1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode deteksi kebohongan sangat penting bagi pihak-pihak yang bergerak di bidang penegakan hukum dan keamanan seperti kepolisian, hakim, jaksa, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dan lain-lain. Berdasarkan kajian hukum alat deteksi kebohongan adalah alat uji hukum yang sah untuk digunakan dalam proses penyidikan (Harahap, 2011). Berkaitan dengan istilah kebohongan, dikenal 2 istilah lie dan deception. Istilah lie diartikan sebagai bohong dan istilah deception lebih dimaknai menipu, namun kedua istilah tersebut sebenarnya mengacu pada makna ketidakjujuran. Carson (2010) menyatakan, bahwa lie diartikan sebagai penyangkalan dalam bentuk pernyataan yang salah atau menyesatkan, sehingga lawan bicara percaya dengan apa yang disangkalkan. Kebohongan (lie) adalah sebuah penyangkalan secara langsung terhadap sebuah kebenaran, kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan fakta. Sebaliknya, penipuan (deception) adalah upaya untuk mengelabui atau trik, menggunakan kata-kata yang menyesatkan, membujuk, merayu, sehingga menimbulkan kesan bisa dipercaya Sejauh ini, alat deteksi kebohongan umumnya bekerja berdasarkan pada perubahan fisiologis tubuh. Perubahan tersebut mengindikasikan perubahan emosi yang terjadi di dalam tubuh seseorang. Relasi antara emosi dengan proses fisiologis tubuh dipelajari secara khusus dalam kajian ilmu psikologi khususnya psycophysiology. Pendekatan umum yang digunakan untuk mendeteksi kebohongan adalah orang yang sedang berbohong secara alami akan merasa tertekan, stres, dan terancam. Perasaan tersebut merupakan manifestasi emosi negatif yang kemudian ditunjukkan dalam bentuk respon fisiologis (Cacioppo dkk, 2007). Dengan demikian, alat deteksi kebohongan bukanlah alat uji kebohongan dalam arti sesungguhnya 2 namun merupakan alat ukur perubahan emosi pada diri seseorang dan kemunculan emosi negatif merupakan petunjuk adanya kemungkinan kebohongan (Soorjoo, 2009). Alat pendeteksi kebohongan umumnya dikaitkan dengan kemunculan emosi negatif pada diri seseorang. Pengukuran emosi seseorang dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya (1) Selft report, dalam bentuk laporan pribadi baik secara lisan atau tulis. Penggunaan kata-kata negatif dalam sebuah laporan menunjukkan emosi negatif. (2) Automatic measure, diukur dari respon fisiologis tubuh secara otomatis. Sebagai contoh produksi keringat sebagai tanda emosi khawatir diukur dengan EDR (Electro Derma Responbility), detak jantung dengan EKG. (3) Startle Response Magnitude, merupakan pengukuran terhadap respon seketika tubuh. Salah satu contoh respon seketika tubuh adalah kedipan mata (respon kejut). Pengukuran kedipan mata umumnya menggunakan electromyogram (EMG). (4) Brain state respon, pengukuran emosi berdasarkan aktivitas otak. Metode pengukurannya menggunakan fMRI (functional Magnetic Resonance Imaging), dan EEG (Electroencephalogram). Hasil foto otak menunjukkan perbedaan pada kelas emosi yang berbeda. (5) Behavior respon, pengukuran emosi dengan menganalisis bahasa tubuh, dan salah satu bentuknya adalah ekspresi wajah (Scherer, 2005). Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis emosi tersebut dikembangkan berbagai alat deteksi kebohongan. Sejauh ini telah dikembangkan berbagai alat deteksi kebohongan dengan berbagai pendekatan, diantaranya respon produksi keringat pada kulit, dinyatakan sebagai respon konduktivitas kelistrikan. Respon panas tubuh yang diukur dengan kamera infrared. Peningkatan suhu tubuh yang terdeteksi kamera infrared merupakan indikasi terjadinya emosi negatif sebagai tanda kebohongan. Deteksi kebohongan berdasarkan analisis suara, perubahan amplitudo dan frekuensi suara pada kondisi tertentu dijadikan indikasi kebohongan. 3 Bentuk tulisan tangan juga merupakan ciri yang bisa dianalisis untuk mendeteksi kebohongan (Gunadi dan Harjoko, 2012). Setiap alat deteksi kebohongan memiliki kelebihan dan kelemahan masingmasing. Alat deteksi kebohongan berdasarkan perubahan produksi keringat (EDR) kelemahannya bersifat invansive, tergantung pada kondisi lingkungan dan kesehatan orang yang dites kebohongan (Boucsein W, 1992); (Edelberg, 1971). Demikian pula dengan deteksi kebohongan yang berdasarkan detak jantung memiliki kelemahan yang serupa dengan EDR. Selanjutnya alat deteksi kebohongan berdasarkan tulisan tangan, metode ini tidak bersifat invasive, tidak diperlukan pemasangan berbagai instrumen ke tubuh orang yang dites. Namun kelemahannya, sangat besar kemungkinan orang dapat dilatih untuk mengelabui metode ini (Chung dan Pennebaker, 2007); (Prasad dkk, 2010); (Kamath dkk, 2011); (Newman dkk, 2003). Alat deteksi kebohongan lainnya adalah analisis suara, voice analyser stress (VSA). Alat ini memiliki akurasi yang baik, pemakaian sudah diterima secara legal di beberapa negara (termasuk Indonesia), dan tidak invansive, namun sangat dipengaruhi oleh kesehatan objek yang akan diperiksa (Hopkins dkk, 2005). Teknologi berdasarkan infrared akurat untuk deteksi kebohongan, namun kelemahannya terletak pada teknis pelaksanaan yang rumit, seperti subjek harus berpuasa sebelum menjalani tes (Pavlidis dan Levine, 2002); (Pavlidis dkk, 2000); (Tsiamyrtzis dkk, 2007). Berdasarkan beberapa penelitian dinyatakan tingkah laku manusia merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya dalam komunikasi. Selanjutnya tingkah laku dan gerak-gerik dapat dijadikan sumber informasi potensial untuk mengungkapkan terjadinya kebohongan. Dalam komunikasi yang dilakukan secara langsung, informasi yang disampaikan dapat diterima dengan indentifikasi sebagai berikut, 7 % melalui kata-kata yang diucapkan, 38 % melalui intonasi, dan 55% melalui gerak gerik atau bahasa tubuh. Dalam kondisi sadar maupun tidak sadar manusia ketika 4 berkomunikasi tidak bisa dilepaskan dari perasaan, dan perasaan dinyatakan dengan bahasa tubuh (Mahribian, 1972). Pola gerak tubuh tertentu memiliki arti tertentu. Orang yang sedang tertekan atau tidak percaya diri biasanya menunjukkan gerakan kepala menunduk, menggosok gosok kepala, menyilangkan tangan, memainkan jari-jari dimulut, dan lain-lain. Orang yang sering menghindari kontak mata dikaitkan dengan rasa takut atau merasa kurang nyaman dengan lawan bicaranya (Allan dan Barbara, 2004). Beberapa ulasan tentang deteksi kebohongan diantaranya, Cacioppo dkk. (2007) membahas aspek fisiologis tubuh dan kebohongan. Cacioppo dkk. (2007) menyatakan kebohongan dapat dikaitkan dengan emosi tertekan atau negatif, yang manifestasinya dapat dinyatakan dengan berbagai bentuk. Ekspresi wajah merupakan salah satu manifestasi kebohongan (Matsumoto dan Ekman, 2008). Beberapa ekspresi wajah yang dikaitkan atau dianggap sebagai tanda emosi negatif, diantaranya senyum palsu, pandangan mata, kerutan, pengecilan pupil, mata menutup (Navaro dan Karlins, 2007). Salah satu kelebihan penggunaan ekspresi wajah dalam analisis kebohongan adalah terdapatnya mikro ekspresi. ekspresi adalah ekspresi wajah yang bersifat Mikro tidak disadari dan tidak bisa dikendalikan. Dengan demikian mikro ekspresi sangat baik dijadikan acuan untuk analisis kebohongan (Porter dan Brinke, 2008). Sejauh ini berdasarkan penelusuran literatur belum ditemukan implementasi sistem komputer untuk menganalisis ekspresi wajah dengan tujuan akhir sebagai sistem deteksi kebohongan. Pada saat yang sama penggunaan ekspresi wajah untuk analisis kebohongan dilakukan dengan pengamatan secara manual oleh pengamat yang sudah terlatih dan dibandingkan dengan kebenaran ucapannya (Matsumoto dkk, 2011). Permasalahan yang muncul berkaitan dengan pengamatan ekspresi wajah adalah durasi kejadian sangat cepat antara 1/3 - 1/25 detik (ekspresi micro). Hal ini akan sangat menyulitkan pengamatan (Polikovsky dkk, 2009). Faktor lain 5 yang menyebabkan kesulitan dalam pengamatan ekspresi wajah adalah tidak memungkinkannya para pengamat secara terus-menerus mengamati perubahan ekspresi wajah. Hal lain yang juga merupakan kelemahan pengamatan langsung adalah masalah subjektivitas pengamat. Berdasarkan hal tersebut perlu dikembangkan sebuah metode deteksi kebohongan berdasarkan ekspresi wajah dengan menggunakan pendekatan sistem komputer. Pengembangan yang dapat dilakukan adalah bagaimana mengekstraksi komponen atau ciri wajah tertentu pada area wajah secara berurutan atau frame per frame. Langkah selanjutnya menemukan tanda-tanda kebohongan dan melakukan analisis serta penilaian untuk menentukan terjadinya kebohongan atau tidak. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian permasalahan utama dalam penelitian ini adalah dapat dirumuskan bagaimana mengembangkan model untuk melakukan penilaian kebohongan yang didasarkan pada kemunculan beberapa tanda emosi negatif pada wajah. Berdasarkan permasalahan utama tersebut, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah, pertama menentukan tanda emosi negatif wajah apa saja yang merupakan indikasi kebohongan. Kedua, tanda emosi tersebut berkaitan dengan state komponen wajah. Berdasarkan hal tersebut perlu ditentukan model ekstraksi komponen wajah yang efisien. Ketiga, setelah komponen wajah dapat diekstraksi maka state setiap komponen wajah harus ditentukan. Berdasarkan hal ini perlu ditentukan model pengenalan state komponen wajah. Keempat menentukan model deteksi kebohongan. Berdasarkan tanda emosi negatif bagaimana sebuah adegan dapat diklasifikasi dalam kelas jujur atau bohong. 6 1.3 Batasan Masalah Adapun batasan masalah yang diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Pengambilan rekaman video, dilakukan pada objek tunggal dan dominan menampilkan frontal wajah subjek. b. Analisis dilakukan secara offline, berdasarkan hasil dekomposisi video dalam bentuk citra frame-frame yang berurutan. c. Tanda Emosi yang digunakan adalah, penghindaran tatapan mata, mata tertutup, pandangan ke atas, kedipan mata, kerutan dahi dan senyum palsu. Tanda emosi ini dipilih berdasarkan studi literatur, dan dinyatakan sebagai tanda negatif. Tanda emosi negatif diyakini sebagai indikasi kebohongan. d. Peta geometri wajah yang digunakan adalah peta wajah suku jawa dan bali. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : a. Mengusulkan beberapa tanda emosi negatif sebagai tanda kebohongan dan melakukan analisis sejauh mana korelasi tanda emosi negatif tersebut terhadap kejadian kebohongan. b. Menghasilkan model teknik ekstraksi komponen wajah secara simultan berdasarkan ciri warna dan geometri. Ekstraksi komponen wajah secara simultan adalah bagaimana mendapatkan komponen wajah secara sekaligus, tidak secara parsial. Berdasarkan satu atau dua buah posisi komponen wajah, maka komponen wajah lain bisa didapatkan. c. Melakukan analisis kelemahan metode ekstraksi komponen wajah yang berdasarkan warna dan perbaikan yang dapat dikembangkan. Perbaikan yang bisa dikembangkan adalah dengan terlebih dahulu melihat kinerja penggunaan warna untuk deteksi komponen wajah tertentu. Selanjutnya memetakan 7 kelemahan, faktor penyebabnya, dan memberi analisis untuk memberikan alternatif perbaikan yang dapat dikembangkan. d. Menghasilkan teknik untuk pengenalan pola state pada masing-masing komponen wajah. e. Menghasilkan sebuah model deteksi kebohongan berdasarkan tanda emosi negatif pada wajah. Kemunculan tanda emosi negatif tersebut dijadikan acuan untuk menentukan terjadinya kebohongan. 1.5 Manfaat Penelitian Pada penelitian-penelitian sebelumnya, analisis deteksi kebohongan hanya menggunakan satu variabel seperti variabel sifat kelistrikan kulit pada alat deteksi kebohongan EDR (Electro Derma Respons), variabel suhu pada alat deteksi kebohongan termografy atau infrared. Berkaitan dengan analisis kebohongan dengan pengamatan bahasa tubuh, sepengetahuan penulis berdasarkan penelusuran literatur masih dilakukan secara manual. Beberapa manfaat yang dapat disumbangkan dari penelitian ini adalah : a. Menghasilkan sebuah model deteksi kebohongan berdasarkan tanda emosi negatif pada wajah. Model ini merupakan pelengkap dari berbagai metode deteksi kebohongan yang sudah ada. b. Berkaitan dengan masalah ekstraksi komponen wajah, sepengetahuan penulis proses tersebut dilakukan secara parsial atau bagian per bagian. Pada penelitian ini akan dikembangkan model ekstraksi komponen wajah secara simultan. Proses ekstraksi komponen wajah mata, dahi, hidung dan mulut, cukup dengan menemukan mata atau mulut saja. Hal ini merupakan kontribusi tambahan dari penelitian ini. c. Perbaikan dan koreksi formula peta mulut pada variabel η, hasil deteksi dan segmentasi komponen mulut keberhasilannya ditentukan oleh nilai η. Koreksi nilai η, bertujuan memberikan hasil deteksi mulut lebih baik. 8 d. Hal lain yang juga merupakan kontribusi pada penelitian ini adalah, metode yang dikembangkan untuk menentukan RoI (Region of Interest) dari mata dengan menggunakan negasi thresholding warna kulit. Selanjutnya metode ini memiliki manfaat untuk menentukan arah padangan mata (gaze aversion), menentukan kedipan mata, deteksi senyum palsu (fake smile). 1.7 Sistimatika Penulisan Penulisan desertasi disajikan dalam 8 bab. Adapun rincian masing-masing bab dijelaskan sebagai berikut sebagai berikut : Bab I adalah pendahuluan, pada bagian ini dibahas tentang latar belakang penelitian, menyangkut masalah metode deteksi kebohongan yang sudah ada, dan kekurangannya. Hal tersebut dijadikan dasar untuk pengembangan penelitian ini. Selain hal tersebut pada bagian ini juga dibahas beberapa batasan yang digunakan pada penelitian ini, dan manfaat yang dapat disumbangkan dari hasil penelitian ini. Bab II adalah tinjauan pustaka, yang berkaitan dengan tinjauan tentang alat deteksi kebohongan, tanda emosi kebohongan di wajah, ekstraksi ciri wajah, pengenalan keadaan komponen wajah, metode klasifikasi, dan kontribusi yang menggambarkan posisi penelitian terhadap hasil penelitian sebelumnya, berdasarkan telaah tinjauan pustaka. Bab III adalah landasan teori, membahas tentang beberapa teori baik dari sisi psikologi maupun ilmu komputer yang dijadikan acuan untuk pengembangan model pada penelitian ini. Beberapa landasan teori yang digunakan antara lain tentang tes kebohongan, tanda emosi negatif pada wajah sebagai tanda kebohongan, perbaikan citra, pemerosesan citra, ekstraksi ciri berbasis warna dan geometri, pengklasifikasi naive bayes, confusion matrix, dan uji statistik linear berganda . Bab IV adalah metode penelitian, membahas tentang model penelitian yang dikembangkan dan variabel - variabel yang digunakan pada penelitian ini. Pada 9 bagian ini juga dibahas dan jabarkan secara lebih rinci tentang tahapan tahapan dari model yang dikembangkan. Bab V adalah hasil penelitian, membahas tentang hasil uji coba dari setiap tahapan model khusus bagian ekstraksi ciri wajah, dan juga membahas perbandingan terhadap metode terkait yang ada sebelumnya, dan dijadikan pengembangan pada penelitian ini. Bab VI adalah hasil penelitian, membahas tentang hasil uji coba dari setiap tahapan model khusus bagian pengenalan state ciri wajah dan deteksi kebohongan, dan juga membahas perbandingan terhadap metode terkait yang ada sebelumnya, dan dijadikan pengembangan pada penelitian ini. Bab VII adalah pembahasan, membahas dan analisis hasil penelitian secara keseluruhan. Bab VIII adalah penutup, berisi tentang kesimpulan hasil penelitian ini secara keseluruhan dan pengembangan yang dapat dilakukan ke depan.