BAB 4 - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Komunikasi Terapeutik
Sebelum membahas tentang komunikasi terapeutik, terlebih dahulu akan
dijelaskan beberapa pengertian komunikasi, yaitu: komunikasi merupakan timbal
balik dan suatu pengalaman dimana pengirim dan penerima pesan berpartisipasi
secara simultan Wolff et al., (1979), sedangkan Robbins dan Jones dalam Priyanto
(2009) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu transaksi, proses simbolik yang
menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan cara membangun
hubungan antar sesama melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan
tingkah laku orang lain, serta berusaha merubah sikap dan tingkah laku itu.
Komunikasi antara perawat dengan pasien merupakan bentuk komunikasi
antar pribadi (interpersonal communication). Menurut Verdeber dalam Nasir et al.,
(2009), komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi dan
pembagian makna yang terkandung dalam gagasan-gagasan dan perasaan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto, 1994).
Sedangkan Stuart dan Sundeen (1995) mendefinisikan komunikasi terapeutik
merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi
penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk
memengaruhi orang lain. Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai
Universitas Sumatera Utara
proses interaksi antara klien dan perawat yang membantu klien mengatasi stress
sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu
yang tidak dapat diubah dan mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi
realisasi diri (Kozier dan Glenora, 2000). Komunikasi terapeutik berbeda dengan
komunikasi sosial yaitu pada komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah
yang spesifik untuk komunikasi. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina
hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien.
2.1.1. Fungsi Komunikasi Terapeutik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerjasama antara perawat-klien melalui hubungan perawat-klien. Perawat berusaha
mengungkapkan
perasaan,
mengidentifikasi
dan
mengkaji
masalah
serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Vancarolis dalam
Purwanto, 1994).
Dwidiyanti (2008) mengungkapkan bahwa seorang perawat profesional selalu
mengupayakan untuk berperilaku terapeutik, yang berarti bahwa tiap interaksi yang
dilakukan menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh
dan berkembang. Stuart dan Sundeen (1995) dan Limberg, Hunter dan Kruszweski
(1983) menyatakan bahwa tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan
klien, meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a.
Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri,
penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
b.
Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi.
c.
Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling
tergantung dan mencintai.
d.
Meningkatkan kesejahteraan klien dengan peningkatan fungsi dan kemampuan
memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.
2.1.2. Ciri-Ciri Komunikasi Terapeutik
Terdapat tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik
antara lain (Arwani, 2002):
a. Keikhlasan (Genuiness)
Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki
terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya
mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap klien sehingga mampu
belajar untuk mengkomunikasikan secara tepat.
b. Empati (Empathy)
Empati merupakan perasaan ”pemahaman” dan ”penerimaan” perawat
terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien.
Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif)
didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung pada
kesamaan pengalaman diantara orang yang terlibat komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
c. Kehangatan (Warmth)
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan
ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau
dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman
menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien. Sehingga klien akan
mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam.
2.1.3. Prinsip Komunikasi Terapeutik
Keliat (1996) menyatakan tujuan komunikasi terapeutik akan tercapai apabila
perawat
memiliki
prinsip-prinsip/karakteristik
”helping
relationship”
dalam
menerapkan komunikasi terapeutik meliputi:
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai.
c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga
tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,keberhasilan maupun
frustasi.
Universitas Sumatera Utara
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya
simpati bukan tindakan yang terapeutik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan
orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu
keadaan sehat fisik, mental, spiritual dan gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu.
l. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
m. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
n. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas
tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
Dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, diharapkan perawat akan mampu
menggunakan dirinya sendiri secara terapeutik (therapeutic use of self).
2.1.4. Teknik Komunikasi Terapeutik
Teknik komunikasi terapeutik terdiri dari (Stuart dan Sundeen, 1995):
a. Mendengarkan (Listening)
Universitas Sumatera Utara
Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan mengetahui
perasaan klien. Teknik mendengarkan dengan cara memberi kesempatan klien untuk
bicara banyak dan perawat sebagai pendengar aktif. Ellis (1998) menjelaskan bahwa
mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang lain
bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah orang yang penting.
Mendengarkan juga menunjukkan pesan ”anda bernilai untuk saya” dan ”saya tertarik
padamu”.
b. Pertanyaan terbuka (Broad Opening)
Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi topik
yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien menunjukkan
penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik apabila perawat
mendominasi interaksi dan menolak respon klien (Stuart dan Sundeen, 1995).
c. Mengulang (Restating)
Merupakan teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok pikiran
yang diungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan ungkapan klien dan
memberi indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraan. Teknik ini bernilai
terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung
klien dan memberikan respon terhadap apa yang baru saja dikatakan oleh klien.
d. Penerimaan (Acceptance)
Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku
yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti
persetujuan.
Menunjukkan
penerimaan
berarti
kesediaan
mendengar
tanpa
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat harus
sadar terhadap ekspresi nonverbal. Bagi perawat perlu menghindari memutar mata ke
atas, menggelengkan kepala, mengerutkan atau memandang dengan muka masam
pada saat berinteraksi dengan klien.
e. Klarifikasi
Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak jelas,
tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat mencoba
memahami situasi yang digambarkan klien.
f. Refleksi
Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasikan apa yang
didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien terhadap
isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya. Teknik ini akan
membantu perawat untuk memelihara pendekatan yang tidak menilai (Boyd dan
Nihart, 1998), dalam Nurjanah (2001).
g. Asertif
Asertif
adalah
kemampuan
dengan
cara
meyakinkan
dan
nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain
(Lindberg dalam Nurjanah, 2001). Tahap-tahap menjadi lebih asertif antara lain
menggunakan kata ”tidak” sesuai dengan kebutuhan, mengkomunikasikan maksud
dengan jelas, mengembangkan kemampuan mendengar, pengungkapan komunikasi
disertai dengan bahasa tubuh yang tepat, meningkatkan kepercayaan diri dan
gambaran diri dan menerima kritik dengan ramah.
Universitas Sumatera Utara
h. Memfokuskan
Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang telah dipilih dengan
menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan
berfokus pada realitas.
i. Membagi persepsi
Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat klien tentang
hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan.
j. Identifikasi ”tema”
Merupakan teknik denga mencari latar belakang masalah klien yang muncul
dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang penting.
k. Diam
Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses
informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. Diam
tidak dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi
khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti atau marah. Diam disini juga
menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain untuk berpikir, meskipun
begitu diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas (Myers,
1999).
l. Informing
Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon
lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan
memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi klien
Universitas Sumatera Utara
untuk mengambil keputusan (Stuart dan Sundeen, 1995). Kurangnya pemberian
informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak
percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat
memberikan informasi.
m. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan
dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat
dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)
melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi
ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.
Sedangkan Nurjanah (2001) menyatakan humor sebagai hal yang penting
dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi stres ketegangan dan rasa
sakit akibat stres, serta meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.
n. Saran
Teknik yang bertujuan memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.
Teknik ini tidak tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal
hubungan.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Penerapan Komunikasi Terapeutik
Dalam penerapan komunikasi terapeutik ada empat tahap, dimana pada setiap
tahap mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen,
1995).
a. Fase Prainteraksi
Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Perawat
mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan
diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien.
b. Fase Orientasi
Fase ini dimulai ketika perawat berrtemu dengan klien untuk pertama kalinya.
Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan
memengaruhi terbinanya hubungan perawat dengan pasien.
Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa percaya,
penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan perumusan kontak dengan
klien. Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan sebagai berikut: memberi salam
dan senyum pada klien, melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif),
memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama kesukaan klien, menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina hubungan
saling percaya.
Universitas Sumatera Utara
c. Fase Kerja
Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan
adalah memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama,
memulai kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai rencana.
Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif klien. Interaksi
yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang meningkatkan integritas
klien dengan meminimalisasi ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan
pada klien.
d. Fase Terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan
oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan klien,
melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri wawancara dengan cara
yang baik (Stuart & Sundeen, 1995).
Menurut Egan dalam Keliat (1992) cara perawat menghadirkan diri secara
fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik:
Seorang perawat perlu memperhatikan sikap tertentu untuk melakukan
komunikasi terapeutik antara lain:
a. Berhadapan
Berhadapan langsung dengan orang yang diajak komunikasi mempunyai arti
bahwa komunikator siap untuk komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
b. Mempertahankan kontak
Kontak mata merupakan kegiatan menghargai klien dan mengatakan keinginan
untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk ke arah klien
Sikap ini merupakan posisi yang menunjukkan keinginan untuk mendengar
sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka
Sikap ini ditunjukkan dengan posisi kaki tidak melipat tangan, menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Tetap rileks
Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara ketegangan
dengan relaksasi dalam memberi respon pada klien.
Tamsuri (2005) sikap rileks menciptakan iklim yang kondusif bagi klien
untuk tetap melakukan komunikasi dan pengembangan komunikasi.
2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik dapat dipengaruhi beberapa hal antara lain (Potter dan
Perry dalam Nurjannah, 2001) :
a. Perkembangan
Perkembangan manusia memengaruhi bentuk komunikasi dalam dua aspek, yaitu
tingkat perkembangan tubuh memengaruhi kemampuan untuk menggunakan teknik
komunikasi tertentu dan untuk mempersepsikan pesan yang disampaikan.
Universitas Sumatera Utara
Agar dapat berkomunikasi efektif seorang perawat harus mengerti pengaruh
perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir orang tersebut.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau
peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi
dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
c. Gender
Laki-laki dan perempuan menunjukan gaya komunikasi yang berbeda dan memiliki
interpretasi yang berbeda terhadap suatu percakapan. Tannen (1990) menyatakan
bahwa kaum perempuan menggunakan teknik komunikasi untuk mencari
konfirmasi, meminimalkan perbedaan, dan meningkatkan keintiman, sementara
kaum laki-laki lebih menunjukkan indepedensi dan status dalam kelompoknya.
d. Nilai
Nilai adalah standar yang memengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat
untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha mengklarifikasi nilai
sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam
hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai
pribadinya.
e. Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya
juga akan membatasi cara bertindak dan komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
f. Emosi
Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti
marah, sedih, senang akan memengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien agar dan keluarganya sehingga
mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat perlu
mengevaluasi
emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan keperawatan tidak
terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.
g. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan memengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang
dengan tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon pertanyaan yang
mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Hal
tersebut berlaku juga dalam penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit.
Hubungan terapeutik akan terjalin dengan baik jika didukung oleh pengetahuan
perawat tentang komunikasi terapeutik baik tujuan, manfaat dan proses yang akan
dilakukan. Perawat juga perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga
perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada klien secara profesional.
h. Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang
berkomunikasi. Berbeda dengan komunikasi yang terjadi dalam pergaulan bebas,
Universitas Sumatera Utara
komunikasi
antar
perawat
klien
terjadi
secara
formal
karena
tuntutan
profesionalisme.
i. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan memengaruhi komunikasi efektif. Suasana yang bising,
tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan
ketidaknyamanan. Untuk itu perawat perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan
nyaman sebelum memulai interaksi dengan pasien. Menurut Mariner et al (2006)
lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan memengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
j. Jarak
Jarak dapat memengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan
kontrol. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan jarak yang tetap pada saat
melakukan hubungan dengan klien.
k. Masa bekerja
Masa bekerja merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja di tempat kerja.
Makin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman yang dimilikinya
sehingga akan semakin baik komunikasinya (Kariyoso, 1994).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan perawat dan klien yang
terapeutik adalah pengalaman belajar dan perbaikan emosi klien. Bagi klien, dalam
hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik dan memakai teknik komunikasi
agar perilaku klien dapat berubah kearah yang positif seoptimal mungkin. Perawat
harus menganalisa dirinya tentang kesadaran dirinya, klarifikasi nilai, perasaan,
Universitas Sumatera Utara
kemampuan sebagai role model agar dapat berperan secara efektif. Seluruh
perilaku dan pesan yang disampaikan baik secara verbal maupun nonverbal
bertujuan secara terapeutik untuk klien.
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan
serta ketajaman, karena komunikasi terjadi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang
yang turut memengaruhi kepuasan klien.
Keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak tercapainya kepuasan klien
dalam menerima asuhan keperawatan yang berkaitan dengan komunikasi yang juga
merupakan kepuasan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara
profesional.
2.4. Kemampuan
2.4.1. Pengertian Kemampuan
Schumacher dalam (Sinamo, 2002) kemampuan didefinisikan dalam arti apa
yang diharapkan di tempat kerja, dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap
yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang
dipersyaratkan dalam pekerjaan. Ada tiga komponen penting yang tidak tampak
dalam kemampuan diri manusia yaitu; keterampilannya, kemampuannya dan etos
kerjanya. Tanpa ketiganya, semua sumber daya tetap terpendam, tidak dapat
dimanfaatkan, dan tetap merupakan potensi belaka. Jika di simak ketiga komponen
yang tidak kelihatan tersebut memang berada dalam diri manusia, tersimpan dalam
bentuk kemampuan insani operasional (operational human abilities). Hal ini relevan
Universitas Sumatera Utara
dengan Lowler dan Porter dalam (As’ad, 2000) bahwa kemampuan (ability) sebagai
karakterisik individual seperti intelegensia, manual skill, traits yang merupakan
kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil. Jadi kemampuan
(ability) merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu, atau dengan kata lain
kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukan what he does do.
Sinamo
(2002)
menyatakan
bahwa
sebagai
makhluk
psikologikal
(psycological being) manusia ditandai dengan kemampuan dalam 6 (enam) hal;
(1) Kemampuan berpikir persepsional-rasional. (2) Kemampuan berpikir kreatifimajinatif, (3) Kemampuan berpikir kritikal-argumentatif. (4) Kemampuan memilih
sejumlah pilihan yang tersedia. (5) Kemampuan berkehendak secara bebas.
(6) Kemampuan untuk merasakan.
Sedangkan kemampuan sejati adalah kekuatan yang dapat mendorong
terwujudnya sinergi kemampuan konstruktif seluruh potensi yang ada dalam diri
perbuatan manusia. “Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir,
atau merupakan hasil latihan atau praktek”. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan (abilty) adalah kecakapan atau potensi menguasai
suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau
praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui
tindakannya (Robbins, 2000). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kemampuan terdiri dari
dua faktor, yaitu:
a. Kemampuan intelektual (Intelectual ability)
Merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental.
Universitas Sumatera Utara
b. Kemampuan fisik (Physical ability)
Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan
karakteristik fisik. Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2000) “secara
psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill), artinya karyawan yang memiliki IQ di
atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai
kinerja maksimal”.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan potensi
yang dimiliki oleh seseorang dalam menyelesaikan tugasnya secara cepat dan tepat,
efektif dan efisien sesuai dengan metode atau standar kerja yang diwujudkan dalam
pelaksanaan tugasnya.
2.4.2. Faktor yang Memengaruhi
Komunikasi Terapeutik
Kemampuan
Perawat
Melaksanakan
Upaya perawat untuk meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan
pengetahuan tentang dinamika komunikasi, penghayatan terhadap kelebihan dan
kekurangan diri dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain sangat diperlukan dalam
therapeutic use of self. Menggunakan diri secara terapeutik memerlukan integrasi
dari ketiga kemampuan tersebut (Dwidiyanti, 2008).
a. Dinamika Komunikasi
Effendy (2002) dinamika komunikasi harus dilihat dari dua sudut pandang,
yaitu pengertian secara umum dan pengertian secara paradigmatik. Pengertian
Universitas Sumatera Utara
komunikasi secara umum itupun harus juga dilihat dari dua segi, yaitu pengertian
komunikasi secara etimologis dan pengertian komunikasi secara terminologis. Secara
etimologis, komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio yang bersumber dari
kata communis yang berarti sama. Kata sama yang dimaksudkan adalah sama makna.
Jadi dalam pengertian ini, dinamika komunikasi berlangsung manakala orang-orang
yang terlibat di dalamnya memiliki kesamaan makna mengenai suatu hal yang tengah
dikomunikasikannya itu. Dengan kata lain, jika orang-orang yang terlibat di
dalamnya saling memahami apa yang dikomunikasikannya itu, maka hubungan
antara mereka bersifat komunikatif.
Selanjutnya Liliweri (2001) komunikasi antar pribadi merupakan proses yang
bersifat dinamis. karena setiap peristiwa komunikasi diwarnai oleh tindakan aktif dari
para pelaku komunikasi selama proses tersebut berlangsung. Aktivitas itu ditandai
oleh berbagai perilaku berkesinambungan, ada aksi dan reaksi, ada respons timbal
balik. Komunikasi selalu menggambarkan keberadaan setiap manusia yang memiliki
“kehidupan bersama” dalam satu arena sosial yang merupakan dinamika komunikasi
antar pribadi.
b. Penghayatan terhadap Kelebihan dan Kekurangan Diri
Barrie Hopson dan Scally (1981) dalam (Dikdasmen, 2002) mengemukakan
bahwa penghayatan hidup merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup,
tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan
berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam
Universitas Sumatera Utara
menghadapi situasi tertentu. Penghayatan personal mencakup kecakapan dalam
memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir (thinking skill).
c. Kepekaan terhadap Kebutuhan Orang Lain
Komunikasi terapeutik akan efektif hanya melalui penggunaan dan latihan yang
sering. Melatih diri menggunakan komunikasi interpersonal yang terapeutik akan
meningkatkan kepekaan tenaga medis terhadap perasaan pasien. Saat pasien
mengungkapkan keluhannya, pada saat itulah pengobatan dalam proses terapeutik
sudah dimulai. Keterampilan komunikasi terapeutik bukan bawaan, melainkan
dipelajari. Salah satu teknik perubahan yang sering digunakan adalah Sensitivity
Training atau latihan kepekaan. Latihan kepekaan adalah suatu interaksi dalam
kelompok kecil yang terjadi alam suasana yang tertekan sehingga, menuntut setiap
orang untuk peka terhadap perasaan orang lain sebagai usaha untuk menciptakan
kegiatan kelompok yang memadai. Dalam suasana demikian mereka didorong untuk
melakukan penilaian mengenai konsepsi diri sendiri (self concept) dan usaha untuk
mau mendengar pendapat dan merasakan perasaan orang lain.
Campbel dan Dunette (1999) mengemukakan 6 (enam) butir hasil
yang
diharapkan dari latihan kepekaan, yaitu :
1. Meningkatkan pengertian, pemahaman dan kepekaan terhadap perilaku sendiri.
2. Meningkatkan pengertian dan kepekaan terhadap perilaku orang lain.
3. Lebih mengerti dan memahami proses yang terjadi dalam antar kelompok.
4. Meningkatkan
keterampilan
dalam
mengadakan
diagnosis
situasi
yang
terdapat dalam kelompok.
Universitas Sumatera Utara
5. Meningkatkan kemampuan untuk menerjemahkan apa yang dipelajari kedalam
bentuk tindakan nyata.
6. Meningkatkan kemampuan mengadakan hubungan antar manusia, sehingga dapat
berinteraksi lebih menyenangkan dan memuaskan.
Teknik lain selain latihan kepekaan adalah teknik umpan balik survei, yaitu
teknik menilai sikap, mengidentifikasi perbedaan dan menyelesaikan perbedaan
dengan memanfaatkan informasi survei dalam kelompok.
Selanjutnya Stuart dan Laraia (2001) menyatakan beberapa faktor yang
memengaruhi kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik :
a. Kualitas Personal, yaitu: kesadaran diri, klasifikasi nilai, eksplorasi perasaan,
kemampuan untuk menjadi role model, motivasi altruistik dan kemandirian.
b. Komunikasi Fasilitatif, yaitu: perilaku verbal, perilaku nonverbal, analisis masalah
dan teknik terapeutik.
c. Dimensi Responsif, terdiri dari: 1) Kesejatian, bahwa perawat adalah seorang yang
terbuka, yang serasi, autentik dan transparan. 2) Hormat, bahwa klien diperlakukan
sebagai orang yang berharga dan diterima tanpa syarat. 3) Empati, yaitu
memandang dunia klien dari sisi internal klien. 4) Konkrit, yaitu melibatkan
penggunaan istilah khusus dari pada istilah yang abstrak dalam membatasi
perasaan, pengalaman dan perilaku klien (Hidayat, 2004).
d. Konfrontasi adalah pengekspresian oleh perawat tentang perbedaan perilaku klien
untuk memperluas kesadaran diri klien. Konfrontasi seharusnya dilakukan secara
asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukan konfrontasi
Universitas Sumatera Utara
perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien,
waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi
sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi
perilakunya belum berubah. Stuart dan Sundeen (1998) mengidentifikasi tiga
kategori konfrontasi yaitu: 1) Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi
klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien). 2) Ketidaksesuaian
antara ekspresi non verbal dan perilaku klien. 3) Ketidaksesuaian antara
pengalaman klien dan perawat.
e. Kebuntuan terapeutik, terdiri dari : resistensi, transferens, kontransferens dan
pelanggaran batasan.
1) Resistence adalah upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab
cemas atau kegelisahan yang dialaminya. Hal ini terjadi akibat dari
ketidakseimbangan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah
dirasakan.
2) Transference adalah penugasan yang tidak disadari terhadap orang lain yang
berasal dari perasaan dan perilaku yang pada dasarnya berhubungan dengan
figur yang penting di masa lalu.
3) Counter Transference merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh
perawat yaitu reaksi perawat terhadap klien yang berdasarkan pada kebutuhan,
konflik masalah dan pandangan mengenal dunia yang tidak disadari oleh
perawat.
Universitas Sumatera Utara
4) Boundary Violations, pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas
hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi
ataupersonal dengan klien.
f. Hasil terapeutik, hasil untuk klien, masyarakat dan perawat.
2.5. Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik
Purwanto (1994) menyatakan ada beberapa hal yang dapat menghambat
komunikasi terapeutik antara lain: kemampuan pemahaman yang berbeda,
pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu, komunikasi
yang berbeda dan mengalihkan topik pembicaraan.
Dewi (2001) menyatakan ada beberapa faktor yang dapat menghambat
terciptanya komunikasi yang efektif diantaranya adalah:
a. Mengubah subjek atau topik (Changing The Subject)
Mengubah objek pembicaraan menunjukkan empati yang kurang terhadap klien.
Hal ini menyebabkan klien merasa tidak nyaman dan cemas, sehingga idenya
menjadi kacau dan informasi yang ingin didapatkan dari klien tidak tercukupi.
b. Mengungkapkan keyakinan palsu (Offering False Reassurance)
Memberikan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan akan sangat berbahaya
karena dapat mengakibatkan rasa tidak percaya klienterhadap perawat.
c. Memberi nasihat (Giving Advice)
Memberi nasihat menunjukkan bahwa perawat tahu yang terbaik dan bahwa klien
tidak dapat berpikir untuk diri sendiri. Klien juga merasa bahwa dia harus
Universitas Sumatera Utara
melakukan apa yang dipertahankan perawat. Hal ini akan mengakibatkan
penolakan klien karena klien merasa lebih berhak untuk menentukan masalah
mereka sendiri.
d. Komentar yang bertahan (Defensive Comments)
Perawat yang menjadi defensif dapat mengakibatkan klien tidak mempunyai hak
untuk berpendapat, sehingga klien menjadi tidak peduli. Sikap defensif ini muncul
karena perawat merasa terancam yang disebabkan hubungan dengan klien. Agar
tidak defensif perawat perlu mendengarkan klien walaupun mendengarkan belum
tentu setuju.
e. Pertanyaan penyelidikan (Prying or Probing Questions)
Pertanyaan penyelidikan akan membuat klien bersifat defensif. Karena klien
merasa digunakan dan dinilai hanya untuk informasi yang mereka dapat berikan.
Banyak klien yang marah karena pertanyaan yang bersifat pribadi.
f. Menggunakan kata klise (Using Cliches)
Kata-kata klise menunjukkan kurangnya penilaian pada hubungan perawat dan
klien. Klien akan merasa bahwa perawat tidak dengan situasinya.
g. Mendengarkan dengan tidak memperhatikan (In Attentive Listening)
Perawat menunjukkan sikap tidak tertarik ketika klien sedang mencoba
mengeksplorasikan perasaannya, maka klien akan merasa dirinya tidak penting dan
perawat sudah bosan dengannya.
Kriteria keberhasilan komunikasi terapeutik evaluasi komunikasi yang telah
dilakukan sudah terapeutik atau belum dapat ditandai dengan meningkatnya
komunikasi dan hubungan perawat klien. Evaluasi didasarkan pada tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
ditentukan sebelumnya, keefektifan tindakan dan perubahan klien akibat tindakan
yang dilakukan. Keberhasilan komunikasi juga dapat ditandai dengan kepuasan yang
ditunjukkan klien terhadap pesan yang diterima. Kenyamanan klien secara fisik, klien
bersedia mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat berkomunikasi, klien merasa
cocok untuk berkonsultasi dengan tim perawat dapat dijadikan sebagai evaluasi
keberhasilan komunikasi terapeutik. Keberhasilan suatu tindakan dilihat dengan
membandingkan hasil yang diharapkan. Hal ini juga digunakan untuk mengevaluasi
efektivitas dari komunikasi termasuk gaya dan tehnik komunikasi (Potter dan Perry,
1992).
2.6. Komunikasi dalam Proses Keperawatan
Proses keperawatan merupakan suatu metode untuk mengorganisasikan dan
memberikan tindakan keperawatan dari perawat kepada klien. Komponen proses
keperawatan (pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) sebagai
sarana untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai melalui pendekatan proses
keperawatan. Satu hal penting yang tidak bisa dipisahkan dari proses pencapaian
tujuan tersebut adalah komunikasi. Komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan
yang selalu dan dapat dilakukan pada setiap tahap atau komponen proses
keperawatan. Perawat tidak dapat melakukan proses keperawatan dengan baik tanpa
mengetahui kebutuhan klien. Disinilah komunikasi dibutuhkan sebagai sarana untuk
menggali kebutuhan klien (Manurung, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi melalui sentuhan kepada klien merupakan metode dalam
mendekatkan hubungan antara klien dan perawat. Sentuhan yang diberikan oleh
perawat juga dapat sebagai therapi bagi klien khususnya klien dengan depresi,
kecemasan dan kebingungan dalam mengambil keputusan (Manurung, 2004).
2.7. Perawat
Pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam
merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri
dan proses penuaan. Perawat professional adalah perawat yang bertanggungjawab
dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2002).
Perry & Potter (2005) mengklasifikasikan peran perawat sebagai berikut :
a. Pemberi Asuhan Keperawatan
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan
kembali kesehatannya melalui penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada
kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya pengembalian kesehatan
emosi, spiritual dan sosial.
b. Pembuat keputusan klinis
Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat dituntut untuk dapat membuat
keputusan sehingga tercapai perawatan yang efektif. Perawat juga berkolaborasi
dengan klien atau keluarga dan ahli kesehatan lain.
Universitas Sumatera Utara
c. Pelindung dan advokat klien
Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien
dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau
pengobatan. Perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan scara hukum, serta
membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.
d. Manajer kasus
Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab
asuhan keperawatan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya.
e. Rehabilitator
Perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dari keadaan sakit
sampai penyembuhan baik fisik maupun emosi.
f. Pemberi kenyamanan
Perawat merawat klien sebagai manusia secara utuh baik fisik maupun mental.
Perawat memberi kenyamanan dengan membantu klien untuk mencapai tujuan
yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.
g. Komunikator
Peran komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain. Dalam
melakukan perannya, seorang perawat harus melakukan komunikasi dengan baik.
Kualitas komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi
kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.
Universitas Sumatera Utara
h. Penyuluh atau pendidik
Perawat memberikan pengajaran kepada klien tentang kesehatan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumbersumber yang lain.
i. Role model
Perawat harus dapat menjadi panutan dan dapat memberikan contoh bagi kliennya.
Baik dalam berperilaku, sikap maupun penampilan secara fisik.
j. Peneliti
Perawat merupakan bagian dari dunia kesehatan yang memiliki hak untuk
melakukan penelitian yang berhubungan dengan bidangnya.
k. Kolaborator
Perawat dalam proses keperawatan dapat melakukan kolaborasi dengan tenaga
kesehatan professional lainnya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan klien.
Menurut Carolus yang dikutip dalam Zaidin (2001) perawat memiliki
beberapa fungsi yaitu:
a. Fungsi Pokok
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat dalam
melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan atau menghadapi
kematian yang pada hakekatnya dapat mereka laksanakan tanpa bantuan apabila
mereka memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Bantuan yang diberikan
bertujuan menolong dirinya sendiri secepat mungkin.
Universitas Sumatera Utara
b. Fungsi Tambahan
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan rencana
pengobatan yang ditentukan oleh dokter.
c. Fungsi Kolaboratif
Sebagai anggota tim kesehatan, perawat bekerja dalam merencanakan dan
melaksanakan
program
kesehatan
yang
mencakup
pencegahan
penyakit,
peningkatan kesehatan, penyembuhan dan rehabilitasi.
Lindberg, Hunter dan Kruszweski dan Leddy & Pepper dalam Hamid (1995),
menyatakan bahwa salah faktor yang berpengaruh terhadap penerapan komunikasi
terapeutik oleh perawat adalah memiliki pengetahuan yang melandasi keterampilan
dan pelayanan serta pendidikan yang memenuhi standar. Pelayanan keperawatan
yang professional haruslah dilandasi oleh ilmu pengetahuan disamping umur, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan.
2.8. Pengetahuan
Notoatmodjo (2003), menyatakan pengetahuan mencakup di dalam domain
kognitif yang mempunyai enam tingkatan yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh beban yang
dipelajari. Dimana perawat dalam melakukan tindakan pelayanan keperawatan
Universitas Sumatera Utara
mengetahui tentang bagaimana menerapkan komunikasi terapeutik yang baik
sehingga dapat menciptakan suasana yang terapeutik bagi klien.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Dimana perawat mampu menjelaskan alasan mengapa perlu adanya
komunikasi terapeutik yang dapat menunjang tindakan keperawatan.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Perawat dapat menerapkan
komunikasi terapeutik dengan benar secara professional.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama yang lain. Sehingga
perawat dapat memenuhi kebutuhan klien melalui komunikasi terapeutik yang benar.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Sehingga perawat dapat menerapkan
komunikasi terapeutik secara terus menerus dan secara berkesinambungan.
Universitas Sumatera Utara
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Sehingga hasil penilaian tersebut
dapat memberikan arti penting bagi perawat dan bisa menjelaskan kegunaan dari
komunikasi
terapeutik
sehingga
dapat
menunjang
terlaksananya
tindakan
keperawatan yang benar secara professional (Notoatmodjo, 2003).
Tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang belum tentu bertindak atas
dasar pengetahuan yang dimiliki, dan begitu pula seseorang belum tentu bertindak
sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Hal ini disebabkan oleh sistem kepribadian
individu yang terbentuk akibat pendidikan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2003).
2.9. Landasan Teori
Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku
klien guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal disebut komunikasi terapeutik.
Dalam memberi bantuan pemecahan masalah, perawat dituntut memiliki pengetahuan
dan kemampuan (Pengetahuan dan skill) yang baik sehingga komunikasi berjalan
efektif dan efisien. Nasir et al (2009) dalam melaksanakan komunikasi terapeutik,
perawat harus memiliki pengetahuan serta kemampuan berkomunikasi yang baik.
Dwidiyanti (2008), kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik terkait
dengan dinamika komunikasi, penghayatan terhadap kelebihan dan kekurangan diri
dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain. Perpaduan pendapat Nasir et al (2009)
dan Dwidiyanti (2008), Stuart dan Laraia (2001) digunakan sebagai landasan teori
Universitas Sumatera Utara
dalam penelitian ini untuk mengkaji faktor yang memengaruhi pengetahuan,
dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan
komunikasi terapeutik dalam pemberian tindakan keperawatan pada pasien rawat inap
di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung.
Secara skematis, peran perawat dalam proses komunikasi terapeutik serta
faktor-faktor yang terkait dengan penerapan komunikasi terapeutik dalam pelayanan
keperawatan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
Faktor yang memengaruhi
Komunikasi Terapeutik:
1. Perkembangan
2. Nilai
3. Emosi
4. Masa bekerja
5. Latar belakang Sosial budaya
6. Pengetahuan
7. Persepsi
8. Peran
9. Lingkungan
10. Jarak
Peran Perawat
1. Pemberi asuhan keperawatan
2. Advokat
3. Rehabilitator
4. Komunikator
5. Edukator
6. Role model
7. Kolaborator
Faktor yang memengaruhi
Kemampuan perawat dalam
menerapkan komunikasi
terapeutik:
Komunikasi
terapeutik
1. Fase orientasi
2. Fase kerja
3. Fase terminasi
Proses
Keperawatan
1. Dinamika komunikasi
2. Penghayatan
terhadap
kelebihan dan kekurangan diri
3. Kepekaan terhadap kebutuhan
orang lain
Faktor penghambat:
1. Changing the subject
2. Offering false reassurance
3. Giving advice
4. Defensive comment
5. Prying or probing questions
6. Using clichés
Gambar 2.1 Skema Landasan Teori Modifikasi:
Perry & Potter (2005), Dwidiyanti (2008), Stuart dan Laraia (2001)
Universitas Sumatera Utara
2.10. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini
difokuskan untuk mengkaji variabel pengetahuan tentang terapeutik (Perry & Potter,
2005), meliputi: dasar, tujuan, manfaat dan proses komunikasi teraputik dan variabel
kemampuan
komunikasi
terapeutik
(Dwidiyanti,
2008)
meliputi:
dinamika
komunikasi, penghayatan dan kepekaan. Variabel pengetahuan dan kemampuan
melalui dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan diasumsikan memengaruhi
penerapan komunikasi terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1995), meliputi: fase orientasi,
fase kerja dan fase terminasi. Seperti pada kerangka konsep berikut ini.
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Pengetahuan
tentang Terapeutik
Dinamika Komunikasi
Penghayatan
Penerapan Komunikasi
Terapeutik
- Fase orientasi
- Fase kerja
- Fase terminasi
Kepekaan
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download