Akses Kesehatan Reproduksi Perempuan Hamil... AKSES KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN HAMIL PADA MASYARAKAT PINGGIR HUTAN Oleh: Nur Ittihadatul Ummah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Jember [email protected] ABSTRACT Women's access to reproductive health for pregnant women in rural areas does not give enough understanding of the importance of health care. Bureaucracy and difficult access made women satisfied with the available service. Whereas, women naturally have noble task to carry out the function of reproduction including pregnancy, giving birth and breastfeeding. However, health care for women who carry heavy tasks and functions are less appreciated and it is increasingly making oppressed women. Women may not be aware of the discrimination that happened to her. Thus, they think that they do not need to insist on reproductive health which should be get it. Since health insurance and access to reproductive health is a right for women, they should get adequate treatment because of their big task. Ironically, it is difficult to get a good health insurance for women in village so that women have to bear the most dangerous effect for her that is death. An expectation of reproductive health for women (pregnant women) need to get the higher attention o in order to create a welfare. Keywords: Access, Reproductive Health, Woman and Pregnant Woman. PENDAHULUAN Penelitian ini akan membahas mengenai ”Akses Kesehatan Reproduksi Perempuan (Ibu Hamil) di dusun Ungkalan desa Sabrang Ambulu”. Masalah ini di pandang masih aktual dan sangat penting karena faktanya dari sekitar satu milyar lebih penduduk miskin dunia 70% diantaranya adalah perempuan. Namun, kesehatan reproduksi perempuan kurang begitu mendapat perhatian dan kaum perempuan seringkali diperlakukan secara tidak adil (diskriminatif).1 1 Zohra Andi Baso ,dkk., Kesehatan Reproduksi: Panduan bagi Perempuan, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 8. An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 103 Nur Ittihadatul Ummah Fungsi reproduksi seringkali dikaitkan dengan kodrat wanita sebagai makhluk yang dapat hamil pada posisi atau status khusus yang tidak menunjang pemberian perlakuan yang sama dengan pria.2 Perlakuan yang tidak adil tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan semakin tingginya angka kematian ibu. Sebagaimana beberapa data telah menunjukkan masih tingginya angka kematian ibu yang belum bisa teratasi. Jumlah bayi yang kehilangan ibunya lebih dua kali lipat banyaknya daripada bayi yang ditinggal mati ayahnya. Setiap Minggu, sekitar 350-375 perempuan yang menghadapi kematian, pada saat hamil, melahirkan, nifas (pasca melahirkan) dan menyusui. Angka kematian ibu tertinggi di ASEAN bahkan di Asia, justru berada di Indonesia. Persoalan kesehatan reproduksi ibu hamil ini merupakan permasalahan yang serius, sebab di Indonesia angka kematian ibu (AKI) masih tinggi.3 Angka kematian ibu hamil dan melahirkan di Indonesia masih tinggi. Setiap tahun, 307 orang per 100.000 kelahiran atau 15.700 ibu melahirkan meninggal. Kasus kematian ibu hamil dan melahirkan banyak terjadi di daerah yang kekurangan tenaga bidan dan akses informasi mengenai kesehatan dan reproduksi sehat kurang memadai. Angka kematian ibu hamil dan melahirkan di Indonesia masih jauh dari target yang ditetapkan oleh Internastional Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo, yaitu di bawah 125 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 dan 75 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015. Kematian ibu melahirkan rata-rata terjadi karena pendarahan yang terlalu banyak dan eklamasi, yakni keracunan pada masa kehamilan akibat komplikasi penyakit. Penyakit itu seperti darah tinggi dan gangguan ginjal. Menurut ketua pengurus daerah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Tengah Gunarmi, kasus angka kematian ibu melahirkan selama ini disebabkan empat T dan tiga terlambat. Empat T adalah terlalu tua, terlalu muda, terlalu sering, dan terlalu pendek jarak kelahirannya. Sedangkan tiga terlambat adalah terlambat mengirim, terlambat merujuk dan terlambat menangani. Keterlambatan itu sering kali disebabkan minimnya tenaga medis, khususnya bidan di suatu desa. Di Jawa Tengah, 20 persen desa atau kelurahan sampai kini belum 2 Ihromi, Kajian Wanita dalam Pembangunan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), 3 Baso, Kesehatan Reproduksi: Panduan bagi Perempuan, 6. 264. 104 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 Akses Kesehatan Reproduksi Perempuan Hamil... memiliki bidan.4 Fakta ini juga ditemukan di Jawa Timur tepatnya di dusun Ungkalan desa Sabrang kecamatan Ambulu kabupaten Jember. Di dusun ini, layanan kesehatan dan akses informasi masih perlu perhatian khusus karena lokasi dusun terletak di tengah hutan sedangkan puskesmas dan tenaga medis (bidan) tidak ada. Pengetahuan beberapa ibu hamil Di dusun ini mengenai kesehatan reproduksipun masih rendah. Peristiwa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan merupakan kurun-kurun kehidupan perempuan yang paling tinggi resikonya karena dapat menyebabkan kematian, dan makna kematian seorang ibu bukan hanya kehilangan satu anggota keluarga tetapi hilangnya kehidupan sebuah keluarga.5 Menurut Direktur Bina Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Hertniyanti Yunizarman, faktor penyebab kematian pada ibu-ibu hamil ketika melahirkan ialah minimnya sarana dan prasarana bersalin, termasuk tenaga medis yang memadai. Selain minimnya ketersediaan fasilitas serta tenaga medis yang memadai, pertolongan persalinan yang diberikan oleh petugas kesehatan terlatih, terutama bidan yang belum merata, turut mempengaruhi grafik angka kematian ibu (AKI ) Kesehatan reproduksi tidak dihiraukan oleh orang sebagai akibat dari rendahnya tingkat pengetahuan tentang seksualitas manusia dan ketidak-layakan atau rendahnya kualitas pelayanan serta informasi kesehatan reproduksi, peningkatan tingkah laku seksual yang tidak aman, diskriminasi dalam masyarakat, sikap negatif terhadap perempuan, dan terbatasnya kuasa perempuan terhadap kehidupan seksual dan reproduksi mereka sendiri.6 Sesungguhnya dalam Al-Qur’an telah ditegaskan bahwa perempuan mengemban fungsi reproduksi yang meliputi mengandung, melahirkan dan menyusui anak. Tiga hal tersebut bukanlah hal yang mudah sehingga perlu diapresiasi sebagaimana Al-Qur’an mengapresiasi fungsi tersebut dalam Q.S. AlAhqaf [46]: 15. 4 http://www.bkkbn.go.id/Webs/index.php/rubrik/detail/307, (01 Juni, 2011: 10.00 WIB). Layyin Mahfiana, dkk., Remaja dan Kesehatan Reproduksi, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), 45. 6 http://202.52.131.11/node/157059, (01 Juni, 2011: 10.00 WIB). 5 An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 105 Nur Ittihadatul Ummah Artinya: “ Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri". (Q.S. Al-Ahqaf 46: 15)7 Menarik sekali, bahwa secara penuh empati al-Qur’an menegaskan kepada segenap manusia tentang beban yang sangat berat (beban reproduksi) yang dipikul oleh kaum perempuan (ibu).8 Kesehatan reproduksi tidak dihiraukan oleh orang sebagai akibat dari rendahnya tingkat pengetahuan tentang seksualitas manusia dan ketidak-layakan atau rendahnya kualitas pelayanan serta informasi kesehatan reproduksi, peningkatan tingkah laku seksual yang tidak aman, diskriminasi dalam masyarakat, sikap negatif terhadap perempuan, dan terbatasnya kuasa perempuan terhadap kehidupan seksual dan reproduksi mereka sendiri. METODOLOGI PENELITIAN Secara metodologis, pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif (deskriptif). Pendekatan ini sengaja dipilih karena peneliti hendak mencari pemahaman secara mendalam mengenai realitas sosial terkait dengan “Akses Kesehatan Reproduksi Perempuan (Ibu Hamil) di Dusun Ungkalan Desa Sabrang Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember”. Sedangkan dikatakan deskriptif, karena peneliti akan menggambarkan peristiwa yang ada 7 8 Departemen RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Mekar, 2004), 726. Masdar F.Mas’udi, Islam dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, (Bandung: Mizan, 1997), 72. 106 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 Akses Kesehatan Reproduksi Perempuan Hamil... kaitannya dengan situasi tertentu. Pendekatan ini digunakan dengan maksud mempermudah peneliti dalam melaksanakan penelitian.9 Dalam menentukan informan, peneliti menggunakan teknik Snowball sampling, karena dengan menggunakan teknik ini peneliti dapat memperoleh data secara lebih mendalam, serta lebih akurat. Informan awal (A) sebagai pembuka pintu untuk mengenali keseluruhan medan secara luas, selanjutnya oleh A disarankan ke B. Dari B belum memperoleh data yang lengkap, sehingga B menyarankan ke C, dan seterusnya sampai data jenuh10. Adapun inforrman yang dipandang paling mengetahui terhadap masalah yang diteliti, antara lain: Pertama Ibu hamil di dusun Ungkalan 1) Wasiah 2) Nur hasanah 3). Kedua Ibu melahirkan di dusun Ungkalan 1) Misriyatin 2) Lasiyem. Ketiga Kader posyandu di dusun Ungkalan 1) Ibu Misyati 2)Ibu Kasun (ibu Sri Suliha) 3)Ibu Supiyah 4)Ibu Supiyana Ke-tiga kategoiri informan di atas, merupakan informan kunci atau sumber data primer. Sedangkan informan penunjang (sumber data sekunder) adalah kepala dusun Ungkalan (bapak Suprapto) serta dokumen-dokumen mengenai kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil), terkait dengan data para ibu hamil periode (awal Januari- pertengahan bulan Mei). Untuk mendapatkan sumber data yang valid, maka perlu penentuan subyek penelitian yang disebut “informan”. KAJIAN TEORI Kesehatan Reproduksi Perempuan Reproduksi secara sederhana, dapat diartiakan sebagai kemampuan untuk “membuat kembali”. Dalam kaitannya dengan kesehatan, reproduksi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memperoleh keturunan (beranak).11 Menurut Drs. Syaifuddin kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan dimana suatu kegiatan organ kelamin laki-laki dan perempuan yang khususnya testis menghasilkan spermatozoid dan ovarium menghasilkan sel kelamin perempuan. Sedangkan menurut Ida Bagus Gede Manuaba (1998) kesehatan reproduksi yaitu kemampuan seseorang untuk dapat memanfaatkan alat reproduksi dengan mengukur kesuburannya, dapat menjalani kehamilannya dan persalinan serta aman dalam melahirkan bayi tanpa resiko apapun (Well Health 9 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 9. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 10 219. 11 Baso, Kesehatan Reproduksi: Panduan bagi Perempuan, 1. An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 107 Nur Ittihadatul Ummah Mother Baby) dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal. Menurut Depkes RI, (2000) kesehatan reproduksi ialah suatu keadaan sehat secara menyeluruh ( mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial) yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi. Kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi kesehatan reproduksi adalah sekumpulan metode, teknis, dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi yang mencakup kesehatan seksual, status kehidupan dan dan hubungan perorangan, bukan semata konsultasi dan perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks. Hal ini juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Mariana Aminuddin dalam bukunya.12 Berdasarkan pengertian kesehatan reproduksi tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: pertama, pengertian sehat bukan semata-mata sebagai pengertian kedokteran (klinis), akan tetapi juga sebagai pengertian sosial (masyarakat). Seseorang dikatakan sehat tidak saja memiliki tubuh dan jiwa yang sehat, tetapi juga dapat bermasyarakat secara baik. Pengertian sehat ini diakui oleh Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Kedua, kesehatan reproduksi bukan menjadi masalah seseorang saja, tetapi juga menjadi kepedulian keluarga dan masyarakat. Kesehatan reproduksi menjadi masalah yang cukup serius sepanjang hidup, terutama bagi perempuan, selain karena rawan terkena penyakit, juga kondisi sosial yang memungkinkan terjadi ketidakadilan perlakuan dari berbagai pihak terhadap kehidupan kesehatan perempuan yang mengakibatkan ketidakberdayaan perempuan.13 Layanan Kesehatan Reproduksi Perempuan Beberapa layanan kesehatan reproduksi (ibu hamil) yang di pandang paling penting yaitu berkenaan dengan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil), sebelum, semasa kehamilan dan pasca kehamilan kemudian Pemberian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil). 12 Mariana Aminuddin, Kesehatan dan hak Reproduksi Perempuan, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan dan The Japan Fondation, 2003), 45. 13 Baso, Kesehatan Reproduksi: Panduan bagi Perempuan, 2-5. 108 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 Akses Kesehatan Reproduksi Perempuan Hamil... Hal ini dikarenakan kedua point tersebut merupakan hal yang sering terabaikan dan sering kali dianggap sebagai hal yang sepele (ringan), padahal masalah pelayanan kesehatan reproduksi dan pemberian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil) merupakan hal yang sangat urgen guna menjaga kelestarian dan kesehatan generasi remaja penerus bangsa, di tangan para ibulah akan terlahir generasi penerus bangsa yang unggul, yang mampu menjadi kebanggaan bangsa, negara dan agama. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil), isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang pelik dan sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan perluasan jangkauan pelayanan ke lapisan masyarakat yang kurang mampu atau mereka yang tersisih, karena proses reproduksi terjadi melalui hubungan seksual. Dalam wawasan pengembangan kemanusiaan, merumuskan pelayanan kesehatan reproduksi sangat penting mengingat dampaknya juga terasa pada kualitas hidup generasi berikutnya.14 Di sebagian wilayah di dunia, terdapat 4 tingkat pelayanan kesehatan reproduksi, yaitu: kader sehat atau dukun, pos pelayanan terpadu (Posyandu), pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), dan rumah sakit. Secara keseluruhan mereka disebut sistem pelayanan kesehatan reproduksi. Kadang-kadang mereka cukup terlatih dan dilengkapi peralatan yang memadai, tetapi seringkali peralatan (sarana dan prasarana) serta tenaga medis kurang memadai. Di samping itu, tidak setiap daerah di wilayah Indonesia mempunyai 4 tingkat pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana disebutkan di atas. Padahal para ibu hamil akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang jauh lebih sempurna apabila terdapat kerjasama yang baik antara 4 tingkat pelayanan kesehatan reproduksi tersebut. Selain untuk memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap sebuah realitas dan fenomena yang ada maka Pendekatan penelitian kualitatif sangat sesuai, kemudian dalam halnya dengan teknik penentuan informan yang cocok dalam menggali data berkenaan dengan kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil) maka teknik penentuan informannya menggunakan snowball sampling. Analisa data deskriptif reflektif merupakan analisis data yang sangat tepat karena analisa data ini merupakan analisa data yang berusaha untuk 14 Mahfiana, Remaja dan Kesehatan Reproduksi, 39. An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 109 Nur Ittihadatul Ummah mendialogkan antara data empirik (hasil penelitian lapangan) dengan data teoritik (teori yang ada) secara bolak-balik dan kritis, sehingga akan tercipta suatu pemahaman yang mendalam mengenai masalah yang diteliti. Untuk memeriksa keabsahan maka dipakai validitas data triangulasi. Pengujian keabsahan data perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kepercayaan hasil temuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, pemeriksaan datanya menggunakan triangulasi sumber, yang berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Sebuah penelitian yang dilakukan secara santai tanpa mengurangi tujuan penelitian. Informan yang berhasil diwawancarai ada 8 orang, yang terdiri dari 4 kader posyandu (ibu Misyati, ibu Supiyah, ibu Supiyana, ibu Kasun/Sri Suliha), 2 orang ibu melahirkan (ibu Misriyatin, dan ibu Lasiyem), serta 2 orang ibu hamil (Ibu Wasiah dan ibu Nur Hasanah). Layanan kesehatan di dusun Ungkalan yang terprogram dan difungsikan dengan baik hanyalah posyandu semata dan hal ini tidaklah cukup bagi masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan secara maksimal. Karena bisa jadi para kader posyandu yang bertugas kurang profesional (pengetahuannya) tentang kesehatan reproduksi masih minim.15 Hak Reproduksi Perempuan Sebagaimana di ketahui bahwa seorang wanita memiliki hak-hak reproduksi. Pertama yaitu perempuan berhak mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan. Hak ini mutlak mengingat besarnya resiko yang bisa terjadi pada kaum perempuan (ibu) dalam menjalankan tugan sekaligus fungsi reproduksinya. Ketika kondisi seorang perempuan mengandung, melahirkan dan memberi ASI, maka jaminan kesehatan bagi kaum ibu pada saat itu mutlak sangat diperlukan baik berupa informasi kesehatan, makanan yang bergizi, maupun sarana-sarana kesehatan lain yang memadai. Kedua yaitu hak jaminan kesejahteraan bukam saja selama proses vital reprodukasi (mengandung, melahirkan, dan menyusui) berlangsung tetapi juga di luar masa-masa itu dalam statusnya sebagai istri dan ibu. Ketiga adalah hak untuk ikut dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan perempuan, khususnya yang berkaitan dengan proses-proses reproduksi. Intinya 15 Wawancara dengan ibu Sri Suliha/ibu Kasun sekaligus kader posyandu Nusa Indah 52 (36 tahun) 11 Mei 2011 (pukul 14.30-14.55 WIB) 110 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 Akses Kesehatan Reproduksi Perempuan Hamil... adalah perempuan harus mendapatkan jaminan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan. Selain itu hak reproduksi seorang perempuan, yaitu meliputi hak individu untuk menentukan kapan ia akan mempunyai anak, berapa jumlah anak dan berapa lama penjarakan kelahiran tiap-tiap anak. Hak untuk mendapatkan pelayanan yang berkaitan dengan fungsi reproduksinya. Hak untuk mendapatkan informasi, komunikasi dan edukasi (KIE) yang berkaitan dengan hak tersebut. Hak untuk melakukan kegiatan seksual tanpa paksaan, diskriminasi dan kekerasan. AKSES KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN HAMIL DI DUSUN UNGKALAN SABRANG AMBULU JEMBER Setiap wilayah hendaknya terdapat kader sehat, puskesmas, Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), dan rumah sakit, namun faktanya di dusun Ungkalan tidak ada satupun puskesmas, rumah sakit maupun bidan. Hal ini pastinya akan mempersulit masyarakat dusun Ungkalan dalam mengakses layanan kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil), padahal layanan kesehatan reproduksi bagi ibu hamil sangat urgen dan patut mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak, baik suami, pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun dari warga masyarakat sendiri. Hal ini dikarenakan peristiwa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan merupakan kurun-kurun kehidupan perempuan yang paling tinggi resikonya karena dapat menyebabkan kematian, dan makna kematian seorang ibu bukan hanya kehilangan satu anggota keluarga tetapi hilangnya kehidupan sebuah keluarga. Fenomena di dusun Ungkalan juga bertolak belakang dengan keputusan ICPD (International Conference On Population Development atau Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan), tahun 1994 di Kairo yang menyebutkan bahwa ada10 program kesehatan reproduksi, berupa kesehatan primer yang harus diperhatikan oleh semua negara, termasuk Indonesia, salah satunya yaitu seorang perempuan (ibu hamil) harus mendapatkan pelayanan sebelum, semasa kehamilan dan pasca kehamilan. Dan pelayanan itu salah satunya dapat diakses di puskesmas. Melihat fakta yang ada di dusun Ungkalan, dengan letak geografis di tengah hutan, maka sungguh sangt ironis sekali jika tidak terdapat pusat layanan kesehatan. Memang pada dasarnya ada puskesmas yang sering dikunjungi oleh masyarakat Ungkalan, tetapi letaknya di desa Sabrang, mereka masih harus An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 111 Nur Ittihadatul Ummah menyeberangi sungai, perjalanannya pun cukup jauh. Hal ini tidaklah efektif dan efisien. Walaupun tidak ada rumah sakit, seharusnya terdapat Puskesmas, karena keberadaan puskesmas pastinya akan sangat di butuhkan dan membantu masyarakat Ungkalan untuk mengakses layanan kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi. Karena pada dasarnya menurut August Burns puskesmas memiliki fungsi untuk melaksanakan tindakan promotif (penyuluhan kesehatan), preventif (pencegahan masalah kesehatan), kuratif (penyembuhan dan mengatasi masalah kesehatan) serta rehabilitatif (usaha pemulihan derajat kesehatan perseorangan dan masyarakat).16 August Burns juga menyebutkan bahwa layanan kesehatan yang baik salah satunya harus terjangkau, letaknya strategis (tidak jauh dari tempat warga), setiap orang yang memerlukan pelayanan kesehatan harus bisa menjangkau pelayanan tersebut. Sehingga puskesmas berfungsi sebagai pusat rujukan yang terdekat dalam bidang kesehatan.17 Dengan tidak adanya puskesmas, rumah sakit, maupun bidan, menunjukkan bahwa kurang adanya kepedulian pemerintah kabupaten Jember terhadap masalah kesehatan reproduksi kaum perempuan, karena kemungkinan mereka menganggap bahwa proses kehamilan sudah menjadi kodrat perempuan dalam menjalani rumah tangga, sehingga dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja tanpa ada kepedulian secara intens mengenai kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil). Sekitar pertengahan tahun 2010, awalnya akan di bangun Puskesmas di dusun Ungkalan yang posisinya terletak di lapangan di depan SDN 05 Ungkalan. Namun, pembangunan tersebut gagal direalisasikan kerena sebagian masyarakat, khususnya para remaja tidak menyetujui pembangunan Puskesmas tersebut, bahkan ketika pondasi untuk pembangunan puskesmas di bangun, dengan sigapnya para remaja menghancurkan pondasi yang telah dibangun. Alasan para remaja tidak menyetujui di bangunya pusat kesehatan (puskesmas) adalah karena para remaja merasa khawatir dan takut tidak dapat menjalankan aktifitas di lapangan tersebut, dan cemas jika nantinya tidak bisa bermain sepak bola di lapangan tersebut. Ketika pemerintah sudah menanggapi dan hendak membangun puskesmas, justru ada sebagian masyarakat yang tidak menyetujuinya dan merusak pondasi bangunan yang sudah dibangun, hal ini sungguh sangat disayangkan. Tetapi, 16 August, Pemberdayaan Wanita dalam Bidang Kesehatan, (Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.2000) 55 17 August, Pemberdayaan Wanita dalam Bidang Kesehatan: 56 112 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 Akses Kesehatan Reproduksi Perempuan Hamil... mengapa ketika sebagian masyarakat menolak di bangunya pusat kesehatan (puskesmas) tidak ada tindak lanjut dari pemerintah, misal semacam sosialisasi agar masyarakat sadar betapa pentingnya layanan kesehatan, hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya pemerintah juga kurang serius menanggapi permasalahan tersebut. Layanan kesehatan reproduksi ibu hamil di dusun Ungkalan berupa posyandu, maka akses informasi kesehatan ibu hamil mayoritas hanya didapat dari posyandu. Dalam hal ini, bu Misyati menuturkan bahwa pada dasarnya kader Posyandu telah mensosialisasikan alat kontrasepsi, penyuluhan kesehatan baik dalam merencanakan kehamilan, menjaga kandungan, dan saat bersalin tiba. Namun, realita di lapangan masih ada beberapa ibu hamil yang tidak berkenan untuk menghadiri posyandu, walaupun sudah didatangi dan diberi kartu posyandu. Padahal datang ke posyandu tidak dipungut biaya dan sejatinya diperuntukkan demi kemaslahatan para ibu hamil tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan.18 Kurangnya kesadaran tersebut bisa dilihat dari hadir atau tidaknya para masyarakat (ibu hamil) ke Posyandu, kedatangan mereka masih harus dijemput ke rumahnya atau tidak. Kader posyandu sebenarnya sudah menyebar di tiaptiap RT. Yang mana terdiri dari 3 RW yaitu: RW 25, RW 26, RW 27 yang mana dimasing-masing RW membawahi 2 RT. Masing-masing kader mempunyai tanggunag jawab untuk memberikan kartu posyandu (informasi) kepada masyarakat yang sedang hamil ataupun yang mempunyai balita (usia 0-5 tahun) terkait akan diadakannya kegiatan Posyandu, biasanya dilakukan ketika satu hari sebelum posyandu dilaksanakan. Ini menjadi tanggung jawab tiap-tiap kader di tiap-tiap RT di dusun Ungkalan. Penyuluhan untuk ibu hamil bisa berupa pemberian informasi tentang cara menjaga kandungan agar sang bayi dapat terlahir sehat, yaitu dengan cara mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, empat sehat terkait (nasi, lauk pauk/daging, sayur-mayur, buah-buahan). Sedangkan lima sempurnanya yaitu minum susu. Seperti Lactamil, Prenagen, dan Anmum.19 Namun, fakta mengejutkan ditemukan di kehidupan keluarga bu Lasiyem (36 tahun) istri dari pak Miseni Utomo, anak mereka yang bernama Fika Ayu mengalami cacat mental. Menurut bu Lasiyem, hal ini dikarenakan ketika masih hamil sering mengkonsumsi obat sakit kepala tanpa sepengetahuan atau resep 18 19 Wawancara dengan Misyati kader posyandu. Wawancara dengan Supiyana (36 tahun), Jum’at, 13 Mei 2011 (pukul 10.00-10.30 WIB). An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 113 Nur Ittihadatul Ummah dokter maupun bidan. Bu Lasiyem beranggapan mengkonsumsi obat-obatan seperti obat sakit kepala dan sejenisnya tidak mengganggu kondisi kehamilannya. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan akan informasi tentang kesehatan reproduksi (ibu hamil) masih sangat dangkal. Masalah akses informasi di dusun Ungkalan beberapa kader perlu mendapat penyuluhan karena pengetahuan para kader belum sepenuhnya paham betul terkait masalah kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil). PENUTUP Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akses layanan kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil) yang ada di dusun Ungkalan Sabrang Ambulu, kurang memadahi, karena faktanya di dusun Ungkalan tidak ada satupun puskesmas, rumah sakit maupun bidan. Layanan kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil) yang ada di dusun Ungkalan Sabrang Ambulu hanya posyandu Nusa Indah No.52, Hal ini pastinya akan mempersulit masyarakat dusun Ungkalan dalam mengakses layanan kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil), padahal layanan kesehatan reproduksi bagi ibu hamil sangat urgen dan patut mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak, baik suami, pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun dari warga masyarakat sendiri. Akses informasi kesehatan reproduksi perempuan (ibu hamil) yang ada di dusun Ungkalan Sabrang Ambulu juga belum optimal, karena sebagian masyarakat masih ada yang belum memahami secara mendalam mengenai cara menjaga kesehatan reproduksinya, kader posyandu yang ada juga kurang memahami tentang cara menyampaikan informasi secara efektif dan efisien, kurang memiliki keahlian (pengetahuan) tentang hal yang akan disampaikan kepada perempuan (ibu hamil). 114 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 Akses Kesehatan Reproduksi Perempuan Hamil... DAFTAR PUSTAKA Aminuddin, Mariana, 2003, Kesehatan dan hak Reproduksi Perempuan, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan dan The Japan Fondation. Baso, Zohra Andi, dkk., 1999, Kesehatan Reproduksi: Panduan bagi Perempuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Burns, August, dkk., 2000, Pemberdayaan Wanita dalam Bidang Kesehatan, Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. http://www.bkkbn.go.id/Webs/index.php/rubrik/detail/307. http://202.52.131.11/node/157059. Ihromi, 1995, Kajian Wanita dalam Pembangunan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Irianto, Sulistyowati , 2006, Perempuan dan Hukum, Jakarta: yayasan Obor Indonesia. Mahfiana, Layyin, dkk., 2009, Remaja dan Kesehatan Reproduksi, Ponorogo: STAIN Ponorogo Press. Mas’udi, Masdar F, 1997, Islam dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, Bandung: Mizan. Moleong, Lexy, 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Soebahar, Halim, 1999, Hak Reproduksi Perempuan dalam pandangan KIAI, (Yogyakarta: Ford Foundation. Tim Penyusun, 2007, Jurnal perempuan” Kesehatan Reproduksi: Andai perempuan Bisa Memilih”, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016 | 115 Nur Ittihadatul Ummah 116 | An-Nisa', Vol. 9 No. 1 April 2016