BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pencegahan Infeksi Pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen- komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi resiko infeksi karena bakteri, virus dan jamur untuk menurunkan penularan penyakit- penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan cara pengobatannya, seperti Hepatitis dan HIV/AIDS (Sarwono, 2008). 1.1 Definisi Tindakan- tindakan Pencegahan Infeksi 1.1.1 Asepsis atau teknik merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan semua asuhan yang dilakukan dalam mencegah masuknya mikroorganisme kedalam tubuh dan berpotensi menimbulkan penyakit. 1.1.2 Antisepsis mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara menumbuhkan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya. 1.1.3 Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai benda yang terkontaminasi darah maupun cairan. 1.1.4 Mencuci dan membilas adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua cemaran darah, cairan tubuh atau benda asing (debu/ kotoran) dari kulit atau peralatan. 6 Universitas Sumatera Utara 7 1.1.5 Disinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme penyebab penyakit yang mencemari benda- benda mati atau instrumen. 1.1.6 Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) adalah tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora dengan cara merebus atau kimiawi. 1.1.7 Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit) termasuk endospora bakteri dari benda- benda mati atau instumen (Hidayat, 2010). 1.2 Tujuan Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi 1.2.1 Untuk meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. 1.2.2 Untuk menurunkan resiko penularan penyakit yang mematikan, seperti Hepatitis dan HIV/AIDS. Di masa lalu, tujuan utama PI adalah untuk mencegah infeksi serius pascabedah. Meskipun infeksi serius pascabedah masih merupakan masalah di banyak negara, munculnya HIV/AIDS dan masalah berkelanjutan yang terkait dengan hepatitis telah mengubah secara dramatis fokus pencegahan infeksi. Karena HIV dan hepatitis makin sering terjadi, resiko terinfeksi penyakit- penyakit tersebut semakin meningkat (JNPK-KR, 2007). 1.3 Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi 1.3.1 Setiap orang, baik ibu, bayi baru lahir, dan penolong persalinan harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik atau tanpa gezala. 1.3.2 Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi. Universitas Sumatera Utara 8 1.3.3 Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh seperti selaput mukosa atau darah, harus dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan proses pencegahan infeksi secara benar. 1.3.4 Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi. 1.3.5 Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tetapi dapat dikurangi hingga sekecil mungkin kejadiannya dengan melaksanakan prosedur tindakan pencegahan infeksi yang benar dan konsisten (Sarwono, 2008). 2. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi Ada berbagai tindakan yang dilaksanakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu yang lain yang dapat menyebarkan infeksi, yaitu pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi dengan cara melakukan tindakan-tindakan esensial sebagai berikut : Cuci tangan, memakai sarung tangan, menggunakan teknik aseptik, memproses alat bekas pakai, menangani peralatan tajam dengan aman, menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan (termasuk pengelolaan sampah sampah secara benar) (Sarwono,2008). 2.1 Cuci Tangan Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan timbulnya infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Prosedur cuci tangan menurut Depkes RI, 2004 meliputi : 2.1.1 Melepaskan perhiasan di tangan dan pergelangan. 2.1.2 Membasahi tangan dengan air bersih dan air mengalir. 2.1.3 Menggosok dengan kuat kedua tangan dengan menggunakan sabun biasa atau yang mengandung anti mikroba selama 10 sampai 15 detik (pastikan Universitas Sumatera Utara 9 sudah menggosok sela-sela jari) Tangan yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama. 2.1.4 Membilas tangan dengan air bersih dan mengalir. 2.1.5 Membiarkan tangan kering dengan diangin-anginkan atau dikeringkan dengan kertas tisu yang bersih dan kering atau handuk pribadi yang bersih dan kering. 2.1.6 Bila menggunakan sabun padat misalnya sabun batangan, gunakan dalam potongan-potongan kecil dan tempatkan sabun dalam wadah yang berlubang- lubang untuk mencegah air menggenangi sabun tersebut. 2.1.7 Jangan mencuci tangan dengan mencelupkannya ke dalam wadah berisi air meskipun air tersebut sudah ditambah larutan antiseptik, karena Mikroorganisme dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam larutan tersebut. 2.1.8 Bila tidak tersedia air mengalir : 1) Menggunakan ember tertutup dengan kran yang bisa ditutup pada saat mencuci tangan dan dibuka kembali jika ingin membilas. 2) Menggunakan botol yang sudah diberi lubang agar air bisa mengalir. 3) Minta orang lain menyiramkan air ke tangan. 4) Menggunakan pencuci tangan yang mengandung anti mikroba berbahan dasar alkohol atau campuran bahan alkohol 60-90% kira-kira 100 mL dengan 2 mL gliserin. Kemudian menggosok kedua tangan hingga kering cara ini diulangi sampai tiga kali. 2.1.9 Mengeringkan tangan dengan handuk bersih dan kering. Jangan menggunakan handuk yang juga digunakan orang lain. Handuk basah atau lembab adalah tempat yang baik untuk mikroorganisme berkembang biak. Universitas Sumatera Utara 10 2.1.10 Bila tidak ada saluran air untuk membuang air yang sudah digunakan, kumpulkan air di baskom dan buang ke saluran limbah atau jamban di kamar mandi. 2.2 Memakai Sarung Tangan Pemakaian sarung tangan dilakukan apabila melakukan tindakan klinik, apabila memegang alat medik dan membuang sampah medik. Untuk setiap pasien harus digunakan sarung tangan yang berbeda guna mencegah kontaminasi silang dan apabila sarung tangan bekas pakai akan di gunakan lagi maka harus di dekontaminasi terlebih dahulu dengan merendam dalam larutan klori 0,5% selama 10 menit kemudian dicuci, selanjutnya sarung tangan dikeringkan dengan otoklaf atau didisinfeksi tingkat tinggi dengan menguapkan atau merebus (Safudin, 2013). prosedur pelaksanaan tindakan yang memerlukan penggunaan sarung tangan menurut JNPK-KR, 2007diantaranya: 2.2.1 Menghisap lendir dari jalan napas bayi baru lahir 2.2.2 Menolong persalinan dan kelahiran bayi. 2.2.3 Menjahit laserasi atau episiotomi. 2.2.4 Membersihkan percikan darah atau cairan tubuh 2.2.5 Memegang dan membersihkan peralatan yang terkontaminasi 2.2.6 Memegang sampah yang terkontaminasi. 2.3 Memproses Alat Bekas Pakai Pemrosesan peralatan yang telah bekas pakai, baik terbuat dari logam, maupun plastik, ataupun benda-benda lainnya, dalam upaya pencegahan infeksi. Pemrosesan alat bekas pakai diproses melalui tiga tingkatan yaitu : Universitas Sumatera Utara 11 2.3.1 Dekontaminasi Dekontaminasi adalahtindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Peralatan medis, sarung tangan, dan permukaan (seperti meja pemeriksaan harus di dekontaminasikan segera setelah terpapar darah atau cairan tubuh, larutan yang digunakan adalah klorin 0,5% selama 10 menit (Sarwono, 2008). Gambar 2.1 Rumus Untuk Membuat Larutan Klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk cair. Periksa kepekatan (% konsetrat) dari produk klorin yang digunakan Tentukan jumlah bagian air yang digunakan dengan menggunakan tabel 10-1 atau rumus dibawah ini: Jumlah Bagian Air = % Larutan Konsentrat -1 % Larutan Yang Diinginkan Campur 1 bagian konsentrat pemutih dengan jumlah bagian air yang dibutuhkan. Contoh : Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan klorin 5% Jumlah Bagian Air = 5% - 1 = 10 – 1 = 9 0,5% Tambahkan 9 bagian air ke dalam 1 bagian larutan klorin . Catatan : Air tidak perlu dimasak Sumber : (saifudin,2004). Gambar 2.2 Rumus Untuk Membuat Larutan Klorin 0,5% dari bubuk klorin kering. % Larutan yang di inginkan Jumlah Bagian Air = x1000 % Konsentrat Contoh: Untuk membuat larutan klorin 0,5% dari bubuk klorin yang bisa melepaskan klorin (seperti kalsum hipoklorida) yang mengandung 35% klorin. Gram/ liter = 0,5% x100 = 14,3 gram/liter 35% Tambahkan 14 gram (pembulatan kebawah dari 14,3) bubuk klorin kedalam 1 liter air bersih Sumber : (Depkes RI, 2004). Universitas Sumatera Utara 12 2.3.2 Pencucian dan Pembilasan Pencucian dan Pembilasan Pencucian adalah langkah pertama paling efektif untuk membunuh mikroorganisme pada peralatan dan perlengkapan yang kotor yang sudah digunakan. Baik sterilisasi maupun disinfeksi tingkat tinggi kurang efektif tanpa proses pencucian sebelumnya, jika benda-benda yang terkontaminasi tidak dapat dicuci segera setelah dikontaminasi. Bilas peralatan dengan air untuk mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci tangan dengan seksama secepat mungkin (Depkes RI, 2004). Seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1, sebagian besar (hingga 80%) mikroorganisme yang terdapat dalam darah dan bahan- bahan organik lain nya bisa dihilangkan melalui proses pencucian. Pencucian juga dapat menurunkan jumlah endospora bakteri yang menyebabkan tetanus dan ganggren, pencucian ini penting karena residu bahan- bahan organik bisa menjadi tempat kolonialisasi mikroorganisme (termasuk endospora) dan melindungi mikroorganisme dari proses sterilisasi atau disinfeksi kimiawi. Sebagai contoh virus hepatitis B bisa tetap hidup pada darah yang hanya 10 -8 ml (yang tidak bisa dilihat dengan mata biasa) dan bisa menyebabkan infeksi jika terpercik ke mata. Jika perlengkapan untuk sterilisasi tidak tersedia, pencucian yang seksama merupakan proses fisik satu- satunya untuk menghilangkan sejumlah endospora bakteri (Depkes RI, 2004). Universitas Sumatera Utara 13 Tabel 2.1 Efektivitas berbagai proses eradikasimikoorganisme pada alat bekas pakai Dekontaminasi Pencucian Pencucuian DTT Sterilisasi (hanya air) (deterjen dan pembilasan) Efektivitas Membunuh Hingga Hingga 95% 100% menghilan virus AIDS 50% 80% gkan atau dan Hepatitis menonaktifkan mikro organisme Waktu Rendam Cuci Cuci hingga Rebus Kukus : kerja yang selama 10 hingga terlihat kukus 20-30 diperlukan menit bersih bersih atau menit 106 agar secara kPa, proses kimia 1210C berjalan wi 20 Panas aktif menit kering : 60 menit pada suhu 1700C Sumber : (JNPK-KR, 2007). Tahap-tahap pencucian dan pembilasan menurut Depkes RI, 2004 meliputi : 1) Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan. 2) Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi. 3) Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastik atau karet, jangan dicuci segera bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam. 4) Cuci setiap benda tajam secara terpisah dengan tahapan sebagai berikut: 4.1) Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran. 4.2) Buka engsel gunting dan klem. Universitas Sumatera Utara 14 4.3) Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan pojok peralatan. 4.4) Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan. 4.5) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali atau lebih jika perlu dengan air dan sabun atau deterjen. 4.6) Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih. 5) Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain. 6) Jika peralatan akan didesinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT. 7) Peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi secara dengan cara dikukus atau direbus, atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak usah dikeringkan sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai. 8) Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun dan kemudian bilas secara seksama dengan menggunakan air bersih. 9) Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara dianginanginkan. 2.3.3 Desinfeksi Tingkat Tinggi dan Sterilisasi Sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk membunuh mikroorganisme, sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan tidak selalu praktis. DTT adalah satusatunya alternatif untuk situasi tersebut dan bisa dicapai dengan cara merebus, mengukus atau secara kimiawi. Perebusan sering kali merupakan metode yang paling sederhana dan efesien (Depkes RI, 2004). Universitas Sumatera Utara 15 Disinfeksi tingkat tinggi dengan cara merebus, mengukus dan secara kimiawi menurut Depkes RI, 2004 meliputi: 1) DTT dengan cara merebus. 1.1) Gunakan panci dengan penutup yang rapat 1.2) Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan 1.3) Rendam peralatan di dalam air sehingga semuanya terendam di dalam air 1.4) Mulai panaskan air 1.5) Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih 1.6) Jangan tambahkan apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai. 1.7) Rebus selama 20 menit 1.8) Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan atau disimpan. 1.9) Pada saat peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi berpenutup. Peralatan bisa disimpan sampai 1 minggu asalkan penutupnya tidak dibuka 2) DTT dengan uap panas 2.1) Setelah sarung tangan dodekontaminasi dan di cuci, maka sarung tangan ini siap untuk DTT dengan uap tanpa diberi talek 2.2) Gunakan panci perebus dengan tiga susun nampan pengukus. 2.3) Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai sarung tangan dapat dipakai tanpa membuat terkontaminasi baru. 2.4) Letakkan sarung tangan pada nampan pengukus yang berlubang di bawahnya agar mudah dikeluarkan dari bagian atas nampan Universitas Sumatera Utara 16 pengukus, letakkan 5-15 pasang sarung tangan bagian jarinya mengarah ke tengah nampan. 2.5) Ulangi proses tersebut hingga semua nampan pengukus terisi sarung tangan. Susun tiga nampan pengukus di atas panci perebus yang berisi air. Letakkan sebuah panci perebus kosong di sebelah kompor. 2.6) Letakkan penutup di atas di atas nampan pengukus paling atas dan panaskan air hingga mendidih. 2.7) Jika uap mulai keluar dari celah-celah antara panci pengukus, mulailah penghitungan waktu. Kukus sarung tangan selam 20 menit, buka tutup panci dan letakkan dalam posisi terbalik. Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan goyangkan perlahan-lahan agar air yang tersisa pada sarung tangan dapat menetes keluar. 2.8) Biarkan sarung tangan kering dan diangin-anginkan sampai kering di dalam nampan selama 4-6 menit. Jika diperlukan segera. Biarkan sarung tangan menjadi dingin selama 5-10 menit dan kemudian gunakan dalam waktu 30 menit pada saat masih basah atau lembab. 2.9) Jika sarung tangan tidak akan segera dipakai, setelah kering, gunakan penjepit untuk memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan tersebut pada wadah desinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat. Sarung tangan tersebut bisa disimpan selama 1 minggu. 3) DTT dengan cara kimiawi Bahan kimia yang dianjurkan untuk DTT adalah klorin dan glutaraldehid. Klorin tidak bersifat korosif dan proses DTT memerlukan perendaman selama Universitas Sumatera Utara 17 20 menit maka peralatan yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi harus segera dibilas dengan air matang. Langkah-langkah pada DTT kimiawi: 3.1) Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan cuci bilas). 3.2) Pastikan bahwa peralatan terendam seluruhnya dalam larutan kimia. 3.3) Rendam peralatan selama 20 menit. 3.4) Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering di wadah DTT yang berpenutup. 3.5) Setelah kering, peralatan dapat segera digunakan atau disimpan dalam wadah DTT yang berpenutup rapat. Gambar 2.3 Pemrosesan alat bekas pakai DEKONTAMINASI Rendam dalam larutan klorin 0,5% Selama 10 menit CUC DAN BILAS Gunakan deterjen dan sikat Pakai sarung tangan tebal untuk menjaga agar tidak terluka oleh benda-benda tajam Metode yang dipilih Metode alternatif STERILISASI Otoklaf DTT Panas Kering 1700C 60 menit 106 kPa 1210C 30 menit jika terbungkus 20 menit jika tidak terbungkus Rebus / Kukus Kimiawi Panci tertutup 20 menit Rendam 20 menit DINGINKAN DAN KEMUDIAN SIAP DIGUNAKAN (Peralatan yang sudah diproses biasa disimpan dalam wadah tertutup yang didesinfeksi tingkat tinggi sampai satu minggu jika wadahnya tidak dibuka) Sumber : (JNPK-KR, 2007) Universitas Sumatera Utara 18 2.4 Penggunaan Peralatan Tajam Secara Aman Luka tusuk benda tajam (misalkan jarum) merupakan salah satu alur utama infeksi HIV dan Hepatitis B di antara para penolong persalinan. Oleh karena itu, perhatikan pedoman berikut: 2.4.1 Letakkan benda-benda tajam di atas baki steril atau disinfeksi tingkat tinggi atau dengan menggunakan “daerah aman” yang sudah ditentukan (daerah khusus untuk meletakkan dan mengambil peralatan tajam). 2.4.2 Hati-hati saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara tidak sengaja. 2.4.3 Gunakan pemegang jarum dan pinset pada saat menjahit. Jangan pernah meraba ujung jarum atau memegang jarum jahit dengan tangan. 2.4.4 Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan perekat jika sudah dua pertiga penuh. Jangan memindahkan benda-benda tajam tersebut ke wadah lain. Wadah benda tajam yang sudah disegel harus dibakar dalam insinerator. 2.4.5 Jika benda-benda tajam tidak dapat dibuang secara aman dengan cara insenerasi, bilas tiga kali dengan larutan klorin 0,5% (dekontaminasi), tutup kembali menggunakan teknik satu tangan dan kemudian kuburkan. Cara melakukan teknik satu tangan menurut JNPK-KR, 2007 terdiri dari: 1) Letakkan penutup jrum pada permukaan yang keras dan rata. 2) Pegang tabung suntik dengan satu tangan dan gunakan ujung jarum untuk “mengait” penutup jarum. Jangan memegang penutup jarum dengan tangan lainnya. 3) Jika jarum sudah tertutup seluruhnya, pegang bagian bawah jarum dan gunakan tangan yang lain untuk merapatkan penutupnya Universitas Sumatera Utara 19 2.5 Menjaga kebersihan (termasuk pengelolaan sampah sampah secara benar) Maksud dari pengelolaan sampah adalah melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan, melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan, mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitar, dan membuang bahan-bahan berbahaya dengan aman (Saifudin, 2004) Sampah terdiri dari yang terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai maka penelitian difokuskan kepada sampah terkontaminasi (darah, nanah, urin, kotoran manusia, dan benda-benda yang tercemar oleh cairan tubuh) yang berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang melakukan kontak atau menangani sampah tersebut, termasuk anggota masyarakat Pengelolaan sampah terkontaminasi menurut JNPK-KR, 2007 meliputi : 2.5.1 Setelah selesai melakukan suatu tindakan dan sebelum melepaskan sarung tangan, letakkan sampah terkontaminasi (kasa, gulungan kapas, perban, dan lain-lain) ke dalam tempat sampah kedap air/kantong plastik sebelum dibuang. 2.5.2 Hindarkan terjadinya kontak sampah terkontaminasi dengan permukaan luar kantong. 2.5.3 Pembuangan benda-benda tajam yang terkontaminasi dengan menempatkannya dalam wadah tahan bocor (misalnya botol air mineral dari plastik atau botol infus), kotak karton yang tebal atau wadah yang terbuat dari logam. 2.5.4 Singkirkan sampah terkontaminasi dengan cara dibakar. Jika hal ini tidak memungkinkan, kubur bersama wadahnya. 2.5.5 Bersihkan percikan darah dengan larutan klorin 0,5% kemudian seka dengan kain atau pel. Universitas Sumatera Utara 20 2.5.6 Bungkus atau tutupi linen bersih dan simpan dalam kereta dorong atau lemari tertutup untuk mencegah kontaminasi debu. 2.5.7 Bersihkan tempat tidur, meja, dan troli dengan kain yang dibasahi klorin 0,5% dan deterjen. 2.5.8 Seka celemek dengan klorin 0,5%. 2.5.9 Bersihkan lantai dengan lap kering, jangan disapu. Seka lantai dengan campuran klorin 0,5% dan deterjen. 2.5.10 Gunakan sarung tangan karet tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks. 2.5.11 Bersihkan dinding, gorden, dan tirai sesering mungkin untuk mencegah terkumpulnya debu. Bila terpercik darah segera bersihkan dengan klorin 0,5%. Universitas Sumatera Utara