PEMBENTUKAN BAHASA PROKEM PADA

advertisement
Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta
PEMBENTUKAN BAHASA PROKEM
PADA PENUTUR BAHASA DI YOGYAKARTA
Ratna Wahyu Kurniawati
Yogyakarta is a slang variation of the unique language used by groups of
teenagers. The uniqueness of this slang is on pattern of word formation, because it
uses Java script as a basis for the formation of slang words. This research will
address the general and specific patterns of formation of words in the slang used in
Yogyakarta. The findings in this research showed that in slang in Yogyakarta are,
1) changes in the field of phonology or metathesis, 2) phoneme disappeared 3) the
word absorption, 4) affixation, 5) curse.
Keywords: establishment of language, form of slang
Pendahuluan
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud
kita, melahirkan perasaan kita, dan memungkinkan kita menciptakan kerjasama
dengan sesama warga. Sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial, bahasa digunakan
sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu dalam berkenalan dengan manusia yang
lain. Sebagai alat kontrol sosial, bahasa merupakan alat yang dipergunakan dalam
usaha mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Bahasa juga
mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat.
Salah satu sifat bahasa adalah unik. Unik artinya mempunyai ciri khas
yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Sehingga yang dimaksud bahasa itu
bersifat unik adalah bahwa setiap bahasa mempunyai cirri khas tersendiri yang
berbeda dan tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Keunikan tersebut dapat berupa
sistem bunyi, pembentukan kata, pembentukan kalimat, dan lain-lain. Bahasa
prokem yang terdapat di Yogyakarta merupakan salah satu contoh bahwa suatu
bahasa itu unik dan berbeda dengan bahasa prokem lainnya dalam pembentukan
kata. Bahasa prokem ini oleh masyarakat sering disebut sebagai bahasa walikan.
Walikan adalah istilah dalam bahasa Jawa yang berasal dari kata walik, yang artinya
balik. Secara sederhana, walikan bermakna bahasa yang dibalik. Yang umum terjadi
di Indonesia, pembalikan terjadi sebatas satuan kata. Tidak ada metode pasti untuk
membalik kata. Yang jelas, walikan digunakan antar teman dan sahabat untuk
sekedar mempererat hubungan dan membangun sebuah identitas yang unik. Salah
satu bahasa walikan yang terkenal adalah bahasa ngawikan kera ngalam, yaitu
bahasa walikan arek Malang yang saat ini telah menjadi bahasa keakraban diantara
aremania suporter sepak bola Malang. Tata cara bahasa walikan ini adalah
membalikkan kosakata dan membaca fonem dari belakang, seperti arek-arek Malang
menjadi kera-kera ngalam, mobil menjadi libom, burung yang dalam bahasa Jawa
adalah manuk menjadi kunam, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk bahasa
prokem Yogyakarta ini fonem konsonan yang dibalik berdasarkan urutan aksara
Jawa yang terdapat sebanyak dua puluh huruf yang dibagi menjadi dua baris.
Misalnya kata Mas berubah menjadi Dab, Malang menjadi Dangal, serta mobil
menjadi dosing. Sehingga apabila kita tidak memahami darimana asal-usul
Skriptorium, Vol. 1, No. 2
103 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta
pembalikan dan pengetahuan dasar mengenai aksara Jawa, maka tidak akan dapat
mengetahui bagaimana kata-kata tersebut dapat disebut sebagai bahasa walikan.
Banyak yang telah mencoba membuat artikel menarik mengenai
keunikan bahasa prokem dari Yogyakarta ini. Namun, belum ada yang
menjadikannya sebagai sebuah penelitian yang lebih mendalam. Jadi yang telah ada
selama ini hanya membahas bahasa prokem Jogjakarta secara umum saja. Hal ini
yang memberikan nilai lebih terhadap penelitian yang dilakukan.
Manusia sudah menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi antar
sesamanya sejak dahulu. Bahasa hadir sejalan dengan sejarah sosial komunitaskomunitas masyarakat atau bangsa. Pemahaman bahasa sebagai fungsi sosial
menjadi hal pokok manusia untuk mengadakan interaksi sosial dengan sesamanya.
Chaer (1994: 51) menyatakan bahwa bahasa itu bersifat unik, karena
mempunyai cirri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Rahardja dan
Chambert-loir (1990: 13) menyatakan bahwa salah satu bentuk bahasa prokem
adalah bahasa balik (bahasa walikan), alias segala metatesis atau penukaran huruf
atau suku kata. Sebagai tambahan mengingat bahasa walikan merupakan salah satu
bahasa prokem, maka Chambert-loir (1990: 11) menyatakan bahwa definisi bahasa
prokem sekarang ini bukan definisi linguistik (sebuah kata dianggap kata prokem
menurut sesuai tidaknya dengan satu rumus tertentu) melainkan definisi sosial (
prokem adalah bahasa sandi termasuk macam-macam kode yang berlainan, yang
dipakai oleh segolongan masyarakat tertentu.
Kemudian teori-teori yang digunakan dalam pembentukan kata
prokemnya sendiri adalah teori morfofonemik, diantaranya metatesis dan pelesapan
fonem. Metatesis secara umum didefinisikan oleh Kridalaksana (2011: 153)
sebagai proses perubahan letak huruf, bunyi, atau suku kata dalam kata. Akan
tetapi, proses metatesis yang terdapat dalam bahasa prokem di Yogyakarta ini
adalah perubahan letak huruf aksara Jawa, mengingat aksara Jawa merupakan dasar
yang digunakan dalam pembentukan bahasa prokem di Yogyakarta ini. Proses
morfofonemik yang berikutnya adalah pelesapan fonem. Kridalaksana (2011: 176)
mendefinisikan pelesapan sebagai proses penghilangan suatu bagian dari suatu
konstruksi. Proses pelesapan yang ditemukan dalam bahasa prokem di Yogyakarta
ini merupakan pelesapan fonem /y/ dari fonem /ny/ dan /h/ dari fonem /dh/ ketika
posisi fonem tersebut di akhir kata.
Teori selanjutnya yang digunakan dalam menganalisis adalah teori mengenai
afiksasi dan umpatan atau makian. Afiksasi berdasarkan Kridalaksana (1992: 28)
merupakan proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Berdasarkan
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2003: 572), umpatan merupakan perkataan
yang memburuk-burukkan orang, fitnah, sesalan, cercaan yang diucapkan karena
marah, menyesal, dan sebagainya kepada orang yang dianggap salah.
Umpatan atau makian sangat berhubungan dengan teori tabu. Menurut
Ullmann dalam Wijana (2010: 111), kata-kata yang dianggap tabu sering muncul
dikarenakan adanya tiga faktor, yaitu:
1. adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear)
2. sesuatu yang tidak mengenakkan perasaan (taboo of delicacy)
3. serta sesuatu yang tidak santun dan tidak pantas (taboo of propriety).
Umpatan atau makian dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Makian berbentuk kata
b. Makian berbentuk frasa (kelompok kata)
Skriptorium, Vol. 1, No. 2
104 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta
c. Makian berbentuk klausa
Akan tetapi berdasarkan data yang didapatkan, umpatan atau makian yang terdapat
dalam Bahasa Prokem di Yogyakarta ini adalah makian dalam bentuk kata dan
frasa (kelompok kata).
Pola Pembentukan Bahasa Prokem
Pola Umum Pembentukan Bahasa Prokem
Bahasa prokem di Yogyakarta memiliki beberapa pola dalam pembentukan katakatanya, yaitu pola umum dan pola khusus. Pola umum pembentukan istilah dalam
bahasa prokem Yogyakarta didasarkan aksara Jawa. Caranya adalah dengan
menukarkan urutan aksara yang berjumlah dua puluh aksara yang tersusun dalam empat
baris. Apabila bunyi awal suku kata yang akan dirahasiakan menjadi bahasa prokem
adalah aksara pada baris ke satu, maka aksara tersebut diganti dengan aksara pada baris
ke tiga. Berlaku pula sebaliknya, apabila awal suku kata yang akan dirahasiakan
merupakan aksara pada baris ke tiga, maka aksara tersebut diganti dengan aksara pada
baris ke satu. Kemudian untuk bunyi awal suku kata yang terdapat pada baris ke dua
diganti dengan aksara yang terdapat pada baris ke empat. Sebaliknya, apabila bunyi
awal suku kata merupakan aksara pada baris ke empat, maka diganti dengan aksara pada
baris ke dua.
Pertukaran aksara tersebut hanya berlaku untuk fonem konsonan. Sedangkan
untuk fonem vokal (a, i, u, e, o) tidak mengalami perubahan. Namun ada yang perlu
diingat bahwa dalam aksara Jawa mengandung aksara da dan dha serta ta dan tha. Jadi
harus benar-benar diperhatikan kata-kata yang mengandung aksara tersebut, apakah
mengunakan da atau dha dan ta atau tha. Apabila tidak mengetahui dasar-dasar yang
benar mengenai kata-kata dalam bahasa Jawa, maka akan menghasilkan bahasa prokem
yang salah.
Perihal berikutnya yang tidak kalah penting adalah cara pemenggalan katanya.
Pemenggalan kata dalam bahasa prokem Yogyakarta bukan berdasarkan suku kata,
tetapi berdasarkan pemisahan fonem konsonan yang akan dirahasiakan. Misalnya untuk
kata tenan, bukan dipisah menjadi te - nan, tetapi menjadi te – na – n.
Berdasarkan aturan-aturan di atas dapat ditemukan beberapa fenomena
perubahan fonem, diantaranya: /h/ menjadi /p/, /n/ menjadi /dh/, /c/ menjadi /j/, /r/
menjadi /y/, /k/ menjadi /ny/, /d/ menjadi /m/, /t/ menjadi /g/, /s/ menjadi /b/, /w/
menjadi /th/, /l/ menjadi/ng/, /p/ menjadi /h/, /dh/ menjadi /n/, /j/ menjadi /c/, /y/ menjadi
/r/. /ny/ menjadi /k/, /m/ menjadi /d/, /g/ menjadi /t/, /b/ menjadi /s/, /th/ menjadi /w/,
/ng/ menjadi /l/. Contohnya:
Bokong
→ sonyol
[b O k O ŋ]
→ [s O ñ O l]
Proses: Bo – ko – ng → so – nyo – l
bo
→ so
ko
→ nyo
ng
→l
Perubahan kata bokong di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Konsonan /b/ pada /bO/ merupakan aksara ke tiga baris ke empat. Pengganti
konsonan /b/ adalah aksara ke tiga baris ke dua, yaitu konsonan /s/. Konsonan /k/ pada
/kO/ merupakan aksara ke lima baris ke satu. Pengganti konsonan /k/ adalah aksara ke
lima baris ke tiga, yaitu konsonan /ñ/.
Skriptorium, Vol. 1, No. 2
105 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta
Kemudian untuk konsonan /ŋ/ yang merupakan aksara ke lima baris ke empat
digantikan oleh aksara ke lima baris ke dua, yaitu konsonan /l/. Sedangkan vokal /O/
tidak mengalami perubahan. Jadi kata bokong mengalami perubahan menjadi sonyol.
Pola Khusus Pembentukan Bahasa Prokem
Selain pola-pola umum tersebut, terdapat pula beberapa pola khusus yang
menjadi dasar pembentukan bahasa prokem di Yogyakarta. Pola-pola khusus tersebut
meliputi ha-hal di bawah ini, yaitu:
1.
Pelesapan fonem /y/ pada /ny/ di akhir kata
Misalnya:
Wedok
→ themony
→ themon
[w e d O k] → [ť e m O ñ]
→ [ť e m O n]
We – do – k → te – mo – ny
→ te – mo – n
we
→ te
do
→ mo
k
→ ny → n
Prosesnya, kata wedok dipisah berdasarkan konsonannya menjadi we – do – k.
Konsonan /w/ pada /we/ merupakan aksara ke empat baris ke dua. Pengganti konsonan
/w/ adalah aksara ke empat baris ke empat, yaitu konsonan /th/. Konsonan /d/ pada /do/
merupakan aksara ke satu baris ke dua. Pengganti konsonan /d/ adalah aksara ke satu
baris ke empat, yaitu konsonan /m/. Sedangkan konsonan /k/ merupakan konsonan ke
lima baris ke satu yang digantikan dengan konsonan /ny/ aksara ke lima baris ke tiga.
Akan tetapi pada pengucapannya, penutur bahasa prokem tidak mengucapkan konsonan
/y/ pada /ny/. Jadi kata tersebut diucapkan themon. Hal ini dikarenakan untuk
memudahkankan pengucapan sesuai dengan lidah orang Jawa, khususnya masyarakat
Yogyakarta.
2.
Pelesapan fonem /h/ pada /dh/ di akhir kata
Misalnya:
Tangan
→ galadh
→ galad
[t a ŋ a n]
→ [g a la ď] → [g a l a d]
Ta – nga – n → ga – la – dh → ga – la – d
ta
→ ga
nga
→ la
n
→ dh → d
Prosesnya, kata tangan dipisah berdasarkan konsonannya menjadi ta – nga – n.
Konsonan /t/ pada /ta/ merupakan aksara ke dua baris ke dua. Pengganti konsonan /t/
adalah aksara ke dua baris ke empat. Konsonan /ng/ pada /nga/ merupakan aksara ke
lima baris ke empat. Pengganti konsonan /ng/ adalah aksara ke lima baris ke dua, yaitu
konsonan /l/.
Kemudian konsonan /n/ di akhir kata merupakan aksara ke dua baris ke satu.
Berdasarkan pola, pengganti konsonan /n/ adalah aksara ke dua baris ke tiga, yaitu
konsonan /dh/. Akan tetapi, karena posisinya berada di akhir kata maka digantikan
dengan konsonan /n/. Hal tersebu bertujuan untuk memudahkan pengucapan.
Sedangkan vokal /a/ tidak mengalami perubahan. Jadi kata tangan berubah menjadi
galad.
3.
Perubahan fonem /y/ di akhir kata menjadi /s/
Misalnya:
sopir
→ bohiy
→ bohis
[s O p I r]
→ [b O h I y] → [b O h I s]
so – pi – r
→ bo – hi – y → bo – hi – s
so
→ bo
Skriptorium, Vol. 1, No. 2
106 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta
pi
→ hi
r
→y →s
Prosesnya, kata sopir dipisah berdasarkan konsonannya menjadi so – pi – r.
Konsonan /s/ pada /so/ merupakan aksara ke tiga baris ke dua. Pengganti konsonan /s/
adalah aksara ke tiga baris ke empat, yaitu konsonan /b/. Konsonan /p/ pada /pi/
merupakan aksara ke satu baris ke tiga. Pengganti konsonan /p/ adalah aksara ke satu
baris ke satu, yaitu konsonan /h/.
Kemudian konsonan /r/ yang merupakan aksara ke empat baris ke satu secara
rumus digantikan oleh aksara ke empat baris ke tiga, yaitu konsonan /y/. Akan tetapi
karena posisinya berada di akhir kata, maka pada pengucapannya, penutur bahasa
prokem menggantinya dengan konsonan /s/. Jadi kata tersebut diucapkan bohis. Hal ini
dikarenakan untuk memudahkankan pengucapan sesuai dengan lidah orang Jawa,
khususnya masyarakat Yogyakarta.
4.
Bunyi vokal a, i, u, e, o yang berdiri sendiri sebagai suku kata ditambah
konsonan /h/ di depannya
Misalnya:
Ibu
→ pisu
[i b u] → [p i s u]
(h) i – bu
→ pi – su
hi
→ pi
bu
→ su
Prosesnya, menambahkan konsonan /h/ di depan vokal /i/. Kemudian kata hibu
dipisah berdasarkan konsonannya menjadi hi – bu. Konsonan /h/ merupakan aksara ke
satu baris ke satu digantikan oleh konsonan /p/ aksara ke satu baris ke tiga. Kemudian
pada suku kata ke dua terdapat konsonan /b/ pada /bu/ yang merupakan aksara ke tiga
baris ke empat. Konsonan /b/ digantikan oleh konsonan /s/ yang merupakan aksara ke
tiga baris ke dua. Jadi kata ibu mengalami perubahan menjadi pisu.
5.
Serapan
Misalnya:
Ciak
→ jipany
→ jipan
[c i a k]
→ [j i p a ñ] → [j i p a n]
Proses: Ci- a- k
→ ji- pa- n(y)
ci
→ ji
ha
→ pa
k
→ ny → n
Makna kata kata ciak adalah makan. Akan tetapi dalam bahasa prokem kata
jipan(y) tidak digunakan untuk mengungkakan kata makan yang sebenarnya, karena
untuk makan dalam arti sebenarnya digun akan kata makan yang apabila diubah
menjadi dalad(h). Kata jipan(y) digunakan untuk menyatakan keinginan untuk
menggagahi lawan jenisnya. Hal ini dikarenakan pada masa bahasa prokem populer,
pelecehan terhadap perempuan sering dilakukan dengan kata “dipangan wae”.
Kemudian kata pangan itu disamarkan dengan menggunakan kata ciak dalam bahasa
Cina.
6.
Afiksasi
Afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Afiks
pada bahasa prokem tidak mengalami perubahan menjadi bahasa prokem. Jadi hanya
bentuk dasarnya saja yang mengalami perubahan. Contohnya pada motorku, apabila
diubah menjadi kata prokem maka akan berubah menjadi dogosku bukan dogosnyu.
7.
Umpatan atau makian
Skriptorium, Vol. 1, No. 2
107 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta
Pada saat-saat tertentu terdapat perbedaan pendapat yang menyebabkan
perselisihan. Emosi yang tidak dapat ditahan dalam perselisihan tersebut salah satu
faktor yang memicu munculnya suatu umpatan atau makian terhadap orang lain.
Umpatan atau makian tersebut dijadikan sebagai ekspresi atas ketidaksenangan,
kebencian, atau ketidakpuasan mereka. Pada penelitian kali ini dalam Bahasa Prokem di
Yogyakarta terdapat dua jenis umpatan atau makian, yaitu umpatan atau makian dalam
bentuk kata dan frasa (kelompok kata).
Umpatan atau makian dalam bentuk kata contohnya adalah kata asu. Umpatan
dengan menggunakan nama dari salah satu binatang ini memang populer. Kata asu
apabila diubah ke dalam bahasa prokem menjadi pabu. Sedangkan umpatan atau makian
dalam bentuk frase dapat dilihat pada frase matamu. Frase yang tergolong dalam
umpatan frase nomima ini sangat umum muncul di Yogyakarta bahkan sebagai salah
satu merek produk khas Yogyakarta.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, pola umum pembentukan bahasa prokem
di Yogyakarta adalah perubahan bidang fonologis. Perubahan bidang fonologis tersebut
didasarkan dari aksara Jawa yang berjumlah dua puluh aksara. Jadi perubahan bidang
fonologis yang terdapat pada Bahasa Prokem di Yogyakarta terdapat dua puluh
perubahan, yaitu: perubahan konsonan /h/ menjadi /p/, /n/ menjadi /dh/, /c/ menjadi /j/,
/r/ menjadi /y/, /k/ menjadi /ny/, /d/ menjadi /m/, /t/ menjadi /g/, /s/ menjadi /b/, /w/
menjadi /th/, /l/ menjadi/ng/, /p/ menjadi /h/, /dh/ menjadi /n/, /j/ menjadi /c/, /y/ menjadi
/r/, /ny/ menjadi /k/, /m/ menjadi /d/, /g/ menjadi /t/, /b/ menjadi /s/, /th/ menjadi /w/,
/ng/ menjadi /l/.
Kedua, selain pola-pola dasar tersebut terdapat pula beberapa pola khusus yang
mendasari pembentukan bahasa prokem di Yogyakarta. Pola-pola khusus tersebut
meliputi:
1.
Pelesapan konsonan /y/ pada /ny/ di akhir kata
2.
Pelesapan konsonan /h/ pada /dh/ di akhir kata
3.
Kata yang berakhiran konsonan /r/ yang seharusnya digantikan dengan konsonan
/y/ berubah menjadi konsonan /s/
4.
Bunyi vokal a, i, u, e, o yang berdiri sendiri sebagai suku kata ditambah
konsonan /h/ di depannya
5.
Serapan
6.
Afiksasi
7.
Umpatan atau makian
Perubahan fonem konsonan pada kata-kata yang berakhiran konsonan /k/, /n/,
dan /r/ terjadi akibat susahnya pelafalan. Lalu kemudian dilakukan perubahan akhiran
agar pelafalan kata prokem menjadi lebih mudah. Hal tersebut disesuaikan dengan
kemudahan pengucapan lidah orang Jawa khususnya penutur bahasa prokem di
Yogyakarta.
Dasar pembentukan kata pada Bahasa Prokem di Yogyakarta adalah bahasa
Jawa, namun terdapat pula beberapa kata serapan, yaitu serapan dari bahasa Indonesia
dan bahasa Cina. Kemudian terhadap kata-kata yang mendapat imbuhan atau afiksasi,
maka hanya kata dasarnya saja yang mengalami perubahan. Akan tetapi untuk afiksnya
sendri tidak mengalami perubahan.
Skriptorium, Vol. 1, No. 2
108 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta
Fungsi utama penggunaan Bahasa Prokem di Yogayakarta adalah untuk
merahasiakan pembicaraan. Akan tetapi terdapat beberapa fungsi lain yang sering
digunakan sebagai alasan penggunaan Bahasa Prokem di Yogyakarta, yaitu:
menunjukkan identitas sebagai warga Yogayakarta, agar terlihat menarik, dan sekedar
iseng.
Referensi
Alwasilah, Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
“Boso Walikan, Salah Satu Keunikan Jogja” dalam http://bahasa.kompasiana.com,
diakses 17 Oktober 2011.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
“Dab! Belajar Basa Walikan Yuk!” dalam http://jogjamagz.com diakses 20 Januari
2012.
Danandjaja, James. 1982. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti.
Ellenia, Mega. 2009. “Bahasa Prokem Polisi di Surabaya”. Skripsi pada Program
Sarjana Universitas Airlangga (belum diterbitkan).
Jalal, Moch. 1993. “Bahasa Walikan di Desa Kalianyar Kec. Kapas Kab. Bojonegoro”.
Skripsi pada Program Sarjana Universitas Airlangga (belum diterbitkan).
Kridalaksana, Harimurti. 1992. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (edisi keempat). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Kunjana, Rahardi. 2010. Kajian Sosiolinguistik : Ihwal Kode dan Alih Kode. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian bahasa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolnguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Tama.
Pateda, Mansoer. 1994. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Prawiraatmadja, Iwan Soetrisno, “Benarkah Basa walikan itu basa GALI”,
http://www.facebook.com/groups, diakses 17 Oktober 2011.
Skriptorium, Vol. 1, No. 2
109 Pembentukan Bahasa Prokem pada Penutur Bahasa di Yogyakarta
Sd, Moelyadi. 2009. Kamus Kecil Jawa- Indonesia. Klaten: Sahabat.
“Sejarah Kota Yogyakarta” dalam http://www.jogjakota.go.id, diakses 16 Februari
2012.
Setyowati, Titiek Catur. 2000. “Bahasa Prokem Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kalisosok Surabaya”. Skripsi pada Program Sarjana
Universitas Airlangga (belum diterbitkan).
Soedaryanto. 1983. Metode Linguistik. Yogya: Gadjah Mada University Press.
Sulistyorini, Hermin. “Bahasa Walikan Dukuh Kemuning Desa Tiru Kidul, Kecamatan
Gurah, Kabupaten Kediri”. Skripsi pada Program Sarjana Universitas Airlangga
(belum diterbitkan).
Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Verhaar, J. W. M. 1988. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Skriptorium, Vol. 1, No. 2
110 
Download