36 BAB II KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS

advertisement
36
BAB II
KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS YANG DIBUAT
OLEH NOTARIS MENGANDUNG CACAT HUKUM
A. Surat Keterangan Waris
1.
Pengertian Surat Keterengan Waris
Mengenai Keterangan hak waris, maka terlebih dahulu harus dipahami tentang
pewarisan. Di dalam pewarisan terdapat beberapa unsur yang penting, yaitu pewaris,
ahli waris, warisan dan hukum waris, yang kesemuanya mempunyai kata dasar waris
yang berarti orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) dan orang yang
meninggal.31
Ahli waris adalah orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan
oleh pewarisnya.32 Mewaris berarti menggantikan kedudukan orang yang meninggal
mengenai hubungan-hubungan hukum harta kekayaanya. Warisan adalah harta yang
ditingg alkan oleh orang yang meninggal, baik itu berupa aktiva maupun passiva.
Harta warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia,
akan beralih pada orang lain yang masih hidup.33
31
WJ. S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1986,
hal 1148).
32
Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran, Cetakan Pertama, (Jakarta : Rajawali Pers,
1995), hal. 41.
33
Tarnakiran S, Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Cetakan Pertamai,
(Bandung : Pionir Jaya, 1992), hal 1.
36
Universitas Sumatera Utara
37
Seorang ahli waris tidak dapat langsung secara otomatis dapat menguasai dan
melakukan balik nama harta warisan yang menjadi haknya dengan terbukanya
pewarisan (meninggalnya pewaris), melainkan untuk dapat melakukan tindakan
hukum terhadap apa yang telah menjadi haknya tersebut harus dilengkapi dengan
adanya surat keterangan waris.34
Berdasarkan Pasal 835 dan 899 KUH Perdata, asas pokok untuk menentukan
apakah seseorang dapat bertindak sebagai ahli waris adalah bahwa ia harus ada
(sudah lahir) dan hidup pada saat terbukanya warisan.
Apabila seseorang telah memenuhi syarat tersebut, maka Pasal 832 KUH
Perdata menentukan yang berhak menjadi ahli waris menurut undang-undang yaitu
terbatas pada : para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau
istri yang hidup terlama.
KUH Perdata mengenal 4 (empat golongan) ahli waris sebagai berikut :35
1.
Golongan I
Suami atau istri yang hidup terlama serta anak-anak dan keturunannya. Menurut
Pasal 852 KUH Perdata, dalam pewarisan tidak membedakan antara laki-laki dan
perempuan, lahir lebih dahulu atau belakangan dan lahir dalm perkawinan
pertama atau kedua, semuanya sama saja. Sedangkan berdasarkan Pasal 852 ayat
2 KUH Perdata, para ahli waris mewaris berdasarkan kepala demi kepala, jika
34
35
I Gede Purwaka, Op. Cit, hal. 3
Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta : Rajawali Pers, 2003, hal. 27
Universitas Sumatera Utara
38
dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masingmasing mempunyai hak karena diri sendiri. Mengenal bagian warisannya,
menurut Pasal 852 a (1) menegaskan bahwa bagian suami / istri yang hidup
terlama adalah sama dengan bagian seorang anak. Apabila terdapat perkawinan
kedua dan seterusnya dan ada anak-anak/ keturunan dari perkawinan pertama,
maka bagian suami/istri sama besar dengan bagian terkecil dari seorang anak /
keturunan dari perkawinan pertama. Bagian janda /duda tidak boleh lebih dari
1/4 harta peninggalan. Apabila si pewaris tidak meninggalkan keturunan dari
suami / istri, maka undang-undang memanggil golongan keluarga sedarah dari
golongan berikutnya untuk mewaris, yaitu golongan II. Dengan demikian
golongan terdahulu menurut golongan yang berikutnya.
2.
Golongan II
Orangtua (ayah dan ibu) dan saudara-saudara serta keturunan saudarasaudaranya.
3.
Golongan III
Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu.
4.
Golongan IV
Keluarga garis ke samping sampai derajat keenam.
Keterangan hak waris dapat diartikan sebagai suatu surat yang diterbitkan
oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang, atau dibuat sendiri oleh
Universitas Sumatera Utara
39
segenap ahli waris yang kemudian dibenarkan dan dikuatkan oleh Kepala Desa Lurah
atau Camat, yang dijadikan alat bukti yang kuat tentang adanya suatu peralihan hak
atas suatu harta peninggalan dan pewaris kepada ahli waris.36
Keterangan hak waris dibuat dengan tujuan untuk membuktikan siapa siapa
yang merupakan ahli waris atas harta peninggalan yang telah terbuka menurut hukum
dari beberapa porsi atau bagian masing-masing ahli waris terhadap harta peninggalan
yang telah terbuka tersebut.
Keterangan hak waris disebut juga surat keterangan hak mewaris atau surat
keterangan ahli waris. Surat keterangan hak waris merupakan surat bukti waris, yaitu
surat yang membuktikan bahwa yang disebutkan di atas adalah ahli waris dan pewaris
tertentu.37 Keterangan waris juga digunakan untuk balik nama atas barang harta
peninggalan yang diterima, dan atas nama pewaris menjadi atas nama seluruh ahli
waris. Tindakan kepemilikan yang dimaksud misalnya adalah :
1.
Khusus untuk barang-barang harta peninggalan berupa tanah, maka dapat
mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat, yaitu :
a) Melakukan pendaftaran peralihan hak (balik nma) untuk tanah yang sudah
terdaftar (bersertifikat);
b) Melakukan permohonan hak baru (sertifikat) atas tanah yang belum terdaftar
seperti misalnya tanah girik, tanah berkas hak barat, tanah Negara.
36
37
Ibid, hal. 5
J. Satrio, Op cit, hal. 227.
Universitas Sumatera Utara
40
2.
Menggadaikan atau dengan cara menjaminkan barang-barang harta peninggalan
tersebut kepada pihak lain atau kreditor, apabila ahli waris hendak meminjam
uang atau meminta kredit.
3.
Mengalihkan barang-barang harta peninggalan tersebut pada pihak lain, misalnya
menjual, menghibahkan, melepaskan hak dan lain-lainya yang sifatnya berupa
suatu peralihan hak.
4.
Merubah status kepemilikan bersama atas barang harta peninggalan menjadi
milik dari masing-masing ahli waris dengan cara melaukan membuat akta
pembagian dan pemisahan harta peninggalan dihadapan Notaris.
Surat keterangan waris juga dapat berfungsi sebagai alat bukti bagi ahli waris
untuk dapat mengamil atau menarik uang dari pewaris yang ada pada suatu bank atau
asuransi, sekalipun bagi setiap bank atau lembaga asuransi berbeda dalam
menetapkan bentuk surat keterangan hak waris yang bagaimana yang dapat
diterimanya.
Surat Keterangan Waris termasuk akta di bawah tangan dan bukan akta
otentik namun tidak sembarangan pihak dapat membuatnya. Bagi golongan Timur
Asing umumnya dalam praktik Surat Keterangan Waris dibuat oleh notaris
berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh pihak yang berkepentingan sebagai dasar
notaris membuat Surat Keterangan Waris atas nama pihak yang berkepentingan.
Tentang kedudukan Surat Keterangan Waris sebagai akta di bawah tangan dan
hanya dapat dibuat oleh notaris untuk golongan tertentu, hal tersebut berasal dari
Universitas Sumatera Utara
41
kebiasaan zaman dahulu dimana masyarakat menganggap bahwa seorang notaris
dianggap ahli dalam bidang harta warisan termasuk dalam hal pembuatan Surat
Keterangan Waris yang menetapkan dan menyebutkan besarnya warisan ahli waris
atas suatu warisan dari seorang pewaris tertentu.
Selain berbeda dalam hal bentuknya, akta otentik dan akta di bawah tangan
berbeda dalam hal kekuatan pembuktian karena akta otentik mempunyai kekuatan
pembuktian :
1.
Kekuatan pembuktian lahir akta otentik.
Suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan, nama akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai akta
otentik, sampai terbukti sebaliknya.
2.
Kekuatan pembuktian formil akta otentik.
Dalam arti formil akta otentik membuktikan kebenaran dari apa yang dilihat,
didengar dan dilakukan pejabat. Ini adalah pembuktian tentang kebenaran dari pada
keterangan pejabat sepanjang mengenai apa yang dilakukan dan dilihatnya. Dalam
hal ini yang telah pasti ialah tentang tanggal dan tempat akta dibuat serta keaslian
tanda tangan.
3.
Kekuatan pembuktian materiil akta otentik
Akta pejabata (acta ambtelijk) tidak lain hanya untuk membuktikan kebenaran
apa yang dilihat dan dilakukan oleh pejabat. Kebenaran dari pernyataan pejabat serta
bahwa akta itu dibuat oleh pejabat adalah pasti bagi siapapun.
Universitas Sumatera Utara
42
2.
Maksud Pembuatan Surat Keterangan Waris.
Umumnya Surat Keterangan Waris dibuat sebagai bukti siapa-siapa (ahli
waris) yang bertindak atas harta kekayaan seseorang yang telah meninggal duni
sehingga para ahli waris melakukan peralihan hak atas suatu warisan sebagai syarat
dalam pembuatan akta lain atau dibuat untuk menentukan bagian masing-masing ahli
waris. Surat Keterangan Waris sebagai syarat pembuatan akta lainnya dengan
pembuatan Surat Keterangan Waris sebagai syarat dalam pembagian tanah warisan
yang akan dijual oleh para ahli waris. Adapun pembuatan Surat Keterangan Waris
sebagai upaya untuk mengetahui bagian waris masing-masing sehubungan dengan
kemungkinan masuknya ahli waris baru lainnya. Dalam hal ini warisan belum
dialihkan oleh ahli waris.
Pada umumnya Surat Keterangan Waris dibuat untuk memenuhi syarat dalam
pembuatan akta jual beli harga warisan yang belum dibagi oleh ahli waris setelah
pewaris meninggal dunia atau akta lainnya yang bermaksud mengalihkan warisan
dari seorang pewaris oleh ahli waris sedangkan sejak pewaris meninggal dunia belum
pernah dilakukan pembagian waris oleh ahli waris.
3.
Syarat Pembuatan Surat Keterangan Waris
Pemerintah tidak dapat melakukan kebijakan-kebijakannya tanpa dasar
kewenangan. Namun, perundang-undangan sebagai dasar kewenangan tidak dibuat
sesuka hati. Terdapat suatu hierarki tata susunan, berjenjang-jenjang dan berlapis-
Universitas Sumatera Utara
43
lapis di mana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada
norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak
dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar
(grundnorm).
Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut maka dikeluarkanlah Surat
Direktur Jenderal Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri tertanggal 20 Desember
1969 No. Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian
Kewarganegaraan yuncto Pasal 42 ayat (1) PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah yuncto ketentuan Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 8 Tahun 2012 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Perkaban No. 8 Tahun
2012), dapat dibuat dalam bentuk surat keterangan hak waris yang kewenangan
pembuataannya dibedakan berdasarkan ras dan golongan penduduk, sebagai berikut:
1. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang
dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan
dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris
pada waktu meninggal dunia;
2. Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta surat keterangan
waris dari Notaris,
Universitas Sumatera Utara
44
3. Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat
keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
Prosedur Notaris membuat Surat Keterangan Waris menurut Hamidah
38
adalah apabila pemohon memenuhi beberapa persyaratan antara lain menunjukkan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) masing-masing ahli waris, jika memungkinkan KTP
pewaris dan beberapa orang saksi yang mengetahui tentang kedudukan pewaris dan
para ahli waris yang sah baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia
berikut para ahli warisnya masing-masing. Penunjukan KTP merupakan hal yang
mutlak agar notaris mengetahui dengan sebenarnya tentang identitas ahli waris dan
pewaris sehingga dapat dihindari terjadi masalah dikemudian hari disebabkan oleh
identitas palsu baik seluruhnya maupun sebagian oleh ahli waris maupun pewaris.
Apabila memungkinkan Notaris dapat meminta agar pemohon yang dalam hal
ini adalah ahli waris mendatangkan saksi yang benar-benar mengetahui identitas
pewaris dan para ahli waris sesuai KTP sehingga apabila di kemudian hari terjadi
masalah, maka notaries dapat mengajukan kekuatan kesaksian saksi yang turut hadir
dihadapan notaris sebagai dasar dalam pembuatan Surat Keterangan Waris.
Yang dapat menjadi saksi dalam pembuatan Surat Keterangan Waris adalah
orang-orang yang benar mengenal keluarga pemohon yang terdiri dari pewaris dan
seluruh ahli waris dan dapat berasal dari keluarga atau tetangga.
38
Wawancara dengan Hamidah, Notaris/PPAT Kabupaten Asahan, 09 Agustus 2014
Universitas Sumatera Utara
45
Pemilihan yang benar-benar mengetahui kedudukan ahli waris dan pewaris
harus benar-benar dicermati oleh notaris sehingga meminimalisir kemungkinan saksi
palsu atau saksi yang tidak mengetahui dengan jelas identitas dan struktur keluarga
pewaris dan ahli warisnya.
Perlu mendapat perhatian dari notaris adalah tentang kewarganegaraan
pemohon disebabkan tidak semua warganegara dapat membuat Surat Keterangan
Warisan dihadapan notaris.
Syarat lain sebagai pendukung yang sangat perlu disepakatin oleh para pihak yaitu
adanya pernyataan dari ahli waris menegani identitas para ahli waris dari pewaris.
Tidak diperlukan pernyataan dari para ahli waris dalam pembuatan Surat Keterangan
Waris apabila dalam hal tersebut tidak ada anak yang belum dewasa sebagai ahli
waris.
Ada atau tidaknya anak yang belum dewasa sebagai ahli waris bukan
merupakan alasan untuk menyerahkan atau tidak menyerahkan pernyataan para ahli
waris, pernyataan merupakan syarat dalam pembuatan Surat Keterangan Waris
karena notaris tidak akan mengetahui duduk persoalan dan kedudukan ahli waris
apabila tidak ada pernyataan dari para ahli waris.
Setelah semua syarat untuk pembuatan Surat Keterangan Waris dipenuhi oleh
pemohon/ ahli waris sebelum membuat Surat Keterangan Waris notaris wajib
melakukan pemeriksaan terlebih dahulu pada Daftar Pusat Wasiat Departemen
Universitas Sumatera Utara
46
Hukum dan Hak Asasi Manusia RI di Jakarta mengenai ada atau tidaknya wasiat atas
nama pewaris yang terdaftar. Apabila notaris telah mendapat jawaban tertulis
dari daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI di Jakarta
barulah seorang notaris dapat membuat Surat Keterangan Waris.
Seorang notaris agar dapat membuat Surat Keterangan Waris memperoleh
informasi dari saksi-saksi yang benar-benar mengetahui mengenai struktur keluarga
pewaris dansiapa para ahli warisnya seorang notaris harus memperhatikan dan
memeriksa benar-benar kualitas saksi agar saksi yang dimintakan keterangan oleh
notaris sebelum membuat Surat Keterangan Waris benar-benar merupakan saksi yang
mengetahui dengan pasti keadaan keluarga pewaris termasuk siapa yang menjadi ahli
waris pewaris.
Umumnya yang dijadikan saksi untuk dimintakan keterangan dalam
pembuatan Surat Keterangan Waris oleh notaris adalah keluarga pewaris dalam garis
yang paling dekat sehingga notaris dapat mengetahui keadaan keluarga pewaris
dengan tepat dan menghindari terjadi kekeliruan mengenai hal tersebut. Namun
apabila keluarga terdekat tidak ada dapat juga didengar keluarga jauh atau bila tidak
ada tetangga yang lama hidup bersama pewaris sehingga mengetahui dengan jelas
dan tepat mengenai keadaan keluarga pewaris baik selama hidup maupun setelah
pewaris meninggal dunia.
Universitas Sumatera Utara
47
Mengenai jumlah saksi yang wajib didengar oleh notaries sebelum membuat
Surat Keterangan Waris dapat sebanyak-banyaknya sehingga dengan itu notaries
memperoleh keyakinan mengenai siapa saja yang menjadi ahli waris dari pewaris.
Kualitas saksi sama yaitu saksi dengan jumlah banyak namun mengetahui hal
yang sama maka notaris dapat mendengar keterangan dari 2 (dua) orang saksi yang
paling tua dan bijaksana diantara seluruh saksi yang ada. Namun apabila keterangan
saksi berhubungan satu sama lain, maka notaris wajib mendengar keterangan seluruh
saksi sehingga dapat menarik kesimpulan mengenai siapa ahli waris dari pewaris
berdasarkan keterangan seluruh saksi yang dihadirkan oleh ahli
waris.
Mengenai saksi yang tidak dapat hadir langsung dihadapan notaris dan
memberikan keterangan secara tertulis dapat menerima apabila keterangan tersebut
sesuai dengan keterangan saksi yang diberikan langsung dihadapan notaris. Namun
apabila tidak, maka keterangan tertulis tidak dapat dipertimbangkan untuk
menentukan ahli waris dari pewaris. Hal tersebut merupakan upaya notaris untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan misalnya keterangan tertulis yang
diserahkan kepada notaris tersebut adalah palsu
dengan tujuan untuk menguntungkan salah seorang ahli waris tertentu.
Menolak keterangan saksi yang diberikan secara tertulis karena hal tersebut
sangat rawan penipuan dan dikemudian hari kemungkinan besar akan menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
48
masalah bagi notaris sebagai pejabat yang dipercaya masyarakat. Sehingga lebih
aman apabila saksi datang menghadang langsung.
Menerima keterangan saksi secara tertulis apabila saksi benar-benar
berhalangan menghadap notaris dengan bukti yang sah, misalnya saksi sakit atau
berada di luar kota namun ia hanya mengkhususkan hal tersebut terhadap saksi yang
dikenal oleh notaris, sedangkan saksi yang tidak dikenal oleh notaris, menurutnya
tidak diterima karena khawatir akan kebenaran keterangan saksi. Karena apabila
keterangan saksi secara tertulis oleh saksi tidak dikenal notaries diterima, apabila
terjadi akibat hukum di kemudian hari maka notaris bersangkutan yang akan
menanggung akibatnya. Khususnya keterangan tertulis yang diterima notaris, akan
dilekatkan ada berkas, guna menghindari terjadi masalah di kemudian hari.
Setelah notaris yakin dengan keterangan saksi-saksi yang dihadapkan oleh
ahli waris, maka para ahli waris terlebih dahulu membuat “PENYATAAN”
dihadapan notaris mengenai siapasiapa yang menjadi ahli waris dari pewaris sebagai
dasar notaries dalam membuat Surat Keterangan Waris.
Baik para ahli waris maupun saksi yang didengar keterangannya dan dimuat
dalam “Penyataan” maupun Surat Keterangan Waris tidak perlu diambil
sumpah. Namun dalam Pernyataan dimuat klausal bahwa para ahli waris dan saksisaksi “bilamana perlu berani angkat sumpah”.
Universitas Sumatera Utara
49
Demi kepastian hukum para saksi dan para ahli waris sebelumnya
memberikan kesaksian diangkat sumpah terlebih dahulu agar dalam memberikan
keterangan adalah benar-benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Namun
notaris tidak mempunyai wewenang untuk mengangkat sumpah dan hal tersebut tidak
diatur dalam Undang-Undang.
4.
Pengaturan Surat Keterangan Waris berdasarkan Peraturan Perundangundangan Republik Indonesia
Secara khusus tidak ada satupun perundang-undangan yang mengatur tentang
keterangan hak waris dan siapa saja pejabat yang berwenang dalam menerbitkan surat
keterangan waris.39
Ketentuan tertulis yang mengatur tentang wewenang pembuatan surat
keterangan hak waris yang dikenal dalam praktek sehari-hari diatur dalam intruksi
para pejabat pendaftaran tanah di Indonesia dan mereka yang bertindak sedemikian
yang diatur dalam Pasal 14 Staats blad 1916 Nomor 517, yang mulai berlaku pada
tanggal 1 Nopember 1916, yang memberikan kewenangan untuk membuat surat
keterangan hak waris itu kepada Balai Harta Peninggalan setempat. Oleh karena tidak
adanya peraturan yang mengatur mengenai keterangan hak waris dan pejabat yang
berwenang menerbitkany, maka untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum
Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan suratnya tanggal 8 Mei 1991 Nomor
39
Tan Thong Kie, Op. Cit, hal. 290
Universitas Sumatera Utara
50
MA/Kumdil/171/V/K/19991 yang ditujukan kepada Mahkamah Agung Republik
Indonesia tanggal 25 Maret 1991 Nomor KMA/041/III/1991, telah menunjuk Surat
Edaran tanggal 20 Desember 1969 Nomor Dpt/12/63/12/69 yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) di Jakarta, yang
menyatakan bahwa guna keseragaman dan berpokok pangkal dari penggolangan
penduduk yang pernah dikenal sejak sebelum kemerdekaan, hendaknya keterangan
hak waris untuk warga negara Indonesia juga diterbitkan berdasarkan penggolangan
tersebut.
Adapun pejabat yang berwenang mengeluarkan surat keterangan waris bagi
golongan penduduk Indonesia asli (Bumiputera), surat keterangan ahli waris dibuat
oleh para ahli waris yang kemudian dibenarkan dan dikuatkan oleh Lurah dan Camat
peenduduk Indonesia asli, terutama yang tinggal di pedalaman daerah terpencil jauh
dari kota, pada awalnya banyak mengalami masalah dalam bidang pembuktian yang
berkenaan dengan kewarisan. Terutama bagi para ahli waris yang menerima barang
warisan berupa tanah. Kesulitan pembuktian kewarisan tersebut, akhirnya dapat di
atasi dan dipecahkan dengan terbitnya Surat Edaran yang ditandatangani oleh Badan
Pembinaan Hukum Direktorat Jenderal Agrari, Departemen Dalam Negeri, tertanggal
20 Desember 1969, Nomor 44 Dp/12/63/12/69, tentang Surat Keterangan Warisan
dan Pembuktian Kewarganegaraan.
Universitas Sumatera Utara
51
Dalam surat edaran
tersebut diatur
mengenai
kewenangan pejabat
Lurah/Kepala Desa dan Camat untuk menyaksikan, membenarkan dan menguatkan
surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh ahli waris. Surat keterangan ahli waris
tersebut demi hukum diakui sebagai alat bukti otentik oleh instansi pejabat kantor
pertanahan (agraria) untuk mengurus barang warisan, berupa tanah dalam melakukan
pendaftaran tanah (balik nama) atau permohonan hak baru (sertipikat).
Penggolongan penduduk dan hukum yang berlaku untuk setiap golongan
penduduk tersebut40 seharusnya sudah tidak ada lagi, tetapi dalam kenyataannya
masih diberlakukan, antara lain telah dijadikan dasar hukum dalam pembentukan
aturan hukum yang berlaku setelah Indonesia merdeka untuk pembuatan bukti
sebagai ahli waris.
Untuk golongan Eropa, Cina/Tiongha, Timur Asing (kecuali orang Arab yang
beragama Islam) pembuktian sebagai ahli waris berdasarkan Surat Keterangan Waris
yang dibuat oleh Notaris, dalam bentu surat keterangan. Golongan Timur Asing
(bukan Cina/Tiongha) pembuktian sebagai ahli waris berdasarkan Surat Keterangan
Waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (BHP). Pribumi (Bumiputera),
pembuktian sebagai ahli waris berdasarkan Surat Keterangan Waris yang dibuat di
40
Melalui Intruksi Presidium Kabinet Nomor 31/U/IN/12/1966 tanggal 27 Desember 1966,
telah ditetapkan penghapusan pembedaan golongan penduduk di Indonesia dengan dasar pertimbangan
bahwa demi tercapainya pembinaan kesatuan bangsa Indonesia yang bulat dan homogeny, serta adanya
perasaan persamaan nasib di antara sesame bangsa Indonesia
Universitas Sumatera Utara
52
bawah tangan, bermaterai, oleh para ahli waris sendiri dan diketahui atau dibenarkan
oleh Lurah dan Camat sesuai dengan tempat tinggal terakhir pewaris.
Ketentuan pembuktian (surat keterangan waris) sebagai ahli waris dan intitusi
yang membuatnya masih harus berdasarkan etnis masih dipertahankan sampai saat
ini. Tindakan tersebut masih dipertahankan dan dilaksanakan oleh Notaris atau
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Kantor Pertanahan/Badan Pertanahan
Nasional, Perbankan. Kantor Pertanahan hanya akan menerima peralihan hak atas
sebidang tanah yang berasal dari warisan kepada para ahli warisnya, jika bukti ahli
warisnya berdasarkan etnis atau golongan penduduk, dikalangan perbankan hanya
akan mencairkan deposito karena pemiliknya meninggal, jika para ahli waris
membawa bukti sebagai ahli warisnya berdasrkan etnis yang bersangkutan.
Notaris/PPAT akan meminta bukti sebagai ahli waris sesuai dengan etnisnya,
sehingga jika bukti warisnya tidak sesuai dengan etnis dan institusi yang
membuatnya, Kantor Pertanahan tidak akan menerimanya, padahal Kantor
Pertanahan
tidak membuat arsip sertipikat atau peralihan hk dicatat tersendiri
berdasrkan etnis/ras.
Pemberlakuan ketentuan ini merupakan tindakan dikriminatif sekaligus
rasialis, dan melanggar prinsip-prinsip Hak Azasi Manusia, dengan demikian, aturan
hukum dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris yang masih harus berdasarkan etnis
dan institusi yang membuatnya berbeda harus segera diakhiri, disamping i tu tidak
Universitas Sumatera Utara
53
ada akibat hukkum apapun dengan adanya pembedaan bukti ahli waris berdasarkan
etnis.
B. Surat Keterangan Waris Yang Dibuat oleh Notaris
1.
Kewenangan Notaris Dalam Membuat Surat Keterangan Waris.
Bentuk Surat Keterangan Waris dalam praktek tidak terdapat standarisasi
bentuk, ada Notaris yang membuat dalam bentuk minuta (secara otentik) dan
sebahagian besar menurut kebiasaan membuatnya dalam bentuk akta di bawah
tangan. Oleh karena itu seorang Notaris harus mempunyai pengetahuan yang luas
dalam membuat surat keterangan waris dan harus memperhatikan syarat-syarat yang
diperlukan agar dikemudian hari tidak terjadi kesalahan yang dapat merugikan para
ahliwaris dan Notaris.41
Sebelum surat keterangan hak waris diterbitkan, Notaris wajib terlebih dahulu
melakukan pengecekan ke Daftar Wasiat mengenai ada tidaknya wasiat yang
ditinggalkan oleh pewaris semasa hidupnya. Hal ini sangat penting untuk menentukan
siapa-siapa saja yang menjadi ahli waris dari sipewaris berdasarkan keinginan
terakhirnya, dan hal ini sangat berpengaruh terhadap bahagian ataupun porsi dari
masing-masing ahli waris. Adapun prosedur pembuatan surat keterangan waris yang
dialkukan Notaris adalah sebagai berikut :42
41
Wawancara dengan Hamidah, Notaris/PPAT Kabupaten Asahan, 09 Agustus 2014
Wawancara dengan Siti Aminah Tarigan, SH, Notaris/PPAT Kabupaten Asahan, tanggal 16
Agustus 2014
42
Universitas Sumatera Utara
54
1.
Notaris meminta surat permohonan dari pemohon/ahli waris atau kuasa di atas
materai;
2.
Meminta surat kematian dari pewaris;
3.
Melakukan pengecekan wasiat ke pusat daftar wasiat, apakah pewaris pernah
membuat wasiat atau tidak, hal ini erat kaitannya dengan pembagian warisan
apakah dialakukan dengan cara ab-intestato atau testamentair agar terhindar dari
konflik;
4.
Notaris membuat surat keterangan hak waris.
Surat keterangan waris yang selama ini yang dibuat oleh Notaris merupakan
terjemahan dari Verklaring Van Erfrecht, bahwa Verklaring atau Verklarend
mempunyai dua pengertian, yang pertama berarti menerangkan atau menjelaskan,
keterangan, dan kedua berarti menyatakan, mendeklarasikan atau menegaskan.
Verklaring dalam arti menerangkan, merupakan pemberian keterangan dan tidak
mengikat secara hukum siapapun, baik yang memberikan keterangan maupun yang
menerima keterangan. Sedangkan dalam arti sebagai menyatakan berarti penjelasan
dalam arti khusus dan mengikat secara hukum bagi yang menerima pernyataan dan
bagi mereka yang tidak menerima pernyataan tersebut wajib untuk membuktikan
secara hukum. Dapat diartikan jika ada pihak lain yang tidak setuju dengan
pernyataan yang dibuat silakan mengajukan keberatan. Verklaring Van Erfrecht harus
dibaca sebagai pernyataan atau keterangan dari para ahli waris sebagai ahli waris
Universitas Sumatera Utara
55
yang berupa pernyataan (pihak/para pihak) sebagai ahli waris. Sehingga jika ada yang
tidak setuju dengan isi akta pernyataan atau keterangan sebagai ahli waris silahkan
mengajukan keberatan kepada ahli waris yang bersangkutan, bukan kepada Notaris.
Dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak ada peraturan
tegas secara khusus mengatur tentang keterangan hak waris, terutama keterangan hak
waris yang dibuat oleh para Notaris di Indonesia. Pada awalnya jabatan Notaris di
Indonesia dan ketentuan-ketentuan untuk menjalankan jabatan tersebut diatur dalam
undang-undang yang dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris atau Reglemnent op
het Notarisambt tertanggal 11 Januari 1860 dengan Staatsblad 1860 Nomor 3.
Peraturan jabatan Notaris yang berlaku di Indonesai disusun hampir seluruhnya
menurut text dari Wet op het Notarisambt di Negeri Belanda yang dimuat dalam
Staatsblad 1842 Nomor 20. Hanya beberapa peraturan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di Indonesia pada masa penjajahan.
Pada masa itu polotik Pemerintah Kolonial Belanda menganut prinsip
konkordnasi (concordantie beginsel), yaitu dalam bidang hukum dan peundangundangan pemerintah menggunakan dasar-dasar yang berlaku di Negeri Belanda
untuk ditetapkan di Indonesia.
Juga dalam bidang kenotariatan diperlakukan prinsip konkordansi tersebut.
Oleh sebab itu isi, penulisan text dan penggunaan istilah-istilah dari Peraturan Jabatan
Notaris tidak banyak berbeda dengan ini dan text dari Wet op het Notarisambt. Hanya
Universitas Sumatera Utara
56
mengenai keterangan hak waris yang diatur dalam Pasal 38 Wet op het Notarisambt
terdapat perbedaan.
Pasal tersebut dikonkordansikan ke dalam Pasal 35 Reglement op het
Notarisambt tersebut dalam ayat (2)-nya ada beberapa perbuatan yang di Wet op het
Notarisambt disebutkan tetapi dalam Reglement op het Notarisambt tidak
dicantumkan, antara lain mengenai verklraing van erfrecht atau keterangan hak waris.
Pasal 38 ayat (2) Wet op het Notarisambt ternyata tidak dikutip dengan lengkap ke
dalam Pasal 35 ayat (2) Reglement op het Notarisambt sehingga dasar hukum
pembuatan keterangan hak waris oleh Notaris di Indonesai sama sekali tidak ada
dalam Peraturan Jabatan Notaris.
Pada tahun 1913 di Negeri Belanda dikeluarkan undang-undang yang
bernama de Wet op de Grootboeken der National Schuld yang ada mengatur tentang
bentuk dan isi dari verkraing van erfecht, Pasal 14 dari de Wet op de Grootboeken der
Nationale Schuld antara lain berbunyi :
1. Para ahli waris seseorang yang mempunyai suatu hak terdaftar dalam bukubuku besar hutang-hutang nasional harus membuktikan hak mereka dengan
suatau keterangan hak waris setelah kematian pewaris dibuktikan;
2. Keterangan hak waris harus memuat data-data berikut :
a.
Nama, nama kecil serta tempat tinggal terakhir pewaris;
Universitas Sumatera Utara
57
b.
Nama, nama kecil, tempat tinggal dan jika masih di bawah umur, tanggal
dan tahun kelahiran mereka yang mendapat hak dengan menyebutkan
bagian mereka menurut undang-undang dan surat wasiat atau surat
pemisahan dan pemabgian (boedelscheiding);
c.
Sedapat mungkin nama, nama kecil dan tempat tinggal wakil anak-anak
di bawah umur (yaitu wali, pemegang kekuasaan orang tua), termasuk
para pengurus khusus (bewindvoerder);
d.
Suatu perincian tetap surat wasiat, atau dalam hal pewarisan menurut
undang-undang, hubungan antara pewaris dan para ahli waris, yang
menjadi dasar diperolehnya hak itu;
e.
Semua pembatasan yang ditentukan oleh pewaris terhadap hak untuk
memindahtangankan apa yang diperoleh, dengan menyebut nama, nama
kecil dan sedapat mungkin tempat tinggal mereka yang boleh
menerimanya
dan
mereka
yang
harus
membantunya
apabila
pemindahtangan harus dilakukan;
f.
Suatu pernyataan pejabat yang membuat keterangan hak waris bahwa dia
telah meyakinkan diri atas kebenaran dari apa yang ditulisnya;
3. Jika warisan itu terbuka dalam negeri ini (Negeri Belanda), keteangan hak
waris dibuat oleh seorang Notaris. Akta yang dibuat dari keterangan itu harus
dikeluarkan in originali;
Universitas Sumatera Utara
58
4. Jika warisan itu terbuka di wilayah jajahan atau di luar negeri, keterangan hak
waris harus dibuat oleh seseorang pejabat yang berwenang di wilayah atau
negeri itu;
5. Dokumen-dokumen untuk membuktikan fakta-fakta tertulis di dalam
keterangan itu harus dilampirkan dengan keterangan hak waris;
6. Para penerima hibah wasiat harus membuktikan hak mereka dengan cara yang
sama sephka erti ahli waris. Disamping itu mereka harus pula membuktikan
bahwa hibab wasiat itu telah diserahkan kepada mereka sesuai degan Pasal
1006 N.B.W (Pasal 959 ayat 1 I.B.W) atau bahwa para ahli waris dan para
legimaris mengakui hak mereka;
Singkatnya, keterangan hak waris harus memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Nama lengkap dan alamat terakhir pewaris;
2. Nama lengkap dan tempat tinggal para ahli waris, kalau ada ahli waris yang
belum dewasa sedapat mungkin dicatat hari dan tahun kelahirannya;
3. Ada tidaknya pewaris meninggalkan surat wasiat;
4. Disebutkan hak bagian dari para ahli waris;
5. Nama lengkap dan alamat lengkap para wakil;
6. Penyebutan dasar hubungan pewaris dengan ahli waris;
7. Semua pembatasan kewenangan yang diamatkan oleh pewaris dan mereka
yang terkena pembatasan;
Universitas Sumatera Utara
59
8. Suatu pernyataan dari pejabat yang membuat akta bahwa ia yakin akan
kebenaran semua yang termuat di dalamnya.
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa keterangan hak waris tidak
perlu memuat keterangan lain dari pada yang disebutkan di atas. Keterangan hak
waris menyebutkan peristiwa-peristiwa yang menyangkut diri pewaris yang tidak
relevan untuk menentukan ahli waris, pewaris, dan pembagian warisan.
Dengan adanya dasar hukum tersebut di atas, para Notaris di negeri Belanda
membuat keterangan waris secara leluasa atas permintaan yang berkepentingan.
Masyarakat di negeri itu memberi penghargaan yang tinggi kepada keterangan hak
waris tersebut, khususnya karena dibuat oleh seorang Notaris yang dianggap ahli
dalam hukum waris.43
Bahkan di Belanda para Notaris menjalankan fungsinya yang mirip dengan
hakim. Telah menjadi suatu kenyataan bahwa Notaris yang baik sering berhasil
mencegah dibawanya suatu sengketa ke pengadilan, khususnya dalam hal
penyelesaian urusan warisan. Di Negeri Belanda sedikit sekali terjadi perkara dalam
bidang warisan berkat pekerjaan yang efektif dan bersifat mendamaikan yang
dilakukan oleh Notaris.44
Kebiasaan membuat keterangan hak waris serta kepercayaan masyarakat
tersebut dibawa oleh penjajahan ke Indonesia. Keadaan di negeri jajahan
43
Oe Siang Djie, Tentang Surat Keterangan Waris,(Media Notariat, Nomor 18-19, Tahun VI,
Edisi Januari-April 1991), hal 157.
44
Oe Siang Djie, Ibid, hal. 159.
Universitas Sumatera Utara
60
memungkinkan diterimanya kebiasaan ini tanpa suatu peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan khusus untuk Indonesia.
Keterangan hak waris adalah salah satu dari alat bukti bagi pihak yang
berkehendak membuktikan haknya atas harta peninggalan pewaris terhadap pihak
ketiga, akan tetapi hanya sebagai alat bukti permulaan saja. Yang penting bagi pihak
ketiga adalah bahwa ia dengan itikad baik sepatutnya dapat dipercaya, bahwa surat
keterangan hak waris sebagai surat bukti yang dipergunakan tersebut membutikan
kebenaran.
Perbuatan keterangan hak waris oleh seorang Notaris bagi orang-orang yang
tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak ada dasar hukumnya dalam
hukum tertulis yang berlaku di Indonesia.45
Karena pembuatan surat keterangan hak waris di Indonesai tidak mempunyai
dasar hukum positif, walaupun dibuat oleh seorang Notaris, surat keterangan hak
waris di Indonesia tetap tidak mempunyai kekuatan sebagai alat pembuktian otentik. 46
Dengan demikian selama ini surat keterangan waris untuk etnis/golongan
penduduk eropa, cina/tiongha, timur asing (kecuali orang arab yang beragama islam)
tidak mempunyai landasan hukum (berdasarkan hukum positif) sama sekali, tetapi
tindakan hukum tersebut hanya merupakan kebiasaan Notaris sebelumnya yang
45
Ting Swan Tiong, Pembuktian Hak Atas Harta Peninggalan, (Media Notariat Nomor 6-7,
April 1988), hal. 115.
46
Oe Siang Djie, Op. Cit, hal 160.
Universitas Sumatera Utara
61
kemudian diikuti oleh Notaris berikutnya apa adanya, tanpa mengkaji lebih lebih jauh
kewenangan Notaris untu membuat SKW. Bahkan tindakan Notaris seperti itu dapat
dikualifikasikan sebagai tindakan di luar wewenang Notaris.
Menurut Siti Aminah Tarigan47 wewenang notaris membuat Surat Keterangan
Waris tidak disebutkan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris karena UUJN hanya mengatur tentang wewenang notaris membuat akta
otentik, sedangkan Surat Keterangan Waris bukan akta otentik melainkan akta di
bawah tangan sehingga wewenang notaris untuk membuatnya
tidak perlu diatur dalam undang-undang. Wewenang notaries membuat Surat
Keterangan Waris tidak disebutkan dengan jelas dan UUJN karena selain Surat
Keterangan Waris bukan akta otentik, juga disebabkan sejak jaman dahulu Surat
Keterangan Waris selalu dibuat oleh notaris dan bukan pejabat lain yang berwenang
untuk membuatnya seperti hakim, sehingga dasar pembuatan Surat Keterangan Waris
oleh notaris adalah hukum kebiasaan yang berlaku selama ini di bidang notariat.
Wewenang untuk membuat akta di bawah tangan tidak perlu diatur dalam
UUJN karena setiap orang dapat membuatnya termasuk Notaris. Hal tersebut
disebabkan kekuatan akta di bawah tangan tidak sama dengan akta otentik dalam hal
pembuktian di pengadilan. Wenang notaris membuat Surat Keterangan Waris sudah
termasuk dalam wewenang yang disebut dalam Pasal 15 ayat 1 UUJN dalam kategori
47
Wawancara dengan Siti Aminah Tarigan, SH, Notaris/PPAT Kabupaten Asahan, tanggal 16
Agustus 2014
Universitas Sumatera Utara
62
“semua perbuatan dan ketetapan”. Hal tersebut disebabkan pembuatan Surat
Keterangan Waris dibuat dalam rangka membuat akta otentik lainnya, jadi sebagai
bagian tidak terpisahkan dari pembuatan akta otentik yang menjadi wewenang dan
tugas utama seorang notaris. Tidak disebutkannya Surat keterangan Waris sebagai
salah satu jenis akta yang dapat dibuat oleh notaris, tidak menggugurkan wewenang
notaris untuk membuat Surat Keterangan Waris karena selama ini dalam praktik tidak
ada pejabat umum lainnya yang diberi wewenang secara tegas oleh undang-undang
untuk membuat Surat Keterangan Warisan.
Berdasarkan penjelasan para notaris responden bahwa wewenang notaris
untuk membuat Surat Keterangan Waris tidak termasuk wewenang notaris yang
diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris disebabkan Surat Keterangan Waris
merupakan akta di bawah tangan sedangkan Undang-Undang Jabatan Notaris
mengatur wewenang notaris dalam membuat akta otentik sehingga dasar wewenang
notaris membuat akta otentik adalah hukum kebiasaan.
Beberapa syarat agar suatu kebiasaan agar diterima sebagai kebiasaan dalam
masyarakat adalah :
a. Kelayakan atau masuk akal atau pantas
b. Pengakuan akan kebenarannya
c. Mempunyai latar belakang sejarah yang tidak dapat dikenali lagi mulainya.
Universitas Sumatera Utara
63
Pembuatan Surat Keterangan Waris oleh notaris merupakan perbuatan hukum
yang masuk akal dan pantas disebabkan notaris selama ini dikenal oleh masyarakat
sebagai pejabat yang berwenang membuat akta yang akan berakibat hukum di
kemudian hari.
Dalam praktik selama ini dalam pembuatan Surat Keterangan Waris oleh
notaris sudah diakui keabsahannya sehingga selama bertahun-tahun jasa notaris
digunakan masyarakat untuk membuat Surat Keterangan Waris, walaupun Surat
Keterangan Waris sebenarnya bukan termasuk ruang lingkup wewenang notaris
sebagai pejabat pembuat akta otentik.
Sejak zaman dahulu, notaris dikenal masyarakat sebagai orang yang ahli di
bidang waris sehingga sering diminta bantuannya dalam memecahkan masalah waris
yang dihadapi masyarakat termasuk dalam membuat Surat Keterangan Waris.
2.
Surat Keterangan Waris Yang Dibuat oleh Notaris Mengandung Cacat
Hukum.
Mengatasi
tumpang
tindihnya
peraturan
perundang-undangan
yang
berhak/berwenang membuat bukti (formalitas) sebagai ahli waris dan pejabat/institusi
yang membuatnya dan menimbulkan kerancuan dan berkesan diskriminatif dan dalam
rangka perlunya kepastian hukum yang bersifat demokratis dan berkeadilan, maka
perlu ditentukan satu bentuk fomalitas bukti sebagai ahli waris dan satu-satunya
institusi atau pejabat yang berwenang membuatnya.
Universitas Sumatera Utara
64
Pembuatan bukti ahli waris merupakan Hak Perdata setiap warga Negara,
bukan pemberian dari Notaris ataupun dari Negara/pemerintah ataupun dari siapapun.
Sampai saat ini, belum ada unifikasi hukum (bentuk formalitas surat dan pejabat atau
institusi yang seharusnya atau satu-satunya membuat bukti sebagai ahli waris).
Indonesia sebagai sebuah Negara yang merdeka, sudah seharusnya mengakhiri
adanya distingsi dan dikriminasi mengenai bermacam-macam bentuk formalitas dan
siapa (pejabat/instusi) yang harus membuat bukti sebagai ahli waris.
Untuk menghilangkan dan menghapuskan dikriminasi dalam bentuk formal
dan pejabat/instusi yang membuat bukti ahli waris untuk Warga Negara Indonesai,
maka Notaris dapat berperan sebagai satu-satunya pihak yang dapat membuat bukti
sebagai ahli waris. Sebagai Notaris yang hidup dalam sebuah Negara merdeka,
Notaris harus secara aktif ikut serta mengimplementasikan nilai-nilai kemerdekaan
dalam suatu tindakan nyata. Notaris harus siap menjadi agen pembaharuan dan satusatunya pejabat yang berwenang untu membuat bukti ahli waris dalam bentuk
(formal) akta pihak untuk seluruh Warga Negara Indonesai, tanpa bedasarkan
golongan/etnis/suku ataupun agama.
Dengan demikian Notaris harus memposisikan dirinya sebagai pejabat yang
hadir untuk melayani kepentingan masyarakat. Notaris bukan sebagai pelayan yang
baik, jika ternyata kita masih membawa visi dan misi Kolonial, yaitu masih ingin
membuat, mempertahankan dan melakukan tindakanhukum diskriminarif, khususnya
Universitas Sumatera Utara
65
dalam pembuatan bukti ahli waris. Notaris seharusnya memposisikan diri dengan
mengimplementasikan wewenang Notaris sebagai Pejabat yang berwenang untuk
membuat bukti ahli waris untuk semua masyarakat Indonesia, tidak berdasarkan etnis
dan golongan apapun dalam bentuk formal akta pihak.
Dasar hukum bahwa Notaris dapat menjadi satu-satunya Pejabat/institusi yang
berwenang untuk membuat bukti ahli waris untuk semua masyarakat Indonesia, tidak
berdasarkan etnis dan golongan, agama apapun, yaitu berdasarkan kewenang Notaris
yang tersebut dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN), yaitu
membuat akta. Dengan kehadiran UUJN tersebut saat ini merupakan satu-satunya
undang-undang yang mengatur Notaris Indonesia, yang berarti telah terjadi unifikasi
hukum dalam bidang pengaturan Notaris. Sehingga UUJN dapat disebut sebagai
penutup (pengaturan) masa lalu dunia Notaris Indonesia dan pembuka (pengaturan)
dunia Notaris Indonesia masa datang.
Notaris sebagai sebuah jabatan (bukan profesi atau profesi jabatan) dan
jabatan apapun yang ada di negeri ini mempunyai wewenang tersendiri dan jabatan
harus ada aturan hukumnya, sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik
dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Setiap wewenang harus ada
dasar hukumnya. Wewenang seorang pejabat apapun harus jelas dan tegas dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pejabat atau jabatan tersendiri.
Sehingga jika seorang pejabat melakukan suatu tindakan di luar wewenang disebut
Universitas Sumatera Utara
66
sebagai perbuatan melanggar wewenang. Oleh karena itu, suatu wewenang tidak
muncul begitu saja, tapi wewenang harus dinyatakan dengan tegas dalam peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan. Jika wewenang tidak dinyatakan secara
tegas dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur suatu jabatan, maka
pejabat dapat mengambil suatu tindakan hukum lain atau kemerdekaan bertindak.
Tindakan seperti ini dalam hukum administrasi disebut pouvoir discretionnaire atau
freis ermessen.48 Jika pouvoir discretionnaire atau freis ermessen disalahgunakan
oleh Pejabat, maka tindakan tersebut termasuk penyalahgunaan kekuasaan atau
onrechtmatigeoverheidsdaad atau ultra vires. Dan freis ermessen ada batas-batasnnya
dalam azas atau aturan umum pemerintah yang baik, dan akan mempunyai akibat
hukum jika ada pihak yang merasa dirugikan dengan keputusan Pejabat tersebut.
UUJN sebagai unifikasi hukum pengaturan Notaris, maka wewenang Notaris
telah terjadi unifikasi, yaitu tercantum dalam Pasal 15 UUJN. Dengan telah
berlakunya UUJN sebagai unifikasi hukum dalam pengaturan jabatan Notaris di
Indonesia (iusconstitutum), maka hanya UUJN yang berlaku, termasuk kewenangan
Notaris tersebut dalam Pasal 15 ayat (1) dan (2), sedangkan Pasal 15 ayat (3) akan
berlaku kemudian (ius constituendum). Dengan demikian jika Notaris melakukan
suatu tindakan di luar wewenangnya, maka Notaris telah melakukan perbuatan
melawan hukum atau berbuat di luar wewenang. Jika Notaris telah melakukan
48
Habib Adjie, Op. Cit, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
67
tindakan seperti itu, maka produk atau tindakan hukum Notaris dapat dikatakan cacat
hukum dan tidak mengikat secara hukum (nonexecutable) dan para pihak yang
merasa dirugikan oleh tindakan hukum tersebut, maka Notaris dapat digugat perdata
ke pengadilan negeri.
Wewenang Notaris adalah membuat akta (Pasal 15 ayat (1) UUJN) dan akta
yang di buat di hadapan atau oleh Notaris harus memenuhi ketentuan sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 38 UUJN49.
49
Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris bentuknya sudah ditentukan dalam Pasal 38
UUJN, yang terdiri dari :
1) Setiap akta Notaris terdiri atas :
a) awal akta atau kepala akta;
b) badan akta; dan
c) akhir atau penutup akta.
2) Awal akta atau kepala akta memuat :
a) judul akta;
b) Nomor akta;
c) jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d) nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
3) Badan akta memuat :
a) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan,
tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
b) keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c) isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan
d) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat
tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
4) Akhir atau penutup akta memuat:
a) uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I atau
Pasal 16 ayat (7);
b) uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta
apabila ada;
c) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal
dari tiap-tiap saksi akta; dan
d) uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian
tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.
Universitas Sumatera Utara
68
Dikaji secara cermat, bahwa Surat Keterangan Waris (SKW), yang selama ini
dibuat oleh para Notaris berdasarkan kebiasaan yang tidak ada dasar hukumnya sama
sekali, dengan menggunakan ukuran sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 38
UUJN, maka SKW tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai akta Notaris, tetapi
hanya berupa pernyataan Notaris berdasarkan bukti-bukti yang diberikan kepada
Notaris oleh penghadap. Bahkan menurut Tan Thong Kie pembuatan SKW oleh para
Notaris tidak ada peraturan perundang-undangan yang mendasarinya.50
SKW hanya merupakan surat di bawah tangan yang dibuat oleh Notaris, yang
nilai pembuktiannya tidak sempurna dan sama nilainya dengan surat-surat lain (untuk
keperluan administrasi kantor Notaris yang biasa dikeluarkan oleh Notaris, misalnya
Surat Keterangan Magang, Cavernote). Oleh karena itu, jika Notaris mengeluarkan
SKW yang dianggap mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta, hal tersebut
sudah di luar wewenang Notaris. Akta Notaris sudah tentu mempunyai nilai
pembuktian yang sempurna jika dibandingkan dengan suatu surat.
Notaris sebagai pejabat/institusi satu-satunya yang berhak membuat bukti
sebagai ahli waris tersebut, sangat tepat jika dibuat dengan akta pihak, sebagai bentuk
pernyataan atau keterangan kehendak para pihak untuk menuangkan hak-hak dan
susunan ahli waris dengan akta Notaris dalam bentuk akta pihak (partijk)51, sehingga
50
Tan Thong Kie, Op. Cit, hal. 362.
Akta Pihak, yang berisikan uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau
diceritakan dihadapan Notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan
kedalam bentuk akta.
51
Universitas Sumatera Utara
69
jenis akta otentik yang dibuat oleh/dihadapan Notaris yaitu akta pihak dan akta relaas
dan tidak ada jenis akta otentik lain selain dua jenis akta tersebut.
Dari segi pembuktian Akta Keterangan Waris mempunyai nilai bukti yang
sempurna karena dibuat dihadapan pejabat yang berwenang (Notaris), tetapi Surat
Keterangan Waris tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, meskipun
dibuat oleh Notaris, karena tidak memenuhi syarat sebagai akta dan bukan wewenang
Notaris. Kemudian Akta Keterangan Waris jika ternyata isinya tidak benar, maka hal
tersebut merupakan tanggung jawab para pihak yang menghadap Notaris, dan tidak
perlu melibatkan Notaris, dan jika diperbaiki maka Akta Keterangan Ahli Waris yang
sebelumnya harus dicabut oleh mereka yang membuatnya dan kemudian dibuat akta
baru sesuai fakta yang sebanarnya yang diinginkan oleh para pihak. Sedangkan jika
SKW isinya tidak benar, maka tidak memungkinkan Notaris akan mencabut atau
membatalkan SKW yang telah dibuatnya sendiri, dan sudah tentu harus ada pihak
yang mengajukan permohonan kepada Notaris yang membuatnya agar SKW tersebut
dibatalkan. Notaris akan bertanggung jawab atas SKW yang dibuatnya.
Akta Keterangan Waris merupakan kehendak (wilsvorming) para pihak untuk
membuktikan dirinya sebagai ahli waris, karena dinyatakan dihadapan Notaris, maka
sesuai dengan kewenangan Notaris sebagaimana yang tersebut dalam UUJN Pasal 15
Akta Relaas, yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat dan disaksikan Notaris sendiri
atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan
kedalam bentuk akta Notaris. G. H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta :
Erlangga, 1983) hal. 51
Universitas Sumatera Utara
70
ayat (1), wajib memformulasikannya dalam bentuk akta Notaris. Dengan demikian
Notaris bukan/tidak menyalin pernyataan para pihak, tetapi kendak (wilsvorming)
para pihak sendiri yang diformulasikan dalam bentuk Akta Keterangan Waris.
Notaris tidak mempunyai kehendak (wilsvorming) untuk membuat akta untuk
orang lain, dan Notaris tidak akan membuat akta apapun jika tidak ada permintaan
atau kehendak dari para pihak, dan Notaris bukan pihak dalam akta, dengan demikian
Notaris tidak akan pernah membuat Akta Keterangan Waris jika tidak ada permintaan
dan kehendak dari para pihak.
Universitas Sumatera Utara
Download