Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta PEMBENTUKAN BAHASA PROKEM PADA PENUTUR BAHASA DI YOGYAKARTA Ratna Wahyu Kurniawati Yogyakarta is a slang variation of the unique language used by groups of teenagers. The uniqueness of this slang is on pattern of word formation, because it uses Java script as a basis for the formation of slang words. This research will address the general and specific patterns of formation of words in the slang used in Yogyakarta. The findings in this research showed that in slang in Yogyakarta are, 1) changes in the field of phonology or metathesis, 2) phoneme disappeared 3) the word absorption, 4) affixation, 5) curse. Keywords: establishment of language, form of slang Pendahuluan Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita, dan memungkinkan kita menciptakan kerjasama dengan sesama warga. Sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial, bahasa digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu dalam berkenalan dengan manusia yang lain. Sebagai alat kontrol sosial, bahasa merupakan alat yang dipergunakan dalam usaha mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Bahasa juga mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat. Salah satu sifat bahasa adalah unik. Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Sehingga yang dimaksud bahasa itu bersifat unik adalah bahwa setiap bahasa mempunyai cirri khas tersendiri yang berbeda dan tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Keunikan tersebut dapat berupa sistem bunyi, pembentukan kata, pembentukan kalimat, dan lain-lain. Bahasa prokem yang terdapat di Yogyakarta merupakan salah satu contoh bahwa suatu bahasa itu unik dan berbeda dengan bahasa prokem lainnya dalam pembentukan kata. Bahasa prokem ini oleh masyarakat sering disebut sebagai bahasa walikan. Walikan adalah istilah dalam bahasa Jawa yang berasal dari kata walik, yang artinya balik. Secara sederhana, walikan bermakna bahasa yang dibalik. Yang umum terjadi di Indonesia, pembalikan terjadi sebatas satuan kata. Tidak ada metode pasti untuk membalik kata. Yang jelas, walikan digunakan antar teman dan sahabat untuk sekedar mempererat hubungan dan membangun sebuah identitas yang unik. Salah satu bahasa walikan yang terkenal adalah bahasa ngawikan kera ngalam, yaitu bahasa walikan arek Malang yang saat ini telah menjadi bahasa keakraban diantara aremania suporter sepak bola Malang. Tata cara bahasa walikan ini adalah membalikkan kosakata dan membaca fonem dari belakang, seperti arek-arek Malang menjadi kera-kera ngalam, mobil menjadi libom, burung yang dalam bahasa Jawa adalah manuk menjadi kunam, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk bahasa prokem Yogyakarta ini fonem konsonan yang dibalik berdasarkan urutan aksara Jawa yang terdapat sebanyak dua puluh huruf yang dibagi menjadi dua baris. Misalnya kata Mas berubah menjadi Dab, Malang menjadi Dangal, serta mobil menjadi dosing. Sehingga apabila kita tidak memahami darimana asal-usul Skriptorium, Vol. 1, No. 2 103 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta pembalikan dan pengetahuan dasar mengenai aksara Jawa, maka tidak akan dapat mengetahui bagaimana kata-kata tersebut dapat disebut sebagai bahasa walikan. Banyak yang telah mencoba membuat artikel menarik mengenai keunikan bahasa prokem dari Yogyakarta ini. Namun, belum ada yang menjadikannya sebagai sebuah penelitian yang lebih mendalam. Jadi yang telah ada selama ini hanya membahas bahasa prokem Jogjakarta secara umum saja. Hal ini yang memberikan nilai lebih terhadap penelitian yang dilakukan. Manusia sudah menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi antar sesamanya sejak dahulu. Bahasa hadir sejalan dengan sejarah sosial komunitaskomunitas masyarakat atau bangsa. Pemahaman bahasa sebagai fungsi sosial menjadi hal pokok manusia untuk mengadakan interaksi sosial dengan sesamanya. Chaer (1994: 51) menyatakan bahwa bahasa itu bersifat unik, karena mempunyai cirri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Rahardja dan Chambert-loir (1990: 13) menyatakan bahwa salah satu bentuk bahasa prokem adalah bahasa balik (bahasa walikan), alias segala metatesis atau penukaran huruf atau suku kata. Sebagai tambahan mengingat bahasa walikan merupakan salah satu bahasa prokem, maka Chambert-loir (1990: 11) menyatakan bahwa definisi bahasa prokem sekarang ini bukan definisi linguistik (sebuah kata dianggap kata prokem menurut sesuai tidaknya dengan satu rumus tertentu) melainkan definisi sosial ( prokem adalah bahasa sandi termasuk macam-macam kode yang berlainan, yang dipakai oleh segolongan masyarakat tertentu. Kemudian teori-teori yang digunakan dalam pembentukan kata prokemnya sendiri adalah teori morfofonemik, diantaranya metatesis dan pelesapan fonem. Metatesis secara umum didefinisikan oleh Kridalaksana (2011: 153) sebagai proses perubahan letak huruf, bunyi, atau suku kata dalam kata. Akan tetapi, proses metatesis yang terdapat dalam bahasa prokem di Yogyakarta ini adalah perubahan letak huruf aksara Jawa, mengingat aksara Jawa merupakan dasar yang digunakan dalam pembentukan bahasa prokem di Yogyakarta ini. Proses morfofonemik yang berikutnya adalah pelesapan fonem. Kridalaksana (2011: 176) mendefinisikan pelesapan sebagai proses penghilangan suatu bagian dari suatu konstruksi. Proses pelesapan yang ditemukan dalam bahasa prokem di Yogyakarta ini merupakan pelesapan fonem /y/ dari fonem /ny/ dan /h/ dari fonem /dh/ ketika posisi fonem tersebut di akhir kata. Teori selanjutnya yang digunakan dalam menganalisis adalah teori mengenai afiksasi dan umpatan atau makian. Afiksasi berdasarkan Kridalaksana (1992: 28) merupakan proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Berdasarkan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2003: 572), umpatan merupakan perkataan yang memburuk-burukkan orang, fitnah, sesalan, cercaan yang diucapkan karena marah, menyesal, dan sebagainya kepada orang yang dianggap salah. Umpatan atau makian sangat berhubungan dengan teori tabu. Menurut Ullmann dalam Wijana (2010: 111), kata-kata yang dianggap tabu sering muncul dikarenakan adanya tiga faktor, yaitu: 1. adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear) 2. sesuatu yang tidak mengenakkan perasaan (taboo of delicacy) 3. serta sesuatu yang tidak santun dan tidak pantas (taboo of propriety). Umpatan atau makian dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: a. Makian berbentuk kata b. Makian berbentuk frasa (kelompok kata) Skriptorium, Vol. 1, No. 2 104 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta c. Makian berbentuk klausa Akan tetapi berdasarkan data yang didapatkan, umpatan atau makian yang terdapat dalam Bahasa Prokem di Yogyakarta ini adalah makian dalam bentuk kata dan frasa (kelompok kata). Pola Pembentukan Bahasa Prokem Pola Umum Pembentukan Bahasa Prokem Bahasa prokem di Yogyakarta memiliki beberapa pola dalam pembentukan katakatanya, yaitu pola umum dan pola khusus. Pola umum pembentukan istilah dalam bahasa prokem Yogyakarta didasarkan aksara Jawa. Caranya adalah dengan menukarkan urutan aksara yang berjumlah dua puluh aksara yang tersusun dalam empat baris. Apabila bunyi awal suku kata yang akan dirahasiakan menjadi bahasa prokem adalah aksara pada baris ke satu, maka aksara tersebut diganti dengan aksara pada baris ke tiga. Berlaku pula sebaliknya, apabila awal suku kata yang akan dirahasiakan merupakan aksara pada baris ke tiga, maka aksara tersebut diganti dengan aksara pada baris ke satu. Kemudian untuk bunyi awal suku kata yang terdapat pada baris ke dua diganti dengan aksara yang terdapat pada baris ke empat. Sebaliknya, apabila bunyi awal suku kata merupakan aksara pada baris ke empat, maka diganti dengan aksara pada baris ke dua. Pertukaran aksara tersebut hanya berlaku untuk fonem konsonan. Sedangkan untuk fonem vokal (a, i, u, e, o) tidak mengalami perubahan. Namun ada yang perlu diingat bahwa dalam aksara Jawa mengandung aksara da dan dha serta ta dan tha. Jadi harus benar-benar diperhatikan kata-kata yang mengandung aksara tersebut, apakah mengunakan da atau dha dan ta atau tha. Apabila tidak mengetahui dasar-dasar yang benar mengenai kata-kata dalam bahasa Jawa, maka akan menghasilkan bahasa prokem yang salah. Perihal berikutnya yang tidak kalah penting adalah cara pemenggalan katanya. Pemenggalan kata dalam bahasa prokem Yogyakarta bukan berdasarkan suku kata, tetapi berdasarkan pemisahan fonem konsonan yang akan dirahasiakan. Misalnya untuk kata tenan, bukan dipisah menjadi te - nan, tetapi menjadi te – na – n. Berdasarkan aturan-aturan di atas dapat ditemukan beberapa fenomena perubahan fonem, diantaranya: /h/ menjadi /p/, /n/ menjadi /dh/, /c/ menjadi /j/, /r/ menjadi /y/, /k/ menjadi /ny/, /d/ menjadi /m/, /t/ menjadi /g/, /s/ menjadi /b/, /w/ menjadi /th/, /l/ menjadi/ng/, /p/ menjadi /h/, /dh/ menjadi /n/, /j/ menjadi /c/, /y/ menjadi /r/. /ny/ menjadi /k/, /m/ menjadi /d/, /g/ menjadi /t/, /b/ menjadi /s/, /th/ menjadi /w/, /ng/ menjadi /l/. Contohnya: Bokong → sonyol [b O k O ŋ] → [s O ñ O l] Proses: Bo – ko – ng → so – nyo – l bo → so ko → nyo ng →l Perubahan kata bokong di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Konsonan /b/ pada /bO/ merupakan aksara ke tiga baris ke empat. Pengganti konsonan /b/ adalah aksara ke tiga baris ke dua, yaitu konsonan /s/. Konsonan /k/ pada /kO/ merupakan aksara ke lima baris ke satu. Pengganti konsonan /k/ adalah aksara ke lima baris ke tiga, yaitu konsonan /ñ/. Skriptorium, Vol. 1, No. 2 105 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta Kemudian untuk konsonan /ŋ/ yang merupakan aksara ke lima baris ke empat digantikan oleh aksara ke lima baris ke dua, yaitu konsonan /l/. Sedangkan vokal /O/ tidak mengalami perubahan. Jadi kata bokong mengalami perubahan menjadi sonyol. Pola Khusus Pembentukan Bahasa Prokem Selain pola-pola umum tersebut, terdapat pula beberapa pola khusus yang menjadi dasar pembentukan bahasa prokem di Yogyakarta. Pola-pola khusus tersebut meliputi ha-hal di bawah ini, yaitu: 1. Pelesapan fonem /y/ pada /ny/ di akhir kata Misalnya: Wedok → themony → themon [w e d O k] → [ť e m O ñ] → [ť e m O n] We – do – k → te – mo – ny → te – mo – n we → te do → mo k → ny → n Prosesnya, kata wedok dipisah berdasarkan konsonannya menjadi we – do – k. Konsonan /w/ pada /we/ merupakan aksara ke empat baris ke dua. Pengganti konsonan /w/ adalah aksara ke empat baris ke empat, yaitu konsonan /th/. Konsonan /d/ pada /do/ merupakan aksara ke satu baris ke dua. Pengganti konsonan /d/ adalah aksara ke satu baris ke empat, yaitu konsonan /m/. Sedangkan konsonan /k/ merupakan konsonan ke lima baris ke satu yang digantikan dengan konsonan /ny/ aksara ke lima baris ke tiga. Akan tetapi pada pengucapannya, penutur bahasa prokem tidak mengucapkan konsonan /y/ pada /ny/. Jadi kata tersebut diucapkan themon. Hal ini dikarenakan untuk memudahkankan pengucapan sesuai dengan lidah orang Jawa, khususnya masyarakat Yogyakarta. 2. Pelesapan fonem /h/ pada /dh/ di akhir kata Misalnya: Tangan → galadh → galad [t a ŋ a n] → [g a la ď] → [g a l a d] Ta – nga – n → ga – la – dh → ga – la – d ta → ga nga → la n → dh → d Prosesnya, kata tangan dipisah berdasarkan konsonannya menjadi ta – nga – n. Konsonan /t/ pada /ta/ merupakan aksara ke dua baris ke dua. Pengganti konsonan /t/ adalah aksara ke dua baris ke empat. Konsonan /ng/ pada /nga/ merupakan aksara ke lima baris ke empat. Pengganti konsonan /ng/ adalah aksara ke lima baris ke dua, yaitu konsonan /l/. Kemudian konsonan /n/ di akhir kata merupakan aksara ke dua baris ke satu. Berdasarkan pola, pengganti konsonan /n/ adalah aksara ke dua baris ke tiga, yaitu konsonan /dh/. Akan tetapi, karena posisinya berada di akhir kata maka digantikan dengan konsonan /n/. Hal tersebu bertujuan untuk memudahkan pengucapan. Sedangkan vokal /a/ tidak mengalami perubahan. Jadi kata tangan berubah menjadi galad. 3. Perubahan fonem /y/ di akhir kata menjadi /s/ Misalnya: sopir → bohiy → bohis [s O p I r] → [b O h I y] → [b O h I s] so – pi – r → bo – hi – y → bo – hi – s so → bo Skriptorium, Vol. 1, No. 2 106 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta pi → hi r →y →s Prosesnya, kata sopir dipisah berdasarkan konsonannya menjadi so – pi – r. Konsonan /s/ pada /so/ merupakan aksara ke tiga baris ke dua. Pengganti konsonan /s/ adalah aksara ke tiga baris ke empat, yaitu konsonan /b/. Konsonan /p/ pada /pi/ merupakan aksara ke satu baris ke tiga. Pengganti konsonan /p/ adalah aksara ke satu baris ke satu, yaitu konsonan /h/. Kemudian konsonan /r/ yang merupakan aksara ke empat baris ke satu secara rumus digantikan oleh aksara ke empat baris ke tiga, yaitu konsonan /y/. Akan tetapi karena posisinya berada di akhir kata, maka pada pengucapannya, penutur bahasa prokem menggantinya dengan konsonan /s/. Jadi kata tersebut diucapkan bohis. Hal ini dikarenakan untuk memudahkankan pengucapan sesuai dengan lidah orang Jawa, khususnya masyarakat Yogyakarta. 4. Bunyi vokal a, i, u, e, o yang berdiri sendiri sebagai suku kata ditambah konsonan /h/ di depannya Misalnya: Ibu → pisu [i b u] → [p i s u] (h) i – bu → pi – su hi → pi bu → su Prosesnya, menambahkan konsonan /h/ di depan vokal /i/. Kemudian kata hibu dipisah berdasarkan konsonannya menjadi hi – bu. Konsonan /h/ merupakan aksara ke satu baris ke satu digantikan oleh konsonan /p/ aksara ke satu baris ke tiga. Kemudian pada suku kata ke dua terdapat konsonan /b/ pada /bu/ yang merupakan aksara ke tiga baris ke empat. Konsonan /b/ digantikan oleh konsonan /s/ yang merupakan aksara ke tiga baris ke dua. Jadi kata ibu mengalami perubahan menjadi pisu. 5. Serapan Misalnya: Ciak → jipany → jipan [c i a k] → [j i p a ñ] → [j i p a n] Proses: Ci- a- k → ji- pa- n(y) ci → ji ha → pa k → ny → n Makna kata kata ciak adalah makan. Akan tetapi dalam bahasa prokem kata jipan(y) tidak digunakan untuk mengungkakan kata makan yang sebenarnya, karena untuk makan dalam arti sebenarnya digun akan kata makan yang apabila diubah menjadi dalad(h). Kata jipan(y) digunakan untuk menyatakan keinginan untuk menggagahi lawan jenisnya. Hal ini dikarenakan pada masa bahasa prokem populer, pelecehan terhadap perempuan sering dilakukan dengan kata “dipangan wae”. Kemudian kata pangan itu disamarkan dengan menggunakan kata ciak dalam bahasa Cina. 6. Afiksasi Afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Afiks pada bahasa prokem tidak mengalami perubahan menjadi bahasa prokem. Jadi hanya bentuk dasarnya saja yang mengalami perubahan. Contohnya pada motorku, apabila diubah menjadi kata prokem maka akan berubah menjadi dogosku bukan dogosnyu. 7. Umpatan atau makian Skriptorium, Vol. 1, No. 2 107 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta Pada saat-saat tertentu terdapat perbedaan pendapat yang menyebabkan perselisihan. Emosi yang tidak dapat ditahan dalam perselisihan tersebut salah satu faktor yang memicu munculnya suatu umpatan atau makian terhadap orang lain. Umpatan atau makian tersebut dijadikan sebagai ekspresi atas ketidaksenangan, kebencian, atau ketidakpuasan mereka. Pada penelitian kali ini dalam Bahasa Prokem di Yogyakarta terdapat dua jenis umpatan atau makian, yaitu umpatan atau makian dalam bentuk kata dan frasa (kelompok kata). Umpatan atau makian dalam bentuk kata contohnya adalah kata asu. Umpatan dengan menggunakan nama dari salah satu binatang ini memang populer. Kata asu apabila diubah ke dalam bahasa prokem menjadi pabu. Sedangkan umpatan atau makian dalam bentuk frase dapat dilihat pada frase matamu. Frase yang tergolong dalam umpatan frase nomima ini sangat umum muncul di Yogyakarta bahkan sebagai salah satu merek produk khas Yogyakarta. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, pola umum pembentukan bahasa prokem di Yogyakarta adalah perubahan bidang fonologis. Perubahan bidang fonologis tersebut didasarkan dari aksara Jawa yang berjumlah dua puluh aksara. Jadi perubahan bidang fonologis yang terdapat pada Bahasa Prokem di Yogyakarta terdapat dua puluh perubahan, yaitu: perubahan konsonan /h/ menjadi /p/, /n/ menjadi /dh/, /c/ menjadi /j/, /r/ menjadi /y/, /k/ menjadi /ny/, /d/ menjadi /m/, /t/ menjadi /g/, /s/ menjadi /b/, /w/ menjadi /th/, /l/ menjadi/ng/, /p/ menjadi /h/, /dh/ menjadi /n/, /j/ menjadi /c/, /y/ menjadi /r/, /ny/ menjadi /k/, /m/ menjadi /d/, /g/ menjadi /t/, /b/ menjadi /s/, /th/ menjadi /w/, /ng/ menjadi /l/. Kedua, selain pola-pola dasar tersebut terdapat pula beberapa pola khusus yang mendasari pembentukan bahasa prokem di Yogyakarta. Pola-pola khusus tersebut meliputi: 1. Pelesapan konsonan /y/ pada /ny/ di akhir kata 2. Pelesapan konsonan /h/ pada /dh/ di akhir kata 3. Kata yang berakhiran konsonan /r/ yang seharusnya digantikan dengan konsonan /y/ berubah menjadi konsonan /s/ 4. Bunyi vokal a, i, u, e, o yang berdiri sendiri sebagai suku kata ditambah konsonan /h/ di depannya 5. Serapan 6. Afiksasi 7. Umpatan atau makian Perubahan fonem konsonan pada kata-kata yang berakhiran konsonan /k/, /n/, dan /r/ terjadi akibat susahnya pelafalan. Lalu kemudian dilakukan perubahan akhiran agar pelafalan kata prokem menjadi lebih mudah. Hal tersebut disesuaikan dengan kemudahan pengucapan lidah orang Jawa khususnya penutur bahasa prokem di Yogyakarta. Dasar pembentukan kata pada Bahasa Prokem di Yogyakarta adalah bahasa Jawa, namun terdapat pula beberapa kata serapan, yaitu serapan dari bahasa Indonesia dan bahasa Cina. Kemudian terhadap kata-kata yang mendapat imbuhan atau afiksasi, maka hanya kata dasarnya saja yang mengalami perubahan. Akan tetapi untuk afiksnya sendri tidak mengalami perubahan. Skriptorium, Vol. 1, No. 2 108 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta Fungsi utama penggunaan Bahasa Prokem di Yogayakarta adalah untuk merahasiakan pembicaraan. Akan tetapi terdapat beberapa fungsi lain yang sering digunakan sebagai alasan penggunaan Bahasa Prokem di Yogyakarta, yaitu: menunjukkan identitas sebagai warga Yogayakarta, agar terlihat menarik, dan sekedar iseng. Referensi Alwasilah, Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. “Boso Walikan, Salah Satu Keunikan Jogja” dalam http://bahasa.kompasiana.com, diakses 17 Oktober 2011. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. “Dab! Belajar Basa Walikan Yuk!” dalam http://jogjamagz.com diakses 20 Januari 2012. Danandjaja, James. 1982. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti. Ellenia, Mega. 2009. “Bahasa Prokem Polisi di Surabaya”. Skripsi pada Program Sarjana Universitas Airlangga (belum diterbitkan). Jalal, Moch. 1993. “Bahasa Walikan di Desa Kalianyar Kec. Kapas Kab. Bojonegoro”. Skripsi pada Program Sarjana Universitas Airlangga (belum diterbitkan). Kridalaksana, Harimurti. 1992. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (edisi keempat). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kunjana, Rahardi. 2010. Kajian Sosiolinguistik : Ihwal Kode dan Alih Kode. Bogor: Ghalia Indonesia. Mahsun. 2007. Metode Penelitian bahasa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolnguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Tama. Pateda, Mansoer. 1994. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa. Prawiraatmadja, Iwan Soetrisno, “Benarkah Basa walikan itu basa GALI”, http://www.facebook.com/groups, diakses 17 Oktober 2011. Skriptorium, Vol. 1, No. 2 109 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta Sd, Moelyadi. 2009. Kamus Kecil Jawa- Indonesia. Klaten: Sahabat. “Sejarah Kota Yogyakarta” dalam http://www.jogjakota.go.id, diakses 16 Februari 2012. Setyowati, Titiek Catur. 2000. “Bahasa Prokem Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kalisosok Surabaya”. Skripsi pada Program Sarjana Universitas Airlangga (belum diterbitkan). Soedaryanto. 1983. Metode Linguistik. Yogya: Gadjah Mada University Press. Sulistyorini, Hermin. “Bahasa Walikan Dukuh Kemuning Desa Tiru Kidul, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri”. Skripsi pada Program Sarjana Universitas Airlangga (belum diterbitkan). Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Verhaar, J. W. M. 1988. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Skriptorium, Vol. 1, No. 2 110