strategi problem solving dalam dinamika lingkungan - USU-IR

advertisement
STRATEGI PROBLEM SOLVING DALAM DINAMIKA
LINGKUNGAN GEOMETRI
TESIS
Oleh
HASIHOLAN SITOMPUL
067021016/MT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
STRATEGI PROBLEM SOLVING DALAM DINAMIKA
LINGKUNGAN GEOMETRI
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
HASIHOLAN SITOMPUL
067021016/MT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi
: STRATEGI PROBLEM SOLVING DALAM
DINAMIKA LINGKUNGAN GEOMETRI
: Hasiholan Sitompul
: 067021016
: Magister Matematika
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Herman Mawengkang)
Ketua
(Dr. Sutarman, M.Sc)
Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Herman Mawengkang)
(Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa. B,M.Sc)
Tanggal lulus: 5 Juni 2008
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
Telah diuji pada
Tanggal 5 Juni 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
:
Prof. Dr. Herman Mawengkang
Anggota
:
Dr. Sutarman, M.Sc
Dr. Tulus, M.Si
Drs. Iryanto, M.Si
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan kesesuaian dan manfaat strategi pemecahan masalah (problem solving) dalam memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan geometri dinamika . Studi terhadap penelusuran literatur dan hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan secara teoritis bahwa strategi problem solving
merupakan strategi yang sangat relevan untuk memahami konsep-konsep geometri. Strategi ini dapat membantu mengembangkan skema-skema yang ada
dalam pikiran peserta didik untuk mengkaitkan suatu konsep dengan konsep yang
lain, sehingga secara komulasi hierarkhis, konsep dalam geometri tersebut lebih
cepat dipahami dan peserta didik mampu mengaplikasikannya dalam penyelesaian
masalah-masalah dikehidupan nyata.
Kata Kunci : Pemecahan masalah, Heuristik strategi, Penalaran matematika,
Geometri
i
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
ABSTRACT
This research paper is intended to explain the relevancy and benefit of problem
solving strategy in understanding the concepts that relates to dynamic geometry.
The study on relevant literature and the previous research study reveals theoretically that the problem solving strategy is the very relevant strategy used to
understand the the geometry concepts. This strategy can be used to help developing schemes in students mind in order to relates one concept to another, so that
in hierarcichal cumulative, the geometry concept is quickly understood and they
have the ability to apply the problem solving in a real life situation.
Keyword : Problem Solving, Heuristic Strategies, Mathematical reasoning,
Geometry
ii
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan begitu banyak rahmat dan nikmat sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Dalam menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana USU ini, penulis
banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.Ak selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B,MSc selaku Direktur Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Matematika di Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku Ketua Program Studi Magister
Matemetika dan Dosen Pembimbing-I yang telah banyak memberikan bimbingan
dan bantuan serta motivasi kepada penulis sehingga pendidikan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dr.
Sutarman, M.Sc selaku Dosen Pembimbing-II yang telah mem-
berikan masukan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Matematika SPs USU, juga sebagai dosen yang telah memberikan masukan dan arahan
untuk perbaikan tesis ini.
iii
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
Dr.
Tulus, M.Si dan Dr.
Iryanto, M.Si selaku Dosen yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Matematika PPs.
USU yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan
hingga selesai.
Drs. Muhammad Abdu Siregar selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 7
Medan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk
mengikuti Program Studi Magister Matematika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Rekan-rekan seperjuangan, Mahasiswa angkatan kedua Program Studi
Matematika PPs. Universitas Sumatera Utara, atas kerjasama dan kebersamaan
mereka dalam mengatasi berbagai masalah selama perkuliahan bersama penulis.
Sdri. Misiani, S.Si, selaku Staf Administrasi Program Studi Matematika
PPs. Universitas Sumatera Utara, yang dengan penuh kesabaran memberikan
pelayanan terbaik di Program Studi Matematika PPs USU.
Secara khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa sayang
yang mendalam kepada kedua orang tua penulis Ayahanda tercinta Alm.
F. Sitompul dan Ibunda tercinta A. br. Manurung. Istri tercinta drg.
Monica Manurung dan ananda tersayang Clara Thaniya Sitompul, Philip
Komujuh Sitompul, Abednego Sitompul serta abang, kakak dan adikadikku yang senantiasa memberikan dorongan dengan penuh kesabaran dan pengorbanan serta selalu mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi.
iv
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
Hanya syukur dan terima kasih yang penulis dapat ucapkan kepada semua
pihak untuk dukungan, doa, bimbingan dan arahan yang penulis dapatkan.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, 23 Juni 2008
Penulis,
Hasiholan Sitompul
v
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Hasiholan Sitompul dilahirkan di Kisaran pada tanggal 26 April 1967 dan
merupakan anak ketiga dari 6 bersaudara dari ayah Alm. F. Sitompul dan Ibu
A. br. Manurung. Menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri
9 Kisaran pada tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama pada tahun 1982 di
SMP Negeri 1 Kisaran, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) jurusan IPA pada
tahun 1985 di SMA Negeri 1 Kisaran. Pada tahun 1986 memasuki Perguruan
Tinggi Negeri di FMIPA Diploma III Jurusan Matematika Universitas Sumatera
Utara di Medan dan lulus tahun 1990. Pada tahun 1990 penulis menjadi Staf
Pengajar di SMA Negeri 3 Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau sampai
tahun 1999. Pada tahun 1997 memasuki Perguruan Tinggi Negeri Universitas
Terbuka Jurusan Matematika dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Oktober 1999. Pada tahun 2000 penulis menjadi staf pengajar di SMA Negeri 7
Medan sampai sekarang. Pada tahun 2006 mengikuti pendidikan Program Studi
Magister Matematika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
vi
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
i
ABSTRACT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ii
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
iii
RIWAYAT HIDUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
vi
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
vii
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ix
BAB 1 PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.2 Permasalahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.3 Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.4 Kontribusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
1.5 Metodologi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
2.1 Pengertian Problem Solving . . . . . . . . . . . . . . . .
9
2.2 Langkah Pemecahan Masalah (Problem Solving) . . . . . .
10
2.3 Pola Pikir Deduktif-Aksiomatik dalam Geometri . . . . . .
14
2.4 Pengertian Geometri . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
16
vii
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
2.5 Dinamika Geometri pada Matematika Sekolah . . . . . . .
17
BAB 3 STRATEGI PROBLEM SOLVING DALAM GEOMETRI . . .
23
3.1 Perkembangan Strategi Problem Solving . . . . . . . . . .
23
3.2 Penelitian yang berkaitan dengan Problem Solving . . . . .
25
3.3 Problem Solving Dalam Matematika Dasar
. . . . . . . .
32
3.4 Peranan Guru dan Problem Solving . . . . . . . . . . . .
34
3.5 Strategi Mengajar dan Menilai Pemecahan Masalah . . . .
36
3.6 Hierarki Konsep dan Kaitannya dengan Dinamika Geometri
39
3.7 Kurikulum Geometri dan Teori Pembelajarannya
. . . . .
47
3.8 Ide-ide Pokok Dalam Belajar-Mengajar Geometri
. . . . .
50
3.9 Belajar-Mengajar dan Pengalaman Empirik dalam Geometri
52
3.10 Proses dan Strategi Problem Solving . . . . . . . . . . . .
54
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
4.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
4.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
64
viii
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
2.1
Kaitan antar subsistem dalam penyelesaian masalah . . . . .
11
3.1
Mengkonstruksi suatu titik pada garis atau garis melalui suatu
titik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
41
3.2
Dua prosedur yang berbeda untuk konstruksi yang sama . . .
41
3.3
Konstruksi B : (k) adalah garis tegak lurus terhadap B melalui
E (titik di luar AB) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
42
Grafik yang menggambarkan hubungan induk-anak antara elemenelemen dua konstruksi A dan B . . . . . . . . . . . . . . .
42
3.4
ix
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu visi pembelajaran matematika yaitu mengarahkan siswa pada
pemahaman konsep matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
matematika dan masalah ilmu pengetahuan lainnya serta memberikan kemampuan penalaran matematika kepada siswa. Tetapi masih banyak siswa yang kurang menguasai pokok-pokok bahasan dalam matematika karena mereka kurang
memahami dan menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan sehingga muncullah suatu inovasi dalam pembelajaran yaitu menerapkan pendekatan problem solving.
Problem solving adalah proses berpikir untuk menentukan apa yang harus
dilakukan ketika kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Problem solving
bisa didefinisikan sebagai proses dari memecahkan masalah dalam suatu cara yang
sistematis dan rasional.
Problem solving seharusnya menjadi bagian dari penyelesaikan persoalan
matematika untuk setiap siswa. Siswa tidak akan tertarik untuk belajar memecahkan masalah jika ia tidak tertantang untuk mengerjakannya. Pada hal
siswa harus diberi kesempatan untuk mempelajari proses problem solving yang
dikategorikan sebagai suatu masalah. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya masalah diberikan diawal kegiatan pengajaran sebagai tantangan (challenge) bagi
para siswa sehingga mereka bisa bereksplorasi atau menyelidiki, tentunya dengan
1
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
2
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari guru atau siswa itu sendiri dalam bentuk problem-posing, sehingga teorema, rumus, dalil, pengertian, maupun konsep
baru dapat dimunculkan dari masalah yang dikemukakan pada awal kegiatan ini.
Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah
merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Mereka juga menyatakan bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya
suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang
sudah diketahui siswa.
Menurut Herman Hudojo (2003) bahwa : ”masalah terbagi menjadi dua,
yaitu masalah menemukan dan masalah membuktikan”. Masalah menemukan
dapat berupa teori atau praktek, abstrak atau konkrit, sedangkan membuktikan
terkait dengan masalah menunjukkan suatu pertanyaan benar atau salah. Sedangkan Sujono (2005) berpendapat bahwa : ”suatu masalah menimbulkan suatu
situasi, dimana seseorang menginginkan sesuatu tercapai belum tahu bagaimana
mendapatkannya”. Artinya masalah berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan
sesuatu sebagai tujuan. Pada pemahaman konsep-konsep geometri, pemecahan
masalah merupakan bagian penting dari kurikulum matematika, karena dalam
proses pembelajarannya, seseorang dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.
Siswa tidak hanya diberikan teori-teori dan rumus-rumus matematika yang
sudah baku dan jadi, tetapi siswa dilatih dan dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah selama proses pembelajaran berlangsung sehingga pemahaman suatu
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
3
konsep atau pengetahuan haruslah dibangun (dikonstruksi) dari siswa sendiri.
Matematika dirasakan oleh banyak siswa sebagai suatu mata pelajaran yang
sukar, tidak menyenangkan untuk dipelajari. Mereka tidak jarang menghadapi
kesulitan dalam matematika sehingga diperlukan problem solving sebagai strategi
untuk menyelesaikan persoalan matematika. Kemampuan problem solving ini
akan terbantu perkembangannya kalau dalam diri siswa dipenuhi dengan berbagai
macam strategi problem solving.
Geometri adalah bidang matematika yang bagus untuk diajarkan. Geometri penuh dengan soal-soal menarik dan teorema-teorema yang mengagumkan.
Geometri terbuka bagi banyak pendekatan yang berbeda. Geometri mempunyai
sejarah panjang, yang terkait erat dengan perkembangan matematika. Geometri
merupakan bagian integral dari pengalaman budaya kita yang merupakan komponen penting dari banyak aspek kehidupan mulai dari arsitektur hingga rancangan
(dengan segala manifestasinya). Selain itu, geometri menarik bagi rasa pemandangan, keindahan dan intuisi kita. Karenanya geometri bisa menjadi topik yang
meraih minat siswa, di mana siswa tersebut tidak jarang merupakan siswa yang
mungkin mendapati bidang matematika lain, seperti bilangan dan aljabar, sumber
kebingungan dan kegagalan dan bukan kegairahan dan kreativitas. Mengajarkan
geometri dengan baik bisa menjadi cara yang memungkinkan lebih banyak siswa
dapat meraih keberhasilan dalam matematika.
Aspek-aspek dan pertimbangan ini juga cenderung menjadikan geometri
topik yang menuntut untuk diajarkan dengan baik. Mengajarkan geometri dengan
baik melibatkan pengetahuan tentang bagaimana mengenali soal-soal dan teoremateorema geometri yang menarik, memahami sejarah dan konteks budaya geometri
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
4
serta memahami berbagai jenis kegunaan untuk mana geometri dikembangkan.
Itu berarti memahami apa yang bisa ditawarkan pendidikan geometri lengkap
dan kaya kepada siswa bila kurikulum matematika kerapkali didominasi oleh pertimbangan lain (tuntutan bilangan dan aljabar khususnya). Ini berarti dapat
menyampaikan semuanya ini kepada siswa dengan cara yang menstimulasi dan
membangkitkan minat, dan menghasilkan pemahaman dan keberhasilan dalam
penilaian matematik.
Semua ini adalah memperkenalkan beberapa sifat khusus geometri dan proses
belajar-mengajar geometri tersebut. Mengkaji sifat geometri, alasan-alasan dimasukkannya geometri dalam kurikulum matematika sekolah dan bagaimana cara
paling tepat dalam belajar-mengajar geometri.
Menurut National Council of Supervisor of Mathematics ( NCSM, 1978),
belajar memecahkan masalah merupakan alasan utama dalam mempelajari matematika. Karena tujuan utama belajar dan mengajar matematika adalah mengembangkan kemampuan untuk menjawab berbagai jenis persoalan matematika yang
kompleks. Penyelesaian masalah dalam matematika tidak terlepas dari bagaimana strategi belajar mengajar menyelesaikan masalah (problem solving) yang
senantiasa muncul di kelas.
Pemecahan masalah dalam bidang geometri merupakan alat yang baik untuk belajar pemecahan masalah. Geometri sebagai cabang ilmu matematika menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang dan ruang. Mempelajari geometri dapat
membantu untuk berpikir lebih inovatif dan kreatif sehingga dapat diaplikasikan
ke dalam banyak bidang kehidupan.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
5
Siswa perlu mempelajari konsep-konsep geometri dan bagaimana menyelesaikan masalah-masalahnya secara efektif. Konsep-konsep geometri adalah bermanfaat dalam bidang matematika lainnya dan dalam situasi dunia nyata. Strategistrategi yang dipergunakan dalam menyelesaikan masalah geometri dapat dipergunakan pula dalam situasi lain. Mempelajari geometri dari tingkat dasar seharusnya menjadi suatu alasan yang baik membuat hubungan antara matematika
dan lingkungan.
Geometri adalah salah satu bidang matematika yang sangat penting di alam
semesta ini. Geometri memberikan pengalaman yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman terhadap bentuk dan sifat-sifat geometri itu
sendiri, yang mana memungkinkan siswa menyelesaikan masalah-masalah yang
relevan dan dapat mengaplikasikan sifat-sifat geometri terhadap situasi dunia riil.
National Council of Supervisors of Mathematics mengesahkan bahwa geometri
adalah salah satu yang diajukan sebagai bidang keterampilan dasar (NCSM, 1976)
dan tentu saja suatu keterampilan dasar yang mesti diajarkan kepada siswa untuk
semua level kemampuan dan bakat.
Istilah dinamika pada matematika berkenaan dengan gerakan gambar yang
berubah. Dinamika geometri adalah merupakan istilah baru yang dibuat untuk menjawab paket software baru seperti Sketchpad dan Cabri. Jadi, sistem
dinamika geometri memberikan akses kepada keaneka ragaman objek geometri
dan berhubungan dengan penggunanya yang dapat berinteraksi untuk membangun dan memanipulasi objek tersebut. Teknologi dikembangkan sebagai alat
yang efektif untuk mengajar dan mempelajari geometri. Ketika teknologi itu digunakan secara tepat dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang luas
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
6
terhadap pemahaman geometri siswa.
Kalkulator dan komputer dengan software yang tepat mentransformasi semua kelas matematika kedalam laboratorium seperti lingkungan dalam bayak kelas sains dimana siswa menggunakan teknologi untuk menginvestigasi, menerka,
membuktikan penemuan mereka (NTCM, 1989). Pada Cabri Geometre, siswa
bisa berinteraksi secara langsung dengan komputer menggunakan mouse dengan
alat yang bekerja dengan sistem untuk membangun, memanipulasi dan mengeksplorasi gambar.
Kenyataan di sekolah, menunjukkan bahwa mutu pembelajaran matematika yang diukur dari hasil belajar siswa ternyata cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pelajaran lainnya. Untuk level internasional, Soedjadi (2005)
mengungkapkan bahwa : pelajaran matematika yang dimaksudkan untuk secara
serius meningkatkan penalaran dan kecerdasan, selama ini Indonesia tertinggal
dari negara-negara lain, termasuk negara ASEAN.
Salah satu faktor utama penyebabnya adalah penerapan metode yang kurang tepat dengan karakteristik materi dan perkembangan siswa. Seperti yang
diungkapkan Marpaung (dalam Zubaidah, 2007) bahwa : ”metode pembelajaran
matematika yang diterapkan selama ini disekolah cenderung masih berpusat pada
guru dan cenderung mengekang kebiasaan siswa serta kreatifitasnya”.
Dari uraian-uraian teoritis tersebut, perlu diterapkan suatu metode yang
diharapkan mampu meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika atau
geometri. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki mutu pendidikan matematika
ditingkat sekolah yang sekaligus sebagai dasar untuk tingkat pendidikan lanjutannya. Problem solving merupakan salah satu alternatif yang sesuai diterap-
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
7
kan untuk memahami konsep-konsep geometri. Seperti yang diungkapkan oleh
Majid (2006) bahwa : metode pemecahan masalah (problem solving) merupakan
cara memberikan pengertian dengan menstimulasi siswa untuk memperhatikan,
menelaah dan berpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah.
1.2 Permasalahan
Salah satu tantangan utama dalam pengajaran matematika adalah rendahnya mutu pendidikan pada mata pelajaran matematika yang disebabkan oleh
penerapan metode yang belum tepat dengan karakteristik siswa dan materi itu
sendiri. Belajar untuk dapat menyelesaikan persoalan merupakan alasan utama
untuk mempelajari matematika. Problem solving merupakan suatu metode untuk menangani secara sistematis persoalan-persoalan geometri, karena itu perlu
diajukan strategi yang terkait dengan : ”Bagaimana penerapan dan kesesuaian
langkah-langkah metode problem solving diterapkan untuk memahami konsepkonsep atau materi dalam bidang geometri sehingga dapat meningkatkan kemampuan analitis terhadap siswa”.
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk : memaparkan atau mendeskripsikan
penerapan langkah-langkah teoritis dari metode problem solving sebagai salah
satu metode yang sesuai diterapkan pada pembelajaran geometri.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
8
1.4 Kontribusi
Kontribusi dari hasil penelitian ini adalah sebagai bahan masukan atau perbandingan kepada pihak penyelenggara pendidikan, guru dan siswa dalam memilih
alternatif pembelajaran yang sesuai diterapkan untuk mempelajari materi geometri. Seperti diketahui bahwa geometri merupakan bagian dari matematika yang
memuat materi berstruktur aksioma-deduktif dan tersusun secara hierarkhis, serta
banyak digunakan untuk memecahkan masalah pada bidang ilmu lainnya.
1.5 Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian literatur dalam bidang pendidikan matematika terutama yang terkait dengan problem solving dan geometri. Buktibukti atau pengalaman empiris dari peneliti dan temuan penelitian yang relevan
akan dikemukakan pada bagian pembahasan. Langkah-langkah yang dilakukan
pada penelitian ini adalah penelusuran dan pengkajian teori-teori pendukung yang
membahas tentang :
a. Pengertian dari problem solving.
b. Pengertian dan konsep-konsep dasar geometri.
c. Strategi problem solving yang terkait dalam geometri.
d. Dinamika geometri pada matematika sekolah.
e. Pengetahuan empirik dan fakta-fakta hasil penelitian yang relevan.
f. Menarik kesimpulan sebagai inti dari pengkajian teori atau pengetahuan
empirik.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Problem Solving
Penyelesaian masalah didefenisikan oleh Kantowski sebagai ”sebuah situasi
dimana orang yang menghadapinya tidak memiliki algoritma yang dapat diakses
dengan mudah yang akan memberikan sebuah solusi” (1977). Hal senada Trismen
(1988) mendefenisikan problem solving atau pemecahan masalah sebagai ”apa
yang anda lakukan ketika anda tidak mengetahui apa yang dilakukan”, sedangkan
Schoenfeld (1985) mengatakan bahwa ”bahkan perhitungannya adalah apa yang
dimaksud dengan matematika”.
Lebih jauh Lesh (1981) berpendapat: ”penyelesaian masalah adalah lebih
daripada memperoleh jawaban”. Ini merupakan sebuah alat, sebuah alat pemikiran dan sebuah filosofi. Penyelesaian masalah adalah sebuah kecenderungan untuk
belajar dari setiap kesempatan yang ada, sebagian besar yang dapat dikumpulkan
dari pengalaman tersebut.
Penyelesaian masalah terutama merupakan suatu cara berpikir,cara menganalisa sebuah situasi, cara penggunaan keahlian pemberian alasan yang tidak
dipelajari melalui pengingatan kenyataan-kenyataan tertentu, akan tetapi melibatkan diri sendiri dalam proses penyelesaian masalah dan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang lalu terhadap masalah yang sedang ditangani. Agar
menjadi pemecah masalah yang baik, orang harus mengembangkan dasar pengetahuan matematika. Seberapa efektif dia mengorganisasikan pengetahuan juga
9
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
10
turut mempengaruhi problem solving yang sukses.
Berkaitan dengan pemecahan masalah, Kantowski (1974) menemukan bahwa
”siswa yang mempunyai dasar pengetahuan yang baik menjadi orang yang paling
mampu menggunakan heuristik dalam instruksi geometri”. Selanjutnya Silver
(1979) menemukan bahwa ”pemecah masalah yang sukses lebih mungkin mengelompokkan persoalan matematika berdasarkan kemiripan utamanya di dalam
stuktur matematika”, dan Wilson(1967) menemukan bahwa ”heuristik umum
hanya berdaya guna apabila didahului oleh heuristik tugas tertentu”.
Istilah heuristik adalah bersinonim dengan strategi, teknik, atau aturan.
Sebagai contoh : peringatan untuk membuat tabel atau menguraikan persoalan
dengan kata-kata sendiri atau menarik angka untuk menggambarkan argumen
yang menjadi bukti, memiliki sifat heuristik. Apabila diluar konteks, Polya (1973)
mengungkapkan bahwa heuristik tidak memiliki nilai tertentu, tetapi apabila dimasukkan ke dalam situasi atau persoalan matematika, heuristik bisa sangat
membantu. Intruksi matematika yang menekankan proses heuristik telah menjadi
fokus beberapa penelitian. Kantowski (1977 ) menggunakan intruksi heuristik dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan persoalan geometri
dari murid sekolah menengah.
2.2 Langkah Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Menurut Polya (1973) ada 4 langkah yang perlu dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah matematika yaitu:
1). memahami dan mendalami masalah, 2). menemukan suatu strategi, 3). menggunakan strategi untuk menyelesaikan masalah dan 4). mengkaji kembali serta
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
11
merefleksikan terhadap solusi atau keadaan awal.
Bagi masalah-masalah yang sulit, tidak memungkinkan untuk secara mudah
keempat tahapan ini secara berturut-turut untuk menghasilkan suatu jawaban.
Diagram dibawah ini jauh menyerupai apa yang terjadi sesungguhnya, seperti
yang digambarakan pada gambar 2.1 berikut. Dalam problem solving beberapa
aspek sangat terkait satu dengan lainnya. Misalnya proses memahami masalah terkait dengan proses mengkaji, menggunakan strategi, proses menyelesaikan
masalah. Dalam masalah matematika, tentunya akan dapat dikaji atau dipahami inti utama dari masalah, termasuk mengetahui apa yang sudah diketahui
dan apa yang akan dicari dari masalah tersebut. Kemudian mampu menyusun
model matematikanya, dan mampu memilih strategi penyelesaian, dan terakhir
mengkaitkan dengan masalah awal yang sekaligus melakukan recek tentang hasil
atau penyelesaian yang di dapat.
Gambar 2.1 : Kaitan antar subsistem dalam penyelesaian masalah
Tidak ada peluang untuk dapat menyelesaikan suatu masalah kalau kita
tidak lebih dulu dapat memahaminya. Proses ini memerlukan bukan saja pengenalan apa yang harus dicari melainkan juga berbagai jenis informasi penting yang
perlu dipadukan bersama untuk memperoleh jawaban.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
12
Pencarian suatu strategi menurut Polya (1973) cenderung mengungkapkan
bahwa adalah jauh lebih sederhana untuk memikirkan suatu strategi yang tepat.
Strategi pemecahan masalah yang umum adalah:
1. Estimasikan (termasuk menebak dan periksa, dan menebak dan perbaikan).
2. Bertindak (termasuk menggunakan peralatan).
3. Gambarkan (termasuk membuat gambar dan diagram).
4. Membuat daftar (termasuk membuat suatu tabel)
5. Pikirkan (termasuk penggunaan keterampilan yang sudah anda ketahui)
Strategi mengestimasikan dalam menebak dan memeriksa merupakan salah
satu strategi yang paling sederhana. Setiap orang dapat menebak suatu jawaban. Jika mereka juga dapat memeriksa bahwa tebakan mereka sesuai dengan
kondisi masalah, maka mereka telah menguasai strategi menebak dan memeriksa.
Menebak dan memperbaiki adalah lebih memuaskan dari menebak dan memeriksa.
Dasar pemikirannya adalah bahwa jika menggunakan dugaan pertama tidak
tepat maka dapat membuat dugaan berikutnya. Dalam masalah-masalah yang
relatif sederhana mudah melihat bagaimana cara memperbaiki dugaan akhir.
Strategi bertindak dan menggunakan peralatan sering digunakan secara bersamaan. Peralatan ini meliputi diri anak itu sendiri sehingga ada hubungan diantara bertindak dan penggunaan peralatan.
Strategi membuat gambar sangat diperlukan meskipun gambar tidak perlu
terlalu luas melainkan hanya mencakup rincian yang cukup untuk menyelesaikan
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
13
masalah. Memang sulit untuk mengetahui dimana membuat gambar akan berakhir dan dari mana memulai menggambarnya. Kita harus memikirkan atau
membayangkan diagram sebagai suatu yang dapat kita gambarkan.
Strategi membuat daftar atau tabel yang terorganisir adalah dua aspek yang
bekerja secara sistematis. Strategi ini akan membantu siswa untuk melakukan
pengembangan logika sistematis terhadap bidang matematika mereka jika mereka
mulai mengorganisir segala sesuatu secara sistematis.
Strategi berpikir tidak dipergunakan sendiri tetapi dalam bentuk kombinasi
dengan strategi lainnya. Strategi-strategi yang ingin kita sebutkan disini adalah
menjadikan masalah itu menjadi sistematis, membuat catatan, mengamati pola,
menggunakan kerja simetris dan menggunakan keterampilan yang sudah dimiliki.
Setelah mendalami masalah dan memutuskan suatu rencana tahap pemecahan masalah yang selanjutnya adalah menyelesaikan masalah, sehingga jawaban diperoleh. Dalam menyelesaikan masalah siswa diharapkan membuat catatan
apa yang sedang mereka lakukan. Hal ini penting untuk memperlihatkan kepada
orang lain apa yang telah mereka lakukan dan juga bermanfaat dalam mencari
kesalahan-kesalahan seandainya jawaban yang benar tidak ditemukan.
Selanjutnya penting untuk membiasakan menelusuri kembali apa yang telah
dilakukan. Ada 4 alasan tentang pentingnya melakukan penelurusan kembali
dalam problem solving, yaitu : a). merupakan praktek yang baik untuk memeriksa
pekerjaan dan memastikan tidak membuat kesalahan apapun, b). penting untuk
memastikan bahwa jawaban yang diperoleh pada dasarnya adalah jawaban yang
tepat bagi masalah dan bukan terhadap masalah yang diduga sedang ditanyakan,
c). mengkaji ulang dan memikirkan lebih jauh tentang solusi dibanding solusi
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
14
semula, dan d). dapat memberikan pandangan yang lebih luas tantang apa yang
sesungguhnya sedang berlangsung.
2.3 Pola Pikir Deduktif-Aksiomatik dalam Geometri
Geometri secara khusus banyak memberi peluang untuk mengajar siswa
bagaimana memberikan penjelasan secara matematik. Dalam bidang geometri
alasan matematika berfokus pada pembuatan conjecture dan kemudian membuktikan atau menyangkal. Conjecture perlu dibuktikan dengan deduktif logis atau
tidak terbukti dengan counter-example (contoh penyangkal). Misalnya konsep
persegi dapat diturunkan dari konsep persegipanjang, karena memang persegi adalah suatu persegipanjang yang keempat sisinya sama panjang. Tetapi sebaliknya
tidak benar, karena persegipanjang belum tentu persegi, karena pada persegi panjang tidak disyaratkan keempat sisinya sama panjang. Artinya counter-example
yang digunakan menunjukkan bahwa persegi itu bukan persegi panjang adalah
keempat sisinya sama panjang.
Penggunaan alasan deduktif dalam bentuk pernyataan ”jika-maka” dan bukti
bukti dalam pengajarannya membuat siswa untuk:
1. Membuktikan hipotesis dan kesimpulan pernyataan jika-maka.
2. Menggunakan counter-example untuk menyangkal pernyataan jika-maka
3. Menggunakan sifat-sifat aljabar sebagai bukti.
4. Mengenal jenis-jenis alasan yang dapat dipergunakan sebagai bukti
5. Merencanakan pembuktian dan menuliskannya dalam bentuk dua kolom
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
15
Pembuktian menggunakan alasan deduktif terdiri dari beberapa langkah
berbeda:
1. Buatlah gambar yang mengilustrasikan apa yang akan dibuktikan. Gambar
ini sudah dibuat atau mungkin harus menggambar sendiri.
2. Tulis pernyataan yang diberikan dan tuliskan kesimpulan yang dibuktikan.
Sekarang anda memiliki tahap permulaan dan akhir dari pembuktian.
3. Tandai gambar menurut apa yang dapat anda simpulkan dari informasi yang
diberikan. Ini merupakan langkah pembuktian yang akan dicari tahu bagaimana terbukti dan apakah anda mampu atau tidak membuktikannya yang
diminta. Sisi-sisi yang kongruen, sudut-sudut, dan lain-lain harus ditandai
sehingga anda dapat melihat apa yang harus dituliskan dalam pembuktian
ini untuk menyakinkan pembaca bahwa anda benar dalam kesimpulan yang
anda buat.
4. Tuliskan langkah-langkah secara cermat, tanpa menghilangkan langkah-langkah
sederhana.
Geometri Euclid didasarkan kepada lima prinsip mendasar yang disebut postulate atau aksioma. Postulate adalah prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi dasar
yang dianggap dapat dibuktikan sendiri. Kelima postulate dasar Euclid tersebut
adalah:
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
16
Postulate 1.
Postulate 2.
Postulate 3.
Postulate 4.
Postulate 5.
Untuk setiap titik P dan untuk setiap titik Q yang tidak
sama dengan P , ada garis l yang melalui P dan Q
Untuk setiap ruas garis AB dan untuk setiap ruas garis
CD ada titik E sehinga A adalah antara A dan E dan
ruas garis CD adalah kongruen dengan ruas garis BE
Untuk setiap titik O dan untuk setiap titik A yang tidak
sama dengan O ada sebuah lingkaran dengan pusat O dan
radius OA.
Semua sudut-sudut adalah kongruen satu sama lainnya.
Untuk setiap garis l dan untuk setiap titik P yang tidak
terletak pada l dan ada garis m melalui P dan sejajar l.
2.4 Pengertian Geometri
Definisi geometri yang berguna dewasa ini adalah definisi yang dikaitkan
dengan pakar matematika Britania yang sangat dihormati, Sir Christopher Zeeman mengartikannya sebagai: ”geometri terdiri dari cabang-cabang matematika
yang mengeksploitasi intuisi visual (terutama indera kita) untuk mengingat teorema, memahami bukti, menginspirasikan perkiraan, mempersepsikan realitas dan
memberikan pengetahuan global” (Royal Society/JMC 2001). Ini semua merupakan keahlian yang dapat dialihkan yang dibutuhkan untuk semua cabang matematika lainnya, termasuk sains.
Konsep-konsep geometri tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, malah
kehidupan tidak terlepas dari unsur-unsur geometri. Benda-benda sekitar yang
menopang kehidupan manusia tidak terlepas dari geometri. Misalnya alat transportasi yang mebutuhkan unsur lingkaran, bola, kubus dan sebagainya. Atau konsep rumah tidak terlepas dari unsur segi empat, kubus, balok, luas permukaan,
dan luas bidang datar, dan sebagainya. Hal ini merupakan salah satu penyebab
bahwa pengetahuan tentang geometri sangat dibutuhkan oleh peserta didik sejak
mulai dari usia sekolah sampai perguruan tinggi. Seperti hasil laporan penelitian
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
17
yang dilakukan oleh Royal Society/JMC mengajukan bahwa tujuan mengajarkan
geometri sebagai berikut:
1. Mengembangkan kesadaran ruang, intuisi geometrik dan kemampuan memvisualisasi.
2. Mengembangkan pengalaman geometrik yang luas dalam dua dan tiga dimensi.
3. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang dan kemampuan
dalam menggunakan sifat-sifat dan teorema-teorema geometri.
4. Mendorong pengembangan dan penggunaan perkiraan, pertimbangan deduktif dan bukti.
5. Mengembangkan keahlian mengaplikasikan geometri melalui pemodelan dan
pemecahan masalah dalam konteks dunia nyata.
6. Mengembangkan keahlian ICT yang berguna dalam konteks geometrik secara spesifik.
7. Menanamkan sikap positip terhadap matematika dan
8. Mengembangkan kesadaran akan warisan sejarah dan budaya geometri di
masyarakat dan aplikasi geometri di masa sekarang.
2.5 Dinamika Geometri pada Matematika Sekolah
Studi tentang geometri menunjukkan kontribusi yang signifikan dalam membantu siswa untuk mengembangkan keahlian visualisasi, berpikir kritis, intuisi,
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
18
perspektif, pemecahan-masalah, memperkirakan, berpikir deduktif, argumen logika
dan bukti. Gambaran-gambaran geometris bisa digunakan untuk membantu siswa
mengartikan bidang-bidang matematika lainnya seperti konsep pecahan dan perkalian dalam aritmetika, hubungan antara grafik-grafik fungsi (dari dua dan tiga
variabel) dan gambaran grafik data dalam statistik. Pertimbangan ruang penting di bidang kurikulum lainnya dan juga matematika: sains, geografi, seni,
rancangan dan teknologi. Bekerja dengan peralatan praktis juga bisa membantu
mengembangkan keahlian motorik dengan baik.
Geometri memberikan konteks yang kaya budaya dan sejarah yang berkaitan
dengan konsep atau unsur matematika, seperti bentuk piramide, segitiga, prisma,
balok, dan sejenisnya. Terdapat banyak hasil yang menarik, yang terkadang
mengejutkan atau kontra-intuitif dalam geometri yang bisa menstimulasi siswa
agar ingin mengetahui lebih banyak dan memahami mengapa. Mempresentasikan
geometri dengan cara yang merangsang keingintahuan dan mendorong eksplorasi bisa meningkatkan pembelajaran siswa dan sikapnya terhadap matematika.
Dengan mendorong siswa mendiskusikan soal-soal dalam geometri akan menggodok ide-ide mereka dan mengembangkan argumen-argumen dengan struktur
yang jelas untuk mendukung intuisi mereka yang bisa menghasilkan peningkatan
keahlian komunikasi dan pengakuan pentingnya bukti. Kontribusi matematika
kepada perkembangan spiritual, moril, sosial dan kultural siswa bisa direalisasikan dengan efektif melalui geometri. Seperti yang telah disebutkan di atas,
sebagian ide untuk menggunakan geometri mendukung perkembangan spiritual
dan kultural bisa ditemukan dalam rujukan-rujukan kehidupan sehari-hari.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
19
Sumber-sumber materi yang berguna untuk mendukung perkembangan moril dan sosial bisa ditemukan dalam publikasi Stapleford Centre di Nottingham
(misalnya, sumberdaya Charis Mathematics untuk tahap utama 3 dan 4), serial
Summing up the World dari Development Education in Dorset, dan Maths and
Human Rights Resources Book yang dipublikasikan Amnesty International. Hal
ini dapat digunakan sebagai media atau untuk mendukung belajar-mengajar geometri untuk tingkat usia tertentu.
Geometri kaya akan sumber kesempatan untuk mengembangkan gagasan
tentang bukti. Walaupun banyak lagi yang akan disampaikan tentang hal ini di
bagian kemudian, namun pantas kiranya ditekankan bahwa gambar-gambar visual, terutama yang dapat dimanipulasi dilayar komputer, mengajak siswa untuk
mengamati dan memperkirakan generalisasi. Membuktikan perkiraan akan mengharuskan siswa memahami bagaimana gambar-gambar yang diamati terkait satu
dengan lainnya dan terkait dengan balok pembangun utama. Bantuan melalui
software geometri dapat digunakan untuk memahami gambar-gambar yang diamati untuk menunjukkan konsep dari : titik-titik, lingkaran-lingkaran dan garisgaris paralel dan tegak lurus.
Kehidupan manusia berada pada planet padat yang berdimensi tiga yang
ternyata membutuhkan banyak pengalaman melalui stimulus visual. Ini berarti
bahwa kemampuan menafsirkan informasi visual sangat mendasar sifatnya bagi
eksistensi manusia. Untuk mengembangkan pemahaman tentang bagaimana keterkaitan antar fenomena ruang dan untuk mengaplikasikan pemahaman tersebut
dengan yakin untuk memecahkan masalah dan mengartikan situasi baru hendaknya menjadi bagian dari pengalaman semua peserta didik atau semua siswa.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
20
Geometri menawarkan cara yang kaya dalam mengembangkan keahlian visualisasi. Visualisasi memungkinkan siswa memperoleh cara mengeksplorasi soalsoal matematika dan masalah-masalah lainnya tanpa perlu menghasilkan diagram
yang akurat atau menggunakan gambaran-gambaran simbolis. Memanipulasi
gambar-gambar di dalam pikiran bisa menginspirasikan keyakinan dan mengembangkan pemahaman intuitif tentang situasi ruang. Berbagi gambar-gambar visual pribadi bisa membantu mengembangkan keahlian komunikasi dan juga memungkinkan siswa dapat mengetahui bahwa kerapkali ada banyak cara dalam
menafsirkan gambar atau deskripsi lisan atau tulisan.
Tidak sedikit kehidupan kultural kita yang sifatnya visual. Apresiasi keindahan seni, arsitektur, musik dan banyak artefak budaya melibatkan prinsip-prinsip
geometri simetri, perspektif, skala, orientasi, dan lain sebagainya. Memahami
banyak prinsip ilmiah dan fenomena teknologi juga membutuhkan kesadaran geometrik, sepertihalnya navigasi, teknik orientasi dan pembacaan peta. Mengenali
yang sudah tidak asing dan yang masih asing membutuhkan kemampuan mencirikan dan mencatat ciri-ciri utama.
Banyak sekali aplikasi matematika saat ini memiliki komponen geometrik
yang kuat. Pada banyak kasus, masalah mencakup kegiatan memasukkan informasi geometrik ke dalam komputer dengan format yang berguna, memecahkan masalah geometrik dan mengeluarkan penyelesaian ini sebagai bentuk visual atau ruang, sebagai rancangan yang akan dibangun, sebagai tindakan yang
akan dilaksanakan atau sebagai gambar yang akan digeluti. Memecahkan masalah ini membutuhkan pengetahuan geometrik yang berarti. Pada saat sekarang
ini banyak dikembangankan media untuk memperkaya pembelajaran geometri,
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
21
seperti melalui : rancangan dan pemodelan geometrik dibantu komputer, dunia
robot, pencitraan medik, animasi komputer dan presentasi visual.
Rancangan dan Pemodelan Geometrik Dibantu Komputer: Masalah dasarnya
adalah untuk menguraikan, merancang, memodifikasi atau memproduksi bentuk
yang kita inginkan: mobil, pesawat, gedung, komponen hasil manufaktur, dll.
dengan menggunakan komputer. Deskripsi yang dibutuhkan agar cukup akurat
mengontrol proses manufaktur secara langsung dan untuk memungkinkan simulasi
dan pengujian objek-objek, biasanya sebelum membuat model fisik. Yang jelas,
misalnya, pesawat udara Boeing terbaru dirancang seluruhnya dengan menggunakan komputer, tanpa menggunakan model fisik.
Dunia Robot: Untuk menggunakan robot, kita harus meng-input (menggunakan kamera, sensor, dan lain-lain) model geometrik lingkungan. Isu keseluruhan
tentang perbendaharaan geometrik apa yang digunakan (misalnya, pemodelan
benda padat, aproksimasi polihedral, dan lain-lain.) dan bagaimana informasi ditata berstruktur adalah bidang utama penelitian di bidang yang disebut geometri
komputasional.
Pencitraan Medik: Menghasilkan pengukuran yang tidak mengganggu (biasanya suatu bentuk gambar) mengharuskan konstruksi gambar tiga-dimensi yang
layak dari bagian-bagian tubuh. Ini, misalnya, bisa melibatkan serangkaian proyeksi atau gambar dari ultrasound atau pencitraan resonansi magnetik (MRI) dari
beberapa arah atau titik. Ini menimbulkan pertanyaan tentang berapa banyak
pengukuran yang dibutuhkan untuk mengkonstruksi gambar tiga-dimensi penuh
dan algoritma apa yang bisa digunakan untuk merekonstruksi gambar lengkap
dari potongan-potongan. Pertanyaan sedemikian menghasilkan beberapa hasil
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
22
baru yang berarti di bidang seperti tomografi geometrik.
Animasi Komputer dan Presentasi Visual: Bagaimana caranya komputer
bisa menghasilkan gambar yang cukup kaya untuk membodohi persepsi manusia
kita tentang bentuk statis dan benda bergerak? Salah satu pakar komputer/ahli
geometri yang mengerjakan seluruh video animasi ’A Bugs Life’ menggambarkannya sebagai ”latihan dalam menangani tekstur dan memodelkan pakaian dengan
tingkat matematika baru”. Matematika baru dengan landasan geometris, seperti
fractal, merupakan bagian dari pekerjaan ini. Jadi itu merupakan pemodelan
geometris.
Pada bidang ilmu lain banyak digunakan konsep geometri untuk menyelesaikan masalah pada bidang tersebut. Misalnya, dalam kimia pada kimia perhitungan dan bentuk-bentuk molekul, fisika pada materi memodelkan berbagai
bentuk kaca dan materi agregat, biologi pada pemodelan protein, pendaratan
obat pada molekul lainnya, pada Sistem Informasi Geografik (GIS), dan bidangbidang lainnya, termasuk bidang teknik.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB 3
STRATEGI PROBLEM SOLVING DALAM GEOMETRI
3.1 Perkembangan Strategi Problem Solving
Pandangan yang mendalam dan komprehensif tentang pemecahan masalah
dalam kurikulum matematika sekolah timbul akibat dari penelitian George Polya.
Penulis ini merumuskan kembali, memperluas dan menggambarkan ide-ide yang
berbeda tentang temuan matematika dengan cara yang dapat diketahui dan digunakan guru (Stanic dan Kilpatrick, 1989). Dalam literatur Amerika, para peneliti
pemecahan masalah matematika diilhami oleh penelitian Polya (Kilpatrick, 1969,
1985; Lester, 1980, 1994; Silver, 1987, 1994; Schoenfeld, 1985, 1992). Peneliti
ini memberi kontribusi yang besar kepada pengembangan pemecahan masalah
dalam kurikulum sekolah melalui pengaruhnya pada sifat yang mudah berubah
dari penekanan dan metodologi penelitian. Yang terkait dengan tradisi pemecahan masalah Amerika Mason et al. (1982) dan Borgersen (1994) memperluas
model empat tahap Polya dengan mempresentasikan kerangka yang dirancang untuk membantu siswa menginternalisasikan strategi polya dan mendapatkan akses
kepadanya bagi diri mereka sendiri.
Selama tahun 1990-an, ada tren kearah pemahaman yang lebih mendalam
tentang kognisi di bidang pemecahan masalah dan pendekatan yang terilhami
etnografis diadopsi banyak peneliti (Resnick, 1991; Lave dan Wenger, 1991; Chaiklin dan Lave, 1993; Wenger, 1998; Artzt dan Femia, 1999; Bjuland, 2002). Ditahuntahun belakangan ini para peneliti juga terfokus pada pemikiran matematika siswa
dalam memecahkan masalah (Wyndhamn dan Saljo, 1997; Lithner, 2000; Lith23
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
24
ner, 2003) dan proses pertimbangan siswa yang bekerja dalam kelompok kerja
kolaboratif.
a. Apakah siswa memperhatikan refleksi atas proses pembelajaran mereka setelah mengerjakan soal-soal geometri dalam kelompok-kelompok kecil ?
b. Elemen-elemen refleksi manakah yang dapat diidentifikasi dalam komunikasi
siswa melalui aktivitas pemecahan masalah kolaboratif ?
Disadari sekali perlu kiranya fokus pada masalah guru masa depan manakala mereka bercermin pada tugas matematika yang berusaha mereka selesaikan
sendiri. Apakah fakta bahwa mereka melakukan persiapan untuk menekuni profesi mengajar memegang peranan dalam refleksi ini? Dengan kata lain apakah
siswa bercermin pada pengalaman mereka sebagai pelajar matematika atau sebagai guru matematika ?
Dalam sebuah studi sebelumnya (Bjuland, 2002), pengamatan, analisa dan
penafsiran tentang diskusi diantara guru yang bekerja secara kolaboratif dalam
kelompok-kelompok kecil dalam konteks pemecahan masalah. Lebih spesifik lagi,
tujuannya adalah untuk memberi kontribusi kepada pemahaman tentang bagaimana proses berpikir terekspresikan dalam komunikasi siswa. Berupaya untuk
mengidentifikasi bagaimana elemen-elemen pertimbangan yang berbeda diverbalisasikan dalam dialog dan fokus pada strategi heuristik yang digunakan dua kelompok siswa dengan latar belakang matematika yang berbeda manakala mereka
mengerjakan dua soal geometri. Hal ini sangat memperhatikan strategi heuristik dalam mengajukan pertanyaan terbuka karena ada alasan untuk yakin bahwa
verbalisasi ini berfungsi sebagai pemicu untuk proses berfikir dan untuk meng-
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
25
hasilkan strategi yang digunakan dalam proses penyelesaian.
3.2 Penelitian yang berkaitan dengan Problem Solving
Strategi probem solving sudah berkembang pada abad ke 18 di negaranegara maju, seperti Eropah dan Amerika. Banyak tokoh-tokoh yang sudah
melakukan penelitian tentang problem solving ini pada pembelajaran matematika, termasuk pada geometri. Strategi ini merupakan satu strategi yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh yang beraliran kontsruktivisme, salah satu diantaranya
adalah Piaget. Dalam sejarahnya, Dewey diakui sebagai pemrakarsa utama konsep refleksi diabad dua puluh (Hatton dan Smith, 1995). Dewey menganggapnya
merupakan bagian khusus dari pemecahan masalah, dengan berpikir memecahkan masalah yang terlibat dalam pengurutan dengan cermat ide-ide yang masingmasing dihubungkan dengan pendahulunya. Menurut Hatton dan Smith (1995),
timbul empat isu utama dari tulisan awal Dewey dan penafsirannya selanjutnya
sepanjang menyangkut refleksi. Isu pertama berkenaan dengan apakah refleksi
terbatas pada proses berpikir tentang tindakan atau apakah lebih terkait dengan
tindakan. Isu kedua terkait dengan kerangka waktu di dalam mana refleksi terjadi. Isu ketiga berkenaan dengan apakah refleksi bersifat terpusat masalah atau
tidak. Terakhir isu keempat fokus pada sejauh mana orang yang melakukan refleksi mempertimbangkan nilai-nilai atau keyakinan-keyakinan sejarah, budaya
dan politik yang lebih luas dalam membatasi dan membatasi kembali masalahmasalah praktis untuk mana penyelesaian akan dicari (Hatton dan Smith, (1995),
p.34). Proses ini diidentifikasi sebagai refleksi kritis (Gore dan Zeichner dalam
Hatton dan Smith, op. cit).
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
26
Tidak sedikit perhatian diberikan kepada konsep refleksi dalam literatur
dalam 20 tahun terakhir. Menurut Mason dan Davis (1991), kata ”berefleksi”
secara harfiah berarti ”melihat kembali kebelakang”. Penulis ini menekankan
bahwa orang yang menyelidiki pengalamannya sendiri untuk mengkhususkan diri
pada generalitas dan melihat apakah itu berarti baginya telah bergelut dalam
aktivitas refleksi.
Refleksi juga bisa didefinisikan sebagai pemikiran dengan sengaja atas pengalaman pengalaman pribadi (Dewey, 1993; Inhelder dan Piaget, 1958; Hiebert,
1992; Wistedt, 1994), yang sering dalam menetapkan hubungan antara ide-ide
atau tindakan-tindakan (Hiebert, 1992). Dalam pembelajaran matematika, refleksi dicirikan oleh menjauhkan diri seseorang dari tindakan mengerjakan matematika (Sigel, dalam Wheatley, 1992).
Menurut Wheatley, adalah satu hal memecahkan masalah dan adalah hal
lain lagi menganggap tindakan seseorang sebagai objek refleksi. Ia menegaskan
bahwa tidaklah cukup siswa menyelesaikan tugas-tugas, tetapi mereka harus didorong untuk berefleksi atas aktivitas mereka. Sebagai contoh misalnya, dengan
disuruh membenarkan metode penyelesaian akan meningkatkan refleksi. Ini bisa
terjadi dalam konteks kelompok kecil saat seorang partisipan bertanya: ”Akankah
itu berhasil ?” atau mungkin terjadi dalam diskusi seluruh kelas ketika presenter
diminta menjelaskan suatu penjelasan.
Dalam tradisi pemecahan masalah, tahap melihat kembali ke belakang yang
diajukan Polya (1957) kerapkali terkait dengan aktivitas refleksi karena dimungkinkan meningkatkan penyelesaian atau pemahaman tentang penyelesaian. Dengan
melihat kembali kebelakang pada penyelesaian, siswa bisa mengonsolidasikan penge-
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
27
tahuan mereka dan mengembangkan kemampuan mereka untuk memecahkan masalah. Dalam suatu studi (Bjuland, 2002) tentang tugas-tugas pemecahan masalah dan usaha siswa untuk sampai pada argumen yang menyakinkan, dibedakan
antara melihat kembali kebelakang dan berefleksi. Melihat kebelakang pada proses
penyelesaian dan pada penyelesaian itu sendiri dianggap merupakan strategi heuristik yang berfungsi mencari penyelesaian, sementara berefleksi berkenaan dengan
usaha keras memodifikasi penyelesaian.
Refleksi juga dikaji dalam kerangka yang digunakan dalam pendidikan guru.
Schon (1987) berbicara tentang refleksi-dalam-tindakan, yang mengisyaratkan
pemikiran dan modifikasi tindakan dengan sengaja yang hampir seketika dan
refleksi-atas- tindakan, yang mengisyaratkan memikirkan tindakan dengan sengaja
setelah tindakan tersebut terjadi. Sehubungan dengan kerangka refleksi Schon
yang terkait dengan pendidikan guru dan menyesuaikan dengan konteks khusus
dimana guru fokus pada tugas pemecahan masalah dalam kelompok-kelompok kecil. Melihat kebelakang pada proses penyelesaian dan berefleksi pada penyelesaian
yang baru diperoleh terkait dengan bagian refleksi-dalam-tindakan dari kerangka
Schon.
Selama mengerjakan soal-soal dalam kelompok-kelompok kecil, siswa diharapkan berefleksi pada pekerjaan kelompoknya dan proses pembelajaran mereka
di akhir setiap pertemuan. Dianggap bahwa refleksi ini sebagai refleksi-atastindakan. Dapat dikatakan bahwa refleksi-atas-tindakan melibatkan melihat kebelakang pada tindakan setelah suatu waktu setelah tindakan tersebut terjadi
(Hatton dan Smith, 1995). Salah satu isu utama Dewey berkenaan dengan refleksi terkait dengan kerangka waktu di dalam mana refleksi terjadi. Dewey tam-
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
28
paknya mengajukan bahwa kerangka waktu luas dan sistemik dan bukan segera
dan jangka pendek (Hatton dan Smith, op. cit.). Akan tetapi, dalam kedua
episode yang dipresentasikan disini difokus pada refleksi siswa atas proses pembelajaran yang dipilih dan pertemuan ketiga dan keempat, yang mengisyaratkan
bahwa siswa telah berpengalaman dalam bekerja sama dalam kelompok-kelompok
kecil dan mengerjakan soal-soal khusus ini untuk tiga atau empat pertemuan.
Selama tahun 1980-an, penelitian fokus pada studi kasus dan penelitian
wawancara dengan menggunakan protokol yang dipikirkan dengan cermat untuk
berusaha memastikan perbedaan dalam pendekatan terhadap pemecahan masalah antara pemecah masalah yang berhasil dan yang tidak berhasil, yang disebut
juga dengan ahli dan tidak ahli (Lester, 1994) Temuan-temuan Schoenfeld (1985,
1992), yang didasarkan pada materi empiris lebih dari seratus video tape mahasiswa dan siswa sekolah menengah atas, yang mengerjakan soal-soal yang asing,
menunjukan bahwa siswa biasanya menghabiskan waktu 20 menit untuk sesi soal
dalam eksplorasi berstruktur. Kira-kira 60% upaya penyelesaian mempunyai profil
penyelesaian dimana siswa membaca soal dan memilih pendekatan dengan cepat
terhadap soal tersebut, dan mengerjakannya dengan arah pendekatan tersebut
tanpa mempertimbangkannya kembali atau merevisinya.
Schoenfeld (1992) menunjukan grafik garis waktu dari proses penyelesaian
untuk siswa umumnya dan grafik garis waktu ahli matematika, yang berupaya
memecahkan masalah non standar. Walaupun siswa umumnya menghabiskan
sebagian besar waktunya dalam eksplorasi tidak berstruktur atau bergerak cepat
ke dalam implementasi soal, ahli menghabiskan lebih dari setengah waktunya
berusaha mengartikan soal. Ahli matematika tidak bergerak ke arah implementasi
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
29
sebelum ia yakin ia bekerja dalam arah yang benar.
Studi lain yang dilakukan Goos dan Galbraith (1996) menegaskan fakta
bahwa siswa tidak menghabiskan banyak waktu dalam mengartikan soal yang
masih asing baginya. Penulis ini berfokus pada sifat dan kualitas interaksi antara
siswa sekolah menengah berusia enam belas tahun yang mengerjakan soal aplikasi
secara kolaboratif. Struktur usaha pemecahan masalah siswa menunjukan adanya
loncatan segera kedalam implementasi setelah membaca awal dengan cepat dan
analisa masalah.
Carlson dan Bloom (2005) menggunakan kerangka pemecahan masalah multidimensi dengan empat tahap (orientasi, perencanaan, pelaksanaan dan pemeriksaan) untuk menggambarkan perilaku pemecahan masalah 12 ahli matematika
saat mereka mengerjakan empat soal matematika. Efektifitas para ahli ini dalam
mengambil keputusan cerdas, dalam menghasilkan penyelesaian matematika yang
bersumber dari kemampuan mereka memanfaatkan berbagai atribut pemecahan
masalah mereka (pengetahuan konseptual, affek, heuristik dan pemonitoran) sepanjang proses pemecahan masalah.
Studi-studi dari pemecahan masalah ahli matematika secara individu (Carlson dan Bloom, op.
cit), dari pemecah masalah yang tidak berpengalaman
(Schoenfeld, op. cit), dan dari interaksi antara siswa yang bekerja secara kolaboratif (Goos dan Galbraith,op. cit), menunjukkan bahwa kesadaran metakognitif merupakan unsur penting agar berhasil dalam pemecahan masalah. Dalam
penelitiannya tentang penelitian pemecahan masalah matematika, Lester (1994)
juga menegaskan bahwa metakognisi dipandang sebagai gaya penggerak dalam
pemecahan masalah. Ia menyatakan bahwa penelitian baru saja dimulai untuk
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
30
memahami sampai sejauh mana metakognisi mempengaruhi aktivitas pemecahan
masalah. Akan tetapi, Lester terfokus pada beberapa hasil yang sudah diterima
secara umum. Salah satu hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas metakognitif
efektif selama pemecahan masalah sangatlah sulit. Ini bukan hanya membutuhkan
adanya pengetahuan tentang apa yang akan dan kapan memonitor, tetapi juga
bagaimana memonitor. Hasil-hasil menunjukkan bahwa adalah tugas yang sulit
mengajarkan kepada siswa bagaimana memonitor perilaku mereka.
Selama tahun 90-an, penelitian dalam pendidikan matematika terfokus pada
interaksi sesama teman dalam kelompok-kelompok kecil sebagai isu penting (Cobb,
1995; Healy et al., 1995; Hoyles et al., 1991; Kieran dan Dreyfus, 1998). Dengan
mengikuti penelitian Brodie (2000), konteks sedemikian bisa penting sebagai arena
pembelajaran karena interaksi sesama teman dianggap memberikan dukungan
untuk pembentukan arti matematika oleh siswa. Itu juga memungkinkan lebih
banyak waktu bagi siswa berbicara dan beraktivitas. Menurut Farr (1990), dinamika kelompok tiga orang berubah drastis dibandingkan dengan kelompok dua
orang, karena dimungkinkan membentuk koalisi dalam ukuran kelompok yang
disebut pertama, tetapi tidak dalam kelompok yang disebut terakhir. Sepanjang
menyangkut kelompok lima orang dalam penelitian saya, dinamika kelompok sangat kompleks karena perspektif setiap siswa bisa dibawak ke dalam diskusi matematika.
Dengan menggunakan terminologi Vygotskian, Forman (1989) menyebutkan
tiga kondisi yang dibutuhkan untuk Zona Perkembangan Proksimal, yang diciptakan oleh siswa yang bekerja sama, agar supaya efektif: Siswa harus saling menghargai perspektif satu dengan lainnya tentang tugas, harus ada distribusi penge-
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
31
tahuan yang merata dan harus ada distribusi kekuasaan yang merata. Menurut
Hiebert (1992), bila siswa mengekspresikan diri mereka, mereka mengungkapkan
cara-cara pikir yang berbeda, cara-cara yang bisa didapat anggota kelompok lainnya. Dengan mengungkapkan ide-ide dan membelanya dalam menghadapi pertanyaan orang lain, dan dengan mempertanyakan ide orang lain, siswa dipaksa
mengatasi perbedaan. Siswa pastikan bahwa ini bisa merangsang siswa untuk
menguraikan, menjelaskan dan mungkin menata ulang pemikiran mereka sendiri.
Goos et al. (2002) melaksanakan studi tiga tahun tentang pola interaksi
siswa-siswa yang mengantarai aktivitas metakognitif di ruangan kelas matematika sekolah menegah. Analisa dialog pemecahan masalah kelompok kecil yang
fokus pada bagaimana zona kolaboratif perkembangan proksimal dapat diwujudkan melalui interaksi antar sesama teman dengan keahlian yang sebanding. Pemecahan masalah yang tidak berhasil terkait dengan keputusan metakognitif buruk
siswa selama proses pemecahan masalah dan ketiadaan tantangan kritis mereka
terhadap pemikiran satu dengan lainnya. Hasil yang berhasil terungkap jika siswa
menentang dan menolak ide yang tidak membantu dan aktif mendorong strategi
konstruktif. Perlu kiranya bertanya, secara kritis, apakah sudah cukup menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kolaboratif untuk meningkatkan pemikiran matematika. Lebih khusus lagi seperti pertanyaan yang diajukan Stacey
(1992): Apakah dua kepala lebih baik dari satu kepala? Dalam sebuah studi
yang dilaksanakan Stacey (op. cit) dimana siswa tahun ke 9 (rata-rata berusia 14
tahun) diberi tes tertulis tentang pemecahan masalah, kelompok-kelompok siswa
tidak memperoleh hasil yang lebih baik dari pada kinerja siswa perorangan sewaktu memecahkan masalah yang sama. Untuk menyelidiki mengapa ini terjadi
yang didasarkan pada analisa dari dialog siswa saat memecahkan masalah dalam
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
32
kelompok-kelompok, Stacey (op. cit) mengamati bahwa banyak ide dibawak ke
dalam diskusi, tetapi siswa mengalami kesulitan dalam memilih ide mana yang
akan efektif. Ide konstruktif ditolak demi memilih ide yang lebih sederhana tetapi
salah.
3.3 Problem Solving Dalam Matematika Dasar
Lambdin (2003) menggambarkan pemecahan masalah sebagai bersifat siklik
dan saling tergantung dengan pemahaman. ”Pemahaman meningkatkan pemecahan masalah...... belajar melalui pemecahan masalah mengembangkan pemahaman” (seperti yang dikutip dalam Lester & Charles, Eds., NCTM, 2003).
Seperti halnya Lambdin (2003), Wilson, Fernandez & Hadaway (1993) juga mengisyaratkan bahwa pemecahan masalah bersifat siklik.
Bila siswa fokus pada
suatu masalah, anggap ia memahaminya, dan mengajukan rencana penyelesaian,
serangkaian tahapan (proses) dimulai dan direvisi seiring dengan terus berkembangnya pemikiran siswa tersebut. Namun sewaktu melaksanakan rencana tindakan, ia menemukan ketidaktetarikan dalam pemahaman tentang masalah yang
mengharuskannya meninjau masalah kembali. Dengan demikian, tampak bahwa
pemecahan masalah adalah suatu proses iteratif dan jika memang demikian halnya, semua guru sekolah dasar, sekolah menengah dan sekolah menengah atas
mungkin ada baiknya memasukkan pemecahan masalah dalam sebagian besar
pengajaran matematika mereka. Van de Walle (2004) menyebut pemecahan masalah ”strategi pengajaran dasar” yang digunakan untuk menjadikan siswa benarbenar larut dalam pembelajaran matematika penting, dengan demikian, tampak
bahwa pemecahan masalah mungkin bukan hanya merasuki hampir setiap tugas
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
33
matematika, tetapi juga kehidupan pada umumnya.
Pertanyaan yang sesungguhnya adalah: Bagaimana anak-anak menggunakan
pemecahan masalah dan bagaiman pemilihan alat, manipulatif atau bahan mereka
bisa menciptakan dan menunjukkan penyelesaian mereka tampak serupa? Reusser
(2000) mengajukan bahwa, ”anak-anak adalah individu-individu aktif yang benarbenar membentuk dan memodifikasi pengetahuan dan keahlian matematika mereka
melalui interaksi dengan lingkungan fisik, materi guru dan anak-anak lainnya”.
Bukankah situasi sehari-hari dalam kehidupan hampir semua orang yang mengisyaratkan pengetahuan tentang keahlian pemecahan masalah? Dan, bila perlu,
tidakkah hampir semua orang memecahkan masalah-masalah ini dengan relatif
efisien? Ternyata menggunakan pemecahan masalah secara teratur dan biasanya
tugas pemecahan masalah ini tampaknya terkait dengan suatu bentuk alat, wujud
atau manipulatif (ban, pengukur tekanan udara, jenis cereal, ukuran dan sifatsifat, dan lain sebagainya...). Jika pemecahan masalah semacam ini terkait secara
langsung maupun tidak langsung dengan pemecahan masalah dengan angka-angka
dan matematika, mungkinkah ini menjadi saluran alami untuk memperdalam rasa
pengetahuan dalam matematika? Yang menjadi tujuan disini adalah menunutun
anak-anak sekolah dasar untuk memanfaatkan pengetahuan berbasis kinerja dari
memilih dan menggunakan materi berbasis manipulatif, seperti yang dijelaskan sebelumnya, menjadi pembentukan model-model yang, selanjutnya, terkait dengan
angka-angka dan algoritma.
Dalam kenyataannya, kadang-kadang orang dewasa berasumsi terlalu jauh
tentang potongan-potongan sambungan puzzle dan cepat-cepat melalui pelajaran
singkat tentang rangkaian tahap-tahap yang dibutuhkan untuk mengikat sepatu
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
34
(pemposisian ordinal) atau apa sesungguhnya yang dinyatakan temperatur, dalam
angka (derajat). Untuk yang disebut terakhir, temperatur kerap kali dilaporkan
kepada anak-anak sebagai panas atau dingin, berawan atau cerah, berangin atau
lembab, dan bukan secara angka-angka dengan uraian yang jelas dan akurat.
Anak-anak sangat mampu menguraikan mengapa 18 derajat Fahrenheit dingin
dan 88 derajat Fahrenheit ”panas”, secara numerik dan secara matematika, bila
dibolehkan menggunakan pemecahan masalah dalam situasi sedemikian dengan
tuntunan guru. Bila guru menggunakan bahasa matematika dan metodologi yang
akurat untuk menguraikan perbedaan (70 derajat) antara kedua temperatur sebagai bagian dari proses, ini akan sangat mungkin menjadi bagian fungsional dari
proses pemecahan masalah si anak dan memberikan kepada mereka kesempatan
yang lebih besar untuk mengembangkan pemahaman nyata.
3.4 Peranan Guru dan Problem Solving
Pada dasarnya, kebanyakan guru ternyata mengajarkan pemecahan masalah sebagai serangkaian tahap dan/atau dengan cara linier, sementara kebanyakan
siswa bukan hanya membutuhkan serangkaian tahapan, tetapi juga susunan lengkap
kesempatan yang berkelanjutan dan didukung untuk mengembangkan secara tidak
langsung dan mengasah teknik pemecahan masalah. Pengembangan pemecahan
masalah secara mendalam ini tidak menyatakan pemahaman sepenuhnya tentang
tugas matematika yang dihadapi, juga tidak mengisyaratkan bahwa itu dilakukan
secara tersendiri, melainkan biasanya dicapai melalui larut dalam masalah dimana
anak-anak menghubungkan informasi baru dan informasi sebelumnya (Lambdin,
2003).
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
35
Salah satu kriteria paling penting untuk meningkatkan keahlian pemecahan
masalah pada anak-anak tampaknya adalah melibatkan pengajaran oleh guru
yang dapat memfasilitasi dan bukan mengarahkan pembelajaran. Desoete, Roeyers dan Buysse (2001) mengkaji hubungan antara metakognisi dan pemecahan
masalah pada 80 anak sekolah dasar kelas tiga dan menemukan bahwa hubungan
antara kedua variabel ini terjadi lebih signifikan pada siswa diatas rata-rata dari
pada siswa baru. Ini mungkin menunjukkan bahwa anak-anak yang lebih banyak
mengalami kesempatan berfikir metakognitif atau introspektif mungkin selanjutnya menjadi pemecah masalah yang lebih kuat, yang mungkin menunjukkan
bahwa pendekatan yang lebih interaktif terhadap pengajaran bisa mengembangkan
pemikir dan pemecah masalah yang lebih kuat. Juga penting dikaji berbagai
strategi untuk menuntun guru yang enggan mengadopsi metode manipulatif dan
metode berbasis masalah di ruangan kelas mereka.
Sebagian dari apa yang terjadi bila guru enggan menggunakan pendekatan
yang inovatif, berbasis manipulatif dan berbasis masalah bersumber dari persepsi
tentang seperti apa tampaknya pemecahan masalah dan pembelajaran matematika dalam pembelajaran mereka sendiri paling mungkin masalah kata abstrak
atau algoritma ditulis di papan tulis. Dalam kenyataannya, teknik yang disebut
terakhir ini merupakan pendekatan dengan jangkauan relatip luas terhadap pemecahan masalah yang akan terjadi setiap hari. Ini menjadi daya dorong untuk
berusaha keras mengaplikasikan situasi realistis sehari-hari pada pengembangan
keahlian matematika di ruang kelas dengan menggunakan konteks situasional atau
konteks dunia nyata untuk mengajar dan belajar didalam, yang mengisyaratkan
bahwa guru matematika harus memperhatikan, memfasilitasi dan menumbuhkembangkan pemecahan masalah didalam dan diantara bidang keahlian akademik
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
36
untuk menuntun pendekatan alamiah dan tidak mengancam terhadap masalah
sehari-hari. Pendekatan sedemikian juga mengurangi abstraksi pemecahan masalah, yang memindahkannya ke dalam lingkungan konkrit berbasis realitas. Situasi
konkrit dan yang tidak begitu abstrak bisa timbul selama kelompok bacaan dimana anak-anak kiranya perlu menentukan jumlah halaman yang dibaca setiap
hari untuk menyelesaikan sebuah bab buku dalam kurun waktu dua minggu atau
berapa banyak anak-anak yang perlu masuk dalam setiap kelompok jika terdapat
tiga puluh satu anak-anak secara keseluruhan dan setiap kelompok membutuhkan
lima anggota. Bila anak-anak didorong untuk berpikir seperti pemecah masalah
secara teratur dan setiap hari, mereka akan sangat mungkin menjadi pemecah
masalah matematika yang efektif dan yakin selama pengajaran dan penggunaan
matematika.
3.5 Strategi Mengajar dan Menilai Pemecahan Masalah
Guru sekolah yang baik adalah guru yang memodelkan strategi yang tepat
untuk anak-anak. Mereka memanfaatkan otomatisitas, atau kefasihan, mereka
untuk menguasai keahlian mengajar dalam matematika manakala mereka bukan
hanya menggunakan angka-angka, algoritma-algoritma dan proses-proses yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah spesifik, tetapi juga menunjukkan, melalui
pemodelan interaktif, seperti apa sesungguhnya masalah itu. Bagi banyak anakanak, inilah saat pencerahan dalam pembelajaran matematika mereka karena
mereka benar-benar dapat melihat dan menyentuh masalah sambil menghubungkan
model dengan bilangan-bilangan. Inilah esensi dari belajar-mengajar berbasisalat dan berbasis-masalah yang, pada gilirannya, memberikan kepada anak-anak,
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
37
berbagai kesempatan untuk membangun pengetahuan matematika sambil membentuk hubungan yang layak dengan tugas-tugas sehari-hari. Inilah penghubung
nyata antara yang konkrit dan yang abstrak.
Walaupun pengujian formal pengetahuan akan tetap tampak jelas dalam
menentukan seberapa banyak orang tahu tentang topik tertentu, namun ”pengujian tersebut tidak perlu harus merupakan koleksi latihan-latihan keahlian tingkat
rendah” (Van de Walle, 2003).
Penilaian tentang pembelajaran matematika
haruslah terkait erat dengan pengajaran matematika, yang tidak jarang dilakukan
dengan menggunakan model dan/atau manipulatif. Van de Walle (2004) mengajukan bahwa dalam tes dengan struktur yang ditata dengan jelas ”jauh lebih
banyak informasi yang dapat ditemukan daripada jumlah jawaban yang benar
atau salah”.
Hal ini penting karena pengajaran yang baik (sebelum pengu-
jian) haruslah mencakup penggunaan berbasis-kinerja dari model-model, gambargambar dan gambar-gambar representasi lainnya melalui mana siswa mengembangkan pemahaman rasional lebih lanjut antara konsep-konsep matematika. Kemudian, selama pengujian, model dan/atau manipulatif yang sama haruslah tercakup sebagai penggalan penilaian yang relavan dan bukan hanya merupakan
potongan-potongan pembelajaran tes secara sendiri-sendiri (penilaian berbasiskinerja) atau ”tes yang memungkinkan siswa beroleh kesempatan untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui” (Van de Walle, 2003).
Penelitian tentang penggunaan manipulatif dalam pemecahan masalah di
lingkungan ruangan kelas kerapkali memperlihatkan guru yang berinvestasi dalam
memenuhi aneka ragam kebutuhan semua siswa (Prinsip Pemerataan, Principles and Standards for School Mathematics, NCTM, 2004), tetapi yang mengelak
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
38
untuk menggunakan manipulatif karena berbagai alasan. Guru penting sekali
mengetahui kapan, mengapa dan bagaimana menggunakan manipulatif dengan
efektif di ruangan kelas dan juga kesempatan untuk mengamati, secara langsung, dampak memperbolehkan belajar melalui eksplorasi dengan objek-objek
yang konkrit. Konstruktivisme berkembang dari teoritikus seperti Jean Piaget
(1965) dan Lev Vygotsky (1962). Piaget (1965) mendekati pembangunan pengetahuan melalui pengajuan pertanyaan dan pembangunan jawaban anak-anak sambil mereka membangun pengetahuan sementara Vygotsky (1962) merasa bahwa
anak-anak bisa dituntun ke arah pemahaman matematika yang lebih kuat begitu mereka menganalisa sendiri secara progresif keahlian-keahlian yang kompleks
dengan guru ada di dekat mereka untuk menjadi penyangga atau memfasilitasi
bilamana perlu.
Sebelum membahas strategi spesifik, perlu kiranya dijelaskan beberapa patokan yang diperlukan untuk penggunaan manipulatif yang efektif. Pertama, guru
penting sekali menyadari dampak menyebut manipulatif sebagai alat-alat untuk
membantu siswa mempelajari matematika dengan lebih efisien dan efektif dan
bukan sebagai mainan atau benda-benda permainan. Jika manipulatif disebut sebagai ”mainan”, siswa akan memandangnya sebagai sesuatu untuk dimainkan dan
bukan sebagai alat untuk bekerja guna lebih memahami matematika. Kedua, manipulatif haruslah diperkenalkan dengan format rinci dengan serangkaian harapan
perilaku yang tetap dipegang teguh agar siswa mulai mengembangkan landasan
pengetahuan yang mengagumkan tentang penggunaan manipulatif untuk pembelajaran matematika. Ketiga, manipulatif perlu sering-sering dimodelkan dan
secara langsung oleh guru untuk membantu siswa mengetahui relevansi dan kegunaannya dalam pemecahan masalah dan dalam berkomunikasi secara matematik.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
39
Dan, terakhir, manipulatif haruslah terus-menerus diikutkan sebagai bagian dari
pos kerja eksplorasi atau waktu kerja begitu eksplorasi terbuka selesai. Guru yang
dengan konsisten dan efektif memodelkan manipulatif di depan semua siswa akan
secara otomatis menawarkan kepada semua siswa keyakinan bahwa menggunakan
objek konkrit untuk memahami konsep abstrak bisa diterima dan memang diharapkan.
3.6 Hierarki Konsep dan Kaitannya dengan Dinamika Geometri
Urutan dan ketergantungan adalah dua konsep dasar matematika. Dalam
esai tentang kreasi matematik ini, Poincare mengajukan bahwa memahami urutan merupakan syarat perlu agar penemuan terjadi. Urutan konstruksi-konstruksi
geometrik di atas kertas, walaupun penting dalam konstruksi yang kompleks atau
konstruksi lanjutan, tidak penting dalam banyak konstruksi dasar. Tetapi dalam
Dinamika Lingkungan Geometri (Dynamic Geometry Environment (DGE) ) urutan dan ketergantungan elemen-elemen dan tindakan-tindakan matematika penting sejak dari awal. Sebagai contoh misalnya, dengan konstruksi kertas-danpensil, konstruksi geometrik suatu titik pada garis atau sebuah garis melalui
suatu titik adalah identik secara geometrik (keduanya dapat dinyatakan sebagai A ∈ a), tetapi dalam DGE, bila suatu titik A dikonstruksi pada garis tertentu, titik tersebut hanya dapat ditarik pada garis tersebut. Dalam kasus ini
penarikan tidak mempengaruhi komponen-komponen konstruksi lainnya. Akan
tetapi, bila sepenggal garis dikonstruksi melalui suatu titik A, maka titik A bisa
ditarik dengan bebas ke tempat manapaun pada bidang, dan lokasi garis berubah
sesuai dengan titik tersebut. Kedua konstruksi alternatif mempunyai perilaku
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
40
dinamik yang berbeda. Dengan perilaku dinamik (Dynamic Behavior (DB) ),
mengacu kepada perubahan berikut yang terjadi pada layar sewaktu menarik
suatu benda:
a. Derajat kebebasan benda yang ditarik: Apakah mungkin menarik benda,
dan jika ya, sepanjang jalur mana?
b. Reaksi benda-benda terkait: Benda mana yang mengubah lokasinya pada
layar selama penarikan? Di mana lokasi barunya? Dan, kuantitas atau
hubungan mana yang tetap tidak berubah?
Sewaktu melaksanakan konstruksi geometrik dalam DGE perlu kiranya dinyatakan hubungan antara benda-benda.
Hubungan ini menetapkan hierarki
ketergantungan antara elemen-elemen konstruksi. Sebagian elemen bebas, tak
terkait dengan elemen sebelumnya, elemen lainnya tergantung pada elemen sebelumnya. Digunakan istilah induk dan anak untuk menggambarkan hubungan
ini. Suatu elemen yang terkait dengan elemen sebelumnya adalah anak; elemen sebelumnya adalah induknya, yang menciptakan hubungan induk-anak yang
menggambarkan hierarki ketergantungan antara elemen-elemen konstruksi.
Hubungan induk-anak bersifat intrinsik pada kajian dengan DGE. Sebagai
contoh misalnya, simetri hubungan antara (j) dan (k), seperti yang dinyatakan
dalam pernyataan ”(j) dan (k) saling tegak lurus” tidak ada sewaktu bekerja di
dalam DGE. Harus mengkonstruksi (j) sebagai tegak lurus dengan (k) atau (k)
sebagai tegak lurus dengan (j).
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
41
Gambar 3.1 : Mengkonstruksi suatu titik pada garis atau garis melalui suatu
titik
Gambar 3.2 : Dua prosedur yang berbeda untuk konstruksi yang sama
DB dari (j) berbeda dari DB dari (k). Kemiringan (j) bisa diubah dengan
manipulasi langsung (j); kemiringan (k) bisa diubah hanya secara tak langsung
dengan menarik (j). Kemiringan (k) tergantung pada kemiringan (j), dan bukan
sebaliknya.
Contoh berikut menggambarkan lebih lanjut pengaruh hubungan indukanak pada DB dalam DGE. Prosedur A dan B dalam gambar di atas berikut
memperlihatkan tahap-tahap dua konstruksi yang menghasilkan diagram berikut:
Pada prosedur A, garis tegaklurus (k) adalah induk suatu titik pada garis
(E); pada prosedur B, garis tegaklurus (k) adalah anak dari titik (E). Perbedaan
hubungan induk-anak ini menghasilkan selisih DB.
Dengan menarik titik E pada konstruksi B akan memindahkan garis tegaklurus (k) dan titik C, tetapi tidak berpengaruh pada penggal garis AB (j). Proses
ini bisa menghasilkan gambar yang diperlihatkan pada gambar 3.3, yang tidak
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
42
bisa dihasilkan dengan menarik titik-titik konstruksi A. Titik yang bersesuaian
pada konstruksi A, titik E, hanya bisa ditarik pada garis tegaklurus (k), yang
tidak mengubah lokasinya sewaktu menarik E.
Gambar 3.3 : Konstruksi B : (k) adalah garis tegak lurus terhadap B melalui E
(titik di luar AB)
Gambar 3.4 : Grafik yang menggambarkan hubungan induk-anak antara elemenelemen dua konstruksi A dan B
Seiring meningkatnya kompleksitas konstruksi (jumlah elemen yang berpartisipasi dan tingkatan hierarki), efek hubungan induk-anak pada DB menjadi lebih
penting dan lebih rumit. Tambahan lagi, hubungan induk-anak tidak terisolir;
dua prosedur yang mencakup hubungan induk-anak yang berbeda biasanya juga
mencakup beberapa elemen yang berbeda. Sebagai contoh misalnya, prosedur B
mencakup konstruksi titik perpotongan antara segmen awal dan tegak lurus, yang
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
43
tidak ada pada prosedur A.
Berdasarkan perbedaan antara figure dan drawing yang dibuat Parzysz (1988),
Laborde (1993) mengajukan bahwa DB bisa memegang peranan prosedur tertulis.
Gerakan yang dihasilkan cara tarikan adalah cara mengeksternalisasikan rangkaian hubungan yang mendefinisikan gambar (figure) (Laborde, 1993). Syarat
perlu agar konstruksi tepat adalah kemampuan menghasilkan dari konstruksi
tersebut beberapa (atau sejumlah takhingga) gambar (drawing) yang tidak mengubah sifat-sifat yang diinginkan bila elemen-elemen tidak tetap gambar (figure)
dimodifikasi. Tes tarik ini menjadi alat penting dalam menganalisa persepsi siswa
dan membentuk tugas pembelajaran (Jackiw dan Finzer, 1993; Holzl, 1996, 2001;
Mariotti, 2000, 2001, 2002; Straesser, 2001).
Ada beberapa studi yang mengajukan perlunya meneliti aspek-aspek ketergantungan, urutan konstruksi dan hierarki yang terlibat dalam proses belajar
Geometri dan DGE (Hazzan dan Goldenberg, 1997; Chazan dan Yerushalmy,
1998; Goldenberg dan Cuoco, 1998; Mariotti, 2000, 2001; Holzl, 2001; Strraesser,
2001).
Holzl (1996) menemukan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mengembangkan kesadaran akan ketergantungan fungsional. Healy dan Hoyles (2001)
menemukan bahwa makro yang sama, dengan benda-benda yang dipilih dengan
urutan yang persis sama, mempunyai dua hasil yang berbeda dan menyebabkan
kebingungan di kalangan siswa.
Jones (2000) mengajukan beberapa isu tentang cara siswa menafsirkan lingkungan software, dengan menegaskan aspek ketergantungan fungsional sebagai
salah satu dari tiga aspek yang penting bagi siswa dalam mengenali urutan untuk
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
44
melihat geometri melalui software. Jones menyebutkan bahwa walaupun guru
mengacu kepada ketergantungan dan menjelaskan bagaimana titik-titik perpotongan tergantung pada benda lain, siswa mengembangkan penafsiran sendiri,
yang agak berbeda, dan sewaktu menyebut titik perpotongan mereka gunakan
istilah lem (glue). Jones juga mencatat bahwa siswa ternyata terkejut dengan
fakta bahwa penghapusan objek juga menghilangkan semua anaknya.
Terakhir, Mariotti (2002) melaporkan bahwa sewaktu meminta siswa menilai
apakah penyelesaian benar, satu-satunya elemen yang digunakan untuk memeriksa
kebenaran adalah pengukuran dan presisi yang terkait dengannya, dan bukan
penarikan. Mariotti mengajukan bahwa orang harus menyadari bahwa hierarki
konstruksi merealisasikan hubungan logis antara sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat
yang dipersepsikan sebagai tidak berubah pada mode penarikan. Dalam dinamika
gambar Cabri, hubungan antara sifat-sifat geometrik dinyatakan secara global,
sehingga siswa bisa melewatkan sebagian hubungan ketergantungan logis tersembunyi. Mariotti membedakan objek tertentu dengan sifat-sifat intrinsiknya, yang
dirancang dan direalisasikan untuk tujuan mencapai tugas tertentu, dari objek tertentu dan sarana kegunaannya, sebagaimana dijelaskan oleh pengguna tertentu.
Seperti halnya Rabardel dan Bourmaud (2003), ia menyebut artefak yang disebut
pertama dan yang disebut terakhir, instrumen. Proses penguraian skema penggunaan yang berbeda dan skema penggunaan terkoordinir dan hubungan yang
berkembang antara pengguna dan artefak sebagai genesis instrumental.
Studi ini dituntun oleh gagasan instrumen (yang dibedakan dari gagasan
artefak) dan mengajukan bahwa tindakan yang dilaksanakan siswa bersama-sama
dengan pengetahuan yang mereka bangun dibentuk oleh artefak yang mereka gu-
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
45
nakan (Artigue, 2002; Mariotti, 2002). Studi ini meneliti instrumen yang dikembangkan berbagai pengguna sewaktu penarikan dengan DGE. Yang dimaksud
dengan penarikan adalah pilihan untuk memilih suatu titik dan menggerakkannya secara kontinu pada bidang. Pilihan penarikan tidak unik sifatnya pada
software geometri. Pilihan penarikan juga ada pada berbagai program gambar
dan program rancangan. Sebut penarikan di dalam DGE sebagai artefak yang
dikembangkan untuk tujuan mengkaji geometri. Instrumen penarikan mencakup
artefak, yaitu sifat-sifat geometrik penarikan, dan penafsiran individual pengguna.
Cara dengan mana pengguna menggunakan penarikan, yang mencakup penyerahan skema yang ada di satu pihak dan skema mental yang dihasilkan penarikan
atau yang dikembangkan pengguna dengan menggunakan artefak di lain pihak,
merupakan genesis instrumental.
Studi tentang genesis instrumental penarikan kerapkali melibatkan pemecahan masalah (konstruksi atau eksplorasi masalah terbuka). Holzl (1996) mengkaji efek penarikan pada penyelesaian masalah geometrik yang tidak asing lagi
yang sifatnya bisa digambarkan sebagai statis, dan mengikuti cara dengan mana
siswa mengaplikasikan penarikan pada masalah dengan sifat ini. Arzarello et al.
(2002) menganalisa sebagian sarana yang mencirikan transisi mulus dari eksplorasi ke perkiraan dan pembuktian dalam Cabri, dan mengidentifikasi tiga sarana
penarikan dengan terfokus pada pengaruh-mempengaruhi persepsi, gerakan dan
pemikiran; penarikan ngeluyur, penarikan acak yang digunakan sewaktu mengeksplorasi konstruksi; tes tarik, penarikan acak yang digunakan untuk mendiagnosa
ketepatan konstruksi; dan penarikan lieu muet, penarikan titik dengan cara yang
mempertahankan sebagian sifat. Smith (2002) menyebutkan yang lain: penarikan
terbatas, penarikan suatu titik sepanjang lintasan yang dipersepsikan. Arzarello et
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
46
al. (2002) menemukan bahwa sarana-sarana penarikan yang berbeda penting untuk pergeseran produktif ke arah pendekatan formal. Mereka menguraikan proses
penyelesaian di lingkungan Cabri dan membandingkan dengan proses kertas-danpensil. Smith (2002) menggunakan sarana penarikan ini sewaktu mengkaji hubungan antara tindakan siswa dan pertimbangan pada masalah geometri Cabri.
Studi ini memandang penggunaan penarikan sebagai alat untuk jenis-jenis
pemecahan masalah yang berbeda (pengkonstruksian, perkiraan, pemecahan atau
pembuktian) yang pada pokoknya terfokus pada genesis instrumental. Mengkaji
prediksi pengguna tentang DB untuk belajar tentang gambar-gambar penarikannya. Karena ini bukan fokus pada penarikan sebagai cerminan ketepatan prosedur, juga bukan pada hubungan antara tindakan siswa dan pertimbangan dalam
pemecahan masalah geometri. Mengkaji persepsi pengguna yang berpengalaman
tentang penarikan dan pada pokoknya terfokus pada sampai sejauh mana prediksi
ini sesuai dengan hubungan induk-anak.
Menurut Piaget, kemampuan memprediksi penyelesaian suatu tindakan adalah salah satu sifat dari perkembangan konsep. Sebagai contoh misalnya, tindakan yang terinternalisasi diindikasikan oleh kemampuan subjek melaksanakan
tindakan secara mental. Subjek yang interiorisasinya lebih maju ”bisa menjalani
gerakan-gerakan yang sama” hanya saja ”ia melaksanakannya di dalam pikirannya
sebelum benar-benar melakukan sesuatu dengan tangannya” (Piaget, 1976).
Arnon et al. (2001) menjelaskan peranan penting prediksi dalam diagnosis
perkembangan konsep sebagai berikut : Dalam rangka mengembangkan konsep
dari Tindakan ke arah Proses, berkembanglah sifat-sifat aktivitas pribadi tertentu:
seseorang menjadi menyadari aktivitas secara lambat laun dan dapat menguraikan
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
47
secara verbal bagian-bagian yang semakin besar dari aktivitas tersebut. Jika tindakan konkrit, siswa bisa melaksanakan bagian-bagian yang semakin besar dari
tindakan tersebut di mata pikirannya sebelum, atau sebagai ganti, melaksanakannya secara fisik. Mereka dapat memprediksi resolusinya dan menemukan jalan
pintas. Mereka puas dengan rincian tindakan dan dapat mengambil kesimpulan
tentang bagian-bagian lain yang belum dilaksanakan.
Berdasarkan asumsi bahwa prediksi adalah tahap dalam perkembangan kognitif, studi mengkaji persepsi pengguna tentang DB sebagaimana dinyatakan
dalam prediksi dan penjelasan. Menganalisa kombinasi terminologi dan tindakan
dimana siswa menguraikan DB yang diperkirakan dan belajar tentang instrumen
penarikan yang mereka kembangkan. Studi ini terfokus pada penafsiran tentang
hubungan antara hubungan induk-anak di dalam DGE dan DB elemen-elemennya.
3.7 Kurikulum Geometri dan Teori Pembelajarannya
Sebutkanlah geometri dan sekolah dalam kalimat yang sama kepada semua
orang yang telah lulus sekolah lanjutan sebelum tahun 1970, dan itu hanya berarti
satu hal: geometri dalam tradisi Euclid. Ternyata, hingga sekitar pergantian abad
ke-20, bagi mereka yang mampu belajar di sekolah, itu berarti Euclid sebagaimana
ditulis Euclid, mungkin dalam terjemahan bahasa Inggris tetapi mungkin sebagaimana diterjemahkan ke dalam bahasa Latin (mungkin berasal dari abad ke-15
atau 16), atau bahkan dalam bahasa Yunani asli. Dengan mengetahui bahwa
buku-buku Euclid pada pokoknya merupakan kompilasi yang rapi dari apa yang
diketahui tentang geometri dan aritmetika pada saat buku tersebut ditulis (sekitar tahun 300 SM), dan bukan program pengajaran seperti yang dikenal dewasa
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
48
ini, penggunaan buku Elements karya Euclid sebagai buku teks sekolah bukannya
tanpa masalah. Yang jelas, cikal-bakal Asosiasi Matematika UK dibentuk pada
tahun 1871 sebagai Asosiasi Peningkatan Pengajaran Geometri. Isu utama pada
masa itu adalah apakah setiap bukti yang diharuskan harus direproduksi siswa
persis dengan bentuk yang diberikan dalam Euclid (termasuk urutan bukti yang
muncul dalam Euclid). Bagi sebagian besar siswa pengalaman geometri mereka
jauh dari positif.
Begitu geometri Euclid kehilangan statusnya sebagai satu-satunya geometri,
menyusul tulisan tentang geometri lain pada pertengahan abad ke-20, geometri
Euclid hanya sedikit lebih dari minat sejarah di tingkat penelitian universitas.
Geometri lain menjadi objek penelitian. Kemudian, dengan kejutan yang ditimbulkan peluncuran Sputnik oleh Uni Soviet pada tahun 1957, dimulailah revisi
besar-besaran atas matematika (dan sains) sekolah di sebagian besar negara barat.
Salah satu ide reformasi adalah mendasarkan jauh lebih banyak matematika sekolah pada ide fungsi dan lebih ditujukan pada matematika yang akan menghasilkan
kalkulus dan aljabar linier. Ruang untuk inovasi ini dimungkinkan dengan merumuskan ulang seluruh bagian kurikulum matematika, tetapi efek praktisnya tampaknya adalah menggeser geometri benda padat dan mengkonversi komponen
trigonometri menjadi bagian dari mata pelajaran tentang fungsi. Dampak dari
perubahan ini adalah mengurangi jumlah geometri sambil, dalam waktu yang
bersamaan, meningkatkan penekanan pada geometri koordinat dan memasukkan
beberapa elemen geometri transformasi dan topologi. Akibatnya, jumlah geometri
yang diajarkan dengan cara Euclid mungkin menjadi banyak berkurang.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
49
Dari berbagai kajian teoritis tentang ide-ide geometrik, yang mungkin paling terkenal adalah kajian Piaget (dan kawan-kawan) dan kajian Hiele. Tulisan
Piaget mempunyai dua tema utama. Tema pertama adalah bahwa gambaran
mental tentang ruang bukanlah merupakan ”pembacaan” perseptual tentang apa
yang ada di sekitar. Namun, dari gambaran mental membangun dunia melalui
penataan ulang progresif manipulasi aktif sebelumnya tentang lingkungan tersebut. Kedua, penataan progresif ide-ide geometri mengikuti urutan yang sudah
tertentu dan urutan ini lebih bersifat pengalaman (dan mungkin lebih bersifat logika matematika) daripada bersifat historis. Yaitu, hubungan-hubungan
topologik awal, seperti keterhubungan, ketertutupan dan kontinuitas, dibangun,
yang diikuti dengan hubungan proyeksi (rectilinieritas) dan hubungan Euclid (angularitas, keparalelan dan jarak). Tema pertama tulisan Piaget ini, tentang proses
pembentukan gambaran ruang, tetap mendapat dukungan yang cukup nyata dari
penelitian. Hipotesa kedua, paling banter, mendapat dukungan yang campur
aduk. Bukti yang ada menunjukkan bahwa segala jenis ide geometrik ternyata
berkembang seiring berjalannya waktu, yang semakin terpadu dan tersintesa.
Model van Hiele juga mengajukan bahwa pelajar maju melalui tingkatantingkatan pemikiran dalam geometri. Van Hiele mencirikan tingkatan-tingkatan
ini sebagai visual, deskriptif, abstrak/hubungan dan deduksi formal. Di tingkat
pertama, siswa mengidentifikasi bentuk-bentuk dan gambar-gambar menurut contoh konkritnya. Di tingkat dua, siswa mengidentifikasi bentuk-bentuk menurut
sifat-sifatnya, dan di sini siswa mungkin memikirkan rhombus sebagai gambar
dengan empat sisi yang sama. Di tingkat tiga, siswa dapat mengidentifikasi hubungan antara kelas-kelas gambar (misalnya, bahwa bujursangkar adalah bentuk khusus dari persegi empat) dan dapat menemukan sifat-sifat dari kelompok-
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
50
kelompok gambar dengan deduksi logika sederhana. Di tingkat empat, siswa dapat
menghasilkan rangkaian singkat pernyataan untuk membenarkan suatu kesimpulan secara logika dan bisa memahami bahwa deduksi adalah metode pemastian
kebenaran geometrik. Menurut model ini, kemajuan dari satu tingkat Van Hiele
ke tingkat berikutnya lebih tergantung pada metode mengajar daripada usia.
Dengan memperhatikan metode mengajar tradisional, penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar siswa sekolah lanjutan pertama berprestasi di tingkat satu
atau dua dengan hampir 40% siswa tamat sekolah lanjutan di bawah tingkat
dua. Penjelasan akan hal ini, menurut model van Hiele, adalah bahwa guru diminta mengajarkan kurikulum yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari
tingkat kemampuan siswa. Menurut model van Hiele siswa tidak dimungkinkan
siswa membypass suatu tingkatan. Mereka tidak bisa melihat apa yang dilihat
guru dalam situasi geometrik dan karenanya tidak memperoleh keuntungan dari
pengajaran sedemikian. Walaupun penelitian umumnya mendukung tingkatantingkatan van Hiele berguna dalam menguraikan perkembangan konsep geometrik
siswa (tanpa adanya yang lebih baik), namun masih belum jelas sejauh mana teori
mencerminkan gambaran mental siswa akan konsep-konsep geometrik.
3.8 Ide-ide Pokok Dalam Belajar-Mengajar Geometri
Untuk mengajar geometri dengan cara paling efektif, dan memberikan ketekunan dalam mengerjakan tugas-tugas di kelas, akan membantu jika, dalam persiapan dan pengajaran perlu ditegaskan dimana memungkinkan ide-ide pokok geometri. Ini meliputi :
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
51
Invariansi (kekekalan): pada tahun 1872, pakar matematika Felix Klein
merevolusi geometri dengan mendefinisikannya sebagai kajian tentang sifat-sifat
konfigurasi yang tidak berubah dengan serangkaian transformasi. Contoh proposisi kekekalan adalah banyak teorema sudut bidang (seperti teorema Thales), dan
teorema yang melibatkan segitiga (seperti jumlah sudut-sudut sebuah segitiga
sama dengan 180?). Siswa tidak selamanya merasa gampang menentukan sifatsifat khusus mana yang tidak berubah. Penggunaan software geometri dinamik
bisa sangat membantu dalam hal ini.
Simetri: simetri, tentu saja, bukan satu-satunya ide pokok dalam geometri
tetapi juga di seluruh matematika, namun geometrilah yang paling dekat mencapainya. Secara teknik, simetri dapat dianggap sebagai transformasi benda matematik yang meninggalkan sebagian sifat tak berubah. Simetri sering digunakan
untuk menjadikan argumen menjadi lebih sederhana, dan biasanya lebih kuat.
Salah satu contoh dari geometri bidang adalah bahwa semua sifat penting paralellogram dapat diperoleh dari fakta bahwa paralellogram mempunyai simetri
setengah-putaran mengelilingi titik perpotongan diagonal-diagonal. Simetri juga
merupakan prinsip penataan utama dalam matematika. Sebagai contoh misalnya, mungkin cara terbaik mendefinisikan kwadrilateral (kecuali untuk trapesium umum, yang bukan merupakan kwadrilateral penting dalam kasus manapun, karena tidak ada teorema yang menarik yang melibatkan trapesium yang
juga tidak berlaku untuk kwadrilateral umum), adalah melalui simetrinya.
Transformasi: transformasi memungkinkan siswa dapat mengembangkan
konsep kongruensi dan persamaan yang luas dan mengaplikasikannya pada semua gambar. Sebagai contoh misalnya, gambar-gambar yang kongruen selalu di-
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
52
hubungkan oleh pencerminan, rotasi, translasi atau pencerminan glide. Mengkaji
transformasi bisa memungkinkan siswa dapat menyadari bahwa foto-foto adalah
objek geometrik, bahwa semua parabola serupa karena bisa dipetakan pada satu
dengan lainnya, bahwa grafik dari y = cos x dan y = sin x adalah kongruen,
bahwa matriks mempunyai aplikasi geometrik yang kuat, dan lain sebagainya.
Transformasi juga memegang peranan penting dalam karya seni banyak budaya
misalnya, muncul pada pola barang-barang tembikar, ubin dan hiasan.
3.9 Belajar-Mengajar dan Pengalaman Empirik dalam Geometri
Walaupun metode deduktif sangat penting dalam matematika dan berhubungan erat dalam perkembangan geometri, namun memberikan pengalaman
berpikir deduktif yang berarti bagi siswa di sekolah ternyata sulit. Penelitian
selalu menunjukkan bahwa siswa gagal mengetahui perlunya bukti dan tidak
dapat membedakan antara bentuk-bentuk pemikiran matematika yang berbeda
seperti penjelasan, argumen, verifikasi dan bukti. Sebagai contoh misalnya, sebuah survei berskala besar di AS menemukan bahwa hanya sekitar 30% siswa
yang menyelesaikan mata pelajaran geometri setahun penuh yang mengajarkan
bukti mencapai tingkat penguasaan 75% dalam penulisan bukti. Bahkan siswa
berprestasi-tinggi ternyata memperoleh sedikit matematika yang berarti dari mata
pelajaran geometri tradisional yang terorientsi pada penerapannya di sekolah lanjutan atas. Penelitian lanjutannya menunjukkan bahwa strategi problem solving
mampu meningkatkan hasil belajar siswa untuk menyelesaikan soal-soal aplikasi
yang disusun dalam bentuk soal-soal cerita.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
53
Namun demikian, meskipun sangat sulit belajar membuktikan dan banyak
bukti yang menunjukkan betapa sulitnya belajar membuktikan bagi siswa, ada
sedikit studi yang menunjukkan bahwa siswa bisa belajar berargumentasi secara
matematik. Satu pendekatan yang meyakinkan adalah pendekatan yang dikembangkan Villiers (De Villiers 1999). De Villiers menegaskan bahwa, selain penjelasan, bukti mempunyai banyak fungsi, yang meliputi komunikasi, penemuan, tantangan intelektual, verifikasi, sistematisasi, dan lain sebagainya. Berbagai fungsi
ini, demikian menurut de Villier, harus dikomunikasikan kepada siswa dengan
cara yang efektif agar bukti dan pembuktian menjadi kegiatan yang berarti bagi
mereka. Ternyata, de Villiers mengajukan bahwa ada baiknya memperkenalkan
berbagai fungsi bukti kepada siswa dengan rangkaian yang ditunjukkan seperti
skema berikut.
Dengan terfokus pada penjelasan, de Villiers mengajukan, akan menjadikan
siswa menjadi terbiasa melihat geometri hanya sebagai akumulasi fakta-fakta yang
ditemukan secara empiris di mana penjelasan tidak memegang peranan.
Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang terfokus pada ide pembuktian rumus-rumus seperti yang termuat pada pembelajaran konvisional akan
bersifat monoton dan kurang menumbuhkan kretivitas dan daya nalar siswa.
Pembelajaran suatu konsep geometri (tentunya berkaitan atau dibangun beberapa konsep prasyarat lainnya) dengan menggunakan strategi problem solving
akan memberikan keleluasan berkreasi dan bernalar kepada siswa untuk memaknai masalah, menyusun langkah-langkah penyelesaian, memodelkan dan sekaligus
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
54
menyelesaikannya. Misalnya penerapan strategi problem solving akan memungkin
bagi siswa itu sendiri memiliki kreativitas dan nalar yang baik untuk mampu
mengkaitkan dan menggunakan konsep segitiga siku-siku dan teorema Phytagoras untuk menentukan panjang diagonal ruang suatu kubus yang diketahui panjang sisinya. Dalam hal ini tentunya konsep diagonal ruang suatu kubus sudah
dipahami terlebih dahulu.
3.10 Proses dan Strategi Problem Solving
Di dalam pembelajaran matematika, khususnya tentang pembelajaran pemecahan masalah, ada empat langkah pemecahan masalah sebagai strategi umum
yang harus dilakukan, yaitu :
1. Memahami masalahnya
2. Menyusun rencana yang bisa dipakai untuk memecahkan masalah
3. Melaksanakan rencana
4. Melakukan refleksi terhadap penyelesaian yang diperoleh
Model empat langkah pemecahan masalah di atas dikenal dengan nama yang
berbeda yaitu: kenali, susun rencana, lakukan, periksa kembali ( see, plan, do,
check). Kemampuan pemecahan masalah akan terbantu perkembangannya jika
pada diri siswa tersebut memiliki beraneka ragam strategi pemecahan masalah
sehingga membantu siswa dalam menyusun rencana pemecahan masalah tersebut.
Beberapa strategi yang disajikan dibawah ini yakni:
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
55
1. Membuat tabel
Penggunaan tabel untuk mengolah informasi yang diberikan dalam soal
ternyata sangat membantu siswa menemukan pola yang muncul dan membantu mereka menemukan informasi yang hilang.
2. Membuat gambar
Penggunaan gambar memungkinkan siswa secara visual mengkonstruksi masalahnya. Beberapa masalah dapat diselesaikan lebih mudah setelah ada
gambarnya. Penggunaan gambar juga membantu siswa menemukan hubungan. Dengan menggunakan gambar, siswa terbantu belajar menemukan
informasi kunci di dalam suatu masalah serta mengabaikan informasi yang
tidak perlu.
3. Menyuarakan proses berpikir
Dengan mendorong siswa untuk menyuarakan pemikiran yang sedang berlangsung dalam pikirannya, mereka akan mampu mendengarkan verbalisasinya.
Hal ini memungkinkan terjadinya dua proses sekaligus yaitu berpikir dan
berbicara yang membantu siswa memecahkan masalah. Menyuarakan proses
berpikir membantu komunikasi serta mendorong proses refleksi.
4. Melakukan atau menjalankan
Siswa melakukan atau menjalankan, sehingga diperoleh pemahaman yang
benar terhadap masalah tersebut. Dengan memodelkan proses yang tercermin di dalam masalah siswa akan mampu mengenali masalahnya dan
mampu mengidentifikasi dengan baik apa yang sebetulnya terjadi. Ini merupakan suatu hal yang bermanfaat untuk memecahkan masalah.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
56
5. Menemukan pola
Menemukan pola dalam bilangan serta dalam gambar merupakan keterampilan yang penting untuk kompetensi berpikir dalam matematika dan perlu
ditingkatkan secara terus menerus oleh siswa tersebut.
6. Duga dan periksa
Strategi duga dan periksa berguna dan hendaknya didorong sebagai salah
satu dari sekian banyak strategi. Ketika menggunakan dugaan siswa memerlukan kemampuan mengidentifikasi informasi penting dan beberapa strategi
untuk pemecahan masalahnya.
7. Mengidentifikasi informasi yang tidak diinginkan
Diperlukan kemampuan untuk mengidentifikasi informasi mana yang penting dan mana yang baik sehingga informasi yang tidak diperlukan dapat
diabaikan.
8. Menggunakan contoh yang lebih sederhana
Suatu masalah sering kali berubah menjadi masalah yang kompleks atau rumit seiring dengan bertambah besarnya ukuran bilangan yang ada atau seiring dengan hakikat pola yang digunakan. Dengan mengubah masalah menjadi lebih kecil atau lebih sederhana, mengurangi ukuran pola atau memecah
masalah kedalam komponen yang lebih kecil, maka masalah itu akan lebih
mudah dikelola. Oleh karena itu siswa mencoba untuk menyederhanakan
masalah sampai ditemukan suatu pola maka masalah itu akan dapat diselesaikan dengan mudah.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
57
9. Mengidentifikasi alternatif lain
Mendorong siswa untuk menemukan alternatif memungkinkan mereka menghasilkan cara baru memandang masalah dan cara menyelesaikannya. Salah
satu caranya adalah dengan mendorong mereka melakukan diskusi kelompok. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mendengarkan bagaimana
orang lain memecahkan masalah dan jawabannya memungkinkan mereka
menemukan bentuk-bentuk alternatif terhadap tugas yang sama.
10. Membuat generalisasi
Memfokuskan kepada sifat umum dari suatu masalah bisa menghasilkan
pemahaman yang lebih mendalam pada siswa. Apabila siswa sudah mampu
memahami sifat umum dari bilangan, mereka akan bisa lebih mudah menguasai pemikiran aljabar yang tidak lagi memerlukan bilangan.
11. Bekerja mundur
Strategi bekerja mundur mendorong siswa untuk melihat informasi terakhir
yang diberikan dan kemudian secara sistematis berangkat dari informasi itu
ke informasi sebelumnya. Demikian secara berkelanjutan sehingga akhirnya
dicapai yang diinginkan.
12. Memeriksa ulang jawaban
Strategi yang paling penting untuk dipelajari siswa adalah memeriksa ulang
jawabannya. Kegiatan ini memungkinkan mereka mengidentifikasi kesalahan yang mungkin terjadi baik jawaban maupun prosesnya. Dalam rangka
memeriksa ulang jawaban ini mereka bisa melakukannya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab sendiri. Misalnya pertanyaanpertanyaan itu sebagai berikut :
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
58
(a) Apa jawaban ini masuk akal?
(b) Asumsi apa yang saya gunakan dalam memecahkan masalah ini?
(c) Apa ada alternatif jawaban lainnya?
(d) Apakah ada cara lain yang bisa digunakan untuk menjawab masalah
ini?
(e) Apakah ini cara yang paling efisien?
(f) Dimana letak kelemahan dari proses penyelesaian ini?
(g) Kalau ini harus dipertanggungjawabkan kepada orang lain kira-kira
bagian mana yang akan masih dipertanyakan?
Dengan cara ini siswa akan memiliki pemahaman yang lebih komprehensif
terhadap jawaban siswa terhadap masalah tersebut dan menjadikan siswa
lebih yakin terhadap kebenarannya.
Berikut ini dalah contoh soal strategi problem solving yang terkait dalam
dinamika geometri yang diberikan dengan pengalaman empiris dari peneliti di
kelas terhadap siswa.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
59
Masalah
Andi mempunyai tiga roda sepeda motor yang disusunnya dalam sebuah
gudang. Tiga roda itu tampak tersusun bersama-sama dengan baik dan Andi
memotretnya seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Dari soal diatas diketahui jari-jari roda yang terbesar adalah 16 cm dan
jari-jari roda yang berukuran sedang adalah 9 cm. Berapa besarnya jari-jari roda
yang terkecil dimiliki Andi?
Bagaimana masalah tersebut diselesaikan?
Seperti banyaknya permasalahan yang berhubungan dengan dinamika geometri lainnya anda dapat menggunakan bermacam-macam strategi, untuk soal ini
anda dapat menggunakan suatu teori yang anda ketahui. Untuk permasalahan
ini adalah digunakan Teorema Pythagoras. Ini adalah aplikasi sulit dari Teorema
Pythgoras karena pertama-tama anda tidak dapat berpikir untuk menggunakannya. Dimana pusat tiga lingkaran tersebut tidak terletak pada suatu sudut segitiga yang benar. Anda dapat memeriksa dengan menggunakan suatu ukuran
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
60
gambar. Ini berarti bahwa pertama-tama anda perlu memikirkannya.
Tujuan Prestasi
Temukan panjang dan sudut dalam masalah praktisnya yang dapat dimodelkan dengan segitiga, gunakan ukuran gambar, sifat-sifat sudut segitiga, teorema
Pythgoras, perbandingan trigonometri dan aturan sinus atau kosinus.
Proses matematika
Merencanakan dan menggunakan strategi problem solving untuk mengeksplorasi situasi secara matematika (menjadikan sistematis, memikirkan).
Hasil pembelajaran spesifik
Siswa mampu mengaplikasikan teorema Pythgoras untuk menyelesaikan suatu
masalah matematika.
Urutan pengajaran
1. Mintalah siswa untuk menuliskan sesuatu yang mereka ketahui ketika mereka
menemukan suatu masalah (lingkaran, jari-jari, keliling, diameter, menggambar diagram )
2. Menyusun rencana yang bisa dipakai untuk memecahkan masalah
3. Menjalankan rencana dan mendiskusikan yang mana satu mereka telah pikirkan
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
61
berguna dan cocok dalam menyelesaikan masalah tersebut.
4. Anda boleh juga berbicara tentang keterampilan yang mereka miliki untuk
mencari tahu suatu panjang yang belum diketahui. Ini mungkin membantu
seseorang menyebutkan teorema pythgoras meskipun hubungannya mungkin
belum tampak. Pada tahap ini hindari menyampaikan pada siswa bahwa
teorema pythagoras akan diperlukan dan jangan memberikan pendapat sebelumnya.
5. Sementara siswa menyelesaikan masalah dalam berkelompok bertanyalah
dan meminta siswa untuk menerangkan penalaran mereka. Jika siswa tidak
dapat memberikan jawaban selanjutnya, kemudian anda mungkin ingin lebih
langsung menyarankan dengan menggunakan Pythagoras.
6. Berikan solusi
Perluasan masalah
Dapatkah anda menemukan suatu formula untuk jari-jari roda yang paling
kecil tersebut yang berkenaan dengan jari-jari dua roda lainnya? Dengan kata
lain, jika anda diberikan dua lingkaran besar berjari-jari a dan b, dapatkan anda
menemukan c yang berkenaan dengan a dan b?
Solusi
Pada masalah ini sepertinya tidak menerapkan Pythgoras, semuanya harus
dikerjakan dengan menemukan segitiga. Misalkan jari-jari roda yang paling kecil
adalah c. untuk solusi ini akan memerlukan tiga persamaan.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
62
Pada segitiga ABB 0, AB = 16 + 9 = 25 dan AB 0 = AD − BC = 16 − 9 = 7
(BB 0)2 = AB 2 − (AB 0)2 = 252 − 72 = 576.
Pada segitiga AEF 0, AE = 16 + c dan AF 0 = 16 − c, dan (F 0E)2 = AE 2 −
(AF 0)2 = (16 + c)2 − (16 − c)2 = 64c
Pada segitiga BEF, BE = 9 + c dan BF = 9 − c, dan F E 2 = BE 2 − BF 2 =
(9 + c)2 − (9 − c)2 = 36c
Tetapi BB 0 = F 0E + EF , maka :
√
√
√
√
√
576 = 64c + 36c = 8 c + 6 c
√
14 c = 24
√
c = 12/7
c = 144/49
Perluasan :
Gunakan perhitungan aljabar secara tepat pada masalah diatas dengan 16 diganti
oleh a dan 9 diganti oleh b sehingga diperoleh formula berikut:
√
√
c = ab/( a + b)2
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari seluruh pembahasan dan uraian yang telah disampaikan pada bab-bab
sebelumnya dapatlah diberikan kesimpulan dan saran sebagai berikut:
4.1 Kesimpulan
1. Geometri merupakan bagian matematika yang memuat konsep-konsep yang
bersifat dinamis untuk geometri sendiri dan untuk bidang lain.
2. Tahapan dari problem solving dimulai dari memahami masalah, mentransfer
masalah dalam model, menemukan strategi penyelelesaian, dan melakukan
refleksi hasil dengan situasi awal.
3. Berdasarkan karakteristik geometri, strategi problem solving merupakan
suatu strategi yang relevan digunakan memahami konsep-konsep geometri.
4. Geometri merupakan suatu ilmu yang sangat berkaitan dengan masalah
kehidupan nyata.
4.2 Saran
Mengingat dinamisnya konsep-konsep geometri untuk perkembangan ilmu
lainnya dan juga dalam kehidupan nyata, maka sebaiknya strategi problem solving
merupakan strategi yang layak digunakan untuk mempelajari geometri mulai sejak
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
63
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Bold, Benyamin. Famous Problems of Mathematics: A History of Constructions
With Straight Edge and Compasses. New York: Van Nostrand Reinhold, 1969.
Brodie (2000) dalam Bjuland,Raymond.(2007). Adult Students ”Reasoning in Geometry: Teaching Mathematics throught Collaborative Problem Solving in
Teacher Education”, Agder University College, Kristiansand, Norway.
Carlson & Bloom. (2005) dalam Bjuland,Raymond.(2007). Adult Students ”Reasoning in Geometry: Teaching Mathematics throught Collaborative Problem
Solving in Teacher Education”, Agder University College, Kristiansand, Norway.
Catherine A. Kelly. (2006). Using Manipulatives in Mathematical Problem Solving:
A Performance Based Analysis, University of Colorado at Colorado Springs.
Goos. (2000) dalam Bjuland,Raymond.(2007). ”Adult Students” Reasoning in Geometry: Teaching Mathematics throught Collaborative Problem Solving in
Teacher Education, Agder University College, Kristiansand, Norway.
Gorgorio, N and Jones, K. (1996), Elements of the Visualisation Process within a
Dynamic Geometry Environment. Invited paper presented to Topic group on
The Future of Geometry at the 8th International Congress on Mathematical
Education, Seville, Spain, July 14-21 1996. 6pp.
Greenberg, Marvin J. Euclidean and Non-Euclidean Geometries-Development and
History. New York: W. H. Freeman and Company, 1997.
Heath, T.L. The Thirteen Books of Euclids Elements(Three Volumes). New York,
1956.
Heath, Sir Thomas L., trans. The Thirteen Books of Euclid’s Elements. New York:
Dover Publications, Inc., 1956.
Hoehn,Larry: ”Problem Posing in Geometry”. Mathematics Teacher Jan.1991: (10
14).
Jones, K. (2002), Issues in the Teaching and Learning of Geometry. In: Linda
Haggarty (Ed), Aspects of Teaching Secondary Mathematics: perspectives
on practice. London: RoutledgeFalmer. Chapter 8, pp 121-139.
Jurgensen. Geometry. 2000.
National Council of Teachers of Mathematics. (NCTM:2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Polya, George. How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method, Princeton,
NJ: Princeton University Press, 1957.
Polya,G.(1962). Mathematical discovery: On understanding, learning and teaching
problem solving (vol.1). New York: Wiley.
64
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
65
Polya,G.(1973). How to solve it. Princton, NJ: Princeton University Press. (Originally copyrighted in 1945).
Putman, Ralp.T.(1987). Mathematics knowledge for understanding and problem
solving. International Journal of Educational Research.11.(16).P.67-70.
Ralston, Anthony and Steven S. Willoughby. ”Realistic Problem Formulation and
Problem Solving” Mathematics Teacher Sept. 1997: 430-433.
Showalter, Millard E. ”Using Problems to Implement the NCTMs Professional
Teaching Standards” Mathematics Teacher Jan. 1994 : 5-7.
VardaTalmon and Michal Yerushalmy. (2004). Understanding Dynamic Behavior:
Parent-Child Relations in Dynamic Geometry Environments. Educational
Studies in Mathematics 57: 91-119, 2004.
Hasiholan Sitompul:Strategi Problem Solving Dalam dinamika Lingkungan Geometri, 2008.
USU e-Repository © 2008
Download