BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Komunikasi Terapeutik Sebelum membahas tentang komunikasi terapeutik, terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa pengertian komunikasi, yaitu: komunikasi merupakan timbal balik dan suatu pengalaman dimana pengirim dan penerima pesan berpartisipasi secara simultan Wolff et al., (1979), sedangkan Robbins dan Jones dalam Priyanto (2009) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan cara membangun hubungan antar sesama melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain, serta berusaha merubah sikap dan tingkah laku itu. Komunikasi antara perawat dengan pasien merupakan bentuk komunikasi antar pribadi (interpersonal communication). Menurut Verdeber dalam Nasir et al., (2009), komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi dan pembagian makna yang terkandung dalam gagasan-gagasan dan perasaan. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto, 1994). Sedangkan Stuart dan Sundeen (1995) mendefinisikan komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk memengaruhi orang lain. Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai Universitas Sumatera Utara proses interaksi antara klien dan perawat yang membantu klien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi diri (Kozier dan Glenora, 2000). Komunikasi terapeutik berbeda dengan komunikasi sosial yaitu pada komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk komunikasi. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien. 2.1.1. Fungsi Komunikasi Terapeutik Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat-klien melalui hubungan perawat-klien. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Vancarolis dalam Purwanto, 1994). Dwidiyanti (2008) mengungkapkan bahwa seorang perawat profesional selalu mengupayakan untuk berperilaku terapeutik, yang berarti bahwa tiap interaksi yang dilakukan menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang. Stuart dan Sundeen (1995) dan Limberg, Hunter dan Kruszweski (1983) menyatakan bahwa tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien, meliputi: Universitas Sumatera Utara a. Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri. b. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi. c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dan mencintai. d. Meningkatkan kesejahteraan klien dengan peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik. 2.1.2. Ciri-Ciri Komunikasi Terapeutik Terdapat tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik antara lain (Arwani, 2002): a. Keikhlasan (Genuiness) Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap klien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikan secara tepat. b. Empati (Empathy) Empati merupakan perasaan ”pemahaman” dan ”penerimaan” perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman diantara orang yang terlibat komunikasi. Universitas Sumatera Utara c. Kehangatan (Warmth) Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien. Sehingga klien akan mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam. 2.1.3. Prinsip Komunikasi Terapeutik Keliat (1996) menyatakan tujuan komunikasi terapeutik akan tercapai apabila perawat memiliki prinsip-prinsip/karakteristik ”helping relationship” dalam menerapkan komunikasi terapeutik meliputi: a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai. c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien. d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,keberhasilan maupun frustasi. Universitas Sumatera Utara g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya. h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik. i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual dan gaya hidup. k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu. l. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut. m. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. n. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain. Dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, diharapkan perawat akan mampu menggunakan dirinya sendiri secara terapeutik (therapeutic use of self). 2.1.4. Teknik Komunikasi Terapeutik Teknik komunikasi terapeutik terdiri dari (Stuart dan Sundeen, 1995): a. Mendengarkan (Listening) Universitas Sumatera Utara Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan mengetahui perasaan klien. Teknik mendengarkan dengan cara memberi kesempatan klien untuk bicara banyak dan perawat sebagai pendengar aktif. Ellis (1998) menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah orang yang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan ”anda bernilai untuk saya” dan ”saya tertarik padamu”. b. Pertanyaan terbuka (Broad Opening) Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien (Stuart dan Sundeen, 1995). c. Mengulang (Restating) Merupakan teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraan. Teknik ini bernilai terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan respon terhadap apa yang baru saja dikatakan oleh klien. d. Penerimaan (Acceptance) Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa Universitas Sumatera Utara menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi nonverbal. Bagi perawat perlu menghindari memutar mata ke atas, menggelengkan kepala, mengerutkan atau memandang dengan muka masam pada saat berinteraksi dengan klien. e. Klarifikasi Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan klien. f. Refleksi Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasikan apa yang didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya. Teknik ini akan membantu perawat untuk memelihara pendekatan yang tidak menilai (Boyd dan Nihart, 1998), dalam Nurjanah (2001). g. Asertif Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain (Lindberg dalam Nurjanah, 2001). Tahap-tahap menjadi lebih asertif antara lain menggunakan kata ”tidak” sesuai dengan kebutuhan, mengkomunikasikan maksud dengan jelas, mengembangkan kemampuan mendengar, pengungkapan komunikasi disertai dengan bahasa tubuh yang tepat, meningkatkan kepercayaan diri dan gambaran diri dan menerima kritik dengan ramah. Universitas Sumatera Utara h. Memfokuskan Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang telah dipilih dengan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas. i. Membagi persepsi Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat klien tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan. j. Identifikasi ”tema” Merupakan teknik denga mencari latar belakang masalah klien yang muncul dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang penting. k. Diam Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. Diam tidak dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain untuk berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas (Myers, 1999). l. Informing Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi klien Universitas Sumatera Utara untuk mengambil keputusan (Stuart dan Sundeen, 1995). Kurangnya pemberian informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan informasi. m. Humor Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien. Sedangkan Nurjanah (2001) menyatakan humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi stres ketegangan dan rasa sakit akibat stres, serta meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan. n. Saran Teknik yang bertujuan memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Teknik ini tidak tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Universitas Sumatera Utara 2.2. Penerapan Komunikasi Terapeutik Dalam penerapan komunikasi terapeutik ada empat tahap, dimana pada setiap tahap mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, 1995). a. Fase Prainteraksi Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Perawat mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien. b. Fase Orientasi Fase ini dimulai ketika perawat berrtemu dengan klien untuk pertama kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan memengaruhi terbinanya hubungan perawat dengan pasien. Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan perumusan kontak dengan klien. Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan sebagai berikut: memberi salam dan senyum pada klien, melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif), memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama kesukaan klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya. Universitas Sumatera Utara c. Fase Kerja Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif klien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang meningkatkan integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada klien. d. Fase Terminasi Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri wawancara dengan cara yang baik (Stuart & Sundeen, 1995). Menurut Egan dalam Keliat (1992) cara perawat menghadirkan diri secara fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik: Seorang perawat perlu memperhatikan sikap tertentu untuk melakukan komunikasi terapeutik antara lain: a. Berhadapan Berhadapan langsung dengan orang yang diajak komunikasi mempunyai arti bahwa komunikator siap untuk komunikasi. Universitas Sumatera Utara b. Mempertahankan kontak Kontak mata merupakan kegiatan menghargai klien dan mengatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. c. Membungkuk ke arah klien Sikap ini merupakan posisi yang menunjukkan keinginan untuk mendengar sesuatu. d. Mempertahankan sikap terbuka Sikap ini ditunjukkan dengan posisi kaki tidak melipat tangan, menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi. e. Tetap rileks Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara ketegangan dengan relaksasi dalam memberi respon pada klien. Tamsuri (2005) sikap rileks menciptakan iklim yang kondusif bagi klien untuk tetap melakukan komunikasi dan pengembangan komunikasi. 2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik dapat dipengaruhi beberapa hal antara lain (Potter dan Perry dalam Nurjannah, 2001) : a. Perkembangan Perkembangan manusia memengaruhi bentuk komunikasi dalam dua aspek, yaitu tingkat perkembangan tubuh memengaruhi kemampuan untuk menggunakan teknik komunikasi tertentu dan untuk mempersepsikan pesan yang disampaikan. Universitas Sumatera Utara Agar dapat berkomunikasi efektif seorang perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir orang tersebut. b. Persepsi Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. c. Gender Laki-laki dan perempuan menunjukan gaya komunikasi yang berbeda dan memiliki interpretasi yang berbeda terhadap suatu percakapan. Tannen (1990) menyatakan bahwa kaum perempuan menggunakan teknik komunikasi untuk mencari konfirmasi, meminimalkan perbedaan, dan meningkatkan keintiman, sementara kaum laki-laki lebih menunjukkan indepedensi dan status dalam kelompoknya. d. Nilai Nilai adalah standar yang memengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya. e. Latar belakang sosial budaya Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan komunikasi. Universitas Sumatera Utara f. Emosi Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan memengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien agar dan keluarganya sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat perlu mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya. g. Pengetahuan Tingkat pengetahuan akan memengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang dengan tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Hal tersebut berlaku juga dalam penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit. Hubungan terapeutik akan terjalin dengan baik jika didukung oleh pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik baik tujuan, manfaat dan proses yang akan dilakukan. Perawat juga perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien secara profesional. h. Peran dan Hubungan Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi. Berbeda dengan komunikasi yang terjadi dalam pergaulan bebas, Universitas Sumatera Utara komunikasi antar perawat klien terjadi secara formal karena tuntutan profesionalisme. i. Lingkungan Lingkungan interaksi akan memengaruhi komunikasi efektif. Suasana yang bising, tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan. Untuk itu perawat perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum memulai interaksi dengan pasien. Menurut Mariner et al (2006) lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan memengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. j. Jarak Jarak dapat memengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan kontrol. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan jarak yang tetap pada saat melakukan hubungan dengan klien. k. Masa bekerja Masa bekerja merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja di tempat kerja. Makin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan semakin baik komunikasinya (Kariyoso, 1994). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan perawat dan klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar dan perbaikan emosi klien. Bagi klien, dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik dan memakai teknik komunikasi agar perilaku klien dapat berubah kearah yang positif seoptimal mungkin. Perawat harus menganalisa dirinya tentang kesadaran dirinya, klarifikasi nilai, perasaan, Universitas Sumatera Utara kemampuan sebagai role model agar dapat berperan secara efektif. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan baik secara verbal maupun nonverbal bertujuan secara terapeutik untuk klien. Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman, karena komunikasi terjadi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut memengaruhi kepuasan klien. Keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak tercapainya kepuasan klien dalam menerima asuhan keperawatan yang berkaitan dengan komunikasi yang juga merupakan kepuasan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional. 2.4. Kemampuan 2.4.1. Pengertian Kemampuan Schumacher dalam (Sinamo, 2002) kemampuan didefinisikan dalam arti apa yang diharapkan di tempat kerja, dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan. Ada tiga komponen penting yang tidak tampak dalam kemampuan diri manusia yaitu; keterampilannya, kemampuannya dan etos kerjanya. Tanpa ketiganya, semua sumber daya tetap terpendam, tidak dapat dimanfaatkan, dan tetap merupakan potensi belaka. Jika di simak ketiga komponen yang tidak kelihatan tersebut memang berada dalam diri manusia, tersimpan dalam bentuk kemampuan insani operasional (operational human abilities). Hal ini relevan Universitas Sumatera Utara dengan Lowler dan Porter dalam (As’ad, 2000) bahwa kemampuan (ability) sebagai karakterisik individual seperti intelegensia, manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil. Jadi kemampuan (ability) merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu, atau dengan kata lain kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukan what he does do. Sinamo (2002) menyatakan bahwa sebagai makhluk psikologikal (psycological being) manusia ditandai dengan kemampuan dalam 6 (enam) hal; (1) Kemampuan berpikir persepsional-rasional. (2) Kemampuan berpikir kreatifimajinatif, (3) Kemampuan berpikir kritikal-argumentatif. (4) Kemampuan memilih sejumlah pilihan yang tersedia. (5) Kemampuan berkehendak secara bebas. (6) Kemampuan untuk merasakan. Sedangkan kemampuan sejati adalah kekuatan yang dapat mendorong terwujudnya sinergi kemampuan konstruktif seluruh potensi yang ada dalam diri perbuatan manusia. “Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan (abilty) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya (Robbins, 2000). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu: a. Kemampuan intelektual (Intelectual ability) Merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental. Universitas Sumatera Utara b. Kemampuan fisik (Physical ability) Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik. Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2000) “secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill), artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam menyelesaikan tugasnya secara cepat dan tepat, efektif dan efisien sesuai dengan metode atau standar kerja yang diwujudkan dalam pelaksanaan tugasnya. 2.4.2. Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik Kemampuan Perawat Melaksanakan Upaya perawat untuk meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang dinamika komunikasi, penghayatan terhadap kelebihan dan kekurangan diri dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain sangat diperlukan dalam therapeutic use of self. Menggunakan diri secara terapeutik memerlukan integrasi dari ketiga kemampuan tersebut (Dwidiyanti, 2008). a. Dinamika Komunikasi Effendy (2002) dinamika komunikasi harus dilihat dari dua sudut pandang, yaitu pengertian secara umum dan pengertian secara paradigmatik. Pengertian Universitas Sumatera Utara komunikasi secara umum itupun harus juga dilihat dari dua segi, yaitu pengertian komunikasi secara etimologis dan pengertian komunikasi secara terminologis. Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio yang bersumber dari kata communis yang berarti sama. Kata sama yang dimaksudkan adalah sama makna. Jadi dalam pengertian ini, dinamika komunikasi berlangsung manakala orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki kesamaan makna mengenai suatu hal yang tengah dikomunikasikannya itu. Dengan kata lain, jika orang-orang yang terlibat di dalamnya saling memahami apa yang dikomunikasikannya itu, maka hubungan antara mereka bersifat komunikatif. Selanjutnya Liliweri (2001) komunikasi antar pribadi merupakan proses yang bersifat dinamis. karena setiap peristiwa komunikasi diwarnai oleh tindakan aktif dari para pelaku komunikasi selama proses tersebut berlangsung. Aktivitas itu ditandai oleh berbagai perilaku berkesinambungan, ada aksi dan reaksi, ada respons timbal balik. Komunikasi selalu menggambarkan keberadaan setiap manusia yang memiliki “kehidupan bersama” dalam satu arena sosial yang merupakan dinamika komunikasi antar pribadi. b. Penghayatan terhadap Kelebihan dan Kekurangan Diri Barrie Hopson dan Scally (1981) dalam (Dikdasmen, 2002) mengemukakan bahwa penghayatan hidup merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam Universitas Sumatera Utara menghadapi situasi tertentu. Penghayatan personal mencakup kecakapan dalam memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir (thinking skill). c. Kepekaan terhadap Kebutuhan Orang Lain Komunikasi terapeutik akan efektif hanya melalui penggunaan dan latihan yang sering. Melatih diri menggunakan komunikasi interpersonal yang terapeutik akan meningkatkan kepekaan tenaga medis terhadap perasaan pasien. Saat pasien mengungkapkan keluhannya, pada saat itulah pengobatan dalam proses terapeutik sudah dimulai. Keterampilan komunikasi terapeutik bukan bawaan, melainkan dipelajari. Salah satu teknik perubahan yang sering digunakan adalah Sensitivity Training atau latihan kepekaan. Latihan kepekaan adalah suatu interaksi dalam kelompok kecil yang terjadi alam suasana yang tertekan sehingga, menuntut setiap orang untuk peka terhadap perasaan orang lain sebagai usaha untuk menciptakan kegiatan kelompok yang memadai. Dalam suasana demikian mereka didorong untuk melakukan penilaian mengenai konsepsi diri sendiri (self concept) dan usaha untuk mau mendengar pendapat dan merasakan perasaan orang lain. Campbel dan Dunette (1999) mengemukakan 6 (enam) butir hasil yang diharapkan dari latihan kepekaan, yaitu : 1. Meningkatkan pengertian, pemahaman dan kepekaan terhadap perilaku sendiri. 2. Meningkatkan pengertian dan kepekaan terhadap perilaku orang lain. 3. Lebih mengerti dan memahami proses yang terjadi dalam antar kelompok. 4. Meningkatkan keterampilan dalam mengadakan diagnosis situasi yang terdapat dalam kelompok. Universitas Sumatera Utara 5. Meningkatkan kemampuan untuk menerjemahkan apa yang dipelajari kedalam bentuk tindakan nyata. 6. Meningkatkan kemampuan mengadakan hubungan antar manusia, sehingga dapat berinteraksi lebih menyenangkan dan memuaskan. Teknik lain selain latihan kepekaan adalah teknik umpan balik survei, yaitu teknik menilai sikap, mengidentifikasi perbedaan dan menyelesaikan perbedaan dengan memanfaatkan informasi survei dalam kelompok. Selanjutnya Stuart dan Laraia (2001) menyatakan beberapa faktor yang memengaruhi kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik : a. Kualitas Personal, yaitu: kesadaran diri, klasifikasi nilai, eksplorasi perasaan, kemampuan untuk menjadi role model, motivasi altruistik dan kemandirian. b. Komunikasi Fasilitatif, yaitu: perilaku verbal, perilaku nonverbal, analisis masalah dan teknik terapeutik. c. Dimensi Responsif, terdiri dari: 1) Kesejatian, bahwa perawat adalah seorang yang terbuka, yang serasi, autentik dan transparan. 2) Hormat, bahwa klien diperlakukan sebagai orang yang berharga dan diterima tanpa syarat. 3) Empati, yaitu memandang dunia klien dari sisi internal klien. 4) Konkrit, yaitu melibatkan penggunaan istilah khusus dari pada istilah yang abstrak dalam membatasi perasaan, pengalaman dan perilaku klien (Hidayat, 2004). d. Konfrontasi adalah pengekspresian oleh perawat tentang perbedaan perilaku klien untuk memperluas kesadaran diri klien. Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukan konfrontasi Universitas Sumatera Utara perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah. Stuart dan Sundeen (1998) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu: 1) Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien). 2) Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien. 3) Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan perawat. e. Kebuntuan terapeutik, terdiri dari : resistensi, transferens, kontransferens dan pelanggaran batasan. 1) Resistence adalah upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau kegelisahan yang dialaminya. Hal ini terjadi akibat dari ketidakseimbangan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. 2) Transference adalah penugasan yang tidak disadari terhadap orang lain yang berasal dari perasaan dan perilaku yang pada dasarnya berhubungan dengan figur yang penting di masa lalu. 3) Counter Transference merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat yaitu reaksi perawat terhadap klien yang berdasarkan pada kebutuhan, konflik masalah dan pandangan mengenal dunia yang tidak disadari oleh perawat. Universitas Sumatera Utara 4) Boundary Violations, pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi ataupersonal dengan klien. f. Hasil terapeutik, hasil untuk klien, masyarakat dan perawat. 2.5. Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik Purwanto (1994) menyatakan ada beberapa hal yang dapat menghambat komunikasi terapeutik antara lain: kemampuan pemahaman yang berbeda, pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu, komunikasi yang berbeda dan mengalihkan topik pembicaraan. Dewi (2001) menyatakan ada beberapa faktor yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang efektif diantaranya adalah: a. Mengubah subjek atau topik (Changing The Subject) Mengubah objek pembicaraan menunjukkan empati yang kurang terhadap klien. Hal ini menyebabkan klien merasa tidak nyaman dan cemas, sehingga idenya menjadi kacau dan informasi yang ingin didapatkan dari klien tidak tercukupi. b. Mengungkapkan keyakinan palsu (Offering False Reassurance) Memberikan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan akan sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan rasa tidak percaya klienterhadap perawat. c. Memberi nasihat (Giving Advice) Memberi nasihat menunjukkan bahwa perawat tahu yang terbaik dan bahwa klien tidak dapat berpikir untuk diri sendiri. Klien juga merasa bahwa dia harus Universitas Sumatera Utara melakukan apa yang dipertahankan perawat. Hal ini akan mengakibatkan penolakan klien karena klien merasa lebih berhak untuk menentukan masalah mereka sendiri. d. Komentar yang bertahan (Defensive Comments) Perawat yang menjadi defensif dapat mengakibatkan klien tidak mempunyai hak untuk berpendapat, sehingga klien menjadi tidak peduli. Sikap defensif ini muncul karena perawat merasa terancam yang disebabkan hubungan dengan klien. Agar tidak defensif perawat perlu mendengarkan klien walaupun mendengarkan belum tentu setuju. e. Pertanyaan penyelidikan (Prying or Probing Questions) Pertanyaan penyelidikan akan membuat klien bersifat defensif. Karena klien merasa digunakan dan dinilai hanya untuk informasi yang mereka dapat berikan. Banyak klien yang marah karena pertanyaan yang bersifat pribadi. f. Menggunakan kata klise (Using Cliches) Kata-kata klise menunjukkan kurangnya penilaian pada hubungan perawat dan klien. Klien akan merasa bahwa perawat tidak dengan situasinya. g. Mendengarkan dengan tidak memperhatikan (In Attentive Listening) Perawat menunjukkan sikap tidak tertarik ketika klien sedang mencoba mengeksplorasikan perasaannya, maka klien akan merasa dirinya tidak penting dan perawat sudah bosan dengannya. Kriteria keberhasilan komunikasi terapeutik evaluasi komunikasi yang telah dilakukan sudah terapeutik atau belum dapat ditandai dengan meningkatnya komunikasi dan hubungan perawat klien. Evaluasi didasarkan pada tujuan yang Universitas Sumatera Utara ditentukan sebelumnya, keefektifan tindakan dan perubahan klien akibat tindakan yang dilakukan. Keberhasilan komunikasi juga dapat ditandai dengan kepuasan yang ditunjukkan klien terhadap pesan yang diterima. Kenyamanan klien secara fisik, klien bersedia mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat berkomunikasi, klien merasa cocok untuk berkonsultasi dengan tim perawat dapat dijadikan sebagai evaluasi keberhasilan komunikasi terapeutik. Keberhasilan suatu tindakan dilihat dengan membandingkan hasil yang diharapkan. Hal ini juga digunakan untuk mengevaluasi efektivitas dari komunikasi termasuk gaya dan tehnik komunikasi (Potter dan Perry, 1992). 2.6. Komunikasi dalam Proses Keperawatan Proses keperawatan merupakan suatu metode untuk mengorganisasikan dan memberikan tindakan keperawatan dari perawat kepada klien. Komponen proses keperawatan (pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai melalui pendekatan proses keperawatan. Satu hal penting yang tidak bisa dipisahkan dari proses pencapaian tujuan tersebut adalah komunikasi. Komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang selalu dan dapat dilakukan pada setiap tahap atau komponen proses keperawatan. Perawat tidak dapat melakukan proses keperawatan dengan baik tanpa mengetahui kebutuhan klien. Disinilah komunikasi dibutuhkan sebagai sarana untuk menggali kebutuhan klien (Manurung, 2004). Universitas Sumatera Utara Komunikasi melalui sentuhan kepada klien merupakan metode dalam mendekatkan hubungan antara klien dan perawat. Sentuhan yang diberikan oleh perawat juga dapat sebagai therapi bagi klien khususnya klien dengan depresi, kecemasan dan kebingungan dalam mengambil keputusan (Manurung, 2004). 2.7. Perawat Pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses penuaan. Perawat professional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2002). Perry & Potter (2005) mengklasifikasikan peran perawat sebagai berikut : a. Pemberi Asuhan Keperawatan Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya pengembalian kesehatan emosi, spiritual dan sosial. b. Pembuat keputusan klinis Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat dituntut untuk dapat membuat keputusan sehingga tercapai perawatan yang efektif. Perawat juga berkolaborasi dengan klien atau keluarga dan ahli kesehatan lain. Universitas Sumatera Utara c. Pelindung dan advokat klien Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. Perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan scara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. d. Manajer kasus Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan keperawatan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya. e. Rehabilitator Perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dari keadaan sakit sampai penyembuhan baik fisik maupun emosi. f. Pemberi kenyamanan Perawat merawat klien sebagai manusia secara utuh baik fisik maupun mental. Perawat memberi kenyamanan dengan membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya. g. Komunikator Peran komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain. Dalam melakukan perannya, seorang perawat harus melakukan komunikasi dengan baik. Kualitas komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas. Universitas Sumatera Utara h. Penyuluh atau pendidik Perawat memberikan pengajaran kepada klien tentang kesehatan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumbersumber yang lain. i. Role model Perawat harus dapat menjadi panutan dan dapat memberikan contoh bagi kliennya. Baik dalam berperilaku, sikap maupun penampilan secara fisik. j. Peneliti Perawat merupakan bagian dari dunia kesehatan yang memiliki hak untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan bidangnya. k. Kolaborator Perawat dalam proses keperawatan dapat melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan professional lainnya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan klien. Menurut Carolus yang dikutip dalam Zaidin (2001) perawat memiliki beberapa fungsi yaitu: a. Fungsi Pokok Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan atau menghadapi kematian yang pada hakekatnya dapat mereka laksanakan tanpa bantuan apabila mereka memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Bantuan yang diberikan bertujuan menolong dirinya sendiri secepat mungkin. Universitas Sumatera Utara b. Fungsi Tambahan Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter. c. Fungsi Kolaboratif Sebagai anggota tim kesehatan, perawat bekerja dalam merencanakan dan melaksanakan program kesehatan yang mencakup pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan dan rehabilitasi. Lindberg, Hunter dan Kruszweski dan Leddy & Pepper dalam Hamid (1995), menyatakan bahwa salah faktor yang berpengaruh terhadap penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat adalah memiliki pengetahuan yang melandasi keterampilan dan pelayanan serta pendidikan yang memenuhi standar. Pelayanan keperawatan yang professional haruslah dilandasi oleh ilmu pengetahuan disamping umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. 2.8. Pengetahuan Notoatmodjo (2003), menyatakan pengetahuan mencakup di dalam domain kognitif yang mempunyai enam tingkatan yaitu : a. Tahu (Know) Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh beban yang dipelajari. Dimana perawat dalam melakukan tindakan pelayanan keperawatan Universitas Sumatera Utara mengetahui tentang bagaimana menerapkan komunikasi terapeutik yang baik sehingga dapat menciptakan suasana yang terapeutik bagi klien. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Dimana perawat mampu menjelaskan alasan mengapa perlu adanya komunikasi terapeutik yang dapat menunjang tindakan keperawatan. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Perawat dapat menerapkan komunikasi terapeutik dengan benar secara professional. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama yang lain. Sehingga perawat dapat memenuhi kebutuhan klien melalui komunikasi terapeutik yang benar. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Sehingga perawat dapat menerapkan komunikasi terapeutik secara terus menerus dan secara berkesinambungan. Universitas Sumatera Utara f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Sehingga hasil penilaian tersebut dapat memberikan arti penting bagi perawat dan bisa menjelaskan kegunaan dari komunikasi terapeutik sehingga dapat menunjang terlaksananya tindakan keperawatan yang benar secara professional (Notoatmodjo, 2003). Tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang belum tentu bertindak atas dasar pengetahuan yang dimiliki, dan begitu pula seseorang belum tentu bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Hal ini disebabkan oleh sistem kepribadian individu yang terbentuk akibat pendidikan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2003). 2.9. Landasan Teori Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal disebut komunikasi terapeutik. Dalam memberi bantuan pemecahan masalah, perawat dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan (Pengetahuan dan skill) yang baik sehingga komunikasi berjalan efektif dan efisien. Nasir et al (2009) dalam melaksanakan komunikasi terapeutik, perawat harus memiliki pengetahuan serta kemampuan berkomunikasi yang baik. Dwidiyanti (2008), kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik terkait dengan dinamika komunikasi, penghayatan terhadap kelebihan dan kekurangan diri dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain. Perpaduan pendapat Nasir et al (2009) dan Dwidiyanti (2008), Stuart dan Laraia (2001) digunakan sebagai landasan teori Universitas Sumatera Utara dalam penelitian ini untuk mengkaji faktor yang memengaruhi pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan komunikasi terapeutik dalam pemberian tindakan keperawatan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung. Secara skematis, peran perawat dalam proses komunikasi terapeutik serta faktor-faktor yang terkait dengan penerapan komunikasi terapeutik dalam pelayanan keperawatan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut: Faktor yang memengaruhi Komunikasi Terapeutik: 1. Perkembangan 2. Nilai 3. Emosi 4. Masa bekerja 5. Latar belakang Sosial budaya 6. Pengetahuan 7. Persepsi 8. Peran 9. Lingkungan 10. Jarak Peran Perawat 1. Pemberi asuhan keperawatan 2. Advokat 3. Rehabilitator 4. Komunikator 5. Edukator 6. Role model 7. Kolaborator Faktor yang memengaruhi Kemampuan perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik: Komunikasi terapeutik 1. Fase orientasi 2. Fase kerja 3. Fase terminasi Proses Keperawatan 1. Dinamika komunikasi 2. Penghayatan terhadap kelebihan dan kekurangan diri 3. Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain Faktor penghambat: 1. Changing the subject 2. Offering false reassurance 3. Giving advice 4. Defensive comment 5. Prying or probing questions 6. Using clichés Gambar 2.1 Skema Landasan Teori Modifikasi: Perry & Potter (2005), Dwidiyanti (2008), Stuart dan Laraia (2001) Universitas Sumatera Utara 2.10. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini difokuskan untuk mengkaji variabel pengetahuan tentang terapeutik (Perry & Potter, 2005), meliputi: dasar, tujuan, manfaat dan proses komunikasi teraputik dan variabel kemampuan komunikasi terapeutik (Dwidiyanti, 2008) meliputi: dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan. Variabel pengetahuan dan kemampuan melalui dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan diasumsikan memengaruhi penerapan komunikasi terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1995), meliputi: fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Seperti pada kerangka konsep berikut ini. Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan tentang Terapeutik Dinamika Komunikasi Penghayatan Penerapan Komunikasi Terapeutik - Fase orientasi - Fase kerja - Fase terminasi Kepekaan Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Universitas Sumatera Utara