Badai guntur (Thunderstorm) pada citra satelit Terdapat 3 (tiga) syarat dasar untuk terbentuknya badai guntur/thunderstorm, yaitu: uap air, ketak‐ stabilan/instabilitas udara dan mekanisme pengangkatan massa udara (lifting). Udara dikatakan tak stabil jika ia terus naik ketika ada dorongan ke atas. Suatu massa udara tidak stabil dicirikan oleh udara panas yang lembab di dekat permukaan dan udara dingin yang kering di atasnya. Ketika parsel udara yang naik mengalami pendinginan, sebagian uap airnya akan terkondensasi membentuk awan cumulonimbus (Cb) yang umumnya disebut badai guntur (thunderstorm). Perkembangan badai guntur memerlukan faktor pemicu atau mekanisme awal yang menimbulkan gerakan massa udara ke atas. Suhu di lapisan paling bawah atmosfer meningkat sangat cepat pada sore atau malam hari karena pemanasan daratan dan udara panas akan cenderung untuk bergerak naik. Pengangkatan (lifting) juga dapat disebabkan oleh adanya front, terutama front dingin dan dry‐ lines. Bentuk rupa bumi (terrain) juga dapat menyebabkan pengangkatan udara, seperti ketika aliran udara melalui daerah pegunungan maka angin akan dipaksa naik melewati lereng pegunungan. Semua badai guntur tersusun berawal dari sel badai guntur. Sel thunderstorm memiliki ciri khusus yaitu siklus hidupnya hanya sekitar 30 menit. Siklus hidup sebuah badai guntur dapat digambarkan dengan tahapan sbb: a. Pada tahap menjadi towering cumulus, sebuah awan Cu mulai tumbuh secara vertical mencapai ketinggian hingga 6 km. Massa udara di dalamnya didominasi adanya updraft dengan beberapa aliran turbulensi eddy di sekeliling tepi awan. b. Pada saat thunderstorm mencapai tahapan matang, awan dapat berkembang menjulang sangat tinggi, seringkali mencapai 12 km atau lebih. Citra satelit terkadang dapat menunjukkan terbentuknya overshooting di puncak awan badai guntur tersebut yang bahkan dapat mencapai lapisan tropopause. Maka akan dihasilkan hujan dan gaya friksi kebawah terdesak oleh butiran‐butiran air hujan yang turun di sekitar wilayah udara yang menghasilkan downdraft. Kemudian proses pendinginan massa udara akibat penguapan butiran‐butiran air hujan akan meningkatkan kecepatan downdraft. Laju updraft dan downdraft relative lemah, yaitu sekitar 10m/detik, dan keduanya dapat saling mempengaruhi/bercampur. c. Pada tahap peluruhan, hujan akan menyebar ke seluruh bagian awan badai guntur dan downdraft menjadi lebih luas. Updraft semakin melemah, badai mulai kehabisan suplai udara panas yang lembab sebagai bahan bakarnya, dan akhirnya awan badai guntur akan meluruh. Hujan ringan dan angin dari outflow melemah dapat tetap berlangsung untuk sementara waktu pada tahap ini, sebelum yang tertinggal hanya sisa‐sisa anvil Cb‐nya. Ketika angin geser vertical (vertical wind shear) lemah, sel tunggal thunderstorm dapat terbentuk. Ia akan bertahan selama 30 menit dan bias terbawa oleh angin di lapisan bawah. Saat terdapat angin geser yang moderate, badai‐badai multi‐sel dapat terbentuk. Disini sel‐sel badai tunggal dapat memiliki siklus hidup sekitar 45 menit, tetapi jika sel‐sel tersebut bergabung maka dapat bertahan hidup hingga beberapa jam dan sel‐sel baru terbentuk menggantikan sel‐sel yang lama yang telah meluruh. Sebuah badai guntur yang hebat (severe thunderstorm) siklus hidupnya beberapa jam dan dapat menghasilkan hujan yang sangat lebat, terkadang disertai butiran es cukup besar, dan angin hentak (squall) yang sangat kuat ke permukaan bumi. Hujan yang sangat lebat tersebut dapat menyebabkan banjir banding (flash‐flood). Terdapat angin geser vertikal yang tinggi, baik angin updraft maupun downdraft‐nya sangat kuat dengan kecepatan hingga 50 m/detik, dan masing‐masing tidak saling mempengaruhi/bercampur. Udara panas yang lembab masuk kea wan badai guntur dari arah depan dan kemudian naik. Hal ini mengakibatkan aliran updraft yang kuat dan menimbulkan hujan dan mendukung terbentuknya butiran‐butiran es yang berukuran cukup besar. Udara kering di lapisan tengah atmosfer masuk ke awan badai guntur dari belakang. Hujan akan jatuh di wilayah itu dan kemudian penguapan air hujan akan mendinginkan udara, dan berakibat angin downdraft yang kuat. Bagian atas badai guntur akhirnya mencapai lapisan yang sangat tinggi sehingga terpengaruh oleh angin kuat di lapisan atas troposfer. Akibatnya updraft dapat terbawa hingga jarak yang jauh dari awan, dan membentuk apa yang dikenal dengan anvil awan badai guntur. Sebuah badai guntur yang hebat dapat mencapai ukuran lebar 10‐20 km dan tingginya 12‐18 km, sementara anvil‐nya dapat memanjang secara horizontal hingga sejauh 100 km. Beberapa badai guntur semacam ini dapat terorganisasi memanjang seperti garis dan disebut sebagai badai guntur deret (squall line). Jenis badai guntur yang hebat adalah multi‐sel atau super‐sel. Untuk jenis super‐sel, seluruh bagian badai berlaku seperti jika ia sebagai satu sel tunggal. Ia dapat berkembang menjadi sebuah sirkulasi yang berputar, yang disebut meso‐siklon, dimana dapat menimbulkan tornado. Ada beberapa pergerakan berbeda yang berasosiasi dengan sebuah badai guntur, yaitu : updraft dan downdraft di dalamnya, pergerakan awan badai guntur itu sendiri, pergerakan relatif anvil terhadap badai guntur, kecepatan angin hentak (squall) dan pergerakan gust‐front. Pergerakan‐pergerakan tersebut memiliki dinamika dan skala masing‐masing. Kecepatan dan arah gerakan badai guntur adalah fungsi dari angin ambient di lapisan yang dalam. Kecepatan dan arah pergerakan anvil menjauhi awan badai guntur induknya adalah fungsi dari angin pada lapisan dimana anvil berada. Pada situasi jet‐ stream anvil dapat tertiup sejauh lebih dari 200 km dari awan induknya. (A) (B) 27 km SARMI SARMI 224 km NABIRE NABIRE 120 km (C) SARMI NABIRE Gambar 1. Citra satelit MTSAT‐2, Enhance‐WV (A), IR (B), dan Enhance‐IR (C), 8 Juni 2011 – 15.00 UTC) ; Tanda panah = sel badai guntur dan estimasi ukuran sel‐nya (Gambar 1 (A) Note : Data synop 8 Juni 2011 tercatat di Stasiun Nabire, Papua Barat menunjukkan hujan terus menerus dari jam 13 – 15 UTC (18 – 20 WIT) (A) (B) Gambar 2. Perkembangan sel‐sel badai guntur pada citra Enhance‐WV (A) dan IR (B) mulai jam 11 s/d 15 UTC Pada Gambar 1, beberapa badai guntur yang terlihat pada citra satelit MTSAT‐2, terjadi di Nabire dan Sarmi, Papua dan sekitarnya pada tanggal 8 Juni 2011 jam 15.00UTC (A : Water Vapor/WV ; dan B : citra Infrared/IR). Sedangkan Gambar 2 menggambarkan perkembangan sel‐sel thunderstorm mulai jam 12 s/d 15 UTC di wilayah tersebut. Dengan pewarnaan enhancement colour, seperti misalnya citra WV (Enhance‐WV) pada Gambar 1 (A) dan citra IR (Enhance‐IR) pada gambar 1 (C), sangat berguna untuk mengidentifikasi sel badai guntur. Bagian sel yang suhunya paling dingin akan diberi penekanan warna yang berbeda, sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan wilayah yang berpotensi terjadi hujan lebat (pada Enhance‐ WV berwarna coklat muda s/d pink, sedangkan pada citra Enhance‐IR berwarna merah‐bata s/d krem). Badai guntur terlihat putih terang pada semua kanal citra satelit dengan gray‐scale hitam‐putih. Pada citra IR anvil badai guntur terlihat berbentuk awan oval yang berwarna putih terang dan tertiup menjauh mengikuti arah angin lapisan atas. Pada citra VIS siang hari, awan‐awan yang puncaknya menjulang tinggi seperti Cb dan Cg kadang‐kadang dapat terlihat bayangannya jatuh di permukaan awan yang lebih rendah, terutama jika awan Cb/Cg tersebut terkena cahaya matahari dari arah samping. ‐‐‐‐‐