BAB II LANDASAN TEORI Peneliti menggunakan beberapa teori

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
Peneliti menggunakan beberapa teori gabungan dari para ahli bahasa
untuk mendukung penelitian ini. Pemilihan teori tersebut mempertimbangkan
relevansi teori terhadap masalah yang diteliti dalam penelitian ini yakni gejala
bahasa prokem di lingkungan remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten
Tegal. Teori-teori tersebut adalah penelitian relevan, hakikat bahasa, konsep teori
sosiolinguistik, variasi bahasa dan ragamnya, bahasa prokem, tipe gejala bahasa,
dan hakikat remaja.
A. Penelitian Relevan
Dalam rangka membedakan penelitian berjudul “Gejala Bahasa Prokem
di Lingkungan Remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal”
dengan penelitian sejenis lain yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti telah
meninjau dua laporan penelitian lain. Kedua penelitian tersebut dilakukan oleh
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yakni Fita Triyanasari pada
tahun 2016 dan Hartini pada tahun 2003.
1.
“Proses Perubahan Bentuk Kata dalam Tuturan Siswa PAUD ArRochmah Karang Banjar, Purbalingga pada Semester Satu Tahun
Pelajaran 2015 – 2016” oleh Fita Triyanasari.
Penelitian yang dilakukan oleh Fita Triyanasari (2016) tersebut
bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan bentuk kata pada tuturan siswa
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
PAUD Ar-Rochmah Karang Banjar, Purbalingga. Konsep pemikiran yang
digunakan oleh penelitian tersebut ialah pendapat Masnur Muslich dalam bukunya
yang berjudul Tata Bentuk Bahasa Indonesia dan J.S. Badudu dalam bukunya
yang berjudul Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Perbedaan mendasar penelitian yang
telah dilakukan oleh Fita Triyanasari dengan penelitian ini terletak pada tujuan,
data, dan sumber data penelitian. Pada penelitian tersebut, Fita Triyanasari
menggunakan tuturan anak usia dini di PAUD Ar-Rochmah Desa Karang Banjar,
Purbalingga sebagai data dan sumber data penelitian. Penelitian tersebut
berlangsung selama dua bulan yakni pada Oktober 2015 – Desember 2015. Pada
penelitian berjudul “Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal di Lingkungan Remaja
Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal” ini peneliti menggunakan data
tuturan yang diperoleh dari para remaja di Desa Kalisapu Kecamatan Slawi
Kabupaten Tegal sebagai data dan sumber data penelitian. Penelitian ini
berlangsung selama satu bulan yakni pada 2 April 2016 hingga 1 Mei 2016.
2.
“Deskripsi Penggunaan Bahasa Gaul dalam Kajian Etnolinguuistik” oleh
Hartini.
Penelitian yang dilakukan oleh Hartini (2003) bertujuan untuk
mendeskripsikan proses pembentukan istilah dalam bahasa gaul dan memaparkan
hubungan bahasa gaul dengan pandangan hidup, cara memandang kenyataan,
struktur pemikiran, dan keterkaitan bahasa gaul dengan perubahan dalam
masyarakat. Konsep pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini ialah
pendapat Derby Sahertian, Abdul Chaer dan Leonie Augustina dalam buku
Sosiolinguistik Perkenalan Awal mengenai variasi bahasa. Data diperoleh dari
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
majalah Kawanku dan tabloid
Keren Beken, Gaul, dan Fantasi periode
September – Desember 2002. Tahap analisis data menggunakan metode padan
dan metode pustaka sedangkan tahap penyediaan data menggunakan metode
formal dan informal. Perbedaan penelitian Hartini dengan penelitian ini terletak
pada tujuan penelitian, tahap penyediaan data, data, dan sumber data. Pada
penelitian berjudul “Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal di Lingkungan Remaja
Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal” ini peneliti menggunakan data
tuturan yang diperoleh dari para remaja di Desa Kalisapu Kecamatan Slawi
Kabupaten Tegal sebagai data dan sumber data penelitian. Penelitian ini
berlangsung selama satu bulan yakni pada 2 April 2016 hingga 1 Mei 2016
dengan tujuan untuk mendeskripsikan gejala bahasa pada tuturan bahasa prokem
remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal.
B. Hakikat Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik dan paling
sempurna dibanding dengan alat komunikasi lain. Bahasa memiliki ciri sebagai
alat interaksi sosial dan sebagai alat untuk mengidentifikasi diri. Dengan bahasa,
seseorang dapat mengungkapkan pikiran, perasaan dan kemauannya kepada orang
lain dalam suatu kelompok masyarakat. Menurut Chaer (2004: 11) bahasa adalah
suatu sistem lambang bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat
tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Setiap bahasa
mempunyai pola dan aturan-aturan tertentu dalam hal tata bunyi, kata, kalimat,
dan makna. Berbagai faktor yang terdapat di dalam masyarakat pemakai bahasa,
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
seperti usia, pendidikan, agama, profesi, dan latar belakang budaya daerah, juga
bisa menyebabkan adanya variasi bahasa.
Nababan (1993: 46) memberikan pengertian bahasa sebagai suatu sistem
perisyaratan (semiotik) yang terdiri atas unsur-unsur isyarat dan hubungan antara
unsur-unsur itu. Unsur bahasa dari yang terkecil sampai terbesar adalah fonem,
morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Menurut Kridalaksana (2008: 24) bahasa
didefinisikan sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Chaer (2004: 11) mendefinisikan bahasa sebagai sebuah sistem, yang artinya
bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat
dikaidahkan. Bahasa itu bersifat manusiawi. Artinya, bahasa sebagai alat
komunikasi verbal yang hanya dimiliki oleh manusia. Chaer (1998: 2)
mengungkapkan fungsi utama bahasa adalah sebagai alat untuk bekerja sama atau
berkomunikasi
di
dalam
kehidupan
manusia
bermasyarakat.
Dengan
menggunakan bahasa komunikasi dapat berlangsung lebih baik dan lebih
sempurna.
C. Hakikat Sosiolinguistik
Secara umum sosiolinguistik merupakan sebuah kajian mengenai
hubungan antara bahasa dengan masyarakat sebagai penutur bahasa. Hal ini
mengaitkan fungsi bahasa secara umum yaitu sebagai alat komunikasi. Menurut
Kridalaksana (2008: Sosiolinguistik ialah cabang linguistik yang mempelajari
hubungan dan saling pengaruh antara pelaku bahasa dan perilaku sosial. Dell
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
Hymess (dalam Sumarsono, 2008: 3) mengatakan “Sociolinguistics could be
taken to refer to use of linguistic and analysis in other disciplice concerned with
social
life
coversely,
to
use
of
social
data
and
analysis
in
linguistics.”Sosiolinguistik dapat mengacu kepada pemakaian data kebahasaan
dan menganalisis ke dalam ilmu-ilmu lain yang menyangkut kehidupan sosial dan
sebaliknya, mengacu kepada data kemasyarakatan dan menganalisis ke dalam
linguistik. Berdasarkan kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa sosiolinguistik
menyangkut tiga hal yang penting yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan
bahasa dengan masyarakat. Bahasa dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang
utuh dan tidak dapat terpisahkan. Bahasa sebagai sarana terpenting dalam
berkomunikasi akan selalu hadir di setiap kebutuhan hidup manusia.
Fishman (dalam Chaer, 2004: 3) mengemukakan bahwa sosiolinguistik
adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan
pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling
mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur. Platt (dalam Siregar dkk,
1998: 54) berpendapat bahwa dimensi identitas sosial merupakan sebuah faktor
yang mempengaruhi penggunaan bahasa di dalam masyarakat yang multilingual,
dimensi ini mencakup umur, jenis kelamin, tingkat dan sarana pendidikan, dan
latar sosial ekonomi. Hal tersebut senada dengan definisi sosiolinguistik yang
diungkapkan oleh Nababan dalam bukunya yang berjudul Sosiolinguistik.
Nababan (1994: 2) yang mengungkapkan bahwa sosiolinguistik adalah
pengkajian-pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan. Sosiolinguistik
memfokuskan penelitian pada variasi ujaran dan mengkajinya dalam suatu
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor sosial
tersebut dengan variasi bahasa.
Berdasarkan beberapa pengertian para ahli yang telah disebutkan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang
mengkaji mengenai ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan
pemakai bahasa. Kajian ilmu sosiolinguistik sangat erat kaitannya dengan ilmu
sosiologi. Hal tersebut dikarenakan bahasa memiliki hubungan yang begitu erat
dengan faktor sosial yang ada di dalam masyarakat. Hubungan tersebut membuat
bahasa dapat dikaji dari segi ragam dan variasi bahasa yang muncul di dalam
sebuah masyarakat.
1.
Variasi Bahasa
Menurut Chaer (2004: 61), sebuah bahasa mempunyai sistem dan
subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena
penutur bahasa tersebut, meski berada dalam masyarakat tutur, tidak merupakan
kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang
disebut parole, menjadi tidak seragam. Bahasa pun menjadi beragam dan
bervariasi. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya
disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan
interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Keberagaman variasi
bahasa tersebut dapat terjadi di setiap masyarakat tutur.
Chaer (2004: 62) mengungkapkan dalam variasi bahasa, terdapat dua
pandangan. Pertama, variasi dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa. Jadi, variasi tersebut terjadi sebagai
akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi
atau ragam bahasa sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi
dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Sementara itu, Soeparno (2002,
49) mengungkapkan bahwa variasi bahasa adalah keanekaragaman bahasa yang
disebabkan oleh faktor tertentu. Kridalaksana (2008: 253) menyebut variasi
bahasa sebagai satuan yang sekurang-kurangnya mempunyai dua variasi yang
dipilih oleh penutur bahasa. Variasi tersebut tergantung dari faktor-faktor seperti
jenis kelamin, umur, status sosial, dan situasi. Variasi itu dianggap sistematis
karena merupakan interaksi antara faktor sosial dan faktor bahasa.
Allen (dalam Pateda, 1992:52) mengatakan “A variety is any body of
human speech patterns which is sufficiently homogeneous to be analysed by
available technique of synchronic description and their arrgements or processes
with broad enough semantic scope to function in all normal contexts of
communication”. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa variasi adalah keseluruhan
pola-pola ujaran manusia yang cukup sama untuk dianalisis dengan teknik-teknik
pemerian sinkronik yang ada dan memiliki perbendaharaan unsur-unsur yang
cukup besar dan penyatuan-penyatuan atau proses dengan cakupan semantik yang
cukup luas bagi fungsinya dalam segala konteks komunikasi yang normal. Chaer
(2004: 62-64) dalam bukunya yang berjudul Sosiolinguistik Perkenalan Awal
mengungkapkan bahwa variasi bahasa dari segi pemakai atau penuturnya dapat
dibedakan menjadi empat jenis yakni idiolek (perorangan), dialek (kelompok),
kronolek, dan sosiolek.
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
Ideolek adalah variasi bahasa yang bersifat perorangan sedangkan dialek
adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang
berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Kronolek atau dialek
temporal adalah variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa
tertentu. Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya disebut sosiolek
atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan,
dan kelas sosial para penuturnya. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai
variasi bahasa dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa variasi bahasa
merupakan keragaman bahasa yang lazim digunakan dan tidak bertentangan
dengan kaidah kebahasaan. Keragaman bahasa tersebut justru akan dapat
menambah khazanah kebahasaan yang sudah ada sebelumnya.
2.
Sosiolek dan Ragamnya
Variasi bahasa berdasarkan penuturnya disebut sosiolek atau dialek sosial
yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial
para penuturnya. Chaer (2004:66) mengatakan sehubungan dengan variasi bahasa
yang berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas para penuturnya,
biasanya dikemukakan orang variasi bahasa dengan sebutan akrolek, basilek,
vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken. Ada juga yang menambahkan
dengan yang disebut bahasa prokem. Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap
lebih tinggi atau lebih bergengsi daripada variasi sosial lainnya. Sebagai contoh
adalah bahasa bagongan, yaitu variasi bahasa Jawa yang khusus digunakan oleh
para bangsawan kraton Jawa. Basilek adalah variasi sosial yang dianggap dan
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
dipandang rendah. Bahasa Inggris yang digunakan oleh para coboy dan kuli
tambang dapat dikatakan sebagai basilek. Begitu juga bahasa Jawa “kramandesa”.
Bahasa vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa
oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak
berpendidikan (kurang terdidik).
Chaer (2004: 67) mengungkapkan bahasa kolokial adalah variasi sosial
yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Pengertian mengenai bahasa
kolokial tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Alwasilah (1985: 5960) bahwa bahasa kolokial adalah bahasa informal yang lazim digunakan dalam
percakapan, bukan dalam bentuk tulisan. Dalam bahasa Indonesia banyak
percakapan yang menggunakan bentuk kolokial seperti Dok (dokter), Prof
(profesor), Let (letnan), ndak ada (tidak ada), dan sebagainya. Bahasa jargon
adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok
sosial tertentu. Ungkapan-ungkapan yang digunakan seringkali tidak dapat
dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun,
ungkapan-ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia. Umpamanya, dalam kelompok
montir atau perbengkelan ada ungkapan-ungkapan seperti roda gila, didongkrak,
dices, dibalas, dan dipoles.
Chaer (2004: 68) mengungkapkan Argot adalah variasi sosial yang
digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak
kekhususan argot adalah pada kosakata. Umpamanya, dalam dunia kejahatan
(pencuri, tukang copet) pernah digunakan ungkapan seperti barang dalam arti
‘mangsa’, kacamata dalam arti ‘polisi’, daun dalam arti ‘uang’, gemuk dalam arti
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
‘mangsa besar’, dan tape dalam arti ‘mangsa yang empuk’. Chaer (2004: 68) juga
mendefinisikan apa yang dimaksud dengan ken. Ken adalah variasi sosial tertentu
yang bernada “memelas”, dibuat merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan.
Biasanya digunakan oleh para pengemis, seperti tercermin dalam ungkapan the
cont of beggar (bahasa pengemis). Chaer, (2004: 67) juga mengungkapkan slang
adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, variasi ini
digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak tidak boleh
diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata yang
digunakan dalam slang ini selalu berubah-ubah. Slang bersifat temporal dan lebih
umum digunakan oleh para kaula muda, meski kaula tua pun ada pula yang
menggunakan bahasa tersebut.
D. Bahasa Prokem
1.
Pengertian Prokem
Bahasa prokem sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970-an. Awalnya,
istilah-istilah dalam bahasa gaul itu untuk merahasiakan isi pembicaraan dalam
komunitas tertentu namun karena sering digunakan di luar komunitasnya, semakin
lama istilah-istilah tersebut menjadi bahasa sehari-hari yang digunakan oleh
masyarakat. Menurut Mastuti (2008: 45) bahasa prokem awalnya digunakan oleh
para preman yang kehidupannya dekat sekali dengan kekerasan, kejahatan,
narkoba, dan minuman keras. Istilah-istilah baru mereka ciptakan agar orangorang di luar komunitas mereka tidak tahu makna dari istilah tersebut. Dengan
begitu mereka tidak sembunyi-sembunyi lagi untuk membicarakan hal-hal negatif
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
yang akan atau telah mereka lakukan. Akhirnya mereka yang bukan preman
mengikuti untuk menggunakan bahasa tersebut dalam pembicaraan sehari-hari
sehingga bahasa prokem tidak lagi menjadi bahasa rahasia. Bahasa prokem
berbeda dengan bahasa slang karena terdapat kemungkinan orang di luar
kelompok pengguna bahasa prokem tersebut mengikuti untuk menggunakan
bahasa tersebut.
Menurut Sumarsono (2014: 154) prokem merupakan bahasa yang
awalnya digunakan oleh kaum pencoleng, pencopet, bandit, dan sebangsanya
yang memiliki fungsi sebagai bahasa rahasia, namun sekarang bahasa tersebut
digunakan oleh remaja khususnya di Jakarta. Kridalaksana (2008: 28-29) yang
mengungkapkan prokem adalah ragam nonstandar bahasa Indonesia yang lazim
digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an kemudian digantikan oleh ragam yang
disebut bahasa gaul. Dari beberapa pengertian mengenai bahasa prokem di atas,
dapat disimpulkan bahwa bahasa prokem berbeda dengan bahasa slang dan
jargon. Perbedaan bahasa prokem dengan bahasa slang adalah dari sifat
kerahasiaan kedua bahasa tersebut. Menurut pengertian yang diungkapkan para
ahli di atas, bahasa slang benar-benar dirahasiakan oleh penggunanya dan tidak
menginginkan orang dari luar kelompoknya mengetahui bahasa mereka sehingga
sangat jarang masyarakat di luar kelompoknya mengetahui bahasa tersebut
sedangkan bahasa prokem seiring dengan intensitas penggunaanya semakin
dikenal di kalangan masyarakat. Bahasa prokem juga berbeda dengan bahasa
jargon karena bahasa jargon digunakan di kelompok tertentu saja sedangkan
prokem digunakan di kalangan masyarakat.
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
Bahasa prokem berkembang sesuai dengan latar belakang budaya
pemakainya sekaligus menjadi ragam bahasa yang digunakan ketika dalam sebuah
percakapan yang santai atau tidak resmi. Kosakata bahasa prokem yang tercipta
sering diambil dari kosakata yang ada di lingkungan tertentu. Para pengguna
bahasa prokem cenderung mencampuradukkan segala macam pola ke dalam
bahasa prokem, bahkan terdapat kosakata prokem yang tidak dapat secara jelas
diidentifikasi. Hal tersebut dikarenakan antara kata dengan maknanya tidak saling
berhubungan atau lebih bersifat arbitrer. Pembentukan kata dan makanya begitu
beragam dan bergantung pada kreativitas pemakai bahasa prokem tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai bahasa prokem di atas, dapat
disimpulkan bahwa bahasa prokem merupakan salah satu ragam nonstandar
bahasa Indonesia. Bahasa prokem muncul atau terbentuk dalam sebuah kelompok
tertentu namun seiring tingginya intensitas penggunaan bahasa tersebut membuat
bahasa prokem menjadi salah satu jenis bahasa gaul di kalangan remaja.
Terbentuknya kosakata bahasa prokem merupakan sebuah bentuk kreativitas dari
para remaja. Bahasa prokem tersebut digunakan oleh para remaja sebagai bahasa
gaul ketika berkomunikasi dengan remaja lain. Para remaja tersebut tidak
menggunakan bahasa prokem tersebut ketika mereka berbicara dengan orang tua
dan anak-anak.
2.
Karakteristik Bahasa Prokem
Sebagai salah satu jenis variasi bahasa, prokem memiliki ciri-ciri yang
membedakannya dengan jenis bahasa lain. Flexner (dalam Untoro, 1999: 5)
mencirikan prokem sebagai berikut:
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
a.
Merupakan ragam bahasa tidak resmi.
b.
Berupa kosakata yang ditemukan oleh kelompok orang muda atau kelompok
sosial tertentu.
c.
Menggunakan kata-kata lama atau baru dengan cara baru atau arti baru.
d.
Dapat berwujud pemendekan kata seperti akronim dan singkatan.
e.
Dapat diterima sebagai kata populer.
f.
Merupakan kreasi bahasa yang terkesan kurang wajar.
g.
Berupa kata atau kalimat yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia.
h.
Mempunyai bentuk yang khas melalui berbagai macam proses pembentukan.
i.
Berdasarkan proses pembentukannya, ada kemiripan bunyi dengan kata
asalnya.
E. Gejala Bahasa
Perubahan bentuk kata, baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah
sehingga menjadi bahasa prokem dapat disebut dengan gejala bahasa. Hal tersebut
senada dengan pendapat Muslich (2009: 101) yang mengungkapkan bahwa
perubahan-perubahan bentuk kata apapun dalam suatu bahasa lazim disebut
dengan gejala bahasa. Selain Muslich, Badudu (1985: 47) menjelaskan bahwa
gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau
kalimat dengan segala macam proses pembentukannya. Muslich (2009: 101-109)
memaparkan macam-macam gejala bahasa yaitu analogi, adaptasi, kontaminasi,
hiperkorek, varian, asimilasi, disimilasi, adisi, reduksi, metatesis, diftongisasi,
monoftongisasi, anaptiksis, haplologi, dan kontraksi. J.S. Badudu (1985: 47 – 65)
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
dalam bukunya Pelik-Pelik Bahasa juga memaparkan beberapa jenis gejala
bahasa yaitu analogi, kontaminasi, hiperkorek, penambahan fonem, penghilangan
fonem, kontraksi, metatesis, dan adaptasi.
Berdasarkan dua pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
gejala bahasa merupakan perubahan bentuk dalam sebuah kata. Perubahan bentuk
tersebut memungkinkan munculnya sebuah kosakata baru bahkan memiliki makna
yang berbeda. Gejala bahasa tersebut dapat dibagi menjadi 15 jenis yakni analogi,
adaptasi, kontaminasi, hiperkorek, varian, asimilasi, disimilasi, adisi (penambahan
fonem), reduksi (penghilangan fonem), metatesis, diftongisasi, monoftongisasi,
anaptiksis, haplologi, dan kontraksi.
1.
Analogi
Muslich (2009: 101) mengungkapkan analogi adalah suatu bentukan
bahasa dengan meniru contoh yang sudah ada. Dalam suatu bahasa yang sedang
tumbuh dan berkembang, pembentukan kata-kata baru (analogi) sangat penting
sebab bentukan kata baru dapat memperkaya perbendaharaan bahasa. Pengertian
analogi menurut Masnur Muslich tersebut senada dengan pengertian yang
dikemukakan oleh Badudu (1985: 47) yang mendefinisikan analogi sebagai suatu
bentukan bahasa yang meniru contoh yang sudah ada. Berdasarkan dua pendapat
ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa analogi merupakan
suatu bentuk bahasa yang meniru bahasa yang sudah ada. Misalnya: dewa-dewi,
putra-putri, mahasiswa-mahasiswi, siswa-siswi, muda-mudi, hartawan, rupawan,
olahragawan, dan bangsawan.
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
2.
Adaptasi
Menurut Badudu (1985: 65) gejala adaptasi ialah kata-kata pungut yang
diambil dari bahasa asing yang berubah bunyinya sesuai dengan penerimaan
pendengaran atau ucapan lidah orang Indonesia. Pengertian adaptasi tersebut
sesuai dengan pengertian gejala adaptasi yang diungkapkan oleh Masnur Muslich
dalam bukunya yang berjudul Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Muslich (2009:
103) mengungkapkan bahwa gejala adaptasi adalah perubahan bunyi dan struktur
bahasa asing menjadi bunyi dan struktur yang sesuai dengan penerimaan
pendengaran atau ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya.
Berdasarkan dua pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala
adaptasi merupakan penyesuaian bunyi dan struktur bahasa asing ke dalam bahasa
Indonesia. Adaptasi atau penyesuaian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
adaptasi fonologis dan adaptasi morfologis.
a.
Adaptasi fonologis adalah penyesuaian perubahan bunyi bahasa asing
menjadi bunyi yang sesuai dengan ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang
dimasukinya. Adaptasi ini menekankan pada lafal bunyi, misalnya sebagai
berikut:


voolopoer (Belanda)
dhahir (Arab)
b.
pelopor
lahir
Adaptasi morfologis adalah penyesuaian struktur bentuk kata. Perubahan
struktur kata ini tentu saja berpengaruh pada perubahan bunyi. Misalnya pada
kata berikut ini:
parameswari (Sanskerta)
prahara (Sanskerta)


permaisuri
perkara
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
3.
Kontaminasi
Muslich (2009: 103) mengungkapkan bahwa dalam bahasa Indonesia,
kata kontaminasi sama dengan kerancuan. Kata rancu berarti ‘campur aduk’,
‘tumpang-tindih’, kacau’. Dalam bidang bahasa, kata rancu (kerancuan) dipakai
sebagai istilah yang berkaitan dengan pencampuradukan dua unsur bahasa
(imbuhan, kata, frasa, atau kalimat) yang tidak wajar. Hal tersebut senada dengan
pengertian
kontaminasi
yang
diungkapkan
oleh
Badudu
(1985:
51)
mengungkapkan bahwa kontaminasi ialah suatu gejala bahasa yang dalam bahasa
Indonesia diistilahkan dengan kerancuan. Berdasarkan dua pendapat ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa gejala kontaminasi ialah bentukan kata yang tidak wajar
atau rancu dikarenakan pencampuradukan dua unsur bahasa yang tidak wajar.
Ketidakwajaran yang menunjukkan bentuk rancu tersebut (khususnya bentukan
kata) dapat dilihat pada contoh sebagai berikut:
dinasionalisirkan
dipublisirkan
diperluaskan
dipertinggikan
4.
Hiperkorek
Menurut Muslich (2009: 104) gejala hiperkorek merupakan proses
pembetulan bentuk yang sudah betul lalu malah menjadi salah. Maksudnya,
sesuatu yang sudah betul dibetulkan lagi yang akhirnya justru menjadi salah atau
setidaknya dianggap bentuk yang tidak baku. Hal tersebut sesuai dengan
pengertian gejala hiperkorek menurut Badudu (1985: 58) yang mengungkapkan
bahwa gejala hiperkorek adalah proses bentukan betul dibalik betul. Maksudnya,
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
yang sudah betul dibetul-betulkan lagi akhirnya menjadi salah. Kridalaksana
(2008: 83) mengungkapkan bahwa gejala hiperkorek bersangkutan dengan bentuk
atau pemakaian kata secara salah karena menghindari pemakaian substandar.
Berdasarkan pengertian hiperkorek dari para ahli tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa gejala hiperkorek ialah pembetulan bentuk kata yang sudah benar atau
baku namun justru menjadi salah dan tidak lagi benar. Gejala hiperkorek dapat
dilihat pada contoh berikut ini:
a.
Fonem /s/ menjadi /sy/:
sehat menjadi syehat;
insaf menjadi insyaf;
saraf menjadi syaraf.
b.
Fonem /h/ menjadi /kh/:
ahli menjadi akhli;
rahim menjadi rakhim;
hewan menjadi khewan.
5.
Varian
Muslich (2009: 105) mengungkapkan bahwa gejala varian merupakan
gejala bahasa yang sering ditemukan dan diucapkan oleh para pejabat pada masa
Orde Baru. Gejala ini sangat identik dengan perubahan vokal /a/ pada surfiks –kan
menjadi /Ə/. Meskipun demikian tidak jarang pula ditemukan gejala varian pada
masyarakat penutur yang bukan berasal dari kalangan pejabat. Kridalaksana
(1992: 253) mengungkapkan bahwa varian ialah bunyi yang ditentukan oleh
lingkungannya dalam distribusi komplementer. Berdasarkan pengertian dua ahli
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa varian merupakan sebuah bentuk gejala
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
bahasa yang ditunjukkan dengan adanya perubahan vokal /a/ menjadi /Ə/ pada
surfiks –kan. Gejala varian dapat dilihat pada contoh berikut ini:
direncanakan menjadi direncanaken;
diambilkan menjadi diambilken;
6.
Asimilasi
Menurut Muslich (2009: 105) gejala asimilasi adalah proses penyamaan
atau penghampirsamaan bunyi yang tidak sama. Pendapat tersebut senada dengan
pendapat Harimurti Kridalaksana dalam bukunya yang berjudul Kamus Linguistik.
Kridalaksana (2008: 21) mengungkapkan bahwa asimilasi adalah proses
perubahan bunyi yang mengakibatkannya mirip atau sama dengan bunyi lain.
Berdasarkan pengertian asimilasi menurut dua ahli tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa gejala asimilasi ialah perubahan dua fonem atau bunyi yang
tidak sama menjadi sama atau setidaknya hampir sama. Gejala asimilasi dapat
dilihat pada contoh berikut ini:


inmoral
alsalam
7.
immoral
assalam


imoral;
asalam
Disimilasi
Menurut Kridalaksana (2008: 51) disimilasi adalah perubahan yang
terjadi bila dua bunyi yang sama berubah menjadi tak sama. Pengertian disimilasi
tersebut sesuai dengan pengertian menurut Muslich (2009: 105) yang
mengungkapkan disimilasi adalah proses berubahnya dua buah fonem yang sama
menjadi tidak sama. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa gejala disimilasi merupakan kebalikan dari asimilasi. Gejala
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
disimilasi adalah perubahan dua fonem atau bunyi yang sama menjadi tidak sama.
Gejala disimilasi dapat dilihat pada contoh berikut ini:



sajjana
rapport
berajar
8.
sarjana;
lapor;
belajar.
Adisi
Muslich (2009: 106) mengungkapkan gejala adisi ialah perubahan yang
terjadi dalam suatu tuturan yang ditandai oleh penambahan fonem. Adisi dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu protesis, epentesis, dan paragog. Hal tersebut
senada dengan gejala bahasa penambahan fonem yang diungkapkan Badudu
(1985: 63) yang mengungkapkan bahwa gejala penambahan fonem dapat
dibedakan menjadi tiga macam yakni protesis, epentesis, dan paragog.
Berdasarkan pendapat dua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala
adisi merupakan perubahan bentuk kata yang terjadi yang ditandai dengan adanya
penambahan fonem pada kata tersebut.
a.
Protesis adalah proses penambahan fonem di awal kata. Gejala adisi protesis
dapat dilihat pada contoh berikut ini:
lang
mas
smara
b.



elang;
emas;
asmara.
Epentesis adalah proses penambahan fonem di tengah kata. Gejala adisi
epentesis dapat dilihat pada contoh berikut ini:
general
upama
kapak



jenderal;
umpama;
kampak.
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
c.
Paragog adalah proses penambahan fonem pada akhir kata. Gejala adisi
paragog dapat dilihat pada contoh berikut ini:



lamp
adi
ina
9.
lampu;
adik;
inang.
Reduksi
Muslich (2009: 106) gejala reduksi adalah peristiwa pengurangan
fonem dalam suatu kata. Gejala reduksi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
aferesis, sinkop, dan apokop. Penghilangan fonem juga diungkapkan Badudu
(1985: 63) yang mengungkapkan bahwa gejala penghilangan atau penanggalan
fonem dapat dibagi menjadi tiga jenis yakni aferesis, sinkop, dan apokop.
Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala
bahasa reduksi merupakan perubahan bentuk kata yang ditandai dengan adanya
pengurangan atau penghilangan fonem dalam sebuah kata.
a.
Aferesis ialah proses penghilangan fonem pada awal kata. Gejala reduksi
aferesis dapat dilihat pada contoh berikut ini:
upawasa
tatapi
b.


puasa;
tetapi

tapi.
Sinkop adalah proses penghilangan fonem di tengah-tengah kata. Gejala
reduksi sinkop dapat dilihat pada contoh berikut ini:
sahaya
kelamarin
c.


saya;
kemarin;
Apokop adalah proses penghilangan fonem pada akhir kata. Gejala adisi
apokop dapat dilihat pada contoh berikut ini:
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.



pelangit
import
mpulaut
pelangi;
impor;
pulau.
10. Metatesis
Muslich
(2009:
107)
mengungkapkan
bahwa
metatesis
suatu
pertukaran, adalah perubahan kata yang fonem-fonemnya bertukar tempatnya.
Badudu (1985: 64) mengungkapkan bahwa gejala metatesis memperlihatkan
pertukaran tempat satu atau beberapa fonem. Kedua pendapat ahli tersebut senada
dengan
pengertian
metatesis
menurut
Kridalaksana
(1992:
153)
yang
menyebutkan bahwa metatesis adalah perubahan letak huruf, bunyi, atau suku
kata dalam kata. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan
metatesis adalah sebuah pertukaran maka dapat disimpulkan bahwa gejala
metatesis merupakan gejala bahasa yang ditunjukkan dengan adanya pertukaran
fonem dalam sebuah kata. Gejala metatesis dapat dilihat pada contoh berikut ini:
rontal
lebat


lontar;
tebal.
11. Diftongisasi
Muslich (2009: 107) mengungkapkan diftongisasi adalah proses
perubahan suatu monoftong menjadi diftong. Hal serupa juga diungkapkan
Kridalaksana (1992: 50) yang menyebutkan diftongisasi adalah proses perubahan
vokal menjadi diftong. Monoftong adalah bunyi vokal yang dihasilkan tanpa
gerajan lidah sedangkan diftong ialah bunyi bahasa yang pada waktu
pengucapannya ditandai oleh perubahan gerak lidah dan perubahan tamber satu
kali, dan yang berfungsi sebagai inti dari suku kata. Berdasarkan dua pendapat
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa diftongisasi ialah gejala bahasa pada
sebuah kata yang ditunjukkan dengan berubahnya monoftong menjadi diftong.
Monoftong adalahGejala diftongisasi dapat dilihat pada contoh berikut ini:
sodara
pete
gule



saudara;
petai;
gulai.
12. Monoftongisasi
Menurut Muslich (2009: 108) monoftongisasi adalah proses perubahan
suatu diftong (gugus vokal) menjadi monoftong. Kridalaksana (1992: 157)
mengungkapkan monoftongisasi adalah proses perubahan dari sebuah diftong
menjadi sebuah monoftong. Berdasarkan pendapat dari dua ahli tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa monoftongisasi merupakan kebalikan dari diftongisasi.
Monoftongisasi ialah perubahan bentuk kata yang ditunjukkan dengan berubahnya
suatu diftong menjadi monoftong. Gejala monoftongisasi dapat dilihat pada
contoh berikut ini:
gurau
danau
tunai



guro;
dano;
tune.
13. Anaptiksis
Muslich (2009: 108) mengungkapkan gejala anaptiksis adalah proses
penambahan suatu bunyi dalam suatu suku kata guna melancarkan ucapannya.
Menurut Kridalaksana (1992: 15) anaptiksis adalah penyisipan vokal pendek di
antara dua konsonan atau lebih untuk menyederhanakan struktur suku kata.
Berdasarkan pendapat dari dua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
anaptiksis merupakan gejala bahasa pada suatu kata yang ditunjukkan dengan
penambahan vokal pendek di tengah-tengah kata. Penambahan tersebut berguna
untuk melancarkan pengucapan kata tersebut. Gejala anaptiksis dapat dilihat pada
contoh berikut ini:


putra
candra
putera;
candera;
14. Haplologi
Muslich (2009: 108) mengungkapkan bahwa haplologi adalah proses
penghilangan suku kata yang ada di tengah-tengah kata. Kridalaksana (1992: 80)
mengungkapkan bahwa haplologi adalah penghilangan satu atau dua bunyi yang
sama dan berurutan. Penghilangan tersebut berada di tengah kata. Berdasarkan
pendapat dari dua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala haplologi
adalah penghilangan atau pengurangan suku kata yang terletak di tengah-tengah
kata. Gejala haplologi dapat dilihat pada contoh berikut ini:
budhidaya
mahardhika
sarnannantara



budaya;
merdeka;
sementara.
15. Kontraksi
Menurut
Muslich
(2009:
109)
kontraksi
adalah
gejala
yang
memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang
ada perubahan atau penggantian fonem. Hal tersebut senada dengan pengertian
kontraksi yang diungkapkan Kridalaksana (1992: 162) yang mengungkapkan
bahwa kontraksi adalah proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
gabungan leksem. Berdasarkan pendapat dua ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa kontraksi ialah gejala bahasa yang ditunjukkan dengan adanya
pemendekan sebuah kata dan terkadang terdapat perubahan atau penggantian
fonem. Gejala kontraksi dapat dilihat pada contoh berikut ini:
perlahan-lahan
tidak ada
tetapi



pelan-pelan;
tiada;
tapi.
F. Hakikat Remaja
1.
Pengertian Remaja
Menurut Hurlock (1980: 206) istilah kata remaja atau adolescence
berasal dari kata Latin adolescrere (kata bendanya, adolescentia yang berarti
remaja) yang berarti ‘tumbuh’ atau ‘tumbuh menjadi dewasa’. Bangsa primitif
demikian pula orang-orang zaman purbakala memandang masa puber dan masa
remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan; anak
dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah
adolescence, mempunyai arti yang lebih luas, termasuk mencakup kematangan
mental, emosional, sosial, dan fisik. Piaget (dalam Hurlock, 1980: 206)
mengatakan:
“Secara psikologis, masa remaja adalah usia individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa. Usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah
tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan
yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.... Integrasi dalam
masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih
berhubungan dengan masa puber.... Termasuk juga perubahan intelektual
yang mencolok.... Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir
remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan
sosial orang dewasa, yang kenyatannya merupakan ciri khas yang umum
dari periode perkembangan ini.”
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
Berdasarkan kutipan tersebut, lazimnya masa remaja dianggap mulai
pada saat anak secara seksual menjadi dan berakhir saat ia mencapai usia matang
secara hukum. Anak yang telah memasuki tahap remaja secara sadar akan mulai
mempunyai tanggung jawab terhadap kehidupannya. Masa remaja memiliki
karakteristik yang cenderung unik, antara lain; petualangan, pengelompokan, dan
kenakalan. Ciri ini juga tercermin dalam bahasa sehari-hari yang digunakan
mereka untuk berkomunikasi. Keinginan para remaja untuk membuat kelompok
eksklusif menyebabkan mereka mampu menciptakan bahasa sendiri. Kartono
(1995: 148) mengungkapkan bahwa masa remaja disebut pula sebagai
penghubung antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini
terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsifungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama seksual.
Papalia (2008: 535) mengungkapkan bahwa remaja memiliki peran besar
dalam perkembangan bahasa karena remaja adalah saat di mana aspek kognitif
berkembang pesat. Pada tahap ini manusia cenderung lebih menunjukkan
kapasitas abstraknya, yakni dengan menggunakan bahasa yang hanya bisa
dimengerti oleh mereka sendiri. Sumarsono (2014: 150) mengungkapkan bahwa
remaja
memiliki
keinginan
untuk
membuat
kelompok
eksklusif
yang
menyebabkan mereka menciptakan bahasa sendiri. Sejalan dengan perkembangan
kognitifnya, perkembangan bahasa remaja mengalami peningkatan pesat.
Kosakata yang digunakan para remaja terus mengalami perkembangan seiring
dengan bertambahnya referensi bacaan dengan topik-topik yang begitu kompleks.
Menurut Owen (dalam Papalia, 2008: 559) remaja mulai peka dengan kata-kata
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metafora ironi dan
bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka. Terkadang
mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa
seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul.
2.
Batasan Usia Remaja
Terdapat batasan usia pada masa remaja yang difokuskan pada upaya
meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan
bersikap dan berperilaku dewasa. Menurut Kartono (1995: 36) batasan usia dibagi
menjadi tiga yaitu:
a.
Remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan
perkembangan intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia
luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi
namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa
ini remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas, dan merasa
kecewa.
b.
Remaja pertengahan (15-18 tahun)
Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa
remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan
badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan
perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari perasaan yang penuh
keraguan pada masa remaja awal ini rentan akan timbul kemantapan pada diri
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya
untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu
pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirinya.
c.
Remaja akhir (18-21 tahun)
Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya
dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian.
Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja
sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru
ditemukannya.
G. Kerangka Pikir
Variasi bahasa memang lazim muncul di kalangan masyarakat sebagai
sebuah bentuk berkembangnya sebuah bahasa. Kemunculan berbagai variasi
bahasa tersebut tidak dilarang penggunaannya justru akan mampu menambah
khazanah dalam berbahasa, baik dalam berbahasa Indonesia maupun bahasa
daerah. Prokem adalah salah satu jenis variasi bahasa yang dapat muncul atau
terbentuk di tengah-tengah masyarakat. Kosakata bahasa prokem dapat terbentuk
atau berasal dari kosakata bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing
bahkan tidak jarang ditemukan kosakata bahasa prokem yang tidak dapat secara
jelas diidentifikasi atau dengan kata lain lebih bersifat arbitrer. Pembentukan kata
seperti itu memiliki makna yang beragam dan bergantung pada kreativitas
pemakai bahasa prokem tersebut. Bahasa prokem kini tidak menjadi sebuah
bahasa yang digunakan untuk merahasiakan pembicaraan namun justru menjadi
salah satu bahasa gaul yang digunakan oleh masyarakat penggunanya.
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
Salah satu pengguna bahasa prokem tersebut ialah kelompok remaja di
Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. Bahasa prokem yang
digunakan merupakan bentukan dari kosakata bahasa Indonesia dan bahasa daerah
yakni bahasa Jawa dialek Tegal. Perubahan bentuk dan makna dari asal kata
bentukan kosakata bahasa prokem tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan
gejala-gejala bahasa pada bahasa Indonesia dan bahasa daerah tersebut. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori Sosiolinguistik yang didalamnya
mencakup teori mengenai keragaman atau variasi bahasa dimana prokem menjadi
salah satu bahasa di dalam variasi bahasa tersebut. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini ialah kualitatif deskriptif dengan sumber data yakni tuturan
masyarakat pengguna prokem di Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten
Tegal.
Teknik dasar pada penelitian ini menggunakan teknik sadap sedangkan
teknik lanjutan menggunakan Teknik Simak Libat Cakap (SLC), teknik rekam,
dan teknik catat. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan
metode agih dengan teknik dasar Bagi Unsur Langsung (BUL) dan teknik lanjutan
yakni teknik ganti. Dari rangkaian proses tersebut, penelitian ini diharapkan akan
mampu mengklasifikasikan gejala bahasa yang terkandung di dalam kosakata
bahasa prokem di lingkungan remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten
Tegal. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 1 berikut
ini:
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
Bagan 1: Kerangka Berpikir
Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal Di Lingkungan
Remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi
Kabupaten Tegal
Variasi Bahasa
Bahasa Prokem
Gejala Bahasa
Gejala Bahasa:
Pengertian Gejala Bahasa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Analogi
Adaptasi
Kontaminasi
Hiperkorek
Varian
Asimilasi
Disimilasi
Adisi
Reduksi
Metatesis
Diftongisasi
Monoftongisasi
Anaptiksis
Haplologi
Kontraksi
Kosakata Bahasa Prokem Remaja Desa Kalisapu
Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal
GEJALA BAHASA PROKEM ..., M. ALFIN FAUZAN, PBSI FKIP UMP 2017.
Download