LAPORAN PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN Oleh : Dharu Triasih,S.H, M.H ( Ketua) Dhian Indah Astanti,S.H. M.H Amri Panahatan S,SS,SH.MH DIBIAYAI USM /KONTRAK NO : 332.18/USM.H8/L/2011 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG 2012 di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang HALAMAN PENGESAHAN 1 Judul Penelitian : TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT KENDARAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2. Bidang Penelitian : Hukum 3. Ketua Peneliti (a) Nama : Dharu Triasih, SH. MH (b) Jenis Kelamin : Perempuan (c) NIS : 06557003801008 (d) Pangkat/ Golongan : Penata/IIIc (e) J abatan : Lektor (f) Fakultas Jurusan : Hukum/ Ilmu Hukum 4.Jumlah anggota Peneliti : 1 orang 5. Lokasi Penelitian : Kota Semarang 6. Bila penelitian ini merupakan kerjasama kelembagaan : a. Nama Instansi : b. Alamat : 7. Waktu penelitian : 3 bulan 8. Biaya : Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu Semarang, 27 Januari 2012 Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum, KetuaPenelitian Efi Yulistyowati, SH.M.Hum NIS. 06557003801006 Dharu Triasih,SH MH .NIS.06557003801008 Menyetujui Ketua LPPM Wyati Saddewisasi, SE MSi NIS.196001191987032001 di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 1 LEMBAR PENGESAHAN REVIEWER 1. (a) Judul Penelitian : TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT BERMOTOR PADA KENDARAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (b) Bidang Ilmu 2. Ketua Peneliti (a) Nama (b) Jenis Kelamin (c) Golongan/NIS (d) Jabatan Fungsional (e) Fakultas Jurusan 3. Anggota 4. Lokasi Penelitian 5. Lama Penelitian 6. Biaya Penelitian 7. Sumber Biaya Penelitian : Ilmu Hukum : Dharu Triasih, SH., MH : Perempuan : 06557003801008 : Lektor : Hukum/ Ilmu Hukum : ( dua ) orang : Kota Semarang : 4 bulan : Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) : Universitas Semarang Semarang, Agustus 2010 Menyetujui, Reviewer, Efi Yulistyowati, SH.M.Hum NIS. 06557003801006 di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang Ketua Penelitian Dharu Triasih,SH MH NIS. 06557003801008 2 Kata Pengantar Alhamdulilahi Robbal’alamin, puji syukur kami panjatkan ke hadhirat AllOH Subhanallaohu Wa Ta’ala atas limpahan karunia dan rahmat Nya sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Laporan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca guna menambah wacana mengenai Tinjauan Yuridis tentang Pelaksanaan Perjanjian Kredit Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan Konsumen Kami menyadari bahwa penelitian ini terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. DR. Pahlawansyah H. MM, Rektor Universitas Semarang yang telah berkenan memberikan kepercayaan kepada peneliti untuk melakukan penelitian. 2. Wyati Saddewisasi,SE MSi, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Semarang, yang telah menyeleksi dan menerima usulan penelitian ini 3. Efi Yulistyowati,SH MHum, Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang yang selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada peneliti untuk melakukan penelitian. 4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah mendukung selesainya penelitian ini. Teriring do’a dan terima kasih, semoga amal baik Bapak / Ibu mendapat balasan yang berlipat ganda dari Alloh SWT. Amin Kami menyadari bahwa kesempurnaan belum sepenuhnya terwujud dalam penelitian ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan. Semarang, Agustus 2010 Tim Peneliti di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 3 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembiayaan konsumen merupakan bentuk lembaga penyandang dana sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lebih fleksibel daripada sistem pembiayaan yang lainnya karena dalam pembiayaan konsumen tidak mengharuskan penyerahan sesuatu barang sebagai jaminan melainkan hanya barang yang dibiayai itulah yang langsung dibebani dengan jaminan fidusia. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia untuk menguasai benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia ataupun tetap menguasai benda yang dibebani dengan jaminan fidusia. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat, tetapi di sisi lain tidak menjamin adanya kepastian hukum. Hal ini disebabkan saat ini, banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 4 fidusia bagi objek benda jaminan fidusia. Prakteknya lembaga pembiayaan menyediakan barang bergerak yang diminta konsumen (semisal motor atau mesin industri) kemudian diatasnamakan konsumen sebagai debitur (penerima kredit/pinjaman). Konsekuensinya debitur menyerahkan kepada kreditur (pemberi kredit) secara fidusia. Artinya debitur sebagai pemilik atas nama barang menjadi pemberi fidusia kepada kreditur yang dalam posisi sebagai penerima fidusia. Praktek sederhana dalam jaminan fidusia adalah debitur/pihak yang punya barang mengajukan pembiayaan kepada kreditor, lalu kedua belah sama-sama sepakat mengunakan jaminan fidusia terhadap benda milik debitor dan dibuatkan akta notaris lalu didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kreditur sebagai penerima fidusia akan mendapat sertifikat fidusia, dan salinannya diberikan kepada debitur. Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate eksekusi), seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Fakta di lapangan menunjukan, lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencantumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan.1 Sebenarnya akta di bawah tangan ini dapat 1 http://hukumonline.com di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 5 menimbulkan resiko bagi perusahaan pembiayaan, bisa saja perusahaan mengalami kerugian. Masalah lain yang sering timbul adalah konsumen menjual atau menggadaikan motor yang belum lunas angsurannya kepada pihak lain tanpa sepengetahuan perusahaan pembiayaan. Perlindungan para pihak dalam praktek perjanjian pembiayaan konsumen hanya sebatas itikad baik dari para pihak dalam bentuk perjanjian tertulis sebagai dokumen yang menjadi dasar kepastian hukum. Dalam hal ini terdapat kemungkinan salah satu pihak dalam perjanjian tidak melakukan prestasinya sesuai dengan perjanjian. B. PERMASALAHAN Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan konsumen ditinjau dari segi yuridis? 2. Apakah asas konsensual yang berimbang dalam perjanjian bisa ditegakkan pada waktu pembuatan perjanjian itu telah dibuat oleh salah satu pihak secara baku ? di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 6 C. SISTEMATIKA PENULISAN BAB. I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang, permasalahan dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II berisi tentang pengertian perjanjian , syarat sahnya perjanjian, asasasas hukum perjanjian, macam-macam perjanjian, akibat-akibat perjanjian, hapusnya perjanjian, pengertian pembiayaan konsumen, dasar hukum perjanjian pembiayaan konsumen, kedudukan para pihak dalam pembiayaan konsumen,dokumen pembiayaan konsumen, mekanisme transaksi pembiayaan konsumen, jaminan-jaminan dalam pembiayaan konsumen, wanprestasi BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian ini. BAB IV METODE PENELITIAN Uraian pada metode penelitian meliputi metode pendekatan, spesifikasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data serta analisa data BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dan pembahasan menguraikan tentang pelaksanaan perjanjian kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan konsumen ditinjau dari segi yuridis, Apakah asas konsensual yang berimbang dalam perjanjian bisa ditegakkan pada waktu pembuatan perjanjian itu telah dibuat oleh salah satu pihak secara baku ? di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 7 BAB VI PENUTUP Berisi tentang simpulan dan saran di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Pengertian perjanjian menurut ketentuan pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang lain atau lebih”. Mengenai batasan tersebut para sarjana hukum perdata umumnya berpendapat bahwa definisi atau batasan atau yang terdapat didalam ketentuan pasal 1313 KUH Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas banyak mengandung kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata sebagai berikut: a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal tersebut dapat dilihat dalam perumusan “satu orang atau lebih” kata “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari dua pihak. Seharusnya dirumuskan “saling mengikatkan diri” jadi consensus antara pihak-pihak. b. Kata “perbuatan” mencakup tanpa consensus. Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 9 seharusnya menggunakan kata “persetujuan c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin juga diatur dalam lapangan hukum keluarga. d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam Pasal 1313 KUH Perdata tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengaitkan diri itu tidak jelas untuk apa (Abdul Kadir Muhammad,1992:78). Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut di atas, maka kiranya perlu diadakan perbaikan-perbaikan mengenai perjanjian tersebut. Pengertian perjanjian akan lebih baik apabila “sebagai satu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” (J Satrio 1982:322). Para ahli hukum memberikan suatu pengertian perjanjian yang berbeda-beda. Perjanjian adalah:”Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanankan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan” (Abdul Kadir Muhammad,1992:78). Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang. Sedangkan Subekti memberikan pengertian perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” (Subekti, 1991 : 1). Dari peristiwa itulah, timbul di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 10 hubungan antara dua orang tersebu yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya perjanjian ini berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakan debitur atau si berhutang. 2. Syarat Sahnya Perjanjian. Suatu perjanjian dianggap sah apabila mengikat kedua belah pihak dan memenuhi syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. Sepakat mereka yang mengikatkan diri artinya pihak-pihak yang mengikatkan perjanjian ini mempunyai persesuaian kehendak tentang hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Kata sepakat ini lahir dari kehendak yang bebas dari kedua belah pihak, mereka menghendaki secara timbal balik. Dengan kata sepakat maka perjanjian tidak dapat ditarik secara sepihak saja namun atas kehendak kedua belah pihak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepakat yang dimaksud adalah perjanjian atau perikatan yang timbul atau lahir sejaktercapainya kesepakatan, sebagaimana diatur dalam pasal 1321 KUH Perdata yang memberikan pengertian bahwa perjanjian yang diadakan para pihak di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 11 itu tidak akan terjadi bilamana ada kekhilafan, paksaan atau penipuan di dalam sepakat yang diadakan. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan artinya orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Menurut pasal 1329 KUH Perdata “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan cakap”, sedangkan orang-orang yang tidak termasuk cakap hukum dalam membuat persetujuan diatur dalam pasal 1330 KUH Perdata yaitu : 1) Orang-orang yang belum dewasa 2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang c. Suatu hal tertentu. Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu barang yang jelas atau tertentu. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya, jumlahnya walaupun tidak diharuskan oleh undang-undang. d. Suatu sebab yang halal (causa) Kata ‘causa’ berasal dari bahasa latin artinya sebab. Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan causa yang halal bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang melakukan di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 12 perjanjian. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, namun yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undangundang ialah isi perjanjian itu, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang undang-undang atau tidak. Dari uraian tentang syarat-syarat sahnya perjanjian di atas maka syarat tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif terdapat dalam dua syarat pertama karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian, apabila tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan oleh salah satu pihak, sedangkan syarat objektif terdapat dalam dua syarat yang terakhir, apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. 3. Asas-asas Hukum Perjanjian a. Asas Kepribadian Asas kepribadian ini dapat kita lihat dalam pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Maksud mengikatkan diri pada pasal 1315 KUH Perdata adalah diajukan pada memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan meminta ditetapkannya suatu janji ditujukan pada memperoleh hak-hak atas sesuatu atau mengenai sesuatu. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 13 b. Asas Konsensualitas Arti asas konsensualitas pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul, karena itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidak diperlukan suatu formalitas.(Subekti, 1982 : 15) Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian itu cukup secara lisan saja, namun undang-undang menetapkan bahwasannya suatu perjanjian diharuskan diadakan secara tertulis tetapi yang demikian itu merupakan suatu pengecualian. Pada umumnya perjanjian itu adalah sah dalam arti sudah mengikat. Apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai kesepakatan yang pokok dalam perjanjian. Berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata atau suatu pengertian bahwa untuk membuat suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara pihak-pihak yang membuat perjanjian. Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata menentukan suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasanalasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu . Para pihak yang membuat undang-undang itu telah mengikatkan dirinya untuk memenuhi perjanjian yang dibuat secara sah adalah berlaku sebagai undang-undang (Subekti, 1982 : 15 c. Asas Kebebasan Berkontrak Asas ini berhubungan dengan isi perjanjian. Pada dasarnya setiap orang bebas untuk mengadakan dan menentukan isi perjanjian.Asas kebebasan berkontrak inilah yang memungkinkan lahirnya perjanjian-perjanjian baru yang tidak terdapat dalam di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 14 KUH Perdata dan dapat masuk dan berkembang di Indonesia. Meskipun demikian tidak berarti bahwa terhadap perjanjian tersebut tidak dapat diberlakukan KUH Perdata. Hukum perjanjian itu menganut sistem terbuka hal ini tercantum dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka membuatnya.“ 4. Macam-macam Perjanjian. a. Perjanjian jual beli Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan hak milik atas suatu barang, serdangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar sejumlah uang sebagai harganya (Subekti, 1985:161-162). Terjadinya perjanjian ini jika kedua belah pihak mencapai persetujuan tentang barang dan harganya. b. Perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama suatu jangka waktu tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-waktu yang ditentukan (Subekti, 1985:164). Tujuan dari perjanjian ini untuk memberikan hak pemakaian saja, bukan hak milik atas suatu benda. c. Pemberian atau hibah. Pemberian ialah suatu perjanjian (obligatoir), dimana pihak yang satu di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 15 menyanggupi dengan cuma-cuma (Om Niet) dengan secara mutlak (onherroepelijk) memberikan suatu benda pada pihak yang lainnya, pihak mana menerima pemberian itu (Subekti, 1985:165). Perjanjian tersebut tidak dapat dicabut menurut kehendak satu pihak saja. d. Perjanjian perdamaian. Perjanjian perdamaian adalah suatu perjanjian di mana dua pihak membuat suatu perdamaian untuk menyingkiri atau mengakhiri suatu perkara, dalam perjanjian mana masing-masing melepaskan sementara hak-hak atau tuntutannya (Subekti, 1985:172). Perjanjian ini harus dibuat secara tertulis dan tidak boleh secara lisan. 5. Akibat-akibat Perjanjian. Akibat–akibat yang ditimbulkan karena adanya perjanjian diatur dalam pasal-pasal KUH Perdata yaitu : a. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan untuk itu dan perjanjian itu dilaksanakan dengan itikad baik. Sesuai dengan pasal 1338 KUH Perdata. b. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Sesuai dengan pasal 1339 KUH Perdata. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 16 c. Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi dan manfaat bagi pihak ketiga (selain dalam hal yang diatur dalam pasal 1317 KUH Perdata). Sesuai pasal 1340 KUH Perdata. d. Tiap orang yang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh orang yang berpiutang, asalkan dapat dibuktikan. Sesuai dengan pasal 1341 KUH Perdata. 6. Hapusnya Perjanjian. a. Pembayaran. Pembayaran ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi (R.Subekti:152).pada dasarnya hanya orang yang berkepentingan saja yang dapat melakukan pembayaran secara sah. b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan. Suatu cara pembayaran untuk menolong si berhutang dalam hal si berpiutang tidak suka menerima pembayaran. c. Pembaharuan hutang. Pembaharuan hutang adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menghapuskan suatu perikatan lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru (R.Subekti:156). Dengan adanya suatu pembaharuan hutang, dianggap hutang yang lama telah hapus. d. Kompensasi atau perhitungan hutang timbal balik. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 17 Jika seseorang yang berhutang, mempunyai suatu piutang pada si berpiutang, sehingga dua orang itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu kepada yang lainnya, maka hutang piutang antara kedua orang itu dapat diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama (R. Subekti157). Menurut pasal 1462 KUHPerdata perhitungan itu terjadi dengan sendirinya. Artinya, tidak perlu para pihak menuntut diadakannya perhitungan itu. e. Percampuran hutang. Percampuran hutang terjadi misalnya, jika siberhutang kawin dalam percampuran kekayaan dengan si berpiutang atau jika si berhutang menggantikan hak-hak si berpiutang karena menjadi warisnya ataupun sebaliknya (R. Subekti158) . f. Pembebasan hutang. Pembebasan hutang ialah suatu perjanjian baru dimana si berpiutang dengan sukarela membebaskan si berhutang dari segala kewajibannya (R. Subekti159). g. Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian. Menurut pasal 1444 KUHPerdata, jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan dalam perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang keadaannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya barang itu sama sekali diluar kesalahan si berhutang dan sebelumnya ia lalai menyerahkannya. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 18 h. Pembatalan perjanjian. Perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, begitu pula yang dibuat karena paksaan, kekhilafan atau penipuan ataupun mempunyai sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, dapat dibatalkan. Pada umumnya pembatalan ini berakibat bahwa keadaan antara kedua belah pihak dikembalikan seperti pada waktu perjanjian belum dibuat. B. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance). 1. Pengertian Pembiayaan Konsumen. Kegiatan pembiayaan konsumen mulai diperkenalkan dalam usaha perusahaan pembiayaan dimulai pada waktu dikeluarkannya keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan yang diikuti dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, terakhir diubah, dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan. Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiyaan yang dilakukan oleh perusahaan finansial, disamping kegiatan seperti leasing, factoring, kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model pembiayaan konsumen ini sedah jelas yaitu konsumen.suatu istilah yang dipakai sebagai lawan produsen. Di di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 19 samping itu besarnya biaya yang diberikan per konsumen relatif kecil mengingat barang yang dibidik untuk dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barangbarang keperluan yang akan dipakai oleh konsumen untuk keperluan hidupnya, misalnya barang-barang keperluan rumah tangga seperti televisi, lemari es, mobil dan sebagainya. Karena itu, risiko dari pembiayaan ini juga menyebar, berhubung akan terlibat banyak konsumen dengan pemberian biaya yang relatif kecil, ini lebih aman bagi pihak pemberi biaya. Pranata hukum pembiayaan konsumen dipakai sebagai terjemahan dari istilah Consumer finance. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi (consumer credit), hanya saja jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan oleh bank. Namun demikian pengertian kredit konsumsi secara substantif sama saja dengan pembiayaan konsumen. Menurut A. Abdurahman dalam buku Munir Fuady ( 2000:162): “Kredit konsumsi adalah kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna pembelian barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjamanpinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang. Kredit yang demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa, maka dari itu biasanya kredit itu diberikan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi”. Definisi pembiayaan konsumen (consumer finance) berdasarkan Surat Keputusan No.448/KMK.017/2000 Menteri Tentang Keuangan Republik Perusahaan Pembiayaan, pembiayaan konsumen di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang Indonesia 20 (consumer finance) adalah “kegiatan yang dilakukan dalam bentuk dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen”. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu digarisbawahi dan merupakan dasar dari kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu; a) Pembiayaan konsumen dalah merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen. b) Obyek pembiayaan usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan konsumen, biasanya kendaraan bermotor, alat kebutuhan rumah tangga, komputer, barang-barang elektronika, dan lain sebagainya. c) Sistim pembayaran angsuran dilakukan secara berkala, biasanya dilakukan secara bulanan dan ditagih langsung kepada konsumen. d) Jangka waktu pengembalian, bersifat fleksibel tidak terikat dengan ketentuan seperti financial lease. Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan pembiayaan konsumen hampir sama dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), namun ada beberapa hal yang membedakan keduanya yaitu: a) Kepemilikan barang atau objek pembiayan yang dilakukan berbeda, dalam transaksi sewa guna usaha (leasing) berada pada lessor sedangkan pada pembiayaan konsumen berada pada konsumen yang kemudian diserahkan secara fidusia kepada perusahaan pembiayaan. b) Tidak ada batasan jangka waktu pembiayaan, seperti dalam financial lease jangka di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 21 waktu pembiayaan diatur sesuai dengan obyek barang modal yang dibiayai oleh lessor. c) Pembiayaan konsumen tidak membatasi pembiayaan kepada calon konsumen yang telah mempunyai NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas, seperti ketentuan sewa guna usaha (leasing). d) Perlakuan perpajakan antara transaksi sewa guna usaha (leasing) dan transaksi pembiayaan konsumen, berbeda baik dari sisi perusahaan pembiayaan maupun dari sisi konsumen. e) Kegiatan sales anda lease back dimungkinkan dalam transaksi sewa guna usaha (leasing), sedangkan dalam transaksi pembiayaan konsumen ketentuan ini belum diatur. Pelaksanaan kegiatan pembiayaan konsumen sehari-hari, sama dengan kegiatan pembiayaan sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi untuk perorangan, sehingga dalam prakteknya produk pembiayaan konsumen dijadikan pengganti sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Sedangkan transaksi pembiayaan konsumen yang biasa dilakukan oleh perusahaan pembiayaan adalah seperti direct finance lease, dimana dalam transaksi ini debitur belum pernah memiliki barang kebutuhan konsumen yang akan menjadi objek pembiayaan konsumen.. Dengan demikian kreditur atas nama debitur akan membeli barang kebutuhan konsumen tersebut secara langsung kepada supplier/dealer/developer dengan menggunakan nama debitur sebagai pemilik. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 22 2. Dasar Hukum Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Consumer finance). Dasar hukum dari pembiayaan konsumen di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua yaitu; a. Dasar Hukum Substantif Perjanjian pembiayaan konsumen (Consumer Finance) tidak diatur dalam KUH Perdata, sehingga merupakan perjanjian tidak bernama. Dalam pasal 1338 KUH Perdata disebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sebenarnya yang dimaksud dalam pasal ini adalah : Suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan undang-undang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan persetujuan tertentu dari kedua belah pihak atau berdasarkan alasan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang. Ada keleluasaan dari pihak yang berkepentingan untuk memberlakukan hukum perjanjian yang termuat dalam buku III KUH Perdata tersebut, yang juga sebagai hukum pelengkap ditambah pula dengan asas kebebasan berkontrak tersebut memungkinkan para pihak dalam prakteknya untuk mengadakan perjanjian yang sama sekali tidak terdapat di dalam KUH Perdata maupun KUHD, dengan demikian oleh Undang-undang diperbolehkan untuk membuat perjanjian yang harus dapat berlaku bagi para pihak yang membuatnya. Apabila dalam perjanjian terdapat hal-hal yang tidak ditentukan, hal-hal tunduk pada ketentuan Undang- di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 23 undang. Menurut pasal 1319 KUH Perdata bahwa semua persetujuan baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak terkenal nama tentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab lalu. Berdasarkan ketentuan tersebut jelaslah bahwa perjanjian Pembiayaan konsumen (Consumer Finance) tunduk pada ketentuan-ketentuan umum untuk hukum perjanjian yang terdapat dalam buku III KUH Perdata sehingga apabila terjadi perselisihan antara para pihak ketentuan-ketentuan tersebutlah yang dapat ditentukan sebagai pedoman dalam penyelesaian. b. Dasar Hukum Administratif Dasar hukum administratif pembiayaan konsumen, yaitu; 1) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan 2) Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang diperbaharui dengan, 3) Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan. 3. Kedudukan Para Pihak dalam Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance). Para pihak yang terkait dalam suatu transaksi pembiayaan konsumen yaitu; di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 24 a. Pihak perusahaan pembiayaan (kreditur) adalah perusahaan pembiayaan konsumen atau perusahaan yang telah mendapatkan izin usaha dari Menteri Keuangan. b. Pihak konsumen (debitur) adalah perorangan atau individu yang mendapatkan fasilitas pembiayaan konsumen dari kreditur. c. Pihak supplier/dealer/developer adalah perusahaan atau pihak-pihak yang menjual atau menyediakan barang kebutuhan konsumen dalam rangka pembiayaan konsumen (Budi Rachmat,2002:138) Para pihak dalam pembiayaan konsumen mempunyai hubungan yang dapat dilihat pada tabel sebagaimana tersebut dibawah ini Perusahaan Konsumen Kreditur Supplier Konsumen debitur di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 25 1. Pembuatan perjanjian kerja sama pembiayaan konsumen. 2. pembayaran tunai kepada supplier. 3. penyerahan barang kepada konsumen. 4. pembayaran (angsuran pokok dan bunga)hingga lunas selama jangka waktu tertentu. Hubungan para pihak dalam pembiayaan konsumen Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut; a. Hubungan pihak kreditur dengan konsumen. Hubungan antara pihak kreditur dengan konsumen adalah hubungan kontraktual dalam hal ini kontrak pembiayaan konsumen. Dimana pihak pemberi biaya sebagai kreditur dan pihak penerima biaya (konsumen) sebagai pihak debitur. Pihak pemberi biaya berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk pembelian suatu barang konsumsi, semenatara pihak penerima biaya (konsumen) berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada pihak pemberi biaya. Jadi hubungan kontraktual antara penyedia dana dengan pihak konsumen adalah sejenis perjanjian kredit. Sehingga ketentuan-ketentuan tentang perjanjian kredit (dalam KUHPerdata) berlaku, sementara ketentuan perkreditan yang diatur dalam peraturan perbankan secara yuridis formal tidak berlaku berhubung pihak pemberi biaya bukan pihak bank sehingga tidak tunduk pada peraturan perbankan. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa seluruh kontrak ditandatangani dan dana sudah dapat dicairkan serta barang sudah diserahkan pada supplier kepada konsumen, maka barang yang bersangkutan sudah langsung di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 26 menjadi milik konsumen. Walaupun kemudian biasanya barang tersebut dijadikan jaminan hutang lewat perjanjian fidusia.dalam hal ini berbeda dengan kontrak leasing, dimana secara yuridis barang leasing tetap menjadi milik piha kreditur (lessor) untuk selama-lamanya atau sampai hak opsi dijalankan oleh pihak lessee. b. Hubungan pihak konsumen dengan supplier. Hubungan antara pihak konsumen dengan pihak supplier terdapat hubungan jual beli, dimana supplier selaku penjual menjual barang kepada konsumen selaku pembeli dengan syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak pemberi biaya (kreditur). Syarat tersebut memiliki arti bahwa apabila karena alasan apapun pihak pemberi biaya tidak dapat menyediakan dananya maka jual beli antara supplier dengan konsumen sebagai pembeli akan batal. c. Hubungan penyedia dana (kreditur) dengan supplier. Hubungan antara penyedia dana (kreditur) dengan supplier (penyedia barang) tidak mempunyai suatu hubungan hukum yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan, yaitu disyaratkan untuk menyediakan dana untuk digunakan dalam perjanjian jual beli antara pihak supplier dengan pihak konsumen. Oleh karena itu, jika penyedia dana wanprestasi dalam menyediakan dananya, sementara kontrak jual beli maupun kontrak pembiayaan konsumen telah selesai dilakukan, jual beli bersyarat antara pihak supplier dengan konsumen akan batal, sementara pihak konsumen dpat menggugat pihak pemberi dana (kreditur) karena wanprestasi tersebut. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 27 4. Dokumen Pembiayaan Konsumen. Dalam menjalankan transaksi pembiayaan konsumen, terdapat beberapa dokumen yang sering diperlakukan; a. Dokumen pendahuluan, yang meliputi credit application form(formulir aplikasi kredit), surveyor report (laporan survey) dan credit approval memorandum (memo persetujuan kredit). b. Dokumen pokok, yaitu perjanjian pembiayaan konsumen itu sendiri. c. Dokumen jaminan, yang meliputi perjanjian fidusia, cessie asuransi, kuasa menjual (kuitansi kosong yang ditandatangani konsumen), pengakuan hutang, persetujuan suami atau isteri, atau persetujauan komisaris atau rapat umum pemegang saham d. Dokumen kepemilikan barang, yang biasanya berupa BPKB, fotokopi STNK dan atau faktur-faktur pembelian, kwitansi pembelian, sertifikat kepemilikan dan lain sebagainya. e. Dokumen pemesanan dan penyerahan barang, dalam hal ini biasanya diberikan certifikat of delivery and acceptance, delivery order, dan lain-lain. f. Supporting documents, berisi dokumen-dokumen pendukung yang untuk konsumen individu misalnya fotokopi KTP, fotokopi kartu keluarga, pas foto, daftar gaji dan sebagainya. Sementara itu untuk konsumen perusahaan, dokumen pendukung ini dapat berupa angagran dasar perusahaan beserta seluruh perubahan dan tambahannya, foto kopi KTP yang diberi hak untuk menandatangani, NPWP, SIUP dan TDP, bank statement dan sebagainya. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 28 5. Mekanisme Transaksi Pembiayaan Konsumen. Mekanisme transaksi pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh perusahan pembiayaan, hampir sama dengan mekanisme transaksi sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi untuk perorangan. Mekanisme transaksi pembiayaan konsumen sebagai berikut; a. Tahap permohonan. Para konsumen untuk mendapatkan fasilitas pembiayan konsumen, biasanya sudah mempunyai usaha yang baik dan atau mempunyai pekerjaan yang tetap serta berpenghasilan yang memadai Sebelum mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan konsumen, debitur (konsumen) mengajukan surat permohonan dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut; 1) Foto kopi kartu tanda penduduk debitur (konsumen) 2) Foto kopi kartu tanda penduduk suami/isteri calon debitur (konsumen) 3) Kartu keluarga 4) Rekening Koran tiga bulan terakhir 5) Surat keterangan gaji, jika calon debitur bekreja 6) Surat keterangan lainnya yang diperlukan (Budi Rachmat,2002:144) Permohonan pembiayaan konsumen biasanya dilakukan oleh debitur (konsumen) ditempat dealer/supplier penyedia barang kebutuhan knsumen yang telah bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan (kreditur) di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 29 b. Tahap pengecekan dan pemeriksaan lapangan. Berdasarkan aplikasi dari pemohon, marketing department akan melakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian formulir tersebut dengan melakukan analisa dan evaluasi terhadap data dan informasi yang telah diterima yang dilanjutkan dengan; 1) Kunjungan ke tempat calon debitur (plant visit). 2) Pengecekan ke tempat lain (credit checking). 3) Observasi secara umum atau khusus lainnya (Budi Rachmat,2002:145) Adapun tujuan dari pemeriksaan lapangan ini adalah; 1) Untuk memastikan keberadaan debitur dan memastikan akan kebutuhan barang konsumen 2) Mempelajari keberadaan barang kebutuhan konsumen yng dibutuhkan oleh debitur, terutama harga, kredibilitas supplier atau pemasok dan layanan purna jual. 3) Untuk menghitung secara pasti berapa besar tingkat kebenaran laporan calon debitur dibandingkan dengan laporan yang telah disampaikan (Budi Rachmat,2002:145). c. Tahap pembuatan customer profile. Berdasarkan pemeriksaan lapangan, marketing department akan membuat customer profile dimana isinya akan menggambarkan; di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 30 1) Nama calon debitur dan istri atau suami. 2) Alamat dan nomor telepon. 3) Pekerjaan. 4) Alamat kantor. 5) Kondisi pembiayaan yang diajukan 6) Jenis dan tipe barang kebutuhan konsumen. (Budi Rachmat,2002:146) d. Tahap pengajuan proposal kepada kredit komite. Pada tahap ini marketing department akan mengajukan proposal terhadap permohonan yang diajukan oleh debitur kepada kredit komite. Proposal yang diajukan biasanya terdiri dari; 1) Tujuan pemberian fasilitas pembiayaan. 2) Struktur pembiayaan yang mencakup harga barang, nett pembiayaan, bunga, jangka waktu, tipe dan jenis barang. 3) Latar belakang debitur disertai dengan keterangan mengenai kondisi pekerjaan dan lingkungan tempat tinggalnya. 4) Analisa risiko. 5) Saran dan kesimpulan (Budi Rachmat,2002:146) e. Keputusan kredit komite. Keputusan kredit komite merupakan dasar bagi kreditur untuk melakukan pembiayaan atau tidak. Apabila permohonan debitur ditolak maka harus diberitahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila disetujui, maka marketing department akan meneruskan tahapnya. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 31 f. Tahap pengikatan. Berdasarkan keputusan kredit komite, bagian legal akan mempersiapkan pengikatan sebagai berikut; 1) Perjanjian pembiayaan konsumen beserta lampiran-lampirannya. 2) Jaminan pribadi (jika ada). 3) Jaminan perusahaan (jika ada) (Budi Rachmat,2002:147). Pengikatan perjanjian pembiayaan konsumen dapat dilakukan secara bawah tangan yang dilegalisir oleh notaris atau dapat dikatakan secara notariil. g. Tahap pemesanan barang kebutuhan konsumen. Setelah proses penandatanganan perjanjian dilakukan oleh kedua belah pihak selanjutnya kreditur akan melakukan hal-hal sebagai berikut; 1) Kreditur melakukan pemesanan barang kepada supplier, pesanan dituangkan dalam penegasan pemesanan pembelian atau confirm purchase order dan bukti pengiriman dan surat tanda penerimaan barang. 2) Khusus untuk objek pemesanan bekas pakai, baik kendaraan bermotor, tanah dan bangunan, akan dilakukan pemeriksaan BPKB atau Sertifikat oleh credit administration department ke instansi terkait. 3) Penerimaan pembayaran dari debnitur kepada kreditur (dapat melalui supplier atau dealer) yang meliputi; a) Pembayaran pertama antara lain; uang muka, angsuran pertama (jika in advance), premi asuransi untuk tahun pertama, biaya administrasi dan pembayaran pertama di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang lainnya jika ada. 32 b) Pembayaran berikutnya yang meliputi; angsuran berikutnya berupa cek atau bilyet giro mundur, pembayaran premi asuransi untuk tahun berikutnya dan pembayaran lainnya jika ada (Budi Rachmat,2002:147-148). h. Tahap pembayaran kepada supplier. Setelah barang diserahkan oleh supplier kepada debitur, selanjutnya supplier akan melakukan penagihan kepada kreditur, dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut; 1) Kwitansi penuh. 2) Kwitansi uang muka dan atau bukti pelunasan uang mua. 3) Confirm purchase order. 4) Bukti pengiriman dan surat tanda penerimaan barang. 5) Gesekan rangka dan mesin. 6) Surat pernyatan BPKB. 7) Kunci duplikat (jika ada) 8) Surat jalan (jika ada) (Budi Rachmat,2002:148). Sebelum pembayaran barang dilakukan oleh kreditur kepada supplier, kreditur akan melakukan hal-hal sebagai berikut; 1) Melakukan penutupan pertanggungan asuransi ke perusahaan asuransi yang telah ditunjuk. 2) Pemeriksaan ulang seluruh dokumentasi perjanjian pembiayaan konsumen oleh credit atau legal administration department dengan mempergunakan form check di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 33 list document (Budi Rachmat,2002:147-148). i. Tahap penagihan atau monitoring pembayaran. Setelah seluruh proses pembayaran kepada supplier atau dealer dilakukan, proses selanjutnya adalah pembayaran angsuran dari debitur sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Adapun sistim pembayaran yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu; dengan cara cash, cek atau bilyet, transfer dan ditagih langsung.perlu diketahu bahwa penentuan sistim pembayaran angsuran telah ditentukan pada waktu marketing proses. Collection departement akan memonitor pembayaran angsuran berdasarkan jatuh tempo pembayaran yang telah diterapkan.monitoring yang dilakukan oleh kreditur tidak hanya sebatas monitoring pembayaran angsuran dari debitur, kreditur juga melakukan monitoring terhadap jaminan dan masa berlakunya penutupan asuransi. j. Pengambilan surat jaminan. Apabila seluruh kewajiban debitur telah dilunasi, maka kreditur akan menegembalikan hal-hal sebagai berikut kepada debitur, yaitu; 1) Jaminan (BPKB dan atau sertifikat dan atau faktur atau invoice). 2) Dokumen lainnya bila ada. 6. Jaminan-Jaminan Dalam Pembiayaan Konsumen Jaminan-jaminan yang diberikan dalam transaksi pembiayaan konsumen ini pada prinsipnya serupa dengan jaminan terhadap perjanjian kredit bank biasa, di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 34 khususnya kredit konsumsi. Jadi jaminan dalam pembiayaan konsumen dibagi menjadi 3 yaitu; a. Jaminan utama Sebagai suatu kredit, maka jaminan pokoknya adalah keperayaan dari kreditur kepada debitur (konsumen) bahwa pihak konsumen dapat dipercaya dan sanggup membayar hutang-hutangnya. Jadi disini prinsip-prinsip kredit berlaku. b. Jaminan pokok Sebagai jaminan pokok terhadap transaksi pembiayaan konsumen adalah barang yang dibeli dengan dana tersebut. Jika dana tersebut diberikan misalnya untuk membeli kendaraan bermotor, maka kendaraan bermotor yang berangkutan menjadi jaminan pokoknya. Biasanya jaminan tersebut dibuat dalam bentu fiduciary transfer of ownership (fidusia). Karena adanya fidusia ini, maka biasanya seluruh dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan dipegang oleh pihak kreditur (pemberi dana) hingga kredit lunas. c. Jaminan tambahan Jaminan tambahan dalam transaksi pembiayaan ini berupa pengakuan hutang (promissiory notes), atau acknowlwdgment of indebtedness, kuasa menjual barang dan assignment of proceed(cessie) dari asuransi. Disamping itu, sering juga dimintakan persetujuan isteri atau suami untuk konsumen pribadi dan persetujuan komisaris atau rapat umum pemegang saham untuk konsumen perusahaan, sesuai dengan anggaran dasarnya. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 35 C. WANPRESTASI Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Wanprestasi adalah apabila si berhutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya. Ia alpa atau lalai atau ingkar janji, atau juga ia melanggar perjanjian. Menurut pasal 1365 KUH Perdata, wanprestasi adalah tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa: 1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi 2. Tidak tunai memenuhi prestasinya 3. Terlambat memenuhi prestasinya 4. Keliru memenuhi prestasinya (Abdul Kadir Muhammad, 2000:203-204) Dalam perjanjian pembiayaan konsumen apabila pihak konsumen (debitur) melakukan salah satu dari bentuk-bentuk wanprestasi, maka untuk pelaksanaan hukumnya Undang-undang menghendaki kreditur (perusahaan pembiayaan) untuk memberikan pernyataan lalai kepada pihak debitur. Dengan demikian, wanprestasi oleh pihak konsumen (debitur) yang berhutang itu pokoknya harus secara formal dinyatakan telah lalai lebih dahulu, yaitu dengan memperingatkan yang berhutang atau debitur bahwa kriditur atau pihak menghendaki pembayaran seketika atau jangka waktu pendek yang telah ditentukan. Singkatnya, hutang itu harus ditagih dan yang lalai harus ditegur dengan peringatan atau sommatie. Cara pemberian teguran terhadap debitur yang lalai tersebut telah diatur dalam di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 36 dalam pasal 1238 KUH Perdata yang menentukan bahwa teguran itu harus dengan surat perintah.atau dengan akta sejenis. Yang dimaksud dengan surat perintah dalam pasal tersebut adalah peringatan resmi dari jursita pengadilan, sedangkan yang dimaksud dengan akta sejenis adalah suatu tulisan biasa (bukan resmi), surat maupun telegram yang tujuannya sama yakni untuk memberi peringatan peringatan kepada debitur untuk memenuhi prestasi dalam waktu seketika atau dalam tempo tertentu, sedangkan menurut Ramelan Subekti akta sejenis lazim ditafsirkan sebagai suatu peringatan atau teguran yang boleh dilakukan secara lisan, asal cukup tegas yang menyatakan desakan kreditur kepada debitur agar memenuhi prestasinya seketika atau dalam waktu tertentu. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 37 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. TUJUAN PENELITIAN Mengacu pada permasalahan penelitian yang telah dirumuskan dalam bab sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan konsumen b. Untuk mengetahui asas konsensual yang berimbang dalam perjanjian bisa ditegakkan pada waktu pembuatan perjanjian itu telah dibuat oleh salah satu pihak secara baku. B. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara akademis maupun praktis sebagai berikut : 2. Manfaat akademis: menambah khasanah perbendaharaan kepustakaan mengenai pelaksanaan perjanjian kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan konsumen sebagai bahan dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan perjanjian kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan konsumen dalam kaitannya dengan hukum jaminan . di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 38 3. Manfaat Praktis: diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif bahan masukan ( input) dalam penyusunan kebijakan mengenai perjanjian kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan konsumen dalam kaitannya pendaftaran jaminan fidusia. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang dengan 39 BAB IV METODE PENELITIAN Penggunaan metode penelitian dimaksudkan agar penelitian terarah dan sistematis, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal – hal yang belum diketahui, memberikan pedoman untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan pengetahuan mengenai masalah yang sedang diteliti. A.Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan secara normatif.Artinya dalam mengadakan pendekatan untuk membahas permasalahan yang timbul digunakan kaidah – kaidah ilmu hukum dan kenyataan yang terjadi dalam praktek. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya hukum dan proses bekerjanya hukum di masyarakat serta untuk mengetahui apakah perundang – undangan yang berlaku dapat berfungsi dengan baik. B.Spesifikasi Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya hasil penelitian ini berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti.2 C. Metode Penentuan Sampel Pada umumnya penelitian dilakukan pada suatu populasi. Populasi merupakan kumpulan individu dengan kualitas serta ciri – ciri yang telah ditetapkan. 2 Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, UI Press, 2000, hlm.10 di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 40 Dalam melakukan penelitian populasi ini tidak mungkin untuk diteliti semua, tetapi dapat diambil beberapa saja sebagai sampel. Sampel sebagai bagian dari populasi untuk menentukan sifat serta ciri – ciri yang dikehendaki populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah perjanjian kredit kendaraan bermotor melalui perusahaan pembiayaan konsumen, namun populasi tersebut tidak diteliti semua tetapi diambil beberapa sebagaio sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling atau penarikan sampel bertujuan dengan cara mengambil subyek yang menjadi sampel berdasarkan tujuan tertentu. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah perjanjian kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan bermotor pada perusahaan pembiayaan konsumen pada PT FIF dan PT BAF D. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder. Data ini merupakan hasil olahan/tulisan/penelitian pihak lain. Dalam penelitan ini data sekunder berupa dokumen –dokumen perjanjian , peraturan-peraturan hukum yang terkait , tulisan ilmiah /hasil-hasil penelitian, dll . Data sekunder dibidang hukum dibedakan menjadi tiga: 3 E. Metode Analisa Data Data – data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu data yang telah diperoleh disusun secara sistematis, untuk selanjutnya 3 Ronny Hanitijo Soemitro. Jakarta,1988, hlm. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia, di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 41 mengasilkan suatu kejelasan dari masalah yang diteliti, dalam bentuk karya ilmiah. Analisis kualitatif ini dimaksudkan untuk mengemukakan hasil penelitian dan hasil sinkronisasi baik secara vertikal maupun horizontal dari bahan – bahan yana diuraikan dalam bentuk rumusan – rumusan dan uraian – uraian. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 42 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan Konsumen ditinjau dari Segi Yuridis. Mekanisme pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor pada dasarnya sama, yaitu harus melalui mekanisme pelaksanaan perjanjian pembiyaan bermotor roda dua antara konsumen dengan PT FIF, PT BAF dengan melalui beberapa tahapan. Tahapan dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen adalah sebagai berikut : a. Tahap permohonan. b. Tahap pengecekan dan pemeriksaan lapangan. c. Tahap pembuatan costumer profile. d. Tahap pengajuan proposal kepada kredit komite. e. Keputusan kredit komite. f. Tahapan pengikatan. g. Tahap pemesanan sepeda motor. h. Tahap pembayaran kepada supplier. i. Tahap penagihan atau monitoring pembayaran. j. Pengambilan surat jaminan. Para ahli hukum memberikan suatu pengertian perjanjian yang berbeda-beda. Perjanjian adalah:” Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 43 mengikatkan diri untuk melaksanankan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan” (Abdul Kadir Muhammad,1992:78). Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang. Sedangkan Subekti memberikan pengertian perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” (Subekti 1991 : 1). Dari peristiwa itulah, timbul hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya perjanjian ini berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakan debitur atau si berhutang. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, namun yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undangundang ialah isi perjanjian itu, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang undang-undang atau tidak. Perjanjian pembiayaan konsumen (Consumer Finance) tidak diatur dalam KUHPerdata, sehingga merupakan perjanjian tidak bernama. Dalam pasal 1338 KUH Perdata disebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sebenarnya yang dimaksud dalam di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 44 pasal ini adalah : Suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan undang-undang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan persetujuan tertentu dari kedua belah pihak atau berdasarkan alasan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang. Ada keleluasaan dari pihak yang berkepentingan untuk memberlakukan hukum perjanjian yang termuat dalam buku III KUH Perdata tersebut, yang juga sebagai hukum pelengkap ditambah pula dengan asas kebebasan berkontrak tersebut memungkinkan para pihak dalam prakteknya untuk mengadakan perjanjian yang sama sekali tidak terdapat di dalam KUH Perdata maupun KUHD, dengan demikian oleh Undang-undang diperbolehkan untuk membuat perjanjian yang harus dapat berlaku bagi para pihak yang membuatnya. Apabila dalam perjanjian terdapat hal-hal yang tidak ditentukan, hal-hal tunduk pada ketentuan Undang-undang. Menurut pasal 1319 KUH Perdata bahwa semua persetujuan baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak terkenal nama tentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab lalu. Berdasarkan ketentuan tersebut jelaslah bahwa perjanjian Pembiayaan konsumen (Consumer Finance) tunduk pada ketentuan-ketentuan umum untuk hukum perjanjian yang terdapat dalam buku III KUH Perdata sehingga apabila terjadi perselisihan antara para pihak ketentuan-ketentuan tersebutlah yang dapat ditentukan sebagai pedoman dalam penyelesaian. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 45 Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan finansial, disamping kegiatan seperti leasing, factoring, kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model pembiayaan konsumen ini sedah jelas yaitu konsumen.suatu istilah yang dipakai sebagai lawan produsen. Di samping itu besarnya biaya yang diberikan per konsumen relatif kecil mengingat barang yang dibidik untuk dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barang-barang keperluan yang akan dipakai oleh konsumen untuk keperluan hidupnya, misalnya barang-barang keperluan rumah tangga seperti televisi, lemari es, mobil dan sebagainya. Karena itu, risiko dari pembiayaan ini juga menyebar , berhubung akan terlibat banyak konsumen dengan pemberian biaya yang relatif kecil, ini lebih aman bagi pihak pemberi biaya. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi (consumer credit), hanya saja jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan oleh bank. Namun demikian pengertian kredit konsumsi secara substantif sama saja dengan pembiayaan konsumen. Menurut A. Abdurahman dalam buku Munir Fuady ( 2000:162): “Kredit konsumsi adalah kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna pembelian barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjamanpinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang. Kredit yang demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa, maka dari itu biasanya kredit itu diberikan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi”. Definisi pembiayaan konsumen (consumer finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.448/KMK.017/2000 Tentang di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 46 Perusahaan Pembiayaan, pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah “kegiatan yang dilakukan dalam bentuk dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen”. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu digarisbawahi dan merupakan dasar dari kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu: a. Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen. b. Objek pembiayaan usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan konsumen, biasanya kendaraan bermotor, alat kebutuhan rumah tangga, komputer, barang-barang elektronika, dan lain sebagainya. c. Sistim pembayaran angsuran dilakukan secara berkala, biasanya dilakukan secara bulanan dan ditagih langsung kepada konsumen. d. Jangka waktu pengembalian, bersifat fleksibel tidak terikat dengan ketentuan seperti financial lease. Untuk dapat mengajukan permohonan kredit pembiayaan sepeda motor pada PT FIF, PT BAF maka konsumen harus memenuhi persyaratan – persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak PT FIF, PT BAF selaku perusahaan pembiayaan yang memberikan kredit kendaraaan dalam pengajuan kredit kendaraan bermotor roda dua adalah : a. Untuk pemohon pegawai swasta/karyawan berusia 21 – 55 tahun dan untuk pemohon wiraswasta berusia 21 – 60 tahun atau yang berusia dibawah 21 tahun tetapi sudah menikah. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 47 b. Pemohon suami – istri memiliki pekerjaan atau usaha yang tetap, jelas, legal yaitu jelas terlihat usahanya dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Tempat tinggal yang tetap dan usahanya tidak berganti – ganti. c. Tidak memproses apabila pemohon tidak memiliki usaha / pekerjaan yang jelas walaupun yang bersangkutan memberikan uang muka (DP) yang relatif besar, dalam hal ini yang dilihat bukannya DPnya tetapi kegiatan usaha pekerjaannya. d. Tidak memproses pemohon yang tidak memiliki usaha / pekerjaan yang jelas walaupun yang bersangkutan mempunyai tabungan deposito yang besar. e. Tidak memproses apabila pemohon, baru mendapat pekerjaan pada suatu perusahaan atau usaha yang dilakukan baru atau kurang dari 6 bulan. f. Pemohon kredit jelas penggunaanya yaitu; diri sendiri, keluarga, operasional perusahaan, kendaraan digunakan didaerah pemohon tidak digunakan diluar daerah. g. Secara prinsip apabila pemohon memiliki rumah sediri yang dibeli secara tunai / kredit maka CMO harus meminta bukti kepemilikan rumah tersebut. Data ini diperoleh dari proses melihat dokumen; rekening listrik, PBB, akta jual beli, sertifikat hak milik. h. Apabila ada pengajuan calon debitur yang sudah pernah memiliki kontrak sebelumnya maka perlu dianalisa history payment calon Debitur . Pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh PT FIF, PT BAF telah memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan antara konsumen dan PT FIF, PT BAF untuk membuat suatu perjanjian yaitu kendaraan bermotor roda dua, adanya di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 48 kecakapan hukum dari para pihak dan perjanjian pembiayaan kendaran bermotor roda dua tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu sebab yang halal sehingga konsumen tidak akan dirugikan. Hal ini dapat dilihat dari perjanjian pembiayaan konsumen yang telah diatur oleh PT FIF, PT BAF yang ada pada bagian lampiran. Hubungan antara pihak kreditur (PT FIF, PT BAF) dengan Kreditur (konsumen) adalah hubungan kontraktual dalam hal ini kontrak pembiayaan konsumen. Dimana pihak pemberi biaya ( PT FIF, PT BAF ) sebagai kreditur dan pihak penerima biaya (konsumen) sebagai pihak debitur. Pihak pemberi biaya (PT FIF, PT BAF) berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk pembelian suatu barang konsumsi, sementara pihak penerima biaya (konsumen) berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada pihak pemberi biaya ( PT FIF, PT BAF ). Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor roda dua pada PT FIF, PT BAF sebenarnya merupakan perjanjian timbal balik atau perjanjian baku. Dapat dikatakan perjanjian baku karena dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor roda dua tersebut terdapat hak dan kewajiban dari kedua belah pihak yaitu PT FIF, PT BAF selaku kreditur dan pihak konsumen selaku debitur. PT FIF, PT BAF maupun pihak konsumen berkewajiban mentaati isi perjanjian pembiayaan konsumen yang telah disepakati bersama. Hak konsumen atas kepemilikan kendaraan bermotor roda dua. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 49 2 Apakah asas konsensual yang berimbang dalam perjanjian bisa ditegakkan pada waktu pembuatan perjanjian itu telah dibuat oleh salah satu pihak secara baku ? Dalam hukum perjanjian berlaku suatu asas yang dinamakan asas konsensualisme. Konsensualisme berasal dari bahasa latin “consensus” yang berarti sepakat. Asas konsensualisme bukanlah berarti bahwa untuk suatu perjanjian disyaratkan adanya kesepakatan karena adanya kesepakatan dalam perjanjian adalah sudah semestinya. Apalagi, suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, berarti para pihak sudah setuju atau bersepakat mengenai sesuatu hal.4 Dalam KUH Perdata, Asas Konsensualisme dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Asas ini mengandung pengertian bahwa pada dasarnya suatu perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.5 Dengan perkataan lain, suatu perjanjian sudah terjadi dan karenanya sudah sah / mengikat para pihak yang membuatnya sejak detik adanya kata sepakat tentang unsur pokok dari perjanjian yang dibuatnya. Oleh karena itu, tidak harus diperlukan suatu formalitas tertentu, misalnya perjanjian jual-beli sudah terjadi sejak adanya kata sepakat tentang barang dan harga sebagai unsur pokok dari perjanjian jual beli.6 4 Subekti,loc.cit , hlm. 17 Subekti, Ibid hlm. 25 6 Bernadette M. Waluyo dalam Ida Susanti, et al, Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas: Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003,hlm 57 5 di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 50 Kata sepakat (konsensual) antara para pihak lazim disebut dengan kesepakatan. Kesepakatan merupakan persesuaian kehendak dari para pihak dan ternyata dari pernyataan kehendaknya (mengenai pokok-pokok perjanjian). Pokok perjanjian itu berupa obyek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa perjanjian kredit ini adalah perjanjian yang bersifat baku, di mana baik pembuatan maupun penentuan syarat-syaratnya dilakukan secara sepihak dalam hal ini oleh pihak PT FIF, PT BAF . Banyak pertimbangan yang muncul ketika suatu perjanjian dibuat secara baku, salah satu alasan yang lazim dan dapat diterima oleh akal sehat adalah alasan efisiensi waktu dan biaya juga tenaga. Pernyaan yang muncul apakah perjanjian baku dengan segala sifat yang melekat padanya itu sah atau tidak menurut hukum yang berlaku di Indonedsia. Sutan Remy Sjahdeini berpendapat bahwa7 keabsahan berlakunya perjanjian baku tidak lagi dipersoalkan oleh karena perjanjian baku eksistensinya sudah merupakan kenyataan yaitu dengan telah dipakainya perjanjian baku secara meluas dalam dunia bisnis sejak lebih dari 80 tahun lamanya. Kenyataan itu terbentuk karena perjanjian baku memang lahir dari kebutuhan masyarakat sendiri. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung tanpa perjanjian baku. Perjanjian baku dibutuhkan oleh dan karena itu diterima oleh masyarakat. 7 Sutan Remy Sjahdeini,opcit., hlm 70 di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 51 Keabsahan berlakunya perjanjian baku memang tidak perlu dipersoalkan, tetapi masih perlu dibahas apakah perjanjian itu tidak bersifat sangat berat sebelah dan tidak mengandung klausul yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya, sehingga perjanjian itu merupakan perjanjian yang menindas dan tidak adil. Maksud dari sangat berat sebelah ialah bahwa perjanjian itu hanya atau terutama mencantumkan hak-hak salah satu pihak saja (yaitu pihak yang mempersiapkan perjanjian baku tersebut) tanpa mencantumkan apa yang menjadi kewajiban –kewajiban pihak lainnya sedangkan apa yang menjadi hak-hak pihak lainnya itu tidak disebutkan. Sutan Remy,8 lebih lanjut menyatakan keabsahan berlakunya perjanjian baku itu memang tidak perlu dipersoalkan , karena secara praktek telah diterima, tetapi perlu diatur aturan-aturan dasarnya sebagai aturan-aturan mainnya agar klausul-klausul atau ketentuan-ketentuan dalam perjanjian baku, baik sebagian maupun seluruhnya mengikat pihak lainnya. Beberapa pakar yang menolak maupun menolak perjanjian baku memberikan alasannya masing-masing9 Pihak yang menolak memberikan alasan sbb : 1. Kedudukan pihak yang membuat perjanjian baku tidak ubahnya pembuat undang-undang swasta (legio particuliere wetgever) 2. Merupakan perjanjian paksa (dwang contract) 3. Meniadakan keadilan 8 9 Sutan Remy Sjahdeini, ibid.,hlm 71 Rachmadi Usman., Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia, Jakarta, hlm. 265 di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 52 Pihak yang menerima memberikan alasan 1. Adanya anggapan kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en vertrouwen) para pihak dalam membuat perjanjian 2. Tanda tangan para pihak diartikan memerima perjanjian dengan segala konsekuensinya 3. Mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan. Dari Pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa asas konsensual yang muncul atau terjadi dalam perjanjian yang dibuat secara baku oleh salah satu pihak yang mempunyai posisi kuat baik secara hokum maupun secara ekonomi itu sifatnya formal, karena bukti kesepakatan itu hanya ditunjukkan adanya tanda tangan sebagai perwujudan dari sikap menerima isi perjanjian dengan segala konsekuensinya Perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor dibuat sebagai perwujudan kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen. Perjanjian tersebut berisi klausula-klausula baku yang merupakan ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat yang dibuat sepihak dan dikehendaki oleh perusahaan pembiayaan yang dituangkan ke dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat serta wajib dipenuhi oleh konsumen. Hal ini menyebabkan konsumen berada dalam posisi yang lemah karena harus mengikuti semua yang telah ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, oleh karena itu konsumen harus dilindungi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain KUH-Perdata khususnya buku III tentang Perikatan, KUH-Pidana dan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 53 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen dalam melindungi diri dan menuntut haknya sebagai konsumen serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen dengan harapan adanya sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam melakukan kegiatan usahanya. Konsumen dan pelaku usaha mempunyai hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 UUPK antara lain bahwa konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai segala sesuatu yang menyangkut hubungan hukum antara konsumen dengan pelaku usaha termasuk hak konsumen untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut serta hak konsumen untuk mendapat kompensasi dan ganti rugi sebagaimana mestinya. Hak konsumen ini menjadi kewajiban pelaku usaha. Pelaku usaha berhak untuk mendapatkan pembayaran sesuai kesepakatan dalam perjanjian, mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik, melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen serta rehabilitasi nama baik apabila terbukti kerugian konsumen bukan diakibatkan perbuatan pelaku usaha. Hak pelaku usaha tersebut menjadi kewajiban konsumen. Klausula-klausula baku yang ditentukan dalam perjanjian pembiayaan konsumen terkadang merugikan pihak konsumen, hal ini disebabkan pihak perusahaan pembiayaan tidak memberikan penjelasan secara benar, jelas dan jujur kepada konsumen mengenai isi perjanjian yang pengungkapannya sulit dimengerti, padahal berdasarkan pasal 7 (b) UUPK pihak perusahaan pembiayaan harus memberikan informasi secara benar, jelas dan jujur mengenai segala hal yang berhubungan dengan perjanjian pada konsumen dan menurut pasal 18 ayat 2 UUPK, perusahaan pembiayaan di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 54 sebagai pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat, tidak dapat dibaca atau pengungkapannya sulit dimengerti, apabila perusahaan pembiayaan tidak mengindahkan hal tersebut maka perjanjian batal demi hukum dan perusahaan pembiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) seperti diatur dalam pasal 62 UUPK. Pada kenyataannya ketentuan tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Perusahaan pembiayaan wajib memperlakukan dan melayani konsumen secara sama dan tidak diskriminatif, sesuai ketentuan pasal 7 (c) UUPK. Itikad baik (to goeder trouw) untuk melaksanakan perjanjian harus selalu ada, baik pada konsumen maupun perusahaan pembiayaan. Apabila konsumen karena itikad tidak baik wanprestasi (cedera janji), maka perusahaan pembiayaan dapat dengan mudah menuntut konsumen untuk memenuhi kewajibannya, karena semua itu telah ditetapkan dalam perjanjian. Apabila terjadi sebaliknya maka konsumen akan mengalami kerugian karena posisinya yang lemah dalam perjanjian, sehingga untuk melindungi kepentingannya perusahaan pembiayaan dapat dituntut secara perdata dengan dalil telah melakukan wanprestasi atau telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) sesuai pasal 1365 KUH-Perdata ataupun secara pidana sesuai peraturan yang berlaku seperti UUPK dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 55 Perusahaan pembiayaan dilarang membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai isi perjanjian termasuk barang sebagai objek perjanjian yaitu kendaraan bermotor kepada konsumen yang mengakibatkan barang yang diterima konsumen tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, apabila hal ini terjadi maka sesuai pasal 4 (h) UUPK, konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian yang semestinya dari perusahaan pembiayaan, karena hal tersebut merupakan tanggung jawab perusahaan pembiayaan sebagai pelaku usaha sebagaimana diatur dalam pasal 19 UUPK. Apabila terjadi sengketa antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen harus diselesaikan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan di dalam perjanjian, apabila tidak ditetapkan di dalam perjanjian maka dapat ditempuh upaya litigasi (melalui lembaga peradilan) dan non-litigasi(prosedur penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti lembaga arbitrase). Perusahaan pembiayaan berhak melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam menyelesaikan sengketa tersebut, begitu pula konsumen berhak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut dalam rangka melindungi kepentingan konsumen seperti ditentukan dalam pasal 4 (e) dan pasal 6 (c) UUPK di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 56 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses pembuatan perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor roda dua antara konsumen dengan PT FIF, PT BAF telah memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan antara konsumen dan PT FIF, PT BAF untuk membuat suatu perjanjian yaitu kendaraan bermotor roda dua, adanya kecakapan hukum dari para pihak dan perjanjian pembiayaan kendaran bermotor roda dua tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu sebab yang halal. Secara garis besar pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor roda dua PT FIF, PT BAF melalui berbagai tahapan yaitu; permohonan, tahap pengecekan dan dan pemeriksaan lapangan; pembuatan costumer profile; pengajuan proposal kepada komite kredit; hasil keputusan komite kredit; tahapan pengikatan; pemesanan barang; pembayaran kepada supplier; monitoring pembayaran; surat jaminan 2. Asas konsensual yang muncul atau terjadi dalam perjanjian yang dibuat secara baku oleh salah satu pihak yang mempunyai posisi kuat baik secara hukum maupun secara ekonomi itu sifatnya formal, karena bukti kesepakatan itu hanya ditunjukkan adanya tanda tangan sebagai perwujudan dari sikap menerima isi perjanjian dengan segala konsekuensinya di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 57 DAFTAR PUSTAKA Fuady, Munir, 2002, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. ----------------- 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum bisnis),Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Moleong, Lexy, 2000. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Rosdakarya Bandung: Remaja Muhammad, Abdul Kadir,1992, Hukum Perikatan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Nasution, Az, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen, Daya Widya, Jakarta. Purwahit, Patrick, 1986 Asas Itikat Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Semarang: Balai Penerbit UNDIP. Rachmat, Budi,2002, Multi Finance Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, Jakarta, CV Novindo Pustaka Mandiri. Santoso, B.T dan Triandaru S, 2006, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,Yogyakarta: Salemba Empat. Satrio, J.1982, Hukum Perjanjian, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Soekadi, Edi. P.1986. Mekanisme Leasing. Jakarta: Ghalia Indonesia. Shidarta., 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung --------. 2005 Pokok-pokok Hukum Pedata. Jakarta : Intermasa. Subekti, R dan R Tjitrosudibio,1999, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,Jakarta di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 58 Sunaryo,2008,HukumLembagaPembiayaan,SinarGrafika,Jakarta. di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang