Isolasi, pemurnian dan penyimpanan bakteri endofit dari tanaman sambiloto. Bakteri endofit diisolasi dari bagian batang, daun dan akar tanaman sambiloto. Batang, daun dan akar sambiloto ditimbang sebanyak + 20 g, dicuci dengan akuades, lalu diletakkan pada cawan Petri. Kemudian digunting dengan ukuran 1–2 cm dan dicuci dengan akuades steril, selanjutnya disterilisasi permukaannya dengan cara digoyang selama 30 menit di dalam labu Erlenmeyer 250 ml yang berisi 0,2 % HgCl2 (30 menit untuk akar dan daun, 60 menit untuk batang). Kemudian dilakukan pembilasan dengan akuades steril sebanyak 6 kali. Sebanyak 20 g potongan jaringan tanaman digerus dalam mortar steril. Kemudian dilakukan pengenceran dengan akuades secara serial dari 10-1 sampai 10-5 dan dari setiap pengenceran diambil 100 µL untuk diinokulasikan pada media King’s B pada cawan petri. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama + 4 hari. Koloni yang tumbuh pada permukaan medium King’s B digores pada cawan Petri yang berisi media King’s B dengan cara kuadran sehingga diperoleh koloni tunggal. 23 24 3.3.4 Skrining aktivitas antimikroba dari sejumlah isolat bakteri endofit terhadap bakteri patogen. Isolat sambiloto yang dapat ditumbuhkan dalam 20 ml media Nutrient Broth (NB), dan digoyangkan pada suhu 280 C selama 3 hari. Pertumbuhan bakteru ini ditandai dengan adanya kekeruhan pada media, dan berubahnya kekentalan. Selanjutnya kultur bakteri endofit disentrifugasi pada suhu 40 C dengan kecepatan 15.000 rpm, selama 30 menit untuk memisahkan senyawa antimikroba yang disekresikan ke dalam media tumbuhnya. Filtrat yang diperoleh dipisahkan ke dalam tabung Eppendorf dan disimpan pada suhu 40 C. Sebanyak 20 ml media NA yang telah dicairkan hingga suhu berkisar antara 40 – 450 C ditambahkan 20 µL kultur bakteri patogen (populasi sel sekitar 107 cfu/ml) dan dituangkan dalam cawan petri steril. Selanjutnya disiapkan potongan kertas saring steril (disc) berdiameter 6 mm untuk diletakkan di atas permukaan agar pada cawan petri yang sebelumnya telah dicelupkan ke dalam filtrat bakteri endofit dengan menggunakan pinset steril. Inkubasi dilakukan selama 1-3 hari pada suhu 300 C. Potensi bakteri endofit sebagai antimikroba dapat dilihat dari zona bening diseliling disc. Disc1 (a) (c) (k) Disc3 (d) Disc2 (b) (e) Gambar 4. Skrining Aktivitas Antimikroba Keterangan : (a), (b), (c), (d) : Potongan kertas filter (disc) steril berdiameter 6 mm yang telah dicelupkan pada filtrat bakteri endofit tanaman sambiloto (e) : Media + bakteri patogen (k) : Kontrol negatif (air steril) 24 25 3.3.5. Penentuan waktu optimum produksi senyawa antimikroba Filtrat kultur bakteri endofit sambiloto berumur 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam, masing-masing diuji aktivitas antimikrobanya terhadap E. coli Enteropatogenik, L. monocytogenes, S. aureus. Kultur dengan umur tertentu yang memberikan zona hambat tertinggi ditetapkan sebagai waktu optimum produksi senyawa antibakteri. 3.3.6. Karakteristik biologi dan morfologi secara biokimia dan fisiologis Isolat unggul yang berpotensi sebagai antibakteri dikarakteristik secara morfologi dan biologi. Karakteristik dan identifikasi bakteri dilakukan dengan uji pengecatan Gram. Isolat bakteri endofit dari tanaman sambiloto diremajakan. Kemudian bakteri endofit yang tumbuh diambil dan diulas diatas preparat yang telah ditetesi air steril sampai merata, lalu difiksasi diatas api. Setelah difiksasi ditetesi dengan ungu kristal selama + 1 menit, kelebihan warna dibuang dan setelah 1 menit dibilas dengan akuades. Tahap selanjutnya yaitu pemucatan dengan menggunakan alkohol 95 % selama + 30 detik sampai warna ungu kristal hilang, dan dibilas dengan akuades. Kemudian ditetesi dengan safranin + 30 detik dan kelebihan warna dibuang dengan menggunakan akuades, lalu sisa air diserap dengan kertas serap. Setelah dilakukan proses pewarnaan Gram, selanjutnya pengamatan sel bakteri dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Untuk karakteristik fisiologi dan biokimia dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner (BALITVET). 3.3.7. Metode analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Pengujian dilakukan terhadap isolat bakteri endofit asal tanaman sambiloto yang menghasilkan zona hambat atau memiliki aktifitas hambat atau memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Isolat yang telah diremajakan kemudian dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi media King’s B cair kemudian digoyang selama + 3 – 4 hari pada suhu ruang. 25 26 Bakteri yang tumbuh dipindahkan, selanjutnya dilakukan uji analisis dengan metode KCKT. Volume sampel yang diinjeksikan sebanyak 10 ml dengan fase gerak yaitu ACN dan H2O, jenis pompa yang digunakan tipe L 7100. Pengujian ini dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO). 3.3.8. Parameter yang diamati Parameter utama yang diamati adalah penentuan waktu optimum produksi senyawa antimikroba (bakteri endofit) yang ditunjukkan melalui zona bening disekeliling disc pada media padat berisi bakteri patogen. 26 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil determinasi dan klasifikasi tanaman sambiloto Hasil determinasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Di Cibinong, diketahui bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sambiloto ( Andrographis paniculata Ness ). Hasil determinasi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 4. 4.2. Hasil isolasi tanaman sambiloto Isolasi dilakukan terhadap 3 tanaman sambiloto yang diambil dari 3 tempat yang berbeda antara lain : 1. Tanaman sambiloto asal Cileungsi 2. Tanaman sambiloto asal Bogor 3. Tanaman sambiloto asal Cicurug, Sukabumi Dari hasil isolasi terhadap 3 sampel tanaman dengan pengenceran antara 10-1 sampai dengan 10-5 berhasil tumbuh dan didapat isolat bakteri endofit tanaman sambiloto sebanyak 17 isolat. Tanaman sambiloto yang berasal dari Cileungsi menghasilkan isolat berwarna putih, sedangkan isolat tanaman sambiloto yang berasal dari Bogor dan Cicurug menghasilkan isolat berwarna kuning (Gambar 5). Tabel 1. Isolat Tanaman Sambiloto Hasil Isolasi dan Pemurnian No Asal Tempat -3 1 Cileungsi 2 Bogor 3 Cicurug CLS D10 CLS D10-4 CLS D10-5 BGR D10-4 Jumlah isolat 27 Kode Isolat CLS B10-3 CLS B10-4 BGR B10-3 BGR B10-4 CRG B10-3 - Jumlah -3 CLS A10 CLS A10-5 BGR A10-3 BGR A10-4 BGR A10-5 CRG A10-3 CRG A10-4 CRG A10-5 7 isolat 6 isolat 4 isolat 17 isolat 28 Gambar 5. Bakteri Endofit Tanaman Sambiloto Hasil Isolasi dan Pemurnian Keterangan : a. Isolat Tanaman Sambiloto asal Cileungsi b. Isolat Tanaman Sambiloto asal Bogor c. Isolat Tanaman Sambiloto asal Cicurug, Sukabumi Berdasarkan hasil data isolasi di atas maka dapat dipastikan bahwa bakteri endofit terdapat di dalam jaringan tanaman sambiloto dan ada perbedaan warna spesies antara bakteri endofit dari tempat yang satu dengan yang lainnya. 4.3. Skrining aktivitas antibakteri Pengujian skrining aktivitas antibakteri dilakukan terhadap 17 isolat bakteri endofit yang berhasil tumbuh dan diuji pada 3 jenis bakteri patogen. Dari hasil seleksi uji aktivitas antimikroba dari 17 isolat terhadap bakteri Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli positif 2 isolat unggul dengan kode CLS B dan BGR A yang membentuk zona bening di sekeliling disc terhadap Lysteria monocytogenes. Senyawa antibakteri tersebut ditandai dengan adanya zona bening disekeliling disc. Dengan demikian 2 isolat unggul bakteri endofit hasil isolasi tanaman sambiloto yang berpotensi dan mampu membentuk zona hambat terhadap bakteri patogen meski tidak ada satupun isolat yang membentuk zona bening terhadap semua bakteri patogen (Tabel 2). 28 29 Tabel 2. Dua Isolat Unggul Yang Menghasilkan Zona Hambat di sekeliling disc L.monocytogenes Waktu (jam) 24 48 72 96 No Isolat 1 CLS B10-4 2 3,5 5 7 2 -3 3 4,5 6 8 BGR A10 Bakteri patogen S.aureus Waktu (jam) 24 48 72 96 Ukuran (mm) - - - E.coli Enteropatogenik Waktu (jam) 24 48 72 96 - - - - - - - - - 4.4. Penentuan Waktu Optimum Zona Hambat Terhadap Bakteri Patogen Isolat bakteri endofit tanaman sambiloto dengan kode CLS B dan BGR A diuji untuk mengetahui waktu optimum produksi senyawa antibakteri. Pengujian dilakukan dengan membuat kultur bakteri endofit tanaman sambiloto yang berumur 24 jam, 48 jam dan 96 jam pada media King’s B cair. Masing-masing diuji sesuai dengan daya hambat terhadap bakteri patogen. Ukuran zona hambat yang semakin besar menunjukkan terjadinya penghambatan pertumbuhan bakteri patogen. Penghambatan yang terjadi diasumsikan sebagai akibat adanya senyawa antibakteri pada media yang disekresikan oleh bakteri endofit tanaman sambiloto itu sendiri. Semakin banyak senyawa antibakteri yang disekresikan ke media tumbuhnya, maka akan semakin besar diameter zona hambat yang terbentuk. Hasil penentuan waktu optimum zona hambat terhadap bakteri Listeria monocytogenes dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Ukuran Zona Hambat Isolat CLS B dan BGR A terhadap Bakteri Listeria monocytogenes. L.monocytogenes No Isolat Waktu (jam) 24 48 72 96 Ukuran (mm) 1 CLS B 2 3,5 5 7 2 BGR A 3 4,5 6 8 29 30 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa isolat bakteri endofit assal tanaman sambiloto dengan kode isolat CLS B dan BGR A dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Listeria monocytognes dengan waktu optimum pada 96 jam dan dapat ditunjukkan dengan adanya zona hambat di sekeliling disc berisi filtrat kultur (Gambar 6). Gambar 6. Pembentukkan Zona Hambat Antibakteri Terhadap Listeria monocytogenes Keterangan (5) : Isolat CLS B (15) : Isolat BGR A (k) : kontrol negatif (air steril) (4,6,3,7,13,14,16,17) :Isolat bakteri endofit yang tidak membentuk zona hambat terhadap bakteri patogen. 4.5. Karakteristik biologi dan morfologi secara biokimia dan fisiologis Pengamatan karakteristik dan morfologi bakteri endofit tanaman ambiloto dilakukan dengan metode uji pewarnaan Gram dan pengamatan di bawah mikroskop dilakukan untuk mengetahui bentuk sel dan pengelompokan sel. Koloni Gambar 7. Morfologi Isolat CLS B Secara Makroskopis 30 31 Gambar 8. Morfologi Isolat BGR A Secara Makroskopis Gambar 9. Morfologi Bakteri Isolat CLS B Secara Mikroskopis (pembesaran 100) Gambar 10. Morfologi Bakteri Isolat BGR A Secara Mikroskopis (pembesaran 100) 31 32 Berdasarkan pengamatan morfologi isolat bakteri endofit CLS B dan BGR A secara makroskopis dan mikroskopis terlihat adanya perbedaan bentuk bakteri yang berbeda, dalam hal ini dapat diasumsikan bahwa perbedaan tempat asal tumbuh tanaman sambiloto mempengaruhi jenis atau spesies bakteri endofit yang bebeda pula. Pada pengujian mikroskopis hasil pewarnaan Gram terlihat perbedaan bentuk sel serta warna bakteri,hal ini membuktikan bahwa pada isolat bakteri endofit dengan kode isolat CLS B berwarna ungu artinya bakteri tersebut merupakan bakteri Gram positif, sedangkan pada isolat bakteri endofit dengan kode isolat BGR A berwarna merah hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri Gram negatif. Karakteristik fisiologis dan biokimia dari isolat CLS B yang di identifikasi di Balai Penelitian Veteriner Bogor adalah sebagai berikut : Tabel 4. Hasil Karakteristik Fisiologis dan Biokimia Dari Isolat Bakteri Endofit Tanaman Sambiloto No Karakteristik Hasil Pengamatan 1 Gram Stain Gram positif batang 2 Catalase - 3 Oxidase - 4 Motility Slide - 5 Aesculin - 6 Arabinose + 7 Glycerol - 8 Mannitol - 32 33 Uji karakteristik menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit asal tanaman sambiloto tergolong ke dalam spesies Pediococcus sp (Lampiran 5). Adanya penggolongan spesies bakteri endofit dengan kode isolat CLS B didasarkan pada hasil pengamatan karakteristik fisiologis dan senyawa biokimia yang terdapat di dalam isolat bakteri endofit tersebut, sehingga dari hasil karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa selain senyawa kimia dari tanaman itu sendiri ada satu atau lebih senyawa biokimia lain yang dapat dihasilkan oleh bakteri endofit dari hasil isolasi tanaman sambiloto. 4.6. Uji Kromatogram Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Pengujian ini dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO). (Lampiran 6). Pengujian dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa androgafolid yang terkandung di dalam isolat bakteri endofit hasil isolasi tanaman sambiloto. Kedua isolat bakteri endofit asal tanaman sambiloto yang unggul yaitu dengan kode CLS B dan kode BGR A yang menghasilkan zona hambat terbesar dan memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri patogen ditumbuhkan kembali pada media King’s B cair dan digoyang selama 3 hari, kemudian dilakukan uji analisis dengan metode KCKT terhadap inokulan isolat bakteri endofit dengan kode isolat CLS B dan BGR A. Pada pengujin yang dilakukan, kontrol negatif yaitu menggunakan media tumbuh isolat bakteri endofit yaitu King’s B cair. Dari ketiga sampel yang dianalisis, data yang didapat berdasarkan kromatogram, waktu retensi serta nilai area sampel (Gambar 10), maka isolat bakteri endofit dengan kode isolat CLS B memiliki kandungan senyawa androgafolid sebesar 8,54 ppm sedangkan isolat bakteri endofit dengan kode BGR A memiliki kanungan senyawa androgafolid sebesar 8,90 ppm (Lampiran 7). Sehingga dari pengamatan hasil analisis diketahui bahwa isolat bakteri endofit asal tanaman sambiloto dengan kode CLS B dan BGR A memiliki kandungan senyawa androgafolid. 33 34 Dari hasil analisis KCKT, terdapat perbedaan kandungan senyawa androgafolid pada kedua sampel. Hal ini disebabkan dari kualitas sampel tanaman sambiloto serta isolat bakteri endofit dari masing-masing tanaman sambiloto. Habitat, curah hujan serta spesies tanaman sambiloto dapat meningkatkan ataupun menurunkan kualitas dan kandungan senyawa androgafolid yang terkandung di dalam bakteri endofit, di samping itu faktor yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa yang dihasilkan juga dapat disebabkan oleh jenis media tumbuh yang digunakan pada inokulasi, ataupun penambahan pelarut yang cocok serta fase gerak yang digunakan pada proses analisis senyawa, sehingga dengan memperhatikan fakor di atas akan didapat senyawa androgafolid yang memiliki kualitas lebih baik. Kontrol negatif pada analisis KCKT yang menggunakan media tumbuh bakteri endofit masih didapat senyawa androgafolid sebesar 2,61 ppm. Hal ini dapat terjadi karena kontaminasi pada saat inokulasi maupun apada saat analisis berlangsung, baik disebabkan oleh beberapa kontaminan maupun terjadi karena disebabkan oleh Human error. 34 35 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tanaman sambiloto yang digunakan dalam penelitian ini dapat menghasilkan bakteri endofit sebanyak 17 isolat, dan dari jumlah isolat tersebut hanya 2 isolat bakteri endofit yang mampu mensekresikan senyawa antibakteri kedalam media tumbuhnya dengan zona hambat terbesar, yaitu SMB BGR A dan CLS B terhadap bakteri patogen Listeria monocytogenes. 2. Hasil pengamatan dan analisis KCKT menunjukkan bahwa isolat unggul bakteri endofit asal tanaman sambiloto dengan kode SMB BGR A dan CLS B yang didapat memiliki kandungan senyawa androgafolid yang sangat bermanfaat. 5.2 Saran Setelah dilakukan penelitian ini disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan tanaman asal dataran yang lebih tinggi untuk mengetahui aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen yang lain seperti Salmonella thypimurium dan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia. Juga mengidentifikasi senyawa antibakteri yang dihasilkan dan senyawa berkhasiat lain dengan kandungan senyawa yang lebih tinggi. 35 36 DAFTAR PUSTAKA Alimuddin A., Yusminah dan Darminto. 2006. Penapisan dan Karakterisasi Parisal Senyawa Antimikroba dari Siput Bakau dan Profil Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Aktif. Jurusan Biologi dan Kimia FMIPA Universitas Negeri Makassar. Makasar. Amin, M. W., Sarbini G. 2006. Penggunaan cendawan endofit sebagai biofertilizer dan biopestisida dalam sistem pertanaman tomat. Universitas Hasanudin. Ujung Pandang. Aryani T. 2005. Pengujian validasi analisis kadar andrografolid secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan eluasi gradien terhadap ektrak herba sambiloto ( Andrographis paniculata ). Bagian Ilmu Biomedik. Universitas Airlangga. Atlas Ronald M. 1993. Microbiological Media. Edited by Lawrence C. Parks. CRC Press. Boca Raton Ann Arbor. London Tokyo. 472-672. Dalimartha S. & Hadi. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta. Depkes RI. 1979. Materia Media Indonesia Jilid III. Jakarta., Hal : 20-25. Hellen. 2005. Pengaruh pemberian immunoglobulin (IgY) anti enteropatogenic Escherichia coli (EPEC) secara peroral pada anak kelinci yang diinfeksi bakteri EPEC K1.1. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB Bogor. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan Pengembanagn Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta. Jawetz dan Ernest. 1995. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Hal 299-303. Jakarta. Jawetz, M.A. 1996. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Edisi 20. Penerjemah dan Editor bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran. Universitas Airlangga. Salembia Medika. Kelvina. 2007. Analisis kandungan andrografolida dalam akar, batang dan daun tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Ness). Jurusan Farmasi, FMIPA. Universitas Pakuan. Bogor. Kurnia K. 2006. Lengkuas Pengganti Formalin. Pusat Bioteknologi ITB. Bandung. 36 37 Maksum R. 2005. Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam pengembangan obat herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. II: 113-126. Mc. Inrov. 1997. Comparative Evaluation of Endophytic Bakteria from Chinese and U.S Cooton Cultivars. Proceedings of 4th International Workshop of PGPR. Japan. Putra Effendy D L. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam bidang Farmasi. FMIPA. Universitas Sumatera Utara. Rima K. 2004. Penapisan awal senyawa bioaktif antimikroba dari melati laut (Clerodendrum inerme). Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB Bogor. Soedibyo M. 2006. Alam Sumber Kesehatan. Balai Pustaka Jakarta. 327-329. Strobel G.A., W.M. Hess, E. Ford, R.S. Sidhu,. And X. Yang. 1996. Taxol from Fungal Endophytes and Issue of Biodiversity. J. Indust. Microbial. 17:417-425. Sudirman L.M.I. 1994. Antibiotik. Kursus Singkat Biologi Cendawan. FMIPA. IPB. Bogor. Sugijanto Erma, Indrayanto G., dan Zaini C.N. 2004. Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 5 : 131-141. Suzana M. 2007. Karakterisasi potensi antimikroba sejumlah isolat endofit asal tanaman purwoceng (Pimpinella pruatjan). Jurusan Farmasi. FMIPA. Universitas Pakuan. Bogor. Tribowo Agus E. 2006. Aktifitas Antimikroba Lactobacillus sp. Hasil Isolasi dari Daging Sapi Terhadap Bakteri Patogen Gram Positif dan Gram Negatif. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Worang R. L. 2003. Fungi Endofit Sebagai Penghasil Antibiotika. Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Program Pasca Sarjana (S3). IPB. Bogor. Yulis M. dan Nazriati Elda. 2005. Potensi antitrombosis ekstrak daun sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) dibandingkan dengan aspirin. Jurnal Natur Indonesia 8 (1). Bogor. 37 38 Yusron, M., Januwati M., dan Pribadi R. 2004. Standar Prosedur Operasional Budidaya Sambiloto. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. 54-55. 38