persentase karkas, lemak abdominal, dan organ dalam ayam broiler

advertisement
PERSENTASE KARKAS, LEMAK ABDOMINAL, DAN
ORGAN DALAM AYAM BROILER YANG DIBERI
RANSUM DENGAN PENAMBAHAN CASSABIO
SKRIPSI
GAGAH HENDRA WIJAYA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
Gagah Hendra Wijaya. D14062501. 2010. Persentase Karkas, Lemak Abdominal,
dan Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Ransum dengan Penambahan
Cassabio. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Dosen Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, MS.
Dosen Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc.
Pakan ayam broiler yang saat ini dijual di pasaran masih mengandalkan
impor dari luar negeri sehingga harganya relatif mahal karena mengikuti harga pasar
dunia yang selalu berfluktuatif dan ketersediaannya terbatas. Pakan alternatif yang
berkualitas, murah, dan jumlahnya tersedia banyak di Indonesia diperlukan untuk
mengatasi hal tersebut. Campuran antara onggok, urea, amonium sulfat, dan zeolit
yang difermentasi dengan jamur Aspergillus niger atau yang disebut dengan cassabio
merupakan salah pakan alternatif yang digunakan dalam ransum ayam broiler
sehingga dapat menghasilkan karkas yang berkualitas.
Penelitian ini menggunakan 40 ekor ayam broiler strain Ross yang berumur
35 hari. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
lima taraf perlakuan dan empat ulangan (setiap ulangan menggunakan sampel
sebanyak dua ekor ayam broiler). Perlakuan terdiri atas pemberian ransum C0 :
cassabio 0%, C10 : cassabio 10%, C20 : cassabio 20%, C30 : cassabio 30%, dan
C40 : cassabio 40%. Hasil data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis
ragam (Analysis of Varience/ANOVA) dan bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji
Tukey (Gaspersz, 1991).
Peubah-peubah yang diamati terdiri atas bobot hidup akhir, persentase karkas,
lemak abdominal, hati, jantung, ginjal, pankreas, limpa, rempela, panjang relatif
duodenum, jejunum, ileum, seka, dan usus besar. Hasil penelitian menunjukan bahwa
penambahan cassabio hingga taraf 40% berpengaruh nyata terhadap persentase
lemak abdominal dan panjang relatif usus besar (P<0,05) namun tidak berpengaruh
terhadap bobot hidup akhir, persentase karkas, hati, jantung, ginjal, pankreas, limpa,
rempela, panjang relatif duodenum, jejunum, ileum, dan seka. Berdasarkan
kandungan lemak abdominal yang lebih sedikit sehingga lebih disukai oleh
konsumen, sebaiknya kadar cassabio yang dicampurkan dalam ransum ayam broiler
hingga taraf 20%.
Kata-kata kunci : ayam broiler, cassabio, karkas, lemak abdominal, organ dalam
ABSTRACT
Carcass, Abdominal Fat, and Internal Organs Percentages
of Broiler Chicken Which Fed by Cassabio
Wijaya, G.H., H.S. Iman Rahayu, and A. D. Lubis
This research was carried out to study the effect of feeding cassabio
(fermented cassava pulp-zeolit-urea-amonium sulphate by Aspergillus niger) on
carcass, abdominal fat, and internal organs of broiler. Fourty broilers of 35 days old
were used in completely randomized design with five treatments and four
replications. The treatment diets were: C0 : cassabio 0%, C10 : cassabio 10%, C20 :
cassabio 20%, C30 : cassabio 30%, and C40 : cassabio 40%. Variables observed
were final body weigth, percentage of carcass, abdominal fat, liver, heart, kidney,
pancreas, spleen, gizzard, relative length of duodenum, jejunum, ileum, seca, and
large intestine. The data were analyzed by using Analysis of Varience (ANOVA) and
significant results were followed by Honestly Significant Difference Test (Gaspersz,
1991). The result showed that there were no significantly different on final body
weigth, percentage of carcass, liver, heart, kidney, pancreas, spleen, gizzard, relative
length of duodenum, jejunum, ileum, and caeca. However, there were significantly
different (P<0,05) in percentage of abdominal fat and relative length of large
intestine. Due to abdominal fat content, it is recommended that 20% of cassabio in
ration can be as an alternative local feed.
Keywords: broiler, cassabio, carcass, abdominal fat, internal organs
PERSENTASE KARKAS, LEMAK ABDOMINAL, DAN
ORGAN DALAM AYAM BROILER YANG DIBERI
RANSUM DENGAN PENAMBAHAN CASSABIO
GAGAH HENDRA WIJAYA
D14062501
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul
: Persentase Karkas, Lemak Abdominal, dan Organ Dalam Ayam
Broiler yang Diberi Ransum dengan Penambahan Cassabio
Nama
: Gagah Hendra Wijaya
NIM
: D14062501
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H.S., MS.
NIP. 19590421 198403 2 002
Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc.
NIP. 19670103 199303 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 2 Nopember 2010
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Oktober 1987 di Bandung, Jawa Barat.
Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Nur Hendaya
dan Dra. Wijayanti.
Penulis mengawali pendidikan dasar tahun 1994 di Sekolah Dasar Negeri
Banjarsari Bandung dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan menengah
pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan tahun 2003 di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 5 Bandung. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Atas Negeri 10 Bandung pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima di Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor pada
tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB
pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi
yaitu sebagai wakil ketua BEM Fapet IPB periode 2008-2009, wakil ketua Paduan
Suara Fapet IPB (Gradziono Simphonia) periode 2007-2009, anggota Organisasi
Mahasiswa Daerah Bandung (PAMAUNG) periode 2006-2008, anggota Paduan
Suara IPB (Agriaswara) tahun 2006, staf PSDM rohis Fapet IPB (FAMM Al
An’aam) tahun 2007, divisi Budaya, Olahraga, dan Seni BEM Fapet IPB periode
2007-2008 dan bendahara IPTP 43 Fapet IPB periode 2007-2010. Penulis pernah
mengikuti magang di KPBS Pangalengan tahun 2008 dan BIB Lembang tahun 2009.
Penulis melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan
(PKMK) yang didanai DIKTI dengan judul Usaha Budidaya Puyuh Petelur
Omega 3 periode 2009-2010 dan menjadi peserta Program Mahasiswa Wirausaha
IPB dengan usaha Budidaya Puyuh Petelur Omega-3 Menggunakan Sistem Zero
Waste pada tahun 2010. Penulis bekerja sebagai manajer utama di peternakan puyuh
petelur (Kahfi Group) tahun 2009-sekarang dan sebagai bendahara di peternakan
ayam broiler (Abadi Farm) tahun 2010-sekarang. Penulis berkesempatan menjadi
penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik tahun 2008 dan BBM tahun 2009
serta 2010. Penulis aktif mengikuti kegiatan pelatihan seperti LES (Leadership and
Enterpreneurship School) yang diselenggarakan BEM KM IPB tahun 2006-2007,
pelatihan Soft Skill Fakultas Peternakan IPB tahun 2007, dan BEST (Building
Enterpreneurship Student) Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2009-2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Persentase Karkas, Lemak Abdominal, dan Organ Dalam Ayam Broiler yang
Diberi Ransum dengan Penambahan Cassabio yang ditulis berdasarkan hasil
penelitian pada bulan Juli hingga September 2009. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan dan suri tauladan kita, Rasulullah SAW yang telah
mengantarkan seluruh umat muslim menuju cahaya kebenaran dan ketaqwaan.
Penelitian ini dimulai dari pembuatan pakan cassabio, pemeliharaan ayam
hingga berumur 35 hari, pemanenan, dan pengamatan karkas, lemak abdominal, serta
organ dalam ayam broiler. Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu Laboratorium
Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan untuk
analisis ransum dan Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
untuk pemeliharaan, pemanenan, dan pengamatan ayam broiler.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
bertujuan untuk untuk mengevaluasi persentase karkas, lemak abdominal, dan organ
dalam ayam broiler yang diberi ransum dengan penambahan berbagai taraf cassabio.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna.
Penulis berharap akan banyak masukan yang bersifat membangun untuk skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya, serta bagi para pembaca pada
umumnya.
Bogor, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .........................................................................................
i
ABSTRACT............................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................
v
KATA PENGANTAR ............................................................................
vi
DAFTAR ISI...........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL...................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................
xi
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................
Tujuan ..........................................................................................
1
2
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
3
Ayam Broiler ...............................................................................
Karkas Ayam ...............................................................................
Lemak Abdominal .......................................................................
Organ Dalam ................................................................................
Hati..................................................................................
Jantung ............................................................................
Ginjal ..............................................................................
Pankreas ..........................................................................
Limpa ..............................................................................
Rempela ..........................................................................
Usus Halus ......................................................................
Usus Buntu (Seka) ..........................................................
Usus Besar ......................................................................
Onggok-Urea-Zeolit Fermentasi ...................................................
3
3
4
5
5
6
6
7
7
8
8
10
10
11
MATERI DAN METODE ......................................................................
13
Lokasi dan Waktu ........................................................................
Materi ...........................................................................................
Rancangan Percobaan ..................................................................
Peubah yang Diamati ...................................................................
Prosedur .......................................................................................
13
13
15
16
17
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
20
Evaluasi Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler ..............
20
Bobot Hidup Akhir .........................................................
Persentase Karkas ...........................................................
Persentase Lemak Abdominal .........................................
Evaluasi Organ Dalam Ayam Broiler ...........................................
Persentase Hati ................................................................
Persentase Jantung ..........................................................
Persentase Ginjal .............................................................
Persentase Pankreas ........................................................
Persentase Limpa ............................................................
Evaluasi Saluran Pencernaan Ayam Broiler .................................
Persentase Rempela .........................................................
Panjang Relatif Duodenum .............................................
Panjang Relatif Jejunum .................................................
Panjang Relatif Ileum ......................................................
Panjang Relatif Seka .......................................................
Panjang Relatif Usus Besar .............................................
20
21
22
23
24
24
25
25
26
27
27
28
29
30
30
31
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
32
Kesimpulan .................................................................................
Saran ...........................................................................................
32
32
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
34
LAMPIRAN............................................................................................
37
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Komposisi Zat Gizi Onggok dari Beberapa Sumber Berdasarkan
Bahan Kering .....................................................................................
11
2. Komposisi Bahan dan Kandungan Gizi Ransum Penelitian ..............
14
3. Hasil Analisa Kandungan Zat Makanan Onggok dan Cassabio
Berdasarkan Persentase Bahan Kering ..............................................
15
4. Evaluasi Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler ....................
20
5. Evaluasi Organ Dalam Ayam Broiler ................................................
23
6. Evaluasi Saluran Pencernaan Ayam Broiler ......................................
27
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Alur Proses Pembuatan Cassabio ....................................................
17
2. Alur Proses Pemanenan dan Pengamatan Ayam Broiler .................
19
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil ANOVA Bobot Hidup Akhir .................................................
38
2. Hasil ANOVA Persentase Karkas ...................................................
38
3. Hasil ANOVA Persentase Lemak Abdominal.................................
38
4. Hasil Uji Tukey Persentase Lemak Abdominal ...............................
38
5. Hasil ANOVA Persentase Hati ........................................................
39
6. Hasil ANOVA Persentase Jantung ..................................................
39
7. Hasil ANOVA Persentase Ginjal .....................................................
39
8. Hasil ANOVA Persentase Limpa ....................................................
39
9. Hasil ANOVA Persentase Pankreas ................................................
39
10. Hasil ANOVA Persentase Rempela ...............................................
40
11. Hasil ANOVA Panjang Relatif Duodenum .....................................
40
12. Hasil ANOVA Panjang Relatif Jejunum .........................................
40
13. Hasil ANOVA Panjang Relatif Ileum .............................................
40
14. Hasil ANOVA Panjang Relatif Seka ...............................................
40
15. Hasil ANOVA Panjang Relatif Usus Besar .....................................
41
16. Hasil Uji Tukey Panjang Relatif Usus Besar ...................................
41
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam broiler merupakan ternak yang memiliki banyak keunggulan
diantaranya memiliki kandungan gizi yang lengkap, bibit mudah diperoleh, mudah
dalam pemeliharaan, dan produksi karkas yang tinggi. Salah satu cara untuk
mendapatkan karkas broiler yang baik yaitu dengan pemberian pakan yang
berkualitas.
Pakan yang saat ini dijual di pasaran masih mengandalkan impor sehingga
harganya relatif mahal karena mengikuti harga pasar dunia yang selalu berfluktuatif
dan ketersediaannya terbatas. Hal tersebut dapat diatasi dengan mencari pakan lokal
alternatif yang jumlahnya melimpah di Indonesia dan dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi ayam, salah satunya adalah onggok.
Onggok merupakan limbah hasil pengolahan tapioka
yang belum
termanfaatkan secara optimal. Menurut Haroen (1993), onggok yang dihasilkan dari
proses pengolahan mencapai 5%-15% dari bobot ubi kayu. Kelebihan onggok adalah
harganya murah dan tersedia dalam jumlah yang banyak, akan tetapi kandungan
proteinnya kurang dari 2% dan serat kasarnya mencapai 35%, sehingga jarang
dimanfaatkan oleh masyarakat (Pandey et al., 2000). Proses fermentasi
menggunakan Aspergillus niger, urea, amonium sulfat, dan zeolit mampu
meningkatkan kandungan protein dan menurunkan serat kasar onggok. Kombinasi
kompleks fermentasi terbaik berdasarkan kandungan zat makanannya adalah
penggunaan onggok 94,5%, urea 3%, dan zeolit 2,5% dari BK onggok. Onggokurea-zeolit yang difermentasi dengan Aspergillus niger meningkatkan protein kasar
menjadi 14% (Lubis et al., 2007).
Penelitian Pitriyatin (2010) menunjukkan nilai protein kasar dan nilai energi
yang dihasilkan dari onggok fermentasi lebih tinggi daripada onggok tanpa
fermentasi. Berdasarkan penelitian tersebut, cassabio dapat dijadikan sebagai salah
satu pakan alternatif yang ditambahkan pada pakan ayam broiler karena kandungan
nutrisinya baik dan bahan baku yang tersedia cukup banyak di Indonesia. Evaluasi
akhir ayam broiler yang diberi ransum dengan penambahan cassabio perlu dilakukan
untuk mengetahui efek yang ditimbulkan cassabio terhadap kualitas karkas, lemak
abdominal, dan organ dalam ayam broiler.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi persentase karkas, lemak
abdominal, dan organ dalam ayam broiler yang diberi ransum dengan penambahan
berbagai taraf cassabio.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki
karakteristik ekonomi dan pertumbuhannya cepat sebagai penghasil daging, konversi
ransum rendah, dapat dipotong pada umur muda, dan menghasilkan kualitas daging
yang berserat lunak (Bell dan Weaver, 2002). Ayam broiler mempunyai tekstur kulit
dan daging yang lembut serta tulang dada yang merupakan tulang rawan fleksibel.
Kondisi ayam broiler yang baik dapat tercapai bila peternak memiliki pengetahuan
mengenai pembibitan, pakan, dan manajemen yang baik (Ensminger et al., 1992).
Faktor–faktor yang mempengaruhi bobot hidup ayam yaitu konsumsi ransum,
kualitas ransum, jenis kelamin, lama pemeliharaan, dan aktivitas. Hal tersebut
disebabkan adanya perbedaan kebutuhan nutrisi ayam broiler pada umur yang
berbeda (Soeparno, 1994). Bobot badan ayam broiler mengalami peningkatan yang
cepat pada minggu awal penelitian hingga mencapai puncak pertumbuhan umur
enam hingga tujuh minggu, setelah itu bobot ayam akan menurun (Bell dan Weaver,
2002). Penelitian Lubis et al. (2007) yang memelihara ayam broiler hingga berumur
42 hari memperoleh bobot hidup akhir 1.380-1.596,67 gram. Penelitian Dewi (2007)
yang memberikan ransum komersial pada ayam broiler hingga berumur 42 hari
memperoleh bobot hidup akhir sebesar 1.132-1.658 gram.
Karkas Ayam
Karkas adalah potongan ayam tanpa bulu, darah, kepala, leher, kaki, dan
organ dalam. Persentase bobot karkas digunakan untuk menilai produksi ternak
daging. Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan
komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat, komposisi kimia, dan komponen
karkas. Faktor nutrisi, umur, dan laju pertumbuhan juga dapat mempengaruhi
komposisi bobot karkas dan persentase karkas yang biasanya meningkat seiring
dengan meningkatnya bobot hidup ayam. Penurunan terjadi pada persentase bagian
non karkas seperti darah, usus halus, dan organ vital (Soeparno, 1994).
Soeparno (1994) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persentase bobot karkas ayam broiler adalah persentase bobot hidup. Persentase
karkas merupakan perbandingan bobot karkas dengan bobot hidup, sehingga bobot
hidup yang besar akan diikuti pula oleh bobot karkas yang besar begitupun
sebaliknya. Leeson dan Summers (2000) melaporkan bobot karkas broiler umur 42
hari adalah 1.128,4-1.523,2 gram atau 64,70%-71,20% dari bobot hidupnya.
Penelitian yang dilakukan Noormasari (2000) dengan taraf cassabio mencapai 15%
memperoleh bobot karkas 955-1.100 gram atau 68,89%-70,78% dari bobot hidup.
Penelitian yang dilakukan Dewi (2007) memperoleh bobot karkas 731-1.135 gram
atau 63,79%-67,78% dari bobot hidup.
Lemak Abdominal
Salah satu tempat penyimpanan lemak adalah rongga perut yang merupakan
jaringan adiposa. Lemak merupakan salah satu penyusun jaringan untuk menyimpan
energi oleh tubuh. Lemak diambil dari peredaran darah dan disimpan terutama di
bawah kulit dan dalam perut secara bertahap (Piliang dan Djojosoebagjo, 1990).
Deposit lemak ayam broiler umumya disimpan dalam bentuk lemak rongga tubuh di
bawah kulit. Lemak rongga tubuh terdiri atas lemak abdominal, lemak rongga dada,
dan lemak pada alat pencernaan. Persentase lemak abdominal pada ayam jantan
berkisar antara 1,4%–2,6 % sedangkan untuk ayam betina antara 3,2%–4,8 % dari
bobot hidup (Leeson dan Summers, 2000). Hal ini sesuai dengan pernyataan Becker
et al. (1981) yang menyatakan bahwa persentase lemak abdominal pada ayam betina
lebih tinggi dibandingkan ayam jantan.
Penelitian Lubis et al. (2007) yang memberikan onggok fermentasi
memperoleh lemak abdominal 11,10-17,27 gram atau 0,80%-1,13% dari bobot
hidup. Penelitian yang dilakukan Bell dan Weaver (2002) menunjukkan adanya
perbedaan lemak abdominal disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan. Ayam
broiler yang dipelihara hingga umur 42 hari memiliki lemak abdominal 2,09%4,32% dari bobot hidup untuk ayam betina sedangkan pada ayam jantan 1,11%2,66% dari bobot hidup.
Fontana et al. (1993) menyatakan lemak abdominal akan meningkat pada
ayam yang diberi ransum dengan protein rendah dan energi ransum yang tinggi.
Energi yang berlebih akan disimpan dalam bentuk lemak jaringan–jaringan. Bell dan
Weaver (2002) menyatakan lemak abdominal ayam bisa meningkat jika diberikan
ransum dengan tingkat lemak yang tinggi. Sebaliknya persentase lemak abdominal
dapat diturunkan dengan meningkatkan kandungan serat kasar dalam ransumnya.
4
Organ Dalam
Unggas memiliki organ pencernaan yang sederhana. Makanan utamanya
berupa pakan dari biji-bijian, ikan, cacing, dan rumput-rumputan. Organ dalam yang
berkembang pada unggas adalah perut, lidah, dan rempela karena tidak mempunyai
gigi dan tulang rahang yang besar serta berotot. Hal tersebut menyebabkan sistem
pencernaan unggas berkembang sesuai dengan makanan utamanya. Organ
pencernaan unggas dimulai dari mulut, esofagus, rempela, usus halus, usus buntu,
usus besar, dan kloaka. Organ dalam tambahan sangat erat hubungannya dengan
pencernaan karena sekresi yang dikeluarkan akan dialirkan ke dalam saluran usus
untuk membantu pengolahan ransum. Organ–organ tersebut yaitu pankreas, hati,
saluran empedu, serta organ vital lain seperti jantung dan limpa (Amrullah, 2004).
Hati
Hati ayam terdiri atas dua lobi (gelambir) yaitu kanan dan kiri, berwarna
coklat tua, dan terletak diantara usus dan aliran darah. Bagian ujung hati yang normal
berbentuk lancip, akan tetapi bila terjadi pembesaran dapat menjadi bulat (Mc
Lelland, 1990). Secara umum fungsi hati meliputi pertukaran zat dari protein, lemak,
dan karbohidrat, sekresi empedu, detoksifikasi senyawa beracun, dan ekskresi
senyawa metabolit yang tidak berguna lagi bagi tubuh (Subronto, 1985).
Salah satu peranan terpenting dari hati dalam pencernaan adalah
menghasilkan cairan empedu yang disalurkan ke dalam duodenum melalui dua buah
saluran. Cairan tersebut tersimpan di dalam kantung empedu yang terletak di lobus
kanan hati (Akoso, 1993). Jaringan hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi
sehingga gejala-gejala klinis gangguan jaringan tidak selalu dapat diamati (Subronto,
1985). Kelainan pada hati secara fisik biasanya ditandai dengan adanya perubahan
warna hati, pembengkakan, pengecilan pada salah satu lobi atau tidak adanya
kantong empedu (Ressang, 1984).
Persentase hati ayam berkisar antara 1,7%–2,8% dari bobot hidup (Putnam,
1991). Penelitian yang dilakukan Lubis et al. (2007) dengan memberikan 15%
onggok fermentasi memperoleh bobot hati 32,58-35,57 gram atau sebesar 2,04%2,56% dari bobot hidup. Mc Lelland (1990) menyatakan warna hati tergantung pada
status nutrisi unggas, hati yang normal berwarna coklat kemerahan atau coklat terang
dan apabila makannnya berlemak tinggi, maka warnanya menjadi kuning.
5
Jantung
Jantung merupakan organ yang memegang peranan penting di dalam
peredaran darah dan mempunyai empat ruangan yaitu dua atrium dan dua ventrikel.
Laju jantung dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur, dan temperatur lingkungan.
Unggas yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil mempunyai laju pernapasan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan unggas yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih
besar (Bell dan Weaver, 2002). Jantung sangat rentan terhadap racun dan zat
antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun pada
otot jantung (Frandson, 1992).
Jantung berfungsi sebagai pompa dan motor penggerak dalam peredaran
darah serta bekerja secara otonom yaitu dikendalikan oleh sistem syaraf pusat diluar
kemauan dan kesadaran manusia. Besar jantung tergantung pada jenis kelamin,
umur, bobot badan, dan aktivitas hewan. Pembesaran ukuran jantung biasanya
disebabkan adanya penambahan jaringan otot pada jantung. Dinding jantung
mengalami penebalan, sedangkan ventrikel relatif menyempit apabila otot
menyesuaikan diri pada kontraksi yang berlebihan (Ressang, 1984).
Putnam (1991) menyatakan bahwa persentase jantung ayam broiler berkisar
antara 0,42%–0,70% dari bobot hidup. Penelitian Lubis et al. (2007) yang
menggunakan onggok fermentasi memperoleh bobot jantung 7,45-8,32 gram atau
0,49%-0,60% dari bobot hidup. Dewi (2007) yang memberikan ransum komersial
memperoleh bobot jantung ayam broiler 6,43-8,73 gram atau 0,50%-0,57% dari
bobot hidup.
Ginjal
Ginjal pada unggas terletak di belakang paru–paru dan berjumlah dua buah.
Saluran ureter menghubungkan antara ginjal dengan kloaka (Bell dan Weaver, 2002).
Ginjal berperan dalam mempertahankan keseimbangan susunan darah dengan
mengeluarakan zat–zat seperti air yang berlebih, sisa metabolisme, garam-garam
organik, dan bahan–bahan lain yang terlarut dalam darah (Ressang, 1984).
Ginjal merupakan organ yang menyaring plasma dari darah dan secara
selektif menyerap kembali air serta unsur–unsur berguna dari filtrat, yang pada
akhirnya mengeluarkan kelebihan dan produk buangan plasma. Hampir semua jenis
ternak ginjalnya berbentuk seperti kacang (Frandson, 1992). Suprijatna et al. (2008)
6
menyatakan fungsi utama ginjal adalah memproduksi urin melalui pertama filtrasi
darah sehingga air dan limbah metabolisme diekskresikan. Proses yang selanjutnya
terjadi yaitu reabsorpsi beberapa nutrien (misalnya glukosa dan elektrolit) yang
kemungkinan digunakan kembali oleh tubuh. Penelitian Noormasari (2000) pada
ayam broiler yang berumur 42 hari dengan pemberian onggok fermentasi memiliki
bobot ginjal 3,33-4,18 gram atau 0,22%-0,29% dari bobot hidup.
Pankreas
Pankreas adalah organ yang berwarna merah terletak antara lipatan duodenal
loop yang berfungsi dalam mensekresikan enzim amilase, protease, dan lipase untuk
membantu pencernaan karbohidrat, protein, dan lemak. Bobot pankreas berkisar
antara 2,5–4 gram pada ayam dewasa (Sturkie, 2000). Suprijatna et al. (2008)
menyatakan pankreas adalah sebuah kelenjar yang menskresikan sari makanan yang
kemudian masuk kedalam duodenum pankreas. Pankreas merupakan salah satu organ
pencernaan yang berada di tengah putaran duodenum yang berbentuk U dan berperan
dalam sekresi enzim pencernaan (eksokrin) dan sekresi hormon (endokrin).
Sebagai kelenjar endokrin, pankreas mensekresikan hormon insulin dan
glikagon. Sebagai kelenjar eksokrin, pankreas mensekresikan cairan yang diperlukan
bagi proses pencernaan di dalam usus halus, yaitu pancreatic juice. Cairan ini
selanjutnya mengalir ke dalam duodenum melalui pancreatic duct (saluran pankreas)
yang terdapat enzim-enzim untuk membantu pencernaan pati, lemak, dan protein.
Beberapa enzim dari pankreas disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif, dan
menjadi aktif pada saat berada di saluran pencernaan (Suprijatna et al., 2008).
Penelitian yang dilakukan Dewi (2007) dengan menggunakan ransum komersial
memperoleh bobot pankreas 3,41-4,49 gram atau 0,24%-0,32% dari bobot hidup.
Limpa
Limpa berwarna merah gelap terletak di sebelah kanan abdomen yang
merupakan perhubungan antara proventrikulus dengan rempela (Mc Lelland, 1990).
Limpa berfungsi untuk menyimpan darah yang tidak ikut dalam peredaran darah,
pada hewan muda berfungsi membentuk eritrosit bersama sumsum tulang,
menghancurkan eritrosit tua, menyaring kuman dari darah, dan membentuk leukosit.
Adanya benda asing dalam limpa menimbulkan proses reaktif yang secara
7
makroskopik mengakibatkan limpa membengkak. Ransum yang mengandung zat
racun, anti nutrisi, dan penyakit menyebabkan limpa melakukan pembentukan sel
limfosit untuk membentuk zat antibodi. Aktivitas limpa ini mengakibatkan limpa
semakin membesar (Ressang, 1984).
Putnam (1991) menyatakan bahwa bobot limpa ayam broiler berkisar antara
0,18%-0,23% dari bobot hidup. Penelitian Dewi (2007) yang memberikan ransum
komersial pada ayam broiler memperoleh bobot limpa 1,35-1,86 gram atau 0,11%0,12% dari bobot hidup. Penelitian yang dilakukan Lubis et al. (2007) dengan
pemberian onggok fermentasi hingga taraf 15% memperoleh bobot limpa 2,90-3,41
gram atau 0,19%-0,25% dari bobot hidup.
Rempela
Rempela terletak diantara proventrikulus dengan batas atas usus halus,
mempunyai dua pasang otot yang kuat dan sebuah mukosa. Kontraksi otot rempela
baru akan terjadi apabila makanan masuk ke dalam. Rempela berisi bahan–bahan
yang mudah terkikis seperti pasir, karang, dan kerikil. Partikel makanan yang
berukuran besar akan dipecah menjadi partikel–partikel yang sangat kecil sehingga
dapat masuk ke dalam saluran pencernaan (Bell dan Weaver, 2002).
Kerja penggilingan dalam rempela terjadi secara tidak sadar oleh otot
rempela yang memiliki kecenderungan untuk menghancurkan ransum seperti yang
dilakukan oleh gigi (Blakely dan Bade, 1991). Grit yang ada dalam rempela
mempunyai peranan yang penting untuk mengoptimalkan pencernaan karena dapat
meningkatkan motilitas dan aktivitas menggiling dari rempela serta meningkatkan
kecernaan pakan berupa biji–bijian hingga 10% (Sturkie, 2000). Penelitian Lubis et
al. (2007) dengan menggunakan ayam berumur 42 hari memperoleh bobot rempela
30,77-35,28 gram atau 2,14%-2,23% dari bobot hidup. Putnam (1991) menyatakan
bahwa persentase rempela adalah 1,6%–2,3 % dari bobot hidup.
Usus Halus
Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan
absorpsi produk pencernaan. Terdapat berbagai enzim dalam usus halus yang
berfungsi mempercepat dan mengefisiensikan pemecahan karbohidrat, protein, serta
lemak untuk mempermudah proses absorpsi (Suprijatna et al., 2008). Usus halus
8
terdiri atas duodenum (bagian depan), jejunum (bagian tengah), dan berakhir di
ileum (bagian belakang). Usus halus merupakan tempat terjadinya proses pencernaan
dan penyerapan zat–zat makanan. Usus halus berfungsi sebagai penggerak aliran
ransum dalam usus dan meningkatkan penyerapan zat makanan. Kemampuan ini
ditunjang oleh adanya selaput lendir yang dilengkapi dengan jonjot usus yang lembut
dan menonjol sehingga penyerapan zat makanan bisa maksimal. Perkembangan usus
halus dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum (Akoso, 1993).
Dalam usus halus disekresikan cairan-cairan yang mengandung enzim dan
berperan penting dalam proses pencernaan. Kelenjar Brunner terdapat di daerah usus
12 jari yang menghasilkan cairan bersifat basa dan kaya dengan kandungan mukus.
Respon usus 12 jari dalam proses sekresi cairannya akibat berhubungan dengan
ransum yang dikonsumsi sebagian besar diatur oleh syaraf dan hormon (Piliang dan
Djojosoebagjo, 1990).
Ayam dewasa memiliki usus halus sepanjang 1,5 m. Bagian duodenum
bermula dari ujung distal rempela. Bagian ini berbentuk kelokan yang biasa disebut
duodenal loop. Pankreas menempel pada kelokan ini yang berfungsi mensekresiakan
pancreatic juice yang mengandung enzim amilase, lipase, dan tripsin. Jejunum dan
ileum merupakan segmen yang sulit dibedakan pada saluran pencernaan ayam.
Beberapa ahli menyebut kedua segmen ini sebagai usus halus bagian bawah
(Suprijatna et al., 2008). Aliran ransum dalam sistem pencernaan unggas sangat
cepat. Berbeda dengan hewan ruminansia yang memiliki kemampuan untuk
mencerna selulosa. Hal tersebut disebabkan sedikitnya bakteri dalam saluran
pencernaan unggas sehingga ransum berserat hanya sedikit yang dapat dicerna
(Blakely dan Bade, 1991).
Ressang (1984) menyatakan pemanjangan usus dapat disebabkan radang
usus. Radang usus ditandai dengan menurunnya nafsu makan dan kondisi tubuh yang
memburuk. Rasa nyeri pada radang mengakibatkan rangsangan atas ujung-ujung
syaraf sensoris yang selanjutnya akan meningkatkan frekuensi dan intensitas
peristaltik usus. Peningkatan intensitas peristaltik usus akan meningkatkan panjang
usus. Penelitian yang dilakukan Dewi (2007) dengan memberikan berbagai ransum
komersial pada ayam hingga berumur 42 hari memperoleh panjang relatif duodenum
1,88-2,69 cm/kg, jejunum 4,30-6,42 cm/kg, dan ileum 4,60-6,69 cm/kg.
9
Usus Buntu (Seka)
Unggas memiliki sepasang usus buntu (seka) yang terletak di perbatasan
antara usus halus dan usus besar. Panjang masing–masing usus buntu sekitar 15 cm
dan biasanya berisi makanan yang tidak tercerna dan akan dibuang (Bell dan
Weaver, 2002). Usus buntu berfungsi dalam membantu penyerapan air serta
mencerna karbohidrat dan protein dengan bantuan bakteri yang ada dalam usus
buntu. Sebagian kecil serat dapat dicerna di dalam usus buntu yang disebabkan
adanya bakteri fermentasi, namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan
sebagian spesies mamalia (Pond et al., 1995). Menurut Grist (2006) isi seka akan
kosong setiap delapan jam sekali. Seka akan menyerap kembali air dari isi usus,
memecah selulosa dengan bantuan mikroba, sintesa vitamin, dan sekresi hormon.
Unggas dewasa yang sehat memiliki seka yang berisi ransum lembut yang
keluar masuk. Tidak ditemukan bukti mengenai peran seka serta dalam sistem
pencernaan. Hanya sedikit air diserap, karbohidrat, dan protein yang dicerna berkat
bantuan beberapa bakteri (Amrullah, 2004). Penelitian Dewi (2007) yang
menggunakan berbagai ransum komersial memperoleh panjang relatif usus buntu
0,93-1,53 cm/kg.
Usus Besar
Usus besar terdiri atas sekum yang merupakan suatu kantung buntu dan kolon
yang terdiri atas bagian yang naik, mendatar, dan turun. Bagian yang turun akan
berakhir di rektum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada bagian kolon
yang naik) dari satu spesies ke spesies lain, jauh lebih menonjol dibandingkan
dengan pada usus halus (Frandson, 1992). Usus besar merupakan tempat penyerapan
kembali air dari usus halus. Usus besar berfungsi sebagai penyalur makanan dari
usus kecil menuju kloaka untuk dibuang (Grist, 2006).
Air asal urin diserap kembali di usus besar untuk ikut mengatur kandungan
air sel–sel tubuh dan keseimbangan air. Panjang usus besar yang dimiliki ayam
dewasa berkisar 8–10 cm/ekor. Ransum yang banyak mengandung serat dan bahan
lain yang tidak dicerna seperti bebatuan kecil menimbulkan perubahan ukuran
bagian-bagian saluran pencernaaan sehingga menjadi lebih berat, panjang, dan tebal
(Amrullah, 2004). Blakely dan Bade (1991) menyatakan usus besar merupakan
kelanjutan saluran pencernaan dari persimpangan usus buntu ke kloaka.
10
Onggok – Urea – Zeolit Fermentasi
Onggok merupakan sumber energi dengan kandungan karbohidrat yang
cukup tinggi yaitu 95,85%. Kandungan protein onggok masih sangat rendah, namun
serat kasarnya cukup tinggi (Tabel 1). Salah satu teknologi alternatif untuk
memanfaatkan onggok sebagai bahan baku pakan ternak adalah dengan
mengubahnya menjadi produk yang berkualitas, yaitu melalui proses fermentasi
(Phong et al., 2003).
Beberapa
penelitian
melaporkan
bahwa
diantara
mikroorganisme-
mikroorganisme yang ada, Aspergillus niger sangat baik dalam menggunakan
onggok sebagai substrat dan sekaligus meningkatkan kualitasnya (Lubis et al., 2007).
Aspergillus niger dapat menggunakan berbagai macam zat makanan dari yang
sederhana
hingga
komplek,
sehingga
mudah
untuk
menumbuhkan
dan
memeliharanya. Proses fermentasi membutuhkan nitrogen dan mineral yang lebih
tinggi untuk pertumbuhan dan reproduksi. Kapang Aspergillus niger bersifat aerobik,
sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah yang banyak
(Frazier dan Weshoff, 1981). Lehninger (1991) menyatakan kapang Aspergillus
niger menghasilkan enzim urease untuk memecah urea menjadi asam amonia dan
karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino.
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Onggok dari Beberapa Sumber Berdasarkan Bahan
Kering
Komposisi Zat Gizi
1
2
3
Abu (%)
1,44
0,83
0,85
Protein kasar (%)
1,15
2,04
2,21
15,46
9,28
11,16
Lemak (%)
0,26
0,36
0,21
BETN (%)
82,09
87,49
85,45
Energi bruto (kkal/kg)
3.427
3.426
3.558
Serat kasar (%)
Sumber: 1. Taram (1995)
2. Suhartono (2000)
3. Lubis et al.(2007)
11
Garraway dan Evans (1984) menyatakan urea yang terdapat dalam proses
fermentasi akan diurai menjadi amonia dan karbodioksida. Amonia yang dihasilkan
akan digunakan oleh mikroorganisme untuk membentuk asam amino. Nitrogen
dalam media fermentasi mempunyai fungsi fisiologis bagi mikroorganisme, yaitu
sebagai bahan untuk mensintesis protein, asam nukleat, dan koenzim. Lubis et al.
(2007) melaporkan bahwa onggok-urea-zeolit yang difermentasi dengan Aspergillus
niger dapat meningkatkan protein kasar dari 2% menjadi 14%. Hasil tersebut jauh
lebih tinggi dari hasil penelitian Iyayi dan Losel (2001) yang meningkatkan protein
kasar onggok dari 3,6% menjadi 7,8% setelah difermentasi dengan Aspergillus niger.
Zeolit merupakan sumber mineral yang murah sekaligus sebagai reservoir untuk
amonia dalam proses fermentasi. Belum optimalnya konsentrasi protein kasar dalam
penelitian tersebut diduga karena adanya komponen yang sangat diperlukan dalam
membentukkan asam amino bersulfur tidak tersedia (Lubis et al., 2007). Penambahan
sulfur diharapkan dapat meningkatkan konsentrasi protein dalam fermentasi. Anwar
et al. (1985) menyatakan bahwa struktur zeolit yang berpori dengan cairan di
dalamnya yang mudah lepas, membuat zeolit mempunyai sifat spesial yaitu mampu
menyerap senyawa, menyaring ukuran halus, menukar ion dan sebagai katalisator.
Phong et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan sulfur dalam bentuk amonium
sulfat sebanyak 1,5% dapat meningkatkan protein dari 4,6% menjadi 9,4% dengan
menggunakan Aspergillus niger.
12
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (analisa ransum) dan Laboratorium
Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(pemeliharaan, pemanenan, dan pengamatan ayam broiler), Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan bulan Juli hingga September 2009.
Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan 200 ekor DOC strain Ross dengan merk dagang
Jumbo 747 yang diperoleh dari perusahaan pembibitan PT. Cibadak Indah Sari Farm,
Jakarta. Ayam dipelihara selama 35 hari dan pada periode akhir pemeliharaan
diambil sampel sebanyak 40 ekor untuk pengamatan karkas, lemak abdominal, dan
organ dalam ayam broiler.
Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang berbentuk petak yang terbuat dari
bambu berukuran 1,2 x 1,2 x 2,5 meter sebanyak 24 buah. Kandang yang dipakai
menggunakan sistem litter dengan alas sekam padi, masing-masing kandang berisi
sepuluh ekor ayam. Setiap kandang dilengkapi dengan satu lampu 25 watt sebagai
pemanas (brooder) dan penerangan.
Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan adalah tempat ransum bermerk
Medion (nampan), tempat minum Medion berkapasitas tiga liter, tirai plastik penutup
kandang, kertas koran, lampu 25 watt bermerk Eterna, gayung, ember, alat vaksin,
alat desinfektan, gelas ukur, termometer, bambu untuk penyekat kandang, timbangan
untuk menimbang ransum, dan alat tulis. Peralatan yang digunakan untuk evaluasi
karkas, lemak abdominal, dan organ dalam ayam broiler adalah kertas label, pisau,
cutter, pinset, gunting, timbangan digital bermerk Scout Pro Ohaus 4000 gram 12
volt 0,5 A dengan tingkat ketelitian 0,1 gram, timbangan digital bermerk AND HL
100 berkapasitas 100 x 0,01 gram, penggaris, meteran, panci, eviscerator, nampan,
alas plastik, sarung tangan, masker, dan alat tulis.
Ransum
Ransum yang diberikan berasal dari PT Indofeed terdiri atas campuran
jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak kelapa, CaCO3, DCP, DL
Methionin, campuran mineral, dan cassabio. Ransum perlakuan menggunakan
cassabio dengan taraf 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40%. Ransum perlakuan terdiri atas
ransum periode starter yang diberikan pada saat ayam broiler berumur 7-14 hari dan
ransum ayam periode finisher yang diberikan saat ayam broiler berumur 15-35 hari.
Tabel 2. Komposisi Bahan dan Kandungan Gizi Ransum Penelitian
Ransum Perlakuan
Bahan
Periode Starter
C0
C10
C20
C30
Periode Finisher
C40
C0
C10
C20
C30 C40
Jagung Kuning (%)
34,99 30,00 27,95 23,65 17,52
42,99 38,07 33,30 28,54 22,78
Dedak Padi (%)
23,71 20,30 11,55
20,00 15,60 11,11
Bungkil Kedelai (%)
25,60 24,00 24,80 25,50 24,95
Tepung Ikan (%)
10,00 10,00 10,00
6,15
2,83
6,61
2,78
24,00 22,72 21,02 19,32 19,74
9,00
9,00
7,31
7,91
8,87
9,83
9,00
Minyak Kelapa (%)
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
CaCO3 (%)
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
DCP (%)
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
DL Metehionin (%)
0,20
0,20
0,20
0,20
0,20
0,20
0,20
0,20
0,20
0,20
Campuran Mineral (%)
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
Cassabio (%)
0,00
10,00 20,00 30,00 40,00
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00
Kandungan Gizi
BK (%)
84,48
83,71
85,30 86,80 89,31
88,93 88,14 87,74 88,82 87,44
Abu (%)
10,12
11,55
15,00 12,83 15,32
8,62 11,10 12,04 11,83 13,08
PK (%)
17,92
21,16
20,54 19,62 24,61
18,82 20,97 20,52 19,57 18,40
SK (%)
3,01
2,33
4,71
5,93 10,44
4,44
2,83
4,66
8,05
7,72
LK (%)
3,54
2,72
2,98
2,94
4,48
2,93
2,63
2,63
2,08
Beta-N (%)
49,89
45,95
42,07 45,48 35,57
52,57 50,31 47,89 46,74 46,16
EB (kkal/kg)
3.869
2.345
2.156 2.323 2.503
2.822 3.879 2.953 2.790 3.159
3,37
Keterangan : C0 : cassabio 0%, C10 : cassabio 10%, C20 : cassabio 20%, C30 : cassabio 30%,
C40 : cassabio 40%.
14
Tabel 3. Hasil Analisa Kandungan Zat Makanan Onggok dan Cassabio Berdasarkan
Persentase Bahan Kering*
Abu (%)
PK (%)
SK (%)
LK (%)
BETN (%)
Onggok
30,80
3,92
12,37
0,16
52,74
Cassabio
20,74 ± 3,96
12,35 ± 1,70
16,08 ± 0,71
0,21 ± 0,01
50,62 ± 1,96
Keterangan : * Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor (2009).
PK : Protein kasar, SK : Serat kasar, LK : Lemak kasar, BETN : Bahan ekstrak tanpa
nitrogen.
Vaksin dan Obat-obatan
Pencegahan penyakit ND (Newcastle Disease) atau tetelo dilakukan dengan
vaksinasi sebanyak dua kali yaitu saat ayam berumur 3 hari (DOC) melalui tetes
mata dan umur 28 hari melalui injeksi subkutan. Vitamin anti stress (Vitastress)
untuk mencegah stress dilarutkan dalam air minum dan diberikan setiap hari selama
minggu pertama dan dua hari sebelum serta sesudah vaksinasi.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima
taraf perlakuan dan empat ulangan (dalam satu ulangan diambil dua sampel ayam
broiler). Taraf perlakuan yang diberikan adalah C0 : cassabio 0%, C10 : cassabio
10%, C20 : cassabio 20%, C30 : cassabio 30%, dan C40 : cassabio 40%. Kadar
cassabio yang digunakan pada ransum penelitian dihitung secara isoprotein dan
isokalori.
Yij =  + i + ij
Keterangan:
Yij : Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
 : Nilai tengah umum hasil pengamatan.
I : Pengaruh perlakuan ke-i : i = 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40%.
ijn : Pengaruh galat percobaan pemberian ransum perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (Analysis of
Varience/ ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Tukey (Gaspersz,
1991).
15
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah :
1. Bobot hidup akhir (gram/ekor), diperoleh dari penimbangan bobot badan ayam
(g) umur 35 hari sebelum dipotong.
2. Persentase karkas (%), diperoleh dari perbandingan bobot karkas ayam (g)
dengan bobot hidup akhir ayam (g) dikalikan 100%.
3. Persentase lemak abdominal (%), diperoleh dari perbandingan lemak abdominal
(g) dengan bobot hidup akhir ayam (g) dikalikan 100%.
4. Organ dalam ayam
a.
Persentase hati (%), diperoleh dari perbandingan bobot hati (g) dengan
bobot hidup akhir ayam (g) dikalikan 100%.
b.
Persentase jantung (%), diperoleh dari perbandingan bobot jantung (g)
dengan bobot hidup akhir ayam (g) dikalikan 100%.
c.
Persentase ginjal (%), diperoleh dari perbandingan bobot ginjal (g) dengan
bobot hidup akhir ayam (g) dikalikan 100%.
d.
Persentase pankreas (%), diperoleh dari perbandingan bobot pankreas (g)
dengan bobot hidup akhir ayam (g) dikalikan 100%.
e.
Persentase limpa (%), diperoleh dari perbandingan bobot limpa (g) dengan
bobot hidup akhir ayam (g) dikalikan 100%.
5. Saluran pencernaan
a.
Persentase rempela (%), diperoleh dari perbandingan bobot rempela (g)
dengan bobot hidup akhir ayam (g) dikalikan 100%.
b.
Panjang relatif duodenum (cm/kg), diperoleh dari perbandingan panjang
duodenum (cm) dengan bobot hidup (kg).
c.
Panjang relatif jejunum (cm/kg), diperoleh dari perbandingan panjang
jejunum dengan bobot hidup (kg).
d.
Panjang relatif ileum (cm/kg), diperoleh dari perbandingan panjang ileum
(cm) dengan bobot hidup (kg).
e.
Panjang relatif seka (cm/kg), diperoleh dari perbandingan panjang seka
(cm) dengan bobot hidup (kg).
f.
Panjang relatif usus besar (cm/kg), diperoleh dari perbandingan panjang
usus besar (cm) dengan bobot hidup (kg).
16
Prosedur
Pembuatan Cassabio
Pembuatan cassabio dimulai dari onggok dicampurkan dengan zeolit
sebanyak 2,5% dari BK onggok, lalu dipanaskan menggunakan autoclave dengan
suhu 1200C dan tekanan 250 psi selama 15 menit. Campuran tersebut lalu
difermentasi dengan ditambahkan urea sebanyak 3%, amonium sulfat 1,5%,
Aspergillus niger 0,2% dari BK onggok, dan aquades. Proses fermentasi dilakukan
selama 6 hari, setelah itu cassabio dijemur selama 3 hari di bawah sinar matahari
agar Aspergillus niger inaktif. Cassabio yang telah kering lalu digiling dan dicampur
ransum sesuai dengan masing-masing taraf perlakuan. Alur proses pembuatan
cassabio dapat dilihat pada Gambar 1.
Onggok
Autoclave
Onggok dan zeolit
Urea 3%
Zeolit
Fermentasi 6 hari
Amonium Sulfat 1,5%
Aspergillus niger 0,2 %
Cassabio
Aquades
Gambar 1. Alur Proses Pembuatan Cassabio
17
Persiapan Kandang
Kandang dibersihkan dengan disapu, disikat, dicuci, dan disterilisasai
menggunakan desinfektan satu minggu sebelum pemeliharaan. Setelah itu, dilakukan
pegapuran pada dinding dan lantai kandang untuk membunuh mikroorganisme yang
dapat menghambat pertumbuhan ayam broiler. Tempat ransum dan air minum
disiapkan dan dibersihkan. Kandang lalu diberi sekam padi sebagai alas. Setiap
kandang terdapat satu tempat ransum, satu tempat minum, dan satu buah lampu 25
watt yang dipasang di tengah-tengah kandang (sekitar 20-30 cm di atas kepala
ayam). Sekeliling kandang ditutup dengan menggunakan tirai plastik sebagai
pelindung untuk mengurangi pengaruh lingkungan.
Pemeliharaan
Masing-masing kandang diberi nomor perlakuan C0, C10, C20, C30, dan
C40. Pemberian ransum dilakukan dua kali sehari yaitu pukul 07.00 dan 16.00 WIB.
Jumlah pemberian ransum bertambah disesuaikan dengan kebutuhan ayam broiler.
Air minum diberikan ad libitum (tidak terbatas).
Pencegahan penyakit dilakukan dengan pemberian vaksin ND dan vaksin
gumboro. Pencegahan stress pada ayam dengan diberikan vitachick dan vitastress.
Ayam broiler yang telah berumur 35 hari dipanen dan diamati.
Pemanenan dan Pengamatan Ayam Broiler
Pemanenan dilakukan pada hari ke-35, sebanyak 40 ekor ayam dipuasakan
selama ±12 jam
pada hari sebelumnya untuk mengosongkan isi organ dalam
sehingga mempermudah pengamatan. Ayam broiler lalu ditimbang bobot hidupnya
kemudian dipotong dengan posisi kepala di bawah. Pemotongan ayam dilakukan
menggunakan metode kosher style pada bagian antara tulang kepala dengan tulang
atlas. Bagian yang dipotong terdiri atas empat saluran yaitu pembuluh darah vena
jugularis, arteri karotidae, esofagus, dan trakea. Ayam yang telah dipotong
didiamkan selama ±2 menit agar darah keluar sempurna.
Ayam yang sudah dipotong, kemudian dicelup dalam air panas (scalding)
selama ±1 menit untuk mempermudah proses pembuluan. Ayam lalu dibului
(defeathering) dan diambil organ dalamnya (evisceration) serta dipisahkan antara
bagian kepala, leher, dan ceker. Karkas ayam, lemak abdominal, hati, jantung,
18
pankreas, limpa, ginjal, dan rempela yang sudah dipisahkan lalu dibersihkan,
ditimbang, dan diamati. Pengukuran panjang usus halus (duodenum, jejunum, dan
ileum), seka, dan usus besar diukur dengan meteran. Alur proses pemanenan dan
pengamatan ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 2.
Pemanenan
Pemisahan Organ Dalam
Penimbangan Organ Dalam
Penimbangan Bobot Hidup
Pembuluan
Penimbangan Karkas
Pemotongan Ayam
Pencelupan di Air Panas
Pengukuran Saluran Pencernaan
Gambar 2. Alur Proses Pemanenan dan Pengamatan Ayam Broiler
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler
Ayam broiler penelitian yang telah dipelihara dipuasakan selama 12 jam
sebelum dipotong untuk mempermudah proses evaluasi akhir. Hari ke 35 ayam
broiler dipotong dan dievaluasi meliputi bobot hidup akhir, karkas, dan lemak
abominal. Data rataan parameter peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Evaluasi Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler
Perlakuan
Peubah
C0
C10
C20
C30
C40
1.597,50
± 152,57
1.595,00
± 148,81
1.565,00
± 138,15
1.457,50
± 141,19
1.385,00
± 238,09
Karkas (%)
63,33
± 3,38
62,88
± 5,56
61,65
± 4,31
63,82
± 6,01
61,87
± 3,60
Lemak
Abdominal (%)
2,04
± 0,36a
1,74
± 0,82 ab
1,31
± 0,27 b
1,52
± 0,27 ab
1,33
± 0,54 ab
Bobot Hidup
Akhir (g/ekor)
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05);
C0 : cassabio 0%, C10 : cassabio 10%, C20 : cassabio 20%, C30 : cassabio 30%,
C40 : cassabio 40%.
Bobot Hidup Akhir
Bobot badan ayam broiler dapat dipengaruhi oleh kualitas ransum yang
diberikan. Semakin baik ransum yang diberikan pada ayam maka akan menghasilkan
bobot hidup yang tinggi. Hasil analisis ragam menunjukan pemberian cassabio
hingga taraf 40% tidak berpengaruh terhadap bobot hidup akhir ayam broiler (Tabel
4). Rataan bobot hidup akhir ayam broiler berkisar antara 1.385-1.597,50 gram/ekor.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Noormasari (2000) yang menggunakan onggok
fermentasi hingga taraf 15% dengan memperoleh bobot hidup akhir ayam broiler
1.380-1.596,67 gram/ekor dan penelitian Dewi (2007) yang memberikan ransum
komersial dengan memperoleh bobot hidup akhir 1.132-1.658 gram/ekor, sehingga
dapat diketahui bobot hidup ayam broiler penelitian tergolong normal.
Piliang dan Djojosoebagjo (1990) menyatakan kandungan serat kasar yang
tinggi dapat mengurangi berat badan karena serat makanan akan tertinggal dalam
saluran pencernaan dalam kurun waktu singkat, sehingga absorbsi zat makanan
berkurang. Anggorodi (1985) menambahkan semakin tinggi kandungan serat kasar
dalam suatu bahan makanan maka semakin rendah daya cerna makanan tersebut.
Faktor–faktor yang mempengaruhi bobot hidup ayam broiler yaitu konsumsi ransum,
kualitas ransum yang diberikan, jenis kelamin, lama pemeliharaan, dan aktivitas yang
dilakukan ternak (Soeparno, 1994). Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan
kebutuhan nutrisi ayam broiler pada umur yang berbeda. Ayam broiler yang telah
mencapai periode finisher akan mengkonsumsi ransum yang lebih banyak
dibandingkan ayam broiler pada periode starter. Ayam broiler akan terus
mengkonsumsi ransum hingga kebutuhan nutrisi tubuhnya tercukupi.
Persentase Karkas
Salah satu faktor yang mempengaruhi persentase karkas ayam broiler adalah
persentase bobot hidup. Persentase karkas merupakan perbandingan bobot karkas
dengan bobot hidup, sehingga bobot hidup yang besar akan diikuti pula oleh bobot
karkas yang besar begitupun sebaliknya (Soeparno, 1994). Penambahan cassabio
hingga taraf 40% pada ransum penelitian secara statistik tidak berpengaruh terhadap
pesentase karkas ayam broiler (Tabel 4). Persentase karkas ayam broiler hasil
penelitian antara 61,65%-63,82% dari bobot hidup. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Pesti dan Bakali (1997) yang memperoleh persentase karkas ayam broiler
berkisar antara 60,52%-69,91% dari bobot hidup dan penelitian Dewi (2007) yang
memberikan ransum komersial memperoleh 63,79%-67,78% dari bobot hidup.
Persentase karkas ayam broiler pada penelitian ini masih lebih rendah dari penelitian
yang dilakukan Lubis et al. (2007) dengan memberikan onggok fermentasi hingga
taraf 15% yang memperoleh persentase karkas 68,89%-70,78%. Perbedaan tersebut
dapat disebabkan umur ayam broiler pada penelitian ini hanya 35 hari sedangkan
pada penelitian Lubis et al. (2007) berumur 42 hari.
Terdapat hubungan linier antara protein, energi, dan persentase karkas ayam
broiler. Protein dan energi yang terkandung dalam ransum, akan digunakan untuk
memproduksi daging dalam tubuh ayam broiler (Pesti dan Bakali, 1997). Imbangan
antara protein dan energi yang terkandung dalam ransum penelitian walaupun
berbeda-beda namun tidak menurunkan persentase karkas, sehingga diduga bahwa
imbangan protein dan energi dalam ransum cassabio masih sesuai untuk
pembentukan karkas ayam broiler. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
21
cassabio pada ransum penelitian tidak menghambat pembentukan karkas ayam
broiler.
Wahju (2004) menyatakan tingginya bobot karkas ayam broiler ditunjang
oleh bobot hidup akhir yang tinggi. Persentase karkas selain disebabkan oleh bobot
hidup yang dihasilkan, dipengaruhi pula oleh penanganan dalam proses pemotongan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Murugesan et al. (2005) yang menyatakan
penanganan yang dilakukan saat proses pemotongan dapat mempengaruhi produksi
karkas. Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan
komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan komponen karkas. Faktor nutrisi,
umur, dan laju pertumbuhan dapat mempengaruhi komposisi bobot karkas dan
persentase karkas yang biasanya meningkat seiring dengan meningkatnya bobot
hidup ayam. Penurunan biasanya terjadi pada persentase bagian non karkas (offal)
seperti darah, usus halus, dan organ vital (Soeparno, 1994).
Persentase Lemak Abdominal
Deposit lemak ayam broiler umunya disimpan dalam bentuk lemak rongga
tubuh di bawah kulit. Lemak rongga tubuh terdiri atas lemak abdominal, lemak
rongga dada, dan lemak pada alat pencernaan (Leeson dan Summers, 2000).
Penumpukan lemak terbanyak pada ayam broiler biasanya terdapat pada bagian
abdominal. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 4, memperlihatkan cassabio
yang ditambahkan dalam ransum penelitian berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
persentase lemak abdominal. Hasil uji Tukey menunjukkan persentase lemak
abdominal tertinggi yaitu perlakuan C0 sebesar 2,04% dan terendah yakni perlakuan
C20 sebesar 1,31%. Nilai tersebut lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan
Noormasari (2000) yang menggunakan onggok fermentasi bertaraf 15% dengan
memperoleh persentase lemak abdominal 0,80%-1,13% dari bobot hidup dan
penelitian Dewi (2007) yang menggunakan ransum komersial dengan memperoleh
0,85%-1,49% dari bobot hidup.
Tingginya persentase lemak abdominal pada C0 dapat diakibatkan ransum
yang diberikan (Tabel 3) mengandung lemak kasar yang mencapai 4,48% dan
kandungan serat kasar 4,44% sedangkan pada C20 kadar lemak kasarnya 2,63% dan
serat kasar 4,63%. Kandungan serat kasar yang rendah dan kadar lemak kasar yang
lebih tinggi pada ransum C0 mengakibatkan deposit lemak menjadi lebih banyak
22
pada tubuh ayam terutama bagian abdominal. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Fontana et al. (1993) yang menyatakan lemak abdominal akan meningkat pada ayam
yang diberi ransum dengan protein rendah, energi ransum yang tinggi, dan serat
kasar yang rendah.
Lemak abdominal ayam broiler dapat meningkat jika diberikan ransum
dengan kandungan lemak yang tinggi. Persentase lemak abdominal dapat diturunkan
dengan meningkatkan kandungan serat kasar dalam ransumnya. Ransum ternak ayam
broiler perlu mengandung lemak dalam jumlah yang cukup karena dalam proses
metabolisme lemak mempunyai energi 2,25 kali lebih besar dari karbohidrat (Bell
dan Weaver, 2002). Semakin tinggi kadar lemak akan mempengaruhi kualitas karkas
yang dihasilkan. Tingginya kadar lemak pada ayam broiler akan menurunkan harga
jual karena karkas yang saat ini dikonsumsi masyarakat cenderung menghindari
kadar lemak yang berlebih. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa penurunan
rasio jumlah energi atau peningkatan persentase protein akan meningkatkan laju
pertumbuhan dan akan meningkatkan jumlah lemak abdominal.
Evaluasi Organ Dalam Ayam Broiler
Ayam broiler penelitian dipuasakan satu hari sebelum dipotong untuk
mengosongkan isi organ dalamnya sehingga mempermudah proses pengamatan.
Evaluasi organ dalam ayam broiler yang dilakukan meliputi pengamatan hati,
jantung, ginjal, pankreas, dan limpa. Data rataan organ dalam dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Evaluasi Organ Dalam Ayam Broiler
Perlakuan
Peubah
C0
C10
C20
C30
C40
Hati (%)
2,89 ± 0,41
2,96 ± 0,45
2,72 ± 0,24
3,14 ± 0,37
2,66 ± 0,36
Jantung (%)
0,45 ± 0,06
0,43 ± 0,06
0,45 ± 0,07
0,45 ± 0,10
0,52 ± 0,18
Ginjal (%)
0,64 ± 0,15
0,78 ± 0,18
0,69 ± 0,13
0,74 ± 0,16
0,61 ± 0,09
Pankreas (%)
0,36 ± 0,13
0,29 ± 0,10
0,32 ± 0,07
0,32 ± 0,07
0,31 ± 0,09
Limpa (%)
0,10 ± 0,04
0,12 ± 0,04
0,09 ± 0,03
0,10 ± 0,04
0,09 ± 0,02
Keterangan : C0 : cassabio 0%, C10 : cassabio 10%, C20 : cassabio 20%, C30 : cassabio 30%,
C40 : cassabio 40%.
23
Persentase Hati
Hati berkaitan erat dengan pertumbuhan pada ayam broiler. Ayam broiler
yang memiliki hati normal akan tumbuh dengan baik. Hal tersebut disebabkan hati
mempunyai fungsi yang kompleks yaitu berperan dalam metabolisme lemak, protein,
karbohidrat, zat besi, detoksifikasi racun yang masuk ke dalam tubuh ayam broiler,
pembentukan sel darah merah, metabolisme, dan penyimpanan vitamin (Ressang,
1984). Cassabio yang ditambahkan dalam ransum penelitian hingga taraf 40% secara
statistik tidak berpengaruh terhadap persentase hati (Tabel 5). Kisaran persentase hati
penelitian adalah 2,66%-3,14% dari bobot hidup. Hasil tersebut lebih tinggi dari
penelitian Noormasari (2000) dengan menggunakan ayam broiler berumur 42 hari
yang memperoleh 2,04%-2,56% dan Putnam (1991) yang memperoleh persentase
hati 1,70%–2,80% dari bobot hidup.
Salah satu fungsi hati adalah detoksifikasi racun dan apabila terjadi kelainan
ditunjukkan dengan adanya pembesaran atau pengecilan hati. Fungsi hati secara
fisiologis yaitu sekresi empedu, detoksifikasi senyawa racun bagi tubuh,
penyimpanan vitamin dan lemak, destruksi sel darah merah, pembentukan protein
plasma, inaktifasi hormon polipeptida, metabolisme protein, karbohidrat, dan lipida
(Ressang, 1984). Fungsi utama hati dalam pencernaan dan absorpsi adalah produksi
empedu. Empedu penting dalam proses penyerapan lemak dan eskresi limbah produk
(Suprijatna et al., 2008).
Persentase Jantung
Penambahan cassabio pada ransum penelitian berdasarkan analisis ragam
tidak berpengaruh terhadap persentase jantung (Tabel 5). Persentase jantung ayam
broiler hasil penelitian antara 0,43%-0,52% dari bobot hidup. Nilai tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Noormasari (2000) dengan menggunakan onggok
fermentasi hingga taraf 15 % yang memperoleh 0,49%-0,60% dan penelitian Dewi
(2007) yang memberikan ransum komersial memperoleh persentase jantung 0,50%0,57% dari bobot hidup. Putnam (1991) menyatakan persentase jantung ayam broiler
yang normal berkisar antara 0,42%–0,70% dari bobot hidup, sehingga dapat
diketahui bahwa jantung ayam penelitian tergolong normal.
Laju jantung dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur, dan temperatur
lingkungan. Unggas yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil mempunyai laju
24
pernapasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan unggas yang mempunyai ukuran
tubuh yang lebih besar (Bell dan Weaver, 2002). Jantung sangat rentan terhadap
racun dan zat antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi
racun pada otot jantung (Frandson, 1992). Jantung berfungsi sebagai pompa dan
motor penggerak dalam peredaran darah serta bekerja secara otonom yaitu
dikendalikan oleh sistem syaraf pusat diluar kemauan dan kesadaran manusia. Besar
jantung tergantung pada jenis kelamin, umur, bobot badan, dan aktivitas hewan.
Pembesaran ukuran jantung biasanya disebabkan adanya penambahan jaringan otot
pada jantung (Ressang, 1984).
Persentase Ginjal
Ginjal merupakan organ yang menyaring plasma dari darah dan secara
selektif menyerap kembali air serta unsur–unsur berguna yang kembali dari filtrat,
yang pada akhirnya mengeluarkan kelebihan dan produk buangan plasma (Frandson,
1992). Pemberian cassabio pada ransum hingga taraf 40%, tidak berpengaruh
terhadap persentase ginjal ayam broiler secara statistik (Tabel 5). Persentase ginjal
hasil penelitian berkisar antara 0,61%-0,78% dari bobot hidup. Persentase tersebut
lebih tinggi dari penelitian Lubis et al. (2007) yang memberikan penambahan
onggok fermentasi hingga taraf 15% dengan memperoleh persentase ginjal 0,22%0,29% dari bobot hidup.
Ginjal berperan dalam mempertahankan kese-imbangan susunan darah
dengan mengeluarkan zat–zat seperti air yang berlebih, garam organik, dan bahan
lain yang terlarut dalam darah (Ressang, 1984). Suprijatna et al. (2008) menyatakan
fungsi utama ginjal adalah memproduksi urin melalui filtrasi darah sehingga air dan
limbah metabolisme diekskresikan. Proses yang selanjutnya terjadi yaitu reabsorpsi
beberapa nutrien (misalnya glukosa dan elektrolit) yang kemudian digunakan
kembali oleh tubuh.
Persentase Pankreas
Hasil analisis ragam memperlihatkan cassabio yang digunakan dalam ransum
penelitian tidak berpengaruh terhadap persentase pankreas (Tabel 5). Persentase
pankreas hasil penelitian yaitu 0,29%-0,36% dari bobot hidup. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Dewi (2007) yang memberikan ransum komersial dengan
25
memperoleh persentase pankreas sebesar 0,24%-0,32%. Hal ini menunjukan bahwa
aktivitas kerja pankreas masih dalam kondisi normal, sesuai pernyataan Ressang
(1984) yang menyatakan pankreas yang bekerja secara normal akan mensekresikan
enzim-enzim pencernaan ke dalam duodenum yang dapat membantu memecah serat
kasar tinggi dengan bantuan enzim-enzimnya, sehingga mudah dicerna oleh ayam
broiler.
Pankreas berfungsi untuk mensekresi enzim amilase, protease, dan lipase
yang membantu proses pencernaan karbohidrat, protein, dan lemak. Berat pankreas
berkisar antara 2,5–4 gram pada ayam dewasa (Sturkie, 2000). Hal tersebut diperkuat
oleh pernyataan Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan pankreas adalah sebuah
kelenjar yang menskresikan sari cairan yang diperlukan bagi proses pencernaan usus
halus, yaitu pancreatic juice. Cairan ini selanjutnya mengalir ke dalam duodenum
melalui saluran pankreas, dimana terdapat enzim yang membantu pencernaan pati,
lemak, dan protein. Beberapa enzim dari pankreas disimpan dan disekresikan dalam
bentuk inaktif dan menjadi aktif pada saat berada di saluran pencernaan. Enzim
nuklease, lipase, dan amilase disekresikan dalam bentuk aktif.
Persentase Limpa
Limpa berfungsi untuk menyimpan darah yang tidak ikut dalam peredaran
darah, membentuk sel darah merah bersama sumsum tulang, menghancurkan sel
darah merah tua, menyaring kuman dari darah, dan membentuk sel darah putih
(Ressang, 1984). Penambahan cassabio hingga taraf 40% berdasarkan analisis ragam
tidak mempengaruhi persentase limpa (Tabel 5). Limpa hasil penelitian memiliki
persentase antara 0,09%-0,12% dari bobot hidup. Hasil tersebut sesuai dengan
penelitian Dewi (2007) yang memberikan ransum komersial dengan memperoleh
persentase limpa 0,11%-0,12% dari bobot hidup. Persentase limpa hasil penelitian
masih dibawah penelitian Lubis et al. (2007) yang memberikan onggok fermentasi
bertaraf 15% dengan memperoleh persentase limpa 0,19%-0,25% dari bobot hidup.
Lebih rendahnya persentase limpa ayam broiler hasil penelitian, dapat disebabkan
umur pemeliharaan ayam broiler penelitian ini lebih muda 7 hari dari penelitian
Lubis et al. (2007).
Ressang (1984) berpendapat adanya benda asing dalam limpa menimbulkan
proses reaktif yang secara makroskopik mengakibatkan limpa membengkak. Ransum
26
yang mengandung zat racun, anti nutrisi, dan penyakit menyebabkan limpa
melakukan pembentukan sel limfosit untuk membentuk zat antibodi. Aktivitas limpa
ini mengakibatkan limpa semakin membesar.
Evaluasi Saluran Pencernaan Ayam Broiler
Saluran pencernaan yang berkembang pada ayam broiler adalah perut, lidah,
dan rempela karena tidak mempunyai gigi dan tulang rahang yang besar serta
berotot. Pemuasaan ayam broiler satu hari sebelum proses evaluasi akhir untuk
mempermudah proses pengamatan saluran pencernaan. Evaluasi akhir saluran
pencernaan ayam broiler meliputi persentase rempela, panjang relatif duodenum,
jejunum, ileum, usus buntu (seka), dan usus besar. Data rataan saluran pencernaan
ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Evaluasi Saluran Pencernaan Ayam Broiler
Perlakuan
Peubah
C0
C10
C20
C30
C40
Rempela (%)
1,20
± 0,19
1,22
± 0,24
1,08
± 0,13
1,25
± 0,20
1,17
± 0,23
Panjang Relatif
Duodenum (cm/kg)
1,92
± 0,26
1,94
± 0,43
1,99
± 0,33
1,92
± 0,47
2,36
± 1,08
Panjang Relatif
Jejunum (cm/kg)
5,05
± 0,65
4,64
± 1,29
5,33
± 0,96
5,84
± 0,56
5,18
± 0,65
Panjang Relatif
Ileum (cm/kg)
5,24
± 0,66
5,36
± 0,54
5,58
± 1,59
6,67
± 1,23
5,91
± 0,77
Panjang Relatif
Seka (cm/kg)
1,05
± 0,14
1,15
± 0,18
1,19
± 0,24
1,31
± 0,15
1,32
± 0,27
Panjang Relatif Usus
Besar (cm/kg)
0,46
± 0,11a
0,50
± 0,09a
0,56
± 0,14ab
0,69
± 0,13b
0,52
± 0,14ab
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05);
C0 : cassabio 0%, C10 : cassabio 10%, C20 : cassabio 20%, C30 : cassabio 30%,
C40 : cassabio 40%.
Persentase Rempela
Rempela merupakan organ pencernaan yang berperan penting untuk proses
penghancuran partikel-partikel makanan menjadi lebih kecil sehingga mudah untuk
dicerna oleh ayam broiler. Penambahan cassabio dalam ransum penelitian secara
statistik tidak berpengaruh terhadap persentase rempela ayam broiler (Tabel 6).
27
Persentase rempela hasil penelitian antara 1,08%-1,25% dari bobot hidup. Nilai
tersebut masih dibawah penelitian Noormasari (2000) yang menggunakan onggok
fermentasi bertaraf 15% dengan memperoleh persentase rempela 2,14%-2,23%,
penelitian Putnam (1991) yang memperoleh persentase rempela 1,60%–2,30% dan
penelitian Dewi (2007) dengan memberikan berbagai ransum komersial yang
memperoleh persentase rempela 1,68%-2,09% dari bobot hidup. Lebih rendahnya
persentase rempela ayam hasil penelitian ini dapat disebabkan ayam yang dievaluasi
berumur 35 hari sedangkan penelitian yang lain berumur 42 hari.
Rempela berisi bahan–bahan yang mudah terkikis seperti pasir, karang, dan
kerikil. Partikel makanan yang berukuran besar akan segera dipecah menjadi
partikel–partikel yang sangat kecil sehingga bisa masuk ke dalam saluran pencernaan
(Bell dan Weaver, 2002). Partikel ransum yang lebih besar menyebabkan kontraksi
semakin cepat. Grit yang ada dalam rempela mempunyai peranan yang penting untuk
mengoptimalkan pencernaan karena dapat meningkatkan motilitas dan aktivitas
menggiling dari rempela serta meningkatkan kecernaan pakan berupa biji–bijian
hingga 10 % (Sturkie, 2000). Kerja penggilingan dalam rempela yang terjadi secara
tidak sadar oleh otot rempela yang memiliki kecenderungan untuk menghancurkan
ransum seperti yang dilakukan oleh gigi (Blakely dan Bade, 1991).
Panjang Relatif Duodenum
Usus halus berkaitan erat dengan pertumbuhan pada ayam broiler karena di
tempat ini sari-sari makanan dari ransum yang dikonsumsi akan diserap oleh tubuh
ayam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Akoso (1993) yang menyatakan usus halus
merupakan tempat terjadinya pencernaan, penyerapan zat–zat makanan, dan
penggerak aliran ransum. Kemampuan ini ditunjang oleh adanya selaput lendir yang
dilengkapi dengan jonjot usus yang lembut dan menonjol seperti jari (vili), sehingga
penyerapan zat–zat makanan bisa maksimal yang bermanfaat untuk pertumbuhan
ayam broiler. Ayam yang sehat akan memiliki bentuk dan ukuran usus halus yang
normal.
Duodenum berfungsi sebagai pusat terjadinya lipolisis dalam tubuh ayam
broiler. Dinding duodenum akan mensekresikan enzim yang mampu meningkatkan
ph zat makanan yang masuk dalam tubuh, sehingga kelarutan dan penyerapan di
jejunum dan ileum akan meningkat (Anggorodi, 1985). Hasil analisis ragam
28
menunjukkan penambahan cassabio tidak mempengaruhi panjang relatif duodenum
(Tabel 6). Panjang relatif duodenum hasil penelitian antara 1,92-2,36 cm/kg. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dewi (2007) dengan memberikan
berbagai ransum komersial yang memperoleh 1,88-2,69 cm/kg.
Usus halus terdiri atas beberapa bagian yang dimulai dari duodenum (bagian
depan), jejunum (bagian tengah), dan berakhir di ileum (bagian belakang).
Perkembangan usus halus dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum
yang dikonsumsi oleh ayam broiler (Akoso, 1993). Segmen yang pertama,
duodenum, bermula dari ujung distal rempela. Bagian ini berbentuk kelokan, disebut
sebagai duodenal loop. Pankreas menempel pada kelokan ini. Sepanjang permukaan
lumen usus halus terdapat banyak vili. Setiap vilus mengandung pembuluh limfe
yang disebut lacteal dan pembuluh kapiler. Permukaan vili terdapat banyak mikrovili
yang berfungsi melakukan absorpsi hasil pencernaan (Suprijatna et al., 2008).
Panjang Relatif Jejunum
Cassabio yang ditambahkan dalam ransum penelitian hingga taraf 40% tidak
berpengaruh terhadap panjang relatif jejunum secara statistik. Panjang relatif
jejunum hasil penelitian berkisar antara 4,64-5,84 cm/kg. Nilai tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Dewi (2007) dengan memberikan ransum
komersial yang memperoleh panjang relatif jejunum 4,30-6,42 cm/kg. Hal tersebut
menunjukkan panjang relatif jejunum penelitian ini tergolong normal.
Jejunum berperan sebagai tempat penyerapan zat makanan yang terbesar
dalam tubuh ayam broiler. Jejenum dan ileum merupakan segmen yang sulit
dibedakan pada saluran pencernaan ayam broiler, namun dapat dilihat dengan adanya
divertikulum yang tampak di permukaan usus halus. Jejunum memanjang dari
duodenum hingga ileum (Grist, 2006). Tidak seperti ruminansia yang memiliki
kemampuan untuk mencerna selulosa, pada unggas aliran ransum dalam sistem
pencernaan sangat cepat. Hal tersebut disebabkan sedikitnya bakteri dalam saluran
pencernaan sehingga ransum berserat hanya sedikit yang dapat dicerna. Sebagian
besar pencernaan terjadi dalam usus halus (Blakely dan Bade, 1991).
29
Panjang Relatif Ileum
Ileum merupakan tempat pertumbuhan bakteri pada saluran pencernaan ayam
broiler (Anggorodi, 1985). Penambahan cassabio berdasarkan analisis ragam, tidak
berpengaruh terhadap panjang relatif ileum ayam broiler (Tabel 6). Panjang relatif
ileum hasil penelitian berkisar 5,24-6,67 cm/kg. Hal tersebut sesuai penelitian Dewi
(2007) dengan memberikan berbagai ransum komersial dari beberapa perusahaan
komersial yang memperoleh panjang relatif ileum 4,60-6,69 cm/kg.
Panjang usus halus dapat dipengaruhi jenis bahan baku yang diberikan pada
ternak. Terdapat beberapa jenis serat yang sulit dicerna oleh unggas seperti selulosa,
lignin, dan silika. Bila ransum mengandung ketiga serat tersebut maka dapat
meningkatkan kerja usus dalam mencerna dan menyerap zat makanan yang
ditunjukkan dengan semakin panjangnya ukuran usus halus (Amrullah, 2004). Grist
(2006) menyatakan ileum memanjang dari divertikulum sampai persimpangan ileocaecal, dimana dua sekum bersatu dengan usus. Gerakan peristaltik (kontraksi otot
polos) juga terjadi disini untuk mendorong bahan-bahan dalam sistem pencernaan ke
seka dan rektum (Blakely dan Bade, 1991). Piliang dan Djojosoebagjo (1990)
menyatakan dalam usus halus disekresikan cairan-cairan yang mengandung enzim
dan berperan penting dalam proses pencernaan.
Panjang Relatif Seka
Penambahan cassabio hingga taraf 40 % dalam ransum penelitian secara
statistik tidak berpengaruh terhadap panjang relatif seka (usus buntu) ayam broiler
(Tabel 6). Hasil penelitian ini menunjukan panjang relatif seka berkisar antara 1,051,32 cm/kg. Nilai tersebut sesuai penelitian Dewi (2007) yang menggunakan ransum
komersial pada ayam hingga berumur 42 hari dengan memperoleh 0,93-1,53 cm/kg.
Bell dan Weaver (2002) menyatakan usus buntu biasanya berisi makanan yang tidak
tercerna dan akan dibuang keluar tubuh.
Unggas memiliki sepasang usus buntu yang berfungsi dalam membantu
penyerapan air dan mencerna karbohidrat serta protein dengan bantuan bakteri yang
ada dalam seka. Sebagian kecil serat dapat dicerna di dalam seka karena adanya
bakteri fermentasi (Pond et al., 1995). Seka juga berfungsi memecah selulosa dengan
bantuan mikroorganisme, mensintesa vitamin, dan sekresi hormon (Grist, 2006).
Blakely dan Bade (1991) menyatakan seka pada ayam broiler dapat disamakan
30
dengan seka pada manusia, dengan fungsi yang tidak diketahui dengan pasti. Hanya
sedikit saja pencernaan serat kasar yang terjadi disini. Unggas dewasa yang sehat
memiliki seka yang berisi ransum yang lembut. Seka hanya menyerap sedikit air,
karbohidrat, dan protein akibat dari adanya mikroba di dalamnya yang membutuhkan
nutrien tersebut untuk tumbuh dan berkembang (Suprijatna et al., 2008).
Panjang Relatif Usus Besar
Usus besar tidak mensekresikan enzim, namun didalamnya terjadi proses
penyerapan air untuk meningkatkan kadar air di dalam sel tubuh dan menjaga
keseimbangan air ayam broiler (Bell dan Weaver, 2002). Hasil analisis ragam
memperlihatkan penambahan cassabio dalam ransum penelitian berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap panjang relatif usus besar. Hasil uji Tukey memperlihatkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pada perlakuan C0, C10, dan C30. Panjang relatif
C30 yaitu 0,69 cm/kg lebih panjang dari perlakuan C0 yaitu 0,46 cm/kg dan C10
yakni 0,50 cm/kg.
Peningkatan panjang relatif usus besar diduga disebabkan oleh kadar serat
kasar pada C0 dan C10 masing-masing 4,44% dsn 2,83% lebih rendah daripada
kadar serat kasar C30 yakni 8,05%. Lebih rendahnya kadar serat kasar pada C0
karena tidak ada penambahan cassabio pada ransum tersebut sedangkan pada C10
karena taraf pemberian cassabio lebih rendah dari C30. Amrullah (2004) menyatakan
tingginya kadar serat kasar mengakibatkan usus bekerja lebih aktif dalam mengatur
kandungan air sel tubuh dan keseimbangan air. Tingginya kadar serat kasar pada C30
dapat mengakibatkan usus besar bekerja lebih sulit dalam mencerna ransum sehingga
dapat mengakibatkan luka pada usus besar dan dapat mengakibatkan usus besar lebih
panjang. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ressang (1984) yang menyatakan radang
usus ditandai dengan menurunnya nafsu makan dan menurunnya kondisi tubuh. Rasa
nyeri pada radang mengakibatkan rangsangan atas ujung-ujung syaraf sensoris yang
selanjutnya akan meningkatkan frekuensi dan intensitas peristaltik usus. Peningkatan
intensitas peristaltik usus akan meningkatkan panjang usus tersebut. Selain itu, bobot
hidup ayam broiler pada penelitian ini tidak berbeda secara statistik, sehingga ketika
ukuran usus lebih panjang mengakibatkan nilai panjang relatif lebih tinggi. Menurut
Grist (2006) usus besar berfungsi sebagai tempat penyerapan air dari zat-zat
makanan sebelum dibuang.
31
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan cassabio dalam ransum penelitian berpengaruh nyata terhadap
persentase lemak abdominal dan panjang relatif usus besar (P<0,05), namun tidak
berpengaruh terhadap bobot hidup akhir, persentase karkas, hati, jantung, ginjal,
pankreas, limpa, rempela, panjang relatif duodenum, jejunum, ileum, dan seka,
sehingga cassabio dapat dijadikan salah satu pakan lokal alternatif. Berdasarkan
kandungan lemak abdominal yang lebih sedikit sehingga lebih disukai oleh
konsumen, sebaiknya kadar cassabio yang dicampurkan dalam ransum ayam broiler
hingga taraf 20%.
Saran
Sebaiknya dilakukan pemisahan jenis kelamin (sexing) untuk menghindari
pengaruh jenis kelamin sehingga data yang diperoleh lebih akurat. Selain itu,
disarankan untuk analisa secara biologis untuk kandungan mikroba dalam saluran
pencernaan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirrobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian, seminar, dan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan dan suri tauladan kita, Rasulullah SAW yang telah
mengantarkan seluruh umat muslim menuju cahaya kebenaran dan ketaqwaan.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada Papah dan
Mamah tercinta serta kakak-kakak tersayang (aa Anton, aa Andi, teh Lilis, dan teh
Icha) yang selalu memberikan perhatian, semangat, motivasi, doa, dan kasih sayang
yang sangat besar kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir.
Iman Rahayu Hidayati Soesanto, MS. dan Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc.
selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi, arahan serta bimbingan
yang begitu sabar kepada penulis, hingga skripsi ini selesai. Terima kasih kepada
Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si., Ir. Widya Hermana, M.Si., dan Dr. Jakaria,
S.Pt.,M.Si. selaku dosen penguji serta kepada Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.
sebagai pembahas seminar dan Ir. Lucia Cyrillia, M.Si. yang telah memberikan
masukan, saran, dan pemahaman dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih
kepada Dr. Ir. Asnath Maria Fuah, MS. selaku pembimbing akademik yang
memberikan arahan dan motivasi selama penulis menempa berbagai ilmu di Fakultas
Peternakan IPB. Terima kasih kepada seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas
Peternakan IPB atas bantuan dan bimbingannya.
Kepada teman-teman seperjuangan penelitian Dimas, Pitriyatin, Raymundus,
dan Pak Yanto terima kasih atas kerjasamanya. Terima kasih untuk Evi, Ridha, Listi,
Yandhi, Agung, Arfan, Dani, Asep, dan rekan-rekan IPTP 43 atas bantuannya.
Terima kasih untuk sahabat tercinta Rola-D (FA 43), Kahfi Group, BEM-D 2009,
Abadi Farm, Iit, Mail, Indra, Yudhi, Pondok Al Izzah, dan semua pihak yang terkait
atas bantuan dan doanya selama ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.
Apabila terdapat kesalahan penulisan dan kekhilafan selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Desember 2010
Gagah Hendra Wijaya
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B.T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-2. Lembaga Satu
Gunungbudi, Bogor.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan Mutakhir. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Anwar, K.P., J. Nugraha, & Kurnia. 1985. Prospek pemanfaatan zeolit asal bayah
sebagai penukar kation. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Pusat
Pengembangan Teknologi Mineral, Jakarta.
Becker, W.A., J.V. Spencer, L.W. Mirish, & J.A. Verstate. 1981. Abdominal and
carcass fat in five body strain. Poultry Science. 60 : 693 – 697.
Bell, D.D. & W.D. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production.
5th Edition. Springer Science+Business Media, Inc. Spiring Street, New York.
Blakely, D. & D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Penerjemah : Bambang
Srigandono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dewi, H.R.K. 2007. Evaluasi beberapa ransum komersial terhadap persentase bobot
karkas, lemak abdomen, dan organ dalam ayam broiler. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ensminger, M.E., J.E. Oldfield, & W.W. Heinemann. 1992. Feed and Nutrition. 2nd
Edition. Ensminger Publishing Company, California.
Fontana, E.A., D. Weaver, D.M. Denbaow, & B.A. Watkins. 1993. Early feed
restriction of broiler : effect on abdominal fat pad, liver, and gizzard weight,
fat deposition, and carcass composition. Poultry Science. 72 : 243 – 250.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Penerjemah :
Srigandono dan K. Preseno. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Frazier, W.C. & D.C. Weshoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw Hill Book.Co.,
New York.
Garraway, M.O. & R.C. Evans. 1984. Fungal Nutrition and Physiology. John Wiley
and Sons, New York.
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Cetakan ke-2. CV Armico,
Bandung.
Grist, A. 2006. Poultry Inspection. Anatomy, Physiology, and Disease Conditions.
2nd Edition. Nottingham University Press, United Kingdom.
Haroen, U. 1993. Pemanfaatan onggok dalam ransum dan pengaruhnya terhadap
performans ayam broiler. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
34
Iyayi, E.A. & D.M. Losel. 2001. Protein enrichment of cassava by products through
solid state fermentation by fungi. The Journal of Food Technology in Africa.
6 : 116-118.
Leeson, S. & J.D. Summers. 2000. Broiler Breeder Production. University Books,
Guelph, Canada.
Lehninger, A. W. 1991. Dasar-Dasar Biokimia. Volume ke-1. Erlangga. Jakarta.
Lubis, A.D., Suhartono, B. Darmawan, H. Ningrum, I. Y. Noormasari, & N.
Nakagoshi. 2007. Evaluation of fermented cassava (Manihot esculenta
Crantz) pulp as feed ingredient for broiler. Journal of Tropics. 17 : 73-80.
Mc Lelland, J. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. Wolfe Publishing Limited,
England.
Murugesan, G.S., M. Sathishkumar, & K. Swarninathan. 2005. Suplementation of
waste tea fungal biomass as a dietary ingredient for broiler chicken.
Bioresource Technol. 96 : 1743-1748.
Noormasari, I.Y. 2000. Pengaruh berbagai taraf penggunaan komplek onggok-ureazeolit dalam ransum terhadap persentase karkas, organ dalam, dan lemak
abdominal ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Pandey, A., C.R. Soccol, P. Nigman, V.T. Soccol, L.P.S. Vanderberghe, & R.
Mohan. 2000. Biotechnologycal potential of agroindustrial residual II:
cassava bagase. Bioresource Technology. 74 : 81-87.
Pesti, G. M. & R. L. Bakali. 1997. Estimation of the composition of broiler cascasses
from their specific gravity. Poultry Science. 76 (7) : 948-951.
Phong, N.V., N.T.H. Ly, N.V. Nhac, & P.T. Hang. 2003. Protein enrichment of
cassava by-product using Aspergillus niger and feeding the product to pigs.
Agric. Biol. Chemi. 46 : 1667-1669.
Piliang, W.G. & S.Al Haj Djojosoebagjo. 1990. Fisiologi Nutrisi Volume ke-1.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB, Bogor.
Pitriyatin. 2010. Peningkatan protein onggok-urea-zeolit yang difermentasi oleh
Aspergillus niger (cassabio) dengan penambahan amonium sulfat sebagai
sumber sulfur. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pond, W.G., D.C. Church, & K.R. Pond.1995. Basic Animal Nutrition and Feeding.
4th Edition. John Wiley and Sons, New York.
Putnam, P.A. 1991. Handbook of Animal Science. Academy Press, San Diego.
Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi ke-2. CV Percetakan Bali,
Denpasar.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yoyakarta.
35
Sturkie, P.D. 2000. Avian Physiology. 4th Edition. Springer–Verlag, New York.
Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Suhartono. 2000. Perubahan kualitas onggok-urea-zeolit fermentasi (cassabio) pada
lama fermentasi yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, & R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Cetakan ke-2. Penebar Swadaya, Jakarta.
Taram. 1995. Pengaruh lama fermentasi dan jenis kapang terhadap perubahan
kandungan onggok zat-zat makanan onggok. Skripsi. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
36
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil ANOVA Bobot Hidup Akhir
Sumber Keragaman
Perlakuan
db
JK
KT
4
286.300
71.575
Galat
35
987.900
28.225
Total
40
1.274.200
Fhit
P
2,536
0,057
Lampiran 2. Hasil ANOVA Persentase Karkas
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
27,912
6,978
0,317
0,865
Galat
35
770,809
Total
40
798,721
Perlakuan
22,023
Lampiran 3. Hasil ANOVA Persentase Lemak Abdominal
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
2,965
0,741
2,970
0,033*
Galat
35
8,736
0,250
Total
40
11,701
Perlakuan
Keterangan : * Berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 4. Uji Tukey Persentase Lemak Abdominal
Subset
Perlakuan
Ulangan
C20
8
1,311
C40
8
1,331
1,331
C30
8
1,521
1,521
C10
8
1,743
1,743
C0
8
a
b
2,035
38
Lampiran 5. Hasil ANOVA Persentase Hati
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
1,123
0,281
2,031
0,112
Galat
34
4,700
0,138
Total
39
5,823
Perlakuan
Lampiran 6. Hasil ANOVA Persentase Jantung
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
0,043
0,011
0,971
0,436
Galat
35
0,384
0,011
Total
40
0,427
Perlakuan
Lampiran 7. Hasil ANOVA Persentase Ginjal
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
0,149
0,037
1,798
0,151
Galat
35
0,726
0,021
Total
40
0,875
Perlakuan
Lampiran 8. Hasil ANOVA Persentase Limpa
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
0,005
0,001
1,220
0,320
Galat
35
0,037
0,001
Total
40
0,042
Perlakuan
Lampiran 9. Hasil ANOVA Persentase Pankreas
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
0,032
0,008
0,706
0,593
Galat
35
0,392
0,011
Total
40
0,423
Perlakuan
39
Lampiran 10. Hasil ANOVA Persentase Rempela
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
0,143
0,036
0,873
0,490
Galat
35
1,435
0,041
Total
40
1,578
KT
Fhit
P
0,792
0,538
Perlakuan
Lampiran 11. Hasil ANOVA Panjang Relatif Duodenum
Sumber Keragaman
Perlakuan
db
JK
4
1,107
0,277
Galat
35
12,224
0,349
Total
40
13,331
Lampiran 12. Hasil ANOVA Panjang Relatif Jejunum
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
6,105
1,526
2,021
0,113
Galat
35
26,434
0,755
Total
40
32,539
Perlakuan
Lampiran 13. Hasil ANOVA Panjang Relatif Ileum
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
10,542
2,635
2,455
0,064
Galat
35
37,580
1,074
Total
40
48,122
Perlakuan
Lampiran 14. Hasil ANOVA Panjang Relatif Seka
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
4
0,416
0,104
2,492
0,061
Galat
35
1,460
0,042
Total
40
1,876
Perlakuan
40
Lampiran 15. Hasil ANOVA Panjang Relatif Usus Besar
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
4
0,254
0,064
4,164
Galat
35
0,534
0,015
Total
40
0,788
Perlakuan
P
0,007*
Keterangan : * Berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 16. Uji Tukey Panjang Relatif Usus Besar
Subset
Perlakuan
Ulangan
a
b
C0
8
0,456
C10
8
0,500
C40
8
0,518
0,518
C20
8
0,556
0,556
C30
8
0,689
41
Download