Universitas Gadjah Mada 1 D. LESI ULSERATIF

advertisement
D. LESI ULSERATIF
Definisi Ulkus : hilangnya lapisan epitel karena suatu sebab (bedakan dengan erosi !).
Ulkus dapat terjadi karena pecahnya suatu vesikel maupun bulla.
Walaupun ulkus oral mempunyai penampakan klinis yang mirip namun mereka mempunyai
etiologi yang berlainan yaitu dari reaksi reaktif dapat menjadi neoplastik.
1. Reactive lesions
2. Bacterial conditions :
a.
Syphilis
b.
Gonorrhoe
c.
Tuberculosis (TB)
d.
Leprosy
e.
Actinomycosis
f.
Noma
1. Fungal diseases :
g.
Deep fungal diseases
h.
Sporotrichosis
i.
Phycomycosis
1. Conditions associated with immunologic dysfunctions
j.
Aphthous ulcer
k.
Behcet's syndrome
l.
Reiter's syndrome
m. Erythema multiforme
n.
Lupus erythematosus (LE)
o.
Drug reactions
p.
Contact allergy
q.
Wegener's gianulomatosis
r.
Midline granuloma
s.
Chronic granulomatous disease
t.
Cyclic neutropenia
1. Neoplasms :
u.
Squamous Cell Carcinoma
(SCC)
v.
Carcinoma of the maxillary sinus
1. Reactive lesions
Etiologi (E)
: trauma, khemis, heat burns, radiasi
Universitas Gadjah Mada
1
Gambaran klinis (GK) :
Pada kondisi akut terjadi inflamasi akut ulkus tertutup eksudat kuning putih, dilingkari halo
eritematous, ada rsasa sakit clan tenderness
Kondisi kronis biasanya tanpalsedikit sakit, ulkus tertutup membran warna kuning, tepi
meninggi terjadi hiperkeratosis, indurasi dan scar, serta inflamasi kronis
Jika berkaitan dengan deep soft tissue injury terbentuk crateriform ulcer atau traumatic
granuloma dan jika ada hubungannya dengan ischemic necrosis dari glandula saliva minor
maka terjadi necrotizing sialometaplasia
Histopatologis (H) :
Pada kondisi akut , epitel permukaan hilang dan diganti oleh jaringan fibrin yang
mengandung neutrofil, degenerating cells dan debris
Kondisi kronis ditandai dengan adanya jaringan granulasi dan scar, eosinofil dan
bertambahnya infiltrasi fagosit
Diagnosis (Dx) :
Kondisi akut atau kronis didasarkan pada gambaran klinis dan riwayat serta etiologi
Diagnosis Diferensial (DD) : proses infeksi (sifilis, TB, jamur) atau keganasan. Perlu
observasi 2 minggu, bila tak ada perubahan atau tak lebih parah maka dilakukan biopsy
Terapi (Tx) :
 Observasi
 Bila sakit : dilakukan terapi simtomatik dengan tetracycline-nystatindiphenhydramine
hydrochloride rinse atau topical corticosteroid

2. Bacterial conditions :
a. Syphilis
Penyakit ini muncul sejak jaman Christopher Columbus.
E : Treponema pallidum
Patogenesis (P) via :
- kontak seksual
- transfusi darah
- inokulasi transplacental
GK:
 primary syphilis (chancre) : single, indurasi, ulkus tak sakit, sembuh spontan
4 — 6 minggu, lokasi di genital, bibir, oral, kadang di jari-jari, terjadi regional
limfadenopati
Universitas Gadjah Mada
2
 secondary syphilis : maculopapular rash, multiple ulkus dan mucoid exudates,
condylomata
 tertiary syphilis : glossitis, central vascular system, central nerves system,
membutuhkan waktu bertahun-tahun, gummas
 congenital syphilis : terjadi setengah terakhir dari waktu kehamilan ; spirochetemis
(—> fetal abortion —> inflamasi organ fetus) ; dental abnormalities (mulberry
molars, notched incisors) — deafness (tuli) interstitial keratitis disebut
HUTCHINSON'S TRIAD
H: proliferasi sel-sel endothel, infiltrasi sel plasma, proliferasi endarteritis, gummy 
necrosis dan makrofag >>> (granulomatous)
DD:
 chancre : Squamous Cell Carcinoma (SCC), lesi trauma kronis, TB
 secondary syphilis : mucocutaneous lesions
 gummas : lesi destruktif pada midline granuloma
Dx : lab test dan pemeriksaan klinis
 pemeriksaan eksudat
 staining perak (silver stain)
 serologi test untuk antibody
Tx : penicillin (drug of choice), erythromycin, tetracycline
b. Gonorrhea
E : Neisseria gonorrhoeae
P : sexual contact
Inkubasi : < 7 hari
GK:
 lesi genital (jarang termanifestasi dalam rongga mulut)
 lesi : eritema, multiple ulkus, sakit
 simtom : stomatitis (kadang tidak ada)
 bila telah kena faring —> terjadi cervical limfadenopati
DD : multiple ulcers conditions, erythema conditions
Dx : tergantung pada hasil :
 staining gram
 kultur Thayer-Martin medium
 immunofluorecent (IF)
Tx : Penicillin-G, Spectinomycin + Cephalosporin, Oral tetracycline
Universitas Gadjah Mada
3
c. Tuberculosis (TB)
E : Mycobacterium tuberculosis
P : droplets
GK :
- simtom :
 reactivated disease : fever <<, night sweats ; malaise ; BB
 progression : batuk, hemoptysis, chest pain
oral manifestation : di palatum dan lidah berupa ulkus kronis, indurasi dan
sakit
H : inflamasi granulomatous (central caseous necrosis) ; Langhan's giant cells
DD
- indurasi ulkus —> primary syphilis, deep fungal disease
- SCC , ulkus traumatis kronis (oral TB sulit dibedakan dengan
kondisi-kondisi lainnya)
Dx : Tes Mantoux dan Tine test
Tx : - dulu : bed rest dan surgery
- sekarang : Isoniazid, rifampin, streptomycin, ethambutol
(untuk jangka waktu 2 tahun)
d. Leprosy (Hansen's disease)
E : Mycobacterium leprae
GK : - Tuberculoid leprosy —> Lepromatous leprosy - lesi
berupa erythematous plaques / nodules
H : - makrofag dan multinucleated giant cells >>>
- ditemukan mikroorganisma di dalam makrogaf (dengan Fite staining)
DD : berdasarkan : riwayat, apakah ada gangguan syaraf dan kulit, biopsy
Tx : dapsone, rifampin, clofazimine, thalidomide (kombinasi dan dalam
jangka waktu lama)
e. Actinomycosis
E : Actinomyces israelii
P : - jarang timbul karena penularan
- infeksi terjadi setelah trauma, surgery, infeksi sebelumnya
GK : Lokasi terutama di thoraks, abdomen, head dan neck ; di mandibula menyerupai
infeksi piogenik, di maksila tampak sebagai osteomyelitis (sulphur granules)
Gambaran rontgent : berupa daerah radiolusen dengan Batas tak jelas dan irregular
H : formasi abses di tengah (sulphur granules)
Universitas Gadjah Mada
4
DD : osteomyelitis, scrofula, infeksi staphylococcus
Dx : berdasarkan pemeriksaan eksudat, gambaran mikroskopik, kultur mikrobiologi
Tx : Penicilline (dosis tinggi dan dalam waktu lama), Tetracycline, Erythromycin, drainase
abses, dilakukan eksisi untuk meningkatkan penetrasi antibiotika
f. Noma (cancrum oris, gangrenous stomatitis)
E : invasi bakteri anaerob (tusiform bacilli dan Vincent's spirochetes) Faktor
predisposisi : malnutrisis dan debilitasi karena penyakit sistemik
GK : ulserasi gingival atau mukosa bukal, sakit --> nekrosis, terjadi denudasi tulang
skuester, gigi bisa lepas dan goyah, jarang terjadi pada anak-anak
Tx : Penicillin, perbaiki kondisi fisik, bila perlu : dilakukan pengambilan jaringan nekrotik
3. Fungal diseases
a. Deep Fungal Diseases
E:

Histoplasma capsulatum  Histoplasmosis

Coccidioides immitis  Coccidioidomycosis

Blastomyces dermatidis  Blastomycosis

Cryptococcus neoformans  Cryptococcosis
P : inhalasi spora dengan paru-paru sebagai lokasi awal lesi
menyebar ke organ-
organ lain
GK : mirip dengan TB ; pada Coccidio ada erithema multiforme di kulit ; lesi oral berupa
ulkus ; untuk blastomycosis ada lesi purulen
H : granulomatous, makrofag, multinuclear giant cells, pseudoepitheliomatous
hyperplasia (pada blastomycosis)
DD : - ulkus kronik : SCC, trauma kronis, oral TB, primary syphilis
- cervicofacial actinomycosis (untuk blastomycosis)
Dx : ditegakkan dengan kultur dan pemeriksaan mikroskopis
Tx : Amphotericin B ditambah atau diganti dengan Ketoconazole/Fluconazole
Jika perlu : dilakukan surgical resection/incision atau drainase untuk
meningkatkan efek obat pada infeksi paru yang nekrotik
b. Sporotrichosis (Subcutaneous Fungal Disease)
E dan P : Sporothrix schenckii melalui tanaman berduri masuk ke lapisan
subkutan/kutan/mukosa sehingga akan terbentuk nodules --> ulkus
Universitas Gadjah Mada
5
GK:
 Kulit nodules merah pecah + eksudat + ulkus
 Oral —> ulkus kronis tak spesifik
 Kadang terjadi lifadenopati
H : granulomatous (central abses ; pseudoepithelial hyperplasia) ; tampak fungus :
kecil dengan bentuk bulat – oval
Dx : Kultur Sabouraud's agar dan Silver stains
Tx : Potassium iodides
Ketoconazole (pengganti)
c. Phycomycosis / Mucormycosis
(Opportunistic Fungal Infections)
E : Mucor dan Rhizopus atau yang lain
Terutama terjadi pada :
 Ketoacidotic diabetics (poor)
 Immunosuppressed transplants patients
 Malignancy lanjut
 Pasien yang mendapat Tx steroids atau radiasi
 Pasien dengan immunodepressed
Rute infeksi : melalui gastrointestinal tract dan respiratory tract GK:
 Regio yang terlibat : kepala dan leher (nasal cavity, paranasal sinuses,
orofaring)
 Sakit, bengkak mendahului ulkus
 Terjadi nekrosis jaringan --> perforasi palatum
 Komplikasi orbital dan otak
 Terjadi invasi jamur menyebar mll. hematogenous, menyebabkan thrombosis
atau infarct
H:

Terjadi infiltrasi sel-sel inflamasi akut/kronis

Dengan staining H&E terlihat fungus pada area yang nekrosis

Fungus terdapat pada dinding arteri yang nekrose dan ditemukan thrombus
(bukti khas)

Fungus tampak besar, terwarnai pucat, tidak ada septa hyphae dan
bercabang ke sudut kanan
DD :
Universitas Gadjah Mada
6
 Lesi inflamasi (gummatous pada syphilis, midline granuloma, Wegener's
granulomatosis)
 Malignansi pada nasal dan sinus --.> Dx : perlu biopsy
Tx : Amphotericin B dan dilakukan surgical debridement Prognosis : Tergantung
keparahan penyakit dan perawatan yang memadai
4. LEST ULSERATIF KARENA DISFUNGSI IMUNOLOGIS
a.
Ulkus Aptosa
b.
Sindroma Behcet
c.
Sindroma Reiter
d.
Eritema Multiform
e.
Lupus Eritematosus
f.
Drug reactions
g.
Contact allergy
h.
Wagener's granulomatosis
i.
Mid-line granuloma
j.
Chronic granulomatous disease
k.
Cyclic neutropenia
a. Ulkus Aptosa (Aphthous ulcers = AU)
Merupakan lesi ulserasi yang paling sering terjadi diantara lesi ulseratif nontraumatik
yang lain. Insidensi : 20 — 60%
Etiologi dan Patogenesis :

Defek pada sistim imun humoral
Adanya autoantibodies pada membran mukosa oral. Antibodi bereaksi
dengan sel-sel spinosum. Suatu immune-complex vasculitis dicurigai sebagai
penyebab penyakit ini. Infiltrasi neutrofil banyak ditemukan pada lesi ini. Teori
mengatakan neutrofil merespons terhadap reaksi komplek antigen-antibodi
dan complement dalam dinding pembuluh darah, sehingga ensim-ensim
sitoplasmik terlepas yang mengakibatkan destruksi epitel di atasnya.

Defek pada sistim imun seluler
Sel limfosit T4-helper berperan dalam hal ini karena ada picuan eksogen
maupun endogen.

Faktor mikrobial
Universitas Gadjah Mada
7
Pada lesi ini kadang dapat diisolasi adenovirus dan HSV-1, terdeteksinya
sebagian genom herpes virus, juga ada kejadian hipersensitivitas terhadap
antigen bakteri Streptococcus sanguis

Faktor nutrisi
Defisiensi vit B12, asam folat, zat besi (Fe). Pasien dengan kondisi
malabsorpsi seperti pada celiac disease, Crohn's disease berkecenderungan
untuk mendapatkan penyakit ini

Faktor lain : perubahan hormonal, stress, trauma, food allergy (tu thdp
kacang-kacangan, coklat dan gluten)

Immunocompromized state : predisposisi terhadap ulkus aptosa
Gambaran klinis :

Minor AU :
Paling sering terjadi, lesi single, kadang multiple, sakit, bentuk oval, diameter
< 0,5 cm, lesi tertutup oleh suatu membran fibrin berwarna kuning dan
dikelilingi dengan halo eritematous, durasi sakit : 7 — 10 hari, tanpa
didahului vesikel, sembuh tanpa scar, rekurensi : mingguan sampai tahunan,
lokasi : pada mukosa oral yang bergerak.

Major AU
Dulu disebut periadenitis mucosa necrotica recurrens (PMNR) atau Sutton's
disease. Merupakan jenis AU yang paling parah lesinya.
Diameter lesi : > 0,5 cm, terasa lebih sakit, durasi : 6 mingguan, kadang
terbentuk crateriform, sembuh dengan scar, bila satu lesi sembuh dapat
muncul lesi lain, bila terlalu lama dapat mempengaruhi kesehatan secara
umum karena kesukaran makan dan stress psikis, lokasi : pada mukosa oral
yang bergerak, lesi tanpa didahului vesikel

Herpetiform aphthous ulcers
Lesi berupa ulkus-ulkus kecil bergerombol, lokasi : mukosa bergerak,
palatum keras dan gusi, terasa sakit sekali, durasi : 1 — 2 minggu, lesi tanpa
didahului oleh vesikel, BUKAN disebabkan oleh virus (BEDAKAN dengan
herpetic infection !)
Histopatologis :
Untuk melacak etiologi dan patogenesis lebih mudah terlihat pada awal penyakit.
Pada daerah submukosa dan perivascular ditemukan sel-sel mononuclear
(limfosit dan monosit) tu limfosit T4, semakin lama lesi berkembang akan
ditemukan limfosit T8. Pada dasar ulkus ditemukan makrofag dan sel mast.
Universitas Gadjah Mada
8
Eritrosit dan neutrofil keluar dari pembuluh darah, hal ini memperkuat dugaan
bahwa etiologi penyakit ini adalah immune-complex vasculitis.
DD:
Penegakkan Dx ergantung riwayat penyakit dan gambaran klinis, dengan DD :
secondary (recurrent) oral herpes, trauma, Pemphigus Vulgaris (PV), Cicatrical
Pemphigoid (CP), Crohn's disease, neutropenia, celiac disease.
Terapi :
Minor AU ringan: tak memerlukan perawatan
Kondisi berat : manipulasi immune response (corticosteroid, triamcinolone) Dapat
ditambah anti-fungal, antibiotika, oral rinse, immunomodulator (vit A / retinoids)
b. Behcet's syndrome
Merupakan multisystem disease yang melibatkan organ-organ gastrointestinal,
cardiovascular, ocular, CNS, articular, pulmonary, dermis yang disertai dengan
serious recurrent oral aphthae minor.
E : Penyebab tak jelas diketahui, diduga berhubungan dengan :
-> immunodysfunction
-> predisposisi genetic dengan ditemukannya HLA-B51
-> indirect evidence : viral etiology GK :
Lesi melibatkan :

kavitas oral berupa oral aphthae minor

mata : uveitis, conjunctivitis, retinitis

genital : ulcerative, pain, discomfort, sekitar anus

recurrent arthritis pada pergelangan, ankle dan lutut

CNS : sakit kepala

Keterlibatan CVS karena vasculitis dan thrombosis

Pustular erythema nodusum-like-lesion

Relapsing polychondritis —> MAGIC (mouth and genital ulcers with inflamed
cartilage)
H : pada lesi ulseratif ditemukan limfosit T, pada dinding arteri ditemukan infiltrasi
neutrofil. Hasil pemeriksaan imunologis adanya Ig dan Complement pada
dinding pembuluh darah
Dx : didasarkan pada tanda/gejala klinis, dilakukan biopsy dan lab test (non spesifik)
Tx : steroid sistemik, immunosuppressive drugs (chlorambucil, azathioprine, sebagai
pengganti ataupun kombinasi dengan steroid), dapsone, cyclosporine dan
interferon
Universitas Gadjah Mada
9
c. Reiter's syndrome
E : tak jelas kemungkinan berkaitan dengan factor genetic, adanya respons imun
yang abnormal terhadap antigen microbial
GK : arthritis, non-gonococcal urethritis, conjunctivitis/uveitis, mucocutaneous lesions
(50% pasien), lesi maculopapular pada genital, pada rongga mulct ditemukan
ulkus aptosa relatif tak sakit, seperti lesi geographic tongue, lesi di oral dapat
terjadi di semua area, insidensi : laki-laki kulit putih 30 tahunan, durasi : minggu
— bulan, biasa terjadi rekurensi
Dx : didasarkan pada tanda dan gejala klinis, dengan tes lab : non spesifik
Tx : NSAIDs, kadang ditambah antibiotika
d. Eritema Multiforme (EM)
E dan P : tak diketahui dicurigai karena reaksi hipersensitif melalui kompleks antigenantibodi pada pembuluh darah kecil di atas dermis atau lapisan submukosa.
50% kasus karena adanya factor pemicu seperti infeksi HSV I/II, TB,
histoplasms atau penggunaan obat-obatan seperti barbiturates, sulfonamides.
Faktor lain yang turut andil terjadinya penyakit : malignansi, vaksinasi,
autoimmune disease dan radioterapi
GK : merupakan acute-self-limited process, dan melibatkan kulit, membran mukosa
atau keduanya, 25 — 50% pasien dengan cutaneous EM akan mempunyai
manifestasi oral. Sifat penyakit : kronik, rekurensi (mempunyai prodromal
symptoms sebelum ada erupsi lesi), akut. Predileksi : orang muds dan to terjadi
pada musim semi/gugur
Istilah EM dibuat karena adanya penampakan klinis yang bervariasi dan
multiple yang dikaitkan dengan manifestasi di kulit seperti macula, papula,
vesikel, bulla, plak urtikaria, concentric erytl/ thematous rings
Manifestasi di oral :

Short lived vesicles/bullies

Lokasi terutama pada bibir, mukosa bukal, palatum, lidah

Lesi oral rekuren : multiple dan painful ulcers

Rasa sakit : ringan

Tanda sistemik : sakit kepala, sedikit kenaikan temperatur, limfadenopati.
berat
Pada kondisi yang parah dari EM ada keterlibatan dari mulut, mata, kulit,
genital, kadang esofagus dan respiratory tract yang semuanya tampak
bersama-sama "Stevens-Johnson syndrome"
 . Encrusted lips (kulit kering, berkerak)
Universitas Gadjah Mada
10

Lesi oral : exquisite pain

Ulserasi superfasial kadang didahului dengan bullae

Conjunctivitis dan uveitis
H:
scarring dan blindness
melibatkan epitel dan jar. ikat dari kulit dan membran mukosa, adanya edema
intralinterseluler, akantosis, necrotic keratinocytes, vesikel tampak pada batas
antara epitel dan jar. ikat, perubahan jar. ikat biasanya tampak sebagai
perivascular infiltrates dari limfosit dan makrofag, edema pada lamina propria
atau papillary dermis
DD : Bila ada skin lesions : Dx : Em
Bila tak ada skin lesions kemungkinan Primary HSV infection, AU, PV, CP,
Erosive LP
Tx : Mild : symptomatic Tx
Moderate : Topical corticosteroids + anti-fungal
Severe : moderate doses of systemic corticosteroids
Supportive : oral irrigation, adequate fluid intake, antipiretik
e. Lupus Erthematosus (LE)
Terdiri dari 3 jenis :

SLE : Systemic Lupus Erythematosus

SCLE : Subacute Cutaneous Lupus Erythematosus

DLE : Discoid Lupus Erythematosus
Ketiga jenis LE di atas mempunyai manifestasi di mulut
Etiologi dan Patogenesis :

Diperkirakan karena proses autoimmune yang dipengaruhi oleh factor genetic
dan viral. Melibatkan sistim imun humoral dan seluler (terutama tampak
limfosit T >>> dan adanya fungsi limfosit T yang abnormal)

Autoantibodi yang bereaksi dengan antigen seluler yang ada di nucleus
maupun sitoplasma. Autoantibodi sendiri terdapat di serum atau pada
jaringan yang mengikat antigen

Circulating antibodies (terdeteksi dengan ANA test yang dikonfirmasi dengan
LE cell test)

Adanya antibody-antigen kompleks sebagai mediator untuk penyakit
ini pada banyak sistim organ
Gambaran Klinis :
DLE
Terutama terjadi pada wanita setengah baya
Universitas Gadjah Mada
11
Lesi tampak single pada kulit muka dan kulit kepala, disertai lesi oral dan di vermilion Lesi
pada kulit tampak sebagai disk-shaped erythematous plaques dengan tepi hiperpigmentasi.
Ketika lesi meluas ke pinggir, bagian tengah menyembuh disertai pembentukan jaringan
parut dan disertai dengan hilangnya pigmen. Keterlibatan folikel rambut berakibat alopecia
25% pasien cutaneous DLE dijumpai ada lesi membran mukosa (bukal, gingival, vermilion).
Lesi tampak sebagai plaque yang eritematous atau erosive. Biasanya tampak sebagai lesi
yang lunak, berwarna putih, ada striae (garis-garis) keratotik yang menyebar dari pinggiran
lesi. Juga disertai keratotic papules.
Universitas Gadjah Mada
12
Kemungkinan berkembang ke arah SLE : negatif
SCLE

Lesi kulit : annular/papulosquamous

Durasi : minggu sampai bulan, sembuh tanpa jaringan parut

Lesi oral yang terjadi mirip dengan lesi oral pada DLE

Keterlibatan simtom sistemik : + ringan sebagai komplikasi muskuloskeletal

Abnormalitas serologis : +

Circulating antibody pada komponen sitoplasmik. Circulating antibodies
dikenal sebagai anti-Ro atau SS-A antibody, karena juga ditemukan pada
serum dari pasien Sjorgen Syndrome

Anti-La (SS-B) : jarang

ANA (Anti Nuclear Antibody) test : kemungkinan +

Prognosa ke SLE : negatif

Secara klinis dan diti nj au dari keparahan imunologis : DLE<SCLE<SLE

Lesi mukosa dan kulit : ringan, keluhan utama karena adanya keterlibatan
SLE
banyak organ sistemik

Adanya reaksi antara autoantibody dengan antigen nuclear/sitoplasmik dalam
serum atau organ target. Hal ini menyebabkan lcsi dapat terjadi pada setiap
jaringan yang akan bermanifestasi pada symptom dan tanda klinis

Lesi kulit :
- adanya erythematous rash sekitar malar processus dan batang hidung (bridge
of the nose) sehingga memberi gambaran seperti kupu-kupu " Butterfly "
- lesi tu pada muka, badan dan tangan dengan penyembuhan tanpa jar. parut
- kadang terjadi disk-shaped skin lesions

Oral lesions : hampir sama seperti pada DLE yaitu adanya ulserasi, eritema
dan keratosis, yang melibatkan vermilion, mukosa bukal, gingival dan palatum

Keluhan sistemik : demam, BB<<, malaise, dengan organ yang terlibat
tu sendi, ginjal (-> glomerulopathy -> penyebab kematian), jantung,
paru

Tes serologis : +

Tes ANA : + melalui anti-ss-DNA, anti-ds-DNA, antinuclear ribonuclear
protein

Tes sel LE : + (kurang spesifik)
Universitas Gadjah Mada
13

Antibodi terhadap Ro (SS-A) cytoplasmic antigen : +

Antibodi terhadap La (SS-B) cytoplasmic antigen : +
Histopatologis :
DLE : terjadi destruksi sel basal, hiperkeratosis, atrofi epitel, infiltrasi limfosit, dilatasi
vaskulcr dan edema di atas dermis/submukosa.. DD : secara mikroskopik dengan Lichen
planus
SLE : mirip dengan pada DLE kecuali infiltrasi sel inflamatori << dan lebih difus.
Lesi kulit : ringan  jelas (eritematous  discoid)
Perubahan pada interface : infiltrasi limfosit, perubahan fibrinoid pada vaskuler. Bila
ada beberapa organ yang terlibat maka dapat terjadi vaskulitis,
infiltrasi mononuclear, perubahan fibrinoid
Imunofluorescence : pada lesi kulit dan mukosa : terjadi deposit granuler
maupun linear dari Ig M, Ig G, Ig A, C3 dan fibrinogen sepanjang basement
membran.
DD : Secara klinis : LP
Dilihat dari lesi ulseratif : PV, CP, EM, Drug Reaction
Dilihat dari lesi keratotik (speckled erythroplakia) : Erythroplakia
Bila tes ANA : negatif abaikan keterlibatan sistemik
Tx : DLE : topical steroid, kasus refraktori :anti malarials, sulfones
SLE/SCLE : systemic steroid dapat dikombinasi dengan immnosuppres sive agents
Untuk mengontrol penyakit : anti malarials, NSAIDs, dapsone, retinoids
5. Kondisi ulseratif karena NEOPLASMA
KARSINOMA SEL SKUAMOSA
SQUAMUS CELL CARCINOMA, Ing
Prevalensi
Menurut sebuah penelitian di Amerika Serikat pada penderita kanker tercatat
karsinoma sel skuamosa oral/orofaring dengan :

Jumlah kasus ± 30.000 pertahun

Komposisi :

Penderita pria
4%
Penderita wanita
2%
Tingkat mortalitas
Tercatat 9500 kematian pertahun
Komposisi :
Pria
2%
Wanita
1%
Universitas Gadjah Mada
14
Di India beberapa negara Asia kasus kanker oral tercatat mencapai 50% dari keseluruhan
kejadian kanker. Biasanya hal ini dikaitkan dengan kebiasaan merokok tanpa asap
(smokeless tabacco. Ing) penduduk setempat dan tindakan pencampurkan beberapa jenis
bahan lain ke dalam tembakaunya hingga kadar karsinogeniknya melebihi pemakaian
tembakau saja tanpa kombinasi. Penderita KSS oral/orofaring mempunyai kemungkinan
penyembuhan kecil, terutaina pada penderita stadium lanjut. Oleh karena itu, tolong
waspadai adanya lesi premalignan, karena kemungkinan penyembuhannya besar.
Etiologi
KSS disebabkan oleh multifaktor, antara lain :
a. Tembakau, yaitu pada pemakai :
 Smokeless tobacco. Ing

Dihirup (snuffing. Ing)

Dikunyah (chewing. Ing)

Biasanya mempengaruhi mukosa bukal dan gusi
 Merokok sigaret (cerutu) dengan pipa

Lokasi KSS : Bibir Bawah

Merokok cara ini beresiko kanker oral lebib besar dibanding merokok hanya
dengan cerutu

Perokok cerutu
 Reserve Smoking. Ing



Api ditaruh dalam mulut, bare dipakai untuk menyulut rokok
Cam merokok terbalik ini menyebabkan luka di palatum dan jaringan lingual.
Pelaku : Penduduk di India (adat)
: Penduduk di beberapa negara di Amerika Selatan.
Catatan
Sering kasus-kasus kanker oral tidak hanya disebabkan oleh tembakau itu sendiri tapi
juga oleh asap yang dihasilkan oleh pembakaran tembakau tersebut. Kemampuan kadar
karsinogeniknya tergantung dari faktor dosis dan waktu. Semakin besar dosis dan semakin
lama waktu terpapar asap, semakin besar resiko kanker yang dihadapi.
Pemakai tembakau tidak hanya berhadapan langsung dengan resiko kanker oral tapi
juga dengan peningkatan tekanan darah, ketergantungan fisiologis, dan penyakit periodontal
(pada pemakaian smokeless tobacco)
Universitas Gadjah Mada
15
b. Alkohol
Alkohol cenderung hanya sebagai promotor kanker, hal ini karena sifat-sifatnya,
antara lain :

Pelarut Karsinogen
Astringent yang dikandungnya dapat melarutkan jaringan mukosa mulut

Mengiritasi mukosa
Mukosa yang teriritasi menyebabkan epitelnya mudah didekati bahan-bahan
karsinigenik

Kontaminan Karsinogenik
Alkohol banyak mengandung bahan lain yang karsinogenik
c. Mikroorganisme
1). Jamur
Contoh :- Treponema pallidum
Pada penderita sifilis kerap ditemukan kejadian kanker Iidah. Ada dugaan
bahwa jenis kanker ini lebih disebabkan karena efek karsinogenik arsen
yang dipakai sebagai salah satu perawatan bagi penyakit sifilis.
- Candida albicans
C. albicans mengandung bahan karsionogenik yang dikenal sebagai NNitroso Benzil Metil Amin.
2) Virus
Contoh :- EBV (Epstein-Barr Virus)
Keberadaan virus EB sering dikaitkan dengan limfoma Burkitt's dan
karsinoma nasofaring
- Virus Sitomegalo (Cytomegalovirus. Ing)
Pada kejadian Sarkoma Kaposi's
- HPV (Human Pappiloma Virus. Ing
Karsinoma verukosa pada saluran pencernaan dan pernapasan bagian
atas, serta karsinoma taring diidentifikasikan sebagaiu lesi yang
disebabkan karena infeksi virus HP:
d. Problem nutrisi
Salah satu gejala dari sindrom Plummer-Vinson adalah pertumbuhan KSS. Sindrom ini
sering diasosiasikan dengan defisiensi besi.
e. Sinar ultra-violet
Menyebabkan :
Karsinoma sel basal kulit
Universitas Gadjah Mada
16
KSS kulit dan bibir
f.
Iritasi kronis dan rendahnya kebersihan mulut (OH : Oral Hygiene)
Histopatologi
Karsinoma Sel Skuamosa Oral
Tingkat diferensiasi set
lesi) moderat-baik
 Ada keratinisasi sel individual dan ditemukan mutiara keratin (keratin pearls)
 Mengadakan invasi ke jaringan di bawahnya
Tampak serupa sarang-sarang set hiperkromati (small nests of hyperchromalic
cells. Ing)
Hiperkromatik pewarnaan lebih kuat (tua)
 Ditemukan mitosis & berbagai macam bentuk inti sel
Pleomorphism = : Bentuk yang beraneka ragam
 Sarang-sarang sel (dari jaringan tumor yang menginvasi) dikelilingi oleh sejumlah
besar limfosit, set plasma dan makrofag
Gambaran Klinis
Gambaran klinis untuk masing-masing jenis kasus karsinoma sel skuamosa rongga mulut :
KSS : Karsinoma Bibir
Insidensi :
- 25 — 30% kejadian kanker mulut adalah karsinoma bibir
- Karsinoma bibir bawah sering ditemukan daripada pada kejadian karsinoma
bibir atas.
- Karsinoma bibir bawah pertumbuhannya lebih lambat.
Predileksi
- Lebih banyak diderita oleh pria dibanding wanita
- Rata-rata penderita berusia antara 50-70 tahun
Etiologi
 Sinar ultra violet
 Merokok dengan pipa
Keduanya lebih sering menjadi penyebab utama kejadian kanker bibir bawah.
Prognosa
Untuk kanker bibir bawah : baik
Untuk kanker bibir atas
: biasa saja
Universitas Gadjah Mada
17
Gambaran Klinis :
 Dimulai dari bagian vermilion bibir :

Ulkus kronis yang tak sembuh-sembuh

Berupa lesi eksofitik verukosa
 Terjadi invasi dalam (deep invasion. Ing)
 Lesi sedang membesaran dengan diferensiasi (sel) yang lebih jelek
 Metastasis ke Lnn. Sub mentalis atau submandibularis jarang terjadi
KSS : Karsinoma Lidah
Insidensi

25 — 40% kejadian kanker mulut adalah kanker lidah

Kasus ini adalah kasus malignansi intra oral yang paling sering ditemukan.
Predileksi

Sering ditemukan pada pria berusia lanjut (60-80 tahun)
Gambaran klinis

Asimptomatik, kecuali jika sudah terjadi invasi dalam Jika sudah
terjadi deep invasion sering terasa sakit atau disfagi

Ulkusnya tak sembuh-sembuh, mengalami indurasi dan peninggian margin
(tepi) lesi

Pertumbuhannya bisa eksofitik (menonjol keluar) atau endofitik (ke dalam)

Bercak :
- Batas postero lateral (45%)
- 1/3 posterior atau dasar lidah (25%)
Posisi ini menyebabkan pertumbuhan kanker sering tidak terdeteksi (silent
progression. Ing)

Metastasis : ke Inn. cervical Inn. sub mandibular
Kadang-kadang deposit metastasis bisa ditemukan di paru-paru atau hati.
KSS : Karsinoma Dasar Mulut
Insidensi
 15-20% dari kasus kanker intra oral
Predileksi
 Laki-laki usia lanjut
 Terutama jika ia juga alkoholik dan perokok
Gambaran Klinis
 Tidak sakit
 Ulkus tidak sembuh-sembuh dan indurasi
Universitas Gadjah Mada
18
 Tampak adanya bercak putih atau merah
 Infitrasi ke jaringan lunak dasar mulut, yang menyebabkan penurunan
mobilitas lidah
 Metastasis ke Inn. submandibular jarang terjadi
KSS : Karsinoma Mukosa Bukal dan Gingiva
Insideni
- 10% dari kasus kanker mulut
Predileksi
 Pria berusia lanjut (70 tahun)
Etiologi
Smokeless tobacco
Gambaran Klinis
 Bercak putih
 Ulkus yang tak sembuh-sembuh
 Eksofitik (karsinoma verukosa)
 Pada penderita smokeless tobacco :
Ditemukan kutil berdasar lebar, seperti massa yang :
 Pertumbuhannya lambat
 Diferensiasinya sangat baik
 Jarang bermetastase
Prognosa
Sangat vaik
KSS : Karsinoma Palatum
Insidensi
- 10-20% lesi intra oral adalah KSS palatum molle / jaringan fausial
Jaringan fausial
: jaringan yang terletak di ruang antara rongga mulut dan
faring
- KSS jarang terjadi pada palatum durum, yang sering menimpa palatum keras ini
adalah adenokarsinoma.
Etiologi
Karsinoma palatum sering terjadi dimana reverse smoking sering dilakukan (Contoh
: di India)
Universitas Gadjah Mada
19
Gejala Klinis
- Asimptomatik
- Dijumpai adanya plak merah/putih
- Massa ulserasi / keratotik
(berbeda dengan adenokarsinoma : terlihat sebagai massa non-ulserasi)
- Metastasis : Inn. cervicalis
Menghilangkan kemungkinan metastase
Efeknya dihitung dari regresi tumor, bukan dari eleminasinya.
Faktor-faktor yang dipakai untuk menentukan cara terapi yang dipakai antara lain :
 Lokasi lesi
 Tipe histologis lesi
 Fasilitas perawatan
 Pola rujukan

Kemampuan/keahlian terapis
KSS umumnya resisten terhadap kemoterapi. Kemoterapi digunakan hanya
sebagai terapi tambahan pada kasus lanjut.
Efek terapi radiasi
Efek paling efektif :
Limfoma
KSS
Radiasi kelihatannya efektif bila dipakai untuk terapi pada sel yang diferensiasnya agak
baik. Hal ini menyebabkan efektivitasnya pada karsinoma verukosa diragukan. Kadar
radiasi yang diperlukan untuk merawat sel-sel malignasi berkisar dari 4000 7000 yard.
Dosis untuk limfoma adalah asekitar 4000 — 5000 rad sedang KSS menghabiskan kirakira 6000 — 7000 rad. Dosis harian yantg diperbolehkan berkisar ± 200 rad / hari.
Bersama dengan efek terapeutik radiasi, timbul juga efek samping yang tergantung dari
dosis. Efek ini ada yang temporer dan ada yang permanen.
Karsinoma Verukosa
- Sel-sel epitel terdiferensiasi sangat baik
Karena terdiferensiasi sangat baik, karsinoma ini malah lebih terlihat sebagai sel-sel
yang hiperplastik dari pada sel yang neoplastik
- Ada daerah luas yang menjorok ke dalam (seperri tertekan : legok)
- Daerah ini dikelilingi oleh limfosit, sel plasma dan makrofag
Universitas Gadjah Mada
20
Karsinoma skuamosa sel basal
Predileksi : lidah, faring dan faring
Diagnosa Banding

Jika tampak sebagai ulkus kronis yang tak sembuh-sembuh
Pertimbangkan kemungkinan penyebab kondisi ulseratif selain KSS

Bisa merupakan lesi tuberkulosis, sifilis, infeksi jamur (deep fungal infection.
Ing), trauma kronis.
- Sangat sukar membedakan manifestasi kanker oral dengan lesi-lesi yang
disebabkan karena penyakit yang disebutkan di atas secara klinis, maka
SEMUA ulkus kronis yang belum terdiagnosa SEBAIKNYA diasumsikan
infeksius sampai biopsi membuktikan sebaliknya.
- Trauma kronis bisa tampak serupa dengan KSS
 Pada palatum dan jaringan sekitarnya pertimbangkan juga kemungkinan
midline granuloma dan necrotiing sialometaplasia
Diagnosa
Ditetapkan dengan anamnesa lengkap dan teliti serta biopsi.
Terapi
1.
Tindakan bedah
Lesi yang kecil bisa dirawat dengan tindakan bedah, dan terapi radiasi hanya
dilakukan sebagai back up jika ada kemungkinan kambuh.
2.
Radiasi
Terapi radiasi tidak bisa dilakukan untuk lesi yang relatif kecil.
3.
Tindakan bedah dan radiasi Dilakukan pada lesi-lesi yang
besar. Diseksi leher profilaktif atau radiasi dilakukan untuk
mencegah.
KARSINOMA SINUS MAKSILARIS
Etiologi
Tidak diketahui
Tapi faktor predisposisinya antara lain :
- Sinusitis kronis
- Fistula oro-antraI
Predileksi
Laki-laki (lebih banyak) berusia 40 tahun ke atas.
Gambaran Klinis
 Ada riwayat sinusitis
Universitas Gadjah Mada
21
 Rasa sakit tumpul (dull ache. Ing), bisa berkembang jadi lebih parah
 Rasa sakit pada apek gigi post.or RA (karena keterlibatan n. alveolaris sup.or)
 Jika tulang alveolus terlibat, dapat terjadi :
 Maloklusi
 Bergesernya gigi-geligi
 Mobilitas vertikal gigi-geligi
 Kegagalan penyembuhan soket gigi paska ekstraksi
 Parestesia (kesemutan. Ind, gringgingan. Jawa)
 Ulkus palatum (meluas sampai tulang dan jaringan lunak palatum)
 Ada gumpalan daging (Mass. Ing) karena jaringan daging yang nekrose
Histopatologi
Mirip KSS dengan diferensiasi lesi tidak begitu baik.
Diagnosa Banding
 Karsinoma antrum
Kemungkinan penyebab dari gigi harus diperiksa. Lakukan perawatan pada gigi.
Jika masih sakit, kemungkinan karsinoma sinus bisa dipertimbangkan.
 Penyakit metastastik atau myeloma sel plasma
 Osteosarkoma (pada kelompok umur yang lebih muda)
 Adenokarsinoma (pada kelenjar ludah minor)
 Limfoma
 KSS Terapi
1. Tindakan bedah
2. Terapi radiasi
3. Tindakan bedah dan radiasi
Cara ini sering lebih efektif. Radiasi dilakukan dulu diikuti reseksi jaringan
4. Radiasi dan kemoterapi
Prognosa
Cukup baik
Prognosa dipengaruhi oleh :

Stadium klinis

Area yang terlibat
- Area tersembunyi sukar dikenai tindakan bedah
- Area kaya pembuluh darah sukar direkonstruksi
Universitas Gadjah Mada
22
Download