Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. Pemberian Makanan terhadap Batita di Pemukiman Tanah Kalikedinding, Kecamatan Kenjeran, Surabaya Shelvyna Rikantasari Abstrak Writing aims is identify maternal behavior in feeding the toddler in KelurahanTanah Kalikedinding, Surabaya. Allegedly feeding on the economically affect feeding consumed by the toddler. The middle class upwards when feeding toddlers aged 6 months, and the food is also in accordance with the needs of toddlers, while the economically lower middle class is not appropriate to the age of toddlers and food consumed is not tailored nutritional needs of toddlers. The study also describes the response of people who have a toddler feeding and health care. The research method is qualitative. Collecting data using interviews and observation. Based on this research, there are still people who give extra food too early which does not meet the nutritional needs of infants. Supplementary feeding too early also based on a low level of economic factors and a lack of education so that people do not know the dangers of giving food too early. Therefore the need for health workers to conduct outreach about the good and nutritious food that can be consumed by the toddler. Keywords: behaviour, consumed, toddler P engaruh pertambahan penduduk di lingkungan perkotaan terhadap kehidupan masyarakat, dapat bersifat positif dan juga negatif. Yang paling banyak disoroti oleh para perencana kota adalah pengaruh negatif pertambahan penduduk, antara lain terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area (daerah perkotaan yang sering mengalami banyak permasalahan). Permasalahan kesehatan masyarakat selalu terdapat di pemukiman yang menjadi sumber penyakit yang belum mengetahui akan fungsi dan manfaatnya. Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Gizi buruk dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini bisa diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk ditandai dengan asupan protein, energi dan nutrisi seperti vitamin yang tidak mencukupi ataupun berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan (Utaminingsih, 2010: 74). AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 55 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. Pada penelitian ini penulis memfokuskan pada masyarakat yang tinggal di wilayah kelurahan Tanah Kalikedinding, Kecamatan Kenjeran Surabaya ini dapat hidup dengan kondisi hunian yang padat. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan serta dilengkapi dengan data monografi Kelurahan menyatakan bahwa kondisi pemukiman Tanah Kalikedinding ini selain padat penduduk juga banyaknya pabrik serta pengumpul besi-besi tua. Mereka dapat bertahan dengan keadaan lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih dan tidak layak ditempati. Dalam pola pemberian makanan yang diberikan pada batita usia 0 sampai dengan 3 tahun ini yang diutamakan adalah air susu ibu (ASI). Air susu ibu (ASI) adalah asupan terpenting pada bayi. ASI, selain mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. “ASI juga mengandung macam-macam substansi anti-infeksi yang mampu melindungi bayi terhadap berbagai infeksi. Selain itu manfaat ASI bagi bayi yakni ASI merupakan nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang terbaik, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh, ASI dapat meningkatkan kecerdasan dan pemberian ASI dapat meningkatkan jalinan kasih sayang” (Priyono, 2010: 71). Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi masalah dan perlu dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pola perilaku pemberian makanan pada batita berdasarkan golongan menengah ke atas dengan golongan menengah ke bawah di Pemukiman Tanah Kalikedinding, Kecamatan Kenjeran Surabaya? Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi perilaku ibu dalam memberikan makanan terhadap bayinya serta untuk dapat mengetahui dan mengidentifikasi perilaku masyarakat di Kelurahan Tanah Kalikedinding terhadap asupan gizi yang diberikan pada batita. Sebab batita harusnya tinggal dalam kondisi hunian yang layak serta kondisi kesehatan lingkungannya juga tak mendukung. Hal ini juga mempengaruhi terhadap asupan gizi yang diberikan kepada batita. Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks dan memiliki perilaku yang sangat luas (Notoatmodjo, 2003: 57). Perubahan perilaku dapat terbentuk karena berbegai pengaruh atau rangsangan berupa pengetahuan dan sikap, pengalaman, keyakinan, sosial budaya dan sarana fisik. Pengaruh rangsangan itu bersifat internal dan eksternal dan diklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu: faktor predisposisi, faktor pemungkin, faktor pendorong atau penguat. AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 56 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. Sementara itu, menurut Depkes RI (2004) menyatakan bahwa makanan tambahan atau makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan pada bayi di samping ASI untuk memenuhi gizinya. MP-ASI diberikan pada usia 6-24 bulan dan merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga, pengenalan dan pemberian MP-ASI ini harus dilakukan secara bertahap baik dalam bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh kemampuan mencerna bayi dalam menerima MP-ASI. Tujuan pemberian makanan tambahan pada bayi diantaranya untuk melengkapi zat-zat gizi yang kurang karena kebutuhan zat gizi akan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya usia bayi, mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai bentuk, tekstur dan rasa. Serta mengembangkan kemampuan bayi untuk menelan, mengunyah bayi (Depkes RI, 1992). Judarwanto, 2004 menyatakan bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani dan nabati. Golangan hewani terdiri dari ikan, telur, daging. Golongan nabati terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, dan padi-padian (Baso, 2007). Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah kalori atau energi (karbohidrat, protein, dan lemak), vitamin, serat, untuk pertumbuhan dan energi bayi, disukai bayi, mudah disiapkan dan harga terjangkau (www.rumahkeluarga.com2004/07/25). Budaya juga merupakan faktor dalam pemberian makanan terhadap batita. Menururt Ward Goodenough dalam antropologi budaya bahwa budaya sebagai sistem pemikiran, dalam pengertian ini mencakup sistem gagasan yang dimiliki bersama, sistem konsep, aturan serta makna yang mendasari dan diungkapkan dalam tata cara kehidupan manusia. Bukan hal-hal yang mereka kerjakan dan perbuat. Pengetahuan ini memberikan patokan untuk menentukan apa, untuk menentukan bisa jadi apa, untuk menentukan bagaimana melakukannya, untuk menentukan apa yang harus diperbuat tentang itu (Keesing, 1999:64). Penelitian ini menggunakan bersifat diskriptif kualitatif. Penggunaan tipe ini adalah karena tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan suatu permasalahan yang berangkat dari adanya fenomena di lapangan yaitu wilayah Kelurahan Tanah Kalikedinding. Penelitian dilakukan di lokasi wilayah Surabaya Timur yakni Kelurahan Tanah Kalikedinding RW 04 dengan RW 02, Kecamatan Kenjeran, Surabaya. Pemilihan lokasi ini dikarenakan di wilayah ini terdapat suatu permasalahan yang menarik untuk dikaji. AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 57 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. Peneliti mewawancarai beberapa pihak yang memiliki peranan khusus di bidang kesehatan batita yang dijadikan sebagai informan, seperti divisi gizi yang ada di puskesmas Tanah Kalikedinding, kader Posyandu atau yang biasa disebut dengan bunda posyandu yang terdiri dari 2 orang serta ibu-ibu yang memliki batita. Pemilihan informan tersebut berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu mengenai pemberian makanan yang tepat pada batita di wilayah penelitian tersebut, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hal tersebut dan bagaimana upaya yang dilakukan untuk menanganinya serta mencegahnya. Informan lain yakni ibu-ibu yang memiliki Bayi dengan usia 0-3 tahun yang juga membawa bayinya datang ke posyandu. Pemilihan informan tersebut dilakukan karena ibu merupakan kepala rumah tangga yang lebih faham dan mengerti keadaan kesehatan bayinya terutama terkait masalah kesehatan Hal tersebut menjadikan informan faham dengan setiap permasalahan yang terjadi pada tumbuh kembang bayinya, salah satunya adalah masalah kesehatan. Lingkup Penelitian Kelurahan Tanah Kalikedinding Surabaya berlokasi di jalan Kedung Cowek no 105, Kecamatan Kenjeran, Surabaya. Penelitian tentang perilaku pemberian makanan terhadap batita yakni berada di Kelurahan Tanah Kalikedinding tepatnya di Rw 04. Penelitian ini memfokuskan kepada pemberian makanan kepada batita. Berdasarkan data dasar monografi profil kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran bahwa penduduk Kelurahan Tanah Kalikedinding sendiri mayoritas penduduknya adalah suku Jawa sedangkan yang lainnya adalah suku-suku yang lain termasuk suku Madura. Bahasa keseharian yang digunakan juga bahasa Jawa. Mayoritas agama yang dianut penduduk Kelurahan Tanah Kalikedinding adalah agama Islam. Dari sisi sistem mata pencaharian masyarakat Kelurahan Tanah Kalikedinding ini banyak yang bekerja seabagai ABRI, dokter serta ada juga yang bekerja sebagai buruh pabrik dan tukang. Sedangkan untuk pekerjaan tukang, ini lebih variatif, yaitu tukang bangunan, tukang kayu, tukang becak, tukang parkir, pedagang kaki lima dan lain sebagainya. Pekerjaan tersebut didominasi oleh laki-laki atau kepala keluarga. Wilayah Kelurahan Tanah Kalikedinding ini tidak semua berasal dari golongan menengah ke atas tetapi juga terdapat golongan menengah ke bawah yang mana terletak di RW 02. Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Tanah Kalikedinding mayoritas adalah lulusan SD. Yang mana dalam kehidupannya juga AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 58 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. mempengaruhi sebab berdasarkan pengamatan peneliti terdapat perbedaan yang paling mencolok yang ada di Kelurahan Tanah Kalikedinding yakni antara warga golongan kelas menengah ke atas dengan golongan kelas menengah ke bawah. Kegiatan kesehatan yang dilakukan pada bayi di Kelurahan Tanah Kalikedinding yakni dengan cara mendirikan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Kegitan posyandu ini di bawahi oleh Puskesmas yang ada di Kelurahan Tanah Kalikedinding. Setiap RW memiliki 5 Posyandu di masing-masing RT. Posyandu tersebut yang mengelola adalah 2 kader kesehatan yang ditunjuk untuk mengatur jalannya Posyandu dan juga dibantu oleh anggota-anggota dari Posyandu. Kader posyandu tersebut biasanya ditunjuk berdasarkan yang paling aktif dalam kegiatan organisasi seperti PKK dan juga pengajian. Posyandu dapat dikatakan sukses apabila balitanya tidak ada yang menderita kekurangan gizi. Yang termasuk dalam kegiatan posyandu ini adalah penimbangan berat badan bayi, kegiatan ini dilakukan sebelum imunisasi. Penimbangan bayi dilakukan setiap 1 bulan sekaliatau pada saat bayi akan melakukan imunisasi. Pencatatan berat badan bayi, juga disertai dengan pengisian data umur bayi ketika ditimbang berdasarkan perhitungan bulan dan sisa hari. Data yang lain dicatat dalam KMS (Kartu Menuju Sehat) antara lain nama bayi, berat badan lahir, tanggal imunisasi, dan nama orang tua. Pada wilayah RW 02 dimana warganya berasal dari golongan menegah ke bawah. Pada wilayah ini ditemukan masih adanaya yang menderita gizi buruk sedangkan pada wilayah RW 04 berasal dari golongan kelas menengah ke atas dan tidak ditemukan adanya penderita gizi buruk. Dengan masih ditemukan adanya gizi buruk, maka akan menimbulkan permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia terkait dengan gizi buruk serta memperlambat pertumbuhan pada batita. Pada penelitian ini, peneliti memilih 2 RW di wilayah kelurahan Tanah Kalikedinding yang berbeda dalam golongan kondisi ekonomi dan lingkungan. Wilayah yang diambil yakni RW 04 dengan RW 02 yang masing-masing Rw nya memiliki golongan kelas yang berbeda. Pada wilayah RW 04 itu merupakan wilayah orang-orang dari golongan menengah ke atas, sedangkan pada wilayah RW 02 itu merupakan wilayah yang masyarakatnya berasal dari golongan menengah ke bawah. Tujuannya adalah untuk membandingkan antara RW 04 dengan RW 02 dalam hal pemberian makanan kepada batita. Pada RW 04 termasuk wilayah masyarakat yang berasal dari golongan menengah ke atas. Pada wilayah ini orang tua yang memiliki batita mayoritas telah mengerti makanan yang AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 59 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. baik dan bergizi yang dapat dikonsusmi untuk bayinya. Hal tersebut dikarenakan, pendidikan yang tinggi serta didukung dengan kondisi ekonomi yang mencukupi. Dengan pendidikan yang tinggi, maka individu juga akan mengubah cara berikir dan berperilaku dengan baik, termasuk dalam asupan makanan yang diberikan pada bayinya. Dari segi ekonomi, masyarakat ini termasuk golongan menengah ke atas, dimana masyarakatnya selalu memperhatikan makanan yanng akan dikonsumsi oleh bayi nya. Mayoritas warga RW 04 memberikan makanan sesuai dengan usia bayi. Masyarakat tidak memberikan seperti yang dilakukan orang-orang yang masih berpikiran tradisional, yakni memberikan pisang hijau dicampur nasi pada usia 3 bulan akan tetapi memberikan ASI ekslusif pada bayinya sampai usia 6 bulan. Hal ini dilakukan mayoritas masyarakat RW 04 karena mengerti mafaat yang dihasilkan dengan memberikan ASI secara eksklusif. ASI eksklusif yang diberikan pada usia 0-6 bulan bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mempercepat perkembangan motorik dan kognitif bayi lebih cepat. Prinsip dasar dalam pemilihan makanan bagi bayi menurut bidan Puskesmas Tanah Kalikedinding adalah makanan yang sehat, aman, dan bergizi. Hal lain yang perlu diingat adalah makanan tambahan bayi harus bertekstur lunak dan pemberian pada bayi dilakukan sedikit demi sedikit. Untuk usia 6 sampai 8 bulan, makanan paling aman bagi sistem pencernaan bayi adalah jenis karbohidrat seperti beras dan gandum. Jenis makanan ini paling mudah dipecah dan dicerna oleh enzim-enzim pencernaan bayi, mulai dari mulut hingga usus dan lambung. Ditambah lagi bahwa kalori merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Ibu dapat memberikan bubur yang terbuat dari nasi lumat, bubur tepung beras atau kentang rebus lumat. Pada usia lebih dari 12 bulan, ibu biasanya memberi makanan yang agak kasar tetapi tetap mengandung sayur, buah, ikan dan susu. Makanan yang diberikan bertekstur lembik seperti nasi tim saring yang mudah dicerna bayi, sebab pada usia ini keterampilan mengunyah bayi sudah mulai matang. Pada periode usia 12 bulan sampai dengan 24 bulan menurut bidan puskesmas Tanah Kalikedinding ini bahwa pada usia ini bayi sudah mulai berkurang intensitas untuk meminum ASI. Bayi yang berusia 12-24 bulan ini mulai dikenalkan dengan makanan yang ada dalam keluraga, seperti nasi dicampur dengan sayur sawi putih dengan lauk ayam. Selain makanan-makanan pokok yang diberikan, bayi juga mendapatkan camilan berupa biskuit yang memang untuk bayi. Meskipun anak sudah mulai diberikan makanan tambahan, ASI harus tetap diberikan sebab pada usia ini ASI itu menjadi sumber gizi yang baik untuk balita, sampai pada AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 60 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. masa penyapihan. Pada usia 24 bulan adalah usia yang tepat untuk menyapih bayi. Menyapih adalah suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsur-angsur atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya sang anak dari menyusu pada ibunya. Pada wilayah RW 04 menurut kader posyandu Ibu Tutik tidak ditemukan balita yang menderita kekurangan gizi atau gizi buruk. Hal ini disebabkan pada wilayah ini ibu-ibunya jarang membawa anaknya ke posyandu melainkan lebih memilih untuk membawa anaknya periksa ke dokter spesialis anak. Sebab mereka lebih yakin bahwa dokter spesialis anak itu lebih baik dari pada posyandu. Di lain pihak, wilayah RW 02 ini merupakan wilayah yang di tempati oleh sebagian orang etnis Madura yang merantau. Wilayahnya merupakan wilayah yang padat penduduk dimana tempat tinggalnya tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal. Hal itu terlihat dari pengamatan peneliti dimana banyak sampah yang berserakan, pengempul besi-besi tua, sanitasi yang kurang dan dapat dikatakan bahwa RW 02 ini termasuk dalam kategori pemukiman kumuh. Pendidikan yang rendah juga mempengaruhi ketidak-teraturan kondisi hunian yang layak, makanan yang dikonsumsi serta dalam permasalahan kesehatan. Masyarakat ini cenderung menganggap tidak penting dalam menghadapi masalah kesehatan. Apapun yang dikonsumsi asalkan membuat mereka sehat dan kenyang maka itu layak untuk dikonsumsi. Perilaku pemberian makanan terhadap batita yang dilakukan oleh ibu-ibu RW 02 tersebut dilandasi oleh faktor lain yakni dengan adanya tekanan ekonomi yang mengakibatkan ibu terpaksa bekerja di luar rumah. Perilaku tersebut mengakibatkan batita tidak mendapatkan ASI eksklusif dari ibunya karena pada wilayah RW 02 ini ibu yang telah melahirkan rata-rata hanya mendapat cuti kurang lebih 4 bulan. Hal ini mempengaruhi produksi ASI, apalagi pada wilayah ini ibu-ibunya telah membiasakan anaknya untuk meminum susu formula sebelum waktunya. Ini menyebabkan bahwa anak akan kehilangan gizi yang cukup dengan meminum susu formula. Bayi yang berusia 0-6 bulan di wilayah ini tidak mendapatkan ASI eksklusif seperti bayi yang ada di RW 04. Hal ini karena ibunya sibuk bekerja sehingga menghentikan ASI pada anaknya. Pada usia 3 bulan, bayinya sudah diberi makanan tambahan agar bayinya tidak lapar ketika ditinggal oleh ibunya bekerja. Makanan tambahan itu berupa pisang yang “dikerok” dan dicampurkan dengan nasi. Makanan itu diberikan 2 kali sehari sampai bayinya kenyang dan tidak menangis. Pemberian pisang dan nasi kerok itu menurut salah satu warga RW 02 itu banyak gizinya. Dikatakan demikian sebab mereka yakin bahwa pisang yang sejenis buah mengandung AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 61 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. vitamin yang cukup dan nasi mengandung karbohidrat yang semuanya dibutuhkan oleh bayi. Makanan tersebut diberikan pada pagi hari dan siang hari, sore harinya tidak diberikan karena pada sore hari ibunya akan menyusui bayinya sampai bayinya tertidur. Sampai pada usia 6 bulan, masyarakat RW 02 sudah mulai mengganti dari pisang dan nasi menjadi nasi tim dengan kuah. Berdasarkan pengamatan peneliti yang ada di lapangan, pada usia 12 tahun ke atas, batita di RW 02 sudah tidak diberikan nasi tim melainkan nasi yang dikonsumsi oleh anggota keluarganya. Makanan yang diberikan juga terkadang tidak menggunakan kuah lagi tetapi makanan yang mengikuti orang dewasa. Makanan dapat berupa tempe dan tahu, tak jarang juga terkadang bayinya hanya diberi nasi dengan ikan krupuk saja. Mereka juga membiarkan bayi jajan sembarangan. Pada usia ini bayi juga sudah diberikan minuman dingin yang menurut usianya minuman ini dilarang untuk diberikan, seperti teh rio, okky jelly drink dan juga minuman bersoda yang mana minuman itu bisa menyebabkan batuk dan juga penyakit lainnya. Dalam perawatan kesehatan, masyarakat cenderung masih tradisional. Hal itu nampak ketika bayi menderita sakit panas dan rewel yang seharusnya dibawa ke dokter malahan dibawa ke dukun karena orang tuanya mengira anaknya terkena sawan (ketempelan jin atau semacam kesurupan). Pada pelaksanaan posyandu di wilayah RW 02 ini masih ada balita yang mengalami gizi buruk. Oleh karena itu upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi balita kurang gizi hanya menimbang dan jika sampai 3 bulan tidak menunjukkan adanya perkembangan berat badan, Posyandu langsung memberikan rujukan ke Puskesmas untuk diberikan pelayanan lebih lanjut. Akan tetapi jika bayinya divonis telah menderita gizi buruk, maka kebanyakan ibunya malu untuk datang kembali ke posyandu. Tetapi tak jarang pula, pada pasangan yang menikah muda dengan pendidikan yang rendah dan telah dikarunia anak, mereka tidak mengetahui manfaat dari adanya posyandu dan imunusiasi. Gizi buruk pada wilayah ini menurut bidan Puskesmas Tanah Kalikedinding ini terjadi karena ibu bayi tidak memahami makanan yang diberikan kepada bayinya dan juga didukung oleh kurang layaknya tempat tinggal bayi. Gejala umum dari gizi buruk adalah kelelahan, pusing, sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi), kulit kering dan bersisik, sulit berkonsentrasi dan memiliki reaksi yang lambat, berat badan kurang, pertumbuhan yang lambat, perut kembung, dan tulang mudah patah. AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 62 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. Perbandingan Berdasarkan Golongan Ekonomi Dalam penelitian ini Wilayah RwW 04 merupakan wilayah dengan penduduk yang mayoritas dalam hal ekonominya merupakan golongan menengah ke atas. Dikatakan demikian sebab berdasarkan pengamatan penelitian, pada wilayah ini banyak warganya yang bekerja sebagai ABRI, Dokter, PNS dan Wiraswasta yang memiliki penghasilan tetap setiap bulannya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Golongan menengah ke atas ini selalu mementingkan nilai investasi dalam jangka panjang yang salah satunya adalah kesehatan. Menurut mereka kesehatan merupakan harga yang mahal oleh karena itu harus dijaga dengan baik. Dalam penelitian ini wilayah RW 04 merupakan wilayah yang memperhatikan kesehatan terhadap batitanya. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya gizi buruk di wilayah ini serta pemberian kebutuhan gizi bayi yang pas. Perawatan kesehatan yang dilakukan kepada batita nya juga tidak sembarangan atau dengan kata lain selalu berhati-hati dengan cara membawa anaknya ke dokter spesialis anak. Tujuannya agar ibu lebih memahami tumbuh kembang anaknya secara optimal. Dalam penelitian ini Wilayah RW 04 merupakan wilayah dengan penduduk yang mayoritas dalam hal ekonominya merupakan golongan menengah ke atas. Dikatakan demikian sebab berdasarkan pengamatan penelitian, pada wilayah ini banyak warganya yang bekerja sebagai ABRI, Dokter, PNS dan Wiraswasta yang memiliki penghasilan tetap setiap bulannya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Golongan menengah ke atas ini selalu mementingkan nilai investasi dalam jangka panjang yang salah satunya adalah kesehatan. Menurut mereka kesehatan merupakan harga yang mahal oleh karena itu harus dijaga dengan baik. Dalam penelitian ini wilayah RW 04 merupakan wilayah yang memperhatikan kesehatan terhadap batitanya. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya gizi buruk di wilayah ini serta pemberian kebutuhan gizi bayi yang pas. Perawatan kesehatan yang dilakukan kepada batita nya juga tidak sembarangan atau dengan kata lain selalu berhati-hati dengan cara membawa anaknya ke dokter spesialis anak. Tujuannya agar ibu lebih memahami tumbuh kembang anaknya secara optimal. Kecepatan pertumbuhan berbeda-beda pada berbagai usia. Pada tahun pertama kehidupan pertumbuhan berlangsung cukup cepat, sehingga pada usia 6 bulan berat badan menjadi 2 kali lipat berat lahir dan menjadi 3 kali lipat pada usia 1 tahun. Sesudah itu pertumbuhan melambat AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 63 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. sehingga pada tahun akhir ke 2 berat badan bayi hanya 4 kali berat lahir. Pertumbuhan dapat diukur dengan berbagai cara, tetapi secara tradisional penilaian dilakukan dengan mengukur tinggi serta berat badan dan dibandingkan dengan ukuran rata-rata pada usia tersebut. Oleh karena itu penting untuk mencatat secara teratur badan bayi pada waktu-waktu tertentu untuk memastikan bahwa pertumbuhannya berlangsung normal. Peran Puskesmas dan PKK Memajukan Kesehatan Batita Pemberdayaan masyarakat merupakan tujuan gerakan PKK dalam menyejahterakan keluarga. Kondisi keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang besar dalam pembangunan, karena merupakan indikator kesejahteraan masyarakat pada umumnya. PKK yakni kumpulan yang diikuti oleh Ibu-ibu yang berada dalam suatu wilayah yang di dalamnya memiliki suatu kegiatan yang tujuannya untuk memajukan daerahnya. Berdasarkan penuturan Ibu Ninik selaku Ketua PKK dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, Puskesmas Tanah Kalikediding bekerjasama dengan Posyandu di wilayah Kelurahan Tanah Kalikedidnding. Sosialisasi pengadaan posyandu dapat menjadikan ibu-ibu PKK sebagai media penyalur dan perluasan informasi tentang Posyandu. Gerakan Posyandu Peduli Tumbuh Aktif Tanggap (TAT) merupakan program atau gerakan pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan akses ibu dan anak balita terhadap pelayanan TAT di Posyandu Peduli TAT. Posyandu Peduli TAT merupakan wadah pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan tumbuh kembang anak balita untuk membantu tumbuh kembang yang baik bagi balita di Indonesia. Tujuannya untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat. Program/ kegiatan yang dilaksanakan dalam Gerakan Posyandu Peduli TAT merupakan rangkaian kegiatan yang pada akhirnya akan membentuk suatau aksi nyata dalam pemberian pelayanan TAT bagi anaka balita di posyandu. Dalam kegiatan posyandu ini, puskesmas memberikan bidan di tiap-tiap posyandu yang ada di Kelurahan Tanah Kalikedinding. Tujannya untuk memantau tumbuh kembang balita di wilayahnya. Bidan juga bertugas untuk memberikan pelayan imunisasi serta pelayanan penyuluhan untuk ibu-ibu yang memiliki balita tentang permasalahan yang terjadi pada balita dan juga permasalahan tentang ibu pasca melahirkan di posyandu tempat mereka ditugaskan. AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 64 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. Pelayanan kesehatan batita yang dilakukan oleh posyandu salah satunya adalah pemberian imunisasi yang dilakukan oleh bidan puskesmas. Pemberian imunisasi hanya boleh dilakukan oleh bidan yang sudah ditunjuk dari puskesmas untuk wilayah posyandu mereka. Imunisasi memiliki beberapa manfaat diantaranya dapat melindungi anak dari penyakit, mencegah anak dari cacat dan juga mencegah kematian pada anak. Imunisasi adalah memasukkan mikroorganisme penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan (dalam bentuk vaksin) atau dengan bentuk racun yang sudah dilemahkan dengan panas atau bahan kimia (disebut taksoid), ke dalam tubuh bayi, yang akan membuat antibodi yang sama dengan antibodi yang akan diproduksi jika ia sungguh terkena penyakit tersebut (Yunisa, 2010:145). Pada saat bayi lahir, makanan yang diberikan paling baik adalah ASI. Pada hari-hari pertama sesudah melahirkan air susu yang keluar berwarna kekuningan dan transparan, yang disebut dengan kolostrum. Kolostrum ini sangat baik untuk bayi, sebab kolustrum memiliki zat antibodi yang memberikan kekebalan terhadap berbagai penyakit infeksi seperti batuk rejan, tetanus, mencegah perut kembung dan menginitis. Pemberian ASI pada bayi juga harus diimbangi dengan pemberian makanan tambahan. Makanan tambahan/padat diberikan pada sekitar umur enam bulan. Anjuran pemberian ASI dan PASI oleh bidan Posyandu Kelurahan Tanah Kalikedinding ini sesuai dengan kondisi pencernaan bayi. Bayi yang berumur 0-6 bulan dalam nasehat bidan selalu menganjurkan untuk memberikan ASI secara eksklusif. Bayi umur 69 bulan baru diberikan biskuit bayi yang dihaluskan, nasi tim lembut dan sari buah. Pemberian makanan tambahan tersebut dianjurkan 3 kali sehari. Asi harus tetap diberikan sampai bayi berumur 2 tahun. Pengecualian diberikan apabila ibu tidak mampu memberikan ASInya karena sakit atau tidak keluar dengan lancar, maka bayi yang berumur 0-6 bulan akan dianjurkan makanan tambahan berupa susu formula. Bayi yang berusia di atas 1 tahun sudah wajib diberi makanan padat. Makanan padat ini juga harus diimbangi dengan pemberian ASI hingga umur 2 tahun. Makanan padat yang dimaksud adalah jenis makanan lunak atau atau yang sudah dilunakkan yang bisa diberikan pada bayi seperti, bubur, pisang, dan kue yang sudah dilunakkan. Pemberian makanan padat ini sangat penting untuk pertumbuhan bayi. Jika pemberian dilakukan terlalu awal, maka tidak baik untuk bayi. Jika terlambat juga tidak baik untuk bayi. Tetapi ada beberapa ukuran untuk menentukan waktu kapan bayi harus menerima makanan padat. Ibu-ibu Kelurahan Tanah Kalikedinding AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 65 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. banyak yang berhasil memberikan ASI sampai 2 tahun, tetapi ada beberapa ibu yang hanya dapat memberikan ASI saja selama 6 bulan. Jadi waktu pemberian makanan padat antara bayi yang satu dengan bayi yang lainnya bisa berbeda. Pemberian Makanan Ada cara yang dianjurkan untuk memastikan bayi dapat menerima makanan padat yankni dengan cara menimbang berat badan bayi secara teratur serta cantumkan berat badannya di dalam KMS dan perhatikan apakah bayi tumbuh dengan baik. Banyak bayi berhenti tumbuh pada usia sekitar enam bulan saat bayi harus mulai diberi makanan padat. Bayi mungkin cukup sehat selama beberapa bulan, tetapi kurva pertumbuhannya mendatar. Kurva mendatar menunjukkan bahwa bayi memerlukan makanan padat selain ASI. Bayi berusia enam bulan mulai menunjukkan kesiapan untuk makan dengan mulai tumbuhnya gigi, dapat duduk, menjangkau barang yang dilihat, dan memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Pada usia ini lambug bayi sudah siap untuk mencerna makanan padat (Yayah,2001:32). Beberapa ibu mulai memberikan pisang, bubur tepung atau nasi yang dilumatkan pada bayi berusia sekitar satu-dua bulan. Pada usia ini usus bayi belum cukup kuat dan belum siap untuk mencerna pisang, nasi, atau zat tepung lain. Sehingga, makanan ini dapat menggumpal di usus dan membahayakan kehidupan bayi kecil. Selain itu, apabila bubur bayi dibuat lama sebelum bayi memakannya, bakteri dapat tumbuh dalam makanan dan akan menyebabkan bayi terserang diare. Pemberian makanan padat sebelum empat bulan lebih membahayakan bayi. Makanan bayi di bawah usia empat bulan hanyalah makanan cair bukan makanan padat. Kebiasaan para ibu-ibu yang telambat untuk memberikan makanan tambahan pada bayinya akan menyebabkan bayi menderita kekurangan gizi. Bila bayi tidak medapatkan makanan padat pada usia enam bulan maka bayi akan berhenti tumbuh. Bayi tumbuh baik pada usia enam bulan pertama dan akan berhenti tumbuh pada enam bulan kedua. Bayi juga sulit untuk diajari makan apabila ia sudah berumur di atas delapan bulan karena mereka sudah mulai gelisah dan tidak mau mencoba hal-hal baru, sementara pada usia enam-tujuh bulan banyak bayi merasa sangat lapar sehingga mereka akan makan apa saja yang diberikan (Yunisa, 2010:104). Jenis Makanan Tambahan AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 66 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. Pemberian makanan tambahan lokal ini memiliki beberapa dampak positif, antara lain ibu lebih memahami dan terampil dalam membuat makanan tambahan dari pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat memberikan makanan tambahan secara mandiri, meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat serta memperkuat kelembagaan seperti Posyandu (Depkes RI, 2006). Makanan tambahan olahan pabrik adalah makanan yang disediakan dengan olahan dan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energi dan zat gizi esensial bagi bayi (Depkes RI, 2006). Makanan tambahan pabrikan disebut juga dengan makanan pendamping ASI pabrikan (MP-ASI Pabrikan) atau makanan komersial. Secara komersial makanan bayi tersedia berbentuk tepung instan atau biskuit yang dapat dimakan secara langsung atau dapat dijadkan bubur (Krisnatuti,2000: 78). Dalam hasil penelitian menyatakan bahwa pada RW 02 masih terdapat orang tua yang memberikan makanan tidak sesuai dengan usia bayi serta tidak memikirkan makanan yang baik untuk batita. Dengan penghasilan yang pas-pas an, mereka tidak mampu membelikan makanan yang sehat dan bergizi untuk anaknya. Selain karena tekanan ekonomi yang dihadapi, masyarakat ini juga memiliki latar belakang pendidikan yang rendah. Menurut mereka makanan yang baik adalah makanan yang layak untuk dikonsumsi an yang tidak menyebabkan sakit atau keracunan. Pemberian makanan yang terlalu dini akan menyebabkan bayi terkena penyakit. Beberapa ibu mulai memberikan pisang, bubur tepung atau nasi yang dilumatkan pada bayi berusia sekitar satu-dua bulan. Pada usia ini usus bayi belum cukup kuat dan belum siap untuk mencerna pisang, nasi, atau zat tepung lain. Sehingga, makanan ini dapat menggumpal di usus dan membahayakan kehidupan bayi kecil. Selain itu, apabila bubur bayi dibuat lama sebelum bayi memakannya, bakteri dapat tumbuh dalam makanan dan akan menyebabkan bayi terserang diare. Oleh karena itu, pemberian makanan padat sebelum empat bulan lebih membahayakan daripada menguntungkan bayi. Makanan bayi di bawah usia empat bulan hanyalah makanan cair bukan makanan padat. Pada akhirnya perlu penanganan lebih lanjut dan dalam menyikapi masalah gizi buruk dan perlu adanya sosialisasi yang sering agar ibu-ibu RW 02 mengetahui tentang perawatan kesehatan untuk bayinya dan juga pemberian makanan yang tepat yang memenuhi gizi bayi serta mengetahui anak siap untuk menerima makanan tambahan. AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 67 Putri Kurnia Sari, “Pembagian Warisan dalam Budaya Poligini (Studi Kasus pada Komunitas Madura di Boto Putih, Surabaya)”, hal.55-68. Kesimpulan Berdasarkan pengambilan data yang dilakukan pada November 2011 sampai dengan Januari 2012 di Kelurahan Tanah Kalikedinding, Kecamatan Kenjeran, Surabaya dengan membandingkan RW 02 dengan RW 04 kepada ibu-ibu yang memiliki batita, maka peneliti mengemukakan beberapa hal yang menjadi kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RW 02 masih terdapat adanya tekanan ekonomi yang membuat ibu-ibu tidak mampu memberikan makanan bergizi dan sehat untuk bayinya. Sedangkan pada wilayah RW 04 merupakan kawasan orang-orang yang berpenghasilan tinggi dan mampu untuk memberikan anaknya makanan bergizi dan sehat untuk dikonsumsi. Berdasarkan kesimpulan tentang hasil penelitian tersebut, maka dapat disampaikan beberapa saran demi kemajuan kesehatan batita yakni: (1) Perlu adanya sosialisasi tentang pemberian makanan yang sesuai untuk kebutuhan gizi anak agar terhindar dari gizi buruk, (2) Sosialisasi posyandu sebaiknya dilakukan oleh semua pihak mulai dari tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan. Sehingga hal ini bukan seolah-olah posyandu bukan milik puskesmas. Daftar Pustaka Kessing, Roger M.(1999), Antropologi Budaya (Suatu Perspektif Kontemporer). Jakarta: Gelora Aksara Pratama. PT. Notoadmodjo, S. (2003), Prinsip – Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rhineka Cipta. Priyono, Yunisa (2010), Merawat Bayi Tanpa Baby Sitter. Jakarta: MedPress Utaminingsih, Wahyu Rahayu (2010), Menjadi Dokter Bagi Anak Anda. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu. Depkes RI. 1992. “Pedoman Fortifikasi MP-ASI,” dalam ; www.depkes.org.id. diakses 3 Mei 2012 Depkes RI. (2004), “Pedoman Pengenalan MP-ASI,” dalam www.depkes.or.id. diakses 3 Mei 2012. Depkes RI. (2006), “Makanan Pendamping ASI,” dalam www.depkes.or.id. diakses 1 Mei 2012. Judarwanto (2004), “Makanan Pendamping ASI,” dalam http://www.rumahkeluarga.com. diakses 10 Mei 2012; AntroUnairDotNet, Vol.1/No.1/Juli-Desember 2112 hal. 68