BAB III DASAR TEORI 3.1 Dasar Seismik 3.1.1 Pendahuluan Metode seismik adalah metode pemetaan struktur geologi bawah permukaan dengan menggunakan energi gelombang akustik yang diinjeksikan ke dalam bumi dan menganalisis hasil gelombang pantulnya (Wayne, 1991). Prinsip dasar metode seismik adalah perambatan energi gelombang seismik yang ditimbulkan oleh sumber getaran dari permukaan bumi ke dalam bumi atau formasi batuan, kemudian dipantulkan oleh bidang ke permukaan oleh bidang pantul yang merupakan bidang batas antara dua lapisan yang mempunyai kontras impedansi akustik ke permukaan (Gambar 3.1). Gambar 3.1 Proses Seismik Data(Sukmono, 2006) 18 3.1.2 Seismik Refleksi Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan bumi. Metode ini menggunakan gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa dinamit, vibroseis, palu, petasan, airgun, dll) dan direkam oleh penerima yang berupa geophone atau hydrophone (Sukmono, 2006). Gelombang yang dihasilkan oleh sumber akan merambat ke segala arah, termasuk kedalam bumi. Ketika gelombang yang merambat ke dalam bumi menemui adanya batas lapisan yang memiliki perbedaan nilai impedansi akustik, sebagian energi gelombang tersebut akan terpantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan / diteruskan ke dalam bumi. Kemudian gelombang yang terpantulkan tersebut akan ditangkap oleh penerima yang berada di permukaan. Besarnya energi gelombang yang dipantulkan dipengaruhi oleh besarnya reflection coefficient (RC) pada batas lapisan tersebut yang dipengaruhi oleh kontrast impedansi akustik. 3.1.3 Koefisien Refleksi dan Impedansi Akustik Seperti yang dibahas pada bagian seismik refleksi, bahwa amplitude dari sebuah data seismik merupakan besarnya jumlah energi yang terpantulkan ke permukaan bumi dan direkam oleh receiver. Sedangkan besarnya energi yang terpantulkan tergantung besarnya nilai koefisien refleksi (RC). Secara umum jejak seismik merupakan hasil konvolusi antara wavelet sumber dengan RC dan ditambah dengan komponen bising. Dimana : S(t) : trace seismik W(t) : wavelet RC(t) : koefisien refleksi / reflection coefficient n(t) : noise Besarnya nilai RC dipengaruhi oleh besarnya kontrast impedansi akustik / acoustic impedance (AI). Sementara nilai AI merupakan hasil perkalian antara densitas (ρ) dan kecepatan gelombang p (Vp). 19 Dimana : Dimana : AI : acoustic impedance ρ : densitas Vp : kecepatan gelombang p RC : reflection coefficient : acoustic impedance lapisan i : acoustic impedance lapisan di atas lapisan i AI merupakan parameter batuan yang dipengaruhi oleh litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman, tekanan, dan suhu, sehingga AI dapat digunakan untuk identifikasi parameter – parameter batuan yang mempengaruhinya. Sebagai contoh, AI dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kehadiran hidrokarbon dalam suatu batuan, Karena nilai AI batuan yang mengandung hidrokarbon lebih rendah daripada ketika batuan tersebut hanya mengandung air / brine. Namun AI tidak sensitif terhadap saturasi gas, sehingga perlu melihat parameter lain yang dapat menunjukkan saturasi gas pada batuan. 3.1.4 Polarity dan Wavelet (Phase) Wavelet adalah semacam gelombang dengan durasi waktu (t) yang pendek yang dihasilkan oleh suatu impuls (Sumitadireja, 2005). Dalam seismik, wavelet biasa dikaitkan dengan source signature dan filter. Wavelet berdasarkan fasanya dapat dibagi menjadi empat yaitu : 1. Wavelet fasa minimum (minimum phase), yaitu wavelet yang dimulai dari t = 0 dengan amplitudo maksimum terdapat pada bagian awalnya (Gambar 3.2). 2. Wavelet fasa maksimum (maximum phase), yaitu wavelet yang dimulai dari t = 0 dengan amplitudo maksimum terdapat di bagian akhir atau ‘ekor’ dari wavelet. 3. Wavelet fasa nol (zero phase), yaitu wavelet yang dimulai sebelum t = 0 dengan amplitudo maksimum pada t = 0. Biasa digunakan untuk merancang filter lolos pita (Gambar 3.2). 20 4. Wavelet fasa campuran (mixed phase), yaitu wavelet yang bukan merupakan wavelet fasa minimum atau maksimum. 5. Wavelet fasa linear (linear phase), yaitu wavelet yang spektrum fasanya berupa garis lurus. Dalam seismik hanya dua wavelet yang sering dipergunakan yaitu wavelet fasa minimum dan fasa nol. Gambar 3.2 Wavelet fasa nol dan minimum (Sumitadireja, 2005) Untuk mendeskripsikan refelksi sebagai suatu refleksi yang negatif atau positif, lebis sering menggunakan polarity. SEG mendefinisikan normal polarity sebagai berikut : • Sinyal seismik positif menghasilkan tekanan akustik positif pada hydrophone atau sebagai gerakan awal keatas pada geophone (Gambar 3.3). • Sinyal positif seismik merekam sebagai nomor negatif pada suatu rekaman, defleksi negatif pada monitor perekam dan sebagai trough (putih) di penampang seismik (Gambar 3.3). 21 Dengan menggunakan sutau konversi oleh SEG, polaritas normal diharapkan menampilkan : • Batas refleksi yang muncul sebagai trough pada jalur seismik, jika Z2>Z1. • Batas refleksi yang muncul sebagai peak pada jalur seismik, jika Z2<Z1. Gambar 3.3 Contoh ideal dari bentuk normal dan reverse polarity dan minimum phase (a) dan zero phase (b). (Sukmono, 1999) 3.1.5 Pengikatan Data Seismik dan Sumur (Well Seismic Tie) Untuk meletakan horison seismik (skala waktu) pada posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismik dapat dikorelasikan dengan data geologi lainnya yang umumnya diplot dalam skala kedalaman, maka perlu dilakukan well seismic tie. Banyak teknik yang dapat dilakukan dalam pengikatan ini, namun yang umum dipakai adalah dengan memanfaatkan seismogram sintetik dari hasil survei kecepatan dan Checkshot Survey. (Sukmono, 1999). 22 • Seismogram Sintetik Seismogram sintetik dibuat dengan cara mengkonvolusi wavelet dengan data koefisien refleksi. Wavelet yang digunakan sebaiknya mempunyai frekuensi dan band width yang sama dengan penampang seismik. Data dari log sonik dan log densitas digunakan untuk mendapatkan data koefisien refleksi. Gelombang seismik akan dipantulkan pada setiap reflektor dan besar gelombang yang dipantulkan akan proporsional dengan besar koefisien refleksi. Seimogram sintetik final merupakan superposisi dari refleksi-refleksi semua reflektor. Sintetik biasanya ditampilkan dalam format (polaritas, bentuk gelombang) yang sama dengan rekaman seismik. Sintetik juga berguna untuk mendiagnosa karakter refleksi dari setiap horison. • Check Shot Survey Pada survei check shot kecepatan diukur dalam lubang bor dengan sumber gelombang di atas permukaan. Sumber gelombang yang digunakan sebaiknya sama dengan yang dipakai dalam survei seismik. Posisi horison yang akan dipetakan ditentukan dari data log dan dilakukan beberapa pengukuran pada horison yang akan dipetakan tersebut. Waktu first break rata-rata untuk tiap horison dilihat dari hasil pengukuran tersebut. Pada survei ini sebaiknya dipastikan bahwa geofon menempel sempurna pada dinding lubang bor pada saat dilakukan pengukuran. Kegunaan dari survei check shot adalah untuk mendapatkan time-depth curve yang lebih lanjut dapat dimanfaatkan untuk pengikatan data seismik dan sumur, perhitungan kecepatan interval, kecepatan rata-rata dan koreksi data sonik pada pembuatan seismogram sintetik. 23 3.2 Konsep Dasar Metode Wireline Logging 3.2.1 Tinjauan Umum Operasi Logging Logging adalah suatu pengukuran atau pencatatan sifat-sifat parameter fisik batuan di sekitar lubang bor secara tepat dan kontinu pada interval kedalaman tertentu. Maksud dari logging adalah untuk mengukur parameter fisik sehingga dapat diinterpretasi litologi penampang sumur, dan karakter reservoir (porositas, permeabilitas, kejenuhan minyak dan lain-lain). Tujuannya adalah untuk menentukan letak zona-zona porous yang mengandung hidrokarbon, memperkirakan besarnya cadangan, mengetahui kondisi struktur dan stratigrafi bawah permukaan untuk korelasi bawah permukaan. 3.2.2 Pengertian Log dan Jenis Log Log adalah suatu grafik kedalaman waktu dari satu set data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Tersedianya alat komputer, maka saat ini sebuah log dapat merupakan gabungan dari beberapa log 3.2.2.1. Log Permeable Langkah awal yang dilakukan dalam evaluasi formasi adalah interpretasi litologi sedimen klastik dan mengidentifikasi reservoir atau lapisan permeabel. Dalam penelitian ini digunakan log Gamma Ray, log Resistivity, dan log Sonic. Dari ketiga jenis log tersebut maka log Gamma Ray merupakan jenis log terbaik untuk interpretasi litologi sedimen klastik dan mengidentifikasi reservoir atau lapisan permeabel. • Log Gamma Ray adalah log yang menunjukkan intensitas sinar radioaktif peluruhan dari unsur uranium (U), thorium (Th) dan potasium (K)yang dipancarkan oleh suatu lapisan batuan (Harsono, 1997). Kandungan radioaktif terbesar terdapat di lapisan serpih dan yang paling sedikit terdapat di lapisan batupasir, sehingga dari kurva log Gamma Ray ini dapat dibedakan antara lapisan batupasir dan serpih. Secara kualitatif kandungan radioaktif besar akan 24 ditunjukkan oleh defleksi kurva ke kanan sedangkan untuk kandungan radioaktif kecil akan ditunjukkan oleh defleksi kurva ke kiri. • Log Resistivity merupakan salah satu jenis log listrik yang mengukur sifat resistivitas/tahanan jenis dari lapisan. Prinsip dasarnya adalah kemampuan batuan dalam menghantarkan arus listrik (Harsono, 1997). Lapisan yang mengandung minyak, air tawar dan gas biasanya bersifat isolator, sedangkan lapisan batuan yang mengandung air asin akan bersifat konduktor. Log Resistivity lebih tepat digunakan untuk mengetahui kandungan fluida pada suatu lapisan batuan. • Sedangkan log sonic adalah log yang mengukur waktu tempuh gelombang bunyi pada suatu jarak tertentu di dalam lapisan batuan. Keadaan ini tergantung dari jenis dan besarnya porositas batuan beserta kandungan fluidanya. Makin besar waktu tempuh gelombang maka harga porositas batuan akan bertambah besar. Log sonic digunakan untukmembedakan antara lapisan batuan yang porous atau tidak porous (Harsono, 1997). 3.3 Fault (Sesar) Sesar merupakan patahan/rekahan tunggal atau suatu zona pecahan pada kerak bumi bersamaan dengan terjadinya pergerakan yang cukup besar, paralel dengan rekahan atau zona pecahan. Suatu permukaan, sisi, atau dinding yang bergeser melewati dinding lain akan mengakibatkan kerusakan dan bergesernya struktur batuan yang sebelumnya menerus tepat pada sesar. Maka, sebuah sesar adalah bergesernya struktur batuan yang disebabkan oleh massa batuan yang slip satu sama lain disepanjang bidang atau zona rekahan. 3.3.1 Klasifikasi Sesar Anderson (1951) di awal 1901 merupakan salah satu geologist pertama yang menyadari bahwa sesar adalah retakan/patahan shear yang berkaitan dengan bidang tegasan yang terbentuk di kerak bumi (Davis dan Reynolds, 1996). Bidang tegasan, dibentuk oleh kekuatan tertentu, pada bagian tertentu di kerak dapat diwakili elipsoid tegasan. Klasifikasi sesar menurut Anderson yaitu : 25 1. Sesar turun atau normal Sesar dimana pegeseran kearah dip adalah dominan dan bagian hangingwall bergerak relatif turun dibandingkan bagian footwall. Sesar normal merupakan jenis sesar yang paling sering dijumpai pada kebanyakan cekungan (Gambar 3.4). 2. Sesar naik Memiliki pergeseran dominan searah kemiringan dimana blok hangingwall relatif bergeser kearah atas dibandingkan dengan blok footwall. Sesar naik sudut rendah sering disebut sebagai sesar anjak untuk membedakan dengan sesar naik sudut tinggi. (Gambar 3.4). 3. Sesar mendatar (strike-slip) Sesar mendatar skala besar sering disebut sebagai wrench atau sesar transkuren. Struktrur yang berasosiasi dengan sesar mendatar ini jauh lebih bervariasi daripada yang berasosiasi dengan jenis sesar lainnya. Sesar mendatar mempunyai pergeseran dominan searah jurus sesar. Sesar ini umumnya mempunyai kemiringan terjal atau curam dan bila panjangnya lebih dari satu kilometer maka sering melibatkan batuan dasar. Sering terjadi lipatan, sesar normal, naik dan anjak berasosiasi dengan sesar mendatar ini (Gambar 3.4). 26 Gambar 3.4 Klasifikasi sesar berdasarkan kedudukan arah tegasan utama (Anderson, 1951 op cit. Davis dan Reynolds, 1996) 27 3.4 Analisa Sekatan Sesar 3.4.1 Konsep Analisis Sekatan Sesar Dalam analisis sekatan sesar, Penyekat dapat dianggap suatu selaput penyekat atau penyekat hidrolik tergantung pada kecenderungan penyekat tersebut untuk hancur atau rusak, dengan kata lain bocor (Watts, 1987 op.cit Yielding, 1997). Kontrol dominan yang menyebabkan rusaknya selaput penyekat tersebut adalah tekanan kapiler pada batuan yang tersesarkan Tekanan kapiler adalah tekanan yang dibutuhkan suatu fluida (hidrokarbon) untuk masuk ke dalam interkoneksi pori yang terbesar pada batuan yang menjadi penyekat tersebut. Selaput penyekat diklasifikasikan sebagai batas dari lapisan yang memiliki leher pori yang sangat kecil dan dapat dilewati hidrokarbon dibawah kondisi pressure biasanya. Pada saat tekanan yang dibutuhkan untuk menerobos sekat harus melampaui batas ketahanan atau kekuatan dari suatu batuan, maka sekat tersebut disebut penyekat hidraulik, dimana tidak ada inter – koneksi ruang antar pori atau leher pori. Terdapat beberapa mekanisme yang dapat menunjukkan bahwa suatu bidang patahan dapat bertindak sebagai penyekat (Watts, 1987; Knipe, 1992 op. cit Yielding et al., 1997), yaitu : 1. Juxtaposition (Posisi kesehadapan) Batupasir sebagai reservoar berhadapan dengan litologi dengan permeabilitas yang rendah (contoh: batulempung). Mekanisme ini dapat langsung dikenali dengan cara memetakan posisi seluruh lapisan batuan, baik reservoar maupun non-reservoar, di sepanjang permukaan bidang sesar. 28 Gambar 3.5 Litologi Juxtaposition (Knipe, 1997) Gambar 3.6 Kenampakan litologi juxtaposition pada bidang patahan (Knipe, 1997) 29 2. Clay Smear Masuknya batulempung atau serpih ke dalam bidang patahan dapat membuat suatu patahan menjadi membrane seal, sehingga fluida memerlukan tekanan yang tinggi untuk melewati patahan tersebut. Mekanisme ini secara kuantitatif dapat ditentukan dengan metode-metode yang menggunakan atribut-atribut litologi pada bidang patahan, yaitu : a. Clay Smear Potential (CSP) Bouvier et al. (1989) op cit. Yielding et al. (1997) menyatakan bahwa Clay Smear Potential (CSP) ditetapkan untuk mewakili jumlah relatif dari lempung yang melumuri bidang patahan, yang mana lempung tersebut berasal dari salah satu lapisan batulempung atau serpih yang melewati titik tempat dilakukannya perhitungan CSP pada permukaan bidang patahan. Clay Smear Potential (CSP) dapat dinyatakan dengan : (1) CSP semakin bertambah seiring dengan makin tebalnya lapisan batulempung. (2) CSP semakin bertambah seiring dengan banyaknya lapisan batulempung yang melewati titik tempat dilakukannya perhitungan CSP pada permukaan bidang patahan. (3) Akan semakin berkurang seiring dengan semakin besarnya pergeseran (throw) patahan. Pernyataan-pernyataan diatas, oleh Fulljames dkk. (1996) op. cit Yielding(1997), disederhanakan menjadi sebuah persamaan matematika (Gambar 3.7 a). b. Smear Factor (SF) Menurut Yielding et al. (1997), CSP yang telah dinyatakan dalam persamaan matematika di atas tidak dapat digunakan apabila jarak yang dimaksud memiliki dimensi luas, sehingga Yielding et al. (1997) mengusulkan bahwa perhitungan CSP dapat dianggap sebagai salah satu contoh dari perhitungan 30 smear factor yang umum (Gambar 3.7 b). Adapun persamaan Smear factor yang dimaksud adalah : c. Shale Smear Factor (SSF) Lindsay et al. (1993) op cit. Yielding et al. (1997), mengusulkan shale smear factor (SSF) untuk menentukan kemenerusan dari shale smear pada bidang patahan dengan menggunakan persamaan (Gambar 3.7 c) Ketiga persamaan (CSP, SF dan SSF) diatas hanya bergantung pada ketebalan dan besarnya pergeseran dari lapisan impermeabel, tanpa mempertimbangkan kemungkinan adanya lapisan semi-impermeabel. ¾ Atribut Gouge Ratio Gouge ratio adalah perkiraan perbandingan masuknya material halus yang bersifat impermeabel (sebagai contoh : lempung) dari batuan samping ke dalam bidang patahan terhadap kandungan lempung dari batuan samping tersebut. Semakin batuan samping tergerus secara terus menerus, maka proporsi lempung yang masuk kedalam patahan akan semakin besar, sehingga tekanan kapiler yang dibutuhkan untuk menembusnya akan makin besar. Yielding et al. (1997) membuat dua buah persamaan untuk menentukan atribut ini, dan diberi nama metode Shale Gouge Ratio (SGR). Kedua metode tersebut dinyatakan dalam persamaan matematika berturut-turut sebagai berikut : 31 Pada persamaan 1.), menghitung SGR pada suatu titik dengan melibatkan ketebalan dari lapisan impermeabel yang berada pada interval pergeseran saja. Sedangkan persamaan 2.), menghitung SGR dengan melibatkan seluruh lapisan yang berada pada interval pergeseran, baik lapisan reservoar maupun lapisan non- reservoar; dengan ∆Z merupakan ketebalan dari tiap-tiap lapisan dan Vcl (Volume Clay) atau Vsh (Volume Shale) merupakan volume fraksi lempung pada tiap-tiap lapisan (Gambar 3.7 d & e). Nilai persentase SGR digunakan sebagai acuan dalam memperkirakan sifat patahan. Semakin rendah nilai persentase SGR, maka kandungan lempung yang terdapat dalam bidang patahan akan semakin kecil dimana kemungkinan patahan bersifat bocor. Sebaliknya, semakin tinggi nilai persentase SGR, maka kandungan lempung yang terdapat dalam bidang patahan akan semakin besar pula, kemungkinan patahan akan bersifat sebagai perangkap. Yielding et al. (1997) memberikan batas nilai persentase SGR yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memperkirakan sifat suatu patahan, nilai persentase SGR tersebut berkisar antara 20% - 40%, yang mana apabila atribut SGR terukur menunjukkan persentase ≤ 20%, maka patahan diperkirakan bersifat bocor atau tidak dapat sebagai perangkap. Sebaliknya, apabila atribut SGR terukur menunjukkan persentase ≥ 40%, maka patahan diperkirakan bersifat sebagai perangkap. Kisaran nilai persentase SGR ini dapat berubah bergantung pada kondisi geologi daerah yang diteliti. Dengan asumsi lapisan reservoir mengandung fraksi lempung dengan jumlah yang sangat sedikit, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan dua persamaan, yaitu dari Lindsay (1993) dan persamaan pertama dari Yielding et al. (1997) untuk menentukan nilai atribut Shale Smear Factor dan Shale Gouge Ratio. 32 a b d c e Gambar 3.7 Beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung : Smear Factor ((a.) CSP, (b.) SF, (c.) SSF), dan Shale Gouge Ratio (d. dan e.) SGR (Yielding et al., 1997) 3. Cataclasite Butiran-butiran pasir yang hancur membentuk bidang hancuran yang tersusun atas material yang lebih halus, sehingga fluida memerlukan tekanan yang tinggi untuk melewati patahan tersebut. 33 4. Diagenesis Terjadi proses sementasi sepanjang bidang patahan yang awalnya bersifat permeabel, yang mungkin dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan seluruh porositas batuan; pada akhirnya menghasilkan sekat hidrolik. 34