laporan penelitian tinjauan yuridis tentang

advertisement
LAPORAN PENELITIAN
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN
PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN
BERMOTOR PADA PERUSAHAAN
PEMBIAYAAN KONSUMEN
Oleh :
Dharu Triasih,S.H, M.H ( Ketua)
Dhian Indah Astanti,S.H. M.H
Amri Panahatan S,SS,SH.MH
DIBIAYAI USM /KONTRAK NO : 332.18/USM.H8/L/2011
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG
2012
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
HALAMAN PENGESAHAN
1 Judul Penelitian
: TINJAUAN YURIDIS TENTANG
PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT
KENDARAN BERMOTOR PADA
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
KONSUMEN
2. Bidang Penelitian
: Hukum
3. Ketua Peneliti
(a) Nama
: Dharu Triasih, SH. MH
(b) Jenis Kelamin
: Perempuan
(c) NIS
: 06557003801008
(d) Pangkat/ Golongan
: Penata/IIIc
(e) J abatan
: Lektor
(f) Fakultas Jurusan
: Hukum/ Ilmu Hukum
4.Jumlah anggota Peneliti
: 1 orang
5. Lokasi Penelitian
: Kota Semarang
6. Bila penelitian ini merupakan kerjasama kelembagaan :
a. Nama Instansi
:
b. Alamat
:
7. Waktu penelitian
: 3 bulan
8. Biaya
: Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu
Semarang, 27 Januari 2012
Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum,
KetuaPenelitian
Efi Yulistyowati, SH.M.Hum
NIS. 06557003801006
Dharu Triasih,SH MH
.NIS.06557003801008
Menyetujui
Ketua LPPM
Wyati Saddewisasi, SE MSi
NIS.196001191987032001
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
1
LEMBAR PENGESAHAN REVIEWER
1. (a) Judul Penelitian
: TINJAUAN
YURIDIS
PELAKSANAAN
PERJANJIAN
KREDIT
BERMOTOR
PADA
KENDARAN
PERUSAHAAN
PEMBIAYAAN KONSUMEN
(b) Bidang Ilmu
2. Ketua Peneliti
(a) Nama
(b) Jenis Kelamin
(c) Golongan/NIS
(d) Jabatan Fungsional
(e) Fakultas Jurusan
3. Anggota
4. Lokasi Penelitian
5. Lama Penelitian
6. Biaya Penelitian
7. Sumber Biaya Penelitian
: Ilmu Hukum
: Dharu Triasih, SH., MH
: Perempuan
: 06557003801008
: Lektor
: Hukum/ Ilmu Hukum
: ( dua ) orang
: Kota Semarang
: 4 bulan
: Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah)
: Universitas Semarang
Semarang, Agustus 2010
Menyetujui,
Reviewer,
Efi Yulistyowati, SH.M.Hum
NIS. 06557003801006
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
Ketua Penelitian
Dharu Triasih,SH MH
NIS. 06557003801008
2
Kata Pengantar
Alhamdulilahi Robbal’alamin, puji syukur kami panjatkan ke hadhirat AllOH
Subhanallaohu Wa Ta’ala atas limpahan karunia dan rahmat Nya sehingga penelitian
ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Laporan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca
guna menambah wacana mengenai Tinjauan Yuridis tentang Pelaksanaan Perjanjian
Kredit Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan Konsumen
Kami menyadari bahwa penelitian ini terselesaikan atas bantuan dari berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka pada kesempatan ini kami
menyampaikan terima kasih kepada :
1.
Prof. DR. Pahlawansyah H. MM, Rektor Universitas Semarang yang telah
berkenan memberikan kepercayaan kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
2.
Wyati Saddewisasi,SE MSi, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Semarang, yang telah menyeleksi dan menerima usulan
penelitian ini
3.
Efi Yulistyowati,SH MHum, Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang
yang selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada peneliti untuk
melakukan penelitian.
4.
Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
mendukung selesainya penelitian ini.
Teriring do’a dan terima kasih, semoga amal baik Bapak / Ibu mendapat balasan yang
berlipat ganda dari Alloh SWT. Amin
Kami menyadari bahwa kesempurnaan belum sepenuhnya terwujud dalam
penelitian ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan.
Semarang, Agustus 2010
Tim Peneliti
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembiayaan konsumen merupakan bentuk lembaga penyandang dana
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lebih fleksibel daripada sistem
pembiayaan
yang
lainnya
karena
dalam
pembiayaan
konsumen
tidak
mengharuskan penyerahan sesuatu barang sebagai jaminan melainkan hanya
barang yang dibiayai itulah yang langsung dibebani dengan jaminan fidusia.
Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda
sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Lembaga Jaminan
Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia untuk menguasai benda yang
dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan
menggunakan Jaminan Fidusia ataupun tetap menguasai benda yang dibebani
dengan jaminan fidusia. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi
pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah,
dan cepat, tetapi di sisi lain tidak menjamin adanya kepastian hukum. Hal ini
disebabkan saat ini, banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank
umum maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen
(consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka
umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
4
fidusia bagi objek benda jaminan fidusia. Prakteknya lembaga pembiayaan
menyediakan barang bergerak yang diminta konsumen (semisal motor atau mesin
industri) kemudian diatasnamakan konsumen sebagai debitur (penerima
kredit/pinjaman). Konsekuensinya debitur menyerahkan kepada kreditur (pemberi
kredit) secara fidusia. Artinya debitur sebagai pemilik atas nama barang menjadi
pemberi fidusia kepada kreditur yang dalam posisi sebagai penerima fidusia.
Praktek sederhana dalam jaminan fidusia adalah debitur/pihak yang punya barang
mengajukan pembiayaan kepada kreditor, lalu kedua belah sama-sama sepakat
mengunakan jaminan fidusia terhadap benda milik debitor dan dibuatkan akta
notaris lalu didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kreditur sebagai penerima
fidusia akan mendapat sertifikat fidusia, dan salinannya diberikan kepada debitur.
Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta
merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate eksekusi), seperti terjadi dalam
pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama
dengan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Fakta di lapangan menunjukan, lembaga pembiayaan dalam melakukan
perjanjian pembiayaan mencantumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi
ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor
Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut
akta jaminan fidusia di bawah tangan.1 Sebenarnya akta di bawah tangan ini dapat
1
http://hukumonline.com
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
5
menimbulkan resiko bagi perusahaan pembiayaan, bisa saja perusahaan
mengalami kerugian.
Masalah lain yang sering timbul adalah konsumen menjual atau
menggadaikan motor yang belum lunas angsurannya kepada pihak lain tanpa
sepengetahuan perusahaan pembiayaan. Perlindungan para pihak dalam praktek
perjanjian pembiayaan konsumen hanya sebatas itikad baik dari para pihak dalam
bentuk perjanjian tertulis sebagai dokumen yang menjadi dasar kepastian hukum.
Dalam hal ini terdapat kemungkinan salah satu pihak dalam perjanjian tidak
melakukan prestasinya sesuai dengan perjanjian.
B. PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian kredit kendaraan bermotor pada
perusahaan pembiayaan konsumen ditinjau dari segi yuridis?
2. Apakah asas konsensual yang berimbang dalam perjanjian bisa ditegakkan
pada waktu pembuatan perjanjian itu telah dibuat oleh salah satu pihak secara
baku ?
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
6
C. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB. I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang, permasalahan dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab II berisi tentang pengertian perjanjian , syarat sahnya perjanjian, asasasas hukum perjanjian, macam-macam perjanjian, akibat-akibat perjanjian,
hapusnya perjanjian, pengertian pembiayaan konsumen, dasar hukum
perjanjian pembiayaan konsumen, kedudukan para pihak dalam pembiayaan
konsumen,dokumen pembiayaan konsumen, mekanisme transaksi pembiayaan
konsumen, jaminan-jaminan dalam pembiayaan konsumen, wanprestasi
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian ini.
BAB IV METODE PENELITIAN
Uraian pada metode penelitian meliputi metode pendekatan, spesifikasi
penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data serta analisa data
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dan pembahasan menguraikan tentang pelaksanaan
perjanjian
kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan konsumen ditinjau dari
segi yuridis, Apakah asas konsensual yang berimbang dalam perjanjian bisa
ditegakkan
pada waktu pembuatan perjanjian itu telah dibuat oleh salah satu
pihak secara baku ?
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
7
BAB VI PENUTUP
Berisi tentang simpulan dan saran
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya
1. Pengertian Perjanjian
Pengertian perjanjian menurut ketentuan pasal 1313 KUH Perdata adalah
sebagai berikut : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang lain atau lebih”. Mengenai
batasan tersebut para sarjana hukum perdata umumnya berpendapat bahwa
definisi atau batasan atau yang terdapat didalam ketentuan pasal 1313 KUH
Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas banyak mengandung
kelemahan-kelemahan.
Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata
sebagai berikut:
a. Hanya menyangkut sepihak saja.
Hal tersebut dapat dilihat dalam perumusan “satu orang atau lebih” kata
“mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari dua
pihak. Seharusnya dirumuskan “saling mengikatkan diri” jadi consensus
antara pihak-pihak.
b. Kata “perbuatan” mencakup tanpa consensus.
Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa
kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
9
seharusnya menggunakan kata “persetujuan
c. Pengertian perjanjian terlalu luas.
Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga
pelangsungan perkawinan, janji kawin juga diatur dalam lapangan hukum
keluarga.
d. Tanpa menyebut tujuan.
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata tidak disebutkan tujuan mengadakan
perjanjian, sehingga pihak-pihak mengaitkan diri itu tidak jelas untuk apa
(Abdul Kadir Muhammad,1992:78).
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut di atas, maka kiranya perlu
diadakan perbaikan-perbaikan mengenai perjanjian tersebut. Pengertian perjanjian akan
lebih baik apabila “sebagai satu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” (J
Satrio 1982:322).
Para ahli hukum memberikan suatu pengertian perjanjian yang berbeda-beda.
Perjanjian adalah:”Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanankan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”
(Abdul Kadir Muhammad,1992:78). Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam
dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang.
Sedangkan Subekti memberikan pengertian perjanjian adalah “suatu peristiwa
dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal” (Subekti, 1991 : 1). Dari peristiwa itulah, timbul
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
10
hubungan antara dua orang tersebu yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya
perjanjian ini berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis
Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak
yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang
berkewajiban untuk memenuhi dinamakan debitur atau si berhutang.
2. Syarat Sahnya Perjanjian.
Suatu perjanjian dianggap sah apabila mengikat kedua belah pihak dan
memenuhi syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata
yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
Sepakat mereka
yang mengikatkan diri artinya pihak-pihak
yang
mengikatkan perjanjian ini mempunyai persesuaian kehendak tentang hal-hal
pokok dari perjanjian yang diadakan. Kata sepakat ini lahir dari kehendak yang
bebas dari kedua belah pihak, mereka menghendaki secara timbal balik. Dengan
kata sepakat maka perjanjian tidak dapat ditarik secara sepihak saja namun atas
kehendak kedua belah pihak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
sepakat yang dimaksud adalah perjanjian atau perikatan yang timbul atau lahir
sejaktercapainya kesepakatan, sebagaimana diatur dalam pasal 1321 KUH
Perdata yang memberikan pengertian bahwa perjanjian yang diadakan para pihak
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
11
itu tidak akan terjadi bilamana ada kekhilafan, paksaan atau penipuan di dalam
sepakat yang diadakan.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan artinya orang yang membuat
perjanjian harus cakap menurut hukum. Menurut pasal 1329 KUH Perdata “setiap
orang adalah cakap untuk membuat perikatan jika ia oleh undang-undang tidak
dinyatakan cakap”, sedangkan orang-orang yang tidak termasuk cakap hukum dalam
membuat persetujuan diatur dalam pasal 1330 KUH Perdata yaitu :
1) Orang-orang yang belum dewasa
2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang
c. Suatu hal tertentu.
Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu barang yang jelas atau
tertentu. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan
jenisnya, jumlahnya walaupun tidak diharuskan oleh undang-undang.
d. Suatu sebab yang halal (causa)
Kata ‘causa’ berasal dari bahasa latin artinya sebab. Sebab adalah suatu yang
menyebabkan orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan causa yang
halal bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong orang membuat
perjanjian
melainkan
sebab
dalam
arti
isi
perjanjian
itu
sendiri
yang
menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang melakukan
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
12
perjanjian.
Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang
mengadakan perjanjian, namun yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undangundang ialah isi perjanjian itu, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai
oleh pihak-pihak, apakah dilarang undang-undang atau tidak.
Dari uraian tentang syarat-syarat sahnya perjanjian di atas maka syarat
tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.
Syarat subjektif terdapat dalam dua syarat pertama karena melekat pada diri orang
yang menjadi subjek perjanjian, apabila tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat
dibatalkan oleh salah satu pihak, sedangkan syarat objektif terdapat dalam dua syarat
yang terakhir, apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal
demi hukum.
3. Asas-asas Hukum Perjanjian
a. Asas Kepribadian
Asas kepribadian ini dapat kita lihat dalam pasal 1315 KUH Perdata yang
berbunyi pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri
atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Maksud
mengikatkan diri pada pasal 1315 KUH Perdata adalah diajukan pada memikul
kewajiban-kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan meminta
ditetapkannya suatu janji ditujukan pada memperoleh hak-hak atas sesuatu atau
mengenai sesuatu.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
13
b. Asas Konsensualitas
Arti asas konsensualitas pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul,
karena itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidak
diperlukan suatu formalitas.(Subekti, 1982 : 15) Dari asas ini dapat disimpulkan
bahwa perjanjian itu cukup secara lisan saja, namun undang-undang menetapkan
bahwasannya suatu perjanjian diharuskan diadakan secara tertulis tetapi yang
demikian itu merupakan suatu pengecualian. Pada umumnya perjanjian itu adalah
sah dalam arti sudah mengikat. Apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai
kesepakatan yang pokok dalam perjanjian.
Berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata atau suatu pengertian bahwa untuk
membuat suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara pihak-pihak yang membuat
perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata menentukan suatu perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasanalasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu .
Para pihak yang membuat undang-undang itu telah mengikatkan dirinya untuk
memenuhi perjanjian yang dibuat secara sah adalah berlaku sebagai undang-undang
(Subekti, 1982 : 15
c. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini berhubungan dengan isi perjanjian. Pada dasarnya setiap orang bebas
untuk mengadakan dan menentukan isi perjanjian.Asas kebebasan berkontrak inilah
yang memungkinkan lahirnya perjanjian-perjanjian baru yang tidak terdapat dalam
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
14
KUH Perdata dan dapat masuk dan berkembang di Indonesia. Meskipun demikian
tidak berarti bahwa terhadap perjanjian tersebut tidak dapat diberlakukan KUH
Perdata.
Hukum perjanjian itu menganut sistem terbuka hal ini tercantum dalam pasal
1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka membuatnya.“
4. Macam-macam Perjanjian.
a. Perjanjian jual beli
Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
menyanggupi akan menyerahkan hak milik atas suatu barang, serdangkan pihak
lainnya menyanggupi akan membayar sejumlah uang sebagai harganya
(Subekti, 1985:161-162). Terjadinya perjanjian ini jika kedua belah pihak
mencapai persetujuan tentang barang dan harganya.
b. Perjanjian sewa menyewa.
Perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama suatu jangka
waktu tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga
yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-waktu yang ditentukan
(Subekti, 1985:164). Tujuan dari perjanjian ini untuk memberikan hak
pemakaian saja, bukan hak milik atas suatu benda.
c. Pemberian atau hibah.
Pemberian ialah suatu perjanjian (obligatoir), dimana pihak yang satu
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
15
menyanggupi
dengan
cuma-cuma
(Om
Niet)
dengan
secara
mutlak
(onherroepelijk) memberikan suatu benda pada pihak yang lainnya, pihak mana
menerima pemberian itu (Subekti, 1985:165). Perjanjian tersebut tidak dapat
dicabut menurut kehendak satu pihak saja.
d. Perjanjian perdamaian.
Perjanjian perdamaian adalah suatu perjanjian di mana dua pihak membuat
suatu perdamaian untuk menyingkiri atau mengakhiri suatu perkara, dalam
perjanjian
mana
masing-masing
melepaskan
sementara
hak-hak
atau
tuntutannya (Subekti, 1985:172). Perjanjian ini harus dibuat secara tertulis dan
tidak boleh secara lisan.
5. Akibat-akibat Perjanjian.
Akibat–akibat yang ditimbulkan karena adanya perjanjian diatur dalam
pasal-pasal KUH Perdata yaitu :
a. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan untuk itu dan perjanjian itu dilaksanakan dengan itikad baik.
Sesuai dengan pasal 1338 KUH Perdata.
b. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Sesuai
dengan pasal 1339 KUH Perdata.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
16
c. Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu
perjanjian tidak dapat membawa rugi dan manfaat bagi pihak ketiga (selain
dalam hal yang diatur dalam pasal 1317 KUH Perdata). Sesuai pasal 1340 KUH
Perdata.
d. Tiap orang yang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang
tidak diwajibkan yang dilakukan oleh orang yang berpiutang, asalkan dapat
dibuktikan. Sesuai dengan pasal 1341 KUH Perdata.
6. Hapusnya Perjanjian.
a. Pembayaran.
Pembayaran ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka
rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi (R.Subekti:152).pada dasarnya
hanya orang yang berkepentingan saja yang dapat melakukan pembayaran
secara sah.
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan.
Suatu cara pembayaran untuk menolong si berhutang dalam hal si
berpiutang tidak suka menerima pembayaran.
c. Pembaharuan hutang.
Pembaharuan hutang adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang
menghapuskan suatu perikatan lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru
(R.Subekti:156). Dengan adanya suatu pembaharuan hutang, dianggap hutang
yang lama telah hapus.
d. Kompensasi atau perhitungan hutang timbal balik.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
17
Jika seseorang yang berhutang, mempunyai suatu piutang pada si
berpiutang, sehingga dua orang itu sama-sama berhak untuk menagih piutang
satu kepada yang lainnya, maka hutang piutang antara kedua orang itu dapat
diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama (R. Subekti157). Menurut pasal
1462 KUHPerdata perhitungan itu terjadi dengan sendirinya. Artinya, tidak
perlu para pihak menuntut diadakannya perhitungan itu.
e. Percampuran hutang.
Percampuran hutang terjadi misalnya, jika siberhutang kawin dalam
percampuran kekayaan dengan si berpiutang atau jika si berhutang
menggantikan hak-hak si berpiutang karena menjadi warisnya ataupun
sebaliknya (R. Subekti158) .
f. Pembebasan hutang.
Pembebasan hutang ialah suatu perjanjian baru dimana si berpiutang
dengan sukarela membebaskan si berhutang dari segala kewajibannya (R.
Subekti159).
g. Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian.
Menurut pasal 1444 KUHPerdata, jika suatu barang tertentu yang
dimaksudkan dalam perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang
dikeluarkan oleh pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga
tidak terang keadaannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau
hilangnya barang itu sama sekali diluar kesalahan si berhutang dan sebelumnya
ia lalai menyerahkannya.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
18
h. Pembatalan perjanjian.
Perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang menurut
undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, begitu pula yang dibuat
karena paksaan, kekhilafan atau penipuan ataupun mempunyai sebab yang
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, dapat
dibatalkan. Pada umumnya pembatalan ini berakibat bahwa keadaan antara
kedua belah pihak dikembalikan seperti pada waktu perjanjian belum dibuat.
B. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Pembiayaan Konsumen (Consumer
Finance).
1. Pengertian Pembiayaan Konsumen.
Kegiatan pembiayaan konsumen mulai diperkenalkan dalam usaha perusahaan
pembiayaan dimulai pada waktu dikeluarkannya keputusan Presiden No. 61 Tahun
1988 Tentang Lembaga Pembiayaan yang diikuti dengan Surat Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No.1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan Dan
Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, terakhir diubah, dengan Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No.448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan
Pembiayaan.
Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiyaan yang
dilakukan oleh perusahaan finansial, disamping kegiatan seperti leasing, factoring,
kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model pembiayaan konsumen ini
sedah jelas yaitu konsumen.suatu istilah yang dipakai sebagai lawan produsen. Di
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
19
samping itu besarnya biaya yang diberikan per konsumen relatif kecil mengingat
barang yang dibidik untuk dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barangbarang keperluan yang akan dipakai oleh konsumen untuk keperluan hidupnya,
misalnya barang-barang keperluan rumah tangga seperti televisi, lemari es, mobil
dan sebagainya. Karena itu, risiko dari pembiayaan ini juga menyebar, berhubung
akan terlibat banyak konsumen dengan pemberian biaya yang relatif kecil, ini lebih
aman bagi pihak pemberi biaya.
Pranata hukum pembiayaan konsumen dipakai sebagai terjemahan dari
istilah Consumer finance. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit
konsumsi (consumer credit), hanya saja jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh
perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan oleh bank. Namun
demikian pengertian kredit konsumsi secara substantif sama saja dengan
pembiayaan konsumen.
Menurut A. Abdurahman dalam buku Munir Fuady ( 2000:162):
“Kredit konsumsi adalah kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna
pembelian barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjamanpinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang. Kredit yang
demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa,
maka dari itu biasanya kredit itu diberikan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi”.
Definisi pembiayaan konsumen (consumer finance) berdasarkan
Surat
Keputusan
No.448/KMK.017/2000
Menteri
Tentang
Keuangan
Republik
Perusahaan
Pembiayaan, pembiayaan konsumen
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
Indonesia
20
(consumer finance) adalah “kegiatan yang dilakukan dalam bentuk dana bagi
konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran
atau berkala oleh konsumen”. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat beberapa hal
yang perlu digarisbawahi dan merupakan dasar dari kegiatan pembiayaan konsumen,
yaitu;
a) Pembiayaan konsumen dalah merupakan salah satu alternatif
pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen.
b) Obyek pembiayaan usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan
konsumen, biasanya kendaraan bermotor, alat kebutuhan rumah tangga, komputer,
barang-barang elektronika, dan lain sebagainya.
c) Sistim pembayaran angsuran dilakukan secara berkala, biasanya dilakukan secara
bulanan dan ditagih langsung kepada konsumen.
d) Jangka waktu pengembalian, bersifat fleksibel tidak terikat dengan ketentuan seperti
financial lease.
Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan pembiayaan konsumen hampir sama
dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), namun ada beberapa hal
yang membedakan keduanya yaitu:
a) Kepemilikan barang atau objek pembiayan yang dilakukan berbeda, dalam transaksi
sewa guna usaha (leasing) berada pada lessor sedangkan pada pembiayaan
konsumen berada pada konsumen yang kemudian diserahkan secara fidusia kepada
perusahaan pembiayaan.
b) Tidak ada batasan jangka waktu pembiayaan, seperti dalam financial lease jangka
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
21
waktu pembiayaan diatur sesuai dengan obyek barang modal yang dibiayai oleh
lessor.
c) Pembiayaan konsumen tidak membatasi pembiayaan kepada calon konsumen yang
telah mempunyai NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas,
seperti ketentuan sewa guna usaha (leasing).
d) Perlakuan perpajakan antara transaksi sewa guna usaha (leasing) dan transaksi
pembiayaan konsumen, berbeda baik dari sisi perusahaan pembiayaan maupun dari
sisi konsumen.
e) Kegiatan sales anda lease back dimungkinkan dalam transaksi sewa guna usaha
(leasing), sedangkan dalam transaksi pembiayaan konsumen ketentuan ini belum
diatur.
Pelaksanaan kegiatan pembiayaan konsumen sehari-hari, sama dengan kegiatan
pembiayaan sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi untuk perorangan, sehingga
dalam prakteknya produk pembiayaan konsumen dijadikan pengganti sewa guna usaha
(leasing) dengan hak opsi. Sedangkan transaksi pembiayaan konsumen yang biasa
dilakukan oleh perusahaan pembiayaan adalah seperti direct finance lease, dimana
dalam transaksi ini debitur belum pernah memiliki barang kebutuhan konsumen yang
akan menjadi objek pembiayaan konsumen.. Dengan demikian kreditur atas nama
debitur akan membeli barang kebutuhan konsumen tersebut secara langsung kepada
supplier/dealer/developer dengan menggunakan nama debitur sebagai pemilik.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
22
2. Dasar Hukum Perjanjian
Pembiayaan
Konsumen
(Consumer
finance).
Dasar hukum dari pembiayaan konsumen di Indonesia dapat dibedakan
menjadi dua yaitu;
a. Dasar Hukum Substantif
Perjanjian pembiayaan konsumen (Consumer Finance) tidak diatur dalam
KUH Perdata, sehingga merupakan perjanjian tidak bernama. Dalam pasal 1338
KUH Perdata disebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sebenarnya yang
dimaksud dalam pasal ini adalah :
Suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan
undang-undang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak
dapat ditarik kembali kecuali dengan persetujuan tertentu dari kedua belah pihak
atau berdasarkan alasan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang.
Ada keleluasaan dari pihak yang berkepentingan untuk memberlakukan
hukum perjanjian yang termuat dalam buku III KUH Perdata tersebut, yang juga
sebagai hukum pelengkap ditambah pula dengan asas kebebasan berkontrak
tersebut memungkinkan para pihak dalam prakteknya untuk mengadakan perjanjian
yang sama sekali tidak terdapat di dalam KUH Perdata maupun KUHD, dengan
demikian oleh Undang-undang diperbolehkan untuk membuat perjanjian yang
harus dapat berlaku bagi para pihak yang membuatnya. Apabila dalam perjanjian
terdapat hal-hal yang tidak ditentukan, hal-hal tunduk pada ketentuan Undang-
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
23
undang.
Menurut pasal 1319 KUH Perdata bahwa semua persetujuan baik yang
mempunyai nama khusus maupun yang tidak terkenal nama tentu tunduk pada
peraturan-peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab lalu.
Berdasarkan ketentuan tersebut jelaslah bahwa perjanjian Pembiayaan
konsumen (Consumer Finance) tunduk pada ketentuan-ketentuan umum untuk
hukum perjanjian yang terdapat dalam buku III KUH Perdata sehingga apabila
terjadi perselisihan antara para pihak ketentuan-ketentuan tersebutlah yang dapat
ditentukan sebagai pedoman dalam penyelesaian.
b. Dasar Hukum Administratif
Dasar hukum administratif pembiayaan konsumen, yaitu;
1) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga
Pembiayaan
2) Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1251/KMK.013/1988
Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang
diperbaharui dengan,
3) Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.448/KMK.017/2000
Tentang Perusahaan Pembiayaan.
3. Kedudukan Para Pihak dalam Pembiayaan Konsumen (Consumer
Finance).
Para pihak yang terkait dalam suatu transaksi pembiayaan
konsumen yaitu;
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
24
a. Pihak perusahaan pembiayaan (kreditur) adalah perusahaan pembiayaan
konsumen atau perusahaan yang telah mendapatkan izin usaha dari Menteri
Keuangan.
b. Pihak konsumen (debitur) adalah perorangan atau individu yang mendapatkan
fasilitas pembiayaan konsumen dari kreditur.
c. Pihak supplier/dealer/developer adalah perusahaan atau pihak-pihak yang
menjual atau menyediakan barang kebutuhan konsumen dalam rangka
pembiayaan konsumen (Budi Rachmat,2002:138)
Para pihak dalam pembiayaan konsumen mempunyai hubungan yang dapat
dilihat pada tabel sebagaimana tersebut dibawah ini
Perusahaan Konsumen
Kreditur
Supplier
Konsumen
debitur
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
25
1. Pembuatan perjanjian kerja sama pembiayaan konsumen.
2. pembayaran tunai kepada supplier.
3. penyerahan barang kepada konsumen.
4. pembayaran (angsuran pokok dan bunga)hingga lunas selama jangka waktu
tertentu.
Hubungan para pihak dalam pembiayaan konsumen Berdasarkan tabel diatas dapat
dijelaskan sebagai berikut;
a.
Hubungan pihak kreditur dengan konsumen.
Hubungan antara pihak kreditur dengan konsumen adalah hubungan
kontraktual dalam hal ini kontrak pembiayaan konsumen. Dimana pihak pemberi
biaya sebagai kreditur dan pihak penerima biaya (konsumen) sebagai pihak debitur.
Pihak pemberi biaya berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk
pembelian suatu barang konsumsi, semenatara pihak penerima biaya (konsumen)
berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada
pihak pemberi biaya. Jadi hubungan kontraktual antara penyedia dana dengan pihak
konsumen adalah sejenis perjanjian kredit. Sehingga ketentuan-ketentuan tentang
perjanjian kredit (dalam KUHPerdata) berlaku, sementara ketentuan perkreditan
yang diatur dalam peraturan perbankan secara yuridis formal tidak berlaku
berhubung pihak pemberi biaya bukan pihak bank sehingga tidak tunduk pada
peraturan perbankan. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa seluruh kontrak
ditandatangani dan dana sudah dapat dicairkan serta barang sudah diserahkan pada
supplier kepada konsumen, maka barang yang bersangkutan sudah langsung
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
26
menjadi milik konsumen. Walaupun kemudian biasanya barang tersebut dijadikan
jaminan hutang lewat perjanjian fidusia.dalam hal ini berbeda dengan kontrak
leasing, dimana secara yuridis barang leasing tetap menjadi milik piha kreditur
(lessor) untuk selama-lamanya atau sampai hak opsi dijalankan oleh pihak lessee.
b. Hubungan pihak konsumen dengan supplier.
Hubungan antara pihak konsumen dengan pihak supplier terdapat hubungan
jual beli, dimana supplier selaku penjual menjual barang kepada konsumen selaku
pembeli dengan syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak
pemberi biaya (kreditur). Syarat tersebut memiliki arti bahwa apabila karena alasan
apapun pihak pemberi biaya tidak dapat menyediakan dananya maka jual beli antara
supplier dengan konsumen sebagai pembeli akan batal.
c.
Hubungan penyedia dana (kreditur) dengan supplier.
Hubungan antara penyedia dana (kreditur) dengan supplier (penyedia
barang) tidak mempunyai suatu hubungan hukum yang khusus, kecuali pihak
penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan, yaitu disyaratkan untuk
menyediakan dana untuk digunakan dalam perjanjian jual beli antara pihak supplier
dengan pihak konsumen. Oleh karena itu, jika penyedia dana wanprestasi dalam
menyediakan dananya, sementara kontrak jual beli maupun kontrak pembiayaan
konsumen telah selesai dilakukan, jual beli bersyarat antara pihak supplier dengan
konsumen akan batal, sementara pihak konsumen dpat menggugat pihak pemberi
dana (kreditur) karena wanprestasi tersebut.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
27
4. Dokumen Pembiayaan Konsumen.
Dalam menjalankan transaksi pembiayaan konsumen, terdapat beberapa
dokumen yang sering diperlakukan;
a. Dokumen pendahuluan, yang meliputi credit application form(formulir aplikasi
kredit), surveyor report (laporan survey) dan credit approval memorandum
(memo persetujuan kredit).
b. Dokumen pokok, yaitu perjanjian pembiayaan konsumen itu sendiri.
c. Dokumen jaminan, yang meliputi perjanjian fidusia, cessie asuransi, kuasa
menjual (kuitansi kosong yang ditandatangani konsumen), pengakuan hutang,
persetujuan suami atau isteri, atau persetujauan komisaris atau rapat umum
pemegang saham
d. Dokumen kepemilikan barang, yang biasanya berupa BPKB, fotokopi STNK
dan atau faktur-faktur pembelian, kwitansi pembelian, sertifikat kepemilikan dan
lain sebagainya.
e. Dokumen pemesanan dan penyerahan barang, dalam hal ini biasanya diberikan
certifikat of delivery and acceptance, delivery order, dan lain-lain.
f. Supporting documents, berisi dokumen-dokumen pendukung yang untuk
konsumen individu misalnya fotokopi KTP, fotokopi kartu keluarga, pas foto,
daftar gaji dan sebagainya. Sementara itu untuk konsumen perusahaan, dokumen
pendukung ini dapat berupa angagran dasar perusahaan beserta seluruh
perubahan dan tambahannya, foto kopi KTP yang diberi hak untuk
menandatangani, NPWP, SIUP dan TDP, bank statement dan sebagainya.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
28
5. Mekanisme Transaksi Pembiayaan Konsumen.
Mekanisme transaksi pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh perusahan
pembiayaan, hampir sama dengan mekanisme transaksi sewa guna usaha (leasing)
dengan hak opsi untuk perorangan. Mekanisme transaksi pembiayaan konsumen
sebagai berikut;
a. Tahap permohonan.
Para konsumen untuk mendapatkan fasilitas pembiayan konsumen,
biasanya sudah mempunyai usaha yang baik dan atau mempunyai pekerjaan
yang tetap serta berpenghasilan yang memadai
Sebelum mengajukan
permohonan untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan konsumen, debitur
(konsumen) mengajukan surat permohonan dengan melampirkan hal-hal sebagai
berikut;
1) Foto kopi kartu tanda penduduk debitur (konsumen)
2) Foto kopi kartu tanda penduduk suami/isteri calon debitur (konsumen)
3) Kartu keluarga
4) Rekening Koran tiga bulan terakhir
5) Surat keterangan gaji, jika calon debitur bekreja
6) Surat keterangan lainnya yang diperlukan (Budi Rachmat,2002:144)
Permohonan pembiayaan konsumen biasanya dilakukan oleh debitur
(konsumen) ditempat dealer/supplier penyedia barang kebutuhan knsumen yang
telah bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan (kreditur)
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
29
b. Tahap pengecekan dan pemeriksaan lapangan.
Berdasarkan aplikasi dari pemohon, marketing department akan
melakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian formulir tersebut dengan
melakukan analisa dan evaluasi terhadap data dan informasi yang telah diterima
yang dilanjutkan dengan;
1) Kunjungan ke tempat calon debitur (plant visit).
2) Pengecekan ke tempat lain (credit checking).
3) Observasi
secara
umum
atau
khusus
lainnya
(Budi
Rachmat,2002:145)
Adapun tujuan dari pemeriksaan lapangan ini adalah;
1) Untuk memastikan keberadaan debitur dan memastikan akan kebutuhan barang
konsumen
2) Mempelajari keberadaan barang kebutuhan konsumen yng dibutuhkan oleh
debitur, terutama harga, kredibilitas supplier atau pemasok dan layanan purna
jual.
3) Untuk menghitung secara pasti berapa besar tingkat kebenaran laporan calon
debitur dibandingkan dengan laporan yang telah disampaikan (Budi
Rachmat,2002:145).
c. Tahap pembuatan customer profile.
Berdasarkan pemeriksaan lapangan, marketing department
akan membuat customer profile dimana isinya akan menggambarkan;
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
30
1) Nama calon debitur dan istri atau suami.
2) Alamat dan nomor telepon.
3) Pekerjaan.
4) Alamat kantor.
5) Kondisi pembiayaan yang diajukan
6) Jenis dan tipe barang kebutuhan konsumen. (Budi Rachmat,2002:146)
d. Tahap pengajuan proposal kepada kredit komite.
Pada tahap ini marketing department akan mengajukan proposal terhadap
permohonan yang diajukan oleh debitur kepada kredit komite. Proposal yang
diajukan biasanya terdiri dari;
1) Tujuan pemberian fasilitas pembiayaan.
2) Struktur pembiayaan yang mencakup harga barang, nett pembiayaan, bunga,
jangka waktu, tipe dan jenis barang.
3) Latar belakang debitur disertai dengan keterangan mengenai kondisi pekerjaan
dan lingkungan tempat tinggalnya.
4) Analisa risiko.
5) Saran dan kesimpulan (Budi Rachmat,2002:146) e. Keputusan kredit komite.
Keputusan kredit komite merupakan dasar bagi kreditur untuk melakukan
pembiayaan
atau
tidak.
Apabila
permohonan
debitur ditolak maka
harus diberitahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila disetujui,
maka marketing department akan meneruskan tahapnya.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
31
f. Tahap pengikatan.
Berdasarkan keputusan kredit komite, bagian legal akan mempersiapkan
pengikatan sebagai berikut;
1) Perjanjian pembiayaan konsumen beserta lampiran-lampirannya.
2) Jaminan pribadi (jika ada).
3) Jaminan perusahaan (jika ada) (Budi Rachmat,2002:147). Pengikatan perjanjian
pembiayaan konsumen dapat dilakukan secara bawah tangan yang dilegalisir
oleh notaris atau dapat dikatakan secara notariil.
g. Tahap pemesanan barang kebutuhan konsumen.
Setelah proses penandatanganan perjanjian dilakukan oleh kedua belah pihak
selanjutnya kreditur akan melakukan hal-hal sebagai berikut;
1) Kreditur melakukan pemesanan barang kepada supplier, pesanan dituangkan
dalam penegasan pemesanan pembelian atau confirm purchase order dan bukti
pengiriman dan surat tanda penerimaan barang.
2) Khusus untuk objek pemesanan bekas pakai, baik kendaraan bermotor, tanah
dan bangunan, akan dilakukan pemeriksaan BPKB atau Sertifikat oleh credit
administration department ke instansi terkait.
3) Penerimaan pembayaran dari debnitur kepada kreditur (dapat melalui supplier
atau dealer) yang meliputi;
a) Pembayaran pertama antara lain; uang muka, angsuran pertama (jika in
advance), premi asuransi untuk tahun pertama, biaya administrasi dan
pembayaran
pertama
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
lainnya
jika
ada.
32
b) Pembayaran berikutnya yang meliputi; angsuran berikutnya berupa cek atau
bilyet giro mundur, pembayaran premi asuransi untuk tahun berikutnya dan
pembayaran lainnya jika ada (Budi Rachmat,2002:147-148).
h. Tahap pembayaran kepada supplier.
Setelah barang diserahkan oleh supplier kepada debitur,
selanjutnya supplier akan melakukan penagihan kepada kreditur,
dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut;
1) Kwitansi penuh.
2) Kwitansi uang muka dan atau bukti pelunasan uang mua.
3) Confirm purchase order.
4) Bukti pengiriman dan surat tanda penerimaan barang.
5) Gesekan rangka dan mesin.
6) Surat pernyatan BPKB.
7) Kunci duplikat (jika ada)
8) Surat jalan (jika ada) (Budi Rachmat,2002:148).
Sebelum pembayaran barang dilakukan oleh kreditur kepada
supplier, kreditur akan melakukan hal-hal sebagai berikut;
1) Melakukan penutupan pertanggungan asuransi ke perusahaan asuransi yang telah
ditunjuk.
2) Pemeriksaan ulang seluruh dokumentasi perjanjian pembiayaan konsumen oleh
credit atau legal administration department dengan mempergunakan form check
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
33
list document (Budi Rachmat,2002:147-148).
i. Tahap penagihan atau monitoring pembayaran.
Setelah seluruh proses pembayaran kepada supplier atau dealer dilakukan, proses
selanjutnya adalah pembayaran angsuran dari debitur sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Adapun sistim pembayaran yang dapat dilakukan oleh perusahaan
yaitu; dengan cara cash, cek atau bilyet, transfer dan ditagih langsung.perlu diketahu
bahwa penentuan sistim pembayaran angsuran telah ditentukan pada waktu
marketing proses.
Collection departement akan memonitor pembayaran angsuran berdasarkan
jatuh tempo pembayaran yang telah diterapkan.monitoring yang dilakukan oleh
kreditur tidak hanya sebatas monitoring pembayaran angsuran dari debitur, kreditur
juga melakukan monitoring terhadap jaminan dan masa berlakunya penutupan
asuransi.
j. Pengambilan surat jaminan.
Apabila seluruh kewajiban debitur telah dilunasi, maka kreditur akan
menegembalikan hal-hal sebagai berikut kepada debitur, yaitu;
1) Jaminan (BPKB dan atau sertifikat dan atau faktur atau invoice).
2) Dokumen lainnya bila ada.
6. Jaminan-Jaminan Dalam Pembiayaan Konsumen
Jaminan-jaminan yang diberikan dalam transaksi pembiayaan konsumen ini
pada prinsipnya serupa dengan jaminan terhadap perjanjian kredit bank biasa,
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
34
khususnya kredit konsumsi. Jadi jaminan dalam pembiayaan konsumen dibagi
menjadi 3 yaitu;
a. Jaminan utama
Sebagai suatu kredit, maka jaminan pokoknya adalah keperayaan dari
kreditur kepada debitur (konsumen) bahwa pihak konsumen dapat dipercaya dan
sanggup membayar hutang-hutangnya. Jadi disini prinsip-prinsip kredit berlaku.
b. Jaminan pokok
Sebagai jaminan pokok terhadap transaksi pembiayaan konsumen adalah
barang yang dibeli dengan dana tersebut. Jika dana tersebut diberikan misalnya
untuk membeli kendaraan bermotor, maka kendaraan bermotor
yang
berangkutan menjadi jaminan pokoknya. Biasanya jaminan tersebut dibuat
dalam bentu fiduciary transfer of ownership (fidusia). Karena adanya fidusia ini,
maka biasanya seluruh dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang
yang bersangkutan akan dipegang oleh pihak kreditur (pemberi dana) hingga
kredit lunas.
c. Jaminan tambahan
Jaminan tambahan dalam transaksi pembiayaan ini berupa pengakuan
hutang (promissiory notes), atau acknowlwdgment of indebtedness, kuasa
menjual barang dan assignment of proceed(cessie) dari asuransi. Disamping itu,
sering juga dimintakan persetujuan isteri atau suami untuk konsumen pribadi dan
persetujuan komisaris atau rapat umum pemegang saham untuk konsumen
perusahaan, sesuai dengan anggaran dasarnya.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
35
C. WANPRESTASI
Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk.
Wanprestasi adalah apabila si berhutang (debitur) tidak melakukan apa yang
dijanjikannya. Ia alpa atau lalai atau ingkar janji, atau juga ia melanggar perjanjian.
Menurut pasal 1365 KUH Perdata, wanprestasi adalah tiap perbuatan melanggar hukum
yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Wanprestasi seorang debitur dapat berupa:
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi
2. Tidak tunai memenuhi prestasinya
3. Terlambat memenuhi prestasinya
4. Keliru memenuhi prestasinya (Abdul Kadir Muhammad, 2000:203-204) Dalam
perjanjian pembiayaan konsumen apabila pihak konsumen
(debitur) melakukan salah satu dari bentuk-bentuk wanprestasi, maka untuk pelaksanaan
hukumnya Undang-undang menghendaki kreditur (perusahaan pembiayaan) untuk
memberikan pernyataan lalai kepada pihak debitur.
Dengan demikian, wanprestasi oleh pihak konsumen (debitur) yang berhutang
itu pokoknya harus secara formal dinyatakan telah lalai lebih dahulu, yaitu dengan
memperingatkan yang berhutang atau debitur bahwa kriditur atau pihak menghendaki
pembayaran seketika atau jangka waktu pendek yang telah ditentukan. Singkatnya,
hutang itu harus ditagih dan yang lalai harus ditegur dengan peringatan atau sommatie.
Cara pemberian teguran terhadap debitur yang lalai tersebut telah diatur dalam
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
36
dalam pasal 1238 KUH Perdata yang menentukan bahwa teguran itu harus dengan surat
perintah.atau dengan akta sejenis. Yang dimaksud dengan surat perintah dalam pasal
tersebut adalah peringatan resmi dari jursita pengadilan, sedangkan yang dimaksud
dengan akta sejenis adalah suatu tulisan biasa (bukan resmi), surat maupun telegram
yang tujuannya sama yakni untuk memberi peringatan peringatan kepada debitur untuk
memenuhi prestasi dalam waktu seketika atau dalam tempo tertentu, sedangkan menurut
Ramelan Subekti akta sejenis lazim ditafsirkan sebagai suatu peringatan atau teguran
yang boleh dilakukan secara lisan, asal cukup tegas yang menyatakan desakan kreditur
kepada debitur agar memenuhi prestasinya seketika atau dalam waktu tertentu.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
37
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. TUJUAN PENELITIAN
Mengacu pada permasalahan penelitian yang telah dirumuskan dalam bab
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan
perjanjian kredit kendaraan bermotor pada
perusahaan pembiayaan konsumen
b. Untuk mengetahui
asas konsensual yang berimbang dalam perjanjian bisa
ditegakkan pada waktu pembuatan perjanjian itu telah dibuat oleh salah satu
pihak secara baku.
B. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara akademis maupun
praktis sebagai berikut :
2. Manfaat akademis:

menambah khasanah perbendaharaan kepustakaan mengenai pelaksanaan
perjanjian kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan
konsumen

sebagai bahan dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan
perjanjian kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan
konsumen dalam kaitannya dengan hukum jaminan .
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
38
3. Manfaat Praktis:
diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif bahan masukan
( input) dalam penyusunan kebijakan mengenai perjanjian kredit kendaraan
bermotor pada perusahaan pembiayaan konsumen dalam kaitannya
pendaftaran jaminan fidusia.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
dengan
39
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penggunaan metode penelitian dimaksudkan agar penelitian terarah dan
sistematis, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal – hal yang
belum
diketahui,
memberikan
pedoman
untuk
mengorganisasikan
dan
mengintegrasikan pengetahuan mengenai masalah yang sedang diteliti.
A.Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan
secara normatif.Artinya dalam mengadakan pendekatan untuk
membahas permasalahan yang timbul digunakan kaidah – kaidah ilmu hukum
dan kenyataan yang terjadi dalam praktek. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui proses terjadinya hukum dan proses bekerjanya hukum di
masyarakat serta untuk mengetahui apakah perundang – undangan yang berlaku
dapat berfungsi dengan baik.
B.Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya hasil penelitian ini berusaha
memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan
atau gejala yang diteliti.2
C. Metode Penentuan Sampel
Pada umumnya penelitian dilakukan pada suatu populasi. Populasi
merupakan kumpulan individu dengan kualitas serta ciri – ciri yang telah ditetapkan.
2
Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, UI Press, 2000, hlm.10
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
40
Dalam melakukan penelitian populasi ini tidak mungkin untuk diteliti semua, tetapi
dapat diambil beberapa saja sebagai sampel. Sampel sebagai bagian dari populasi
untuk menentukan sifat serta ciri – ciri yang dikehendaki populasi. Populasi dalam
penelitian ini adalah perjanjian kredit kendaraan bermotor melalui perusahaan
pembiayaan konsumen, namun populasi tersebut tidak diteliti semua tetapi diambil
beberapa sebagaio sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive
sampling atau penarikan sampel bertujuan dengan cara mengambil subyek yang
menjadi sampel berdasarkan tujuan tertentu. Sebagai sampel dalam penelitian ini
adalah perjanjian kredit kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan bermotor
pada perusahaan pembiayaan konsumen pada PT FIF dan PT BAF
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder. Data ini merupakan hasil
olahan/tulisan/penelitian pihak lain. Dalam penelitan ini data sekunder berupa
dokumen –dokumen perjanjian , peraturan-peraturan hukum yang terkait , tulisan
ilmiah /hasil-hasil penelitian, dll .
Data sekunder dibidang hukum dibedakan menjadi tiga: 3
E. Metode Analisa Data
Data – data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif,
yaitu data yang telah diperoleh disusun secara sistematis, untuk selanjutnya
3
Ronny Hanitijo Soemitro.
Jakarta,1988, hlm.
Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia,
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
41
mengasilkan suatu kejelasan dari masalah yang diteliti, dalam bentuk karya
ilmiah.
Analisis kualitatif ini dimaksudkan untuk mengemukakan hasil penelitian
dan hasil sinkronisasi baik secara vertikal maupun horizontal dari bahan – bahan
yana diuraikan dalam bentuk rumusan – rumusan dan uraian – uraian.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
42
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Kendaraan Bermotor pada Perusahaan
Pembiayaan Konsumen ditinjau dari Segi Yuridis.
Mekanisme pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor
pada dasarnya sama, yaitu harus melalui mekanisme pelaksanaan perjanjian
pembiyaan bermotor roda dua antara konsumen dengan PT FIF, PT BAF dengan
melalui beberapa tahapan. Tahapan dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan
konsumen adalah sebagai berikut :
a. Tahap permohonan.
b. Tahap pengecekan dan pemeriksaan lapangan.
c. Tahap pembuatan costumer profile.
d. Tahap pengajuan proposal kepada kredit komite.
e. Keputusan kredit komite.
f. Tahapan pengikatan.
g. Tahap pemesanan sepeda motor.
h. Tahap pembayaran kepada supplier.
i. Tahap penagihan atau monitoring pembayaran.
j. Pengambilan surat jaminan.
Para ahli hukum memberikan suatu pengertian perjanjian yang berbeda-beda.
Perjanjian adalah:” Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
43
mengikatkan diri untuk melaksanankan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”
(Abdul Kadir Muhammad,1992:78). Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam
dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang.
Sedangkan Subekti memberikan pengertian perjanjian adalah “suatu peristiwa
dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal” (Subekti 1991 : 1). Dari peristiwa itulah, timbul
hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya
perjanjian ini berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak
yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban
untuk memenuhi dinamakan debitur atau si berhutang.
Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang
mengadakan perjanjian, namun yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undangundang ialah isi perjanjian itu, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh
pihak-pihak, apakah dilarang undang-undang atau tidak.
Perjanjian pembiayaan konsumen (Consumer Finance) tidak diatur dalam
KUHPerdata, sehingga merupakan perjanjian tidak bernama. Dalam pasal 1338 KUH
Perdata disebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sebenarnya yang dimaksud dalam
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
44
pasal ini adalah :
Suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan
undang-undang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat
ditarik kembali kecuali dengan persetujuan tertentu dari kedua belah pihak atau
berdasarkan alasan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang.
Ada keleluasaan dari pihak yang berkepentingan untuk memberlakukan hukum
perjanjian yang termuat dalam buku III KUH Perdata tersebut, yang juga sebagai
hukum pelengkap ditambah pula dengan asas kebebasan berkontrak tersebut
memungkinkan para pihak dalam prakteknya untuk mengadakan perjanjian yang sama
sekali tidak terdapat di dalam KUH Perdata maupun KUHD, dengan demikian oleh
Undang-undang diperbolehkan untuk membuat perjanjian yang harus dapat berlaku bagi
para pihak yang membuatnya. Apabila dalam perjanjian terdapat hal-hal yang tidak
ditentukan, hal-hal tunduk pada ketentuan Undang-undang.
Menurut pasal 1319 KUH Perdata bahwa semua persetujuan baik yang
mempunyai nama khusus maupun yang tidak terkenal nama tentu tunduk pada
peraturan-peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab lalu.
Berdasarkan ketentuan tersebut jelaslah bahwa perjanjian Pembiayaan
konsumen (Consumer Finance) tunduk pada ketentuan-ketentuan umum untuk hukum
perjanjian yang terdapat dalam buku III KUH Perdata sehingga apabila terjadi
perselisihan antara para pihak ketentuan-ketentuan tersebutlah yang dapat ditentukan
sebagai pedoman dalam penyelesaian.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
45
Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan
oleh perusahaan finansial, disamping kegiatan seperti leasing, factoring, kartu kredit
dan sebagainya. Target pasar dari model pembiayaan konsumen ini sedah jelas yaitu
konsumen.suatu istilah yang dipakai sebagai lawan produsen. Di samping itu besarnya
biaya yang diberikan per konsumen relatif kecil mengingat barang yang dibidik untuk
dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barang-barang keperluan yang akan
dipakai oleh konsumen untuk keperluan hidupnya, misalnya barang-barang keperluan
rumah tangga seperti televisi, lemari es, mobil dan sebagainya. Karena itu, risiko dari
pembiayaan ini juga menyebar , berhubung akan terlibat banyak konsumen dengan
pemberian biaya yang relatif kecil, ini lebih aman bagi pihak pemberi biaya.
Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi (consumer
credit), hanya saja jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan,
sementara kredit konsumsi diberikan oleh bank. Namun demikian pengertian kredit
konsumsi secara substantif sama saja dengan pembiayaan konsumen.
Menurut A. Abdurahman dalam buku Munir Fuady ( 2000:162):
“Kredit konsumsi adalah kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna
pembelian barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjamanpinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang. Kredit yang
demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa,
maka dari itu biasanya kredit itu diberikan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi”.
Definisi
pembiayaan
konsumen
(consumer
finance)
berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.448/KMK.017/2000 Tentang
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
46
Perusahaan
Pembiayaan,
pembiayaan konsumen
(consumer
finance)
adalah
“kegiatan yang dilakukan dalam bentuk dana bagi konsumen untuk pembelian barang
yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen”.
Berdasarkan definisi tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu digarisbawahi dan
merupakan dasar dari kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu:
a. Pembiayaan
konsumen
adalah
merupakan
salah
satu
alternatif
pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen.
b. Objek pembiayaan usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan
konsumen, biasanya kendaraan bermotor, alat kebutuhan rumah tangga,
komputer, barang-barang elektronika, dan lain sebagainya.
c. Sistim pembayaran angsuran dilakukan secara berkala, biasanya dilakukan
secara bulanan dan ditagih langsung kepada konsumen.
d. Jangka waktu pengembalian, bersifat fleksibel tidak terikat dengan ketentuan
seperti financial lease.
Untuk dapat mengajukan permohonan kredit pembiayaan sepeda motor pada PT
FIF, PT BAF maka konsumen harus memenuhi persyaratan – persyaratan yang telah
ditetapkan oleh pihak PT FIF, PT BAF
selaku perusahaan pembiayaan yang
memberikan kredit kendaraaan dalam pengajuan kredit kendaraan bermotor roda dua
adalah :
a. Untuk pemohon pegawai swasta/karyawan berusia 21 – 55 tahun dan untuk
pemohon wiraswasta berusia 21 – 60 tahun atau yang berusia dibawah 21 tahun
tetapi sudah menikah.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
47
b. Pemohon suami – istri memiliki pekerjaan atau usaha yang tetap, jelas, legal yaitu
jelas terlihat usahanya dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Tempat
tinggal yang tetap dan usahanya tidak berganti – ganti.
c. Tidak memproses apabila pemohon tidak memiliki usaha / pekerjaan yang jelas
walaupun yang bersangkutan memberikan uang muka (DP) yang relatif besar, dalam
hal ini yang dilihat bukannya DPnya tetapi kegiatan usaha pekerjaannya.
d. Tidak memproses pemohon yang tidak memiliki usaha / pekerjaan yang jelas
walaupun yang bersangkutan mempunyai tabungan deposito yang besar.
e. Tidak memproses apabila pemohon, baru mendapat pekerjaan pada suatu
perusahaan atau usaha yang dilakukan baru atau kurang dari 6 bulan.
f. Pemohon kredit jelas penggunaanya yaitu; diri sendiri, keluarga, operasional
perusahaan, kendaraan digunakan didaerah pemohon tidak digunakan diluar daerah.
g. Secara prinsip apabila pemohon memiliki rumah sediri yang dibeli secara tunai /
kredit maka CMO harus meminta bukti kepemilikan rumah tersebut. Data ini
diperoleh dari proses melihat dokumen; rekening listrik, PBB, akta jual beli,
sertifikat hak milik.
h. Apabila ada pengajuan calon debitur yang sudah pernah memiliki kontrak
sebelumnya maka perlu dianalisa history payment calon Debitur .
Pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh PT FIF, PT
BAF
telah memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana yang telah diatur dalam
pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan antara konsumen dan PT FIF, PT
BAF untuk membuat suatu perjanjian yaitu kendaraan bermotor roda dua, adanya
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
48
kecakapan hukum dari para pihak dan perjanjian pembiayaan kendaran bermotor roda
dua tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu sebab yang halal sehingga konsumen tidak
akan dirugikan. Hal ini dapat dilihat dari perjanjian pembiayaan konsumen yang telah
diatur oleh PT FIF, PT BAF yang ada pada bagian lampiran.
Hubungan antara pihak kreditur (PT FIF, PT BAF)
dengan Kreditur
(konsumen) adalah hubungan kontraktual dalam hal ini kontrak pembiayaan konsumen.
Dimana pihak pemberi biaya ( PT FIF, PT BAF ) sebagai kreditur dan pihak penerima
biaya (konsumen) sebagai pihak debitur. Pihak pemberi biaya (PT FIF, PT BAF)
berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk pembelian suatu barang
konsumsi, sementara pihak penerima biaya (konsumen) berkewajiban utama untuk
membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada pihak pemberi biaya ( PT FIF,
PT BAF ).
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa perjanjian
pembiayaan konsumen kendaraan bermotor roda dua pada PT FIF, PT BAF sebenarnya
merupakan perjanjian timbal balik atau perjanjian baku. Dapat dikatakan perjanjian
baku karena dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor roda dua
tersebut terdapat hak dan kewajiban dari kedua belah pihak yaitu PT FIF, PT BAF
selaku kreditur dan pihak konsumen selaku debitur. PT FIF, PT BAF maupun pihak
konsumen berkewajiban mentaati isi perjanjian pembiayaan konsumen yang telah
disepakati bersama. Hak konsumen atas kepemilikan kendaraan bermotor roda dua.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
49
2
Apakah asas konsensual yang berimbang dalam perjanjian bisa
ditegakkan pada waktu pembuatan perjanjian itu telah dibuat oleh salah
satu pihak secara baku ?
Dalam
hukum
perjanjian
berlaku
suatu
asas
yang
dinamakan
asas
konsensualisme. Konsensualisme berasal dari bahasa latin “consensus” yang berarti
sepakat. Asas konsensualisme bukanlah berarti bahwa untuk suatu perjanjian
disyaratkan adanya kesepakatan karena adanya kesepakatan dalam perjanjian adalah
sudah semestinya. Apalagi, suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, berarti para
pihak sudah setuju atau bersepakat mengenai sesuatu hal.4
Dalam KUH Perdata, Asas Konsensualisme dapat disimpulkan dari ketentuan
Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Asas ini mengandung pengertian bahwa pada
dasarnya suatu perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan
sejak detik tercapainya kesepakatan.5 Dengan perkataan lain, suatu perjanjian sudah
terjadi dan karenanya sudah sah / mengikat para pihak yang membuatnya sejak detik
adanya kata sepakat tentang unsur pokok dari perjanjian yang dibuatnya. Oleh karena
itu, tidak harus diperlukan suatu formalitas tertentu, misalnya perjanjian jual-beli sudah
terjadi sejak adanya kata sepakat tentang barang dan harga sebagai unsur pokok dari
perjanjian jual beli.6
4
Subekti,loc.cit , hlm. 17
Subekti, Ibid hlm. 25
6
Bernadette M. Waluyo dalam Ida Susanti, et al, Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas: Menelaah
Kesiapan Hukum Indonesia dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2003,hlm 57
5
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
50
Kata sepakat (konsensual) antara para pihak lazim disebut dengan kesepakatan.
Kesepakatan merupakan persesuaian kehendak dari para pihak dan ternyata dari
pernyataan kehendaknya (mengenai pokok-pokok perjanjian). Pokok perjanjian itu
berupa obyek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak
yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang
sama secara timbal balik
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa perjanjian kredit ini adalah perjanjian
yang bersifat baku, di mana baik pembuatan maupun penentuan syarat-syaratnya
dilakukan secara sepihak dalam hal ini oleh pihak
PT FIF, PT BAF
. Banyak
pertimbangan yang muncul ketika suatu perjanjian dibuat secara baku, salah satu alasan
yang lazim dan dapat diterima oleh akal sehat adalah alasan efisiensi waktu dan biaya
juga tenaga. Pernyaan yang muncul apakah perjanjian baku dengan segala sifat yang
melekat padanya itu sah atau tidak menurut hukum yang berlaku di Indonedsia.
Sutan Remy Sjahdeini berpendapat bahwa7 keabsahan berlakunya perjanjian
baku tidak lagi dipersoalkan oleh karena perjanjian baku eksistensinya sudah
merupakan kenyataan yaitu dengan telah dipakainya perjanjian baku secara meluas
dalam dunia bisnis sejak lebih dari 80 tahun lamanya. Kenyataan itu terbentuk karena
perjanjian baku memang lahir dari kebutuhan masyarakat sendiri. Dunia bisnis tidak
dapat berlangsung tanpa perjanjian baku. Perjanjian baku dibutuhkan oleh dan karena
itu diterima oleh masyarakat.
7
Sutan Remy Sjahdeini,opcit., hlm 70
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
51
Keabsahan berlakunya perjanjian baku memang tidak perlu dipersoalkan, tetapi
masih perlu dibahas apakah perjanjian itu tidak bersifat sangat berat sebelah dan tidak
mengandung klausul yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya,
sehingga perjanjian itu merupakan perjanjian yang menindas dan tidak adil.
Maksud dari sangat berat sebelah ialah bahwa perjanjian itu hanya atau terutama
mencantumkan hak-hak salah satu pihak saja (yaitu pihak yang mempersiapkan
perjanjian baku tersebut) tanpa mencantumkan apa yang menjadi kewajiban –kewajiban
pihak lainnya sedangkan apa yang menjadi hak-hak pihak lainnya itu tidak disebutkan.
Sutan Remy,8 lebih lanjut menyatakan keabsahan berlakunya perjanjian baku itu
memang tidak perlu dipersoalkan , karena secara praktek telah diterima, tetapi perlu
diatur aturan-aturan dasarnya sebagai aturan-aturan mainnya agar klausul-klausul atau
ketentuan-ketentuan dalam perjanjian baku, baik sebagian maupun seluruhnya mengikat
pihak lainnya.
Beberapa pakar yang menolak maupun menolak perjanjian baku memberikan alasannya
masing-masing9
Pihak yang menolak memberikan alasan sbb :
1. Kedudukan pihak yang membuat perjanjian baku tidak ubahnya pembuat
undang-undang swasta (legio particuliere wetgever)
2. Merupakan perjanjian paksa (dwang contract)
3. Meniadakan keadilan
8
9
Sutan Remy Sjahdeini, ibid.,hlm 71
Rachmadi Usman., Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia, Jakarta, hlm. 265
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
52
Pihak yang menerima memberikan alasan
1. Adanya anggapan kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en vertrouwen)
para pihak dalam membuat perjanjian
2. Tanda tangan para pihak diartikan memerima perjanjian dengan segala
konsekuensinya
3. Mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan yang berlaku dalam
lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.
Dari Pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa asas konsensual yang muncul
atau terjadi dalam perjanjian yang dibuat secara baku oleh salah satu pihak yang
mempunyai posisi kuat baik secara hokum maupun secara ekonomi itu sifatnya formal,
karena bukti kesepakatan itu hanya ditunjukkan adanya tanda tangan sebagai
perwujudan dari sikap menerima isi perjanjian dengan segala konsekuensinya
Perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor dibuat sebagai perwujudan
kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen. Perjanjian tersebut
berisi klausula-klausula baku yang merupakan ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat
yang dibuat sepihak dan dikehendaki oleh perusahaan pembiayaan yang dituangkan ke
dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat serta wajib dipenuhi oleh konsumen.
Hal ini menyebabkan konsumen berada dalam posisi yang lemah karena harus
mengikuti semua yang telah ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, oleh karena itu
konsumen harus dilindungi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku antara
lain KUH-Perdata khususnya buku III tentang Perikatan, KUH-Pidana dan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
53
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK, perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen.
Perlindungan konsumen dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemandirian konsumen dalam melindungi diri dan menuntut haknya
sebagai konsumen serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan
konsumen
dengan
harapan
adanya
sikap
yang
jujur
dan
bertanggungjawab dalam melakukan kegiatan usahanya. Konsumen dan pelaku usaha
mempunyai hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4,
Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 UUPK antara lain bahwa konsumen berhak mendapatkan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai segala sesuatu yang menyangkut
hubungan hukum antara konsumen dengan pelaku usaha termasuk hak konsumen untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut serta hak konsumen untuk mendapat kompensasi dan ganti rugi
sebagaimana mestinya. Hak konsumen ini menjadi kewajiban pelaku usaha. Pelaku
usaha berhak untuk mendapatkan pembayaran sesuai kesepakatan dalam perjanjian,
mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik,
melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
serta rehabilitasi nama baik apabila terbukti kerugian konsumen bukan diakibatkan
perbuatan pelaku usaha. Hak pelaku usaha tersebut menjadi kewajiban konsumen.
Klausula-klausula baku yang ditentukan dalam perjanjian pembiayaan
konsumen terkadang merugikan pihak konsumen, hal ini disebabkan pihak perusahaan
pembiayaan tidak memberikan penjelasan secara benar, jelas dan jujur kepada
konsumen mengenai isi perjanjian yang pengungkapannya sulit dimengerti, padahal
berdasarkan pasal 7 (b) UUPK pihak perusahaan pembiayaan harus memberikan
informasi secara benar, jelas dan jujur mengenai segala hal yang berhubungan dengan
perjanjian pada konsumen dan menurut pasal 18 ayat 2 UUPK, perusahaan pembiayaan
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
54
sebagai pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya
sulit terlihat, tidak dapat dibaca atau pengungkapannya sulit dimengerti, apabila
perusahaan pembiayaan tidak mengindahkan hal tersebut maka perjanjian batal demi
hukum dan perusahaan pembiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)
seperti diatur dalam pasal 62 UUPK. Pada kenyataannya ketentuan tersebut tidak
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Perusahaan pembiayaan wajib memperlakukan dan melayani konsumen secara
sama dan tidak diskriminatif, sesuai ketentuan pasal 7 (c) UUPK. Itikad baik (to goeder
trouw) untuk melaksanakan perjanjian harus selalu ada, baik pada konsumen maupun
perusahaan pembiayaan. Apabila konsumen karena itikad tidak baik wanprestasi
(cedera janji), maka perusahaan pembiayaan dapat dengan mudah menuntut konsumen
untuk memenuhi kewajibannya, karena semua itu telah ditetapkan dalam perjanjian.
Apabila terjadi sebaliknya maka konsumen akan mengalami kerugian karena posisinya
yang lemah dalam perjanjian, sehingga untuk melindungi kepentingannya perusahaan
pembiayaan dapat dituntut secara perdata dengan dalil telah melakukan wanprestasi
atau telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) sesuai pasal
1365 KUH-Perdata ataupun secara pidana sesuai peraturan yang berlaku seperti UUPK
dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
55
Perusahaan pembiayaan dilarang membuat pernyataan yang tidak benar atau
menyesatkan mengenai isi perjanjian termasuk barang sebagai objek perjanjian yaitu
kendaraan bermotor kepada konsumen yang mengakibatkan barang yang diterima
konsumen tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, apabila hal
ini terjadi maka sesuai pasal 4 (h) UUPK, konsumen berhak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian yang semestinya dari perusahaan
pembiayaan, karena hal tersebut merupakan tanggung jawab perusahaan pembiayaan
sebagai pelaku usaha sebagaimana diatur dalam pasal 19 UUPK.
Apabila terjadi sengketa antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen harus
diselesaikan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan di dalam perjanjian, apabila tidak
ditetapkan di dalam perjanjian maka dapat ditempuh upaya litigasi (melalui lembaga
peradilan) dan non-litigasi(prosedur penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti
lembaga arbitrase). Perusahaan pembiayaan berhak melakukan pembelaan diri
sepatutnya dalam menyelesaikan sengketa tersebut, begitu pula konsumen berhak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut
dalam rangka melindungi kepentingan konsumen seperti ditentukan dalam pasal 4 (e)
dan pasal 6 (c) UUPK
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
56
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Proses pembuatan perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor roda dua antara
konsumen dengan PT FIF, PT BAF
telah memenuhi syarat-syarat perjanjian
sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan antara
konsumen dan PT FIF, PT BAF untuk membuat suatu perjanjian yaitu kendaraan
bermotor roda dua, adanya kecakapan hukum dari para pihak dan perjanjian
pembiayaan kendaran bermotor roda dua tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu
sebab yang halal. Secara garis besar pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen
kendaraan bermotor roda dua PT FIF, PT BAF
melalui berbagai tahapan yaitu;
permohonan, tahap pengecekan dan dan pemeriksaan lapangan; pembuatan
costumer profile; pengajuan proposal kepada komite kredit; hasil keputusan komite
kredit; tahapan pengikatan; pemesanan barang; pembayaran kepada supplier;
monitoring pembayaran; surat jaminan
2. Asas konsensual yang muncul atau terjadi dalam perjanjian yang dibuat secara baku
oleh salah satu pihak yang mempunyai posisi kuat baik secara hukum maupun
secara ekonomi itu sifatnya formal, karena bukti kesepakatan itu hanya ditunjukkan
adanya tanda tangan sebagai perwujudan dari sikap menerima isi perjanjian dengan
segala konsekuensinya
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
57
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir, 2002, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, Bandung:
PT Citra Aditya Bakti.
----------------- 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum bisnis),Bandung: PT
Citra Aditya Bakti.
Moleong, Lexy, 2000. Metodologi Penelitian Kuantitatif,
Rosdakarya
Bandung: Remaja
Muhammad, Abdul Kadir,1992, Hukum Perikatan, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti.
Nasution, Az, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen, Daya Widya, Jakarta.
Purwahit, Patrick, 1986 Asas Itikat Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Semarang:
Balai Penerbit UNDIP.
Rachmat, Budi,2002, Multi Finance Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan
Konsumen, Jakarta, CV Novindo Pustaka Mandiri.
Santoso, B.T dan Triandaru S, 2006, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,Yogyakarta:
Salemba Empat.
Satrio, J.1982, Hukum Perjanjian, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Soekadi, Edi. P.1986. Mekanisme Leasing. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Shidarta., 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta
Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung
--------. 2005 Pokok-pokok Hukum Pedata. Jakarta : Intermasa.
Subekti, R dan R Tjitrosudibio,1999, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,Jakarta
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
58
Sunaryo,2008,HukumLembagaPembiayaan,SinarGrafika,Jakarta.
di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang
Download