DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM BERAU Alamat : Jl. MT. Haryono, Telp./Fax. (0541) 734950 S A M A R I N D A, KALIMANTAN TIMUR LAPORAN FINAL RENCANA PENGELOLAAN DAS TERPADU DI DAS MAHAKAM Sumber Dana : DIPA BA 029 Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau Tahun 2009 Samarinda 2009/2010 Ringkasan Eksekutif: 1 – 14 RINGKASAN EKSEKUTIF Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (RPDAS) Terpadu merupakan rencana multipihak yang disusun dengan pendekatan partisipatif dan multidisiplin, sehingga memuat berbagai kepentingan, tujuan dan sasaran. Rencana pengelolaan DAS Terpadu bersifat umum yang dapat dijadikan sebagai acuan, masukan dan pertimbangan bagi rencana sektoral di wilayah Sub DAS/ Sub SWP DAS serta bagi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan Rencana Kegiatan Pembangunan Daerah. Maksud kegiatan ini adalah melakukan analisis karakteristik sistem DAS (biofisik, sosial ekonomi budaya dan kelembagaan), analisis permasalahan dan merumuskan strategi, dan melakukan sinkronisasi program dan rencana jangka panjang pengelolaan DAS Mahakam yang bersifat multi para pihak, multi sumberdaya alam dan multi sektoral. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu dan tersedianya Rencana Pengelolaan DAS Terpadu di DAS Mahakam sebagai rencana pengelolaan jangka panjang yang dapat dijadikan panduan, masukan dan pertimbangan bagi para pemangku kepentingan dalam menyusun rencana teknis yang lebih detil. Sasaran lokasi pekerjaan penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu adalah DAS Mahakam, karena DAS Mahakam termasuk DAS prioritas I di wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Luas DAS Mahakam sekitar 7.724.365 Ha yang meliputi 4 (empat) wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur, serta 1 (satu) wilayah Kota Samarinda. Metoda penyusunan Rencana Pengelolaan DAS terdiri atas kerangka pendekatan pengelolaan DAS dan tahapan kegiatan penyusunan rencana pengelolaan DAS. Kerangka pendekatan pengelolaan DAS meliputi pendekatan sistem, pendekatan teknologi, pendekatan institusi/kelembagaan dan pendekatan partisipatif, sedangkan tahapan kegiatan penyusunan Rencana Pengelolaan DAS meliputi inventarisasi karakteristik DAS, identifikasi masalah, identifikasi para pihak, perumusan tujuan dan sasaran, perumusan kebijakan dan program, perumusan kelembagaan, perumusan sistem pemantauan dan evaluasi, penyusunan sistem insentif dan disinsentif, serta perumusan pendanaan. Kondisi umum dan karakteristik DAS Mahakam diantaranya kondisi iklim seperti curah hujan relatif tinggi yang turun sepanjang tahun dan sebaran hujan tahunnya dari yang tinggi ke yang rendah yakni tersebar dari bagian hulu sampai bagian hilir DAS Mahakam, suhu dan kelembaban relatif tinggi, sedangkan kondisi biogeofisiknya seperti fisiografi bergelombang/berbukit, topografi mulai datar sampai curam, jenis tanahnya didominasi jenis tanah podsolik yang bersifat rentan terhadap erosi, pola jaringan sungainya berbentuk dendritik (percabangan pohon) yang dicirikan limpasan air sungai relatif cepat dan jumlah Sub DAS yang terdapat di DAS Mahakam sebanyak 37 Sub DAS, penutupan lahan didominasi oleh kawasan hutan yang luasannya semakin menurun sebaliknya semak belukar dan alang-alang luasannya semakin meningkat, kondisi sosial ekonomi seperti jumlah penduduk yang banyak terdapat di wilayah Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara, usaha/mata pencaharian sebagian besar di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan serta bekerja di sektor pertambangan dan perindustrian, terdapat sebanyak 1.410 desa definitif dan 403 Ringkasan Eksekutif: 2 – 14 desa yang masih berstatus swadaya, 483 desa swakarsa dan 503 desa swasembada, dari sejumlah desa definitif tersebut terdapat 154 desa mempunyai LKMD (Lembaga Keamanan Masyarakat Desa) kategori I, 558 Desa kategori II dan 677 desa kategori III. Hasil analisis permasalahan biofisik pada DAS Mahakam dapat disajikan sebagai berikut: Permasalahan No. Penyebab Utama Pokok 1. Lahan Kritis a. Curah hujan relatif tinggi. b. Kondisi geofisik yang rentan seperti topografi/ kelerengan relatif curam dan jenis tanah relatif rentan erosi. c. Pembukaan hutan dan lahan termasuk perambahan hutan. d. Kegiatan perladangan yang tidak ramah lingkungan. e. Bencana kebakaran hutan dan lahan. 2. Sedimentasi a. Aliran permukaan, erosi, dan longsor. b. Aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan HTI dan perkebunan, serta pertambangan. c. Pembukaan lahan untuk pembangunan (pemukiman, fasilitas industri) d. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai. 3. Kualitas air a. Aktivitas pertambangan (keasaman air, (sungai/danau) pencucian dan pengendapan) b. Aktivitas perkebunan (pestisida, herbisida dan pupuk). c. Limbah eksploitasi hutan (pembusukan sisa penebangan dan limbah workshop). d. Limbah industri perkayuan. e. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai/danau). f. Air bangar di danau (pembusukan gulma di danau). 4. Banjir a. Curah hujan tinggi. b. Perluasan lahan terbuka. c. Pengurukan daerah/kawasan penyimpan air. d. Drainase/kapasitas tampung saluran air yang tidak memadai. e. Terjadinya arus balik air sungai (back water). f. Pembuangan sampah rumah tangga ke sungai/ danau). 5. Habitat Pesut a. Frekuensi transportasi air semakin Mahakam Terganggu meningkat, terutama penggunaan kapal ponton. b. Terjadinya kecenderungan pendangkalan danau & sungai. c. Meningkatnya populasi predator ikan (ikan Ringkasan Eksekutif: 3 – 14 6. Degradasi keanekaragaman hayati 7. Degradasi Delta Mahakam Toman, Patin). d. Pesatnya perkembangan Eceng gondok terutama di danau. a. Pembukaan wilayah yang tidak terarah. b. Aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan HTI dan perkebunan, serta pertambangan. c. Kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan. a. Perluasan konversi lahan di delta Mahakam untuk areal pertambakan. b. Keberadaan hutan mangrove semakin terancam, semakin rusak dan luasannya semakin sedikit. c. Terancam dampak negatif limbah dan polutan dari sungai Mahakam yang bermuara di delta Mahakam. Sedangkan hasil analisis permasalahan sosial ekonomi dan kelembagaan dapat disajikan sebagai berikut: No. Permasalahan Pokok 1. Tata Ruang dan penggunaan Lahan Penyebab utama a. b. c. 2. Konflik pemanfaatan Sumberdaya Alam (SDA) dan lahan a. b. c. 3. Permasalahan Hulu - Hilir a. b. c. 4. Ketergantungan penduduk terhadap lahan 5. Pemahaman Budaya Konservasi yang masih lemah a. b. a. Adanya tumpangtindih/overlapping pemantaan ruang/kawasan. Adanya kawasan pinggir/sempadan sungai sebagai kawasan budidaya non kehutanan (sumber: TGHK). Masih belum selesainya permasalahan tata batas. Masih adanya egosektoral dalam pemanfaatan SDA. Maraknya pemanfaatan lahan seperti untuk aktivitas pertambangan dan perkebunan yang menimbulkan konflik dengan masyarakat. Usaha penguasaan lahan oleh masyarakat. Belum adanya mekanisme/pengaturan kompensasi. Belum optimalnya peran lembaga terkait dalam menangani masalah hulu-hilir. Belum terpolanya pemahaman ”One River, One Management”. Mayoritas penduduk bermatapencaharian di sektor pertanian. Budaya teknik perladangan gilir balik. Adanya praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan kehutanan yang belum menerapkan teknik konservasi tanah dan air. Ringkasan Eksekutif: 4 – 14 b. 6. Kelembagaan a. b. 7. Pelibatan masyarakat sekitar dalam dunia usaha a. b. 8. Pendanaan a. b. c. d. Praktik kegiatan pertambangan yang tidak ramah lingkungan. Belum optimalnya kerjasama/koordinasi lembagalembaga terkait dalam penanganan DAS Mahakam. Terbatasnya instrumen peraturan perundangan yang mengatur kelembagaan DAS Mahakam. Tidak terpenuhinya persyaratan pendidikan dan keterampilan minimal yang dibutuhkan perusahaan. Keterbatasan masyarakat sekitar dalam mendapatkan informasi perusahaan. Terbatasnya dana pemerintah. Adanya ketergantungan pendanaan pengelolaan DAS dari Pemerintah Pusat. Keterlibatan pihak pengguna jasa lingkungan DAS dalam pendanaan kegiatan belum diatur secara baik. Penyaluran dan penggunaan dana tidak efisien dan efektif. Dari hasil analisis tersebut di atas, rumusan masalah yang berkaitan dengan pengelolaan DAS Mahakam dapat diuraikan sebagai berikut : 1). Bagaimana menekan laju perluasan lahan kritis dan laju sedimentasi, serta penanggulangan banjir dan pencemaran air yang terjadi di DAS Mahakam. 2). Bagaimana mengatasi terganggunya habitat Pesut Mahakam dan degradasi keanekaragaman hayati yang terjadi di DAS Mahakam, serta degradasi delta Mahakam. 3). Bagaimana menata/mengatur ruang dan penggunaan lahan yang memperhatikan kesesuaian aspek ekonomi, sosial dan lingkungan di dalam DAS Mahakam. 4). Bagaimana mengatasi kebutuhan lahan untuk penghidupan masyarakat di sektor pertanian, serta meningkatkan pemahaman budaya konservasi di sektor pertanian, perkebunan, pertambakan, kehutanan dan pertambangan di DAS Mahakam. 5). Bagaimana mewujudkan suatu lembaga yang mengkoordinasikan parapihak terkait dalam pengelolaan DAS Mahakam dan pendanaannya, serta dapat menangani permasalahan hulu – hilir dan pelibatan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis dan perumusan masalah pengelolaan DAS Mahakam seperti tersebut di atas, serta mengacu pada hasil rumusan diskusi dari para pihak dalam pengeloaan DAS, maka diperoleh tujuan pengelolaan DAS Mahakam sebagai berikut: 1). Terwujudnya koordinasi,integrasi, sinkronisasi dan sinergi para pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS Mahakam. 2). Terwujudnya kondisi tata air DAS Mahakam yang optimal meliputi jumlah, kualitas dan distribusi ruang dan waktu. Ringkasan Eksekutif: 5 – 14 3). Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan daya tampung DAS Mahakam. 4). Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam wilayah DAS Mahakam dari hulu sampai hilir. Berdasarkan kondisi obyektif seperti tersebut di atas, maka sasaran jangka panjang (15 tahun) yang ini dicapai sesuai lingkup waktu rencana pengelolaan DAS Mahakam sebagai berikut: 1). Terbangunnya model kelembagaan pengelolaan DAS yang akomodatif, partisipatif, terpadu dan berorientasi pada pencapaian tujuan pengelolaan DAS; 2). Terkendalinya laju erosi dan sedimentasi, bencana banjir dapat ditekan seminimal mungkin, serta laju pencemaran air pada tingkat ambang batas yang diperkenankan; 3). Terkendalinya degradsi keanekaragaman hayati dan degradasi delta Mahakam; 4). Meningkatnya kualitas habitat untuk berkembangnya kehidupan liar, khususnya habitat bagi kelangsungan hidup Pesut Mahakam; 5). Adanya kesesuaian penggunaan lahan dengan RTRWP Kabupaten/Kota dan Provinsi Kalimantan Timur; 6). Meningkatkan kesejahteran masyarakat di DAS Mahakam; 7). Meningkatkan partisipasi para pihak yang memanfaatankan sumberdaya alam (SDA) dan jasa lingkungan di DAS Mahakam. Unsur-unsur utama dalam startegi pencapaian sebagai berikut: 1). Adanya struktur pengelola (lembaga) dan mekanisme kerja yang jelas siapa yang melaksanakan apa, monitoring, evaluasi sehingga terwujud suatu sistem pengelolaan DAS terpadu dan berkelanjutan yang dalam hal ini sering disebut “One River, One Plan, One Management”; 2). Rencana pengelolaan dilaksanakan secara bertahap dan menggunakan skala prioritas yang diselaraskan dengan system perencanaan pembangunan nasional dan lokal; 3). Partisipasi dan pelibatan berbagai pihak dalam pengelolaan DAS dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Masalah dan arahan program utama dalam pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu dapat disajikan sebagai berikut: 1. Kelompok Masalah Utama Lahan Kritis 2. Sedimentasi 3. Kualitas air sungai /danau No. Pokok Masalah Meluasnya lahan kritis akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan. Adanya bencana kebakaran hutan dan lahan. Terjadinya peningkatan laju sedimentasi. Terjadinya pencemaran air sungai dan danau. Program/Kegiatan yg dapat Dilakukan Rehabilitasi dan reklamasi lahan. Reboisasi dan penghijauan. Penyuluhan kehutanan. Pengerukan sungai. Pengendalian erosi dan sedimentasi. Penyuluhan dan pendidikan keterampilan. Pola hidup bersih. Ringkasan Eksekutif: 6 – 14 Banjir merugikan masyarakat dan aktivitas masyarakat tergangu. Keberadaan keaneka-ragaman hayati dan satwa liar terganggu habitatnya sehingga terancam punah. Rusaknya kawasan delta Mahakam. Keberadaan hutan mangrove semakin sedikit dan terganggu. Menurunnya kualitas habitat untuk Pesut Mahakam sehingga ada kekhawatiran punahnya Pesut. Terjadinya tumpang tindih/overlapping pemanfaatan ruang/kawasan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukannya. 4. Banjir 5. Degradasi Keanekaragaman Hayati 6. Degradasi Delta Mahakam 7. Habitat Pesut Mahakam Terganggu 8. Tata Ruang dan penggunaan Lahan 9. Konflik pemanfaatan Sumberdaya Alam (SDA) dan lahan Permasalahan Hulu – Hilir DAS Mahakam Terjadinya konflik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Belum ada kesepakatan antar pemerintah daerah tentang hulu – hilir DAS Mahakam. 11. Ketergantungan penduduk terhadap lahan. 12. Pemahaman Budaya Konservasi yang masih lemah. Belum efektifnya peran sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja. Masih banyak anggota masyarakat yang belum berperi laku ramah lingkungan. 10. Pengerukan dan penataan alur sungai. Pembuatan embung dan polder. Penyelamatan keanekaragaman hayati dan satwa liar. Kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Pemetaan kawasan Delta Mahakam. Konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove. Identifikasi serta pengamatan siklus hidup Pesut. Penelitian Populasi Pesut. Pengembalian status kawasan/lahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku melalui instansi yang berwenang. Sosialisasi peraturan perundangan terkait. Manajemen konflik. Redistribusi lahan. Koordinasi dan kerjasama antar pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayah DAS Mahakam. Penyuluhan serta pendidikan keterampilan agar bisa berwiraswasta. Aplikasi Agroforestry. Penyuluhan dan pendidikan konservasi. Ringkasan Eksekutif: 7 – 14 13. Kelembagaan 14. Pelibatan masyarakat sekitar dalam dunia usaha. 15. Pendanaan Belum optimal dan efektif lembaga formal yang ada. Masih banyak tenaga kerja lokal tidak dapat ditampung dalam kegiatan industri. Terbatasnya dana yang tersedia serta belum adanya anggaran dari Pemerintah Daerah. Pembentukan lembaga pengelola DAS Mahakam. Pemberdayaan masyarakat dan penyuluhan. Kapasitas building dan penggalian dana dari pihak luar negeri dan sektor swasta. Kebijakan, program dan kegiatan dalam rencana pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu antara lain kebijakan pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS, kebijakan pemantapan tata ruang wilayah DAS, konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan, selain itu analisis peran dan kelembagaan meliputi identifikasi para pihak, fungsi dan peran, serta rumusan kelembagaan pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu, Beberapa prinsip yang perlu menjadi dasar lembaga pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam antara lain: 1). Profesionalisme, keterbukaan, independen, akuntabilitas, berkeadilan; 2). Kejelasan batas wilayah kewenangan, peran serta tanggung jawab; 3). Mampu mengakomodasi dan memfasilitasi norma dan institusi sosial setempat; 4). Bekerja berdasarkan aturan yang telah disepakati, serta menerapkan prinsip dan norma hukum dalam pengelolaannya; 5). Menerapkan sistem manajemen strategis dan terpadu serta modern. Rencana tahapan penyiapan kelembagaan pengelolaan terpadu DAS Mahakam sebagai berikut: No. Tahapan Kegiatan 1. Penyusunan model kelembagaan 2. Penyusunan organisasi dan tata kerja di tingkat Provinsi 3. Penyusunan organisasi dan tata kerja di tingkat Kabupaten /Kota Pelaksana Forum DAS Kaltim, BP DAS Mahakam-Berau Bappeda Prov. Forum DAS Kaltim, BP DAS Mahakam-Berau Bappeda Prov. Forum DAS Kaltim, BP DAS Mahakam-Berau Bappeda Kabupaten/Kota. Indikator Pencapaian (ovi) Kegiatan diskusi Tahun Pelaksanaan 2010 - 2011 Kegiatan diskusi 2011 Kegiatan diskusi dan sinkronisasi tata kerja 2011 Ringkasan Eksekutif: 8 – 14 4. Koordinasi Forum DAS Kaltim, BP DAS Mahakam-Berau, Bappeda Kabupaten/Kota. 5. Pembuatan Forum DAS Keputusan Kaltim, BP DAS Gubernur dan Mahakam-Berau, Peraturan Gubernur Biro Hukum, Biro Ortal, Bappeda Provinsi. Kegiatan kunjungan ke daerah/lapangan 2012 Keputusan Gubernur : Susunan organisasi lembaga pengelola Peraturan Gubernur tentang tata kerja lembaga pengelola Keputusan Bupati/Walikota Susunan organisasi lembaga pengelola Peraturan Bupati/Walikota tentang tata kerja lembaga pengelola Perda tentang pengelolaan DAS 2012 6. Pembuatan Keputusan Bupati/Walikota dan Peraturan Bupati/Walikota Forum DAS Kaltim, BP DAS Mahakam-Berau, Biro Hukum, Biro Ortal, Bappeda Kabupaten/Kota. 7. Pembuatan Peraturan Daerah Forum DAS Kaltim, BP DAS Mahakam-Berau, Biro Hukum, Dinas Kehutanan, Bappeda Provinsi. Pemerintah Lembaga yang Provinsi, efektif dan efisien Kabupaten/Kota, BP DAS Mahakam-Berau 8. Pengembangan Kelembagaan 2012 2013 2011 dan seterusnya Ringkasan Eksekutif: 9 – 14 Rencana Kerja Kegiatan Pengelolaan Terpadu DAS Mahakam secara rinci disajikan sebagai berikut: Tahun Pelaksanaan 2011 Seterusnya No. Program Kerja Target Kerja Pelaksana 1. Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis di DAS Mahakam: Rehabilitasi dan reklamasi lahan. Reboisasi dan penghijauan. Penyuluhan kehutanan. Pengendalian Sedimentasi di DAS Mahakam: Pengerukan sungai. Pengendalian erosi dan sedimentasi. Lahan kritis di DAS Mahakam semakin kecil atau sedikit. BPDAS MahakamBerau; Dinas Kehutanan Prov. dan Kab./Kota. Laju sedimentasi di DAS Mahakam dapat ditekan seminimal mungkin. BWS Kalimantan III Prov. Kaltim, Dinas PU Prov./Kab./Kota Terkait, BPDAS Mahakam Berau, Dinas Kehutanan Prov./Kab./Kota Terkait. BLH Prov./Kab./ Kota terkait, BWS Kalimantan III Prov. Kaltim, Dinas Kesehatan. 2011 Seterusnya Kemungkinan bencana banjir di DAS Mahakam dapat ditekan seminimal mungkin. BWS Kalimantan III Prov. Kaltim, Dinas PU Prov./Kab./Kota Terkait. 2011 Seterusnya Laju degradasi Keanekaragaman hayati di DAS Mahakam dapat ditekan seminimal mungkin. BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan Prov./Kab./Kota Terkait., BLH Prov./Kab./ Kota terkait, Lembaga Lain yang Terkait. 2011 Seterusnya 2. 3. 4. 5. Pengendalian Kualitas Air Sungai dan Danau di DAS Mahakam: Penyuluhan dan pendidikan keterampilan. Pola hidup bersih. Pengendalian Banjir di DAS Mahakam: Pengerukan dan penataan alur sungai. Pembuatan embung dan polder. Pengendalian degradasi Keanekaragaman hayati di DAS Mahakam: Penyelamatan keanekaragaman hayati dan satwa liar. Kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Pencemaran air Sungai Mahakam dapat ditekan seminimal mungkin. 2011 Seterusnya Ringkasan Eksekutif: 10 – 14 6. Pengendalian degradasi Delta Mahakam: Pemetaan kawasan Delta Mahakam. Konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove. 7. Pengendalian terganggunya habitat Pesut Mahakam: Identifikasi serta pengamatan siklus hidup Pesut. Penelitian Populasi Pesut. Penanganan tumpang tindih (Overlapping) pemanfaatan ruang/ kawasan di DAS Mahakam: Pengembalian status kawasan/lahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku melalui instansi yang berwenang. Sosialisasi peraturan perundangan terkait. Penangan konflik pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dan lahan di DAS Mahakam: Manajemen konflik. Redistribusi lahan. Penanganan permasalahan hulu-hilir DAS Mahakam: Koordinasi dan kerjasama antar pemerintah daerah kabupaten/ kota di wilayah DAS Mahakam. 8. 9. 10. BAPPEDA dan BLH Prov./Kab./ Kota, BPDAS Mahakam-Berau; Dinas Kehutanan Prov. dan Kab./Kota Terkait, Dinas Kelautan & Perikanan Prov./ Kab./ Kota terkait. Keberadaan Pesut BLH Prov./Kab./ Kota terkait, Mahakam dan Instansi Pemerintah habitatnya dapat dan Lembaga lain dilestarikan yang terkait. 2011 Seterusnya Pemanfaatan/ peruntukan ruang/ kawasan di DAS Mahakam sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. BAPPEDA Prov./Kab./ Kota terkait, serta Dinas/ Instansi lainnya yang Terkait. 2011 - 2015 Konflik pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dan lahan di DAS Mahakam dapat diatasi dan diselesaiakan. Permasalahan hulu-hilir di DAS Mahakam dapat diselesaikan dan disepakati antar pemerintah Kab./ Kota di wilayah DAS Mahakam. BAPPEDA dan BPN Prov./Kab./ Kota terkait, serta Dinas/ Instansi lainnya yang Terkait. 2011 - 2015 Pemprov. Kaltim, Pemkab./Pemkot di wilayah DAS Mahakam 2011 - 2015 Laju degradasi Delta Mahakam dapat ditekan seminimal mungkin. 2011 Seterusnya Ringkasan Eksekutif: 11 – 14 11. 12. 13. Peningkatan efektivitas peran sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja di DAS Mahakam: Penyuluhan serta pendidikan keterampilan agar bisa berwiraswasta. Aplikasi Agroforestry. Peningkatan pemahaman budaya konservasi yang masih lemah di DAS Mahakam: Penyuluhan dan pendidikan konservasi. Mewujudkan lembaga pengelola DAS Mahakam: Pembentukan lembaga pengelola DAS Mahakam. 14. Peningkatan pelibatan masyarakat sekitar dalam dunia usaha di DAS Mahakam: Pemberdayaan masyarakat dan penyuluhan. 15. Peningkatan kemampuan pendanaan untuk pengelolaan DAS Mahakam: Kapasitas building dan penggalian dana dari pihak luar negeri dan sektor swasta. Tercapainya efektivitas peran sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja. Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Perikanan, Badan Pemberdayaan Masyarakat Prov./Kab./Kota, Dinas/Instansi terkait lainnya. 2011 Seterusnya Pemahaman dan perilaku masyarakat tentang budaya konservasi semakin meningkat. BLH, Prov./Kab./ Kota terkait, BKSDA, Dinas/Instansi/ Lembaga lain yang terkait. 2011 - 2015 Terwujudnya lembaga pengelola DAS Mahakam. BPDAS MahakamBerau; BWS Kalimantan III Prov. Kaltim, Forum DAS Kaltim, Dewan Sumber Daya Air Kaltim, Pemprov., Pemkab., Pemkot, Dinas/Instansi, Lembaga terkait lainnya. Dinas Tenaga Kerja, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Perindustrian, Dinas/Instansi Lain yang terkait. 2010 – 2011 Semakin meningkat masyarakat lokal/tenaga kerja lokal dapat ditampung dalam kegiatan usaha/ industri yang ada di sekitarnya. Tercukupinya dana yang tersedia untuk pengelolaan DAS Mahakam secara memadai dan berkelanjutan. 2011 – seterusnya. Pemprov./Pemkab./ 2011 – seterusnya. Pemkot, Dinas/ Instansi terkait, Lembaga Swasta, Lembaga Internasional lainnya yang terkait. Ringkasan Eksekutif: 12 – 14 Pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan sebagaimana disampaikan sebelumnya dilaksanakan oleh SKPD kabupaten/kota di mana lokasi kegiatan dilaksanakan. Rencana kegiatan tahunan dibuat oleh masingmasing SKPD mengacu pada kegiatan prioritas yang tercantum pada program pengelolaan terpadu. Lembaga pengelola DAS Kabupaten/Kota dengan berkoordinasi dengan lembaga pengelola DAS Provinsi melakukan analisis dan telaah dari hasil kegiatan tahunan untuk kemudian dipadukan dalam suatu perwilayahan DAS Mahakam secara keseluruhan sehingga dapat diketahui kegiatan-kegiatan mana yang perlu dilanjutkan dan penentuan prioritasnya. Dari hasil telaah tersebut kemudian dapat disusun program kerja di masa mendatang untuk kemudian dikoordinasikan dengan masing-masing SKPD Kabupaten/Kota. Lembaga Pengelola DAS yang terbentuk, baik tingkat Provinsi ataupun Kabupaten/Kota secara sendiri-sendiri maupun secara menyeluruh dalam satuan DAS Mahakam melakukan koordinasi sedikitnya 2 kali setahun yaitu masingmasing pada saat menyusun rencana kegiatan tahun anggaran dan akhir tahun anggaran untuk kegiatan evaluasi efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan. Pengelolaan DAS secara terpadu memerlukan sarana dan prasarana, baik itu yang berupa sarana dan prasarana untuk kegiatan pengelolaan DAS itu sendiri, tetapi juga sarana dan prasarana dalam upaya untuk pemulihan maupun penjagaan dari kawasannya. DAS Mahakam meliputi wilayah yang sangat luas dengan kondisi yang cukup memprihatinkan dari masalah-masalah hidrologi, lahan, dan sosial ekonomi serta untuk pengelolaannya sendiri yang sampai sekarang belum mempunyai bentuknya. Tentunya investasi dan pembiayaan yang diperlukan juga sangat besar, itupun sampai sekarang belum ada keinginan secara nyata dalam investasi dan pembiayaan. Sementara itu pula permasalahan-permasalahan juga semakin meningkat, khususnya yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan, misalnya rusaknya hábitat satwasatwa yang dilindungi, bencana banjir dan tanah longsor maupun konflik-konflik tentang pemanfaatan sumberdaya alam di DAS Mahakam. Untuk itu rencana investasi dan pembiayaan untuk pengelolaan DAS Mahakam dan implementasi program kegiatan di lapangan akan disusun secara bertahap berdasarkan prioritas tentang pentingnya program, apalagi dengan kemampuan pendanaan yang sangat terbatas. Selain itu juga dengan memanfaatkan isu-isu penting tentang program-program konservasi, misalnya dengan promosi keanekaragaman hayati sehingga pembiayaannya dapat digabungkan dengan kegiatan pemulihan hábitat yang berkaitan langsung dengan pengelolaan DAS Mahakam. Selain itu dengan program pengurangan emisi karbon dapat dikaitkan dengan program rehabilitasi kawasan-kawasan yang termasuk kritis, yang pembiayaannya dapat menjadi investasi bila kawasannya merupakan milik masyarakat dan sekaligus untuk penyelesaian dalam masalah sosial ekonomi kemasyarakatan. Namun demikian, dalam waktu yang dekat investasi untuk sarana dan prasarana pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu perlu dilaksanakan, antara lain untuk pemantauan kondisi hidroorologi DAS Mahakam. Pelaksanaan implementasi program kegiatan pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam pada dasarnya sangat tergantung pada sumber pendanaan untuk program kegiatan tersebut. Sumber pendanaan untuk penyelenggaraan pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam dapat bersumber antara lain dari: 1). Dana pemerintah melalui APBN dan APBD; 2). Dana pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan SDA dan pengguna jasa lingkungan di DAS Mahakam; Ringkasan Eksekutif: 13 – 14 3). Dana lainnya yang dapat digali dari sumber pendanaan internasional, lembaga swasta dan lain-lainnya. Khususnya mekanisme pendanaan dari APBN/APBD harus mengikuti prosedur yang berlaku, instansi/lembaga yang terkait dengan pengelolaan DAS terpadu dapat mengusulkan program kegiatan berdasarkan arahan prioritas program kegiatan dari pengelolaan DAS terpadu, sedangkan pendanaan yang bersumber dari pihak-pihak pemanfaat SDA dan jasa lingkungan serta dana lainnya dapat dikoordinasikan dengan lembaga pengelola DAS Mahakam. Pemantauan dan evaluasi merupakan rangkaian proses pengawasan yang berperan sebagai masukan dan umpan balik untuk efektifnya penyelenggaraan pengelolaan DAS. Berfungsinya pemantauan dan evaluasi yang efektif yang memenuhi tuntutan standar kriteria dan indikator kinerja pengelolaan DAS akan turut memberi jaminan berjalannya fungsi pengendalian pengelolaan DAS. Cara atau metode pengukuran dan penetapan kriteria pemantauan dan evaluasi dalam Rencana Pengelolaan DAS Terpadu di DAS Mahakam secara umum antara lain meliputi kriteria dan indikator sebagai berikut: 1). Kriteria Penggunaan Lahan DAS meliputi indikator-indikator Penutupan oleh Vegetasi, Kesesuaian Penggunaan Lahan, Indeks Erosi dan Pengelolaan Lahan; 2). Kriteria Tata Air DAS meliputi indikator-indikator Debit Air Sungai, Indeks Penggunaan Air, Kandungan Pencemaran (Polutan) dan Nisbah Hantar Sedimen (SDR); 3). Kriteria Sosial DAS meliputi indikator-indikator Kepedulian Individu, Partisipasi terhadap Lahan Masyarakat dan Tekanan Penduduk; 4). Kriteria Ekonomi DAS meliputi indikator-indikator Ketergantungan Penduduk terhadap Lahan, Tingkat Pendapatan, Produktivitas Lahan dan Jasa Lingkungan; 5). Kriteria Kelembagaan DAS meliputi indikator-indikator Keberdayaan Lembaga Lokal/Adat, Ketergantungan Masyarakat Kepada Pemerintah, KISS dan Kegiatan Usaha Bersama. Kriteria dan indikator-indikator yang bersifat umum seperti tersebut di atas secara rinci dapat dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai, selanjutnya dalam Rencana Pengelolaan DAS Terpadu ini juga ditambahkan kriteria dan indikator khusus yang berkaitan dengan penanganan permasalahan utama DAS Mahakam manakala tidak bisa diukur dan dianalisis dengan kriteria dan indikator yang bersifat umum tersebut. Kegiatan monitoring dan evaluasi (MONEV) merupakan sarana untuk mengawasi pelaksanaan pengelolaan DAS agar tidak menyimpang dari rencana pengelolaan DAS terpadu yang telah disepakati dan disahkan. Kegiatan MONEV dilaksanakan oleh anggota LK-PDAS yang memiliki tugas dan fungsi monitoring dan evaluasi DAS seperti BPDAS, Bapedalda, Balai Pengelolaan Sumberdaya Air, Dinas Kesehatan. Meskipun demikian, untuk menjaga objektivitas MONEV, maka LK-PDAS dapat bekerjasama dengan lembaga lain yang bersifat independen yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam hal tersebut. Hasil MONEV dilaporkan kepada pemerintah dan lembaga koordinasi untuk dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi dan memperbaiki rencana dan pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu di masa yang akan datang. Pengendalian sebagai tindakan pencegahan diperlukan dalam rangka menjaga tertib penyelenggaraan pengelolaan DAS, sehingga berbagai penyim- Ringkasan Eksekutif: 14 – 14 pangan dalam setiap tahap penyelenggaraan pengelolaan DAS dapat dihindari. Dengan demikian pengendalian tidak hanya terbatas pada tindakan korektif seperti restorasi, rehabilitasi dan reklamasi terhadap sumber daya yang telah terdegradasi. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Lembaga Koordinasi Pengelolaan DAS atau forum DAS sebagai wakil pemangku kepentingan. Pengendalian kegiatan pengelolaan DAS dilakukan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban yang meliputi aspek administrasi, teknis, finansial/pendanaan dan kelembagaan. Pelaksanaan pengendalian harus berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, adil, demokratis dan akuntabel. Pengawasan dan penertiban dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS dalam kawasan budidaya dan kawasan lindung di bagian hulu dan hilir DAS dengan sasaran institusi/lembaga dan masyarakat. Kegiatan pengawasan dan penertiban harus terkait langsung dengan hak dan tanggungjawab para pihak, serta dapat menghindari terjadinya sengketa dan memberi sanksi terhadap suatu pelanggaran. Pengawasan bertujuan untuk mewujudkan kesesuaian rencana pengelolaan DAS terpadu dengan realisasi pelaksanaan kegiatan masing-masing sektor pembangunan. Para pejabat menurut kewenangannya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh lembaga koordinasi atau forum pengelolaan DAS. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS diselenggarakan dalam bentuk pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pengawasan harus dilaksanakan menurut hirarki penatalaksanaan (governance) kegiatan dan mengikuti pedoman-pedoman yang terkait dengan pengelolaan DAS. Penertiban bertujuan untuk mewujudkan ketertiban pelaksanaan pengelolaan DAS, dan untuk menegakkan aturan (law enforcement). Penertiban dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas pelanggaran terhadap pelaksanaan yang menyimpang/tidak sesuai dengan rencana pengelolaan DAS terpadu dan/atau peraturan perundangan yang terkait. Penegakan hukum dilakukan oleh instansi sesuai dengan kewenangannya. iv DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL DAN PENGESAHAN ....................................... RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................. DAFTAR TABEL ........................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................... i ii iii iv vi vii I. PENDAHULUAN ................................................................. A. Latar Belakang ............................................................... B. Maksud dan Tujuan ........................................................ C. Sasaran Lokasi .............................................................. I–1 I–1 I–3 I–4 II. METODA PENYUSUNAN RENCANA ................................ A. Kerangka Pendekatan Pengelolaan DAS ...................... 1. Pendekatan Sistem .................................................. 2. Pendekatan Teknologi ............................................. 3. Pendekatan Institusi/Kelembagaan ......................... 4. Pendekatan Partisipatif ............................................ B. Tahapan Kegiatan Penyusunan Pengelolaan DAS ........ 1. Inventarisasi Karakteristik DAS ................................ 2. Identifikasi Masalah ................................................. 3. Identifikasi Para Pihak ............................................. 4. Perumusan Tujuan dan Sasaran ............................. 5. Perumusan Kebijakan dan Program ........................ 6. Perumusan Kelembagaan ....................................... 7. Perumusan Sistem Pemantauan dan Evaluasi ........ 8. Penyusunan Sistem Insentif dan Disinsentif ............ 9. Perumusan Pendanaan ........................................... II – 1 II – 1 II – 1 II – 1 II – 2 II – 3 II – 4 II – 4 II – 4 II – 5 II – 5 II – 5 II – 6 II – 6 II – 7 II – 7 III. KONDISI DAN KARAKTERISTIK DAS ............................... A. Kondisi Biofisik ............................................................... 1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Pemerintahan ........................................................... 2. Iklim .......................................................................... 3. Fisiografi dan Topografi ........................................... 4. Geologi dan Jenis Tanah ......................................... 5. Hidrologi dan Daerah Aliran Sungai (DAS) .............. 6. Penutupan Lahan ..................................................... B. Kondisi Sosial Ekonomi .................................................. 1. Kependudukan ......................................................... 2. Pertanian .................................................................. 3. Industri ..................................................................... IIII – 1 IIII – 1 IIII – 1 IIII – 3 IIII – 8 IIII – 11 IIII – 18 IIII – 22 IIII – 25 IIII – 25 IIII – 29 IIII – 36 v 4. Pertambangan Batubara .......................................... 5. Perekonomian Wilayah ............................................ 6. Kelembagaan ........................................................... IIII – 38 IIII – 39 IIII – 41 IV. ANALISIS DAN PERUMUSAN MASALAH ......................... A. Identifikasi Masalah ........................................................ 1. Biofisik ...................................................................... 2. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan .......................... B. Kajian dan Analisis ......................................................... C. Rumusan Permasalahan ................................................ IV – 1 IV – 1 IV –1 IV – 6 IV – 15 IV – 19 V. RENCANA DAN STRATEGI PENGELOLAAN ................... A. Tujuan dan Sasaran ....................................................... B. Strategi Pencapaian ....................................................... C. Kebijakan, Program dan Kegiatan ................................. 1. Kebijakan Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS ..................................................... 2. Kebijakan Pemantapan Tata Ruang Wilayah DAS .. 3. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ........ D. Analisis Peran dan Kelembagaan .................................. 1. Identifikasi Para Pihak, Fungsi dan Peran ................ 2. Rumusan Kelembagaan Pengelolaan DAS Mahakam Terpadu .................................................... V–1 V–1 V–3 V–7 V–7 V – 11 V – 13 V – 15 V – 15 V – 23 VI. RENCANA IMPLEMENTASI PROGRAM DAN KEGIATAN.. VI – 1 A. Tahapan Pelaksanaan .................................................. VI – 1 1. Tahapan Persiapan Pengelolaan ............................. VI – 1 2. Tahapan Identifikasi Khusus dan Sosialisasi ........... VI – 6 3. Tahapan Penyusunan Rencana Jangka Menengah.. VI – 7 4. Tahapan Implementasi Kegiatan ............................. VI – 7 B. Organisasi Pelaksana ................................................... VI – 11 C. Rencana Investasi dan Pembiayaan ............................ VI – 11 D. Mekanisme Pelaksanaan dan Pendanaan ................... VI – 13 VII. PEMANTAUAN DAN EVALUASI ........................................ A. Standar, Kriteria dan Indikator ...................................... 1. Kriteria Penggunaan Lahan DAS ............................. 2. Kriteria Tata Air DAS ................................................ 3. Kriteria Sosial Ekonomi DAS ................................... 4. Kriteria Kelembagaan DAS ...................................... B. Cara Pengukuran dan Penetapan Kriteria …………….. C. Lembaga Monitoring dan Evaluasi ................................ VII – 1 VII – 2 VII – 6 VII – 10 VII – 14 VII – 16 VII – 18 VII – 19 VIII. REKOMENDASI ................................................................. VIII – 1 vi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 3.9. Tabel 3.10. Tabel 3.11. Tabel 3.12. Tabel 3.13. Tabel 3.14. Tabel 3.15. Tabel 3.16. Tabel 3.17. Tabel 3.18. Tabel 3.19. Luas Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di DAS Mahakam ....................................................... Data Meteorologi Beberapa Stasiun di Provinsi Kalimantan Timur ................................................... Curah Hujan Bulanan yang Tercatat pada Beberapa Stasiun Meteorologi dan Geofisika di Kalimantan Timur ................................................... Kelas Ketinggian Tempat Di Atas Permukaan Laut (dpl) dan Luasnya pada DAS Mahakam ................. Peta Kelas Kelerengan dan Luasnya di DAS Mahakam ................................................................ Luas Masing-masing Formasi Geologi di DAS Mahakam ................................................................ Luas Masing-masing Jenis Tanah di DAS Mahakam................................................................. Luas Masing-masing Sistem Lahan di DAS Mahakam ................................................................ Luas Sub DAS-Sub DAS di DAS Mahakam ........... Jenis Penutupan Lahan di DAS Mahakam ............. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimanta Timur ........................................ Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur ....... Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi Padi (Sawah dan Ladang) pada wilayah Kabupaten/Kotadi DAS Mahakam Luas Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam (Ha) ........................................................ Produksi Tanaman Perkebunan Menururt Jenis Tanaman pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakan (Ton) ....................................................... Luas Hutan Menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam (Ha) ............................................... Jumlah Perusahaan, Luas HPH dan HTI pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam ........... Banyaknya Rumahtangga Perikanan pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam ........... Produksi Perikanan pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam (Ton) .......................................... III - 3 III - 5 III - 6 III - 10 III - 11 III - 13 III - 16 III - 17 III - 21 III - 24 III - 25 III - 29 III - 31 III - 32 III - 33 III - 34 III - 34 III - 34 III - 36 vii Tabel 3.20. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 5.1. Tabel 6.1. Tabel 6.2. Tabel 7.1. PDRB Kalimantan Timur Tahun 2004 – 2007 Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku (000.000 Rp) ........................ Analisis Permasalahan Biofisik ............................... Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan ......................................................... Masalah dan Arahan Program Utama dalam Pengelolaan DAS Mahakam Secara Terpadu ........ Rencana Tahapan Penyiapan Kelembagaan Pengelolaan Terpadu DAS Mahakam..................... Rencana Kerja Kegiatan Pengelolaan Terpadu DAS Mahakam ....................................................... Kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan pada masing-masing komponen pengelolaan DAS .................................. III - 41 IV - 17 IV - 18 V-5 VI - 5 VI - 8 VII - 4 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 3.8. Gambar 3.9. Gambar 3.10. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di DAS Mahakam ................................................... Peta Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di DAS Mahakam ................................................... Peta Ketinggian Tempat Di atas Permukaan Laut (dpl) di DAS Mahakam ............................... Peta Kelas Kelerengan di DAS Mahakam .......... Peta Geologi di DAS Mahakam .......................... Peta Jenis Tanah di DAS Mahakam .................. Peta Sistem Lahan (Land System) di DAS Mahakam ............................................................ Peta Hidrologi (Pola Jaringan Sungai) di DAS Mahakam ............................................................ Peta Sub DAS-Sub DAS di DAS Mahakam ....... Peta Tutupan Lahan di DAS Mahakam .............. III - 2 III - 7 III - 9 III - 10 III - 13 III - 15 III - 16 III - 20 III - 22 III - 24 I–1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu daerah tertentu dengan bentuk dan sifat alamnya merupakan kesatuan yang berfungsi menampung air hujan dan sumber air lainnya yang kemudian mengalirkannya melalui sungai utama dan bermuara di laut atau danau. Suatu DAS dipisahkan dari DAS-DAS lainnya oleh pemisah alam topografi, seperti punggung perbukitan dan pegunungan. Pengelolaan DAS melibatkan banyak pihak dan multi disiplin ilmu, maka diperlukan adanya koordinasi, sinkronisasi dan keterpaduan dari berbagai sektor baik pada tingkat kebijakan maupun dalam pelaksanaannya termasuk juga dalam pendanaannya. Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan DAS seperti seperti erosi, menurunnya kualitas air, sedimentasi, banjir dan lahan kritis merupakan indikator betapa tidak optimalnya pengelolaan sumberdaya alam dalam DAS tersebut. Penyebabnya antara lain karena belum terwujudnya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS. Dengan kata lain, masing-masing sektor masih berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang. Dengan adanya otonomi daerah, operasional pengelolaan DAS menjadi kewenanganan Pemerintah Pusat Pemerintah mempunyai Daerah Kabupaten/Kota, kewenangan yang dan bersifat I–2 regulasi/kebijakan, fasilitasi dan supervisi yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT). Pengelolaan DAS yang lintas Kabupaten bahkan lintas Propinsi dalam penyusunan rencana kegiatan diperlukan adanya koordinasi dan keterpaduan. Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Lahan perlu dilaksanakan secara terpadu, sehingga perlu dilakukan koordinasi antara pusat dan daerah, hulu dan hilir sehingga kegiatan yang dilakukan atau direncanakan saling mendukung dan sinkron dengan instansi terkait lainnya. Perencanaan merupakan proses awal dalam suatu pengelolaan sumberdaya, termasuk pengelolaan sumberdaya DAS, sebagai instrumen pencapaian tujuan secara sistimatik dan instrumen pertanggung-jawaban/ pertanggung-gugatan (accountability) pengelolaan sumberdaya. Dalam Surat keputusan Menteri Kehutanan nomor 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS disebutkan bahwa salah satu rencana jangka panjang pengelolaan DAS adalah Rencana Pengelolaan DAS Terpadu. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu merupakan rencana multipihak yang disusun dengan pendekatan partisipatif dan multidisiplin, sehingga memuat berbagai kepentingan, tujuan dan sasaran. Rencana pengelolaan DAS Terpadu bersifat umum yang dapat dijadikan sebagai acuan, masukan dan pertimbangan bagi rencana sektoral di wilayah Sub DAS/Sub SWP DAS serta bagi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan Kegiatan Pembangunan Daerah. Rencana I–3 Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu, maka Balai Pengelolaan DAS sebagai salah satu stakeholder pengelolaan DAS yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana, pengembangan kelembagaan, dan evaluasi pengelolaan DAS; dapat berperan sebagai fasilitator dan lembaga inisiator dalam proses partisipasi awal perencanaan pengelolaan DAS Terpadu. Oleh karena itu, pada Tahun 2009 Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau merencanakan untuk memfasilitasi pelaksanaan penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu bersama-sama dengan pihak terkait lainnya. B. Maksud dan Tujuan Maksud kegiatan ini adalah melakukan analisis karakteristik sistem DAS (biofisik, sosial ekonomi budaya dan kelembagaan), analisis permasalahan dan merumuskan strategi, dan melakukan sinkronisasi program dan rencana jangka panjang pengelolaan DAS Mahakam yang bersifat multi para pihak, multi sumberdaya alam dan multi sektoral. Sedangkan tujuannya adalah untuk memfasilitasi penyusunan Rencana Pengelolaan Pengelolaan DAS DAS Terpadu Terpadu di DAS dan tersedianya Mahakam sebagai Rencana rencana pengelolaan jangka panjang yang dapat dijadikan panduan, masukan dan pertimbangan bagi para pemangku kepentingan dalam menyusun rencana teknis yang lebih detil. I–4 C. Sasaran Lokasi Sasaran lokasi pekerjaan penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu adalah DAS Mahakam, karena DAS Mahakam termasuk DAS prioritas I di wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Luas DAS Mahakam sekitar 7.724.365 Ha yang meliputi 4 (empat) wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur, serta 1 (satu) wilayah Kota Samarinda. II – 1 II. METODA PENYUSUNAN RENCANA A. Kerangka Pendekatan Pengelolaan DAS 1. Pendekatan Sistem DAS merupakan suatu ekosistem yang didalamnya terdapat aktifitas biotik, abiotik dan kultur membentuk suatu sistem yang dikenal ABC. Dari aspek ruang wilayah DAS dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas bagian hulu, tengah dan hilir yang saling mempengaruhi sehingga membutuhkan satu rencana dan satu pengelolaan (one watershed, one plan, one management). Masing-masing ruang tersebut memiliki aktifitas sosial ekonomi yang berbeda demikian juga kebutuhan dan peran yang berbeda. Namun dalam konteks pengeolaan terpadu harus dirancang dengan prinsip kesetaraan antara masyarakat hulu dan hilir. 2. Pendekatan Teknologi Pendekatan teknologi dalam pengelolaan DAS mengacu pada prinsip bahwa perubahan lingkungan fisik akibat adanya interaksi dengan aspek sosial ekonomi dapat diatasi dengan teknologi lingkungan. Penerapan eknologi ramah lingkungan dalam pengendalian kelebihan aliran permukaan, penurunan erosi dan peningkatan daya dukung lingkungan merupakan paket rekomendasi dalam pengelolaan DAS Terpadu. II – 2 3. Pendekatan Institusi/Kelembagaan Kelembagaan yang memiliki mekanisme koordinasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik merupakan kebutuhan yang utama dalam pengelolaan DAS. Berbagai rekomendasi kebijakan maupun operasional serta koordinasi sering tidak dapat terjalin disebabkan oleh alasan-alasan kelembagaan seperti ; peraturan perundangan, kebijakan dan instrumen kebijakan, maupun faktor-faktor yang menentukan kapasitas dan kapabilitas organisasi publik khususnya dalam pengambilan keputusan. Oleh sebab itu dalam penyusunan rencana terpadu akan dilakukan pengkajian baik kendala peraturan perundangan maupun kendala kelembagaan seperti tumpang tindih peran dan pembiayaan. Sasaran akhir dari rencana pengelolaan terpadu dari aspek kelembagaan yang memungkinkan berjalannya mekanisme kooperatif dan koordinatif antar lembaga pada setiap jenjang pemerintahan. Aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh masing-masing pihak dalam pengelolaan DAS harus terorganisir dan terintegrasi secara solid satu sama lainnya sehingga kinerja setiap pihak mendukung ke arah tercapainya tujuan pengelolaan DAS terpadu yang telah disepakati. Persoalan KISS antar lembaga publik sudah menjadi masalah umum yang sering dibahas namun tidak pernah terwujud dalam aplikasi. Koordinasi memerlukan komitmen yang tinggi dan pertukaran informasi secara intensif untuk mengkonfirmasikan waktu, biaya, dan aktifitas yang dilakukan oleh setiap instansi/ lembaga untuk mencapai tujuan dengan ukuran kinerja yang disepakati bersama. Hambatan koordinasi biasanya II – 3 terletak di dalam struktur organisasi atau lembaga masing-masing, yaitu pertentangan antara fleksibilitas yang diperlukan dengan kekakuan tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan, dan bukan terlrtak pada tingkat kebijakan dan tujuan-tujuannya. 4. Pendekatan Partisipatif Proses partisipatif yang bertujuan untuk membangun kapasitas bersama dalam mencapai tujuan. Persoalan utama ego sektoral sering muncul pada semua rencana pengelolaan yang dibuat oleh instansi tertentu. Oleh sebab itu prinsip partisipatif merupakan ciri utama yang harus menjadi acuan dalam proses penyusunan rencana pengelolaan DAS Mahakam terpadu. Pendekatan partisipatif, agar diakui dan dijalankannya kegiatan-kegiatan yang sifatnya bukan struktural/ administratif tetapi pada program yang dirumuskan dengan tujuan yang disrtikulasikan secara jelas melalui proses pertukaran (sharing), pengetahuan, pencarian informasi secara sistematis, serta mekanisme umpan baik (feedback) yang terjadi diantara para pemangku kepentingan. Proses partisipatif memungkinkan terjadi pertukaran informasi dan pengetahuan akan mamfasilitasi proses balajar bersama bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan partisipasinya dalam menjalankan kegiatan dan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan berdasarkan pada hasil penilaian masing-masing, sehingga kinerja dapat ditingkatkan. Proses-proses koordinasi tersebut juga menjadi II – 4 ajang pertanggunggugatan publik bagi seluruh pemangku kepentingan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi masing-masing. B. Tahapan Kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Tahapan penyusunan rencana pengelolaan DAS Terpadu meliputi rangkaian kegiatan sebagai berikut : 1. Inventarisasi Karakteristik DAS Inventarisasi karakteristik DAS dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data informasi tentang biofisik sosial ekonomi dan kelembagaan dalam suatu DAS. Data biofisik meliputi : Sumberdaya air, kerapatan drainase, topografi, tanah, iklim serta flora dan fauna. Data Kelembagaan meliputi : organisasi, tugas dan peran multi pihak serta peraturan yang terkait dengan pengelolaan DAS. Data yang dibutuhkan tersebut di atas diperoleh melalui survey (wawancara dan pengukuran langsung) dan pengumpulan data skunder. 2. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dimaksud untuk mengetahui struktur permasalahan yang berhubungan dengan sumberdaya air, lahan, investigasi, sosial ekonomi dan kelembagaan. Proses identifikasi masalah dilakukan dengan pendekatan parstipatif melalui focus group Discusion (FGD), pendapat ahli atau hasil-hasil penelitian. Metode identifikasi masalah dilakukan dengan pendekatan Problem Tree dan Objective Tree. II – 5 3. Identifikasi Para Pihak Identifikasi para pihak dilakukan untuk mengetahui tugas dan fungsi serta keterkaitan aktifitas unsur pemerintah maupun non pemerintah yang terkait dalam pengelolaan DAS. Dalam hal ini mencakup identifikasi strategi (program, kegiatan dan pendanaan) masing-masing pihak. Pemetaan peran para pihak yang terkait dalam pengelolaan DAS dilakukan dengan metode Analisis Stakeholders (SA) yang dilakukan dengan pendekatan FGD (Fokus Group Discusion). 4. Perumusan Tujuan dan Sasaran Perumusan tujuan dan sasaran pengelolaan DAS Terpadu dilakukan setelah mempelajari permasalahan yang urgen dalam DAS untuk mewujudkan kondisi yang diharapkan. Perumusan tujuan dilakukan untuk menyepakati kondisi DAS yang ingin dicapai pada akhir periode rencana pengelolaan terpadu yang dinyatakan dalam indikator dan kriteria. Proses perumusan tujuan dan sasaran pengelolaan dilakukan melalui lokakarya yang melibatkan seluruh stakeholder utama yang mewakili pihak pemerintah, non pemerintah dan perguruan tinggi. Pendekatan LogFrame Analysis/analisis kerangka Logis digunakan untuk membantu perumusan tujuan dan sasaran secara sistematis. 5. Perumusan Kebijakan dan Program Perumusan kebijakan dan program dilakukan untuk menyusun dan menyepakati, kebijakan, program dan kegiatan lintas sektoral, lintas wilayah administrasi dan lintas disiplin ilmu guna mencapai tujuan yang II – 6 telah disepakati. Perumusan kebijakan ini dilakukan lewat forum diskusi baik lewat lokakarya ataupun suatu Focus Group Discusion (FGD) yang melibatkan seluruh stakeholder pengelolaan DAS. Pendekatan analisis Kerangka Logis (LogFrame) dilakukan untuk mempertajam kebijakan dan program hingga pada tahap evaluasi dan monitoring. 6. Perumusan Kelembagaan Perumusan kelembagaan dilakukan untuk menganalisis dan menyepakati peran masing-masing pihak terkait dengan perancanaan pengorganisasian pendanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan DAS. Analisis kelembagaan dilakukan dengan melakukan kajian tupoksi serta peran seluruh instansi terkait dalam konteks POAC (Planning, Organizing, Actuiting, Controling) baik instansi pemerintah juga lembaga swadaya masyarakat baik formal maupun informal melalui FGD dan Lokakarya. Tahapan analisis kelembagaan dilakukan dengan cara memetakan peran yang ada saat ini menurut tupoksi masing-masing yang selanjutnya dipetakan peran yang terpadu pada setiap aspek POAC sebagaimana yang diharapkan. Analisis KISS dilakukan untuk mendekati sutau kelembagaan yang ideal sesuai tupoksi masing-masing instansi terkait. 7. Perumusan Sistem Pemantauan dan Evaluasi Perumusan sistem pemantauan dan evaluasi dilakukan utuk menyusun dan menyepakati peran multipihak, kriteria dan metode pengukuran dan mekanisme pelaporan kinerja DAS. Penyusunan sistem II – 7 pemantauan dan evaluasi dilakukan dalam suatu forum Lokakarya atau FGD. 8. Penyusunan Sistem Insentif dan Disinsentif Perumusan sisem insentif dan disinsentif dilakukan untuk menyepakati perangkat kebijakan yang memberikan dorongan terhadap kegiatan yang selaras dengan pengelolaan DAS dan membatasi atau mengurangi kegiatan yang tidak selaras dengan rencana pengelolaan DAS. 9. Perumusan Pendanaan Perumusan Pendanaan dilakukan untuk menyusun dan menyepakati kebutuhan, mengidentifikasi sumber, mekanisme dan alokasi pendanaan dalam pengelolaan DAS. III – 1 III. KONDISI DAN KARAKTERISTIK DAS A. Kondisi Biofisik 1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Pemerintahan DAS Mahakam memiliki luas sekitar 7.724.365 Ha. Secara geografis terletak antara 01º55’ Lintang Utara (LU) dan 01º09’ Lintang Selatan (LS), serta antara 113º49’ Bujur Timur (BT) dan 117º41’ Bujur Timur (BT). DAS Mahakam terletak pada 4 (empat) wilayah administrasi kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Malinau serta 1 (satu) wilayah Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Batas-batas DAS Mahakam berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan sebagian wilayah Kabupaeten Malinau dan Kabupaten Berau; Sebelah Timur berbatasan dengan sebagian wilayah Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang serta Selat Makassar; Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kota Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Pasir; Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Barat. Gambaran letak/posisi DAS Mahakam dan wilayah administrasi pemerintahan yang berada di sekitarnya disajikan pada Gambar 3.1., sedangkan luas wilayah administrasi kabupaten/kota yang terdapat pada DAS Mahakam secara rinci disajikan pada Tabel 3.1. III – 2 Gambar 3.2. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di DAS Mahakam Gambar 3.2. menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Kutai Barat secara keseluruhan berada pada bagian hulu (upstream) dan tengah (midstream) DAS Mahakam, sebagian wilayah Kabupaten Malinau terdapat di bagian hulu (upstream) DAS Mahakam, wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara secara keseluruhan berada pada bagian tengah (midstream) dan hilir (downstream) DAS Mahakam, sebagian wilayah Kabupaten Kutai Timur terdapat di bagian hulu (upstream) dan bagian tengah (midstream) dan DAS Mahakam, wilayah Kota Samarinda secara keseluruhan berada di bagian hilir (downstream) DAS Mahakam. III – 3 Tabel 3.1. Luas Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di DAS Mahakam No. Kabupaten/Kota Ibukota Luas (Ha) Kutai Barat Sendawar 3.094.379 Kutai Kartanegara Tenggarong 2.632.600 Kutai Timur Sengata 1.638.271 Malinau Malinau 287.292 Samarinda Samarinda 71.823 Total Luas DAS Mahakam 7.724.365 Sumber: Kalimantan Timur Dalam Angka, 2008. 1. 2. 3. 4. 5. (%) 40,0 34,1 21,2 3,7 1,0 100,0 Tabel 3.1. menunjukkan bahwa luas wilayah administrasi kabupaten/kota di dalam DAS Mahakam dari yang terluas sampai terkecil secara berurutan yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Malinau dan Kota Samarinda. 2. Iklim Kondisi iklim pada DAS Mahakam relatif sama dengan kondisi iklim di wilayah Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya, yakni beriklim tropis dan mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan November sampai dengan bulan April. Keadaan ini terus berlangsung setiap tahun yang diselingi dengan musim peralihan pada bulan-bulan tertentu. Selain itu, berhubung letaknya di sekitar daerah khatulistiwa, maka iklim di wilayah Provinsi Kalimantan Timur juga dipengaruhi oleh angin Muson, yaitu angin Muson Barat November-April dan angin Muson Timur Mei Oktober. III – 4 Namun demikian, pada tahun-tahun terakhir ini, keadaan musim di wilayah tersebut kadang kala tidak menentu. Pada bulan-bulan yang seharusnya turun hujan dalam kenyataannya tidak ada hujan sama sekali, atau sebaliknya pada bulan-bulan yang seharusnya kemarau justru terjadi hujan dengan musim yang jauh lebih panjang. Secara umum nilai unsur-unsur iklim seperti suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan angin, curah hujan bulanan dan penyinaran matahari pada beberapa stasiun meteorologi yang terdapat di wilayah Provinsi Kalimantan Timur secara rinci disajikan pada Tabel 3.2., sedangkan peta curah hujan tahunannya disajikan pada Gambar 3.2. Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Tabel 3.2 menunjukkan bahwa secara umum di wilayah Provinsi Kalimantan Timur beriklim panas dengan suhu udara berkisar dari 18,83ºC (Stasiun Meteorologi Long Bawan) sampai dengan 34,69ºC (Stasiun Meteorologi Tanjung Selor), selain itu sebagai daerah beriklim tropis dengan habitat hutan yang mempunyai kelembaban udara relatif tinggi dari yang paling rendah dapat dipantau melalui Stasiun Meteorologi Samarinda sebesar 81,42 %, sedangkan yang paling tinggi di Stasiun Meteorologi Balikpapan sebesar 87,07 %, tekanan udara terendah terdapat Stasiun Meteorologi Tarakan dan Nunukan sebesar 1.010,00 mb dan tertinggi pada Stasiun Meteorologi Tanjung Redeb sebesar 1.012,43 mb, kecepatan angin terendah terdapat Stasiun Meteorologi Tanjung III – 5 Selor 1,35 knot dan tertinggi pada Stasiun Meteorologi Long Bawan sebesar 51,00 knot, Tabel 3.2. Data Meteorologi Bebarapa Stasiun di Provinsi Kalimantan Timur Unsur Iklim Samarinda Balikpapan Stasiun Meteorologi Tanjung Tanjung Long Tarakan Nunukan Selor Redep Bawan Suhu Udara (oC) minimum maksimum 23,43 32,17 22,88 32,62 24,00 30,75 22,71 34,69 23,02 32,18 18,83 29,89 23,42 31,37 Kelembaban Udara (%) 81,42 87,07 83,81 83,67 85,25 86,25 83,83 Tekanan Udara (mb) 1.011,92 Kecepatan Angin (knot) 1,81 6,30 5,17 1,35 195,40 267,32 183,28 204,22 15,39 11,33 52,67 49,46 Curah Hujan Bulanan (mm) Penyinaran Matahari (%) 1.011,32 1.010,00 1.009,96 1.012,43 - 1.010,00 51,00 5,17 180,03 122,39 181,28 65,40 52,67 3,58 46,42 Sumber: Kalimantan Timur Dalam Angka, 2008. curah hujan bulanan terendah terdapat Stasiun Meteorologi Long Bawan sebesar 122,39 mm dan tertinggi pada Stasiun Meteorologi Balikpapan sebesar 267,32 mm, penyinaran matahari terendah terdapat Stasiun Meteorologi Balikpapan sebesar 11,33 % dan tertinggi pada Stasiun Meteorologi Long Bawan sebesar 65,40 %. III – 6 Curah hujan di wilayah Kalimantan Timur sangat beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Catatan curah hujan bulanan sepanjang tahun 2007 menurut stasiun secara rinci disajikan pada Tabel 3.3. Rata-rata curah hujan tertinggi selama tahun 2007 tercatat pada Stasiun Meteorologi Tanjung Redeb dan Tanjung Selor yang terjadi pada bulan Januari secara berurutan sebesar 493,10 mm dan 493,00 mm, sebaliknya yang terendah terdapat di Stasiun Meteorologi Nunukan yang terjadi pada bulan Maret sebesar 25,60 mm. Tabel 3.3. Curah Hujan Bulanan yang Tercatat pada Beberapa Stasiun Meteorologi dan Geofisika di Kalimantan Timur Samarinda Curah Hujan Bulanan (mm) BalikTanjung Tarakan papan Selor 1. Januari 306,80 275,70 253,20 2. Februari 220,40 258,00 3. Maret 260,30 4. April Bulan Tanjung Redep Nunukan 493,00 493,10 147,50 79,70 192,00 170,80 197,00 144,20 311,90 178,90 170,30 25,60 339,70 198,80 276,60 179,70 263,60 149,10 5. Mei 112,30 250,30 323,10 206,20 247,60 174,60 6. Juni 213,40 377,90 431,20 190,10 427,30 335,20 7. Juli 278,50 392,80 385,80 222,60 259,40 439,00 8. Agustus 132,90 198,80 396,80 289,90 141,00 190,30 9. September 182,60 335,80 251,40 186,60 105,90 194,30 10.Oktober 181,40 97,70 323,30 223,00 159,90 121,00 11. Nopember 84,60 88,00 405,90 336,90 235,80 280,40 12. Desember 141,20 205,10 515,90 451,90 190,20 316,60 III – 7 Rata-rata 2007 204,50 235,26 329,50 262,60 238,74 214,20 2006 162,20 240,59 346,88 232,80 191,09 168,70 2005 212,50 107,50 278,50 258,00 58,56 250,16 2004 208,60 204,86 274,21 232,50 177,87 116,47 2003 195,40 267,32 274,21 204,22 180,03 181.28 Sumber: Badan Meteorology dan Geofisika di Kalimantan Timur (Kalimantan Timur dalam Angka, 2008) Gambaran sebaran curah hujan tahunan yang terdapat di sekitar DAS Mahakam disajikan pada Gambar 3.2. Gambar 3.2. Peta Sebaran Curah Hujan di DAS Mahakam III – 8 Gambar 3.2. memperlihatkan bahwa sebaran curah hujan tahunan dari terendah sampai tertinggi yang terjadi di DAS Mahakam berkisar antara 0 – 2.000 mm sampai dengan > 4.000 mm. Selain itu, Gambar 3.2. juga menunjukkan bahwa sebaran curah hujan tahunan yang relatif tinggi terdapat di sekitar bagian hulu (upstream) DAS Mahakam, sebaliknya yang relatif rendah terdapat di bagian hilir (downstream) DAS Mahakam, atau dapat dinyatakan bahwa sebaran curah hujan tahunan dari yang rendah terdapat di sekitar pantai/selat Makassar (bagian timur), selanjutnya menuju ke barat curah hujan tahunan semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya ketinggian tempat di atas permukaan laut. 3. Fisiografi dan Topografi Wilayah DAS Mahakam walaupun tidak dilewati jalur gunung api, tetapi wilayah ini juga berhubungan dengan pegunungan yang terpusat di tengah Pulau Kalimantan membujur dari Utara ke Selatan. Dengan demikian, kawasan pegunungan ini di wilayah Kalimantan Timur terletak di sebelah Barat. Pegunungan ini terjadi karena peristiwa geologi berupa lipatan dan sisipan sehingga bentuknya berjalur-jalur, khususnya dari Utara ke Selatan sejajar dengan garis pantai. Dengan kondisi fisiografi dan topografi yang sedemikian rupa, maka sebaran ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) dari yang rendah ke tinggi diawali dari pantai/pesisir di bagian timur yang dekat dengan Selat Makassar menuju ke arah barat yang lebih tinggi (hulu DAS Mahakam). III – 9 Akibat perbedaan ketinggian tempat ini, maka pola aliran air Sungai Mahakam mengalir dari bagian barat (hulu) DAS Mahakam menuju ke arah timur dan bermuara ke Selat Makassar. Gambaran mengenai ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) di DAS Mahakam disajikan pada Gambar 3.3 dan luas wilayah menurut kelas ketinggian di atas permukaan laut pada DAS Mahakam secara rinci disajikan pada Tabel 3.4., sedangkan gambaran kelas kelerengan di DAS Mahakam disajikan pada Gambar 3.4. dan luasan masing-masing kelas lereng disajikan pada Tabel 3.5. Gambar 3.3. Peta Ketinggian Tempat Di atas Permukaan Laut (dpl) di DAS Mahakam. III – 10 Tabel 3.4. Kelas Ketinggian Tempat Di Atas Permukaan Laut (dpl) dan Luasannya pada DAS Mahakam No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kelas Ketinggian Tempat/dpl (m) ≤ 75 > 75 - 150 > 150 - 300 > 300 - 450 > 450 - 600 > 600 - 750 > 750 - 1000 > 1000 - 1500 > 1500 - 2000 > 2000 Total Luas (Ha) 2.709.037 1.271.891 792.730 560.320 521.057 520.440 703.631 557.653 72.968 14.638 7.724.365 Gambar 3.4. Peta Kelas Kelerengan di DAS Mahakam Luas (%) 35,1 16,5 10,3 7,3 6,7 6,7 9,1 7,2 0,9 0,2 100,0 III – 11 Gambar 3.4. memperlihatkan bahwa secara umum sebaran kelas kelerengan dari yang datar sampai curam pada DAS Mahakam tersebar dari bagian timur atau bagian muara (downstream) dan tengah (midstream) DAS Mahakam menuju ke bagian barat atau bagian hulun (upstream) DAS Mahakam. Tabel 3.5. Peta Kelas Kelerengan dan Luasannya di DAS Mahakam No. 1. 2. 3. 4. Kelas Kelerengan (%) 0 – 2% 2 – 15% 15 – 40% > 40% Total Kategori Datar Landai Agak Curam Curam Luas (Ha) 1.663.993 3.578.918 2.032.488 448.967 7.724.365 Luas (%) 21,5 46,3 26,3 5,8 100,0 Tabel 3.5. menunjukkan bahwa kelas kelerengan pada DAS Mahakam tersebar mulai datar sampai curam, kelas kelrengan pada DAS Mahakam didominasi oleh kelas kelerengan landai (2 – 15%) dan agak curam (15 – 40%) yang secara berurutan sebesar 46,2% dan 26,3% dari luas DAS Mahakam. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa kondisi kelerengan pada DAS Mahakam secara umum bergelombang atau berbukit-bukit. 4. Geologi dan Jenis Tanah Struktur geologi pada DAS Mahakam yang termasuk di wilayah Provinsi Kalimantan Timur secara umum didominasi oleh batuan sedimen liat berlempung, di samping itu terdapat pula kandungan batuan endapan tersier dan batuan endapan kwarter. Formasi batuan endapan utama terdiri dari batuan pasir kwarsa dan batuan liat. Dari struktur geologi, di III – 12 daerah ini banyak dijumpai patahan dan lipatan yang pada umumnya terdapat di wilayah pantai. Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan peta geologi East and Northeast Borneo mempunyai formasi geologi yang terdiri dari batuan serpih kristalin, phylit, batusabak, serpihliat, batuliat, napal, batugamping dan batu erosive. Beberapa formasi geologi di Kalimantan Timur ini banyak tersusun batuan-batuan yang diantaranya berupa batubara, formasi-formasi tersebut antara lain utamanya Palau Balang Beds, Balikpapan Beds, Pemaluan Beds dan Kampung Baru Beds. Gambaran sebaran formasi geologi yang terdapat di DAS Mahakam disajikan pada Gambar 3.5., sedangkan luasan masing-masing formasi geologi yang terdapat di DAS Mahakam secara rinci disajikan pada Tabel 3.6. III – 13 Gambar 3.5. Peta Geologi di DAS Mahakam Tabel 3.6. Luas Masing-masing Formasi Geologi di DAS Mahakam No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Nama Formasi Alan Granite Alluvial Deposit Atan Intrusives Balikpapan Formation Batu Ayau Formation Birang Formation Danau Mafic Comp Embaluh Group Era Granite Haloq Sandstone Intrusive Rock Jurassic Ophioli Kampungbaru Formation Luas (Ha) 2.286 26.555 341.701 26.555 64.717 406.946 5.452 15.652 250.604 24.445 18.114 97.428 Luas (%) 0,030 0,344 4,424 0,344 0,838 5,268 0,071 0,203 3,244 0,316 0,235 1,261 31.128 0,403 III – 14 No. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. Nama Formasi Kapuas Complex Karamuan Formation Kedango Formation Kelai Granite Kelinjau Melang Kuaro Formation Lake Deposits Lebak Formation Lurah Formation Maau Formation Mandai Group Mangkupa Formation Marah Formation Mentarang Formation Metulang Volcani Nyaan Volcanics Pulaubalang Formation Pamaluan Formation Selangkai Group Sintang Intrusiv Tanjung Formation Tebang MΘlange Telen Formation Topai Granite Wahau Formation Young Volcanic R No name Luas Total Luas (Ha) 246.208 842.206 309.694 106.749 2.110 1.407 336.249 496.108 73.511 44.493 15.828 2.990 2.110 906.923 21.455 176 27.259 4.221 571.026 17.410 792.613 98.659 6.859 175.159 131.193 151.594 1.028.574 7.724.365 Luas (%) 3,187 10,903 4,009 1,382 0,027 0,018 4,353 6,423 0,952 0,576 0,205 0,039 0,027 11,741 0,278 0,002 0,353 0,055 7,393 0,225 10,261 1,277 0,089 2,268 1,698 1,963 13,316 100,000 Mengenai kondisi tanah, sebagian besar daratan Kalimantan Timur terdiri dari jenis tanah podsolik merah kuning, dengan tingkat kesuburan relative rendah karena memiliki ‘top soil’ yang tipis. Pada dasarnya jenis tanah di Kalimantan Timur terdiri dari podsolik, alluvial, gleisol, organosol, lithosol, latosol, andosol, regosol, renzina, dan mediteran, sesuai dengan kondisi iklim Kalimantan Timur yang tergolong ke dalam tipe iklim Tropika Humida yang bersifat masam. Tanah podsolik merupakan jenis tanah III – 15 yang arealnya terluas yaitu sekitar 34,82 persen yang masih memungkinkan untuk dikembangkan sebagai areal pertanian. Luas masing-masing jenis tanah secara rinci disajikan pada Tabel 3.8., sedangkan peta jenis tanah di wilayah Provinsi Kalimantan Timur disajikan pada Gambar 3.6. dan peta sistem lahan (land system) di wilayah Provinsi Kalimantan Timur disajikan pada Gambar 3.7. Gambar 3.6. Peta Jenis Tanah di DAS Mahakam III – 16 Tabel 3.7. Luas Masing-masing Jenis Tanah di DAS Mahakam No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Jenis Tanah Dystropepts,Pale Eutropepts,Kandi Kandiudults, Pal Dystropepts,Pale Tropaquents, Tro Troposaprists, T Paleudalfs,Eutro Tropaquepts, Flu Eutropepts, Hapl Dystropepts, Pal Placorthods,Trop Total Luas (Ha) 230.875 1.840.955 2.669.715 898.051 33.171 444.971 212.199 459.995 26.452 95.093 812.886 7.724.365 Persentase (%) 3,0 23,8 34,6 11,6 0,4 5,8 2,7 6,0 0,3 1,2 10,5 100,0 Gambar 3.7. Peta Sistem Lahan (Land System) di DAS Mahakam III – 17 Tabel 3.8. Luas Masing-masing Sistem Lahan di DAS Mahakam No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. Sistem Lahan Bukit pandan Telawi Pendereh Maput Beriwit Teweh Lawangguang Kajapah Mantalat Gunung Diangan Lohai Okki Pulau Sebatik Sebangau Juloh Kahayan Putting Rangankao Honja mendawai Tewai Baru Pakalunai Sungai Tabang Gambut Klaru Tandur Barong Tongkok Sungai Medang Kapor Beliti Paminggir Bakunan Batu Ajan Luang Liang Paran Barah Gunung Baju Tanjung Tambera Pakau Mangkaho Total Luas (Ha) 720.484 6.645 1.140.652 777.883 371.629 1.286.801 720.399 86.703 132.808 34.044 60.464 25.999 50.360 123.069 14.565 66.263 7.474 16.255 88.043 56.614 91.007 243.250 89.030 310.926 72.411 16.067 189.340 64.951 24.278 19.307 33.184 60.267 131.930 7.142 342.834 22.612 28.009 51.910 5.730 124.179 8.847 7.724.365 Persentase (%) 9,3 0,1 14,8 10,1 4,8 16,7 9,3 1,1 1,7 0,4 0,8 0,3 0,7 1,6 0,2 0,9 0,1 0,2 1,1 0,7 1,2 3,1 1,2 4,0 0,9 0,2 2,5 0,8 0,3 0,2 0,4 0,8 1,7 0,1 4,4 0,3 0,4 0,7 0,1 1,6 0,1 100,0 III – 18 5. Hidrologi dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Apabila merujuk Peta Jaringan Sungai pada DAS-DAS di wilayah Provinsi Kalimantan Timur dapat diperoleh gambaran pola sebaran jaringan sungai-sungai besar beserta anak-anak sungainya menunjukkan bahwa pola jaringan saluran sungainya memiliki pola percabangan pohon (dendritic pattern). Karakteristik pola ini adalah gerakan limpasan air sungainya relatif cepat dari bagian hulu menuju ke hilir atau muara sungai dari suatu DAS. Selain itu, peta hidrologi (pola jaringan sungai) di wilayah Provinsi Kalimantan Timur disajikan pada Gambar 3.8. Secara umum konfigurasi lapangan di wilayah Provinsi Kalimantan Timur di bagian Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat dan Negara tetangga Malaysia adalah berupa wilayah pegunungan yang merupakan bagian hulu atau sumber air dari jaringan sungai sungai di Kalimantan Timur ini kemudian mengalir menuju ke arah Timur ke Selat Makassar ataupun ke Laut Sulawesi. Sementara di bagian tengah berupa kawasan endapan alluvial atau bahkan berupa cekungan, misalnya cekungan Kutai (Kutai basin) yang berada di kawasan tengah Sungai Mahakam. Hal ini dapat dilihat dengan bentuk sungai yang cenderung berkelok-kelok yang sering pula membentuk meander atau sungai yang terputus. Pada kawasan sungai yang datar, pengaruh pasang surut air laut dapat berpengaruh sampai ke pedalaman dengan sungai yang berupa paparan banjir yang kemudian membentuk danau-danau, diantaranya seperti Danau Jempang, Danau Semayang dan Danau III – 19 Melintang dengan luas masing-masing secara berurutan yaitu 15.000 hektar, 13.000 hektar dan 11.000 hektar. Kondisi seperti tersebut di atas dapat mengakibatkan seringnya terjadi banjir di kawasan sekitar sungai ataupun kawasan dataran, khususnya bila terjadi hujan lebat di kawasan hulu sungai yang curah hujannya tinggi karena berupa wilayah pegunungan. Air yang datang dari daerah hulu yang kelerengan sungainya sangat terjal (banyak dijumpai jeram-jeram) akan terhenti pada kawasan cekungan karena mendadak pada kawasan yang datar sehingga mengakibatkan banjir pada wilayah cekungan tersebut. Lebih hebat lagi banjirnya bila pada bagian hilir sungai terjadi pasang air laut yang relatif tinggi. (pasang purnama). Selain itu, luas masing-masing DAS dan persentase luas penutupan lahan vegetasi berkayu terhadap luas DAS di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur disajikan pada Tabel 3.9., sedangkan peta DAS-DAS di wilayah Provinsi Kalimantan Timur disajikan pada Gambar 3.9. III – 20 Gambar 3.8. Peta Hidrologi (Pola Jaringan Sungai) di DAS Mahakam III – 21 Tabel 3.9. Luas Sub DAS-Sub DAS di DAS Mahakam No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. Nama Sub DAS-Sub DAS Sub DAS Karang Mumus Sub DAS Karang Asam Sub DAS Loa Haor Sub DAS Mahakam Hilir Sub DAS Mubung Malingah Sub DAS Kosso Sub DAS Semue Parae Sub DAS Enggelam Sub DAS Kedang Dalam Sub DAS Sebulu Sub DAS Kahala Sub DAS Jembayan Sub DAS Medang Sub DAS Mahakam Hulu Sub DAS Semetis Sub DAS Kedang Kepala Sub DAS Kedang Pahu Sub DAS Merah Sub DAS Bongan Sub DAS Sekakanan Sub DAS Bluu Danum Parae Sub DAS Ohong Sub DAS Belayan Sub DAS Cihar Sub DAS Separi Sub DAS Semayang Sub DAS Serata Sub DAS Pari Maribu Sub DAS Pahangai Deho Sub DAS Encalin Sub DAS Topai Sub DAS Boh Sub DAS Ratah Sub DAS Muyub Sub DAS Nyaan Sub DAS Keham Sub DAS Perian Total Luas (Ha) 36.528 23.961 67.279 355.613 44.666 50.133 48.423 47.132 80.843 42.718 82.156 144.075 182.146 320.619 24.396 1.976.183 680.034 35.040 216.136 24.042 90.305 49.645 997.729 38.818 32.981 317.585 45.386 106.133 72.074 111.527 169.260 656.539 332.058 156.796 63.994 59.104 81.625 7.724.365 Luas (%) 0,5 0,3 0,9 2,8 0,6 0,6 0,6 0,6 1,0 0,6 1,1 1,9 2,4 4,2 0,3 25,6 8,8 0,5 2,8 0,3 1,2 0,6 12,9 0,5 0,4 4,1 0,6 1,4 0,9 1,4 2,2 8,5 4,3 2,0 0,8 0,8 1,1 100,0 III – 22 Gambar 3.9. Peta Sub DAS-Sub DAS di DAS Mahakam 6. Penutupan Lahan Kondisi penutupan lahan di wilayah Kalimantan Timur seperti terlihat pada Gambar 3.10., secara umum masih berwarna hijau, yaitu umumnya oleh penutupan vegetasi. Hanya saja vegetasi hutannya sudah berkurang sangat banyak bila dibandingkan dengan kondisi tiga dekade sebelumnya. Sebagian besar hutannya sudah mengalami kegiatan pembalakan hutan dengan jumlah pohon yang semakin menurun. Sementara itu, hutan-hutan yang belum mengalami kegiatan pembalakan hutan terletak di wilayah pegunungan atau di wilayah Kalimantan Timur III – 23 sebelah barat. Hutan yang masih hijau termasuk hutan konservasi maupun hutan lindung ini kurang lebih berkisar 5.700.000 hektar dengan hutan tanaman sekitar 345.000 hektar, dari yang seharusnya berupa kawasan hutan ± 15.000 000 hektar, yaitu berupa kawasan hutan yang dilindungi seluas ± 5.000.000 hektar dan hutan produksi seluas ± 10.000.000 hektar. Sementara yang berupa hutan sekunder dan semak belukar adalah seluas ± 8.500.000 hektar dan rawa-rawa seluas 1.260.000 hektar. Kawasan hutan produksi yang seharusnya menjadi kawasan hutan yang produktif, namun kenyataan di lapangan hanyalah berupa hutan sekunder ataupun semak belukar, Kawasan hutan mangrove di wilayah pesisir Kalimantan Timur ini meliputi luas 405.000 hektar yang sebagian besarmangrove ini telah hilang dan telah berubah menjadi kawasan pertambakan. Gambar 3.3. juga memperlihatkan bahwa ternyata wilayah Provinsi Kalimantan Timur di bagian Timur penutupan vegetasinya banyak berupa hutan sekunder ataupun belukar. Dibandingkan dengan pada masa 3 (tiga) dekade sebelumnya kawasan tersebut juga masih berupa hutan primer yang belum terjamah. Di bagian Timur ini yang juga merupakan wilayah pesisir, wilayahnya lebih berkembang dengan sebagian besar kota-kota besar maupun wilayah-wilayah pemukiman terletak di kawasan ini. Pemanfaatan lahan untuk pertanian sekitar 675.000 hektar termasuk perladangan yang ditinggalkan, sedang berupa pemukiman seluas 110.000 hektar berupa perkotaan ataupun perdesaan. III – 24 Gambar 3.10. Peta Tutupan Lahan di DAS Mahakam Pola penutupan lahan menurut hasil analisis citra satelit pada tahun 2004 di wilayah Provinsi Kalimantan Timur (Laporan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008 – 2027) disajikan pada Tabel 3.10. Tabel 3.10. Jenis Penutupan Lahan di DAS Mahakam. No. Jenis Penutupan Lahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Hutan Sekunder Hutan Primer Pertanian Campuran Belukar Tanah Terbuka Perkebunan Hutan Mangrove Sekunder Pemukiman Belukar Rawa Luas Penutupan Lahan (Ha) (%) 2.285.924 29,59 1.807.157 23,40 79.163 1,02 1.945.880 24,36 268.171 3,47 107.943 1,40 6.998 0,09 21.916 0,28 450.347 5,83 III – 25 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Rawa Tambang Hutan Tanaman Hutan Rawa Sekunder Hutan Rawa Primer Hutan Mangrove Primer Sawah Bandara Awan Pertanian Lahan Kering Total 84.424 1.779 281.507 72.251 25.348 1.649 143.028 113.253 5.980 21.647 7.724.365 1,09 0,02 3,64 0,94 0,33 0,02 1,85 1,47 0,08 0,28 100,00 B. Kondisi Sosial Ekonomi 1. Kependudukan Penduduk Kalimantan Timur dari tahun ke tahun mencatat kenaikan yang cukup berarti. Jumlah penduduk pada tahun 2003 sebesar 2.704.851 jiwa, meningkat menjadi 3.024.800 jiwa pada tahun 2007. Berarti dalam periode tersebut penduduk Kalimantan Timur telah bertambah lebih kurang 80 ribu jiwa setiap tahunnya, kondisi penduduk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur secara rinci disajikan pada Tabel 3.12. Tabel 3.11. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur. No. 1. 2. Kab./Kota 2003 2004 2005 2006 % Penduduk Tahun 2007 157.847 11,5 2007 Kutai Barat 143.664 147.468 153.688 155.787 Kutai Kartanegara 518.722 480.499 485.375 498.590 508.664 3. Kutai Timur 81.775 84.161 88.425 90.880 93.363 4. Malinau 2.594 2.625 2.796 2.953 3.117 5. Samarinda 561.471 567.997 583.786 590.519 597.075 JUMLAH 1.270.003 1.287.626 1.327.285 1.348.802 1.370.124 Sumber: Kalimantan Timur Dalam Angka Tahun 2008 37,9 6,8 0,2 43,6 100,0 III – 26 Pertumbuhan penduduk Kalimantan Timur sebenarnya tidak merata sepanjang tahun. Sebagai contoh, pertumbuhan penduduk pada periode 2003-2004 sebesar 1,68 persen, pada periode 2004-2005 sebesar 4,97 persen, periode 2005-2006 sebesar 2,37 persen, sedangkan periode 2006-2007 sebesar 2,34 persen. Pada tahun 2006-2007 pertumbuhan penduduk di setiap kabupaten/kota menunjukkan peningkatan. Secara persentase, peningkatan tertinggi terjadi di Kabupaten Nunukan sebesar 6,01 persen, sedangkan kabupaten/kota lainnya pertumbuhannya berkisar 1,02–5,57 persen. Sebagaimana pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk di Kalimantan Timur juga tidak merata. Pada tahun 2007 porsi terbesar penduduk Kalimantan Timur berada di Kota Samarinda (19,78%), yang merupakan ibukota Provinsi di Kalimantan Timur. Selebihnya berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (17,15%), Kota Balikpapan (16,44%) dan tersebar di kabupaten/ kota lain berkisar 1-7 persen. Pola persebaran penduduk seperti ini sejak tahun 2003 tidak banyak berubah. Sebagaimana pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk di Kalimantan Timur juga tidak merata. Pada tahun 2007 porsi terbesar penduduk Kalimantan Timur berada di Kota Samarinda (19,78%), yang merupakan ibukota Provinsi di Kalimantan Timur. Selebihnya berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (17,15%), Kota Balikpapan (16,44%) dan tersebar di kabupaten/kota lain berkisar 1-7 persen. Pola persebaran penduduk seperti ini sejak tahun 2003 tidak banyak berubah. III – 27 Pola persebaran penduduk Kalimantan Timur menurut luas wilayah sangat timpang, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kepadatan penduduk antar daerah yang mencolok, terutama antar daerah kabupaten dengan daerah Kota. Wilayah kabupaten dengan luas 98,87 persen dari wilayah Kalimantan Timur dihuni oleh sekitar 53,73 persen dari total penduduk Kalimantan Timur. Sedangkan selebihnya, yaitu sekitar 46,27 persen menetap di daerah kota dengan luas 1,13 persen dari luas wilayah Kalimantan Timur seluruhnya. Akibatnya kepadatan penduduk di daerah kabupaten hanya berkisar 1-39 jiwa/km² dibanding kepadatan penduduk di Kota Balikpapan sebanyak 886,69 jiwa/km², Kota Samarinda 831,31 jiwa/km², Kota Tarakan 696,12 jiwa/km² dan Kota Bontang 796,03 jiwa/km². Sedangkan kepadatan penduduk Kalimantan Timur adalah 15,24 jiwa/km². Kepadatan penduduk tersebut bervariasi antara 4 jiwa/km2 di kawasan pedesaan sampai dengan 887 jiwa/km2 di kawasan perkotaan. Sekitar 55,95% penduduk Provinsi Kalimantan Timur tinggal di kawasan perkotaan. Ditinjau dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di Kalimantan Timur masih lebih banyak dibanding perempuan. Ini terlihat dari rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100. Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan posisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Bagian dari tenaga kerja yang aktif dalam kegiatan ekonomi disebut angkatan kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah III – 28 angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja. Selama kurun waktu 20052007, angkatan kerja di Kalimantan Timur meningkat sebanyak 27 ribu orang dari 1.213.684 orang menjadi 1.241.421 orang. TPAK Kalimantan Timur pada tahun 2007 sebesar 61,76 persen, mengalami penurunan sebesar 0,6 persen dibandingkan dengan kondisi tahun 2005. Menurut jenis kelamin terlihat baik laki-laki maupun perempuan cenderung berfluktuasi pada kurun waktu yang sama. Tahun 2005 TPAK laki-laki sebesar 85,50 persen dan 2006 naik menjadi 87,38 persen, dan tahun 2007 turun kembali menjadi 83,63 persen. Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu negara adalah tersedianya cukup sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Merujuk pada amanat UUD 1945 beserta amandemennya (pasal 31 ayat 2), maka melalui jalur pendidikan pemerintah secara konsisten berupaya meningkatkan SDM penduduk. Program wajib belajar 6 tahun dan 9 tahun, Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), dan berbagai program pendukung lainnya adalah bagian dari upaya pemerintah mempercepat peningkatan kualitas SDM, yang pada akhirnya akan menciptakan SDM yang tangguh, yang siap bersaing di era globalisasi. Peningkatan SDM sekarang ini lebih difokuskan pada pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengecap pendidikan, terutama penduduk kelompok usia sekolah (umur 7-24 tahun), sedangkan gambaran banyaknya sekolah, murid, guru dan rasio murid terhadap guru menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur secara rinci disajikan pada Tabel 3.13. III – 29 Tabel 3.12. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur Kabupaten/Kota 1. Kutai Barat 2. Kutai Kartanegara 3. Kutai Timur 4. Malinau 5. Samarinda Total Jumlah Sekolah SD SLTP SMU 222 58 34 445 103 52 165 56 35 86 21 10 236 104 86 1.154 342 217 Jumlah Murid SD SLTP 23.661 7.127 73.604 23.248 31.452 8.316 9.704 3.173 79.011 31.102 217.432 72.966 SMU 4.540 11.658 4.895 1.734 26.387 49.214 Jumlah Guru SD SLTP SMU 1.901 577 481 4.920 1721 927 2.111 625 548 612 167 116 3.589 2841 2520 13.133 5.931 4.592 Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 2. Pertanian 2.1 Padi, Palawija dan Hortikultura Perkembangan luas panen, produksi padi serta hasil per hektar di Kalimantan Timur pada tahun 2007 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Secara riil luas panen padi naik dari 150.549 ha pada tahun 2006 menjadi 155.484 ha di tahun 2007 atau naik sebesar 3,28 persen. Hasil per hektarnya lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu dari 35,95 kw/ha pada tahun 2006 menjadi 36,50 kw/ha tahun 2007. Kenaikan produksi padi sawah pada tahun 2007 sebesar 6,99 persen disebabkan oleh peningkatan luas panen sebesar 6,07 persen dan hasil per hektarnya juga meningkat dari tahun 2006 yang sebesar 44,51 kw menjadi 44,91 kw. Sementara itu pada padi bukan lahan sawah, hasil per hektar mengalami kenaikan walaupun pada luas panen dan produksi total mengalami sedikit penurunan. Daerah Kabupaten/Kota yang memiliki luas panen dan produksi padi (sawah + ladang) terbesar adalah Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu III – 30 dengan luas panen 41.040 ha dan menghasilkan 46,18 kw/ha sehingga produksi padi yang dicapai sebesar 189.541 ton dalam tahun 2007, ini berarti 26,4 persen produksi padi di Kalimantan Timur dihasilkan oleh Kabupaten Kutai Kartanegara. Hal ini terlihat baik pada jenis padi lahan sawah maupun bukan lahan sawah dengan produksi dari total masing masing sebesar 42,15 persen dan 11,53 persen. Tanaman palawija di Kalimantan Timur antara lain jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau. Selama periode 20032007, luas panen tanaman ini mengalami fluktuasi. Tahun 2007, sebagian besar komoditi palawija tersebut mengalami peningkatan luas panen, kecuali kedelai dari luas panen sebesar 2.152 ha tahun 2006 menjadi 1.521 ha pada tahun 2007, dan jagung dari 6.051 ha di tahun 2006 menjadi 4.919 pada tahun 2007. Pada jenis tanaman sayur-sayuran yang perkembangannya sangat berfluktuasi, sebagian besar mengalami penurunan, baik produksi total maupun produksi per hektarnya. Jenis tanaman sayuran yang terbanyak dihasilkan di provinsi ini adalah Ketimun dan Kacang Panjang yang produksinya masing-masing mencapai 21.151 ton dan 16.083 ton pada tahun 2007. III – 31 Tabel 3.13. Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi Padi (Sawah dan Ladang) pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam Kabupaten/Kota 1. 2. 3. 4. 5. Luas Panen (Ha) Hasil per Ha (Kw) Produksi (Ton) Kutai Barat 15.294 Kutai Kartanegara 41.040 Kutai Timur 15.661 Malinau 7.136 Samarinda 6.343 Jumlah 85.474 Hasil per Ha (Kw) Rata-rata Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 26,66 46,18 26,39 25,86 44,35 40.768 189.541 41.333 18.456 28.130 33,89 85.474 - 2.2. Perkebunan Jenis-jenis tanaman perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan Timur antara lain: karet, kelapa, kopi, lada, cengkeh, coklat, kelapa sawit dan lainnya yang merupakan gabungan dari beberapa tanaman perkebunan. Usaha tanaman perkebunan ini terbagi menjadi perkebunan besar pemerintah, perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat. Luas tanaman perkebunan secara keseluruhan di Kalimantan Timur tahun 2007 adalah 513.684 ha dengan produksi sebesar 2.163.201,50 ton. Porsi terbesar baik untuk luas tanaman maupun produksi ditunjukkan oleh tanaman kelapa sawit yang produksinya mencapai 2.041.133 ton dari luas tanaman 339.292,50 ha dengan produksi terbesar adalah di kabupaten Paser. Kemudian kelapa dan karet dengan produksi masingmasing sebesar 33.796,50 ton dan 47.225,00 ton dari luas tanaman 34.537,00 ha dan 67.891,00 ha. Pada masing-masing jenis usaha perkebunan, seluruhnya di dominasi oleh perkebunan kelapa sawit. III – 32 Perkebunan besar pemerintah mencatat produksi tanaman kelapa sawit sebesar 205.949 ton dari luas tanaman 14.104 ha. Pada tahun 2007, baik luas tanam maupun produksi mengalami peningkatan. Perkebunan besar swasta mencatat produksi kelapa sawit 1.420.159,50 ton dengan luas sebesar 255.472,00 ha dan dari perkebunan rakyat produksi tanaman kelapa sawit tersebut mencapai 415.045,50 ton. Luas perkebunan tanaman kelapa sawit selama periode 2003-2007 selain mendominasi juga ada kecenderungan terus meningkat luasnya dari tahun ke tahun pada setiap jenis usaha perkebunan, hal ini terlihat pada laju pertumbuhan tahun 2007 cukup tinggi yaitu 156.045 ha menjadi 255.472 ha pada perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat dari 55.742,5 ha menjadi 69.716,50 ha. Tabel 3.14. Luas Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam (Ha) Kabupaten/ Karet Kelapa Kota 1. Kutai Barat 31.422,00 1.332,00 2. Kutai 18.415,00 11.835,50 Kartanegara 3. Kutai Timur 613,00 2.084,50 4. Malinau 5. Samarinda Jumlah Kopi 1.287,50 Lada 86,00 3.840,00 10.137,50 Cengkeh - Kakao Klp Sawit Lain-lain 441,00 5.471,00 2.352,00 124,50 2.159,50 60.859,00 2.306,50 484,50 320,00 2,00 8.660,50 93.983,50 796,50 50,00 404,00 1.470,00 121,00 34,00 3.475,00 - 133,50 802,50 965,50 378,50 241,00 9,50 1.004,50 331,50 532,00 51.302,50 16.621,50 7.460,50 10.905,50 Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 170,0015.740,50 160.645,00 6.120,50 III – 33 Tabel 3.15. Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam (Ton) Kabupaten/ Karet Kelapa Kota 1. Kutai Barat 29.561,00 235,00 2. Kutai 6.127,00 4.759,50 Kartanegara 3. Kutai Timur 196,00 2.572,00 4. Malinau 5. Samarinda Jumlah Kopi Lada Cengkeh 68,00 1,0 - 1.630,00 7.457,00 6,50 204,00 128,00 Kakao 8,50 Klp Sawit Lain-lain 6.543,00 298,00 411,00 256.855,00 579,00 - 3.134,00 288.929,50 182,00 - 216,50 613,00 17,50 8,00 688,00 - 33,00 421,00 504,50 45,00 44,50 - 115,00 - 11,00 36.305,00 8.287,50 2.560,00 7.648,00 14,50 4.356,50 552.327,50 1.103,00 Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 2.3 Kehutanan Hutan Kalimantan Timur, tahun 2006 mencapai luas sekitar 10.842.293 hektar yang terbagi menjadi 6 (enam) fungsi hutan yaitu hutan lindung, hutan suaka alam dan wisata, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi dan hutan pendidikan/penelitian. Dari 6 (enam) fungsi hutan tersebut yang terluas adalah hutan produksi tetap dan hutan produksi yang dapat dikonversi masing-masing 3.361.698 ha dan 2.918.975 ha. Daerah Kabupaten/Kota yang mempunyai kawasan hutan terluas yaitu Kabupaten Kutai Barat dengan luas areal hutan mencapai 3.064.559 ha atau 28 persen dari luas hutan Kaltim. Berkaitan dengan pengelolaan hutan tersebut tidak terlepas dengan program HPH dan HTI juga program Reboisasi dan Rehabilitasi lahan hutan. Jumlah HPH di daerah ini sebanyak 82 perusahaan dengan luas HPH 6.482.603 ha, sedangkan luas Hutan Tanaman Industri (HTI) III – 34 1.929.129 ha yang dikelola oleh 104 perusahaan HTI. Adapun program Reboisasi dan rehabilitasi tahun anggaran 2006 dilaksanakan pada area seluas 968.021 ha yang berupa kegiatan Penanaman dan Perkayaan seluas 4.634 ha, kegiatan Hutan Tanaman Industri seluas 340.253 ha, dan 623.134 ha untuk penghijauan. Produksi kehutanan seperti kayu bundar pada tahun anggaran 2006 mencapai 1.043.619,61 m3, kayu olahan lain yang juga dihasilkan diantaranya sawn Timber, Bloak Board, Veneer dan lain-lain. Tabel 3.16. Luas Hutan Menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam (Ha) Kabupaten/ Kota (1) (2) (3) 1. Kutai Barat 745.551,41 2. Kutai 213.959 Kartanegara 3. Kutai Timur 454.708 4. Malinau Hutan Hutan Produksi Pendidikan/ yang Dapat Penelitian Dikonversi (7) (8) Hutan Hutan Hutan Hutan Tetap Hutan Suaka Alam Produksi Produksi (3)+(4+(5) Lindung & Wisata Terbatas Tetap (4) (5) 5.500 587.644,98 (6) 643.578 1.236.722,98 892.125,22 - 11.621 507.614 781.762 1.300.997,00 1.073.009 781.762 54.710 1.090.893 969.952 2.115.555,00 1.043.716 - 708.647 1.360.500 1.624.356 447.910 3.432.766,00 269.813 - - - - 386 386,00 62.075 - 5. Samarinda Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 Tabel 3.17. Jumlah Perusahaan, Luas HPH dan HTI pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam Kabupaten/Kota 1. Kutai Barat 2. Kutai Kartanegara 3. HPH Jumlah Perusahaan 21 HTI Luas Jumlah (Ha) Perusahaan 1.279.246 3 Luas (Ha) 63.000 5 321.035 2 109.300 Kutai Timur 19 1.550.123 7 428.880 4. Malinau 10 1.028.230 - - 5. Samarinda - - 2 7.532 Jumlah 55 4.178.634 14 608.712 III – 35 2.4. Perikanan Potensi perairan laut 98 ribu km2 dan perairan umum 2,28 juta Ha (termasuk wilayah budidaya tambak, sungai dan danau). Potensi hasil perikanan rata-rata 350 tibu ton per tahun. Potensi perikanan terutama pada penangkaran udang windu yang berada di Kabupaten Kutai Kertanegara, Pasir, Kutai Timur, Berau, Bulungan, Nunukan, Kota Balikpapan, Tarakan dan Bontang dengan total luas wilayah 2000 hektar. Sementara itru derah pengembangan (penjualan ikan dan penyimpanan ruang pendingin udang) di Kota Balikpapan, sedangkan daerah potensial tersebar perikanan tambak terdapat di Kabupaten Kutai Kertanegera, Paser dan Bulungan. Tabel 3.18. Banyaknya Rumahtangga Perikanan Kabupaten/Kota di DAS Mahakam Kabupaten/ Kota Perikanan Laut 1. Kutai Barat 2. Kutai Kartanegara 3. Kutai Timur - Perairan Umum 8.110 8.451 4. Malinau 5. Samarinda Jumlah pada Perikanan Darat Karamba Tambak Kolam Wilayah Jumlah Budidaya Pantai/ Laut - 373 1.858 - 10.341 11.963 2.875 230 11.336 - 34.855 4.102 1.282 549 97 110 80 6.220 - 352 - 69 108 - 529 764 226 - 83 17 - 1.090 13.317 13.823 3.424 479 11.571 80 42.694 Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 III – 36 Tabel 3.19. Produksi Perikanan pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam (Ton) Kabupaten/ Kota Perikanan Laut 1. Kutai Barat 2. Kutai Kartanegara 3. Kutai Timur - Perairan Umum 895,1 23.173,9 4. Malinau 5. Samarinda Jumlah Perikanan Darat Karamba Tambak Kolam Jumlah Budidaya Pantai/ Laut - 53,6 227,9 - 1.176,6 23.856,7 8.804,1 152,2 16.291,2 - 72.278,1 3.200,9 851,8 4.735,0 4.457,0 3.278,0 18.254,0 34.776,7 - 18,3 - 26,3 1,1 - 45,7 13.594,6 3.988,4 - 4,9 4,3 - 17.592,2 39.969,40 28.715,20 13.539,10 4.640,40 19.574,60 18.254,00 124.692,70 Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 3. Industri Penggolongan sektor industri berdasarkan jumlah tenaga kerjanya dibedakan menjadi industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga. Data mengenai Industri besar, sedang dan industri kecil tersedia setiap tahun, sedangkan data mengenai industri rumah tangga tidak tersedia pada publikasi ini. Banyaknya perusahaan Industri Besar dan Sedang di Kalimantan Timur pada tahun 2005 tercatat 117 perusahaan dengan menyerap 54.897 tenaga kerja, dengan total pengeluaran untuk tenaga kerja berkisar Rp. 1,23 trilyun. Dilihat dari jumlah perusahaan dan penyerapan tenaga kerja, tahun 2005 menurun dibanding tahun 2004, akan tetapi pengeluaran untuk tenaga kerja meningkat sebesar Rp. 4 milyar. Kegiatan pertambangan di Kalimantan Timur mencakup pertambangan migas dan non-migas. Dari kegiatan tersebut, minyak bumi dan gas alam merupakan hasil tambang yang sangat besar pengaruhnya III – 37 dalam perekonomian Kalimantan Timur khususnya dan Indonesia pada umumnya, karena hingga kini kedua hasil tambang tersebut merupakan komoditi ekspor utama. Perkembangan produksi batu bara misalnya, sejak tahun 2002 terus meningkat setiap tahunnya dan pada tahun 2007 produksi batubara mencapai 97.333.395,60 ton. Sementara itu, selama periode 2002-2007 produksi emas cenderung menurun, produksi tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 16,78 ton, tahun 2003 turun menjadi 14,40 ton, tahun 2004 turun kembali menjadi 10,02 ton dan terendah 0,31 ton terjadi pada tahun 2007. Sedang untuk produksi perak, perkembangannya terlihat menurun, dari 10,84 ton pada 2002 turun menjadi sebesar 10,66 ton pada tahun 2003, dan pada 2004 turun lagi menjadi sebesar 9,03 ton. Di tahun 2007, produksinya hanya sebesar 0,2 ton. Produksi pengilangan minyak untuk bahan bakar minyak premium pada tahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya dari 15,38 juta barrel menjadi 13,14 juta barrel. Sedangkan produksi minyak tanah juga mengalami penurunan dari 14,93 juta barrel menjadi 14,51 juta barrel. Produksi Minyak Bumi dan Gas Bumi pada tahun 2007 mengalami penurunan masing-masing dari 55.001,63 MMSTB menjadi 52.809.53 MMSTB dan Gas Bumi dari 1.154.341,98 MMSCF menjadi 1.072.815,90 MMSCF. III – 38 Listrik adalah komoditas penting bagi keberlangsungan sendi-sendi kehidupan manusia saat ini. Tanpa pasokan energi listrik, hampir dipastikan banyak dunia usaha, rumah tangga maupun sektor yang lain lumpuh karenanya. Sebagian besar Sumberenergi listrik di Provinsi Kalimantan Timur hingga saat ini masih dipasok oleh PLN. Selama tahun 2007, tenaga listrik yang diproduksi sebesar 1.799.906,17 MWH, terjual 1.603.250,84 MWH, dipakai sendiri 37.713,47 MWH dan mengalami penyusutan sebesar 151.829,03 MWH. Jumlah perusahaan air minum pada tahun 2007 tidak mengalami perubahan dan semuanya berstatus sebagai perusahaan milik pemerintah (13 buah). Kapasitas Potensial yang dihasilkan menurun dibanding tahun sebelumnya dari 7.067 liter/detik menjadi 5.072 liter/detik. Kapasitas efektif juga menurun dari 6.110 liter/detik menjadi 3.859 liter/detik, sehingga berpengaruh terhadap efektifitas produksi dari 86,46 persen menjadi 76,46 persen. 4. Pertambangan Batubara Berdasar data dari Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Kalimantan Timur tercatat di wilayah Provinsi Kalimantan Timur 1.212 Izin Kuasa Penambangan (KP) yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten/kota dan 32 izin dari pemerintah pusat. Di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara tercatat 687 izin KP, Kabupaten Kutai Barat tercatat 123 izin KP (kurun waktu tahun 2007 – 2009), dan di Kota Samarinda tercatat 76 izin KP (Antara News, 2010). III – 39 5. Perekonomian Wilayah Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Timur menurut Lapangan Usaha pada tahun 2007 sebesar 1,23 persen dengan migas dan non migas sebesar 9,56 persen. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 2,85 persen dengan migas dan non migas 12,62 persen, maka pada tahun 2007, laju pertumbuhan PDRB dengan migas lebih lambat dibanding tahun sebelumnya. Beberapa sektor ekonomi di Kalimantan Timur pada tahun 2007 mengalami laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Diantaranya adalah sektor Bangunan yang pada tahun sebelumnya sebesar 7,92 persen menjadi 12,57 persen, sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan mengalami peningkatan yang signifikan dari 9,27 persen menjadi 14,94 persen dan sektor Jasa-jasa dari sebesar 3,99 persen menjadi 4,65 persen, sedangkan lima sektor lainnya mengalami pertumbuhan yang melambat. Struktur ekonomi Kalimantan Timur tahun 2007 dengan migas maupun non migas tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. PDRB dengan migas menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang sangat berperan dalam pembentukan PDRB Kalimantan Timur adalah sektor Pertambangan (41,62 persen), Industri Pengolahan (34,80 persen), sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (6,54 persen), serta sektor Pertanian (5,63 persen). III – 40 Struktur PDRB non migas didominasi oleh lima sektor yaitu sektor Pertambangan (34,96 persen), sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (14,79 persen), sektor Pertanian (12,73 persen), sektor Industri Pengolahan (11,72 persen), serta sektor Pengangkutan dan Komunikasi (8,38 persen). Dengan jumlah penduduk pertengahan tahun sebesar 3.024.800 jiwa, pendapatan perkapita netto atau pendapatan yang diterima penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2007 sebesar 26.694.098 rupiah (dengan migas) mengalami kenaikan 3,83 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 25.708.803, sedangkan pendapatan perkapita non migas naik 11,46 persen yaitu dari 10.289.313 menjadi 11.468.786 di tahun 2007. PDRB Kalimantan Timur menurut penggunaan pada tahun 2007, masih didominasi oleh komponen ekspor impor dengan kontribusi 65,88 persen (net ekspor). Disusul pengeluaran konsumsi rumahtangga sebesar 13,80 persen dan pengeluaran untuk Pembentukan Modal Tetap Bruto yaitu 13,43 persen. Sedangkan pertumbuhan untuk semua komponen penggunaan pada tahun 2007 lebih lambat dibanding tahun sebelumnya kecuali konsumsi rumahtangga dan perubahan stok. PDRB menurut Kabupaten/Kota pada tahun 2007 terbesar ada di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan nilai PDRB sebesar 72,27 triliun rupiah disusul Kota Bontang dengan nilai 52,8 triliun rupiah dan Kota Balikpapan dengan 28,19 triliun rupiah. Sedang pertumbuhan ekonomi tertinggi menurut kabupaten/kota pada tahun 2007 ada di Kabupaten III – 41 Paser sebesar 12,91 persen. Gambaran PDRB Kalimantan Timur Tahun 2004 – 2007 menurut lapangan usaha berdasarkan atas dasar harga berlaku secara rinci disajikan pada Tabel 3.21. Tabel 3.20. PDRB Kalimantan Timur Tahun 2004 – 2007 Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku (000.000 Rp) No. Lapangan Usaha Jumlah PDRB (juta rupiah) 2004 2005 2006 r) 2007 *) 8.502.194 9.535.872 10.792.274 11.944.575 1. Pertanian 2. Tambang & Galian 52.958.076 76.699.235 83.608.302 88.278.147 3. Industri Pengolahan 49.037.351 65.988.813 71.805.685 73.806.385 4. Listrik , gas dan Air Bersih 408.711 536.350 584.252 633.219 5. Bangunan 3.539.046 4.045.187 4.681.260 5.711.714 6. Perdag, Hotel, Resto 8.497.520 10.463.894 12.746.465 13.876.100 7. Angkutan, Telekom 4.839.901 6.023.522 6.910.832 7.864.087 8. Keu, Sewa, Jasa Prsh 2.605.081 3.028.656 3.431.324 4.324.270 3.316.193 3.967.560 4.967.731 5.658.147 133.704.074 180.289.090 199.588.125 212.096.644 53.606.657 68.106.493 82.234.413 93.810.268 9. Jasa-jasa PDRB /Gross Regional Domestic Product PDRB@/Gross Regional Domestic Product @ Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kaltim 2008 Catatan : @ Non Migas (Minyak, Gas Bumi dan Industri Migas) 6. Kelembagaan Dari sebanyak 1.410 desa definitif terdapat 403 desa yang masih berstatus swadaya, 483 desa swakarsa dan 503 desa swasembada. Dari sejumlah desa definitif tersebut terdapat 154 desa mempunyai LKMD (Lembaga Keamanan Masyarakat Desa) kategori I, 558 Desa kategori II dan 677 desa kategori III. III – 42 Tabel 3.21. Banyaknya Desa/Kelurahan Definitif Menurut Klasifikasi Desa pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam Kabupaten/Kota Swadaya Swakarya Swasembada 1. 2. 3. 4. 5. Kutai Barat 5 80 Kutai Kartanegara 75 123 Kutai Timur 42 Malinau 103 Samarinda 4 Jumlah 183 249 Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 Jumlah 138 27 93 5 49 223 225 135 108 53 312 744 Tabel 3.22. Banyaknya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Menurut Tingkatannya pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam Kabupaten/Kota Kategori I Kategori II Kategori III 1. 2. 3. 4. 5. Kutai Barat 68 43 Kutai Kartanegara 1 59 Kutai Timur 40 30 Malinau Samarinda 4 Jumlah 109 136 Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 112 165 65 108 49 499 Tabel 3.23. Banyaknya ORMAS, LSM, OKP, Paguyuban, Yayasan, Profesi, Keagamaan dan ORMAS Fungsional Menurut Organisasi pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam Kabupaten/ Kota Organisasi Profesi Keagamaan ORMAS Fungsional - 25 - 4 34 40 107 56 60 - 20 10 - - - 35 14 8 10 1 16 3 50 82 95 53 40 3 1 - 330 279 252 130 100 136 73 67 Paguyuban Yayasan ORMAS LSM OKP 1. Kutai Barat 2. Kutai Kartanegara 3. Kutai Timur 55 30 10 15 63 80 133 80 52 4. Malinau 82 5. Samarinda Jumlah Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 III – 43 Tabel 3.25. Banyaknya Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Tenaga Honorer Daerah pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam Kabupaten/ Kota Pegawai Negeri Sipil Tenaga Honorer 3.285 1.759 Kutai Barat 10.113 7.384 Kutai Kartanegara 3.241 2.718 Kutai Timur 2.231 535 Malinau 8.183 2.208 Samarinda Jumlah 27.053 14.604 Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008 1. 2. 3. 4. 5. Jumlah 5.044 17.497 5.959 2.766 10.391 41.657 IV – 1 IV. ANALISIS DAN PERUMUSAN MASALAH A. Identifikasi Masalah Didasarkan atas uraian karakteristik DAS Mahakam pada Bab III sebelumnya, sehingga dapat teridentifikasi beberapa isu pokok permasalahan, yang diduga dapat mengancam antara lain terhadap kelestarian fungsi dan manfaat serta ekosistem DAS. Isu-isu pokok permasalahan tersebut diantaranya dapat diuraikan seperti dibawah ini. 1. Biofisik 1.1. Lahan Kritis Keberadaan lahan kritis pada suatu DAS dapat menimbulkan terjadinya permasalahan di DAS, antara lain peningkatan laju limpasan air permukaan, erosi dan sedimentasi, serta kemungkinan bencana banjir. Luas lahan kritis pada DAS merupakan kriteria utama dalam penentuan DAS prioritas, yang menggambarkan beberapa hal yang berkaitan dengan kemampuan, kesesuaian penggunaan dan produktivitas lahan. Tingkat kekritisan lahan pada akhirnya akan memberi dampak terhadap aspek hidroorologi wilayah DAS, khususnya berkaitan dengan banjir dan kekeringan dan produktivitas lahan yang pada akhirnya mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Penyebab lahan kritis di Kaltim adalah akibat dari curah hujan yang relatif tinggi dan dengan kondisi geofisik yang rentan seperti tofografi/kelerengan yang relatif curam dan dengan jenis tanah yang IV – 2 rentan terhadap erosi. Hal tersebut akan sangat meningkat pada saat terjadi pada wilayah-wilayah yang sebelumnya telah terbuka, yaitu akibat dari aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan untuk perkebunan, perladangan, penambangan batubara, perambahan hutan/lahan, konversi lahan dan pembukaan lahan lainnya yang tidak ramah lingkungan dan tidak menerapkan prinsip kelestarian lingkungan, serta akibat dari kebakaran hutan dan lahan. Hasil analisis kekritisan lahan yang termasuk kritis sampai sangat kritis di DAS Mahakam seluas 2.974.504 Ha atau 38,5% dari luas DAS Mahakam (Laporan BPDAS Mahakam – Berau Provinsi Kalimantan Timur, 2004). Perluasan lahan kritis ini diduga karena laju perluasan lahan kritis lebih cepat bila dibanding dengan laju pelaksanaan rehabilitasi (reboisasi dan penghijauan). 1.2. Sedimentasi Laju sedimentasi di Sungai Mahakam beserta anak sungainya di DAS Mahakam dari waktu ke waktu cenderung meningkat pada Sungai Mahakam, hal ini terjadi karena antara lain adanya aktivitas pembukaan lahan hutan, penyiapan lahan untuk perkebunan dan pemanfaatan lahan pertanian yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya dan tidak menerapkan teknik konservasi tanah dan air, serta aktivitas pertambangan dan pembangunan fisik lainnya yang tidak ramah lingkungan bahkan merubah bentang alam. Aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam seperti ini manakala turun hujan yang relatif deras dapat mempermudah IV – 3 terjadinya peningkatan laju erosi tanah yang merupakan sumber/asal terjadinya sedimentasi. Peningkatan laju sedimentasi/pendangkalan di Sungai Mahakam dapat diindikasikan oleh sering terjadi gangguan akibat adanya pendangkalan tersebut yang dapat mengganggu alur transportasi air Sungai Mahakam, seperti terjadinya kesulitan kapal-kapal yang akan berlabuh di kota Samarinda. Selain itu, akibat terjadinya sedimentasi di Sungai Mahakam dan anak sungainya dapat mempersempit kapasitas tampung saluran sungainya, yang selanjutnya dapat menopang terjadinya banjir. 1.3. Kualitas Air (Sungai dan Danau) Secara sederhana, air sungai Mahakam masih bisa digunakan sebagai sumber air minum dan air bersih bagi masyarakat yang berada di wilayah sungai ini khususnya, dan masyarakat Kalimantan Timur umumnya. Dari beberapa penelitian yang dilakukan air sungai Mahakam masih bersih, belum tercemar, namun perlu diwaspadai pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat hujan dihulu dan air turun ke Sungai Mahakam. Pada saat seperti itu, partikel-partikel/bahan-bahan hasil sisa buangan dari berbagai industri dan aktivitas pertambangan, perkebunan, limbah eksploitasi hutan yang telah terjadi pembusukan dari sisa penebangan. Demikian pula dengan limbah dari workshop pada perusahaan dan limbah industri perkayuan, akan turut larut bersama arus IV – 4 air yang cukup deras, dengan membawa berbagai partikel yang dapat menurunkan kualitas air. Umumnya disepanjang tepi sungai dan danau di Kaltim didiami penduduk. Penduduk berdiam dan mendirikan bangunan rumah disana. Namun kebiasaan penduduk yang menjadikan sungai sebagai tempat sampah yang besar, menjadikan air sungai/danau menjadi kotor dan tercemar. Hal lain yang dapat mempengaruhi kualitas air sungai/danau adalah akibat dari pembusukan gulma di danau yang pada saat air hujan/besar ikut larut bersama air menuju ke sungai, hal ini menyebabkan air danau dan sungai menjadi ”bangar” kurang oksigen, akibatnya ikanikan menjadi pingsa/mati pada kondisi air seperti ini. 1.4. Banjir Banjir sudah menjadi masalah yang besar bagi wilayah perkotaan/ pemukiman di Kaltim saat ini, bukan hanya di kota Samarinda, tetapi juga Tenggarong, Melak, dan Sengata serta beberapa desa di sepanjang Sungai Mahakam. Banjir yang terjadi di Kaltim umumnya diakibatkan oleh adanya curah hujan yang tinggi dan air sungai menjadi meluap, apalagi bila air sungai sedang pasang naik maka terjadilah arus balik air sungai (back water). Penyebab banjir lainnya adalah dikarenakan perluasan lahan terbuka, dilakukannya pengurukan daerah/kawasan penyimpan air, dan pembuatan drainase/kapasitas tampung saluran air dengan tidak IV – 5 memadai, serta ditambah lagi dengan budaya menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah, hal ini berakibat pada tidak lancarnya saluran dan aliran air. 1.5. Kondisi Habitat (daerah perlindungan keanekaragaman hayati) Permasalahan pada kawasan hutan yang berfungsi sebagai habitat (daerah perlindungan keanekaragaman hayati) di DAS Mahakam disebabkan oleh antara lain adanya permasalahan perambahan dan tumpang tindih pemanfaatan kawasan tersebut serta para pemanfaat sumberdaya alam maupun masyarakat belum sepenuhnya memahami arti penting dari manfaat keanekaragaman hayati. Selain membuka wilayah hutan dengan tidak terarah, pada eksploitasi hutan dan penyiapan lahan HTI dan perkebunan serta aktivitas pertambangan telah pula memberikan kontribusi pada pengrusakan daerah perlindungan bagi keanekaragaman hayati di Kaltim. Kemudian ditunjang pula dengan kebakaran hutan Kaltim yang terjadi di hampir setiap musim kemarau panjang. Sehingga kesemuanya itu berakibat pada degradasi keanekaragaman hayati di Kalimantan Timur ini. Ancaman lain terhadap keanekaragaman hayati khususnya satwa liar/satwa yang dilindungi terjadi antara lain karena adanya aktivitas pembukaan hutan yang dapat mengganggu dan mempersempit habitat satwa langka. selain itu juga satwa liar/satwa yang dilindungi yaitu Pesut Mahakam dewasa ini juga terancam punah yang diindikasikan oleh semakin menurunnya populasi satwa liar ini karena terganggu kondisi IV – 6 habitatnya di sebagian alur Sungai Mahakam, hal ini antara lain disebabkan oleh adanya peningkatan kuantitas dan frekuensi lalu lintas/ transportasi Sungai Mahakam yang dapat mengganggu satwa liar tersebut serta terjadinya penurunan kualitas air dan pendangkalan/sedimentasi di Sungai Mahakam. Meningkatnya predator ikan seperti ikan toman dan patin di perairan Sungai Mahakam mengakibatkan terputusnya rantai satwa liar/satwa lainnya. Ikan kecil yang merupakan sumber makanan bagi pesut mahakam telah diambil/direbut oleh predator ikan. Eceng gondok yang tumbuh subur didanau dan ditepi sungai sepanjang sungai mahakam, merupakan permasalahan tersendiri bagi satwa/pesut mahakam. Walaupun pada saat sedikit dianggap bermanfaat bagi satwa air, namun bila tumbuhnya sampai memenuhi permukaan danau yang kemudian berakibat pada pendangkalan dan kemudian terjadi pembusukan yang berlebihan maka akan menjadikan sedimentasi dan penurunan kualitas pada air sungai. Dengan demikian akan berakibat pada satwa yang ada di Sungai Mahakam. 2. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan 2.1. Tata Ruang dan Penggunaan Sumberdaya Alam dan Lahan Salah satu komponen penting dalam pengelolaan DAS adalah mengatur agar penggunaan lahan sesuai dengan kemampuan. Setiap unit lahan di dalam wilayah DAS memiliki kelas kemampuan/kesesuaian penggunaan lahan untuk menjamin pemanfaatan lahan yang lestari. IV – 7 Berbagai bentuk tata guna lahan dalam konsep pengelolaan DAS antara lain tata guna hutan, peta arahan penggunaan lahan wilayah DAS dan peta Tata Ruang wilayah provinsi/ kabupaten dapat menjadi acuan penilaian seberapa besar tingkat kepatuhan pengguna lahan dalam wilayah DAS sesuai dengan tataguna lahan yan ada. Masing-masing kabupaten/kota telah menyusun tata ruang wilayah menurut RTRW kabupaten/kota, namun dalam kenyataannya banyak terjadi ketidaksesuaian penggunaan lahan pada RUTR dan aktual yang terjadi di lapangan terutama pada arahan penggunaan kawasan-kawasan. Akibatnya banyak terjadi tumpangtindih /overlapping pemanfaatan ruang dan kawasan. Banyak permasalahan tata ruang dan penggunaan sumberdaya alam dan lahan yang dihadapi Kalimantan Timur saat ini. Diantara permasalahan kawasan tersebut antara lain karena adanya pinggir/sempadan sungai sebagai kawasan budidaya non kehutanan (sumber: TGHK), serta belum selesainya permasalahan tata batas, sehingga hal ini berakibat pada timbulnya masalah-masalah lain seperti terjadinya konflik pemanfaatan sumberdaya alam dan lahan oleh masyarakat karena penggunaannya bertentangan dengan teori konservasi. Banyak permasalahan yang terjadi pada saat tata ruang belum diselesaikan. Konflik konflik yang terkait dengan sumberdaya alam dan lahan semakin tinggi, karena tidak adanya pegangan kuat untuk penyelesaian. Masing-masing pihak merasa hak mereka untuk IV – 8 menguasai lahan dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Konflik ini semakin meningkat ketika aktivitas pertambangan dan perkebunan semakin marak di Kaltim ini. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa konflik antara perusahaan dan masyarakat terjadi. Akibat lainya adalah bahwa masyarakat membuka lahan dan untuk dikuasai, dengan harapan bahwa bila nanti ada perusahaan (baik tambang ataupun perkebunan) yang akan beroperasi di wilayah itu maka masyarakat akan dapat menjualnya pada perusahaan tersebut. Dengan demikian banyak wilayah yang terbuka tanpa diberi perlakuan konservasi yang memadai. 2.2. Permasalahan Antara Hulu dan Hilir Salah satu prinsip pembangunan berkelanjutan adalah keadilan, dimana prinsip ini menuntut agar ada distribusi manfaat dan beban secara proporsional antara semua orang dan kelompok masyarakat. DAS Mahakam berada pada 4 (empat) wilayah kabupaten yakni Kutai Barat, Malinau, Kutai Kartanegara dan Kutai Timur, serta 1 (satu) wilayah Kota Samarinda. Daerah hulu DAS Mahakam sebagian besar berada di Kabupaten Kutai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Malinau, daerah tengah DAS Mahakam meliputi sebagian besar Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian besar Kabupaten Kutai Timur, sedangkan daerah hilirnya meliputi sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda. Daerah hilir DAS Mahakam seperti sebagian wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda yang menerima IV – 9 dampak dan manfaat dari kondisi baik-buruknya daerah hulu DAS Mahakam. Misalnya, wilayah Kota Samarinda sering menerima dampak negatif seperti sering terjadi permasalahan pendangkalan/sedimentasi dan banjir, sebaliknya manfaat baiknya seperti ketersedian bahan baku air dari Sungai Mahakam untuk bahan baku air PDAM di Kota Samarinda. Oleh karena itu, perlu segera diupayakan membentuk kerjasama/ koordinasi secara sinergis antar kelima wilayah administrasi tersebut dalam rangka pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu. Sehingga, diharapkan dapat menghindari ego masing-masing wilayah administrasi tersebut, sebaliknya semakin terjamin peningkatan kerjasama dan sinkronisasi antar kelima wilayah administrasi tersebut dalam memecahkan permasalahan yang timbul di DAS Mahakam secara bersama-sama. Sehingga pemahaman akan ”one river one management” pada masing-masing pihak benar-benar telah terpola dengan baik. 2.3. Ketergantungan Penduduk Terhadap Lahan Keberadaan manusia memiliki pengaruh besar terhadap lingkungan dan sumberdaya alam, terutama lingkungan dan sumberdaya alam disekitarnya. berbanding Pemakaian sumberdaya alam bagi kehidupan manusia lurus dengan kemampuan menggunakan dan jumlah penduduk. Makin besar jumlah penduduk kebutuhan akan sumberdaya alam semakin tinggi dan dengan demikian tekanan terhadap sumberdaya alam juga semakin meningkat. manusianya dalam mengambil/ Demikian pula dengan kemampuan memanfaatkan sumberdaya alam, IV – 10 semakin tinggi kemampuannya akan semakin besar sumberdaya alam yang dikeluarkan. Oleh karena itu kemampuan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam ini haruslah diiringi dengan kemampuan mengelola secara bijak. Ledakan penduduk adalah merupakan salah satu permasalahan yang akan memberikan dampak terhadap lahan dan sumberdaya alam, dan lahan menjadi sasaran utama dari penduduk adalah lahan pertanian. Di Kabupaten Kutai Barat yang merupakan bagian hulu dari DAS Mahakam adalah Kabupaten yang memiliki laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,69%/ tahun, dan dengan kepadatan penduduk sebesar 5,30 jiwa/km2 (Kubar Dalam Angka, 2008), kepadatan penduduk Kabupaten Kutai Timur 6,67 jiwa/km2, sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Kutai Kertanegara yang berada lebih hilir dari Kabupaten Kubar adalah sebesar 1,44%/tahun dan dengan kepadatan penduduk sebesar 19,89 jiwa/km2 (Bappeda, 2009). Yang berarti bahwa Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat terhadap luasan wilayah masih sangat jarang dibandingkan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara yang lebih padat. Di Kalimantan Timur, Bidang pertanian (dalam arti luas) menempati urutan kedua dalam struktur perekonomian daerah setelah bidang pertambangan dan galian. Sebagai contoh Kabupaten Kutai Barat, bidang pertanian (arti luas) menempati urutan kedua dalam struktur perekonomian di daerah (dengan rataan sebesar 27,50% selama lima tahun terakhir) dan dalam perolehan PDRB daerah, kedua sesudah IV – 11 bidang pertambangan & penggalian. Dengan total luas lahan yang diperuntukan untukbidang pertanian di Kubar sebesar 50,45% dari luas wilayah Kabupaten (1.595.756 ha dari 3.162.870 ha), yang berarti lebih dari setengah wilayah kabupaten diperuntukkan untuk kegiatan pertanian. Hal ini disebabkan karena ketergantungan penduduk akan lahan sangat tinggi. Perlu digarisbawahi, bahwa pertanian lahan kering (upland-farming systems) yang dilakukan di Kalimantan Timur sebagian besar dalam bentuk perladangan gilir balik (shifting cultivation atau swidden agriculture), dengan teknik tebas-bakar (slash and burn). Pola pertanian lahan kering dalam bentuk perladangan gilir balik ini menyebabkan setiap kepala keluarga menguasai lahan untuk perladangan mereka sekitar 10ha, sebagai penyesuaian pola yang digunakan. Sehingga dengan pertumbuhan penduduk setiap tahunnya dan dengan lahan yang tersedia tetap maka lahan yang akan dibuka oleh masyarakat semakin luas. Demikian pula bila didaerah yang sudah banyak terbuka, yang menyebabkan lahan yang dapat dipakai untuk perladangan sudah berkurang maka akan menyebabkan masa ”bera” (masa istirahat lahan) semakin pendek, hal ini menyebabkan kesuburan lahanpun semakin turun, yang pada akhirnya akan berakibat pada pembukaan lahan yang lebih subur oleh masyarakat pula yang berarti lahan itu berada pada wilayah hutan. IV – 12 2.4. Budaya Konservasi Pada dasarnya sistem usaha tani yang berkembang di suatu wilayah merupakan hasil interaksi dari kemampuan fisik lingkungan, biologi dan serta orientasi, kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki oleh petani itu sendiri. Di Kalimantan Timur jelas terlihat bahwa sistem usaha tani yang diterapkan di suatu wilayah sesuai dengan karakteristik fisik seperti kondisi lereng, curah hujan serta kemampuan tanah. Sistem pertanian pertanian ladang gilir balik merupakan sistem usaha tani yang dianggap paling tepat bagi masyarakat lokal di wilayah ini. Nilai tradisional yang berkaitan dengan konservasi pada dasarnya pernah hidup di masyarakat Kalimantan Timur, yaitu berupa kepercayaan animisme sebelum agama masuk dan pengaruh agama merubah cara pandang masyarakat. Ada kepercayaan yang berkembang bahwa dalam membuka lahan harus meminta ijin lebih dahulu pada ”penunggu/penguasa” wilayah tersebut, dan bila tidak diijinkan maka perlu mencari lahan lainnya untuk dibuka menjadi perladangan. Tanda-tanda lahan tidak boleh dibuka berbagai macam, misalnya bila ada ular atau dengan ada tanda-tanda khusus ketika menancapkan ”parang” ke tanah yang akan dibuka, maka lahan tersebut tidak boleh dibuka, kalau dipaksakan juga dibuka maka ladang tidak akan memberikan hasil. Demikian pula dalam menebang pohon. Ada kepercayaan terhadap pohon pohon tertentu terutama pohon besar (khususnya pohon madu) tidak boleh ditebang. Dengan tumbuhnya pemikiran rasional nilai tradisional IV – 13 tersebut dapat diterima masyarakat bahwa jika pohon ditebang akan mempengaruhi hidrologi, erosi dan kerusakan alam. Dari uraian tersebut maka dapat dikatakan baha nilai tradisional yang dikemukakan diatas relatif masih dipercayai dan diaplikasikan oleh sebagian besar masyarakat sehingga banyak sumber-sumber air dan sempadan sungai dalam kondisi yang terjaga lingkungan sekitarnya. Dengan demikian disimpulkan bahwa nilai tradisional masyarakat menguntngkan menjaga kelestarian ekosistem DAS terutama sumberdaya lahannya. Tetapi permasalahan baru tumbuh di wilayah Kalimantan Timur ini. Dengan semakin meningkatnya arus migran dari luar Kaltim serta dengan adanya praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan kehutanan skala besar, yang ternyata belum sepenuhnya menerapkan teknik konservasi tanah dan air, serta dengan maraknya kegiatan pertamabangan yang juga ternyata tidak ramah lingkungan, maka budaya konservasi masyarakat mulai luntur seiring lajunya aktivitas tersebut serta lingkungan menjadi rusak. 2.5. Kelembagaan dan Pelibatan Stakeholder serta Masyarakat Sekitar Persoalan utama kelembagaan pengelolaan DAS Mahakam adalah antara lain (1). Belum adanya keterpaduan pelaksanaan kegiatan/program dimana masing-masing instansi yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya alam di dalam DAS menggunakan pendekatan komoditi dan IV – 14 sektoral serta terkotak-kotak pada wilayah administrasi masing-masing tanpa melihat DAS sebagai suatu ekosistem yang utuh dari hulu hingga hilir. Akibatnya anggaran pengelolaan yang digunakan kurang efektif untuk meningkatkan kualitas ekosistem DAS, (2). Terjadi overlap program karena masing-masing instansi memperjuangkan anggaran sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi dengan instansi lain yang memiliki tupoksi yang hampir sama. (3) Pelaksanaan kegiatan pengelolaan yang penanganannya masih mengandalkan pendekatan keproyekan tidak menyelesaikan tujuan pengelolaan secara tuntas (4). Penanganan masalah DAS tidak fokus terutama disebabkan karena belum adanya SIM (sistem informasi managemen) DAS. Pelaksanaan kegiatan dalam bentuk proyek sering mematikan potensi partisipasi masyarakat secara sukarela akibat adanya bentukbentuk insentif pada setiap pelaksaaan kegiatan. Kegiatan konservasi dan advokasi ingkungan dan sumberdaya alam saat ini lebih dominan diperankan oleh berbagai kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sengaja dibentuk untuk mendukung suatu proyek tertentu, namun kenyataannya sulit eksis selama proyek tersebut berlangsung, namun pada saat proyek tersebut selesai maka aktifitas juga tersendat. Secara singkat peran serta partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS belum terbangun secara berkesinambungan. Oleh sebab itu permasalahan dasar yang harus dipahami dan disepakati oleh berbagai pihak yang terkait dalam pengelolaan DAS Mahakam adalah : (1). Bagaimana mengintegrasikan barbagai IV – 15 kepentingan ke dalam suatu program pengelolaan DAS yang optimal. (2) Bagaimana program tersebut dapat didistribusikan ke dalam pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak sehingga jelas siapa, berbuat apa dan bagaimana para pihak dapat berkoordinasi dan dikoordinasikan dalam suatu sistem kelembagaan sehingga penyelenggaraan pengelolaan DAS berlangsung secara efisien dan efektif, serta dapat membantu peran serta partisipasi masyarakat secara luas dalam penyelamatan lingkungan DAS. B. Kajian dan Analisis Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang terlihat dari kondisi keragaman DAS Mahakam tergambar bahwa terdapat lima kelompok masalah, yaitu masalah yang terkait dengan hidrologi, tata ruang dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lahan, keanekaragaman hayati, sosial ekonomi dan budaya serta manajemen termasuk di dalamnya kelembagaan. Masalah hidrologi selain ditandai oleh meluasnya lahan kritis oleh erosi, meningkatnya sedimentasi dan juga peristiwa banjir yang frekwensi kejadiannya makin sering terjadi, fluktuasi aliran sungai yang makin tajam serta terdapat kecederungan dengan peningkatan bahan pencemar baik di sungai maupun danau. Pada tata ruang dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lahan, permasalahan yang terjadi ditandai dengan semakin banyaknya konflik yang terjadi, baik konflik vertikal maupun horizontal yang tidak IV – 16 berkesudahan. menjadi Akibatnya usaha perlakuan konservasi terhadap lahan terbengkalai karena masing-masing sibuk dengan mempertahankan wilayah penguasaan kegiatan. Degradasi keanekaragaman hayati dan terganggunya habitat satwa liar/satwa khususnya Pesut Mahakam yang diakibatkan oleh pembukaan wilayah yang tidak terarah oleh kegiatan eksploitasi hutan dan lahan oleh berbagai aktivitas perusahaan, dapat ditandai dengan berkurangnya populasi Pesut Sungai Mahakam. Dari aspek manajemen dan kelembagaan ditandai beberapa indikasi : (1). Kegiatan pengelolaan selalu dibatasi oleh pertimbangan administrasi bukan pada pertimbangan ekosistem sehingga dampak yang ditimbulkan oleh program/tindakan pengelolaan belum dapat efektif, (2). Belum adanya sistem informasi manajemen sehingga sering terjadi lokasi kegiatan tidak terarah pada lahan yang bermasalah, (3). Lemahnya koordinasi antar pihak/instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS, (4). Sistem Monev yang belum terpadu sehingga pekerjan yang sama dilakukan oleh instansi yang berbeda serta menggunakan standar dan kriteria yang berbeda selain itu data hasil Monev tidak terdokumentasi dengan baik dan benar. IV – 17 Tabel 4.1. Analisis Permasalahan Biofisik No. 1. 2. 3. 4. 5. Permasalahan Pokok Lahan Kritis Penyebab Utama a. Curah hujan relatif tinggi. b. Kondisi geofisik yang rentan seperti topografi/ kelerengan relatif curam dan jenis tanah relatif rentan erosi. c. Pembukaan hutan dan lahan termasuk perambahan hutan. d. Kegiatan perladangan yang tidak ramah lingkungan. e. Bencana kebakaran hutan dan lahan. Sedimentasi a. Aliran permukaan, erosi, dan longsor. b. Aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan HTI dan perkebunan, serta pertambangan. c. Pembukaan lahan untuk pembangunan (pemukiman, fasilitas industri) d. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai. Kualitas air a. Aktivitas pertambangan (keasaman air, (sungai/danau) pencucian dan pengendapan) b. Aktivitas perkebunan (pestisida, herbisida dan pupuk). c. Limbah eksploitasi hutan (pembusukan sisa penebangan dan limbah workshop). d. Limbah industri perkayuan. e. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai/danau). f. Air bangar di danau (pembusukan gulma di danau). Banjir a. Curah hujan tinggi. b. Perluasan lahan terbuka. c. Pengurukan daerah/kawasan penyimpan air. d. Drainase/kapasitas tampung saluran air yang tidak memadai. e. Terjadinya arus balik air sungai (back water). f. Pembuangan sampah rumah tangga ke sungai/ danau). Habitat Pesut a. Frekuensi transportasi air semakin meningkat, Mahakam Terganggu terutama penggunaan kapal ponton. b. Terjadinya kecenderungan pendangkalan danau & sungai. c. Meningkatnya populasi predator ikan (ikan Toman, Patin). d. Pesatnya perkembangan Eceng gondok terutama di danau. IV – 18 6. Degradasi keanekaragaman hayati 7. Degradasi Delta Mahakam a. Pembukaan wilayah yang tidak terarah. b. Aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan HTI dan perkebunan, serta pertambangan. c. Kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan. a. Perluasan konversi lahan di delta Mahakam untuk areal pertambakan. b. Keberadaan hutan mangrove semakin terancam, semakin rusak dan luasannya semakin sedikit. c. Terancam dampak negatif limbah dan polutan dari sungai Mahakam yang bermuara di delta Mahakam. Tabel 4.2. Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan No. Permasalahan Pokok 1. Tata Ruang dan penggunaan Lahan 2. Konflik pemanfaatan Sumberdaya Alam (SDA) dan lahan 3. Permasalahan Hulu - Hilir 4. Ketergantungan penduduk terhadap lahan 5. Pemahaman Budaya Konservasi yang masih lemah Penyebab utama a. Adanya tumpangtindih/overlapping pemantaan ruang/kawasan. b. Adanya kawasan pinggir/sempadan sungai sebagai kawasan budidaya non kehutanan (sumber: TGHK). c. Masih belum selesainya permasalahan tata batas. a. Masih adanya egosektoral dalam pemanfaatan SDA. b. Maraknya pemanfaatan lahan seperti untuk aktivitas pertambangan dan perkebunan yang menimbulkan konflik dengan masyarakat. c. Usaha penguasaan lahan oleh masyarakat. a. Belum adanya mekanisme/pengaturan kompensasi. b. Belum optimalnya peran lembaga terkait dalam menangani masalah hulu-hilir. c. Belum terpolanya pemahaman ”One River, One Management”. a. Mayoritas penduduk bermata-pencaharian di sektor pertanian. b. Budaya teknik perladangan gilir balik. a. Adanya praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan kehutanan yang belum menerapkan teknik konservasi tanah dan air. b. Praktik kegiatan pertambangan yang tidak ramah lingkungan. IV – 19 6. Kelembagaan 7. Pelibatan masyarakat sekitar dalam dunia usaha 8. Pendanaan a. Belum optimalnya kerjasama/koordinasi lembaga-lembaga terkait dalam penanganan DAS Mahakam. b. Terbatasnya instrumen peraturan perundangan yang mengatur kelembagaan DAS Mahakam. a. Tidak terpenuhinya persyaratan pendidikan dan keterampilan minimal yang dibutuhkan perusahaan. b. Keterbatasan masyarakat sekitar dalam mendapatkan informasi perusahaan. a. Terbatasnya dana pemerintah. b. Adanya ketergantungan pendanaan pengelolaan DAS dari Pemerintah Pusat. c. Keterlibatan pihak pengguna jasa lingkungan DAS dalam pendanaan kegiatan belum diatur secara baik. d. Penyaluran dan penggunaan dana tidak efisien dan efektif. C. Rumusan Permasalahan Dari hasil analisis tersebut di atas, rumusan masalah yang berkaitan dengan pengelolaan DAS Mahakam dapat diuraikan sebagai berikut : 1). Bagaimana menekan laju perluasan lahan kritis dan laju sedimentasi, serta penanggulangan banjir dan pencemaran air yang terjadi di DAS Mahakam. 2). Bagaimana mengatasi terganggunya habitat Pesut Mahakam dan degradasi keanekaragaman hayati yang terjadi di DAS Mahakam, serta degradasi delta Mahakam. 3). Bagaimana menata/mengatur ruang dan penggunaan lahan yang memperhatikan kesesuaian aspek ekonomi, sosial dan lingkungan di dalam DAS Mahakam. IV – 20 4). Bagaimana mengatasi kebutuhan lahan untuk penghidupan masyarakat di sektor pertanian, serta meningkatkan pemahaman budaya konservasi di sektor pertanian, perkebunan, pertambakan, kehutanan dan pertambangan di DAS Mahakam. 5). Bagaimana mewujudkan suatu lembaga yang mengkoordinasikan parapihak terkait dalam pengelolaan DAS Mahakam dan pendanaannya, serta dapat menangani permasalahan hulu – hilir dan pelibatan masyarakat. V–1 V. RENCANA DAN STRATEGI PENGELOLAAN A. Tujuan dan Sasaran Berdasarkan hasil analisis dan perumusan masalah pengelolaan DAS Mahakam seperti yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya serta mengacu pada hasil rumusan diskusi dari para pihak dalam pengeloaan DAS,maka tujuan pengelolaan DAS Mahakam adalah sebagai berikut: 1). Terwujudnya koordinasi,integrasi, sinkronisasi dan sinergi para pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS Mahakam. 2). Terwujudnya kondisi tata air DAS Mahakam yang optimal meliputi jumlah, kualitas dan distribusi ruang dan waktu. 3). Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan daya tampung DAS Mahakam. 4). Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam wilayah DAS Mahakam dari hulu sampai hilir Hal tersebut di atas sesuai dengan Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu yang tercsnum dalam Permenhut No: P.39/Menhut-II/2009. Dalam lampiran Permenthut tersebut dinyatakan bahwa upaya memperbaiki kondisi DAS pada dasarnya bertujuan adalah untuk mewujudkan perbaikan lingkungan seperti penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor, dan kekeringan secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumberdaya hutan dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air V–2 DAS, serta memberikan manfaat sosial ekonomi yang nyata bagi masyarakat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam merupakan salah satu kawasan di Kalimantan Timur yang memiliki luas 8,2 juta hektar atau sekitar 41% dari luas wilayah Propinsi KalimantanTimur. Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam dangan luas : 77.095.460 ha meliputi wilayahkabupaten Kutai Barat, Kutai Timur, Malinau, Kutai Kertanegara dan kota Samarinda. Bahkan daerah tangkapan airnya tidak hanya di propinsi Kalimantan Timur, namun juga di propinsi Kalimantan Tengah dan diduga sebagian kecil di Serawak yang merupakan Negara Bagian Malaysia. (Mislan dan Naniek, 2005). Panjang Sungai Mahakam mencapai 920 km dengan luasnya 149.227 km2 serta memiliki lebar antara 300-500 meter Sungai ini melewati wilayah kabupaten Kutai Barat bagian hulu hingga kabupaten Kutai Kertanegara dan Samarinda dibagian hilirnya. Sedangkan lahan kritis di Kalimantan Timur telah mencapai luasan 6.402.471 hektar yang diakibatkan oleh kebakaran hutan, pembalakan haram, serta pembukaan lahan untuk pemukiman dan kepentingan sektor lainnya. Setiap tahunnya tidak kurang dari 350.000 hektar hutan yang terdegradasi di berbagai wilayah di provinsi ini. (BPDAS Mahakam-Berau) Berdasarkan kondisi obyektif seperti tersebut di atas, maka sasaran jangka panjang (15 tahun) yang ini dicapai sesuai lingkup waktu rencana pengelolaan DAS Mahakam sebagai berikut: V–3 1). Terbangunnya model kelembagaan pengelolaan DAS yang akomodatif, partisipatif, terpadu dan berorientasi pada pencapaian tujuan pengelolaan DAS; 2). Terkendalinya laju erosi dan sedimentasi, bencana banjir dapat ditekan seminimal mungkin, serta laju pencemaran air pada tingkat ambang batas yang diperkenankan; 3). Terkendalinya degradsi keanekaragaman hayati dan degradasi delta Mahakam; 4). Meningkatnya kualitas habitat untuk berkembangnya kehidupan liar, khususnya habitat bagi kelangsungan hidup Pesut Mahakam; 5). Adanya kesesuaian penggunaan lahan dengan RTRWP Kabupaten/Kota dan Provinsi Kalimantan Timur; 6). Meningkatkan kesejahteran masyarakat di DAS Mahakam; 7). Meningkatkan partisipasi para pihak yang memanfaatankan sumberdaya alam (SDA) dan jasa lingkungan di DAS Mahakam. B. Strategi Pencapaian Strategi yang digunakan dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan dirumuskan dalam bentuk program dan proyek serta kegiatan untuk kurun waktu 15 tahun. Untuk ini sikronisasi program nasional serta program lokal perlu dilaksanakan dalam rangka memperoleh manfaat yang berkesinambungan serta efektivitas serta efisiensi penggunaan anggaran. Demikian juga digalang partisipasi masyarakat serta berbagai pihak yang berkepentingan dalam V–4 pemanfaatan DAS Mahakam. Upaya pengelolaan DAS yang efektif dan efisien serta terpadu ini bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi para pihak yang dalam hal ini adalah sektor pertanian, perkebunan, pertambangan, perikanan, demikian juga untuk para petani menetap maupun petani gilir balik Sehubungan dengan tujuan dan sasaran pengelolaan yang dirumuskan seperti telah diuraikan dalam bab terdahulu, maka unsurunsur utama dalam startegi pencapaian sebagai berikut: 1). Adanya struktur pengelola (lembaga) dan mekanisme kerja yang jelas siapa yang melaksanakan apa, monitoring, evaluasi sehingga terwujud suatu sistem pengelolaan DAS terpadu dan berkelanjutan yang dalam hal ini sering disebut “One River, One Plan, One Management”; 2). Rencana pengelolaan dilaksanakan secara bertahap dan menggunakan skala prioritas yang diselaraskan dengan system perencanaan pembangunan nasional dan lokal; 3). Partisipasi dan pelibatan berbagai pihak dalam pengelolaan DAS dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Permasalahan yang ada pada saat ini serta arahan program utama yang perlu dirancang dalam rangka Pengelolaan DAS Terpadu demi tercapainya tujuan pemanfaatan yang optimal dan lestari pada DAS Mahakam disajikan pada Tabel 5.1. V–5 Tabel 5.1. Masalah dan Arahan Program Utama dalam Pengelolaan DAS Mahakam Secara Terpadu. 1. Kelompok Masalah Utama Lahan Kritis 2. Sedimentasi 3. Kualitas air sungai /danau 4. Banjir 5. Degradasi Keaneka-ragaman Hayati 6. Degradasi Delta Mahakam 7. Habitat Pesut Mahakam Terganggu 8. Tata Ruang dan penggunaan Lahan No. Pokok Masalah Meluasnya lahan kritis akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan. Adanya bencana kebakaran hutan dan lahan. Terjadinya peningkatan laju sedimentasi. Terjadinya pencemaran air sungai dan danau. Banjir merugikan masyarakat dan aktivitas masyarakat tergangu. Keberadaan keaneka-ragaman hayati dan satwa liar terganggu habitatnya sehingga terancam punah. Rusaknya kawasan delta Mahakam. Keberadaan hutan mangrove semakin sedikit dan terganggu. Menurunnya kualitas habitat untuk Pesut Mahakam sehingga ada kekhawatiran punahnya Pesut. Terjadinya tumpang tindih/overlapping Program/Kegiatan yg dapat Dilakukan Rehabilitasi dan reklamasi lahan. Reboisasi dan penghijauan. Penyuluhan kehutanan. Pengerukan sungai. Pengendalian erosi dan sedimentasi. Penyuluhan dan pendidikan keterampilan. Pola hidup bersih. Pengerukan dan penataan alur sungai. Pembuatan embung dan polder. Penyelamatan keanekaragaman hayati dan satwa liar. Kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Pemetaan kawasan Delta Mahakam. Konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove. Identifikasi serta pengamatan siklus hidup Pesut. Penelitian Populasi Pesut. Pengembalian status V–6 pemanfaatan ruang/kawasan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukannya. 9. 10. Konflik Terjadinya konflik pemanfaatan yang bersifat Sumberdaya Alam vertikal maupun (SDA) dan lahan horizontal. Permasalahan Hulu Belum ada kesepa– Hilir DAS katan antar Mahakam pemerintah daerah tentang hulu – hilir DAS Mahakam. 11. Ketergantungan penduduk terhadap lahan. 12. Pemahaman Budaya Konservasi yang masih lemah. 13. 14. 15. Belum efektifnya peran sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja. Masih banyak anggota masyarakat yang belum berperi laku ramah lingkungan. Kelembagaan Belum optimal dan efektif lembaga formal yang ada. Pelibatan Masih banyak masyarakat sekitar tenaga kerja lokal dalam dunia usaha. tidak dapat ditampung dalam kegiatan industri. Pendanaan Terbatasnya dana yang tersedia serta belum adanya anggaran dari Pemerintah Daerah. kawasan/lahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku melalui instansi yang berwenang. Sosialisasi peraturan perundangan terkait. Manajemen konflik. Redistribusi lahan. Koordinasi dan kerjasama antar pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayah DAS Mahakam. Penyuluhan serta pendidikan keteram-pilan agar bisa berwiraswasta. Aplikasi Agroforestry. Penyuluhan dan pendidikan konservasi. Pembentukan lembaga pengelola DAS Mahakam. Pemberdayaan masyarakat dan penyuluhan. Kapasitas building dan penggalian dana dari pihak luar negeri dan sektor swasta. V–7 C. Kebijakan, Program dan Kegiatan 1. Kebijakan Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS Menteri Kehutanan Rwpublik Indonesia pada Kabinet Bersatu Jilid I telah menerbitkan Peraturan Menteri No : 39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Pengelolaan Daerah penyempurnaan serta pengganti Aliran Sungai terpadu sebagai dari Keputusan Menteri Kehutann Nomor 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Untuk tahun 2009 s/d 2014 , Kementrian Kehutanan pada Kabinet Indonesia bersatu jilid II menetapkan 6 (enam ) missi yang akan menjadi pedoman melangkah mengurus sector kehutanan Indonesia. Adapun missinya yaitu : 1). Memantapkan kepastian status kawasan hutan serta kualitas data dan informasi kehutanan; 2). Meningkatkan produksi dan diversifikasi hasil hutan dan daya saing kehutanan; 3). Memantapkan penyelenggaraan perlindungan dan konservasi SDA; 4). Memelihara dan meningkatkan daya dukung DAS; 5). Meningkatkan ketersediaan produk teknologi dasar terapan dan kompetesi SDA; 6). Dan memantapkan kelembagaan penyelenggaraan tata kola kehutanan. Sejalan dengan 6 (enam) misi tersebut ditetapkan juga adanya 8 (delapan) program kerja yang mencakup : V–8 1). Pemantapan kawasan hutan yg berbasis pengelolaan hutan lestari; 2). Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS; 3). Perlindungan dan pengamanan hutan; 4). Konservasi SDA hayati dan ekosistemnya; 5). Revitalisasi hutan dan produk kehutanan; 6). Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan; 7). Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sector perhutanan; dan 8). Penguatan kelembagaan kehutanan. Terlihat bahwa masalah konservasi, perlindungan, serta penguatan kelembagaan kehutanan menjadi program nasional yang tujuannya adalah memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dan lestari. Dalam kaitannya dengan pengelolaan DAS juga ditenggarai bahwa pengelolaan DAS di Indonesia kurang optimal yang berakibat rusaknya dan kritisnya kondisi DAS. Muncul suatu kesadran bahwa dalam mengelola DAS harus dilaksanakan secara terpadu sebagai pengetrapan falsafah pengelolaan sungai “one river one management”. Dengan mengelola DAS secara terpadu maka diharapkan terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar berbagai pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan linkungan DAS. Untuk keperluan ini maka suatu wadah yang mempunyai wewenang melakukan koordinasi dan sinkronisasi dari berbagai pihak baik itu adalah lembaga kedinasan maupun lembaga swadaya masyarakat perlu diwujudkan. Pada saat ini telah dibentuk pada tingkat propinsi Kalimantan Timur Forum V–9 Daerah Aliran Sungai Kalimantan Timur (Forum DAS Kaltim) demikian juga adanya lembaga bentukan Kementrian Pekerjaan Umum suatu lembaga yang bernama Dewan Sumber Daya Air. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa kebijakan dalam pengembangan kelembagaan terpadu pengelolaan DAS dilakukan dengan mengefektifkan kelembagaan formal yang ada seperti Bappeda tingkat Provinsi, BP-DAS Mahakam Berau, Dinas Kehutanan Propinsi, BKSDA Kaltim, Taman Nasional Kutai, Bappeda Kabupaten/Kota .Fungsi dan wewenang Lembaga yang dibentuk hanya bersifat koordinatif serta mensinkronkan kegiatan sektoral agar lebih terarah pada pemecahan masalah di dalam DAS Mahakam. Sedangkan POAC implementasi kegiatan dilaksanakan oleh masingmasing sektor/instansi sesuai dengan Tupoksi. Dalam pengelolaan DAS harus dilaksanakan secara terpadu sebagai penerapan falsafah pengelolaan sungai “one river one management”. Pengelolaan DAS secara terpadu ini diharapkan untuk mewujudkan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi (KISS) antar berbagai pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS. Untuk keperluan ini diperlukan suatu wadah yang mempunyai wewenang melakukan KISS dari berbagai pihak yang terkait. Kebijakan dalam pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS terpadu dilakukan dengan mengefektifkan kelembagaan formal yang ada atau membentuk badan/lembaga tertentu, sedangkan wewenang dan fungsi lembaga yang dibentuk hanya bersifat koordinatif serta mensinkronkan kegiatan sektoral agar lebih terarah pada pemecahan masalah di DAS Mahakam. Oleh V – 10 karena itu, kebijakan pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS terpadu dalam jangka panjang agar mencakup antara lain: 1). Optimalisasi fungsi lembaga formal dan lembaga informal yang ada dan mensinkronkan dengan fungsi dan peran pengelolaan DAS yang akan dibentuk; 2). Mengembangkan struktur kelembagaan DAS Mahakam yang mencakup pada tingkat provinsi sampai ke tingkat kabupaten/kota yaitu Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Malinau; 3). Mendayagunaan SDM dan sarana pendukung yang ada di instansi terkait, menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan SDA di DAS Mahakam, serta melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi dan LSM yang terkait dalam konservasi SDA di DAS Mahakam; 4). Membangun sistem koordinasi pengelolaan DAS terpadu yang berkesinam-bungan dan menyusun tata kerja hubungan antar lembaga yang dapat mendukung pengelolaan Sungai Mahakam dalam Satu Perencanaan dan Satu Pengelolaan (One River One Plan One Management). Program-program yang perlu dikembangkan dalam rangka pengembangan serta pembentukan kelembagaan seperti yang telah di sajikan pada Tabel 5.1 di atas. V – 11 2. Kebijakan Pemantapan Tata Ruang Wilayah DAS Provinsi Kalimantan Timur memiliki luas daratan 19.884.117 hektar dengan wilayah laut seluas 1.021.657 hektar. Dari hasil paduserasi tahun 1999, Kalimantan Timur memiliki kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) seluas 5.170.784,60 hektar, kawasan budidaya kehutanan (KBK) seluas 9.774.753,19 hektar, hutan lindung 2.816.319,73 hektar, cagar alam 1.478.367,79 hektar, taman hutan raya 71.099,80 hektar, Taman Nasional 204.399,06 hektar, hutan produksi 25.786,38 hektar. Hamparan hutan yang didominasi oleh hutan dipterocarpa, yang saat ini sebagian besar telah mengalami degradasi. Sampai saat ini di Kaltim tidak kurang dari 2,5 juta ha telah diberikan bagi perkebunan besar kelapa sawit (terdapat tidak kurang 145 perkebunan besar swasta dengan luas 1,8 juta ha memperoleh ijin dari Bupati/Walikota, dimana 34 perusahaan dengan luas 380 ribu hektar telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU), dan baru seluas 187 ribu hektar yang berproduksi), 1,5 juta ha bagi pertambangan, 8,1 juta ha bagi pengusahaan hutan (6,4 juta ha HPH (88 perusahaan) dan 1,7 juta ha HTI (25 perusahaan)). Sementara luas lahan pertanian kian menurun, yaitu hanya sekitar 141 ribu ha yang panen pada tahun 2005. Dalam berbagai kesempatan Pemprov Kaltim bahkan menyatakan bahwa perkebunan besar kelapa sawit akan terus ditambah hingga luasan 3,5 s/d 5 juta ha. RTRWP Kaltim yang diharapkan menjadi sebuah dokumen publik sebagai pegangan arah pembangunan berdasarkan keruangan, saat ini V – 12 masih dibahas dan belum disyahkan oleh Pemerintah. Menjadi harapan kita semua bahwa RTRWP Kaltim dapat disyahkan dalam tahun ini juga sehingga kedepan pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota dapat merencanakan pembangunan wilayah dengan dasar hukum yang jelas. Kebijakan pemantapan tata ruang wilayah di DAS Mahakam ini diperlukan karena adanya beberapa masalah tumpang tindih/overlapping dalam pemanfaatan ruang/kawasan dan SDA yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukannya di DAS Mahakam, serta adanya permasalahan penataan batas kawasan yang masih belum selesai. Permasalahan tersebut selain dapat menimbulkan konflik horizontal dan vertikal, juga akibat pemanfaatan SDA yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukannya diantaranya dapat memicu timbulnya bencana lingkungan seperti peningkatan laju erosi, sedimentasi dan banjir serta kerusakan lingkungan lainnya. Penanganan permasalahan tersebut di atas dapat diupayakan melalui kebijakan pemantapan tata ruang wilayah DAS Mahakam, antara lain dengan cara mengembalikan/berlandasakan pada peraturan perundangan terkait yang berlaku, meskipun pada saat yang bersamaan sedang dilakukan kajian revisi RTRWP Kaltim. Selain itu, juga perlu segera diupayakan penyelesaian penataan batas kawasan, sehingga terjamin kepastian dan status kawasan, serta ruang/kawasan sesuai dengan fungsi peruntukannya. pemanfaatan V – 13 3. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Konservasi dan rehabilitasi terhadap hutan dan lahan merupakan kegiatan pokok dalam pengelolaan DAS. Hasil dari kegiatan ini akan dapat memberikan dampak positif pada sistem tata air, produktivitas hutan dan lahan, dapat menurunkan tingkat laju erosi dan sedimentasi, serta menopang kelestarian keanekaragaman hayati. Pada saat ini di DAS Mahakam terjadi suatu aktivitas pembangunan ekonomi yang menjadi sumber pendapatan baik bagi masyarakat ataupun pendapatan daerah, diantaranya aktivitas pengusahaan hutan, pembangunan kebun kelapa sawit, pengusahaan pertambangan batu bara, perikanan, pertanian dan perladangan. Terutama seperti aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan dan aktivitas perkebunan, serta aktivitas eksploitasi batu bara, diduga dapat menimbulkan dampak negatif antara lain peningkatan lahan kritis, laju erosi dan sedimentasi, banjir dan pencemaran air sungai, serta kemerosotan keaneka-ragaman hayati dan terganggunya satwa liar. Suatu hal yang menonjol pada akhir-akhir ini juga maraknya kegiatan “illegal logging” dikarenakan akibat adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan banyak perusahaan HPH yang terhenti kegiatanannya yang menyebabkan munculnya areal tidak bertuan. Data statistik tahun 2009 total luas lahan yang termasuk dalam kategori lahan sangat kritis di Propinsi Kalimantan Timur adalah 3.648.794,44 Ha. Yang termasuk kritis seluas 976.971,78 Ha sedangkan V – 14 yang termasuk kategori agak kritis seluas 8.247.907,07 Ha. Total luas lahan yang termasuk kategori potensial kritis seluas 7.440.426,49 Ha, sedangkan yang termasuk kategori tidak kritis adalah seluas 2.585.840,76 Ha. Untuk kawasan DAS Mahakam yang termasuk dalam kategori kritis meliputi areal seluas 330.093,80 Ha, sedangkan untuk wilayah di Kabupaten Kukar areal lahan yang termasuk agak kritis meliputi areal seluas 1.085.774,60 ha. Sasaran yang ingin dicapai dari usaha konservasi dan rehabilitasi hutan antara lain sebagai berikut: 1). Terwujudnya kualitas kawasan hutan yang mampu berfungsi optimal sebagai sistem penyangga kehidupan yakni hutan sebagai fungsi hidroorologis dan penopang kelestarian keanekaragaman hayati; 2). Terwujudnya manfaat jasa lingkungan yang optimal dalam mendukung kehidupan sosial ekonomi dan budaya; 3). Terwujudnya partisipasi aktif masyarakat sekitar hutan yang sekaligus juga dapat memanfaatkan hasil hutan non kayu yang dapat menopang kehidupan serta kesejahteraannya. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam upaya konservasi lahan sebagai areal budidaya antara lain: 1). Meningkatkan produktivitas pertanian; 2). Menurunkan laju erosi tanah pada lahan pertanian; V – 15 3). Mewujudkan suatu kesadaran bagi masyarakat betapa pentingnya konservasi tanah dan air dalam mendukung pemanfaatan lahan yang lestari. Selain upaya konservasi lahan pada areal budidaya baik pertanian maupun perkebunan, juga pada kawasan pertambangan batu bara perlu komitmen secara serius terhadap upaya tindakan reklamasi lahan dan revegetasi. Oleh karena itu, terkait dengan kebijakan konservasi dan rehabilitasi terhadap hutan dan lahan, sehingga beberapa program yang perlu dilakukan antara lain program konservasi dan rehabilitasi terhadap hutan dan lahan yang meliputi kegiatan reboisasi, penghijauan, penyuluhan dan pembangunan demplot, serta program konservasi tanah dan air. D. Analisis Peran dan Kelembagaan 1. Identifikasi Para Pihak, Fungsi dan Peran Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mencanangkan suatu “Visi Kaltim Bangkit 2013” yaitu "Mewujudkan Kaltim sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera", selain itu juga mencanangkan Kaltim Hijau (Kaltim Green) dan program REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation). Untuk mewujudkan visi dan program tersebut berkaitan dengan V – 16 pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam dapat diidentifikasi SKPD maupun para pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan terutama masyarakat yang mendiami kawasan DAS Mahakam, demikian juga kalangan dunia usaha dan instansi pemerintah baik pusat maupun instansi daerah. Beberapa instansi yang sangat erat hubungannya dengan pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam antara lain di tingkat provinsi seperti BAPPEDA, BLH, Dinas Kehutanan, Dinas PU, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Perikanan, Dinas Pertambangan, Badan Pertanahan, Badan Pemberdayaan Masyarakat dll., selain itu juga BPDAS Mahakam Berau, Balai Wilayah Sungai III Kaltim, BKSDA dll., instansiinstansi/SKPD di tingkat daerah/kota terkait, serta Forum DAS Kaltim, Dewan Sumberdaya Air Kaltim, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga lain yang terkait. Masing-masing instansi/lembaga terkait ini memiliki fungsi dan peran atau TUPOKSI baik formal maupun informal yang perlu disinkronkan dan disinergiskan untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam. Beberapa Visi dan Misi serta tugas pokok dari instansi yang terkait dengan DAS Mahakam dapat diuraikan sebagai berikut : 1). BAPPEDA Provinsi Kalimantan Timur. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Bappeda berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 46 tahun 2008 maka Visi Bappeda Provinsi Kalimantan V – 17 Timur yaitu "Terwujudnya Perencanaan Pembangunan Daerah Yang Berkualitas Dalam Rangka Mewujudkan Kalimantan Timur Sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka. Visi tersebut dicapai melalui 4 ( empat ) Misi, yaitu : 1). Menyusun perencanaan pembangunan daerah tepat guna dan komperhensif sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah . 2). Mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan mensinkronkan perencanaan pembangunan regional dan sektoral. 3). Mengoptimalkan evaluasi dan pengendalian pembangunan. 4). Meningkatkan pembangunan pegelolaan guna data penyusunan statistik serta perencanaan hasil yang kajian lebih berkualitas. Sedangkan dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut, BAPPEDA mempunyai fungsi: 1). Perumusan kebijakan bidang perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan rencana strategis yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah; 2). Pemberian dukungan atas perencanaan, pembinaan dan pengendalian kebijakan bidang perencanaan pembangunan daerah; 3). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian bidang ekonomi; V – 18 4). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM); 5). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian bidang pemerintahan dan aparatur; 6). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian bidang prasarana dan pengembangan wilayah; 7). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian bidang statistik dan pengendalian pembangunan; 8). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian bidang pengkajian dan pembiayaan pembangunan daerah; 9). Peyelenggaraan urusan kesekretariatan; 10). Penyelenggaraan unit pelaksana teknis badan; 11). Pembinaan Kelompok Jabatan Fungsional; 12). Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, Bappeda Provinsi Kalimantan Timur melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang perencanaan dan statistik daerah V – 19 2). Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kaltim Visi dari Badan Lingkungan Hidup Propinsi Kalimantan Timur ialah "Keseimbangan Pembangunan dan Kelestarian Lingkungan Hidup" dengan misi sebagai berikut: 1). Meningkatkan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2). Mengembangkan Kapasitas Lingkungan Hidup. 3). Melaksanakan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. 4). Melaksanakan Pengendalian Kerusakan Lingkungan hidup. 5). Melaksanakan Penaatan Hukum Lingkungan Hidup secara tegas. 6). Mengembangkan koordinasi, kerjasama dan kemitraan di bidang lingkungan hidup. 7). Melaksanakan tugas pokok dan fungsi secara profesional dan bertanggungjawab Sedangkan tugas pokok Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan Timur melaksanakan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan di Provinsi Kalimantan Timur dan oleh BLH (Instansi Lingkungan Hidup) Kabupaten/Kota di wilayahnya. Secara rinci fungsi dari BLH Provinsi Kalimantan Timur adalah : 1). Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup Provinsi Kalimantan Timur, dan Koordinasi perencanaan pengelolaan lingkungan hidup V – 20 Kabupaten/Kota; 2). Perumusan kebijaksanaan operasional pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan; 3). Pelaksanaan koordinasi pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan; 4). Pengembangan program kelembagaan, peningkatan kapasitas dan SDM, serta peran serta seluruh mitra lingkungan dalam pengendalian dampak lingkungan; 5). Pelaksanaan pembinaan teknis pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan 6). Pembinaan dan pengendalian teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 7). Pengawasan pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan; 8). Peningkatan Pelatihan terhadap aparat Bapedalda Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam upaya meningkatkan keterampilan dan profesionalisme terhadap kebijaksanaan operasional pengelolaan lingkungan; 9). Pelaksanaan Penaatan Hukum Lingkungan; 10). Pengembangan system dan layanan informasi kepada masyarakat V – 21 dalam rangka pelaksanaan pengelolaan pengendalian dampak lingkungan hidup; 11). Pelaksanaan tugas - tugas kesekertariatan dalam rangka peningkatan kinerja Bapedalda dalam pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan hidup; 12). Pelaksanaan tugas - tugas lain yang diberikan oleh Gubernur. 3). BP-DAS Mahakam Berau Visi Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau adalah ; “Terwujudnya fungsi DAS yang optimal melalui optimalisasi fungsi hutan dan lahan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat”. Berdasarkan visi tersebut, Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau menetapkan misi dengan dasar-dasar pemikiran sebagai berikut : 1). Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam pengelolaan DAS. 2). Mengembangkan Sistem Informasi Pengelolaan DAS. 3). Mengembangkan Model Pengelolaan DAS. 4). Meningkatkan kerjasama dengan para pihak dalam optimalisasi fungsi hutan dan lahan. 5). Memantapkan sistem monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS. V – 22 6). Meningkatkan peras serta masyarakat dalam optimalisasi fungsi hutan dan lahan. Sedangkan Tugas Pokok dan Fungsi dari BP-DAS Mahakam Berau adalah melaksanakan Penyusunan Rencana, Pengembangan Kelembagaan dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Balai Pengelolan DAS Mahakam Berau menyelenggarakan fungsi : 1). Penyusunan rencana pengelolaan daerah aliran sungai. 2). Penyusunan dan penyajian informasi daerah aliran sungai 3). Pengembangan model pengelolaan daerah aliran sungai 4). Pengembangan kelembagaan kemitraan pengelolaan daerah aliran sungai 5). Pemantauan dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai 6). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai. 4). Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Timur Visi dari Dinas Pertanian Prop. Kaltim adalah terwujudnya Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura yang Berbasis Agribisnis Tahun 2008 Sedangkan Misi yang diemban adalah 1).meningkatkan Kualitas SDM Aparatur, Kelembagaan dan Petani/Kelompok Tani; 2) Meningkatkan ketahanan pangan masyarakat; 3) Menciptakan sistem dan usaha V – 23 agribisnis tanaman pangan dan hortikultura; 4). Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi tanaman pangan dan hortikultura;5).Pencapaian peningkatan pendapatan petani dan keluarganya. Sasaran: bertambahnya kawasan sentra produksi dan sentra/terminal agribisnis di pedesaan. Tujuan : 1). Meningkatnya kemampuan SDM. 2). Mempercepat terwujudnya industrialisasi tanaman pangan dan hortikultura berbasis pedesaan. 3). Meningkatkan daya saing produksi tanman pangan dan hortikultura serta mengurangi ketergantungan terhadap produksi dari luar daerah/negeri. 4). Meningkatnya kesejahteraan petani dan keluarganya yang berbasis pada usaha tani tanaman pangan hortikultura di pedesaan. 2. Rumusan Kelembagaan Pengelolaan DAS Mahakam Terpadu Menurut Daihuri dkk (2001) kelembagaan dapat diartikan sebagai institusi, lembaga/organisasi berbadan hukum untuk mengelola suatu kegiatan yang memiliki personil, pendanaan dan fasilitas, dan arti yang kedua kelembagaan nilai-nilai (institutionaloization). Apakah Pengelolaan DAS Mahakam Terpadu memerlukan kelembagaan/organisasi sendiri seperti misalnya yang di Pulau Jawa misalnya ada Badan Otorita Sungai V – 24 Brantas atau yang mengelola Jatiluhur yaitu Badan Otorita Waduk Jatiluhur yang mengelola sebagian dari DAS Sungai Citarum? Mengamati permasalahan yang komplek dan mencakup 4 (empat) kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Malinau serta kota Samarinda serta kita ketahui bahwa DAS Mahakam mencapai luasan 7.721.128,340 Ha dengan panjang S. Mahakam mencapai 920 KM maka berkenaan dengan tujuan dari pengelolaan DAS terpadu adalah terwujudnya koordinasi, integrasi , sinkronisasi, dan sinergi antar pihak dalam pengelolaan sunberdaya alam dan lingkungan DAS Mahakam suatu lembaga atau badan sepertinya diperlukan untuk dibentuk. Lembaga ini diharapkan dapat menjalankan fungsi fasilitasi keterlibatan para pihak dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan air. Di Kalimantan Timur telah dibentuk suatu Forum yang bernama Forum Daerah Aliran Sungai Kalimantan Timur (Forum DAS Kaltim) yang merupakan tindak lanjut dari SK Menhut No S.652/Menhut-V/2006 tentang penbentukan wadah koordinasi pengelolaan DAS. Sekarang ini juga ada juga organisasi yang bernama Dewan Sumber Daya Air yang merupakan organ yang berinduk kepada Kementrian Pekerjaan Umum berkaitan dengan adanya UU Sumberdaya Air. Kedua Forum ini ruang lingkup kerjanya meliputi seluruh Kalimantan Timur. Jadi bila ingin ada lembaga yang lebih focus dan khusus untuk menangani pengelolaan terpadu pada V – 25 DAS Mahakam maka diperlukan adanya kelompok kerja atau sekaligus badan pengelola khusus. Sehubungan dengan tujuan dari pengelolaan DAS terpadu adalah terwujudnya koordinasi, integrasi , sinkronisasi, dan sinergi (KISS) antar pihak dalam pengelolaan sunberdaya alam dan lingkungan DAS Mahakam, sehingga untuk mewujudkan KISS ini diperlukan pembentukan kelompok kerja antar instansi terkait atau suatu lembaga atau badan. Kelompok kerja atau lembaga ini diharapkan dapat menjalankan fungsi fasilitasi keterlibatan para pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS Mahakam. Beberapa prinsip yang perlu menjadi dasar lembaga pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam antara lain: 1). Profesionalisme, keterbukaan, independen, akuntabilitas, berkeadilan; 2). Kejelasan batas wilayah kewenangan, peran serta tanggung jawab; 3). Mampu mengakomodasi dan memfasilitasi norma dan institusi sosial setempat; 4). Bekerja berdasarkan aturan yang telah disepakati, serta menerapkan prinsip dan norma hukum dalam pengelolaannya; 5). Menerapkan sistem manajemen strategis dan terpadu serta modern. VI – 1 VI. RENCANA IMPLEMENTASI PROGRAM DAN KEGIATAN A. Tahapan Pelaksanaan Seperti telah disebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam meliputi wilayah 1 (satu) Kota Samarinda, dan 4 (empat) Kabupaten yakni Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Kutai Barat (kemudian akan dimekarkan menjadi 2 (dua) Kabupaten, yang baru adalah Kabupaten Mahakam Ulu). Sementara itu, dari hasil identifikasi permasalahan secara umum didapatkan 4 (empat) kelompok masalah yang terdiri dari masalah manajemen, hidrologi, lahan, dan sosial ekonomi. Sampai saat ini belum ada keterpaduan antara liputan perwilayahan dengan 4 (empat) kelompok masalah tersebut, karena permasalahan dalam wilayah DAS Mahakam tidak dapat dipisahkan dengan liputan wilayahnya. Oleh karena itu, dalam Rencana Pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu, rencana implementasinya dapat disusun menjadi 4 (empat) tahapan, yaitu dimulai dengan tahapan persiapan pengelolaan, tahapan identifikasi khusus dan sosialisasi, tahapan penyusunan rencana jangka menengah, dan tahapan implementasi kegiatan. 1. Tahapan Persiapan Pengelolaan Dalam tahapan persiapan pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu, yang menjadi tahapan awal adalah program pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS Mahakam. Pengelolaan suatu wilayah VI – 2 sangatlah tergantung dengan lembaga pengelolanya, bila pengelola tidak mempunyai motivasi atau tujuan dalam mengelola suatu wilayah, maka wilayah tersebut akan tidak tentu arah pengembangannya. Terlebih lagi bila wilayah tersebut banyak mempunyai permasalahan atau mengalami penekanan, maka bila lembaga pengelola tidak mempunyai gerakan maka wilayah tersebut akan mengalami kondisi yang parah. Lembaga pengelola yang dibentuk haruslah lembaga yang mempunyai gerak yang leluasa dan berperan aktif karena lembaga ini selain harus mampu untuk mengkoordinasikan parapihak yang terkait dalam pengelolaan DAS Mahakam, juga dapat menangani permasalahan hulu-hilir dan pelibatan masyarakat, sementara itu pula harus sanggup mengatur pendanaanya, dalam hal ini bagaimana mendapatkan dananya serta bagaimana pula mengatur pembiayaannya. Seperti telah disebutkan bahwa tujuan dari pengelolaan DAS Mahakam adalah: 1). Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi para pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS Mahakam. 2). Terwujudnya kondisi tata air DAS Mahakam yang optimal meliputi jumlah, kualitas, dan distribusi ruang dan waktu. 3). Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan daya tampung DAS Mahakam. 4). Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam wilayah DAS Mahakam dari hulu sampai hilir. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka lembaga pengelola DAS Mahakam haruslah dalam bentuk badan usaha yang bersifat corporate yang mampu VI – 3 untuk menyusun suatu rangkaian program, pemantauan dan evaluasi, analisis dan telaah, serta dokumentasi dari hasil kegiatan pengelolaan DAS Mahakam. Seperti disebutkan bahwa DAS Mahakam terletak dalam wilayah 4 (empat) Kabupaten dan satu Kota, yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Kota Samarinda. Kemudian menyusul lagi Kabupaten Mahakam Ulu yang sedang dalam persiapan pemekaran. Selain itu DAS Mahakam dengan wilayah yang luas, tersusun atas banyak Sub DAS maupun Subsub DAS masing-masing dengan karakteristik wilayahnya. Untuk koordinasinya maka lembaga pengelola DAS Mahakam dipersiapkan di tingkat Provinsi dan berkedudukan di Ibukota Provinsi, Samarinda. Secara prinsip, lembaga ini bukanlah pelaksana kegiatan melainkan bagaimana lembaga ini dapat memadukan segala kegiatan yang berkaitan dengan perwilayahan DAS Mahakam. Untuk itu penyiapan kelembagaan pengelolaan DAS Mahakam haruslah seefektif mungkin dan memberikan hasil yang seoptimal mungkin. Jangan sudah dibentuk lembaga pengelolanya, tetapi setelah itu lembaga ini tidak ada geraknya dan bahkan mungkin tidak bersuara. Untuk itu tahapan penyiapan lembaga pengelolaan DAS Mahakam ini meliputi: 1). Penyusunan model kelembagaan koordinasi pengelolaan DAS Mahakam, yang tersusun atas kelompok kebijakan dan kelompok eksekutif kelembagaan. 2). Penyusunan organisasi dan tata kerja di tingkat Provinsi, kemudian dilanjutkan dengan masing-masing Kabupaten dan Kota. VI – 4 3). Koordinasi organisasi tingkat Provinsi dengan tingkat Kabupaten/Kota serta sinkronisasi tatakerja, karena masing-masing wilayah Kabupaten/Kota dengan Sub DAS atau Subsud DAS mempunyai karakteristik yang bermacam-macam dengan segala permasalahan dan tekanannya. 4). Pembuatan Keputusan Gubernur untuk lembaga pengelola DAS Mahakam di tingkat Provinsi dan Keputusan Bupati/Walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota dilanjutkan dengan Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota untuk tata kerja di masing-masing tingkat pengelolaan DAS. 5). Untuk mencakup pengelolaan DAS Mahakam, atau pengelolaan DAS di seluruh wilayah Kalimantan dapat dipersiapkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Pengelolaan DAS di Provinsi Kalimantan Timur untuk dapat memberikan payung hukum bagi lembaga pengelola DAS tentang organisasi maupun tata kerjanya. 6). Untuk selanjutnya kelembagaan ini perlu dikembangkan secara terus menerus dalam peningkatan kemampuan, efisiensi dan efektifitas kerja dalam upaya untuk memajukan kesejahteraan masyarakat umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Rencana tahapan penyiapan kelembagaan pengelolaan terpadu DAS Mahakam disajikan pada Tabel 6.1. VI – 5 Tabel 6.1. Rencana Tahapan Penyiapan Kelembagaan Pengelolaan Terpadu DAS Mahakam. No. Tahapan Kegiatan Pelaksana 1. Penyusunan model kelembagaan 2. 3. 4. 5. Forum DAS Kaltim, BP DAS Mahakam-Berau Bappeda Prov. Penyusunan Forum DAS organisasi dan tata Kaltim, BP DAS kerja di tingkat Mahakam-Berau Provinsi Bappeda Prov. Penyusunan Forum DAS organisasi dan tata Kaltim, BP DAS kerja di tingkat Mahakam-Berau Kabupaten /Kota Bappeda Kabupaten/Kota. Koordinasi Forum DAS Kaltim, BP DAS Mahakam-Berau, Bappeda Kabupaten/Kota. Pembuatan Forum DAS Keputusan Kaltim, BP DAS Gubernur dan Mahakam-Berau, Peraturan Gubernur Biro Hukum, Biro Ortal, Bappeda Provinsi. 6. Pembuatan Keputusan Bupati/Walikota dan Peraturan Bupati/Walikota Forum DAS Kaltim, BP DAS Mahakam-Berau, Biro Hukum, Biro Ortal, Bappeda Kabupaten/Kota. Indikator Pencapaian (ovi) Kegiatan diskusi Tahun Pelaksanaan 2010 - 2011 Kegiatan diskusi 2011 Kegiatan diskusi dan sinkronisasi tata kerja 2011 Kegiatan kunjungan ke daerah/lapangan 2012 Keputusan Gubernur : Susunan organisasi lembaga pengelola Peraturan Gubernur tentang tata kerja lembaga pengelola Keputusan Bupati/Walikota Susunan organisasi lembaga pengelola Peraturan Bupati/Walikota tentang tata kerja lembaga pengelola 2012 2012 VI – 6 7. Pembuatan Peraturan Daerah 8. Pengembangan Kelembagaan Forum DAS Kaltim, BP DAS Mahakam-Berau, Biro Hukum, Dinas Kehutanan, Bappeda Provinsi. Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, BP DAS Mahakam-Berau Perda tentang pengelolaan DAS 2013 Lembaga yang efektif dan efisien 2011 dan seterusnya 2. Tahapan Identifikasi Khusus dan Sosialisasi Seperti telah disebutkan sebelumnya, pengelolaan secara terpadu DAS Mahakam memerlukan prioritas yang tinggi karena adanya berbagai permasalahan dan tekanan yang telah disebutkan secara umum. Permasalahan yang utama di DAS Mahakam di bidang biofisik meliputi; Lahan kritis, sedimentasi, kualitas air, banjir, terganggunya habitat satwa yang dilindungi, degradasi keanekaragaman hayati serta tata ruang dan penggunaan lahan. Sedangkan di bidang sosial ekonomi, permasalahan utamanya meliputi: konflik pemanfaatan SDA, permasalahan hulu-hilir, ketergantungan penduduk terhadap lahan, serta pemahaman budaya konservasi. Untuk lebih memantapkan rencana kerja pengelolaan DAS Mahakam, perlu adanya kegiatan identifikasi secara khusus mengenai permasalahan-permasalahan yang banyak muncul di lapangan termasuk dengan melakukan pengukuran terhadap parameter yang dapat lebih mempertegas permasalahan tersebut, sekaligus dengan melakukan VI – 7 sosialisasi untuk dapat memberikan solusi yang terbaik bagi masyarakat serta untuk menentukan skala prioritas dalam pelaksanaan solusinya. 3. Tahapan Penyusunan Rencana Jangka Menengah Rencana pengelolaan terpadu DAS Mahakam ini merupakan rencana jangka panjang, dengan jangka 15 tahun. Rencana yang disusun lebih bersifat makro atau program indikatif untuk penyusunan rencana kerja jangka menengah, jangka 5 tahun. 4. Tahapan Implementasi Kegiatan Implementasi kegiatan pengelolaan terpadu DAS Mahakam adalah untuk mengikuti 6 (enam) misi Kehutanan, yang antara lain: memantapkan kepastian status kawasan, meningkatkan daya saing kehutanan, perlindungan dan konservasi SDA, meningkatkan daya dukung DAS, meningkatkan produk teknologi dasar serta dengan memantapkan kelembagaan pengelolaan kehutanan. Berdasarkan misi tersebut telah disusun 15 program kerja pengelolaan DAS Mahakam yang secara rinci disajikan pada Tabel 6.2. VI – 8 Tabel 6.2. Rencana Kerja Kegiatan Pengelolaan Terpadu DAS Mahakam Tahun Pelaksanaan 2011 Seterusnya No. Program Kerja Target Kerja Pelaksana 1. Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis di DAS Mahakam: Rehabilitasi dan reklamasi lahan. Reboisasi dan penghijauan. Penyuluhan kehutanan. Pengendalian Sedimentasi di DAS Mahakam: Pengerukan sungai. Pengendalian erosi dan sedimentasi. Lahan kritis di DAS Mahakam semakin kecil atau sedikit. BPDAS MahakamBerau; Dinas Kehutanan Prov. dan Kab./Kota. Laju sedimentasi di DAS Mahakam dapat ditekan seminimal mungkin. BWS Kalimantan III Prov. Kaltim, Dinas PU Prov./Kab./Kota Terkait, BPDAS Mahakam Berau, Dinas Kehutanan Prov./Kab./Kota Terkait. BLH Prov./Kab./ Kota terkait, BWS Kalimantan III Prov. Kaltim, Dinas Kesehatan. 2011 Seterusnya Kemungkinan bencana banjir di DAS Mahakam dapat ditekan seminimal mungkin. BWS Kalimantan III Prov. Kaltim, Dinas PU Prov./Kab./Kota Terkait. 2011 Seterusnya Laju degradasi Keanekaragaman hayati di DAS Mahakam dapat ditekan seminimal mungkin. BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan Prov./Kab./Kota Terkait., BLH Prov./Kab./ Kota terkait, Lembaga Lain yang Terkait. 2011 Seterusnya 2. 3. 4. 5. Pengendalian Kualitas Air Sungai dan Danau di DAS Mahakam: Penyuluhan dan pendidikan keterampilan. Pola hidup bersih. Pengendalian Banjir di DAS Mahakam: Pengerukan dan penataan alur sungai. Pembuatan embung dan polder. Pengendalian degradasi Keanekaragaman hayati di DAS Mahakam: Penyelamatan keanekaragaman hayati dan satwa liar. Kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Pencemaran air Sungai Mahakam dapat ditekan seminimal mungkin. 2011 Seterusnya VI – 9 6. Pengendalian degradasi Delta Mahakam: Pemetaan kawasan Delta Mahakam. Konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove. 7. Pengendalian terganggunya habitat Pesut Mahakam: Identifikasi serta pengamatan siklus hidup Pesut. Penelitian Populasi Pesut. Penanganan tumpang tindih (Overlapping) pemanfaatan ruang/ kawasan di DAS Mahakam: Pengembalian status kawasan/lahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku melalui instansi yang berwenang. Sosialisasi peraturan perundangan terkait. Penangan konflik pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dan lahan di DAS Mahakam: Manajemen konflik. Redistribusi lahan. Penanganan permasalahan hulu-hilir DAS Mahakam: Koordinasi dan kerjasama antar pemerintah daerah kabupaten/ kota di wilayah DAS Mahakam. 8. 9. 10. Laju degradasi Delta Mahakam dapat ditekan seminimal mungkin. BAPPEDA dan BLH Prov./Kab./ Kota, BPDAS Mahakam-Berau; Dinas Kehutanan Prov. dan Kab./Kota Terkait, Dinas Kelautan & Perikanan Prov./ Kab./ Kota terkait. Keberadaan Pesut BLH Prov./Kab./ Kota terkait, Mahakam dan Instansi Pemerintah habitatnya dapat dan Lembaga lain dilestarikan yang terkait. 2011 Seterusnya 2011 Seterusnya Pemanfaatan/ peruntukan ruang/ kawasan di DAS Mahakam sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. BAPPEDA Prov./Kab./ Kota terkait, serta Dinas/ Instansi lainnya yang Terkait. 2011 - 2015 Konflik pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dan lahan di DAS Mahakam dapat diatasi dan diselesaiakan. Permasalahan hulu-hilir di DAS Mahakam dapat diselesaikan dan disepakati antar pemerintah Kab./ Kota di wilayah DAS Mahakam. BAPPEDA dan BPN Prov./Kab./ Kota terkait, serta Dinas/ Instansi lainnya yang Terkait. 2011 - 2015 Pemprov. Kaltim, Pemkab./Pemkot di wilayah DAS Mahakam 2011 - 2015 VI – 10 11. 12. 13. Peningkatan efektivitas peran sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja di DAS Mahakam: Penyuluhan serta pendidikan keterampilan agar bisa berwiraswasta. Aplikasi Agroforestry. Peningkatan pemahaman budaya konservasi yang masih lemah di DAS Mahakam: Penyuluhan dan pendidikan konservasi. Mewujudkan lembaga pengelola DAS Mahakam: Pembentukan lembaga pengelola DAS Mahakam. 14. Peningkatan pelibatan masyarakat sekitar dalam dunia usaha di DAS Mahakam: Pemberdayaan masyarakat dan penyuluhan. 15. Peningkatan kemampuan pendanaan untuk pengelolaan DAS Mahakam: Kapasitas building dan penggalian dana dari pihak luar negeri dan sektor swasta. Tercapainya efektivitas peran sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja. Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Perikanan, Badan Pemberdayaan Masyarakat Prov./Kab./Kota, Dinas/Instansi terkait lainnya. 2011 Seterusnya Pemahaman dan perilaku masyarakat tentang budaya konservasi semakin meningkat. BLH, Prov./Kab./ Kota terkait, BKSDA, Dinas/Instansi/ Lembaga lain yang terkait. 2011 - 2015 Terwujudnya lembaga pengelola DAS Mahakam. BPDAS MahakamBerau; BWS Kalimantan III Prov. Kaltim, Forum DAS Kaltim, Dewan Sumber Daya Air Kaltim, Pemprov., Pemkab., Pemkot, Dinas/Instansi, Lembaga terkait lainnya. Dinas Tenaga Kerja, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Perindustrian, Dinas/Instansi Lain yang terkait. 2010 – 2011 Semakin meningkat masyarakat lokal/tenaga kerja lokal dapat ditampung dalam kegiatan usaha/ industri yang ada di sekitarnya. Tercukupinya dana yang tersedia untuk pengelolaan DAS Mahakam secara memadai dan berkelanjutan. 2011 – seterusnya. Pemprov./Pemkab./ 2011 – seterusnya. Pemkot, Dinas/ Instansi terkait, Lembaga Swasta, Lembaga Internasional lainnya yang terkait. VI – 11 B. Organisasi Pelaksana Pengorganisasian sebagaimana dan disampaikan pelaksanaan sebelumnya kegiatan dilaksanakan pengelolaan oleh SKPD kabupaten/kota di mana lokasi kegiatan dilaksanakan. Rencana kegiatan tahunan dibuat oleh masing-masing SKPD mengacu pada kegiatan prioritas yang tercantum pada program pengelolaan terpadu. Lembaga pengelola DAS Kabupaten/Kota dengan berkoordinasi dengan lembaga pengelola DAS Provinsi melakukan analisis dan telaah dari hasil kegiatan tahunan untuk kemudian dipadukan dalam suatu perwilayahan DAS Mahakam secara keseluruhan sehingga dapat diketahui kegiatan-kegiatan mana yang perlu dilanjutkan dan penentuan prioritasnya. Dari hasil telaah tersebut kemudian dapat disusun program kerja di masa mendatang untuk kemudian dikoordinasikan dengan masing-masing SKPD Kabupaten/Kota. Lembaga Pengelola DAS yang terbentuk, baik tingkat Provinsi ataupun Kabupaten/Kota menyeluruh dalam satuan secara DAS sendiri-sendiri Mahakam maupun melakukan secara koordinasi sedikitnya 2 kali setahun yaitu masing-masing pada saat menyusun rencana kegiatan tahun anggaran dan akhir tahun anggaran untuk kegiatan evaluasi efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan. C. Rencana Investasi dan Pembiayaan Pengelolaan DAS secara terpadu memerlukan sarana dan prasarana, baik itu yang berupa sarana dan prasarana untuk kegiatan pengelolaan DAS itu sendiri, tetapi juga sarana dan prasarana dalam VI – 12 upaya untuk pemulihan maupun penjagaan dari kawasannya. DAS Mahakam meliputi wilayah yang sangat luas dengan kondisi yang cukup memprihatinkan dari masalah-masalah hidrologi, lahan, dan sosial ekonomi serta untuk pengelolaannya sendiri yang sampai sekarang belum mempunyai bentuknya. Tentunya investasi dan pembiayaan yang diperlukan juga sangat besar, itupun sampai sekarang belum ada keinginan secara nyata dalam investasi dan pembiayaan. Sementara itu pula permasalahan-permasalahan juga semakin meningkat, khususnya yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan, misalnya rusaknya hábitat satwa-satwa yang dilindungi, bencana banjir dan tanah longsor maupun konflik-konflik tentang pemanfaatan sumberdaya alam di DAS Mahakam. Untuk itu rencana investasi dan pembiayaan untuk pengelolaan DAS Mahakam dan implementasi program kegiatan di lapangan akan disusun secara bertahap berdasarkan prioritas tentang pentingnya program, apalagi dengan kemampuan pendanaan yang sangat terbatas. Selain itu juga dengan memanfaatkan isu-isu penting tentang program-program konservasi, misalnya dengan promosi keanekaragaman hayati sehingga pembiayaannya dapat digabungkan dengan kegiatan pemulihan hábitat yang berkaitan langsung dengan pengelolaan DAS Mahakam. Selain itu dengan program pengurangan emisi karbon dapat dikaitkan dengan program rehabilitasi kawasankawasan yang termasuk kritis, yang pembiayaannya dapat menjadi investasi bila kawasannya merupakan milik masyarakat dan sekaligus untuk penyelesaian dalam masalah sosial ekonomi kemasyarakatan. VI – 13 Namun demikian, dalam waktu yang dekat investasi untuk sarana dan prasarana pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu perlu dilaksanakan, antara lain untuk pemantauan kondisi hidroorologi DAS Mahakam. D. Mekanisme Pelaksanaan dan Pendanaan Pelaksanaan implementasi program kegiatan pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam pada dasarnya sangat tergantung pada sumber pendanaan untuk program kegiatan tersebut. Sumber pendanaan untuk penyelenggaraan pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam dapat bersumber antara lain dari: 1). Dana pemerintah melalui APBN dan APBD; 2). Dana pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan SDA dan pengguna jasa lingkungan di DAS Mahakam; 3). Dana lainnya yang dapat digali dari sumber pendanaan internasional, lembaga swasta dan lain-lainnya. Khususnya mekanisme pendanaan dari APBN/APBD harus mengikuti prosedur yang berlaku, instansi/lembaga yang terkait dengan pengelolaan DAS terpadu dapat mengusulkan program kegiatan berdasarkan arahan prioritas program kegiatan dari pengelolaan DAS terpadu, sedangkan pendanaan yang bersumber dari pihak-pihak pemanfaat SDA dan jasa lingkungan serta dana lainnya dapat dikoordinasikan dengan lembaga pengelola DAS Mahakam. VII – 1 VII. PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pemantauan dan evaluasi merupakan rangkaian proses pengawasan yang berperan sebagai masukan dan umpan balik untuk efektifnya penyelenggaraan pengelolaan DAS. Berfungsinya pemantauan dan evaluasi yang efektif yang memenuhi tuntutan standar kriteria dan indikator kinerja pengelolaan DAS akan turut memberi jaminan berjalannya fungsi pengendalian pengelolaan DAS. Pemantauan pengelolaan DAS adalah proses pengamatan dan pencatatan data dan fakta yang dapat digunakan untuk mengukur kriteria dan indikator kinerja pengelolaan yang pelaksanaannya dilakukan secara periodik dan terus-menerus terhadap: jalannya kegiatan, penggunaan input, hasil kegiatan (output), dampak kegiatan (impact and outcome) dan faktor luar atau kendala. Pelaksanaan pemantauan dilakukan oleh unit pemantauan dan evaluasi (monev) internal maupun oleh para pihak (stakeholders) terhadap seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan DAS, yang meliputi aspek: biofisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan. Evaluasi pengelolaan DAS adalah penilaian terhadap kinerja program kegiatan melalui proses analisis data dan fakta dari hasil pemantauan, yang pelaksanaannya dilakukan menurut kepentingannya mulai dari penyusunan rencana program, pelaksanaan program (post evaluation), dan pengembangan program pengelolaan DAS. Evaluasi meliputi proses pengumpulan data dan informasi secara sistematis VII – 2 (dengan metode tertentu), serta analisisnya untuk menilai kinerja pengelolaan DAS dan/atau kinerja DAS. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pencapaian sasaran/kinerja dengan rencana, atau antara realisasi dengan kriteria dan standar pengelolaan DAS yang telah ditentukan. Evaluasi kinerja pengelolaan DAS meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dengan kriteria penilaian mencakup ekosistem, kelembagaan, teknologi dan dana, sedangkan evaluasi kinerja DAS (kesehatan DAS) meliputi aspek biofisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan dibandingkan dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. A. Standar, Kriteria dan Indikator Kriteria dan standar pengelolaan DAS perlu ditentukan karena keberhasilan maupun kegagalan hasil kegiatan pengelolaan DAS dapat dimonitor dan dievaluasi melalui kriteria, indikator dan standar evaluasi yang telah ditetapkan. Kriteria dan standar pengelolaan DAS terdiri dari kriteria dan standar penyelenggaraan pengelolaan DAS, dan kriteria dan standar kinerja DAS (Permenhut RI No. P.42/Menhut-II/2009). Secara umum mempersyaratkan dalam pengelolaan dipenuhinya kriteria DAS dan yang standar berkelanjutan untuk setiap komponen atau aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian (MONEV dan penertiban). Untuk masing-masing komponen pengelolaan DAS tersebut di atas, kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan VII – 3 tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah: ekosistem, kelembagaan, teknologi dan pendanaan yang disajikan pada Tabel 7.1. Kriteria dan standar kinerja DAS perlu ditentukan untuk mengetahui status kondisi “kesehatan” DAS yang dapat mencerminkan keberhasilan maupun kegagalan kegiatan pengelolaan DAS dalam kurun waktu tertentu. Penetapan kriteria, standar dan indikator kinerja DAS diupayakan agar relevan dengan prinsip dan tujuan pengelolaan DAS terpadu dimana di dalamnya ditekankan DAS sebagai satu kesatuan ekosistem dimana terdapat keterkaitan yang kuat antar aktivitas hulu-hilir dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan DAS yaitu untuk mewujudkan kondisi tata air yang optimal, lahan yang produktif sesuai daya dukungnya (carrying capacity) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Secara umum mengenai kriteria, indikator dan standar kinerja DAS secara garis besar dan kualitatif meliputi kriteria pokok penggunaan lahan, tata air, sosial ekonomi dan kelembagaan. VII – 4 Tabel 7.1. Kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan pada masing-masing komponen pengelolaan DAS Aktivitas Kriteria Kelembagaan Ekosistem Teknologi Dana Perencanaan Menggunakan pendekatan ekosistem dari hulu sampai hilir Memadukan rencana pemanfaatan/pengguna an, konservasi, rehabilitasi, restorasi dan reklamasi sumber daya hutan, lahan dan air. Mempertimbangkan kondisi biofisik, sosial ekonomi dan kelembagaan secara komprehensif. Melibatkan partisipasi aktif para pihak yang berkepentingan dari hulu sampai hilir (lintas sektor dan lintas wilayah administrasi pemerintahan). Memuat kejelasan wewenang (siapa berbuat apa). Rencana yang disusun disyahkan oleh pejabat yang berwenang sehingga mempunyai kekuatan hukum yang jelas. Didukung oleh sumberdaya manusia yang mempunyai kompetensi dan kapabilitas yang memadai. Memanfaatkan teknologi pengumpulan dan pengolahan data dan informasi yang tepat guna dan berhasilguna (GIS, remote sensing, Modelling, dll) Mempertimbangkan kearifan lokal dan rencana harus bersifat adaptif terhadap perubahan yang terjadi. Pembinaan sumberdaya manusia oleh pihak yang berwenang. Pendanaan dapat bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah dan non pemerintah. Pendanaan dikelola secara transparan dan akuntabel. VII – 5 Pengorganisasian Mencakup Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Sinergi (KISS) berbagai sektor yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya alam di DAS dari hulu sampai hilir. Melibatkan berbagai disiplin ilmu/kepakaran baik dari biofisik, sosial ekonomi maupun budaya. Pembentukan lembaga koordinasi PDAS pada berbagai tingkat (misal Forum PDAS) yang anggotanya dari perwakilan para pihak berkepentingan. Terdapat kejelasan hubungan tata kerja (fungsi dan peran para pihak dalam lembaga koordinasi pengelolaan DAS). Harus ada komitmen dan loyalitas dari para anggota untuk melaksanakan kesepakatankesepakatan. Membangun sistem kerja antar para pihak yang memungkinkan KISS bisa berjalan optimal dan efektif . Memanfaatkan teknologi tepat guna untuk KISS pada setiap tahapan penyelenggaraan pengelolaan DAS Pendanaan dapat bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah dan non pemerintah. Identifikasi potensi penerapan cost sharing dengan menerapkan beneficiaries – and polluterspay principles. Dana harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Pelaksanaan Pelaksanaan PDAS oleh setiap sektor didasarkan pada rencana operasional sektoral yang mengacu kepada rencana PDAS terpadu Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan/penggunaan, konservasi, rehabilitasi, restorasi dan reklamasi dilakukan oleh instansi teknis pemerintah, swasta dan masyarakat sesuai kewenangannya. Penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Mengembangkan potensi kearifan lokal untuk pemanfaatan/ Pendanaan berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan non pemerinta. VII – 6 yang telah disepakati dan disahkan. Setiap kegiatan pemanfaatan/ penggunaan sumberdaya alam di DAS harus sesuai dengan daya dukung dan peruntukkan fungsi ruang dalam DAS (RTRW). Kegiatan PDAS harus bisa mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara bagian hulu dan hilir DAS. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam harus diimbangi dengan kegiatan konservasi, rehabilitasi, restorasi dan reklamasi sumber daya alam secara memadai. Kinerja setiap lembaga/instansi dan pihak berkepentingan (stakeholders) harus menunjang pencapaian tujuan PDAS terpadu yang telah disepakati. Lembaga koordinasi PDAS misalnya Forum DAS membantu pejabat berwenang dalam KISS para pihak berkepentingan dalam pelaksanaan kegiatan PDAS. Pengembangan sistem insentif dan disinsentif. Dapat ditunjuk lembaga pengelola dari non pemerintah untuk kepentingan pengelolaan DAS. Dilakukan pembinaan dan pemberdayaan terhadap pihak yang terkait. penggunaan, konservasi dan rehabilitasi, reklamasi, restorasi sumberdaya alam DAS. Pembinaan dan pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas para pihak berkepentingan. Penerapan prinsip beneficiaries and polluters pay principles secara bertahap. Pembiayaan harus berkesinambung an, berorientasi program bukan keproyekan. Pengelolaan dana harus transparan dan akuntabel VII – 7 MONEV Penertiban Menggunakan ekosistem DAS atau Sub DAS sebagai unit MONEV. MONEV dilakukan terhadap faktor biofisik, sosial ekonomi dan kelembagaan untuk menentukan kinerja/kesehatan DAS. MONEV harus dilakukan secara berkesinambungan. Dilakukan oleh berbagai instansi sesuai tugas dan fungsinya. Dibangun jejaring data dan informasi oleh lembaga koordinasi/forum DAS sehingga terdapat integrasi data dan informasi dari semua pihak. Hasil MONEV (laporan) harus menjadi umpan balik untuk penentuan kebijakan, program dan kegiatan PDAS terpadu. Mendorong partisipasi masyarakat untuk melakukan MONEV PDAS. Sarana dan prasarana pengumpulan dan analisa/pengolahan data harus memadai. Mempergunakan software yang mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya. Ditunjang oleh SDM yang memadai melalui rekruitment dan diklat teknis yang sesuai dengan kebutuhan. Pembiayaan berasal dari berbagai sumber Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan non pemerintah. Dana harus memadai dan berkesinambung an. Dikelola secara transparan dan akuntabel Dilakukan agar pelaksanaan pemanfaatan/penggunaa n sumberdaya alam tidak menyalahi ketentuan dan tidak menimbulkan kerusakan ekosistem DAS. Setiap instansi/para pihak berfungsi dan berperan sesuai ketentuan yang ada. Lembaga koordinasi/forum DAS membantu instansi pemerintah dalam pengendalian PDAS terpadu. Dilakukan penertiban terhadap penyimpangan secara adil. Menggunakan teknikteknik penelitian, penyelidikan, pemeriksaan dan penyidikan yang tepat dan akurat. Pemerintah wajib menyediakan dana untuk pengendalian PDAS secara berkesinambung an. Dikelola secara transparan dan akuntabel VII – 8 Kriteria dan standar kinerja DAS perlu ditentukan untuk mengetahui status kondisi “kesehatan” DAS yang dapat mencerminkan keberhasilan maupun kegagalan kegiatan pengelolaan DAS dalam kurun waktu tertentu. Penetapan kriteria, standar dan indikator kinerja DAS diupayakan agar relevan dengan prinsip dan tujuan pengelolaan DAS terpadu dimana di dalamnya ditekankan DAS sebagai satu kesatuan ekosistem dimana terdapat keterkaitan yang kuat antar aktivitas hulu-hilir dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan DAS yaitu untuk mewujudkan kondisi tata air yang optimal, lahan yang produktif sesuai daya dukungnya (carrying capacity) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Secara umum mengenai kriteria, indikator dan standar kinerja DAS secara garis besar dan kualitatif meliputi kriteria pokok penggunaan lahan, tata air, sosial ekonomi dan kelembagaan. 1. Kriteria Penggunaan Lahan DAS Kriteria penggunaan lahan DAS ditujukan untuk mengetahui perubahan kondisi lahan yang sedang terjadi serta dampaknya pada degradasi DAS. Evaluasi penggunaan lahan DAS dapat dilakukan dengan mengukur beberapa indikator antara lain penutupan lahan oleh vegetasi, kesesuaian penggunaan lahan, indeks erosi atau pengelolaan lahan dan kerawanan tanah longsor. Indikator penutupan lahan oleh vegetasi suatu DAS mencerminkan seberapa luas bagian DAS yang ditumbuhi vegetasi pohon-pohonan atau tanaman tahunan. Standar evaluasi penutupan lahan DAS oleh vegetasi VII – 9 permanen adalah semakin tinggi luas penutupan lahan bervegetasi permanen di DAS, maka semakin baik dalam mengurangi erosi, sedimentasi dan aliran permukaan sehingga akan berkontribusi positif kepada peningkatan kinerja DAS. Sebaliknya semakin kecil luas penutupan vegetasi permanen di suatu DAS, maka semakin tinggi potensi erosi, sedimentasi dan aliran permukaan yang ditimbulkannya sehingga fluktuasi debit maksimum dan debit minimum akan semakin besar, yang berarti DAS menjadi kurang sehat. Indikator kesesuaian penggunaan lahan DAS ditujukan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan lahan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan/atau zona kelas kemampuan lahan yang ada di DAS. Standar evaluasi indikator kesesuaian penggunaan lahan dalam DAS adalah semakin tinggi kesesuaian penggunaan lahan di DAS, maka semakin baik kinerja DAS tersebut dan sebaliknya semakin kecil kesesuaian penggunaan di suatu DAS, maka kinerja DAS tersebut semakin tidak sehat karena lahan yang diusahakan tidak sesuai dengan peruntukan atau arahannya akan mengandung resiko kerusakan/degradasi ekosistem DAS. Indikator indeks erosi pada DAS adalah perbandingan antara besarnya erosi aktual (ton/ha/tahun) terhadap nilai batas erosi yang bisa ditoleransi (ton/ha/tahun) di DAS. Semakin tinggi nilai indeks erosi di DAS, maka semakin jelek kinerja DAS tersebut dan sebaliknya semakin kecil indeks erosi di suatu DAS, maka kinerja DAS tersebut semakin sehat. Erosi yang lebih tinggi dari yang ditoleransi (nilai indeks erosi > 1) akan VII – 10 menurunkan kesuburan tanah, penurunan produktivitas lahan yang dalam jangka panjang akan menyebabkan lahan kritis. Dari segi indikator hidrologi, erosi yang berlebihan akan menyebabkan sedimentasi di waduk/danau atau saluran air (drainase) yang akhirnya mengurangi daya tampungnya. Indikator pengelolaan lahan ditujukan untuk mengetahui tingkat pengelolaan lahan di DAS yang merupakan fungsi dari faktor penutupan lahan oleh vegetasi dengan faktor praktek konservasi tanah. Tingkat pengelolaan lahan ini mempengaruhi terhadap potensi terjadinya erosi tanah, aliran permukaan dan infiltrasi air ke dalam tanah. Nilai pengelolaan lahan merupakan perkalian faktor penutupan lahan (vegetasi) dengan faktor praktek konservasi tanah dan air. Variasi nilai pengelolaan lahan berkisar antara 0-1. Nilai pengelolaan lahan yang semakin kecil di dalam DAS, maka kinerja DAS semakin baik dan sebaliknya semakin besar nilai pengelolaan lahan di suatu DAS, maka kinerja DAS tersebut semakin tidak sehat karena infiltrasi air ke dalam tanah menurun, tetapi limpasan permukaan (runoff) dan erosi tanah akan semakin besar, sehingga potensi banjir, sedimentasi dan kekeringan semakin besar. 2. Kriteria Tata Air DAS Indikator-indikator yang berkaitan dengan tata air DAS adalah koefisien regim sungai, indeks penggunaan air, koefisien limpasan, laju sedimentasi dan kandungan pencemar. VII – 11 Koefisien regim sungai adalah perbandingan debit maksimum (Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) dalam suatu DAS. Standar evaluasi indikator koefisien regim sungai adalah semakin kecil nilai koefisien regim sungai dalam suatu DAS, maka semakin baik kinerja tata air dalam suatu DAS yang mengalir dalam suatu aliran sungai. Sebaliknya, semakin besar nilai koefisien regim sungai dalam suatu DAS, maka semakin jelek kinerja tata air dalam suatu DAS yang dicirikan dengan kejadian banjir. Banjir adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh alur/palung sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya. Disamping itu juga terdapat banjir bandang yang pada dasarnya adalah banjir besar yang datang dengan tiba-tiba dan mengalir deras menghanyutkan benda-benda besar seperti kayu dan sebagainya. Dengan demikian banjir harus dilihat dari besarnya pasokan air banjir yang berasal dari air hujan yang jatuh dan diproses oleh daerah tangkapan airnya (catchment area), serta kapasitas tampung palung sungai dalam mengalirkan pasokan air tersebut. Perubahan penutupan lahan di DAS dari hutan ke lahan terbuka atau pemukiman, menyebabkan air hujan yang jatuh diatasnya secara nyata meningkatkan jumlah aliran pemukaan (runoff) yang selanjutnya bisa memicu terjadinya banjir di hilir. Indikator indeks penggunaan air ditujukan untuk mengetahui jumlah air yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan/penggunaan lahan di DAS, VII – 12 misal untuk tanaman, rumah tangga, industri, dan lain-lain dibandingkan dengan persediaan air di DAS yang bersangkutan. Standar evaluasi indikator indeks penggunaan air adalah semakin kecil (< 1), maka semakin baik kinerja tata air dalam suatu DAS yang berarti bahwa persediaan air di DAS masih bisa memenuhi kebutuhan/permintaan air yang ada. Sebaliknya indeks penggunaan air yang besar menunjukkan kondisi tata air yang jelek dalam suatu DAS karena air di DAS tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan dan terjadi potensi kekeringan. Kekeringan adalah suatu keadaan di mana curah hujannya lebih rendah dari biasanya/normalnya. Klasifikasi kekeringan biasanya ditunjukkan dengan jumlah curah hujan yang akan mempunyai nilai impasnya dengan laju evapotranspirasi rata-rata bulanan. Semakin sering terjadi kekeringan dalam suatu DAS, maka semakin buruk kinerja DAS tersebut. Indikator koefisien limpasan merupakan salah satu indikator di dalam kriteria tata air. Koefisien limpasan mencerminkan seberapa besar jumlah curah hujan yang jatuh di suatu DAS berubah menjadi aliran permukaan. Nilai koefisien limpasan air berkisar dari 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Standar evaluasi indikator koefisien limpasan dalam aliran sungai adalah semakin kecil nilai koefisien tersebut, maka semakin baik kinerja suatu DAS. Sebaliknya semakin besar nilai koefisien limpasan maka semakin jelek kinerja suatu DAS. Nilai koefisien limpasan yang bertambah besar bisa disebabkan oleh semakin banyak permukaan tanah VII – 13 yang tertutup oleh lapisan kedap air seperti beton, aspal dan bangunan atau perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi penggunaan lain. Indikator kandungan sedimen adalah jumlah material tanah yang terangkut (kadar lumpur) dalam aliran air sungai yang berasal dari proses erosi di hulu, yang diendapkan pada suatu tempat di hilir dimana kecepatan pengendapan butir-butir material suspensi telah lebih kecil dari kecepatan air yang membawanya. Indikator terjadinya sedimentasi dapat dilihat dari besarnya kadar lumpur (kekeruhan) air sungai, atau banyaknya endapan sedimen pada badan-badan air dan atau waduk. Makin tinggi kadar sedimen yang terbawa oleh aliran berarti kondisi DAS makin tidak sehat, demikian sebaliknya makin kecil kadar sedimen yang terbawa oleh aliran berarti makin sehat kondisi suatu DAS. Indikator lain dalam kriteria tata air adalah tingkat pencemaran air DAS yang dievaluasi dengan melihat parameter kualitas air atau mutu air dari suatu badan air atau aliran air di sungai. Kondisi kualitas air disamping dipengaruhi oleh jenis penutupan vegetasi, tanah/geologi, tetapi juga dipengaruhi oleh limbah buangan domestik, buangan industri, limbah pertanian, dan lain-lain. Kualitas air dapat dilihat dari kondisi kualitas air limpasan, air sungai, dan/atau air sumur. Kondisi DAS tidak sehat jika nilai unsur-unsur fisika, kimia, dan biologi yang ada dalam tubuh air telah melebihi nilai ambang batas standar untuk penggunaan tertentu. VII – 14 3. Kriteria Sosial Ekonomi DAS Kriteria sosial ekonomi digunakan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh dan hubungan timbal balik antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja DAS. Indikator untuk mengetahui pengaruh sosial pada kinerja DAS, yaitu kepedulian individu, partisipasi masyarakat, tekanan penduduk; dan untuk indikator ekonomi yaitu, ketergantungan penduduk terhadap lahan dan tingkat pendapatan. Indikator kepedulian individu di DAS dinilai untuk mengetahui ada atau tidaknya kegiatan positif konservasi tanah dan air secara mandiri yang telah dilakukan oleh masyarakat di DAS. Standar evaluasi indikator kepedulian individu yang berada dalam suatu DAS dinyatakan baik apabila terdapat kepedulian individu terhadap upaya konservasi tanah dan air lebih tinggi. Sebaliknya kondisi DAS diperkirakan sangat tidak sehat apabila tidak ada individu yang hidup dalam suatu komunitas masyarakat DAS peduli terhadap upaya-upaya konservasi hutan, tanah dan air. Indikator partisipasi masyarakat di DAS dievaluasi dengan mengetahui keikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan pengelolaan DAS yaitu tingkat kehadiran masyarakat dalam kegiatan bersama dalam pengelolaan DAS. Semakin tinggi tingkat kehadiran dan/atau partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan bersama, maka kondisi DAS akan menunjukkan kinerja yang baik. Demikian pula sebaliknya apabila semakin rendah tingkat kehadiran dan/atau partisipasi masyarakat dalam VII – 15 suatu untuk kegiatan bersama, maka kondisi DAS akan menunjukkan kinerja yang kurang baik Indikator tekanan penduduk terhadap lahan bisa diukur dengan membandingkan ketersediaan lahan pertanian dan perkebunan dengan jumlah kepala keluarga petani. Makin besar jumlah penduduk makin besar pula kebutuhan akan sumberdaya lahan sehingga tekanan terhadap lahan juga meningkat sebanding dengan dengan kenaikan jumlah penduduk. Semakin sempit ketersediaan lahan pertanian dan perkebunan untuk tiap keluarga petani dalam suatu DAS, maka semakin besar potensi kerusakan DAS tersebut karena semakin intensif masyarakat memanfaatkan lahan dan hutan semakin terancam. Sebaliknya jika terdapat cukup luas lahan pertanian dan perkebunan untuk setiap keluarga petani disuatu DAS, maka kondisi kesehatan DAS diasumsikan akan lebih baik. Ketergantungan penduduk terhadap lahan dicerminkan oleh proporsi kontribusi pendapatan dari usaha tani (bertani) terhadap total pendapatan keluarga. Semakin tinggi ketergantungan keluarga terhadap pendapatan yang berasal dari usaha lahan, maka lahan akan semakin dieksploitasi untuk kegiatan usaha tani dan kondisi DAS cenderung semakin buruk. Sebaliknya penduduk yang sebagian besar penghasilannya berasal dari luar usahatani (off-farm), maka tekanan penduduk terhadap lahan akan semakin kecil dan diharapkan DAS lebih sehat. Indikator tingkat rata-rata pendapatan penduduk merupakan cerminan dari pendapatan keluarga yang diperoleh dari berbagai usaha VII – 16 tani dan hasil dari non-usaha tani. Dengan asumsi hasil usaha pertanian rata-rata keluarga petani relatif rendah dibandingkan dengan hasil usahausaha non pertanian (industri di Jawa), standar evaluasinya adalah semakin besar rata-rata pendapatan per kapita di suatu DAS, maka kondisi DAS diasumsikan lebih baik dari DAS yang rata-rata pendapatan per kapitanya lebih rendah. 4. Kriteria Kelembagaan DAS Pengelolaan DAS melibatkan stakeholders yang banyak, multi sektor, dan lintas wilayah administratif. Kriteria kelembagaan yang ada di DAS didekati dengan indikator keberdayaan lembaga masyarakat lokal (adat), ketergantungan masyarakat kepada pemerintah, KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplipikasi) dan keberadaan usaha bersama. Dalam analisis kelembagaan pengengelolaan DAS yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi lembaga-lembaga/instansi yang terlibat dalam pengelonaan DAS serta tugas pokok dan fungsiya masing-masing termasuk lembaga lokal yang ada di DAS. Jika lembaga lokal berperan dalam pelestarian sumberdaya alam di DAS, maka kinerja DAS bisa baik sedang jika tidak berperan, maka kondisi DAS bisa buruk. Indikator ketergantungan masyarakat pada pemerintah dilakukan dengan menganalisis dan mengidentifikasi lembaga-lembaga/instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS serta fungsinya masing-masing termasuk lembaga lokal yang ada di DAS. Tinggi rendahnya intervensi pemerintah dalam kegiatan pengelolaan DAS, terutama rehabilitasi hutan VII – 17 dan lahan, konservasi tanah dan air bisa mencerminkan kemandirian masyarakat dalam pelestarian DAS. Semakin tinggi ketergantungan masyarakat terhadap intervensi pemerintah berarti masyarakat masih banyak memerlukan intervensi pemerintah dengan demikian diasumsikan bahwa DAS tersebut kondisinya masih tidak sehat. Standar evaluasi indikator-indikator koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi (KISS) dilakukan dengan menganalisis dan mengidentifikasi berapa banyak konflik para pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di DAS. Jika tingkat konflik rendah, maka bisa dikatakan kegiatan dari masing-masing lembaga (sesuai perannya) dalam penanganan dan pengelolaan DAS sudah ada keterpaduan (integrated) dan keserasian dan diharapkan kondisi DAS lebih sehat, sebaliknya jika konflik antar lembaga yang ada relatif banyak, maka keterpaduan dan keserasian kegiatan pengelolaan DAS tidak akan tercapai sehingga berpotensi terjadinya degradasi SDA yang mengakibatkan kesehatan DAS lebih jelek/menurun. Indikator Kegiatan Usaha Bersama (KUB) dilakukan dengan menganalisis perubahan jumlah unit usaha KUB terutama unit usaha yang berbasis sumberdaya alam dan/atau mendukung pelestarian sumberdaya alam. Apabila unit usaha KUB bertambah maka diasumsikan kondisi DAS semakin baik, sebaliknya apabila berkurang maka diasumsikan kondisi DAS semakin buruk. Selain kriteria utama di atas, bisa ditambahkan kriteria dan indikator evaluasi sesuai dengan tujuan evaluasi, misalnya untuk evaluasi DAS VII – 18 prioritas dapat digunakan kriteria tambahan berupa pola ruang wilayah, besarnya investasi bangunan vital seperti waduk dan bendungan, serta penerapan norma konservasi sumberdaya alam. B. Cara Pengukuran dan Penetapan Kriteria Cara atau metode pengukuran dan penetapan kriteria pemantauan dan evaluasi dalam Rencana Pengelolaan DAS Terpadu di DAS Mahakam secara umum antara lain meliputi kriteria dan indikator sebagai berikut: 1). Kriteria Penggunaan Lahan DAS meliputi indikator-indikator Penutupan oleh Vegetasi, Kesesuaian Penggunaan Lahan, Indeks Erosi dan Pengelolaan Lahan; 2). Kriteria Tata Air DAS meliputi indikator-indikator Debit Air Sungai, Indeks Penggunaan Air, Kandungan Pencemaran (Polutan) dan Nisbah Hantar Sedimen (SDR); 3). Kriteria Sosial DAS meliputi indikator-indikator Kepedulian Individu, Partisipasi terhadap Lahan Masyarakat dan Tekanan Penduduk; 4). Kriteria Ekonomi DAS meliputi indikator-indikator Ketergantungan Penduduk terhadap Lahan, Tingkat Pendapatan, Produktivitas Lahan dan Jasa Lingkungan; 5). Kriteria Kelembagaan DAS meliputi indikator-indikator Keberdayaan Lembaga Lokal/Adat, Ketergantungan Masyarakat Pemerintah, KISS dan Kegiatan Usaha Bersama. Kepada VII – 19 Kriteria dan indikator-indikator yang bersifat umum seperti tersebut di atas secara rinci dapat dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai, selanjutnya dalam Rencana Pengelolaan DAS Terpadu ini juga ditambahkan kriteria dan indikator khusus yang berkaitan dengan penanganan permasalahan utama DAS Mahakam manakala tidak bisa diukur dan dianalisis dengan kriteria dan indikator yang bersifat umum tersebut. C. Lembaga Monitoring dan Evaluasi Kegiatan monitoring dan evaluasi (MONEV) merupakan sarana untuk mengawasi pelaksanaan pengelolaan DAS agar tidak menyimpang dari rencana pengelolaan DAS terpadu yang telah disepakati dan disahkan. Kegiatan MONEV dilaksanakan oleh anggota LK-PDAS yang memiliki tugas dan fungsi monitoring dan evaluasi DAS seperti BPDAS, Bapedalda, Balai Pengelolaan Sumberdaya Air, Dinas Kesehatan. Meskipun demikian, untuk menjaga objektivitas MONEV, maka LK-PDAS dapat bekerjasama dengan lembaga lain yang bersifat independen yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam hal tersebut. Hasil MONEV dilaporkan kepada pemerintah dan lembaga koordinasi untuk dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi dan memperbaiki rencana dan pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu di masa yang akan datang. VII – 20 Pengendalian sebagai tindakan pencegahan diperlukan dalam rangka menjaga tertib penyelenggaraan pengelolaan DAS, sehingga berbagai penyimpangan dalam setiap tahap penyelenggaraan pengelolaan DAS dapat dihindari. Dengan demikian pengendalian tidak hanya terbatas pada tindakan korektif seperti restorasi, rehabilitasi dan reklamasi terhadap sumber daya yang telah terdegradasi. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Lembaga Koordinasi Pengelolaan DAS atau forum DAS sebagai wakil pemangku kepentingan. Pengendalian kegiatan pengelolaan DAS dilakukan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban yang meliputi aspek administrasi, teknis, finansial/pendanaan dan kelembagaan. Pelaksanaan pengendalian harus berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, adil, demokratis dan akuntabel. Pengawasan dan penertiban dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS dalam kawasan budidaya dan kawasan lindung di bagian hulu dan hilir DAS dengan sasaran institusi/lembaga dan masyarakat. Kegiatan pengawasan dan penertiban harus terkait langsung dengan hak dan tanggung-jawab para pihak, serta dapat menghindari terjadinya sengketa dan memberi sanksi terhadap suatu pelanggaran. Pengawasan bertujuan untuk mewujudkan kesesuaian rencana pengelolaan DAS terpadu dengan realisasi pelaksanaan kegiatan masingmasing sektor pembangunan. Para pejabat menurut kewenangannya VII – 21 melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh lembaga koordinasi atau forum pengelolaan DAS. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS diselenggarakan dalam bentuk pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pengawasan harus dilaksanakan menurut hirarki penatalaksanaan (governance) kegiatan dan mengikuti pedoman-pedoman yang terkait dengan pengelolaan DAS. Penertiban bertujuan untuk mewujudkan ketertiban pelaksanaan pengelolaan DAS, dan untuk menegakkan aturan (law enforcement). Penertiban dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas pelanggaran terhadap pelaksanaan yang menyimpang/tidak sesuai dengan rencana pengelolaan DAS terpadu dan/atau peraturan perundangan yang terkait. Penegakan hukum dilakukan oleh instansi sesuai dengan kewenangannya. VIII – 1 VIII. REKOMENDASI 1. Wilayah DAS Mahakam memiliki karakteristik biogeofisik seperti fisiografi/topografi bergelombang dan berbukit, jenis tanah yang relatif peka terhadap erosi, pola jaringan sungainya yang limpasan air sungainya relatif cepat, dan luas penutupan lahan hutannya semakin sedikit, sebaliknya semak belukar dan alang-alang semakin meluas, serta karakteristik iklimnya yakni curah hujan relatif tinggi, temperatur dan kelembaban relatif tinggi, mengingat kondisi tersebut dalam pengelolaan sumberdaya alamnya perlu dikelola secara bijak dan berwawasan lingkungan. 2. Sumberdaya di wilayah DAS Mahakam terutama sumberdaya hutan, perkebunan dan perikanan, serta hasil tambang seperti batubara, minyak tanah, gas, emas dan hasil tambang lainnya, selama ini dalam pemanfaatan dan eksploitasi sumberdaya alam tersebut ditengarahi dapat menimbulkan degradasi DAS Mahakam. 3. Indikator-indikator terjadinya degradasi pada DAS Mahakam antara lain diindikasikan oleh keberadaan lahan kritis yang semakin meluas, terjadinya erosi dan sedimentasi, frekuensi bencana banjir sering terjadi setiap tahun dan di sebagian Sungai Mahakam terjadi pencemaran air sungai, karena itu besarnya indikator-indikator tersebut perlu ditekan seminimal mungkin melalui program pengendaliannya. VIII – 2 4. Didasarkan atas data dan observasi lapangan serta hasil pertemuan para pihak terkait (stakeholders), dengan adanya kegiatan-kegiatan di DAS Mahakam yang dilaksanakan tanpa adanya perencanaan secara terpadu menyebabkan kondisi DAS Mahakam sudah mulai mengkhawatirkan. 5. Mengingat DAS Mahakam di wilayah Provinsi Kalimantan Timur meliputi 4 (empat) wilayah administrasi Kabupaten yakni Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Malinau, serta 1 (satu) wilayah adminstrasi Kota Samarinda, sehingga perlu diupayakan kesepakatan kerjasama dan koordinasi antar 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota tersebut dalam rangka pengelolaan DAS Mahakam. 6. Dalam upaya untuk menyelesaikan permasalahan di DAS Mahakam secara menyeluruh, telah dirumuskan program-program utama yang berkaitan dengan pokok-pokok permasalahannya, namun demikian perlu ditindaklanjuti penajaman rencana kerja kegiatan secara terpadu antar sektor dan antar kabupaten/kota. 7. Dalam pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu perlu dilakukan terutama penguatan kewenangan kelembagaan terkait yang sudah ada dan didukung oleh pendanaan yang memadai. 8. Perlu dibentuk forum koordinasi antar lembaga terkait oleh Gubernur untuk pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu dan berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2003a. Laporan Utama Studi Identifikasi dan Analisis Erosi Sedimentasi Sungai Santan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur. Kerjasama antara Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil Prop. KalTim dengan CV Wira Buana Konsultan, Samarinda. Anonim, 2003b. Laporan Akhir Detail Desain Penanggulangan Banjir S. Mahakam, S. Sesayap, S. Sembakung – Sebuku, S. Bengalun di Propinsi Kalimantan Timur. Kerjasama antara Proyek Pengembangan dan Pengelolaan Sungai Kalimantan, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah dengan PT Tata Guna Patria Engineering Consultant, Jakarta. Anonim, 2004a. Laporan Akhir Studi Optimasi Pengembangan Sumberdaya Air Sungai Kendilo Kabupaten Pasir. Kerjasama antara Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil Prop. KalTim dengan PT Antusiasme Engineering Consulting Engineers, Samarinda. Anonim, 2004b. Exsecutive Summary (Laporan Ringkas) Studi Penyusunan Rating Curve Aliran Sungai Mahakam. Kerjasama antara Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil Prop. KalTim dengan CV Portal Consultant, Samarinda. Anonim, 2005. Laporan Antara Penyusunan Data Base Spasial DPS Telake dan Aplikasi SISDA Kabupaten Pasir. Kerjasama antara Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil Prop. KalTim dengan PT Hilmy Anugerah, Samarinda. BAPLAN, 2004. Peta Penutupan Lahan Wilayah Propinsi Kalimantan Timur dengan Klasifikasi dan Nilai Skornya. Departemen Kehutanan RI, Jakarta. BP–DAS Mahakam Berau, 2004. Data Lahan Kritis Menurut DAS dan Sub DAS di Provinsi Kalimantan Timur. Hardwinarto, S., 2006. Pengaruh Luasan Penutupan Lahan dan Lahan Kritis terhadap Kondisi Hidroorologis pada 26 DAS di Kalimantan Timur. Journal “Frontir ” Univ. Mulawarman, Samarinda, Des. 2006. Kalimantan Timur dalam Angka, 2008. Kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Timur dan Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 79/Kpts-II/2001 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Kalimantan Timur. Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 346/Menhut-V/2005 tentang Kriteria Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai. Jakarta. Koesnandar, R. T. dan S. Hardwinarto, 2007. Kajian Degradasi Lahan dan Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sengata, Kalimantan Timur. Jurnal “Rimba Kalimantan” Fak. Kehutanan UNMUL, Samarinda, Juni 2007. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 39/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 42/Menhut-II/2009 Tentang Pola Umum, Kriteria dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Peta Citra Landsat ETM 7+, 2007. Peta Geologi Kalimantan Timur skala 1 : 250.000, 2001. Direktorat Jenderal Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi RI, Bandung. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Timur skala 1 : 250.000, 1999. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 50.000, 1991. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003 – 2008. RePPProT, 1987. Land Systems/Land Suitability. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson, 1951. Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Kementerian perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. TNC, 2002. Folio Text for Maps and Figures Ilustrating East Kalimantan Terrestrial Ecoregional Planning Process. The Nature Conservancy, Samarinda. Voss, F., 1983. Atlas East Kalimantan Transmigration Area Development Project (TAD). Cooperation between the Republic of Indonesia and the Federal Republic of Germany: Department of Manpower and Transmigration, Jakarta.