BAB 2

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Komunikasi
2.1.1 Pengertian komunikasi
Komunikasi adalah proses yang melibatkan seseorang untuk menggunakan
tanda-tanda (alamiah atau universal) berupa simbol-simbol (berdasarkan
perjanjian manusia) verbal atau non verbal yang disadari atau tidak disadari
yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap orang lain (Liliweri, 2007).
Menurut Potter dan Perry (2005), komunikasi adalah suatu proses ketika
individu sebagai komunikator mengalihkan rangsangan dalam bentuk lambang
bahasa, atau gerak untuk mengubah tingkah laku individu yang lain
(komunikan).
2.1.2 Jenis-Jenis Komunikasi
1. Komunikasi verbal
A. Pengertian Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dilakukan melalui
kata-kata, bicara atau tertulis (Wisnuwardhani & Mashoedi, 2012).
Komunikasi verbal adalah pertukaran informasi secara verbal terutama
berbicara tatap muka dan komunikasi verbal adalah komunikasi yang
paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di semua tatanan
pelayanan kesehatan (Priyanto, 2009). Komunikasi verbal biasanya
lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang
7
8
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan
respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan
menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap
muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara
langsung. Menurut Priyanto (2009), komunikasi verbal yang efektif
harus memenuhi syarat efektifitas yaitu :
1) Jelas dan ringkas
2) Perbendaharaan kata
3) Arti denotatif dan konotatif
4) Jeda dan kesempatan berbicara
5) Waktu dan relevansi
6) Humor
B. Faktor-Faktor Penting dalam Komunikasi Verbal
Faktor – factor penting dalam komunikasi verbal antara lain :
1) Penggunaan Bahasa
Penggunaan bahasa dalam berkomunikasi memerlukan kata – kata
yang jelas, ringkas dan sederhana. Kejelasan dalam memilih kata –
kata diperlukan agar tidak memiliki arti yang salah. Pesan yang
ringkas menunjukkan informasi yang dikirim singkat dan tanpa
penyimpangan. Sederhana dalam memilih bahasa sangat dianjurkan
dalam berkomunikasi (Priyanto, 2009).
9
2) Kecepatan
Kecepatan dalam berbicara dapat mempengaruhi komunikasi verbal.
Seseorang yang dalam keadaan cemas dan sibuk biasanya berbicara
dengan sangat cepat dan akan lupa untuk berhenti berbicara sehingga
pendengar kesulitan dalam memproses pesan dan menyusun respon
yang diberikan. Komunikasi verbal dengan kecepatan yang sesuai
akan memberikan kesempatan bagi pembicara untuk berpikir jernih
tentang apa yang diucapkan dan juga dapat menjadi pendengar yang
baik (Priyanto, 2009).
3) Nada Suara.
Nada suara dapat menunjukkan gaya dan ekspresi yang digunakan
dalam berbicara serta dapat mempengaruhi arti kata. Pengaruh
berbicara dengan suara yang keras akan berbeda dengan suara yang
lemah lembut. Suara yang keras mungkin menunjukkan seseorang
yang berbicara sedang terburu – buru, tidak sabar, sindiran tajam atau
marah. Sedangkan suara yang rendah sampai tak terdengar mungkin
menunjukkan sikap acuh tak acuh (Priyanto, 2009).
2. Komunikasi Non Verbal
A.
Pengertian Komunikasi Non Verbal
Menurut Priyanto (2009) komunikasi non verbal merupakan
komunikasi yang tidak melibatkan bicara dan tulisan. Komunikasi non
verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata.
Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan
10
kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan
nonverbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai
evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat nonverbal menambah arti
terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Menurut Priyanto (2009), komunikasi nonverbal dapat diamati pada :
1) Metakomunikasi
2) Penampilan personal
3) Intonasi (nada suara) dan ekspresi wajah
4) Sikap tubuh dan langkah
5) Sentuhan
B.
Klasifikasi Komunikasi Non Verbal
1) Ekspresi wajah
Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar yang penting
dalam menentukan pendapat interpersonal. Ada enam emosi utama
yang tampak melalui ekspresi wajah yaitu terkejut, takut, marah, jijik,
senang dan sedih (Priyanto, 2009). Dua implikasi yang penting untuk
tenaga perawat adalah membuat klien lebih sering tersenyum dapat
membuat mereka merasa lebih baik dan belajar untuk menekan
ekspresi wajah pada saat mengalami stres mungkin menurunkan
pengalaman emosional dari stress itu sendiri (Liliweri, 2007).
11
2) Gesture (gerak, isyarat, sikap)
Isyarat tangan dapat menunjukan seseorang sedang mengalami
cemas atau tidak sabar. Kaki diseret dan kegelisahan menunjukan
keinginan seseorang untuk lari. Posisi tubuh menunjukan seseorang
bersikap terbuka pada orang lain. Menganggukan kepala atau
menggelengkan kepala menunjukan komunikasi tertentu. Sikap atau
cara
untuk
menghadirkan
diri
secara
fisik
sehingga
dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik (Taufik, 2010).
Respon tingkah laku yang digunakan untuk menilai seseorang
hangat atau dingin yaitu seseorang yang hangat dapat ditandai dengan
posturnya yang mengarah kepada orang lain, tersenyum dan kontak
mata langsung. Sedangkan seseorang yang dianggap dingin adalah
seseorang dengan tingkah laku postur membungkuk, melihat
sekeliling ruangan, mengetuk tangan di meja dan tidak tersenyum
(Taufik, 2010).
3) Gerak mata (kontak mata)
Diartikan sebagai melihat langsung ke mata orang lain. Empat
fungsi tatapan yaitu mengatur aliran komunikasi, monitor umpan
balik,
ekspresikan
emosi,
mengkomunikasikan
hubungan
interpersonal yang alami. Sedangkan efek negatif dari tatapan yaitu
merasa tidak nyaman, meragukan diri, menjadi marah, heran
mengapa, menjadi bingung sendiri, merasa terancam, dan menjadi
curiga (Potter & Perry, 2005).
12
4) Kualitas suara
Terdiri dari resonansi yaitu intensitas suara mengisi ruang.
Irama yaitu aliran, kecepatan dan gerakan suara. Pitch, meninggi atau
merendahnya suara. Kecepatan, berapa cepat suara digunakan.
Volume, kekerasan suara. Inflection, perubahan dalam tinggi atau
rendahnya atau volume dari suara. Seseorang yang suaranya
meningkat dalam hal kekerasannya,warna nada dan kecepatan
bicaranya sering dianggap orang lain sebagai orang yang aktif dan
dinamis. Orang dengan intonasi dan volume suara yang besar dan
lancar dianggap meyakinkan (Potter & Perry, 2005).
5) Vokal tanpa bahasa (non language vocalizations)
Vokal tanpa bahasa (non language vocalizations) adalah suara
tanpa adanya struktur linguistik. Misalnya sedu sedan, tertawa,
mendengkur,
mengerang,
merintih,
hembusan
nafas
yang
menunjukkan takut, nyeri atau kaget, nafas panjang atau keluh kesah
yang
menunjukkan
keengganan
untuk
melakukan
sesuatu
(Wisnuwardhani & Mashoedi, 2012).
6) Proxemics
Proxiemics adalah ilmu yang mempelajari tentang jarak
hubungan dalam interaksi sosial. Proxemics meliputi dua dimensi
yaitu Territoriality adalah asumsi dari kesopanan tingkah laku
terhadap sebuah area geografi yang dimiliki seseorang atau suatu grup
dan Jarak pribadi adalah daerah tidak tampak dari territoriality.
13
Tidak boleh seseorang memaksa masuk kedalam area tersebut.
Pemaksaan masuk ke area yang pribadi yang tidak diharapkan dari
seseorang akan menimbulkan rasa tidak nyaman, gelisah, dan
perasaan negatif lain (Taufik, 2010).
Empat jarak interaksi antara lain jarak intim (sampai dengan
45 cm), jarak personal (45 cm sampai 120 cm) untuk interaksi dengan
seseorang yang telah dikenal, jarak sosial (120 cm sampai 3,5 meter)
untuk interaksi mengenai suatu urusan tetapi bukan orang khusus atau
tertentu, jarak publik (lebih dari 3,5 meter) untuk pembicaraan formal
(Taufik, 2010).
7) Sentuhan
Sentuhan merupakan alat komunikasi yang sangat kuat,
sentuhan juga dapat menimbulkan reaksi positif atau negatif
tergantung dari orang yang terlibat dan lingkungan sekililing interaksi
tersebut. Komunikasi sentuhan adalah bentuk yang paling dasar dan
primitif dari komunikasi. Sentuhan penting dilakukan pada situasi
emosional. Sentuhan dapat menunjukan arti ”saya peduli” Meskipun
begitu, sangat perlu bagi perawat untuk memahami siapa, kapan dan
mengapa sentuhan dilakukan, karena komunikasi non verbal ini
mempunyai efek yang berlainan pada setiap individu. Sentuhan dapat
disosialisasikan sebagai sifat keibuan, nyaman atau perhatian (Taufik,
2010).
14
2.1.3 Unsur-Unsur Komunikasi
Menurut Liliweri (2007) komunikasi sebagai suatu aktivitas meliputi
beberapa unsur yaitu :
a. Pengirim (sender) atau sumber (resource) adalah individu, kelompok,
atau organisasi berperan untuk mengalihkan (transferring) pesan.
b. Encoding adalah pengalihan gagasan ke dalam pesan.
c. Pesan (message) adalah gagasan yang dinyatakan oleh pengirim kepada
orang lain.
d. Saluran (media) adalah media dari komunikasi, merupakan tempat
dimana sumber menyalurkan pesan kepada penerima, misalnya melalui
gelombang suara, cahaya, atau halaman cetakan dll.
e. Decoding adalah pengalihan pesan kedalam gagasan.
f.
Penerima (receiver) adalah individu atau kelompok yang menerima
pesan.
g. Umpan balik (feed back) adalah reaksi terhadap pesan.
h. Gangguan (noise) adalah efek internal atau eksternal akibat dari
peralihan pesan.
i.
Bidang pengalihan (field of experience) adalah bidang atau ruang yang
menjadi latar belakang informasi dari pengirim maupun penerima.
j.
Pertukaran makna (shared meaning) adalah bidang atau ruang pertemuan
(tumpang tindih) yang tercipta karena kebersamaan.
k. Konteks (context) adalah situasi, suasana, atau lingkungan fisik, non fisik
(sosiologi-antropologis, psikologis, politik, ekonomi).
15
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Komunikasi
Menurut Potter & Perry (2005) proses komunikasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor :
1. Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan seseorang perawat harus mengerti
pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir
dari orang tersebut. Adalah berbeda cara berkomunikasi anak usia remaja
dengan anak usia balita. Kepada remaja, anda barangkali perlu belajar
bahasa ”gaul” mereka sehingga remaja yang kita ajak bicara akan merasa
kita mengerti mereka dan komunikasi diharapkan akan lancar.
2. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau
peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan
persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. Misalnya katakata virus mempunyai perbedaan persepsi pada seorang ahli komputer
dengan seorang dokter.
3. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi
perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk
mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan
dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya
diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya. Perbedaan nilai
tersebut dapat dicontohkan sebagai berikut, klien memandang abortus tidak
16
merupakan perbuatan dosa sementara perawat memandang bahwa abortus
merupakan tindakan dosa. Hal ini dapat menyebabkan konflik antara
perawat dan klien.
4. Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.
Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi. Seorang
remaja putri ingin membeli makanan khas disuatu daerah. Remaja tersebut
berasal dari daerah lain. Pada saat membeli makanan tersebut, si remaja
tiba-tiba menjadi pucat ketakutan karena si penjual menanyakan padanya
berapa banyak cabe merah yang dibutukan untuk campuran makanan yang
akan diberikan. Apa yang terjadi ? Si remaja tersebut merasa dimarahi oleh
si penjual karena cara menanyakan cabe itu seperti membentak bagi si
remaja putri padahal si penjual merasa tidak memarahi remaja tersebut. Hal
ini dikarenakan budaya dan logat bicara si penjual yang memang tegas dan
keras sehingga terkesan marah-marah bagi orang dengan latar budaya yang
berbeda.
5. Emosi
Merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti
marah,
sedih
dan
senang
akan
mempengaruhi
perawat
dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan
keluarganya sehingga perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
dengan tepat. Selain itu perawat juga perlu mengevaluasi emosi yang ada
17
pada dirinya agar dalam melakukan asuhan keperawatan tidak terpengaruh
oleh emosi bawah sadarnya.
6. Jenis kelamin
Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda. Dari usia
tiga tahun wanita bermain dengan teman baiknya atau dalam group kecil
dan menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan, meminimalkan
perbedaan, serta membangun dan mendukung keintiman. Di lain pihak,
laki-laki menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian dari
aktifitas dalam group yang lebih besar, dimana jika mereka ingin berteman,
maka mereka melakukannya dengan bermain.
7. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.
Seseorang yang tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon pertanyaan
yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih
tinggi. Perawat perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga
perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan
asuhan keperawatan yang tepat kepada klien.
8. Peran dan hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang
berkomunikasi. Cara komunikasi seorang perawat dengan koleganya,
dengan cara komunikasi seorang perawat pada klien akan berbeda
tergantung perannya.
18
9. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif.
Suasana yang bising, tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan
kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan. Misalnya berpacaran di pasar
tentunya tidak nyaman. Untuk itulah perawat perlu menyiapkan lingkungan
yang tepat dan nyaman sebelum memulai interaksi dengan klien.
10. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu dapat menyediakan
rasa aman dan kontrol. Misalnya individu yang merasa terancam ketika
seseorang tidak dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat
dengan dirinya. Hal itu juga yang dialami klien saat pertama kali
berinteraksi dengan perawat. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan
jarak yang tepat pada saat melakukan hubungan dengan klien.
2.2 Konsep Kecemasan
2.2.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang
secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan
tidak menentu dan tidak berdaya serta kecemasan tidak dapat dihindarkan
dan selalu terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan takut atau tidak
tenang yang sumbernya tidak dikenali (Suliswati dkk, 2005).
19
Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan (affective) yang
ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (masih baik),
kepribadian tetap utuh dan prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas
normal (Hawari, 2008).
2.2.2 Rentang Respon Cemas
Stuart dan Sundeen (2007) mengatakan rentang respon individu
berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif seperti :
Adaptif
Antisipasi
Maladaptif
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Gambar 2.1. Rentang respon adaptif dan maladaptif
Menurut Stuart & Sundeen (2007) koping adalah mekanisme
mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi stress. Mekanisme
koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua yaitu :
1)
Mekanisme Koping Adaptif
Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif,
teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
20
2)
Mekanisme Koping Maladaptif
Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan /
tidak makan, bekerja berlebihan dan menghindar.
2.2.3 Tingkat Kecemasan
Menurut Suliswati (2005), tingkat kecemasan dibagi menjadi empat
tingkatan yaitu :
1)
Ansietas ringan
Pada fase ini pasien akan merasa :
a) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa seharihari.
b) Kewaspadaan meningkat.
c) Persepsi terhadap lingkungan meningkat.
d) Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan
menghasilkan kreativitas.
e) Respon kognitif tampak mampu menerima rangsangan
yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan
masalah secara efektif dan terangsang untuk melakukan
tindakan.
f) Respon prilaku dan emosi terlihat tidak dapat duduk
tenang dan kadang–kadang suara meninggi.
21
2)
Ansietas sedang
Pada fase ini akan muncul respon sebagai berikut :
a) Respon fisiologis terlihat sering nafas pendek, tekanan
darah meningkat, mulut kering, anoreksia, sakit kepala,
letih dan sering berkemih.
b) Respon kognitif tampak memusatkan perhatiannya pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang
persepsi menyempit, dan rangsangan dari luar tidak
mampu diterima.
c) Respon perilaku dan emosi terlihat gerakan tersentak–
sentak, terlihat lebih tegang, bicara banyak, dan lebih
cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman.
3)
Ansietas berat
Pada fase ini individu cenderung memikirkan hal yang kecil
saja serta mengabaikan hal yang lain, dan respon yang muncul
antara lain :
a) Respon fisiologis tampak nafas pendek, nadi dan tekanan
darah naik, berkeringat dan sakit kepala, pengelihatan
kabur, serta tampak tegang.
b) Respon kognitif tampak tidak mampu berfikir berat lagi
dan membutuhkan banyak pengarahan/tuntunan, serta
lapang persepsi menyempit.
22
c) Respon perilaku dan emosi tampak adanya perasaan
terancam yang meningkat dan komunikasi terganggu
(verbalisasi cepat).
4)
Ansietas sangat berat / panik
Pada fase ini respon yang muncul antara lain :
a) Respon fisiologis tampak nafas pendek, rasa tercekek,
sakit dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi
motorik.
b) Respon kognitif terjadi gangguan realitas, tidak dapat
berfikir logis, persepsi terhadap lingkungan mengalami
distorsi dan ketidakmampuan memahami situasi.
c) Respon perilaku dan emosi terlihat mengamuk dan marah,
ketakutan, berteriak – teriak, kehilangan kendali / kontrol
diri, perasaan terancam serta dapat berbuat sesuatu yang
membahayakan diri sendiri dan orang lain.
2.2.4
Faktor Pencetus Kecemasan
Menurut Stuart & Sundeen (2007), faktor yang dapat menjadi
pencetus seseorang merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri (faktor
internal) maupun dari luar dirinya (faktor eksternal). Namun demikian
pencetus ansietas dapat dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu :
1) Ancaman
terhadap
integritas
diri,
meliputi
ketidakmampuan
fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari–hari guna
pemenuhan kebutuhan dasarnya.
23
2) Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat
mengancam
terhadap
identitas
diri,
harga
diri,
kehilangan
status/peran diri dan hubungan interpersonal.
2.2.5
Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan.
Faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan meliputi :
1. Umur
Menurut Elisabeth, B.H, (1995 dalam Nursalam 2008), yaitu umur
adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun. Pendapat lain mengemukakan bahwa semakin cukup
umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat.
Menurut Long (1996 dalam Nursalam 2008), yaitu semakin tua umur
seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap
masalah yang dihadapi. Semakin muda umur seseorang dalam
menghadapi masalah maka akan sangat mempengaruhi konsep dirinya.
Umur dipandang sebagai suatu keadaan yang menjadi dasar kematangan
dan perkembangan seseorang.
2. Pendidikan
Pendidikan kesehatan merupakan usaha kegiatan untuk membantu
individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan
baik pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mencapai hidup secara
optimal.
24
Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi,
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Jadi dapat di
asumsikan bahwa faktor pendidikan sangat bepengaruh terhadap tingkat
kecemasan seseorang tentang hal baru yang belum pernah dirasakan
atau sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang terhadap
kesehatannya.
3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah
sumber kesenangan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Nursalam 2008).
2.2.6 Dampak Kecemasan
Dampak yang paling umum dari kecemasan adalah rasa tidak nyaman
baik secara fisik maupun secara psikologis (Hawari, 2008). Kecemasan
itu adalah suatu proses melelahkan karena memerlukan tenaga tubuh,
sumber-sumber fisik dan psikologis (Rasmun, 2004). Dampak dari
kecemasan terhadap integritas dan kesehatan seseorang adalah
menurunnya daya tahan tubuh karena pada saat mengalami kecemasan
maka tubuh akan mengeluarkan hormon kortisol yang mempunyai efek
menekan sistem kekebalan tubuh (Wardhana, 2010).
2.2.7 Pengukuran Kecemasan
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan digunakan alat ukur
kecemasan yang dikenal dengan Depression Anxiety Stress Scale
25
(DASS). Pengukuran skala kecemasan menilai gairah otonom, efek otot
rangka, kecemasan situasional, dan pengalaman subjektif yang
mempengaruhi cemas. Alat ukur ini terdiri dari 14 pertanyaan. Masingmasing pertanyaan diberikan penilaian (score) antara 0-3, yang artinya
adalah : nilai 0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, 2 = lumayan sering, 3
= sering sekali. Masing-masing score dari ke 14 pertanyaan tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang yaitu : total score 0-7 = tidak ada kecemasan, 8-9 =
kecemasan ringan, 10-14 = kecemasan sedang, 15-19 = kecemasan berat,
>20 = kecemasan sangat berat (Lovibond, 1995).
2.2.8
Hubungan Komunikasi Perawat dan Tingkat Kecemasan Keluarga.
Dalam penelitian Khaerunisah (2009) tentang komunikasi perawat
dinyatakan bahwa komunikasi memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat kecemasan pasien. Kemudian dalam penelitian Dhian
(2003) tentang kecemasan keluarga dinyatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi kecemasan keluarga adalah komunikasi. Dilihat
dari kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada kaitan
antara komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan keluarga.
Ansietas pada klien dan keluarga yang menjalani perawatan di
ruang intensif terjadi karena adanya ancaman ketidakberdayaan,
kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi dan harga diri,
kegagalan membentuk pertahanan, perasaaan terisolasi dan takut mati.
Untuk membantu meningkatakan perasaan pengendalian diri pada klien
26
dan keluarga salah satunya dapat melalui pemberian informasi dan
penjelasan (Priyanto, 2009).
Pemberian informasi dan penjelasan ini dapat dilakukan dengan
baik apabila didukung oleh pelaksanaan komunikasi yang efektif.
Bantuan kepada keluarga pada perasaannya amat penting untuk
menghindari keterlambatan reaksi kedukaan dan depresi yang berlarutlarut. Perawat dapat memberi petunjuk pada keluarga untuk saling
membantu dalam menangis dan membagi rasa takut dan kesedihannya.
Refleksi perasaan atau aktif mendengar diperlukan untuk melalui
keadaan ini. Oleh sebab itu perawat harus menerapkan tindakan
“Caring” terhadap klien yang bertujuan untuk memberikan asuhan fisik
dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan
keselamatan klien. Kemudian caring juga menekankan harga diri
individu, artinya dalam melakukan praktik keperawatan, perawat
senantiasa selalu menghargai klien dengan menerima kelebihan maupun
kekurangan klien sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang
tepat (Priyanto, 2009).
Download