LAPORAN FINAL RENCANA PENGELOLAAN DAS TERPADU DI

advertisement
DEPARTEMEN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL
BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
MAHAKAM BERAU
Alamat : Jl. MT. Haryono, Telp./Fax. (0541) 734950
S A M A R I N D A, KALIMANTAN TIMUR
LAPORAN FINAL
RENCANA PENGELOLAAN DAS TERPADU
DI DAS MAHAKAM
Sumber Dana : DIPA BA 029 Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau Tahun 2009
Samarinda
2009/2010
Ringkasan Eksekutif: 1 – 14
RINGKASAN EKSEKUTIF
Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (RPDAS) Terpadu
merupakan rencana multipihak yang disusun dengan pendekatan partisipatif dan
multidisiplin, sehingga memuat berbagai kepentingan, tujuan dan sasaran.
Rencana pengelolaan DAS Terpadu bersifat umum yang dapat dijadikan sebagai
acuan, masukan dan pertimbangan bagi rencana sektoral di wilayah Sub DAS/
Sub SWP DAS serta bagi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan
Rencana Kegiatan
Pembangunan Daerah.
Maksud kegiatan ini adalah melakukan analisis karakteristik sistem DAS
(biofisik, sosial ekonomi budaya dan kelembagaan), analisis permasalahan dan
merumuskan strategi, dan melakukan sinkronisasi program dan rencana jangka
panjang pengelolaan DAS Mahakam yang bersifat multi para pihak, multi
sumberdaya alam dan multi sektoral.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi penyusunan Rencana
Pengelolaan DAS Terpadu dan tersedianya Rencana Pengelolaan DAS Terpadu
di DAS Mahakam sebagai rencana pengelolaan jangka panjang yang dapat
dijadikan panduan, masukan dan pertimbangan bagi para pemangku
kepentingan dalam menyusun rencana teknis yang lebih detil.
Sasaran lokasi pekerjaan penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu
adalah DAS Mahakam, karena DAS Mahakam termasuk DAS prioritas I di
wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Luas DAS Mahakam sekitar 7.724.365 Ha
yang meliputi 4 (empat) wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur,
serta 1 (satu) wilayah Kota Samarinda.
Metoda penyusunan Rencana Pengelolaan DAS terdiri atas kerangka
pendekatan pengelolaan DAS dan tahapan kegiatan penyusunan rencana
pengelolaan DAS. Kerangka pendekatan pengelolaan DAS meliputi pendekatan
sistem, pendekatan teknologi, pendekatan institusi/kelembagaan dan pendekatan
partisipatif, sedangkan tahapan kegiatan penyusunan Rencana Pengelolaan
DAS meliputi inventarisasi karakteristik DAS, identifikasi masalah, identifikasi
para pihak, perumusan tujuan dan sasaran, perumusan kebijakan dan program,
perumusan kelembagaan, perumusan sistem pemantauan dan evaluasi,
penyusunan sistem insentif dan disinsentif, serta perumusan pendanaan.
Kondisi umum dan karakteristik DAS Mahakam diantaranya kondisi iklim
seperti curah hujan relatif tinggi yang turun sepanjang tahun dan sebaran hujan
tahunnya dari yang tinggi ke yang rendah yakni tersebar dari bagian hulu sampai
bagian hilir DAS Mahakam, suhu dan kelembaban relatif tinggi, sedangkan
kondisi biogeofisiknya seperti fisiografi bergelombang/berbukit, topografi mulai
datar sampai curam, jenis tanahnya didominasi jenis tanah podsolik yang bersifat
rentan terhadap erosi, pola jaringan sungainya berbentuk dendritik (percabangan
pohon) yang dicirikan limpasan air sungai relatif cepat dan jumlah Sub DAS yang
terdapat di DAS Mahakam sebanyak 37 Sub DAS, penutupan lahan didominasi
oleh kawasan hutan yang luasannya semakin menurun sebaliknya semak
belukar dan alang-alang luasannya semakin meningkat, kondisi sosial ekonomi
seperti jumlah penduduk yang banyak terdapat di wilayah Kota Samarinda dan
Kabupaten Kutai Kartanegara, usaha/mata pencaharian sebagian besar di
bidang pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan serta bekerja di sektor
pertambangan dan perindustrian, terdapat sebanyak 1.410 desa definitif dan 403
Ringkasan Eksekutif: 2 – 14
desa yang masih berstatus swadaya, 483 desa swakarsa dan 503 desa
swasembada, dari sejumlah desa definitif tersebut terdapat 154 desa mempunyai
LKMD (Lembaga Keamanan Masyarakat Desa) kategori I, 558 Desa kategori II
dan 677 desa kategori III.
Hasil analisis permasalahan biofisik pada DAS Mahakam dapat disajikan
sebagai berikut:
Permasalahan
No.
Penyebab Utama
Pokok
1. Lahan Kritis
a. Curah hujan relatif tinggi.
b. Kondisi geofisik yang rentan seperti
topografi/ kelerengan relatif curam dan jenis
tanah relatif rentan erosi.
c. Pembukaan hutan dan lahan termasuk
perambahan hutan.
d. Kegiatan perladangan yang tidak ramah
lingkungan.
e. Bencana kebakaran hutan dan lahan.
2. Sedimentasi
a. Aliran permukaan, erosi, dan longsor.
b. Aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan
HTI dan perkebunan, serta pertambangan.
c. Pembukaan lahan untuk pembangunan
(pemukiman, fasilitas industri)
d. Pembuangan limbah sampah rumah tangga
ke sungai.
3. Kualitas air
a. Aktivitas pertambangan (keasaman air,
(sungai/danau)
pencucian dan pengendapan)
b. Aktivitas perkebunan (pestisida, herbisida
dan pupuk).
c. Limbah eksploitasi hutan (pembusukan sisa
penebangan dan limbah workshop).
d. Limbah industri perkayuan.
e. Pembuangan limbah sampah rumah tangga
ke sungai/danau).
f. Air bangar di danau (pembusukan gulma di
danau).
4. Banjir
a. Curah hujan tinggi.
b. Perluasan lahan terbuka.
c. Pengurukan daerah/kawasan penyimpan
air.
d. Drainase/kapasitas tampung saluran air
yang tidak memadai.
e. Terjadinya arus balik air sungai (back
water).
f. Pembuangan sampah rumah tangga ke
sungai/ danau).
5. Habitat Pesut
a. Frekuensi transportasi air semakin
Mahakam Terganggu
meningkat, terutama penggunaan kapal
ponton.
b. Terjadinya kecenderungan pendangkalan
danau & sungai.
c. Meningkatnya populasi predator ikan (ikan
Ringkasan Eksekutif: 3 – 14
6.
Degradasi keanekaragaman hayati
7.
Degradasi Delta
Mahakam
Toman, Patin).
d. Pesatnya perkembangan Eceng gondok
terutama di danau.
a. Pembukaan wilayah yang tidak terarah.
b. Aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan
HTI dan perkebunan, serta pertambangan.
c. Kejadian bencana kebakaran hutan dan
lahan.
a. Perluasan konversi lahan di delta Mahakam
untuk areal pertambakan.
b. Keberadaan hutan mangrove semakin
terancam, semakin rusak dan luasannya
semakin sedikit.
c. Terancam dampak negatif limbah dan
polutan dari sungai Mahakam yang
bermuara di delta Mahakam.
Sedangkan hasil analisis permasalahan sosial ekonomi dan kelembagaan dapat
disajikan sebagai berikut:
No.
Permasalahan Pokok
1.
Tata Ruang dan penggunaan
Lahan
Penyebab utama
a.
b.
c.
2.
Konflik pemanfaatan
Sumberdaya Alam (SDA)
dan lahan
a.
b.
c.
3.
Permasalahan Hulu - Hilir
a.
b.
c.
4.
Ketergantungan penduduk
terhadap lahan
5.
Pemahaman Budaya
Konservasi yang masih
lemah
a.
b.
a.
Adanya tumpangtindih/overlapping
pemantaan ruang/kawasan.
Adanya kawasan pinggir/sempadan
sungai sebagai kawasan budidaya
non kehutanan (sumber: TGHK).
Masih belum selesainya
permasalahan tata batas.
Masih adanya egosektoral dalam
pemanfaatan SDA.
Maraknya pemanfaatan lahan seperti
untuk aktivitas pertambangan dan
perkebunan yang menimbulkan
konflik dengan masyarakat.
Usaha penguasaan lahan oleh
masyarakat.
Belum adanya
mekanisme/pengaturan kompensasi.
Belum optimalnya peran lembaga
terkait dalam menangani masalah
hulu-hilir.
Belum terpolanya pemahaman ”One
River, One Management”.
Mayoritas penduduk bermatapencaharian di sektor pertanian.
Budaya teknik perladangan gilir balik.
Adanya praktik kegiatan pertanian,
perkebunan, pertambakan dan
kehutanan yang belum menerapkan
teknik konservasi tanah dan air.
Ringkasan Eksekutif: 4 – 14
b.
6.
Kelembagaan
a.
b.
7.
Pelibatan masyarakat sekitar
dalam dunia usaha
a.
b.
8.
Pendanaan
a.
b.
c.
d.
Praktik kegiatan pertambangan yang
tidak ramah lingkungan.
Belum optimalnya
kerjasama/koordinasi lembagalembaga terkait dalam penanganan
DAS Mahakam.
Terbatasnya instrumen peraturan
perundangan yang mengatur
kelembagaan DAS Mahakam.
Tidak terpenuhinya persyaratan
pendidikan dan keterampilan minimal
yang dibutuhkan perusahaan.
Keterbatasan masyarakat sekitar
dalam mendapatkan informasi
perusahaan.
Terbatasnya dana pemerintah.
Adanya ketergantungan pendanaan
pengelolaan DAS dari Pemerintah
Pusat.
Keterlibatan pihak pengguna jasa
lingkungan DAS dalam pendanaan
kegiatan belum diatur secara baik.
Penyaluran dan penggunaan dana
tidak efisien dan efektif.
Dari hasil analisis tersebut di atas, rumusan masalah yang berkaitan dengan
pengelolaan DAS Mahakam dapat diuraikan sebagai berikut :
1). Bagaimana menekan laju perluasan lahan kritis dan laju sedimentasi, serta
penanggulangan banjir dan pencemaran air yang terjadi di DAS Mahakam.
2). Bagaimana mengatasi terganggunya habitat Pesut Mahakam dan degradasi
keanekaragaman hayati yang terjadi di DAS Mahakam, serta degradasi delta
Mahakam.
3). Bagaimana menata/mengatur ruang dan penggunaan lahan yang
memperhatikan kesesuaian aspek ekonomi, sosial dan lingkungan di dalam
DAS Mahakam.
4). Bagaimana mengatasi kebutuhan lahan untuk penghidupan masyarakat di
sektor pertanian, serta meningkatkan pemahaman budaya konservasi di
sektor pertanian, perkebunan, pertambakan, kehutanan dan pertambangan di
DAS Mahakam.
5). Bagaimana mewujudkan suatu lembaga yang mengkoordinasikan parapihak
terkait dalam pengelolaan DAS Mahakam dan pendanaannya, serta dapat
menangani permasalahan hulu – hilir dan pelibatan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis dan perumusan masalah pengelolaan DAS
Mahakam seperti tersebut di atas, serta mengacu pada hasil rumusan diskusi
dari para pihak dalam pengeloaan DAS, maka diperoleh tujuan pengelolaan DAS
Mahakam sebagai berikut:
1). Terwujudnya koordinasi,integrasi, sinkronisasi dan sinergi para pihak dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS Mahakam.
2). Terwujudnya kondisi tata air DAS Mahakam yang optimal meliputi jumlah,
kualitas dan distribusi ruang dan waktu.
Ringkasan Eksekutif: 5 – 14
3). Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan daya
tampung DAS Mahakam.
4). Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam wilayah DAS
Mahakam dari hulu sampai hilir.
Berdasarkan kondisi obyektif seperti tersebut di atas, maka sasaran
jangka panjang (15 tahun) yang ini dicapai sesuai lingkup waktu rencana
pengelolaan DAS Mahakam sebagai berikut:
1). Terbangunnya model kelembagaan pengelolaan DAS yang akomodatif,
partisipatif, terpadu dan berorientasi pada pencapaian tujuan pengelolaan
DAS;
2). Terkendalinya laju erosi dan sedimentasi, bencana banjir dapat ditekan
seminimal mungkin, serta laju pencemaran air pada tingkat ambang batas
yang diperkenankan;
3). Terkendalinya degradsi keanekaragaman hayati dan degradasi delta
Mahakam;
4). Meningkatnya
kualitas habitat untuk berkembangnya kehidupan liar,
khususnya habitat bagi kelangsungan hidup Pesut Mahakam;
5). Adanya kesesuaian penggunaan lahan dengan RTRWP Kabupaten/Kota dan
Provinsi Kalimantan Timur;
6). Meningkatkan kesejahteran masyarakat di DAS Mahakam;
7). Meningkatkan partisipasi para pihak yang memanfaatankan sumberdaya
alam (SDA) dan jasa lingkungan di DAS Mahakam.
Unsur-unsur utama dalam startegi pencapaian sebagai berikut:
1). Adanya struktur pengelola (lembaga) dan mekanisme kerja yang jelas siapa
yang melaksanakan apa, monitoring, evaluasi sehingga terwujud suatu
sistem pengelolaan DAS terpadu dan berkelanjutan yang dalam hal ini sering
disebut “One River, One Plan, One Management”;
2). Rencana pengelolaan dilaksanakan secara bertahap dan menggunakan
skala prioritas yang diselaraskan dengan system perencanaan pembangunan
nasional dan lokal;
3). Partisipasi dan pelibatan berbagai pihak dalam pengelolaan DAS dengan
memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Masalah dan arahan program utama dalam pengelolaan DAS Mahakam
secara terpadu dapat disajikan sebagai berikut:
1.
Kelompok Masalah
Utama
Lahan Kritis
2.
Sedimentasi
3.
Kualitas air sungai
/danau
No.
Pokok Masalah
 Meluasnya lahan kritis
akibat aktivitas
manusia dalam
memanfaatkan lahan.
 Adanya bencana
kebakaran hutan dan
lahan.
 Terjadinya
peningkatan laju
sedimentasi.
 Terjadinya
pencemaran air
sungai dan danau.
Program/Kegiatan yg
dapat Dilakukan
 Rehabilitasi dan
reklamasi lahan.
 Reboisasi dan
penghijauan.
 Penyuluhan
kehutanan.
 Pengerukan sungai.
 Pengendalian erosi
dan sedimentasi.
 Penyuluhan dan
pendidikan
keterampilan.
 Pola hidup bersih.
Ringkasan Eksekutif: 6 – 14
 Banjir merugikan
masyarakat dan
aktivitas masyarakat
tergangu.
 Keberadaan
keaneka-ragaman
hayati dan satwa liar
terganggu habitatnya
sehingga terancam
punah.
 Rusaknya kawasan
delta Mahakam.
 Keberadaan hutan
mangrove semakin
sedikit dan
terganggu.
 Menurunnya kualitas
habitat untuk Pesut
Mahakam sehingga
ada kekhawatiran
punahnya Pesut.
 Terjadinya tumpang
tindih/overlapping
pemanfaatan
ruang/kawasan.
 Penggunaan lahan
yang tidak sesuai
dengan fungsi
peruntukannya.
4.
Banjir
5.
Degradasi Keanekaragaman Hayati
6.
Degradasi Delta
Mahakam
7.
Habitat Pesut
Mahakam Terganggu
8.
Tata Ruang dan
penggunaan Lahan
9.
Konflik pemanfaatan
Sumberdaya Alam
(SDA) dan lahan
Permasalahan Hulu –
Hilir DAS Mahakam
 Terjadinya konflik
yang bersifat vertikal
maupun horizontal.
 Belum ada kesepakatan antar
pemerintah daerah
tentang hulu – hilir
DAS Mahakam.
11.
Ketergantungan
penduduk terhadap
lahan.
12.
Pemahaman Budaya
Konservasi yang
masih lemah.
 Belum efektifnya
peran sektor
pertanian dalam
penyediaan
lapangan kerja.
 Masih banyak
anggota masyarakat
yang belum berperi
laku ramah
lingkungan.
10.
 Pengerukan dan
penataan alur sungai.
 Pembuatan embung
dan polder.
 Penyelamatan
keanekaragaman
hayati dan satwa liar.
 Kerjasama dengan
pihak-pihak terkait.
 Pemetaan kawasan
Delta Mahakam.
 Konservasi dan
rehabilitasi hutan
mangrove.
 Identifikasi serta
pengamatan siklus
hidup Pesut.
 Penelitian Populasi
Pesut.
 Pengembalian status
kawasan/lahan
sesuai dengan
peraturan
perundangan yang
berlaku melalui
instansi yang
berwenang.
 Sosialisasi peraturan
perundangan terkait.
 Manajemen konflik.
 Redistribusi lahan.
 Koordinasi dan
kerjasama antar
pemerintah daerah
kabupaten/kota di
wilayah DAS
Mahakam.
 Penyuluhan serta
pendidikan keterampilan agar bisa
berwiraswasta.
 Aplikasi Agroforestry.
 Penyuluhan dan
pendidikan
konservasi.
Ringkasan Eksekutif: 7 – 14
13.
Kelembagaan
14.
Pelibatan masyarakat
sekitar dalam dunia
usaha.
15.
Pendanaan
 Belum optimal dan
efektif lembaga
formal yang ada.
 Masih banyak tenaga
kerja lokal tidak
dapat ditampung
dalam kegiatan
industri.
 Terbatasnya dana
yang tersedia serta
belum adanya
anggaran dari
Pemerintah Daerah.
 Pembentukan
lembaga pengelola
DAS Mahakam.
 Pemberdayaan
masyarakat dan
penyuluhan.
 Kapasitas building
dan penggalian dana
dari pihak luar negeri
dan sektor swasta.
Kebijakan, program dan kegiatan dalam rencana pengelolaan DAS
Mahakam secara terpadu antara lain kebijakan pengembangan kelembagaan
pengelolaan DAS, kebijakan pemantapan tata ruang wilayah DAS, konservasi
dan rehabilitasi hutan dan lahan, selain itu analisis peran dan kelembagaan
meliputi identifikasi para pihak, fungsi dan peran, serta rumusan kelembagaan
pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu,
Beberapa prinsip yang perlu menjadi dasar lembaga pengelolaan DAS
terpadu di DAS Mahakam antara lain:
1). Profesionalisme, keterbukaan, independen, akuntabilitas, berkeadilan;
2). Kejelasan batas wilayah kewenangan, peran serta tanggung jawab;
3). Mampu mengakomodasi dan memfasilitasi norma dan institusi sosial
setempat;
4). Bekerja berdasarkan aturan yang telah disepakati, serta menerapkan prinsip
dan norma hukum dalam pengelolaannya;
5). Menerapkan sistem manajemen strategis dan terpadu serta modern.
Rencana tahapan penyiapan kelembagaan pengelolaan terpadu DAS
Mahakam sebagai berikut:
No. Tahapan Kegiatan
1. Penyusunan model
kelembagaan
2. Penyusunan
organisasi dan tata
kerja di tingkat
Provinsi
3. Penyusunan
organisasi dan tata
kerja di tingkat
Kabupaten /Kota
Pelaksana
Forum DAS
Kaltim, BP DAS
Mahakam-Berau
Bappeda Prov.
Forum DAS
Kaltim, BP DAS
Mahakam-Berau
Bappeda Prov.
Forum DAS
Kaltim, BP DAS
Mahakam-Berau
Bappeda
Kabupaten/Kota.
Indikator
Pencapaian (ovi)
Kegiatan diskusi
Tahun
Pelaksanaan
2010 - 2011
Kegiatan diskusi
2011
Kegiatan diskusi
dan sinkronisasi
tata kerja
2011
Ringkasan Eksekutif: 8 – 14
4. Koordinasi
Forum DAS
Kaltim, BP DAS
Mahakam-Berau,
Bappeda
Kabupaten/Kota.
5. Pembuatan
Forum DAS
Keputusan
Kaltim, BP DAS
Gubernur dan
Mahakam-Berau,
Peraturan Gubernur Biro Hukum, Biro
Ortal, Bappeda
Provinsi.
Kegiatan
kunjungan ke
daerah/lapangan
2012
Keputusan
Gubernur :
Susunan
organisasi
lembaga
pengelola
Peraturan
Gubernur tentang
tata kerja
lembaga
pengelola
Keputusan
Bupati/Walikota
Susunan
organisasi
lembaga
pengelola
Peraturan
Bupati/Walikota
tentang tata kerja
lembaga
pengelola
Perda tentang
pengelolaan DAS
2012
6. Pembuatan
Keputusan
Bupati/Walikota dan
Peraturan
Bupati/Walikota
Forum DAS
Kaltim, BP DAS
Mahakam-Berau,
Biro Hukum, Biro
Ortal, Bappeda
Kabupaten/Kota.
7. Pembuatan
Peraturan Daerah
Forum DAS
Kaltim, BP DAS
Mahakam-Berau,
Biro Hukum, Dinas
Kehutanan,
Bappeda Provinsi.
Pemerintah
Lembaga yang
Provinsi,
efektif dan efisien
Kabupaten/Kota,
BP DAS
Mahakam-Berau
8. Pengembangan
Kelembagaan
2012
2013
2011 dan
seterusnya
Ringkasan Eksekutif: 9 – 14
Rencana Kerja Kegiatan Pengelolaan Terpadu DAS Mahakam secara rinci
disajikan sebagai berikut:
Tahun
Pelaksanaan
2011 Seterusnya
No.
Program Kerja
Target Kerja
Pelaksana
1.
Rehabilitasi Hutan dan
Lahan Kritis di DAS
Mahakam:
 Rehabilitasi dan
reklamasi lahan.
 Reboisasi dan
penghijauan.
 Penyuluhan
kehutanan.
Pengendalian
Sedimentasi di DAS
Mahakam:
 Pengerukan sungai.
 Pengendalian erosi
dan sedimentasi.
Lahan kritis di
DAS Mahakam
semakin kecil atau
sedikit.
BPDAS MahakamBerau; Dinas
Kehutanan Prov.
dan Kab./Kota.
Laju sedimentasi
di DAS Mahakam
dapat ditekan
seminimal
mungkin.
BWS Kalimantan III
Prov. Kaltim, Dinas
PU Prov./Kab./Kota
Terkait, BPDAS
Mahakam Berau,
Dinas Kehutanan
Prov./Kab./Kota
Terkait.
BLH Prov./Kab./
Kota terkait, BWS
Kalimantan III Prov.
Kaltim, Dinas
Kesehatan.
2011 Seterusnya
Kemungkinan
bencana banjir di
DAS Mahakam
dapat ditekan
seminimal mungkin.
BWS Kalimantan III
Prov. Kaltim, Dinas
PU Prov./Kab./Kota
Terkait.
2011 Seterusnya
Laju degradasi
Keanekaragaman
hayati di DAS
Mahakam dapat
ditekan seminimal
mungkin.
BKSDA Kaltim,
Dinas Kehutanan
Prov./Kab./Kota
Terkait., BLH
Prov./Kab./ Kota
terkait, Lembaga
Lain yang Terkait.
2011 Seterusnya
2.
3.
4.
5.
Pengendalian Kualitas
Air Sungai dan Danau
di DAS Mahakam:
 Penyuluhan dan
pendidikan
keterampilan.
 Pola hidup bersih.
Pengendalian Banjir di
DAS Mahakam:
 Pengerukan dan
penataan alur
sungai.
 Pembuatan embung
dan polder.
Pengendalian
degradasi
Keanekaragaman
hayati di DAS
Mahakam:
 Penyelamatan
keanekaragaman
hayati dan satwa liar.
 Kerjasama dengan
pihak-pihak terkait.
Pencemaran air
Sungai Mahakam
dapat ditekan
seminimal
mungkin.
2011 Seterusnya
Ringkasan Eksekutif: 10 – 14
6.
Pengendalian
degradasi Delta
Mahakam:
 Pemetaan kawasan
Delta Mahakam.
 Konservasi dan
rehabilitasi hutan
mangrove.
7.
Pengendalian
terganggunya habitat
Pesut Mahakam:
 Identifikasi serta
pengamatan siklus
hidup Pesut.
 Penelitian Populasi
Pesut.
Penanganan tumpang
tindih (Overlapping)
pemanfaatan ruang/
kawasan di DAS
Mahakam:
 Pengembalian status
kawasan/lahan sesuai dengan peraturan
perundangan yang
berlaku melalui
instansi yang
berwenang.
 Sosialisasi peraturan
perundangan terkait.
Penangan konflik
pemanfaatan
sumberdaya alam
(SDA) dan lahan di
DAS Mahakam:
 Manajemen konflik.
 Redistribusi lahan.
Penanganan
permasalahan hulu-hilir
DAS Mahakam:
 Koordinasi dan kerjasama antar pemerintah daerah kabupaten/
kota di wilayah DAS
Mahakam.
8.
9.
10.
BAPPEDA dan
BLH Prov./Kab./
Kota, BPDAS
Mahakam-Berau;
Dinas Kehutanan
Prov. dan
Kab./Kota Terkait,
Dinas Kelautan &
Perikanan Prov./
Kab./ Kota terkait.
Keberadaan Pesut BLH Prov./Kab./
Kota terkait,
Mahakam dan
Instansi Pemerintah
habitatnya dapat
dan Lembaga lain
dilestarikan
yang terkait.
2011 Seterusnya
Pemanfaatan/
peruntukan ruang/
kawasan di DAS
Mahakam sesuai
dengan peraturan
perundangan yang
berlaku.
BAPPEDA
Prov./Kab./ Kota
terkait, serta Dinas/
Instansi lainnya
yang Terkait.
2011 - 2015
Konflik pemanfaatan sumberdaya
alam (SDA) dan
lahan di DAS
Mahakam dapat
diatasi dan
diselesaiakan.
Permasalahan
hulu-hilir di DAS
Mahakam dapat
diselesaikan dan
disepakati antar
pemerintah Kab./
Kota di wilayah
DAS Mahakam.
BAPPEDA dan
BPN Prov./Kab./
Kota terkait, serta
Dinas/ Instansi
lainnya yang
Terkait.
2011 - 2015
Pemprov. Kaltim,
Pemkab./Pemkot
di wilayah DAS
Mahakam
2011 - 2015
Laju degradasi
Delta Mahakam
dapat ditekan
seminimal
mungkin.
2011 Seterusnya
Ringkasan Eksekutif: 11 – 14
11.
12.
13.
Peningkatan efektivitas
peran sektor pertanian
dalam penyediaan
lapangan kerja di DAS
Mahakam:
 Penyuluhan serta
pendidikan keterampilan agar bisa
berwiraswasta.
 Aplikasi Agroforestry.
Peningkatan pemahaman budaya konservasi
yang masih lemah di
DAS Mahakam:
 Penyuluhan dan
pendidikan
konservasi.
Mewujudkan lembaga
pengelola DAS
Mahakam:
 Pembentukan
lembaga pengelola
DAS Mahakam.
14.
Peningkatan pelibatan
masyarakat sekitar
dalam dunia usaha di
DAS Mahakam:
 Pemberdayaan
masyarakat dan
penyuluhan.
15.
Peningkatan kemampuan pendanaan untuk
pengelolaan DAS
Mahakam:
 Kapasitas building
dan penggalian dana
dari pihak luar negeri
dan sektor swasta.
Tercapainya
efektivitas peran
sektor pertanian
dalam penyediaan
lapangan kerja.
Dinas Pertanian,
Dinas Kehutanan,
Dinas Perkebunan,
Dinas Perikanan,
Badan Pemberdayaan Masyarakat
Prov./Kab./Kota,
Dinas/Instansi
terkait lainnya.
2011 Seterusnya
Pemahaman dan
perilaku masyarakat tentang
budaya konservasi
semakin
meningkat.
BLH, Prov./Kab./
Kota terkait,
BKSDA,
Dinas/Instansi/
Lembaga lain yang
terkait.
2011 - 2015
Terwujudnya
lembaga
pengelola DAS
Mahakam.
BPDAS MahakamBerau; BWS
Kalimantan III Prov.
Kaltim, Forum DAS
Kaltim, Dewan
Sumber Daya Air
Kaltim, Pemprov.,
Pemkab., Pemkot,
Dinas/Instansi,
Lembaga terkait
lainnya.
Dinas Tenaga
Kerja, Badan
Pemberdayaan
Masyarakat, Dinas
Perindustrian,
Dinas/Instansi Lain
yang terkait.
2010 – 2011
Semakin meningkat masyarakat
lokal/tenaga kerja
lokal dapat
ditampung dalam
kegiatan usaha/
industri yang ada
di sekitarnya.
Tercukupinya
dana yang
tersedia untuk
pengelolaan DAS
Mahakam secara
memadai dan
berkelanjutan.
2011 –
seterusnya.
Pemprov./Pemkab./ 2011 –
seterusnya.
Pemkot, Dinas/
Instansi terkait,
Lembaga Swasta,
Lembaga
Internasional
lainnya yang
terkait.
Ringkasan Eksekutif: 12 – 14
Pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan sebagaimana
disampaikan sebelumnya dilaksanakan oleh SKPD kabupaten/kota di mana
lokasi kegiatan dilaksanakan. Rencana kegiatan tahunan dibuat oleh masingmasing SKPD mengacu pada kegiatan prioritas yang tercantum pada program
pengelolaan terpadu. Lembaga pengelola DAS Kabupaten/Kota dengan
berkoordinasi dengan lembaga pengelola DAS Provinsi melakukan analisis dan
telaah dari hasil kegiatan tahunan untuk kemudian dipadukan dalam suatu
perwilayahan DAS Mahakam secara keseluruhan sehingga dapat diketahui
kegiatan-kegiatan mana yang perlu dilanjutkan dan penentuan prioritasnya. Dari
hasil telaah tersebut kemudian dapat disusun program kerja di masa mendatang
untuk kemudian dikoordinasikan dengan masing-masing SKPD Kabupaten/Kota.
Lembaga Pengelola DAS yang terbentuk, baik tingkat Provinsi ataupun
Kabupaten/Kota secara sendiri-sendiri maupun secara menyeluruh dalam satuan
DAS Mahakam melakukan koordinasi sedikitnya 2 kali setahun yaitu masingmasing pada saat menyusun rencana kegiatan tahun anggaran dan akhir tahun
anggaran untuk kegiatan evaluasi efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan.
Pengelolaan DAS secara terpadu memerlukan sarana dan prasarana,
baik itu yang berupa sarana dan prasarana untuk kegiatan pengelolaan DAS itu
sendiri, tetapi juga sarana dan prasarana dalam upaya untuk pemulihan maupun
penjagaan dari kawasannya. DAS Mahakam meliputi wilayah yang sangat luas
dengan kondisi yang cukup memprihatinkan dari masalah-masalah hidrologi,
lahan, dan sosial ekonomi serta untuk pengelolaannya sendiri yang sampai
sekarang belum mempunyai bentuknya. Tentunya investasi dan pembiayaan
yang diperlukan juga sangat besar, itupun sampai sekarang belum ada keinginan
secara nyata dalam investasi dan pembiayaan. Sementara itu pula
permasalahan-permasalahan juga semakin meningkat, khususnya yang
berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan, misalnya rusaknya hábitat satwasatwa yang dilindungi, bencana banjir dan tanah longsor maupun konflik-konflik
tentang pemanfaatan sumberdaya alam di DAS Mahakam. Untuk itu rencana
investasi dan pembiayaan untuk pengelolaan DAS Mahakam dan implementasi
program kegiatan di lapangan akan disusun secara bertahap berdasarkan
prioritas tentang pentingnya program, apalagi dengan kemampuan pendanaan
yang sangat terbatas. Selain itu juga dengan memanfaatkan isu-isu penting
tentang
program-program
konservasi,
misalnya
dengan
promosi
keanekaragaman hayati sehingga pembiayaannya dapat digabungkan dengan
kegiatan pemulihan hábitat yang berkaitan langsung dengan pengelolaan DAS
Mahakam. Selain itu dengan program pengurangan emisi karbon dapat dikaitkan
dengan program rehabilitasi kawasan-kawasan yang termasuk kritis, yang
pembiayaannya dapat menjadi investasi bila kawasannya merupakan milik
masyarakat dan sekaligus untuk penyelesaian dalam masalah sosial ekonomi
kemasyarakatan.
Namun demikian, dalam waktu yang dekat investasi untuk sarana dan
prasarana pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu perlu dilaksanakan,
antara lain untuk pemantauan kondisi hidroorologi DAS Mahakam.
Pelaksanaan implementasi program kegiatan pengelolaan DAS terpadu di
DAS Mahakam pada dasarnya sangat tergantung pada sumber pendanaan untuk
program kegiatan tersebut. Sumber pendanaan untuk penyelenggaraan
pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam dapat bersumber antara lain dari:
1). Dana pemerintah melalui APBN dan APBD;
2). Dana pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan SDA dan
pengguna jasa lingkungan di DAS Mahakam;
Ringkasan Eksekutif: 13 – 14
3). Dana lainnya yang dapat digali dari sumber pendanaan internasional,
lembaga swasta dan lain-lainnya.
Khususnya mekanisme pendanaan dari APBN/APBD harus mengikuti
prosedur yang berlaku, instansi/lembaga yang terkait dengan pengelolaan DAS
terpadu dapat mengusulkan program kegiatan berdasarkan arahan prioritas
program kegiatan dari pengelolaan DAS terpadu, sedangkan pendanaan yang
bersumber dari pihak-pihak pemanfaat SDA dan jasa lingkungan serta dana
lainnya dapat dikoordinasikan dengan lembaga pengelola DAS Mahakam.
Pemantauan dan evaluasi merupakan rangkaian proses pengawasan
yang berperan sebagai masukan dan umpan balik untuk efektifnya
penyelenggaraan pengelolaan DAS. Berfungsinya pemantauan dan evaluasi
yang efektif yang memenuhi tuntutan standar kriteria dan indikator kinerja
pengelolaan DAS akan turut memberi jaminan berjalannya fungsi pengendalian
pengelolaan DAS.
Cara atau metode pengukuran dan penetapan kriteria pemantauan dan
evaluasi dalam Rencana Pengelolaan DAS Terpadu di DAS Mahakam secara
umum antara lain meliputi kriteria dan indikator sebagai berikut:
1). Kriteria Penggunaan Lahan DAS meliputi indikator-indikator Penutupan oleh
Vegetasi, Kesesuaian Penggunaan Lahan, Indeks Erosi dan Pengelolaan
Lahan;
2). Kriteria Tata Air DAS meliputi indikator-indikator Debit Air Sungai, Indeks
Penggunaan Air, Kandungan Pencemaran (Polutan) dan Nisbah Hantar
Sedimen (SDR);
3). Kriteria Sosial DAS meliputi indikator-indikator Kepedulian Individu,
Partisipasi terhadap Lahan Masyarakat dan Tekanan Penduduk;
4). Kriteria Ekonomi DAS meliputi indikator-indikator Ketergantungan Penduduk
terhadap Lahan, Tingkat Pendapatan, Produktivitas Lahan dan Jasa
Lingkungan;
5). Kriteria Kelembagaan DAS meliputi indikator-indikator Keberdayaan
Lembaga Lokal/Adat, Ketergantungan Masyarakat Kepada Pemerintah, KISS
dan Kegiatan Usaha Bersama.
Kriteria dan indikator-indikator yang bersifat umum seperti tersebut di atas
secara rinci dapat dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan
dan Perhutanan Sosial No. P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan
Evaluasi Daerah Aliran Sungai, selanjutnya dalam Rencana Pengelolaan DAS
Terpadu ini juga ditambahkan kriteria dan indikator khusus yang berkaitan
dengan penanganan permasalahan utama DAS Mahakam manakala tidak bisa
diukur dan dianalisis dengan kriteria dan indikator yang bersifat umum tersebut.
Kegiatan monitoring dan evaluasi (MONEV) merupakan sarana untuk
mengawasi pelaksanaan pengelolaan DAS agar tidak menyimpang dari rencana
pengelolaan DAS terpadu yang telah disepakati dan disahkan. Kegiatan MONEV
dilaksanakan oleh anggota LK-PDAS yang memiliki tugas dan fungsi monitoring
dan evaluasi DAS seperti BPDAS, Bapedalda, Balai Pengelolaan Sumberdaya
Air, Dinas Kesehatan. Meskipun demikian, untuk menjaga objektivitas MONEV,
maka LK-PDAS dapat bekerjasama dengan lembaga lain yang bersifat
independen yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam hal tersebut. Hasil
MONEV dilaporkan kepada pemerintah dan lembaga koordinasi untuk dapat
digunakan sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi dan memperbaiki
rencana dan pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu di masa yang akan datang.
Pengendalian sebagai tindakan pencegahan diperlukan dalam rangka
menjaga tertib penyelenggaraan pengelolaan DAS, sehingga berbagai penyim-
Ringkasan Eksekutif: 14 – 14
pangan dalam setiap tahap penyelenggaraan pengelolaan DAS dapat dihindari.
Dengan demikian pengendalian tidak hanya terbatas pada tindakan korektif
seperti restorasi, rehabilitasi dan reklamasi terhadap sumber daya yang telah
terdegradasi.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu, yang
dalam pelaksanaannya dibantu oleh Lembaga Koordinasi Pengelolaan DAS atau
forum DAS sebagai wakil pemangku kepentingan.
Pengendalian kegiatan pengelolaan DAS dilakukan melalui kegiatan
pengawasan dan penertiban yang meliputi aspek administrasi, teknis,
finansial/pendanaan dan kelembagaan. Pelaksanaan pengendalian harus
berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, adil, demokratis dan akuntabel.
Pengawasan dan penertiban dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan
pengelolaan DAS dalam kawasan budidaya dan kawasan lindung di bagian hulu
dan hilir DAS dengan sasaran institusi/lembaga dan masyarakat. Kegiatan
pengawasan dan penertiban harus terkait langsung dengan hak dan tanggungjawab para pihak, serta dapat menghindari terjadinya sengketa dan memberi
sanksi terhadap suatu pelanggaran.
Pengawasan bertujuan untuk mewujudkan kesesuaian rencana
pengelolaan DAS terpadu dengan realisasi pelaksanaan kegiatan masing-masing
sektor pembangunan. Para pejabat menurut kewenangannya melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu, yang dalam
pelaksanaannya dibantu oleh lembaga koordinasi atau forum pengelolaan DAS.
Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS diselenggarakan
dalam bentuk pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pengawasan harus
dilaksanakan menurut hirarki penatalaksanaan (governance) kegiatan dan
mengikuti pedoman-pedoman yang terkait dengan pengelolaan DAS.
Penertiban bertujuan untuk mewujudkan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan DAS, dan untuk menegakkan aturan (law enforcement). Penertiban
dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas pelanggaran terhadap
pelaksanaan yang menyimpang/tidak sesuai dengan rencana pengelolaan DAS
terpadu dan/atau peraturan perundangan yang terkait. Penegakan hukum
dilakukan oleh instansi sesuai dengan kewenangannya.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL DAN PENGESAHAN .......................................
RINGKASAN EKSEKUTIF ...........................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................
DAFTAR TABEL ...........................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
i
ii
iii
iv
vi
vii
I. PENDAHULUAN .................................................................
A. Latar Belakang ...............................................................
B. Maksud dan Tujuan ........................................................
C. Sasaran Lokasi ..............................................................
I–1
I–1
I–3
I–4
II. METODA PENYUSUNAN RENCANA ................................
A. Kerangka Pendekatan Pengelolaan DAS ......................
1. Pendekatan Sistem ..................................................
2. Pendekatan Teknologi .............................................
3. Pendekatan Institusi/Kelembagaan .........................
4. Pendekatan Partisipatif ............................................
B. Tahapan Kegiatan Penyusunan Pengelolaan DAS ........
1. Inventarisasi Karakteristik DAS ................................
2. Identifikasi Masalah .................................................
3. Identifikasi Para Pihak .............................................
4. Perumusan Tujuan dan Sasaran .............................
5. Perumusan Kebijakan dan Program ........................
6. Perumusan Kelembagaan .......................................
7. Perumusan Sistem Pemantauan dan Evaluasi ........
8. Penyusunan Sistem Insentif dan Disinsentif ............
9. Perumusan Pendanaan ...........................................
II – 1
II – 1
II – 1
II – 1
II – 2
II – 3
II – 4
II – 4
II – 4
II – 5
II – 5
II – 5
II – 6
II – 6
II – 7
II – 7
III. KONDISI DAN KARAKTERISTIK DAS ...............................
A. Kondisi Biofisik ...............................................................
1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi
Pemerintahan ...........................................................
2. Iklim ..........................................................................
3. Fisiografi dan Topografi ...........................................
4. Geologi dan Jenis Tanah .........................................
5. Hidrologi dan Daerah Aliran Sungai (DAS) ..............
6. Penutupan Lahan .....................................................
B. Kondisi Sosial Ekonomi ..................................................
1. Kependudukan .........................................................
2. Pertanian ..................................................................
3. Industri .....................................................................
IIII – 1
IIII – 1
IIII – 1
IIII – 3
IIII – 8
IIII – 11
IIII – 18
IIII – 22
IIII – 25
IIII – 25
IIII – 29
IIII – 36
v
4. Pertambangan Batubara ..........................................
5. Perekonomian Wilayah ............................................
6. Kelembagaan ...........................................................
IIII – 38
IIII – 39
IIII – 41
IV. ANALISIS DAN PERUMUSAN MASALAH .........................
A. Identifikasi Masalah ........................................................
1. Biofisik ......................................................................
2. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan ..........................
B. Kajian dan Analisis .........................................................
C. Rumusan Permasalahan ................................................
IV – 1
IV – 1
IV –1
IV – 6
IV – 15
IV – 19
V.
RENCANA DAN STRATEGI PENGELOLAAN ...................
A. Tujuan dan Sasaran .......................................................
B. Strategi Pencapaian .......................................................
C. Kebijakan, Program dan Kegiatan .................................
1. Kebijakan Pengembangan Kelembagaan
Pengelolaan DAS .....................................................
2. Kebijakan Pemantapan Tata Ruang Wilayah DAS ..
3. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ........
D. Analisis Peran dan Kelembagaan ..................................
1. Identifikasi Para Pihak, Fungsi dan Peran ................
2. Rumusan Kelembagaan Pengelolaan DAS
Mahakam Terpadu ....................................................
V–1
V–1
V–3
V–7
V–7
V – 11
V – 13
V – 15
V – 15
V – 23
VI.
RENCANA IMPLEMENTASI PROGRAM DAN KEGIATAN.. VI – 1
A. Tahapan Pelaksanaan ..................................................
VI – 1
1. Tahapan Persiapan Pengelolaan .............................
VI – 1
2. Tahapan Identifikasi Khusus dan Sosialisasi ...........
VI – 6
3. Tahapan Penyusunan Rencana Jangka Menengah..
VI – 7
4. Tahapan Implementasi Kegiatan .............................
VI – 7
B. Organisasi Pelaksana ................................................... VI – 11
C. Rencana Investasi dan Pembiayaan ............................
VI – 11
D. Mekanisme Pelaksanaan dan Pendanaan ...................
VI – 13
VII.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI ........................................
A. Standar, Kriteria dan Indikator ......................................
1. Kriteria Penggunaan Lahan DAS .............................
2. Kriteria Tata Air DAS ................................................
3. Kriteria Sosial Ekonomi DAS ...................................
4. Kriteria Kelembagaan DAS ......................................
B. Cara Pengukuran dan Penetapan Kriteria ……………..
C. Lembaga Monitoring dan Evaluasi ................................
VII – 1
VII – 2
VII – 6
VII – 10
VII – 14
VII – 16
VII – 18
VII – 19
VIII. REKOMENDASI .................................................................
VIII – 1
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
Tabel 3.5.
Tabel 3.6.
Tabel 3.7.
Tabel 3.8.
Tabel 3.9.
Tabel 3.10.
Tabel 3.11.
Tabel 3.12.
Tabel 3.13.
Tabel 3.14.
Tabel 3.15.
Tabel 3.16.
Tabel 3.17.
Tabel 3.18.
Tabel 3.19.
Luas Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di
DAS Mahakam .......................................................
Data Meteorologi Beberapa Stasiun di Provinsi
Kalimantan Timur ...................................................
Curah Hujan Bulanan yang Tercatat pada
Beberapa Stasiun Meteorologi dan Geofisika di
Kalimantan Timur ...................................................
Kelas Ketinggian Tempat Di Atas Permukaan Laut
(dpl) dan Luasnya pada DAS Mahakam .................
Peta Kelas Kelerengan dan Luasnya di DAS
Mahakam ................................................................
Luas Masing-masing Formasi Geologi di DAS
Mahakam ................................................................
Luas Masing-masing Jenis Tanah di DAS
Mahakam.................................................................
Luas Masing-masing Sistem Lahan di DAS
Mahakam ................................................................
Luas Sub DAS-Sub DAS di DAS Mahakam ...........
Jenis Penutupan Lahan di DAS Mahakam .............
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Kalimanta Timur ........................................
Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur .......
Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi Padi
(Sawah
dan
Ladang)
pada
wilayah
Kabupaten/Kotadi DAS Mahakam
Luas Tanaman Perkebunan Menurut Jenis
Tanaman pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS
Mahakam (Ha) ........................................................
Produksi Tanaman Perkebunan Menururt Jenis
Tanaman pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS
Mahakan (Ton) .......................................................
Luas Hutan Menurut Tata Guna Hutan
Kesepakatan pada Wilayah Kabupaten/Kota di
DAS Mahakam (Ha) ...............................................
Jumlah Perusahaan, Luas HPH dan HTI pada
Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam ...........
Banyaknya
Rumahtangga
Perikanan
pada
Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam ...........
Produksi Perikanan pada Wilayah Kabupaten/Kota
di DAS Mahakam (Ton) ..........................................
III - 3
III - 5
III - 6
III - 10
III - 11
III - 13
III - 16
III - 17
III - 21
III - 24
III - 25
III - 29
III - 31
III - 32
III - 33
III - 34
III - 34
III - 34
III - 36
vii
Tabel 3.20.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 5.1.
Tabel 6.1.
Tabel 6.2.
Tabel 7.1.
PDRB Kalimantan Timur Tahun 2004 – 2007
Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Atas
Dasar Harga Berlaku (000.000 Rp) ........................
Analisis Permasalahan Biofisik ...............................
Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan .........................................................
Masalah dan Arahan Program Utama dalam
Pengelolaan DAS Mahakam Secara Terpadu ........
Rencana Tahapan Penyiapan Kelembagaan
Pengelolaan Terpadu DAS Mahakam.....................
Rencana Kerja Kegiatan Pengelolaan Terpadu
DAS Mahakam .......................................................
Kriteria yang digunakan dan dianggap relevan
untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS
yang
berkelanjutan
pada
masing-masing
komponen pengelolaan DAS ..................................
III - 41
IV - 17
IV - 18
V-5
VI - 5
VI - 8
VII - 4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1.
Gambar 3.2.
Gambar 3.3.
Gambar 3.4.
Gambar 3.5.
Gambar 3.6.
Gambar 3.7.
Gambar 3.8.
Gambar 3.9.
Gambar 3.10.
Peta Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di
DAS Mahakam ...................................................
Peta Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di
DAS Mahakam ...................................................
Peta Ketinggian Tempat Di atas Permukaan
Laut (dpl) di DAS Mahakam ...............................
Peta Kelas Kelerengan di DAS Mahakam ..........
Peta Geologi di DAS Mahakam ..........................
Peta Jenis Tanah di DAS Mahakam ..................
Peta Sistem Lahan (Land System) di DAS
Mahakam ............................................................
Peta Hidrologi (Pola Jaringan Sungai) di DAS
Mahakam ............................................................
Peta Sub DAS-Sub DAS di DAS Mahakam .......
Peta Tutupan Lahan di DAS Mahakam ..............
III - 2
III - 7
III - 9
III - 10
III - 13
III - 15
III - 16
III - 20
III - 22
III - 24
I–1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu daerah tertentu
dengan bentuk dan sifat alamnya merupakan kesatuan yang berfungsi
menampung
air
hujan
dan
sumber
air
lainnya
yang
kemudian
mengalirkannya melalui sungai utama dan bermuara di laut atau danau.
Suatu DAS dipisahkan dari DAS-DAS lainnya oleh pemisah alam
topografi, seperti punggung perbukitan dan pegunungan.
Pengelolaan DAS melibatkan banyak pihak dan multi disiplin ilmu,
maka diperlukan adanya koordinasi, sinkronisasi dan keterpaduan dari
berbagai
sektor
baik
pada
tingkat
kebijakan
maupun
dalam
pelaksanaannya termasuk juga dalam pendanaannya.
Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan DAS
seperti seperti erosi, menurunnya kualitas air, sedimentasi, banjir dan
lahan kritis merupakan indikator betapa tidak optimalnya pengelolaan
sumberdaya alam dalam DAS tersebut. Penyebabnya antara lain karena
belum terwujudnya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS. Dengan kata lain,
masing-masing sektor masih berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang
kadangkala bertolak belakang.
Dengan adanya otonomi daerah, operasional pengelolaan DAS
menjadi
kewenanganan
Pemerintah
Pusat
Pemerintah
mempunyai
Daerah
Kabupaten/Kota,
kewenangan
yang
dan
bersifat
I–2
regulasi/kebijakan, fasilitasi dan supervisi yang dalam pelaksanaannya
dibantu oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT). Pengelolaan DAS yang lintas
Kabupaten bahkan lintas Propinsi dalam penyusunan rencana kegiatan
diperlukan adanya koordinasi dan keterpaduan. Pengelolaan DAS dan
Rehabilitasi Lahan perlu dilaksanakan secara terpadu, sehingga perlu
dilakukan koordinasi antara pusat dan daerah, hulu dan hilir sehingga
kegiatan yang dilakukan atau direncanakan saling mendukung dan
sinkron dengan instansi terkait lainnya.
Perencanaan merupakan proses awal dalam suatu pengelolaan
sumberdaya, termasuk pengelolaan sumberdaya DAS, sebagai instrumen
pencapaian tujuan secara sistimatik dan instrumen pertanggung-jawaban/
pertanggung-gugatan (accountability) pengelolaan sumberdaya. Dalam
Surat keputusan Menteri Kehutanan nomor 52/Kpts-II/2001 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS disebutkan bahwa salah
satu rencana jangka panjang pengelolaan DAS adalah Rencana
Pengelolaan DAS Terpadu.
Rencana
Pengelolaan
DAS
Terpadu
merupakan
rencana
multipihak yang disusun dengan pendekatan partisipatif dan multidisiplin,
sehingga memuat berbagai kepentingan, tujuan dan sasaran. Rencana
pengelolaan DAS Terpadu bersifat umum yang dapat dijadikan sebagai
acuan, masukan dan pertimbangan bagi rencana sektoral di wilayah Sub
DAS/Sub SWP DAS serta bagi kabupaten/kota dalam penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan
Kegiatan Pembangunan Daerah.
Rencana
I–3
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: P. 39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu,
maka Balai Pengelolaan
DAS sebagai salah satu stakeholder pengelolaan DAS yang mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan rencana, pengembangan kelembagaan,
dan evaluasi pengelolaan DAS; dapat berperan sebagai fasilitator dan
lembaga inisiator dalam proses partisipasi awal perencanaan pengelolaan
DAS Terpadu. Oleh karena itu, pada Tahun 2009 Balai Pengelolaan DAS
Mahakam
Berau
merencanakan
untuk
memfasilitasi
pelaksanaan
penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu bersama-sama dengan
pihak terkait lainnya.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud kegiatan ini adalah melakukan analisis karakteristik sistem
DAS (biofisik, sosial ekonomi budaya dan kelembagaan), analisis
permasalahan dan merumuskan strategi, dan melakukan sinkronisasi
program dan rencana jangka panjang pengelolaan DAS Mahakam yang
bersifat multi para pihak, multi sumberdaya alam dan multi sektoral.
Sedangkan tujuannya adalah untuk memfasilitasi penyusunan
Rencana
Pengelolaan
Pengelolaan
DAS
DAS
Terpadu
Terpadu
di
DAS
dan
tersedianya
Mahakam
sebagai
Rencana
rencana
pengelolaan jangka panjang yang dapat dijadikan panduan, masukan dan
pertimbangan bagi para pemangku kepentingan dalam menyusun rencana
teknis yang lebih detil.
I–4
C. Sasaran Lokasi
Sasaran lokasi pekerjaan penyusunan rencana pengelolaan DAS
terpadu adalah DAS Mahakam, karena DAS Mahakam termasuk DAS
prioritas I di wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Luas DAS Mahakam
sekitar 7.724.365 Ha yang meliputi 4 (empat) wilayah Kabupaten yaitu
Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Kartanegara
dan Kabupaten Kutai Timur, serta 1 (satu) wilayah Kota Samarinda.
II – 1
II. METODA PENYUSUNAN RENCANA
A. Kerangka Pendekatan Pengelolaan DAS
1. Pendekatan Sistem
DAS merupakan suatu ekosistem yang didalamnya terdapat
aktifitas biotik, abiotik dan kultur membentuk suatu sistem yang dikenal
ABC. Dari aspek ruang wilayah DAS dipandang sebagai suatu sistem
yang terdiri atas bagian hulu, tengah dan hilir yang saling mempengaruhi
sehingga membutuhkan satu rencana dan satu pengelolaan (one
watershed, one plan, one management). Masing-masing ruang tersebut
memiliki aktifitas sosial ekonomi yang berbeda demikian juga kebutuhan
dan peran yang berbeda. Namun dalam konteks pengeolaan terpadu
harus dirancang dengan prinsip kesetaraan antara masyarakat hulu dan
hilir.
2. Pendekatan Teknologi
Pendekatan teknologi dalam pengelolaan DAS mengacu pada
prinsip bahwa perubahan lingkungan fisik akibat adanya interaksi dengan
aspek sosial ekonomi dapat diatasi dengan teknologi lingkungan.
Penerapan eknologi ramah lingkungan dalam pengendalian kelebihan
aliran permukaan, penurunan erosi dan peningkatan daya dukung
lingkungan merupakan paket rekomendasi dalam pengelolaan DAS
Terpadu.
II – 2
3. Pendekatan Institusi/Kelembagaan
Kelembagaan yang memiliki mekanisme koordinasi yang jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan kepada publik merupakan kebutuhan yang
utama dalam pengelolaan DAS. Berbagai rekomendasi kebijakan maupun
operasional serta koordinasi sering tidak dapat terjalin disebabkan oleh
alasan-alasan kelembagaan seperti ; peraturan perundangan, kebijakan
dan instrumen kebijakan, maupun faktor-faktor yang menentukan
kapasitas dan kapabilitas organisasi publik khususnya dalam pengambilan
keputusan. Oleh sebab itu dalam penyusunan rencana terpadu akan
dilakukan pengkajian baik kendala peraturan perundangan maupun
kendala kelembagaan seperti tumpang tindih peran dan pembiayaan.
Sasaran akhir dari rencana pengelolaan terpadu dari aspek kelembagaan
yang memungkinkan berjalannya mekanisme kooperatif dan koordinatif
antar lembaga pada setiap jenjang pemerintahan. Aktifitas-aktifitas yang
dilakukan oleh masing-masing pihak dalam pengelolaan DAS harus
terorganisir dan terintegrasi secara solid satu sama lainnya sehingga
kinerja setiap pihak mendukung ke arah tercapainya tujuan pengelolaan
DAS terpadu yang telah disepakati.
Persoalan KISS antar lembaga publik sudah menjadi masalah
umum yang sering dibahas namun tidak pernah terwujud dalam aplikasi.
Koordinasi memerlukan komitmen yang tinggi dan pertukaran informasi
secara intensif untuk mengkonfirmasikan waktu, biaya, dan aktifitas yang
dilakukan oleh setiap instansi/ lembaga untuk mencapai tujuan dengan
ukuran kinerja yang disepakati bersama. Hambatan koordinasi biasanya
II – 3
terletak di dalam struktur organisasi atau lembaga masing-masing, yaitu
pertentangan antara fleksibilitas yang diperlukan dengan kekakuan tugas
pokok dan fungsi yang telah ditetapkan, dan bukan terlrtak pada tingkat
kebijakan dan tujuan-tujuannya.
4. Pendekatan Partisipatif
Proses partisipatif yang bertujuan untuk membangun kapasitas
bersama dalam mencapai tujuan. Persoalan utama ego sektoral sering
muncul pada semua rencana pengelolaan yang dibuat oleh instansi
tertentu. Oleh sebab itu prinsip partisipatif merupakan ciri utama yang
harus menjadi acuan dalam proses penyusunan rencana pengelolaan
DAS Mahakam terpadu. Pendekatan partisipatif, agar diakui dan
dijalankannya
kegiatan-kegiatan
yang
sifatnya
bukan
struktural/
administratif tetapi pada program yang dirumuskan dengan tujuan yang
disrtikulasikan
secara
jelas
melalui
proses
pertukaran
(sharing),
pengetahuan, pencarian informasi secara sistematis, serta mekanisme
umpan baik (feedback) yang terjadi diantara para pemangku kepentingan.
Proses partisipatif memungkinkan terjadi pertukaran informasi dan
pengetahuan akan mamfasilitasi proses balajar bersama bagi seluruh
pemangku
kepentingan
untuk
memastikan
partisipasinya
dalam
menjalankan kegiatan dan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang
diperlukan berdasarkan pada hasil penilaian masing-masing, sehingga
kinerja dapat ditingkatkan. Proses-proses koordinasi tersebut juga menjadi
II – 4
ajang pertanggunggugatan publik bagi seluruh pemangku kepentingan
dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
B. Tahapan Kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS
Tahapan penyusunan rencana pengelolaan DAS Terpadu meliputi
rangkaian kegiatan sebagai berikut :
1. Inventarisasi Karakteristik DAS
Inventarisasi karakteristik DAS dilaksanakan untuk mengetahui dan
memperoleh
data
informasi
tentang
biofisik
sosial
ekonomi
dan
kelembagaan dalam suatu DAS.
Data biofisik meliputi : Sumberdaya air, kerapatan drainase,
topografi, tanah, iklim serta flora dan fauna.
Data Kelembagaan meliputi : organisasi, tugas dan peran multi
pihak serta peraturan yang terkait dengan pengelolaan DAS. Data yang
dibutuhkan tersebut di atas diperoleh melalui survey (wawancara dan
pengukuran langsung) dan pengumpulan data skunder.
2. Identifikasi Masalah
Identifikasi
masalah
dimaksud
untuk
mengetahui
struktur
permasalahan yang berhubungan dengan sumberdaya air, lahan,
investigasi, sosial ekonomi dan kelembagaan. Proses identifikasi masalah
dilakukan dengan pendekatan parstipatif melalui focus group Discusion
(FGD), pendapat ahli atau hasil-hasil penelitian. Metode identifikasi
masalah dilakukan dengan pendekatan Problem Tree dan Objective Tree.
II – 5
3. Identifikasi Para Pihak
Identifikasi para pihak dilakukan untuk mengetahui tugas dan fungsi
serta keterkaitan aktifitas unsur pemerintah maupun non pemerintah yang
terkait dalam pengelolaan DAS. Dalam hal ini mencakup identifikasi
strategi (program, kegiatan dan pendanaan) masing-masing pihak.
Pemetaan peran para pihak yang terkait dalam pengelolaan DAS
dilakukan dengan metode Analisis Stakeholders (SA) yang dilakukan
dengan pendekatan FGD (Fokus Group Discusion).
4. Perumusan Tujuan dan Sasaran
Perumusan tujuan dan sasaran pengelolaan DAS Terpadu
dilakukan setelah mempelajari permasalahan yang urgen dalam DAS
untuk mewujudkan kondisi yang diharapkan. Perumusan tujuan dilakukan
untuk menyepakati kondisi DAS yang ingin dicapai pada akhir periode
rencana pengelolaan terpadu yang dinyatakan dalam indikator dan
kriteria. Proses perumusan tujuan dan sasaran pengelolaan dilakukan
melalui lokakarya yang melibatkan seluruh stakeholder utama yang
mewakili pihak pemerintah, non pemerintah dan perguruan tinggi.
Pendekatan LogFrame Analysis/analisis kerangka Logis digunakan untuk
membantu perumusan tujuan dan sasaran secara sistematis.
5. Perumusan Kebijakan dan Program
Perumusan kebijakan dan program dilakukan untuk menyusun dan
menyepakati, kebijakan, program dan kegiatan lintas sektoral, lintas
wilayah administrasi dan lintas disiplin ilmu guna mencapai tujuan yang
II – 6
telah disepakati. Perumusan kebijakan ini dilakukan lewat forum diskusi
baik lewat lokakarya ataupun suatu Focus Group Discusion (FGD) yang
melibatkan seluruh stakeholder pengelolaan DAS. Pendekatan analisis
Kerangka Logis (LogFrame) dilakukan untuk mempertajam kebijakan dan
program hingga pada tahap evaluasi dan monitoring.
6. Perumusan Kelembagaan
Perumusan kelembagaan dilakukan untuk menganalisis dan
menyepakati peran masing-masing pihak terkait dengan perancanaan
pengorganisasian pendanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
pengelolaan DAS. Analisis kelembagaan dilakukan dengan melakukan
kajian tupoksi serta peran seluruh instansi terkait dalam konteks POAC
(Planning, Organizing, Actuiting, Controling) baik instansi pemerintah juga
lembaga swadaya masyarakat baik formal maupun informal melalui FGD
dan Lokakarya.
Tahapan analisis kelembagaan dilakukan dengan cara memetakan peran
yang ada saat ini menurut tupoksi masing-masing yang selanjutnya
dipetakan peran yang terpadu pada setiap aspek POAC sebagaimana
yang diharapkan. Analisis KISS dilakukan untuk mendekati sutau
kelembagaan yang ideal sesuai tupoksi masing-masing instansi terkait.
7. Perumusan Sistem Pemantauan dan Evaluasi
Perumusan sistem pemantauan dan evaluasi dilakukan utuk
menyusun dan menyepakati peran multipihak, kriteria dan metode
pengukuran dan mekanisme pelaporan kinerja DAS. Penyusunan sistem
II – 7
pemantauan dan evaluasi dilakukan dalam suatu forum Lokakarya atau
FGD.
8. Penyusunan Sistem Insentif dan Disinsentif
Perumusan
sisem
insentif
dan
disinsentif
dilakukan
untuk
menyepakati perangkat kebijakan yang memberikan dorongan terhadap
kegiatan yang selaras dengan pengelolaan DAS dan membatasi atau
mengurangi kegiatan yang tidak selaras dengan rencana pengelolaan
DAS.
9. Perumusan Pendanaan
Perumusan
Pendanaan
dilakukan
untuk
menyusun
dan
menyepakati kebutuhan, mengidentifikasi sumber, mekanisme dan alokasi
pendanaan dalam pengelolaan DAS.
III – 1
III. KONDISI DAN KARAKTERISTIK DAS
A. Kondisi Biofisik
1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Pemerintahan
DAS Mahakam memiliki luas sekitar 7.724.365 Ha. Secara
geografis terletak antara 01º55’ Lintang Utara (LU) dan 01º09’ Lintang
Selatan (LS), serta antara 113º49’ Bujur Timur (BT) dan 117º41’ Bujur
Timur (BT). DAS Mahakam terletak pada 4 (empat) wilayah administrasi
kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Malinau serta 1 (satu) wilayah
Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Batas-batas DAS Mahakam
berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan sebagian wilayah Kabupaeten
Malinau dan Kabupaten Berau;

Sebelah Timur berbatasan dengan sebagian wilayah Kabupaten Kutai
Timur dan Kota Bontang serta Selat Makassar;

Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kota Balikpapan,
Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Pasir;

Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah,
Provinsi Kalimantan Barat.
Gambaran
letak/posisi
DAS
Mahakam
dan
wilayah
administrasi
pemerintahan yang berada di sekitarnya disajikan pada Gambar 3.1.,
sedangkan luas wilayah administrasi kabupaten/kota yang terdapat pada
DAS Mahakam secara rinci disajikan pada Tabel 3.1.
III – 2
Gambar 3.2. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di DAS Mahakam
Gambar 3.2. menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Kutai Barat secara
keseluruhan berada pada bagian hulu (upstream) dan tengah (midstream)
DAS Mahakam, sebagian wilayah Kabupaten Malinau terdapat di bagian
hulu (upstream) DAS Mahakam, wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara
secara keseluruhan berada pada bagian tengah (midstream) dan hilir
(downstream) DAS Mahakam, sebagian wilayah Kabupaten Kutai Timur
terdapat di bagian hulu (upstream) dan bagian tengah (midstream) dan
DAS Mahakam, wilayah Kota Samarinda secara keseluruhan berada di
bagian hilir (downstream) DAS Mahakam.
III – 3
Tabel 3.1. Luas Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota di DAS Mahakam
No.
Kabupaten/Kota
Ibukota
Luas
(Ha)
Kutai Barat
Sendawar
3.094.379
Kutai Kartanegara Tenggarong
2.632.600
Kutai Timur
Sengata
1.638.271
Malinau
Malinau
287.292
Samarinda
Samarinda
71.823
Total Luas DAS Mahakam
7.724.365
Sumber: Kalimantan Timur Dalam Angka, 2008.
1.
2.
3.
4.
5.
(%)
40,0
34,1
21,2
3,7
1,0
100,0
Tabel 3.1. menunjukkan bahwa luas wilayah administrasi kabupaten/kota
di dalam DAS Mahakam dari yang terluas sampai terkecil secara
berurutan yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Malinau dan Kota Samarinda.
2. Iklim
Kondisi iklim pada DAS Mahakam relatif sama dengan kondisi iklim
di wilayah Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya, yakni beriklim tropis
dan mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan.
Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan
Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan November
sampai dengan bulan April. Keadaan ini terus berlangsung setiap tahun
yang diselingi dengan musim peralihan pada bulan-bulan tertentu. Selain
itu, berhubung letaknya di sekitar daerah khatulistiwa, maka iklim di
wilayah Provinsi Kalimantan Timur juga dipengaruhi oleh angin Muson,
yaitu angin Muson Barat November-April dan angin Muson Timur Mei Oktober.
III – 4
Namun demikian, pada tahun-tahun terakhir ini, keadaan musim di
wilayah tersebut kadang kala tidak menentu. Pada bulan-bulan yang
seharusnya turun hujan dalam kenyataannya tidak ada hujan sama sekali,
atau sebaliknya pada bulan-bulan yang seharusnya kemarau justru terjadi
hujan dengan musim yang jauh lebih panjang.
Secara umum
nilai
unsur-unsur
iklim seperti
suhu udara,
kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan angin, curah hujan bulanan
dan penyinaran matahari pada beberapa stasiun meteorologi yang
terdapat di wilayah Provinsi Kalimantan Timur secara rinci disajikan pada
Tabel 3.2., sedangkan peta curah hujan tahunannya disajikan pada
Gambar 3.2.
Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi
rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari
pantai. Tabel 3.2 menunjukkan bahwa secara umum di wilayah Provinsi
Kalimantan Timur beriklim panas dengan suhu udara berkisar dari
18,83ºC (Stasiun Meteorologi Long Bawan) sampai dengan 34,69ºC
(Stasiun Meteorologi Tanjung Selor), selain itu sebagai daerah beriklim
tropis dengan habitat hutan yang mempunyai kelembaban udara relatif
tinggi dari yang paling rendah dapat dipantau melalui Stasiun Meteorologi
Samarinda sebesar 81,42 %, sedangkan yang paling tinggi di Stasiun
Meteorologi Balikpapan sebesar 87,07 %, tekanan udara terendah
terdapat Stasiun Meteorologi Tarakan dan Nunukan sebesar 1.010,00 mb
dan tertinggi pada Stasiun Meteorologi Tanjung Redeb sebesar 1.012,43
mb, kecepatan angin terendah terdapat Stasiun Meteorologi Tanjung
III – 5
Selor 1,35 knot dan tertinggi pada Stasiun Meteorologi Long Bawan
sebesar 51,00 knot,
Tabel 3.2. Data Meteorologi Bebarapa Stasiun di Provinsi Kalimantan
Timur
Unsur Iklim
Samarinda
Balikpapan
Stasiun Meteorologi
Tanjung Tanjung Long
Tarakan
Nunukan
Selor
Redep Bawan
Suhu
Udara (oC)
minimum
maksimum
23,43
32,17
22,88
32,62
24,00
30,75
22,71
34,69
23,02
32,18
18,83
29,89
23,42
31,37
Kelembaban
Udara (%)
81,42
87,07
83,81
83,67
85,25
86,25
83,83
Tekanan
Udara (mb)
1.011,92
Kecepatan
Angin (knot)
1,81
6,30
5,17
1,35
195,40
267,32
183,28
204,22
15,39
11,33
52,67
49,46
Curah Hujan
Bulanan
(mm)
Penyinaran
Matahari (%)
1.011,32 1.010,00 1.009,96 1.012,43
- 1.010,00
51,00
5,17
180,03 122,39
181,28
65,40
52,67
3,58
46,42
Sumber: Kalimantan Timur Dalam Angka, 2008.
curah hujan bulanan terendah terdapat Stasiun Meteorologi Long Bawan
sebesar 122,39 mm dan tertinggi pada Stasiun Meteorologi Balikpapan
sebesar 267,32 mm, penyinaran matahari terendah terdapat Stasiun
Meteorologi Balikpapan sebesar 11,33 % dan tertinggi pada Stasiun
Meteorologi Long Bawan sebesar 65,40 %.
III – 6
Curah hujan di wilayah Kalimantan Timur sangat beragam menurut
bulan dan letak stasiun pengamat. Catatan curah hujan bulanan
sepanjang tahun 2007 menurut stasiun secara rinci disajikan pada Tabel
3.3. Rata-rata curah hujan tertinggi selama tahun 2007 tercatat pada
Stasiun Meteorologi Tanjung Redeb dan Tanjung Selor yang terjadi pada
bulan Januari secara berurutan sebesar 493,10 mm dan 493,00 mm,
sebaliknya yang terendah terdapat di Stasiun Meteorologi Nunukan yang
terjadi pada bulan Maret sebesar 25,60 mm.
Tabel 3.3. Curah Hujan Bulanan yang Tercatat pada Beberapa Stasiun
Meteorologi dan Geofisika di Kalimantan Timur
Samarinda
Curah Hujan Bulanan (mm)
BalikTanjung
Tarakan
papan
Selor
1. Januari
306,80
275,70
253,20
2. Februari
220,40
258,00
3. Maret
260,30
4. April
Bulan
Tanjung
Redep
Nunukan
493,00
493,10
147,50
79,70
192,00
170,80
197,00
144,20
311,90
178,90
170,30
25,60
339,70
198,80
276,60
179,70
263,60
149,10
5. Mei
112,30
250,30
323,10
206,20
247,60
174,60
6. Juni
213,40
377,90
431,20
190,10
427,30
335,20
7. Juli
278,50
392,80
385,80
222,60
259,40
439,00
8. Agustus
132,90
198,80
396,80
289,90
141,00
190,30
9. September
182,60
335,80
251,40
186,60
105,90
194,30
10.Oktober
181,40
97,70
323,30
223,00
159,90
121,00
11. Nopember
84,60
88,00
405,90
336,90
235,80
280,40
12. Desember
141,20
205,10
515,90
451,90
190,20
316,60
III – 7
Rata-rata 2007
204,50
235,26
329,50
262,60
238,74
214,20
2006
162,20
240,59
346,88
232,80
191,09
168,70
2005
212,50
107,50
278,50
258,00
58,56
250,16
2004
208,60
204,86
274,21
232,50
177,87
116,47
2003
195,40
267,32
274,21
204,22
180,03
181.28
Sumber: Badan Meteorology dan Geofisika di Kalimantan Timur (Kalimantan
Timur dalam Angka, 2008)
Gambaran sebaran curah hujan tahunan yang terdapat di sekitar DAS
Mahakam disajikan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Peta Sebaran Curah Hujan di DAS Mahakam
III – 8
Gambar 3.2. memperlihatkan bahwa sebaran curah hujan tahunan dari
terendah sampai tertinggi yang terjadi di DAS Mahakam berkisar antara 0
– 2.000 mm sampai dengan > 4.000 mm. Selain itu, Gambar 3.2. juga
menunjukkan bahwa sebaran curah hujan tahunan yang relatif tinggi
terdapat di sekitar bagian hulu (upstream) DAS Mahakam, sebaliknya
yang relatif rendah terdapat di bagian hilir (downstream) DAS Mahakam,
atau dapat dinyatakan bahwa sebaran curah hujan tahunan dari yang
rendah terdapat di sekitar pantai/selat Makassar (bagian timur),
selanjutnya menuju ke barat curah hujan tahunan semakin tinggi seiring
dengan semakin meningkatnya ketinggian tempat di atas permukaan laut.
3. Fisiografi dan Topografi
Wilayah DAS Mahakam walaupun tidak dilewati jalur gunung api,
tetapi wilayah ini juga berhubungan dengan pegunungan yang terpusat di
tengah Pulau Kalimantan membujur dari Utara ke Selatan. Dengan
demikian, kawasan pegunungan ini di wilayah Kalimantan Timur terletak di
sebelah Barat. Pegunungan ini terjadi karena peristiwa geologi berupa
lipatan dan sisipan sehingga bentuknya berjalur-jalur, khususnya dari
Utara ke Selatan sejajar dengan garis pantai. Dengan kondisi fisiografi
dan topografi yang sedemikian rupa, maka sebaran ketinggian tempat di
atas permukaan laut (dpl) dari yang rendah ke tinggi diawali dari
pantai/pesisir di bagian timur yang dekat dengan Selat Makassar menuju
ke arah barat yang lebih tinggi (hulu DAS Mahakam).
III – 9
Akibat perbedaan ketinggian tempat ini, maka pola aliran air Sungai
Mahakam mengalir dari bagian barat (hulu) DAS Mahakam menuju ke
arah timur dan bermuara ke Selat Makassar. Gambaran mengenai
ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) di DAS Mahakam disajikan
pada Gambar 3.3 dan luas wilayah menurut kelas ketinggian di atas
permukaan laut pada DAS Mahakam secara rinci disajikan pada Tabel
3.4., sedangkan gambaran kelas kelerengan di DAS Mahakam disajikan
pada Gambar 3.4. dan luasan masing-masing kelas lereng disajikan pada
Tabel 3.5.
Gambar 3.3. Peta Ketinggian Tempat Di atas Permukaan Laut (dpl)
di DAS Mahakam.
III – 10
Tabel 3.4. Kelas Ketinggian Tempat Di Atas Permukaan Laut (dpl) dan
Luasannya pada DAS Mahakam
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Kelas Ketinggian
Tempat/dpl (m)
≤ 75
> 75 - 150
> 150 - 300
> 300 - 450
> 450 - 600
> 600 - 750
> 750 - 1000
> 1000 - 1500
> 1500 - 2000
> 2000
Total
Luas
(Ha)
2.709.037
1.271.891
792.730
560.320
521.057
520.440
703.631
557.653
72.968
14.638
7.724.365
Gambar 3.4. Peta Kelas Kelerengan di DAS Mahakam
Luas
(%)
35,1
16,5
10,3
7,3
6,7
6,7
9,1
7,2
0,9
0,2
100,0
III – 11
Gambar 3.4. memperlihatkan bahwa secara umum sebaran kelas
kelerengan dari yang datar sampai curam pada DAS Mahakam tersebar
dari bagian timur atau bagian muara (downstream) dan tengah
(midstream) DAS Mahakam menuju ke bagian barat atau bagian hulun
(upstream) DAS Mahakam.
Tabel 3.5. Peta Kelas Kelerengan dan Luasannya di DAS Mahakam
No.
1.
2.
3.
4.
Kelas Kelerengan
(%)
0 – 2%
2 – 15%
15 – 40%
> 40%
Total
Kategori
Datar
Landai
Agak Curam
Curam
Luas
(Ha)
1.663.993
3.578.918
2.032.488
448.967
7.724.365
Luas
(%)
21,5
46,3
26,3
5,8
100,0
Tabel 3.5. menunjukkan bahwa kelas kelerengan pada DAS Mahakam
tersebar mulai datar sampai curam, kelas kelrengan pada DAS Mahakam
didominasi oleh kelas kelerengan landai (2 – 15%) dan agak curam (15 –
40%) yang secara berurutan sebesar 46,2% dan 26,3% dari luas DAS
Mahakam. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa kondisi kelerengan
pada DAS Mahakam secara umum bergelombang atau berbukit-bukit.
4. Geologi dan Jenis Tanah
Struktur geologi pada DAS Mahakam yang termasuk di wilayah
Provinsi Kalimantan Timur secara umum didominasi oleh batuan sedimen
liat berlempung, di samping itu terdapat pula kandungan batuan endapan
tersier dan batuan endapan kwarter. Formasi batuan endapan utama
terdiri dari batuan pasir kwarsa dan batuan liat. Dari struktur geologi, di
III – 12
daerah ini banyak dijumpai patahan dan lipatan yang pada umumnya
terdapat di wilayah pantai.
Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan peta geologi East and
Northeast Borneo mempunyai formasi geologi yang terdiri dari batuan
serpih kristalin, phylit, batusabak, serpihliat, batuliat, napal, batugamping
dan batu erosive. Beberapa formasi geologi di Kalimantan Timur ini
banyak tersusun batuan-batuan yang diantaranya berupa batubara,
formasi-formasi tersebut antara lain utamanya Palau Balang Beds,
Balikpapan Beds, Pemaluan Beds dan Kampung Baru Beds. Gambaran
sebaran formasi geologi yang terdapat di DAS Mahakam disajikan pada
Gambar 3.5., sedangkan luasan masing-masing formasi geologi yang
terdapat di DAS Mahakam secara rinci disajikan pada Tabel 3.6.
III – 13
Gambar 3.5. Peta Geologi di DAS Mahakam
Tabel 3.6. Luas Masing-masing Formasi Geologi di DAS Mahakam
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Nama Formasi
Alan Granite
Alluvial Deposit
Atan Intrusives
Balikpapan Formation
Batu Ayau Formation
Birang Formation
Danau Mafic Comp
Embaluh Group
Era Granite
Haloq Sandstone
Intrusive Rock
Jurassic Ophioli
Kampungbaru
Formation
Luas
(Ha)
2.286
26.555
341.701
26.555
64.717
406.946
5.452
15.652
250.604
24.445
18.114
97.428
Luas
(%)
0,030
0,344
4,424
0,344
0,838
5,268
0,071
0,203
3,244
0,316
0,235
1,261
31.128
0,403
III – 14
No.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
Nama Formasi
Kapuas Complex
Karamuan Formation
Kedango Formation
Kelai Granite
Kelinjau Melang
Kuaro Formation
Lake Deposits
Lebak Formation
Lurah Formation
Maau Formation
Mandai Group
Mangkupa Formation
Marah Formation
Mentarang Formation
Metulang Volcani
Nyaan Volcanics
Pulaubalang Formation
Pamaluan Formation
Selangkai Group
Sintang Intrusiv
Tanjung Formation
Tebang MΘlange
Telen Formation
Topai Granite
Wahau Formation
Young Volcanic R
No name
Luas Total
Luas
(Ha)
246.208
842.206
309.694
106.749
2.110
1.407
336.249
496.108
73.511
44.493
15.828
2.990
2.110
906.923
21.455
176
27.259
4.221
571.026
17.410
792.613
98.659
6.859
175.159
131.193
151.594
1.028.574
7.724.365
Luas
(%)
3,187
10,903
4,009
1,382
0,027
0,018
4,353
6,423
0,952
0,576
0,205
0,039
0,027
11,741
0,278
0,002
0,353
0,055
7,393
0,225
10,261
1,277
0,089
2,268
1,698
1,963
13,316
100,000
Mengenai kondisi tanah, sebagian besar daratan Kalimantan Timur
terdiri dari jenis tanah podsolik merah kuning, dengan tingkat kesuburan
relative rendah karena memiliki ‘top soil’ yang tipis. Pada dasarnya jenis
tanah di Kalimantan Timur terdiri dari podsolik, alluvial, gleisol, organosol,
lithosol, latosol, andosol, regosol, renzina, dan mediteran, sesuai dengan
kondisi iklim Kalimantan Timur yang tergolong ke dalam tipe iklim Tropika
Humida yang bersifat masam. Tanah podsolik merupakan jenis tanah
III – 15
yang
arealnya
terluas
yaitu
sekitar
34,82
persen
yang
masih
memungkinkan untuk dikembangkan sebagai areal pertanian. Luas
masing-masing jenis tanah secara rinci disajikan pada Tabel 3.8.,
sedangkan peta jenis tanah di wilayah Provinsi Kalimantan Timur disajikan
pada Gambar 3.6. dan peta sistem lahan (land system) di wilayah Provinsi
Kalimantan Timur disajikan pada Gambar 3.7.
Gambar 3.6. Peta Jenis Tanah di DAS Mahakam
III – 16
Tabel 3.7. Luas Masing-masing Jenis Tanah di DAS Mahakam
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Jenis Tanah
Dystropepts,Pale
Eutropepts,Kandi
Kandiudults, Pal
Dystropepts,Pale
Tropaquents, Tro
Troposaprists, T
Paleudalfs,Eutro
Tropaquepts, Flu
Eutropepts, Hapl
Dystropepts, Pal
Placorthods,Trop
Total
Luas
(Ha)
230.875
1.840.955
2.669.715
898.051
33.171
444.971
212.199
459.995
26.452
95.093
812.886
7.724.365
Persentase
(%)
3,0
23,8
34,6
11,6
0,4
5,8
2,7
6,0
0,3
1,2
10,5
100,0
Gambar 3.7. Peta Sistem Lahan (Land System) di DAS Mahakam
III – 17
Tabel 3.8. Luas Masing-masing Sistem Lahan di DAS Mahakam
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
Sistem Lahan
Bukit pandan
Telawi
Pendereh
Maput
Beriwit
Teweh
Lawangguang
Kajapah
Mantalat
Gunung Diangan
Lohai
Okki
Pulau Sebatik
Sebangau
Juloh
Kahayan
Putting
Rangankao
Honja
mendawai
Tewai Baru
Pakalunai
Sungai Tabang
Gambut
Klaru
Tandur
Barong Tongkok
Sungai Medang
Kapor
Beliti
Paminggir
Bakunan
Batu Ajan
Luang
Liang Paran
Barah
Gunung Baju
Tanjung
Tambera
Pakau
Mangkaho
Total
Luas
(Ha)
720.484
6.645
1.140.652
777.883
371.629
1.286.801
720.399
86.703
132.808
34.044
60.464
25.999
50.360
123.069
14.565
66.263
7.474
16.255
88.043
56.614
91.007
243.250
89.030
310.926
72.411
16.067
189.340
64.951
24.278
19.307
33.184
60.267
131.930
7.142
342.834
22.612
28.009
51.910
5.730
124.179
8.847
7.724.365
Persentase
(%)
9,3
0,1
14,8
10,1
4,8
16,7
9,3
1,1
1,7
0,4
0,8
0,3
0,7
1,6
0,2
0,9
0,1
0,2
1,1
0,7
1,2
3,1
1,2
4,0
0,9
0,2
2,5
0,8
0,3
0,2
0,4
0,8
1,7
0,1
4,4
0,3
0,4
0,7
0,1
1,6
0,1
100,0
III – 18
5. Hidrologi dan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Apabila merujuk Peta Jaringan Sungai pada DAS-DAS di wilayah
Provinsi Kalimantan Timur dapat diperoleh gambaran pola sebaran
jaringan sungai-sungai besar beserta anak-anak sungainya menunjukkan
bahwa pola jaringan saluran sungainya memiliki pola percabangan pohon
(dendritic pattern). Karakteristik pola ini adalah gerakan limpasan air
sungainya relatif cepat dari bagian hulu menuju ke hilir atau muara sungai
dari suatu DAS. Selain itu, peta hidrologi (pola jaringan sungai) di wilayah
Provinsi Kalimantan Timur disajikan pada Gambar 3.8.
Secara umum konfigurasi lapangan di wilayah Provinsi Kalimantan
Timur di bagian Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat dan
Negara tetangga Malaysia adalah berupa wilayah pegunungan yang
merupakan bagian hulu atau sumber air dari jaringan sungai sungai di
Kalimantan Timur ini kemudian mengalir menuju ke arah Timur ke Selat
Makassar ataupun ke Laut Sulawesi. Sementara di bagian tengah berupa
kawasan endapan alluvial atau bahkan berupa cekungan, misalnya
cekungan Kutai (Kutai basin) yang berada di kawasan tengah Sungai
Mahakam. Hal ini dapat dilihat dengan bentuk sungai yang cenderung
berkelok-kelok yang sering pula membentuk meander atau sungai yang
terputus. Pada kawasan sungai yang datar, pengaruh pasang surut air
laut dapat berpengaruh sampai ke pedalaman dengan sungai yang
berupa paparan banjir yang kemudian membentuk danau-danau,
diantaranya seperti Danau Jempang, Danau Semayang dan Danau
III – 19
Melintang dengan luas masing-masing secara berurutan yaitu 15.000
hektar, 13.000 hektar dan 11.000 hektar.
Kondisi seperti tersebut di atas dapat mengakibatkan seringnya
terjadi banjir di kawasan sekitar sungai ataupun kawasan dataran,
khususnya bila terjadi hujan lebat di kawasan hulu sungai yang curah
hujannya tinggi karena berupa wilayah pegunungan. Air yang datang dari
daerah hulu yang kelerengan sungainya sangat terjal (banyak dijumpai
jeram-jeram) akan terhenti pada kawasan cekungan karena mendadak
pada kawasan yang datar sehingga mengakibatkan banjir pada wilayah
cekungan tersebut. Lebih hebat lagi banjirnya bila pada bagian hilir sungai
terjadi pasang air laut yang relatif tinggi. (pasang purnama). Selain itu,
luas masing-masing DAS dan persentase luas penutupan lahan vegetasi
berkayu terhadap luas DAS di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur
disajikan pada Tabel 3.9., sedangkan peta DAS-DAS di wilayah Provinsi
Kalimantan Timur disajikan pada Gambar 3.9.
III – 20
Gambar 3.8. Peta Hidrologi (Pola Jaringan Sungai) di DAS Mahakam
III – 21
Tabel 3.9. Luas Sub DAS-Sub DAS di DAS Mahakam
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
Nama
Sub DAS-Sub DAS
Sub DAS Karang Mumus
Sub DAS Karang Asam
Sub DAS Loa Haor
Sub DAS Mahakam Hilir
Sub DAS Mubung Malingah
Sub DAS Kosso
Sub DAS Semue Parae
Sub DAS Enggelam
Sub DAS Kedang Dalam
Sub DAS Sebulu
Sub DAS Kahala
Sub DAS Jembayan
Sub DAS Medang
Sub DAS Mahakam Hulu
Sub DAS Semetis
Sub DAS Kedang Kepala
Sub DAS Kedang Pahu
Sub DAS Merah
Sub DAS Bongan
Sub DAS Sekakanan
Sub DAS Bluu Danum Parae
Sub DAS Ohong
Sub DAS Belayan
Sub DAS Cihar
Sub DAS Separi
Sub DAS Semayang
Sub DAS Serata
Sub DAS Pari Maribu
Sub DAS Pahangai Deho
Sub DAS Encalin
Sub DAS Topai
Sub DAS Boh
Sub DAS Ratah
Sub DAS Muyub
Sub DAS Nyaan
Sub DAS Keham
Sub DAS Perian
Total
Luas
(Ha)
36.528
23.961
67.279
355.613
44.666
50.133
48.423
47.132
80.843
42.718
82.156
144.075
182.146
320.619
24.396
1.976.183
680.034
35.040
216.136
24.042
90.305
49.645
997.729
38.818
32.981
317.585
45.386
106.133
72.074
111.527
169.260
656.539
332.058
156.796
63.994
59.104
81.625
7.724.365
Luas
(%)
0,5
0,3
0,9
2,8
0,6
0,6
0,6
0,6
1,0
0,6
1,1
1,9
2,4
4,2
0,3
25,6
8,8
0,5
2,8
0,3
1,2
0,6
12,9
0,5
0,4
4,1
0,6
1,4
0,9
1,4
2,2
8,5
4,3
2,0
0,8
0,8
1,1
100,0
III – 22
Gambar 3.9. Peta Sub DAS-Sub DAS di DAS Mahakam
6. Penutupan Lahan
Kondisi penutupan lahan di wilayah Kalimantan Timur seperti
terlihat pada Gambar 3.10., secara umum masih berwarna hijau, yaitu
umumnya oleh penutupan vegetasi. Hanya saja vegetasi hutannya sudah
berkurang sangat banyak bila dibandingkan dengan kondisi tiga dekade
sebelumnya. Sebagian besar hutannya sudah mengalami kegiatan
pembalakan hutan dengan jumlah pohon yang semakin menurun.
Sementara itu, hutan-hutan yang belum mengalami kegiatan pembalakan
hutan terletak di wilayah pegunungan atau di wilayah Kalimantan Timur
III – 23
sebelah barat. Hutan yang masih hijau termasuk hutan konservasi
maupun hutan lindung ini kurang lebih berkisar 5.700.000 hektar dengan
hutan tanaman sekitar 345.000 hektar, dari yang seharusnya berupa
kawasan hutan ± 15.000 000 hektar, yaitu berupa kawasan hutan yang
dilindungi seluas ± 5.000.000 hektar dan hutan produksi seluas ±
10.000.000 hektar. Sementara yang berupa hutan sekunder dan semak
belukar adalah seluas ±
8.500.000 hektar dan rawa-rawa seluas
1.260.000 hektar. Kawasan hutan produksi yang seharusnya menjadi
kawasan hutan yang produktif, namun kenyataan di lapangan hanyalah
berupa hutan sekunder ataupun semak belukar, Kawasan hutan
mangrove di wilayah pesisir Kalimantan Timur ini meliputi luas 405.000
hektar yang sebagian besarmangrove ini telah hilang dan telah berubah
menjadi kawasan pertambakan.
Gambar 3.3. juga memperlihatkan bahwa ternyata wilayah Provinsi
Kalimantan Timur di bagian Timur penutupan vegetasinya banyak berupa
hutan sekunder ataupun belukar. Dibandingkan dengan pada masa 3
(tiga) dekade sebelumnya kawasan tersebut juga masih berupa hutan
primer yang belum terjamah. Di bagian Timur ini yang juga merupakan
wilayah pesisir, wilayahnya lebih berkembang dengan sebagian besar
kota-kota besar maupun wilayah-wilayah pemukiman terletak di kawasan
ini. Pemanfaatan lahan untuk pertanian sekitar 675.000 hektar termasuk
perladangan yang ditinggalkan, sedang berupa pemukiman seluas
110.000 hektar berupa perkotaan ataupun perdesaan.
III – 24
Gambar 3.10. Peta Tutupan Lahan di DAS Mahakam
Pola penutupan lahan menurut hasil analisis citra satelit pada tahun
2004 di wilayah Provinsi Kalimantan Timur (Laporan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008 – 2027) disajikan pada
Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Jenis Penutupan Lahan di DAS Mahakam.
No.
Jenis Penutupan Lahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Hutan Sekunder
Hutan Primer
Pertanian Campuran
Belukar
Tanah Terbuka
Perkebunan
Hutan Mangrove Sekunder
Pemukiman
Belukar Rawa
Luas Penutupan Lahan
(Ha)
(%)
2.285.924
29,59
1.807.157
23,40
79.163
1,02
1.945.880
24,36
268.171
3,47
107.943
1,40
6.998
0,09
21.916
0,28
450.347
5,83
III – 25
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Rawa
Tambang
Hutan Tanaman
Hutan Rawa Sekunder
Hutan Rawa Primer
Hutan Mangrove Primer
Sawah
Bandara
Awan
Pertanian Lahan Kering
Total
84.424
1.779
281.507
72.251
25.348
1.649
143.028
113.253
5.980
21.647
7.724.365
1,09
0,02
3,64
0,94
0,33
0,02
1,85
1,47
0,08
0,28
100,00
B. Kondisi Sosial Ekonomi
1. Kependudukan
Penduduk Kalimantan Timur dari tahun ke tahun mencatat
kenaikan yang cukup berarti. Jumlah penduduk pada tahun 2003 sebesar
2.704.851 jiwa, meningkat menjadi 3.024.800 jiwa pada tahun 2007.
Berarti dalam periode tersebut penduduk Kalimantan Timur telah
bertambah lebih kurang 80 ribu jiwa setiap tahunnya, kondisi penduduk
menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur secara rinci
disajikan pada Tabel 3.12.
Tabel 3.11. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Kalimantan Timur.
No.
1.
2.
Kab./Kota
2003
2004
2005
2006
% Penduduk
Tahun 2007
157.847
11,5
2007
Kutai Barat
143.664
147.468
153.688
155.787
Kutai
Kartanegara
518.722
480.499
485.375
498.590
508.664
3. Kutai Timur
81.775
84.161
88.425
90.880
93.363
4. Malinau
2.594
2.625
2.796
2.953
3.117
5. Samarinda
561.471
567.997
583.786
590.519
597.075
JUMLAH
1.270.003 1.287.626 1.327.285 1.348.802 1.370.124
Sumber: Kalimantan Timur Dalam Angka Tahun 2008
37,9
6,8
0,2
43,6
100,0
III – 26
Pertumbuhan penduduk Kalimantan Timur sebenarnya tidak merata
sepanjang tahun. Sebagai contoh, pertumbuhan penduduk pada periode
2003-2004 sebesar 1,68 persen, pada periode 2004-2005 sebesar 4,97
persen, periode 2005-2006 sebesar 2,37 persen, sedangkan periode
2006-2007 sebesar 2,34 persen. Pada tahun 2006-2007 pertumbuhan
penduduk di setiap kabupaten/kota menunjukkan peningkatan. Secara
persentase, peningkatan tertinggi terjadi di Kabupaten Nunukan sebesar
6,01 persen, sedangkan kabupaten/kota lainnya pertumbuhannya berkisar
1,02–5,57 persen.
Sebagaimana pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk di
Kalimantan Timur juga tidak merata. Pada tahun 2007 porsi terbesar
penduduk Kalimantan Timur berada di Kota Samarinda (19,78%), yang
merupakan ibukota Provinsi di Kalimantan Timur. Selebihnya berada di
Kabupaten Kutai Kartanegara (17,15%), Kota Balikpapan (16,44%) dan
tersebar di kabupaten/ kota lain berkisar 1-7 persen. Pola persebaran
penduduk seperti ini sejak tahun 2003 tidak banyak berubah.
Sebagaimana pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk di
Kalimantan Timur juga tidak merata. Pada tahun 2007 porsi terbesar
penduduk Kalimantan Timur berada di Kota Samarinda (19,78%), yang
merupakan ibukota Provinsi di Kalimantan Timur. Selebihnya berada di
Kabupaten Kutai Kartanegara (17,15%), Kota Balikpapan (16,44%) dan
tersebar di kabupaten/kota lain berkisar 1-7 persen. Pola persebaran
penduduk seperti ini sejak tahun 2003 tidak banyak berubah.
III – 27
Pola persebaran penduduk Kalimantan Timur menurut luas wilayah
sangat timpang, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat
kepadatan penduduk antar daerah yang mencolok, terutama antar daerah
kabupaten dengan daerah Kota. Wilayah kabupaten dengan luas 98,87
persen dari wilayah Kalimantan Timur dihuni oleh sekitar 53,73 persen
dari total penduduk Kalimantan Timur. Sedangkan selebihnya, yaitu
sekitar 46,27 persen menetap di daerah kota dengan luas 1,13 persen
dari luas wilayah Kalimantan Timur seluruhnya. Akibatnya kepadatan
penduduk di daerah kabupaten hanya berkisar 1-39 jiwa/km² dibanding
kepadatan penduduk di Kota Balikpapan sebanyak 886,69 jiwa/km², Kota
Samarinda 831,31 jiwa/km², Kota Tarakan 696,12 jiwa/km² dan Kota
Bontang 796,03 jiwa/km². Sedangkan kepadatan penduduk Kalimantan
Timur adalah 15,24 jiwa/km². Kepadatan penduduk tersebut bervariasi
antara 4 jiwa/km2 di kawasan pedesaan sampai dengan 887 jiwa/km2 di
kawasan perkotaan. Sekitar 55,95% penduduk Provinsi Kalimantan Timur
tinggal di kawasan perkotaan. Ditinjau dari komposisi penduduk menurut
jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di Kalimantan
Timur masih lebih banyak dibanding perempuan. Ini terlihat dari rasio jenis
kelamin yang lebih besar dari 100.
Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan.
Jumlah dan posisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring
dengan berlangsungnya proses demografi. Bagian dari tenaga kerja yang
aktif dalam kegiatan ekonomi disebut angkatan kerja. Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK), merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah
III – 28
angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja. Selama kurun waktu 20052007, angkatan kerja di Kalimantan Timur meningkat sebanyak 27 ribu
orang dari 1.213.684 orang menjadi 1.241.421 orang. TPAK Kalimantan
Timur pada tahun 2007 sebesar 61,76 persen, mengalami penurunan
sebesar 0,6 persen dibandingkan dengan kondisi tahun 2005. Menurut
jenis kelamin terlihat baik laki-laki maupun perempuan cenderung
berfluktuasi pada kurun waktu yang sama. Tahun 2005 TPAK laki-laki
sebesar 85,50 persen dan 2006 naik menjadi 87,38 persen, dan tahun
2007 turun kembali menjadi 83,63 persen.
Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu
negara adalah tersedianya cukup sumberdaya manusia (SDM) yang
berkualitas. Merujuk pada amanat UUD 1945 beserta amandemennya
(pasal 31 ayat 2), maka melalui jalur pendidikan pemerintah secara
konsisten berupaya meningkatkan SDM penduduk. Program wajib belajar
6 tahun dan 9 tahun, Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), dan
berbagai program pendukung lainnya adalah bagian dari upaya
pemerintah mempercepat peningkatan kualitas SDM, yang pada akhirnya
akan menciptakan SDM yang tangguh, yang siap bersaing di era
globalisasi. Peningkatan SDM sekarang ini lebih difokuskan pada
pemberian
kesempatan
seluas-luasnya
kepada
penduduk
untuk
mengecap pendidikan, terutama penduduk kelompok usia sekolah (umur
7-24 tahun), sedangkan gambaran banyaknya sekolah, murid, guru dan
rasio murid terhadap guru menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan
Timur secara rinci disajikan pada Tabel 3.13.
III – 29
Tabel 3.12. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur
Kabupaten/Kota
1. Kutai Barat
2. Kutai Kartanegara
3. Kutai Timur
4. Malinau
5. Samarinda
Total
Jumlah Sekolah
SD
SLTP SMU
222
58
34
445
103
52
165
56
35
86
21
10
236
104
86
1.154
342
217
Jumlah Murid
SD
SLTP
23.661
7.127
73.604
23.248
31.452
8.316
9.704
3.173
79.011
31.102
217.432
72.966
SMU
4.540
11.658
4.895
1.734
26.387
49.214
Jumlah Guru
SD
SLTP
SMU
1.901
577
481
4.920
1721
927
2.111
625
548
612
167
116
3.589
2841 2520
13.133
5.931 4.592
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
2. Pertanian
2.1 Padi, Palawija dan Hortikultura
Perkembangan luas panen, produksi padi serta hasil per hektar di
Kalimantan Timur pada tahun 2007 mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya. Secara riil luas panen padi naik dari 150.549 ha pada tahun
2006 menjadi 155.484 ha di tahun 2007 atau naik sebesar 3,28 persen.
Hasil per hektarnya lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu dari 35,95
kw/ha pada tahun 2006 menjadi 36,50 kw/ha tahun 2007.
Kenaikan produksi padi sawah pada tahun 2007 sebesar 6,99
persen disebabkan oleh peningkatan luas panen sebesar 6,07 persen dan
hasil per hektarnya juga meningkat dari tahun 2006 yang sebesar 44,51
kw menjadi 44,91 kw. Sementara itu pada padi bukan lahan sawah, hasil
per hektar mengalami kenaikan walaupun pada luas panen dan produksi
total mengalami sedikit penurunan.
Daerah Kabupaten/Kota yang memiliki luas panen dan produksi
padi (sawah + ladang) terbesar adalah Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu
III – 30
dengan luas panen 41.040 ha dan menghasilkan 46,18 kw/ha sehingga
produksi padi yang dicapai sebesar 189.541 ton dalam tahun 2007, ini
berarti 26,4 persen produksi padi di Kalimantan Timur dihasilkan oleh
Kabupaten Kutai Kartanegara. Hal ini terlihat baik pada jenis padi lahan
sawah maupun bukan lahan sawah dengan produksi dari total masing
masing sebesar 42,15 persen dan 11,53 persen.
Tanaman palawija di Kalimantan Timur antara lain jagung, ubi kayu,
ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau. Selama periode 20032007, luas panen tanaman ini mengalami fluktuasi.
Tahun 2007, sebagian besar komoditi palawija tersebut mengalami
peningkatan luas panen, kecuali kedelai dari luas panen sebesar 2.152 ha
tahun 2006 menjadi 1.521 ha pada tahun 2007, dan jagung dari 6.051 ha
di tahun 2006 menjadi 4.919 pada tahun 2007.
Pada jenis tanaman sayur-sayuran yang perkembangannya sangat
berfluktuasi, sebagian besar mengalami penurunan, baik produksi total
maupun produksi per hektarnya. Jenis tanaman sayuran yang terbanyak
dihasilkan di provinsi ini adalah Ketimun dan Kacang Panjang yang
produksinya masing-masing mencapai 21.151 ton dan 16.083 ton pada
tahun 2007.
III – 31
Tabel 3.13. Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi Padi (Sawah dan
Ladang) pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam
Kabupaten/Kota
1.
2.
3.
4.
5.
Luas Panen (Ha) Hasil per Ha (Kw) Produksi (Ton)
Kutai Barat
15.294
Kutai Kartanegara
41.040
Kutai Timur
15.661
Malinau
7.136
Samarinda
6.343
Jumlah
85.474
Hasil per Ha (Kw) Rata-rata
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
26,66
46,18
26,39
25,86
44,35
40.768
189.541
41.333
18.456
28.130
33,89
85.474
-
2.2. Perkebunan
Jenis-jenis tanaman perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan
Timur antara lain: karet, kelapa, kopi, lada, cengkeh, coklat, kelapa sawit
dan lainnya yang merupakan gabungan dari beberapa tanaman
perkebunan. Usaha tanaman perkebunan ini terbagi menjadi perkebunan
besar pemerintah, perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat.
Luas tanaman perkebunan secara keseluruhan di Kalimantan Timur
tahun 2007 adalah 513.684 ha dengan produksi sebesar 2.163.201,50
ton. Porsi terbesar baik untuk luas tanaman maupun produksi ditunjukkan
oleh tanaman kelapa sawit yang produksinya mencapai 2.041.133 ton dari
luas tanaman 339.292,50 ha dengan produksi terbesar adalah di
kabupaten Paser. Kemudian kelapa dan karet dengan produksi masingmasing sebesar 33.796,50 ton dan 47.225,00 ton dari luas tanaman
34.537,00 ha dan 67.891,00 ha. Pada masing-masing jenis usaha
perkebunan, seluruhnya di dominasi oleh perkebunan kelapa sawit.
III – 32
Perkebunan besar pemerintah mencatat produksi tanaman kelapa
sawit sebesar 205.949 ton dari luas tanaman 14.104 ha. Pada tahun
2007, baik luas tanam maupun produksi mengalami peningkatan.
Perkebunan besar swasta mencatat produksi kelapa sawit
1.420.159,50 ton dengan luas sebesar 255.472,00 ha dan dari
perkebunan rakyat produksi tanaman kelapa sawit tersebut mencapai
415.045,50 ton. Luas perkebunan tanaman kelapa sawit selama periode
2003-2007 selain mendominasi juga ada kecenderungan terus meningkat
luasnya dari tahun ke tahun pada setiap jenis usaha perkebunan, hal ini
terlihat pada laju pertumbuhan tahun 2007 cukup tinggi yaitu 156.045 ha
menjadi 255.472 ha pada perkebunan besar swasta dan perkebunan
rakyat dari 55.742,5 ha menjadi 69.716,50 ha.
Tabel 3.14. Luas Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman pada
Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam (Ha)
Kabupaten/
Karet
Kelapa
Kota
1. Kutai Barat 31.422,00 1.332,00
2. Kutai
18.415,00 11.835,50
Kartanegara
3. Kutai Timur
613,00 2.084,50
4. Malinau
5. Samarinda
Jumlah
Kopi
1.287,50
Lada
86,00
3.840,00 10.137,50
Cengkeh
-
Kakao
Klp Sawit Lain-lain
441,00
5.471,00 2.352,00
124,50 2.159,50
60.859,00 2.306,50
484,50
320,00
2,00 8.660,50
93.983,50
796,50
50,00
404,00
1.470,00
121,00
34,00 3.475,00
-
133,50
802,50
965,50
378,50
241,00
9,50 1.004,50
331,50
532,00
51.302,50 16.621,50 7.460,50 10.905,50
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
170,0015.740,50 160.645,00 6.120,50
III – 33
Tabel 3.15. Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman pada
Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam (Ton)
Kabupaten/
Karet
Kelapa
Kota
1. Kutai Barat 29.561,00
235,00
2. Kutai
6.127,00 4.759,50
Kartanegara
3. Kutai Timur
196,00 2.572,00
4. Malinau
5. Samarinda
Jumlah
Kopi
Lada
Cengkeh
68,00
1,0
-
1.630,00
7.457,00
6,50
204,00
128,00
Kakao
8,50
Klp Sawit Lain-lain
6.543,00
298,00
411,00 256.855,00
579,00
- 3.134,00 288.929,50
182,00
-
216,50
613,00
17,50
8,00
688,00
-
33,00
421,00
504,50
45,00
44,50
-
115,00
-
11,00
36.305,00
8.287,50
2.560,00
7.648,00
14,50 4.356,50 552.327,50 1.103,00
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
2.3 Kehutanan
Hutan Kalimantan Timur, tahun 2006 mencapai luas sekitar
10.842.293 hektar yang terbagi menjadi 6 (enam) fungsi hutan yaitu hutan
lindung, hutan suaka alam dan wisata, hutan produksi terbatas, hutan
produksi tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi dan hutan
pendidikan/penelitian. Dari 6 (enam) fungsi hutan tersebut yang terluas
adalah hutan produksi tetap dan hutan produksi yang dapat dikonversi
masing-masing 3.361.698 ha dan 2.918.975 ha. Daerah Kabupaten/Kota
yang mempunyai kawasan hutan terluas yaitu Kabupaten Kutai Barat
dengan luas areal hutan mencapai 3.064.559 ha atau 28 persen dari luas
hutan Kaltim.
Berkaitan dengan pengelolaan hutan tersebut tidak terlepas
dengan program HPH dan HTI juga program Reboisasi dan Rehabilitasi
lahan hutan. Jumlah HPH di daerah ini sebanyak 82 perusahaan dengan
luas HPH 6.482.603 ha, sedangkan luas Hutan Tanaman Industri (HTI)
III – 34
1.929.129 ha yang dikelola oleh 104 perusahaan HTI. Adapun program
Reboisasi dan rehabilitasi tahun anggaran 2006 dilaksanakan pada area
seluas 968.021 ha yang berupa kegiatan Penanaman dan Perkayaan
seluas 4.634 ha, kegiatan Hutan Tanaman Industri seluas 340.253 ha,
dan 623.134 ha untuk penghijauan.
Produksi kehutanan seperti kayu bundar pada tahun anggaran
2006 mencapai 1.043.619,61 m3, kayu olahan lain yang juga dihasilkan
diantaranya sawn Timber, Bloak Board, Veneer dan lain-lain.
Tabel 3.16. Luas Hutan Menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan pada
Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam (Ha)
Kabupaten/
Kota
(1)
(2)
(3)
1. Kutai Barat 745.551,41
2. Kutai
213.959
Kartanegara
3. Kutai Timur
454.708
4. Malinau
Hutan
Hutan
Produksi
Pendidikan/
yang Dapat
Penelitian
Dikonversi
(7)
(8)
Hutan
Hutan
Hutan Hutan Tetap
Hutan
Suaka Alam Produksi Produksi (3)+(4+(5)
Lindung
& Wisata Terbatas
Tetap
(4)
(5)
5.500 587.644,98
(6)
643.578
1.236.722,98 892.125,22
-
11.621
507.614
781.762
1.300.997,00
1.073.009
781.762
54.710
1.090.893
969.952
2.115.555,00
1.043.716
-
708.647
1.360.500
1.624.356
447.910
3.432.766,00
269.813
-
-
-
-
386
386,00
62.075
-
5. Samarinda
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
Tabel 3.17. Jumlah Perusahaan, Luas HPH dan HTI pada Wilayah
Kabupaten/Kota di DAS Mahakam
Kabupaten/Kota
1.
Kutai Barat
2.
Kutai Kartanegara
3.
HPH
Jumlah
Perusahaan
21
HTI
Luas
Jumlah
(Ha)
Perusahaan
1.279.246
3
Luas
(Ha)
63.000
5
321.035
2
109.300
Kutai Timur
19
1.550.123
7
428.880
4.
Malinau
10
1.028.230
-
-
5.
Samarinda
-
-
2
7.532
Jumlah
55
4.178.634
14
608.712
III – 35
2.4. Perikanan
Potensi perairan laut 98 ribu km2 dan perairan umum 2,28 juta Ha
(termasuk wilayah budidaya tambak, sungai dan danau). Potensi hasil
perikanan rata-rata 350 tibu ton per tahun. Potensi perikanan terutama
pada penangkaran udang windu yang berada di Kabupaten Kutai
Kertanegara, Pasir, Kutai Timur, Berau, Bulungan, Nunukan, Kota
Balikpapan, Tarakan dan Bontang dengan total luas wilayah 2000 hektar.
Sementara itru derah pengembangan (penjualan ikan dan penyimpanan
ruang pendingin udang) di Kota Balikpapan, sedangkan daerah potensial
tersebar perikanan tambak terdapat di Kabupaten Kutai Kertanegera,
Paser dan Bulungan.
Tabel
3.18. Banyaknya Rumahtangga Perikanan
Kabupaten/Kota di DAS Mahakam
Kabupaten/
Kota
Perikanan
Laut
1. Kutai Barat
2. Kutai
Kartanegara
3. Kutai Timur
-
Perairan
Umum
8.110
8.451
4. Malinau
5. Samarinda
Jumlah
pada
Perikanan Darat
Karamba
Tambak
Kolam
Wilayah
Jumlah
Budidaya
Pantai/ Laut
-
373
1.858
-
10.341
11.963
2.875
230
11.336
-
34.855
4.102
1.282
549
97
110
80
6.220
-
352
-
69
108
-
529
764
226
-
83
17
-
1.090
13.317
13.823
3.424
479
11.571
80
42.694
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
III – 36
Tabel 3.19. Produksi Perikanan pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS
Mahakam (Ton)
Kabupaten/
Kota
Perikanan
Laut
1. Kutai Barat
2. Kutai
Kartanegara
3. Kutai Timur
-
Perairan
Umum
895,1
23.173,9
4. Malinau
5. Samarinda
Jumlah
Perikanan Darat
Karamba
Tambak
Kolam
Jumlah
Budidaya
Pantai/ Laut
-
53,6
227,9
-
1.176,6
23.856,7
8.804,1
152,2
16.291,2
-
72.278,1
3.200,9
851,8
4.735,0
4.457,0
3.278,0
18.254,0
34.776,7
-
18,3
-
26,3
1,1
-
45,7
13.594,6
3.988,4
-
4,9
4,3
-
17.592,2
39.969,40
28.715,20
13.539,10 4.640,40
19.574,60
18.254,00 124.692,70
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
3. Industri
Penggolongan sektor industri berdasarkan jumlah tenaga kerjanya
dibedakan menjadi industri besar, industri sedang, industri kecil dan
industri kerajinan rumah tangga. Data mengenai Industri besar, sedang
dan industri kecil tersedia setiap tahun, sedangkan data mengenai industri
rumah tangga tidak tersedia pada publikasi ini.
Banyaknya perusahaan Industri Besar dan Sedang di Kalimantan
Timur pada tahun 2005 tercatat 117 perusahaan dengan menyerap
54.897 tenaga kerja, dengan total pengeluaran untuk tenaga kerja
berkisar Rp. 1,23 trilyun. Dilihat dari jumlah perusahaan dan penyerapan
tenaga kerja, tahun 2005 menurun dibanding tahun 2004, akan tetapi
pengeluaran untuk tenaga kerja meningkat sebesar Rp. 4 milyar.
Kegiatan pertambangan di Kalimantan Timur mencakup pertambangan migas dan non-migas. Dari kegiatan tersebut, minyak bumi dan
gas alam merupakan hasil tambang yang sangat besar pengaruhnya
III – 37
dalam perekonomian Kalimantan Timur khususnya dan Indonesia pada
umumnya, karena hingga kini kedua hasil tambang tersebut merupakan
komoditi ekspor utama.
Perkembangan produksi batu bara misalnya, sejak tahun 2002 terus
meningkat setiap tahunnya dan pada tahun 2007 produksi batubara
mencapai 97.333.395,60 ton.
Sementara
itu,
selama
periode
2002-2007
produksi
emas
cenderung menurun, produksi tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar
16,78 ton, tahun 2003 turun menjadi 14,40 ton, tahun 2004 turun kembali
menjadi 10,02 ton dan terendah 0,31 ton terjadi pada tahun 2007.
Sedang untuk produksi perak, perkembangannya terlihat menurun,
dari 10,84 ton pada 2002 turun menjadi sebesar 10,66 ton pada tahun
2003, dan pada 2004 turun lagi menjadi sebesar 9,03 ton. Di tahun 2007,
produksinya hanya sebesar 0,2 ton.
Produksi pengilangan minyak untuk bahan bakar minyak premium
pada tahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya
dari 15,38 juta barrel menjadi 13,14 juta barrel. Sedangkan produksi
minyak tanah juga mengalami penurunan dari 14,93 juta barrel menjadi
14,51 juta barrel.
Produksi Minyak Bumi dan Gas Bumi pada tahun 2007 mengalami
penurunan masing-masing dari 55.001,63 MMSTB menjadi 52.809.53
MMSTB dan Gas Bumi dari 1.154.341,98 MMSCF menjadi 1.072.815,90
MMSCF.
III – 38
Listrik adalah komoditas penting bagi keberlangsungan sendi-sendi
kehidupan manusia saat ini. Tanpa pasokan energi listrik, hampir
dipastikan banyak dunia usaha, rumah tangga maupun sektor yang lain
lumpuh karenanya. Sebagian besar Sumberenergi listrik di Provinsi
Kalimantan Timur hingga saat ini masih dipasok oleh PLN.
Selama tahun 2007, tenaga listrik yang diproduksi sebesar
1.799.906,17 MWH, terjual 1.603.250,84 MWH, dipakai sendiri 37.713,47
MWH dan mengalami penyusutan sebesar 151.829,03 MWH.
Jumlah perusahaan air minum pada tahun 2007 tidak mengalami
perubahan dan semuanya berstatus sebagai perusahaan milik pemerintah
(13 buah). Kapasitas Potensial yang dihasilkan menurun dibanding tahun
sebelumnya dari 7.067 liter/detik menjadi 5.072 liter/detik. Kapasitas
efektif juga menurun dari 6.110 liter/detik menjadi 3.859 liter/detik,
sehingga berpengaruh terhadap efektifitas produksi dari 86,46 persen
menjadi 76,46 persen.
4. Pertambangan Batubara
Berdasar data dari Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben)
Provinsi Kalimantan Timur tercatat di wilayah Provinsi Kalimantan Timur
1.212 Izin Kuasa Penambangan (KP) yang diterbitkan oleh pemerintah
kabupaten/kota dan 32 izin dari pemerintah pusat. Di wilayah Kabupaten
Kutai Kartanegara tercatat 687 izin KP, Kabupaten Kutai Barat tercatat
123 izin KP (kurun waktu tahun 2007 – 2009), dan di Kota Samarinda
tercatat 76 izin KP (Antara News, 2010).
III – 39
5. Perekonomian Wilayah
Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Provinsi Kalimantan Timur menurut Lapangan Usaha pada tahun 2007
sebesar 1,23 persen dengan migas dan non migas sebesar 9,56 persen.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 2,85 persen
dengan migas dan non migas 12,62 persen, maka pada tahun 2007, laju
pertumbuhan PDRB dengan migas lebih lambat dibanding tahun
sebelumnya.
Beberapa sektor ekonomi di Kalimantan Timur pada tahun 2007
mengalami laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Diantaranya adalah sektor Bangunan yang pada tahun sebelumnya
sebesar 7,92 persen menjadi 12,57 persen, sektor Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan mengalami peningkatan yang signifikan dari 9,27
persen menjadi 14,94 persen dan sektor Jasa-jasa dari sebesar 3,99
persen menjadi 4,65 persen, sedangkan lima sektor lainnya mengalami
pertumbuhan yang melambat.
Struktur ekonomi Kalimantan Timur tahun 2007 dengan migas
maupun non migas tidak
jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
PDRB dengan migas menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang sangat
berperan dalam pembentukan PDRB Kalimantan Timur adalah sektor
Pertambangan (41,62 persen), Industri Pengolahan (34,80 persen), sektor
Perdagangan, Hotel & Restoran (6,54 persen), serta sektor Pertanian
(5,63 persen).
III – 40
Struktur PDRB non migas didominasi oleh lima sektor yaitu sektor
Pertambangan (34,96 persen), sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
(14,79
persen), sektor
Pertanian
(12,73
persen),
sektor
Industri
Pengolahan (11,72 persen), serta sektor Pengangkutan dan Komunikasi
(8,38 persen).
Dengan jumlah penduduk pertengahan tahun sebesar 3.024.800
jiwa, pendapatan perkapita netto atau pendapatan yang diterima
penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2007 sebesar 26.694.098 rupiah
(dengan migas) mengalami kenaikan
3,83 persen dibandingkan tahun
sebelumnya yang sebesar 25.708.803, sedangkan pendapatan perkapita
non migas naik 11,46 persen yaitu dari 10.289.313 menjadi 11.468.786 di
tahun 2007.
PDRB Kalimantan Timur menurut penggunaan pada tahun 2007,
masih didominasi oleh komponen ekspor impor dengan kontribusi 65,88
persen (net ekspor). Disusul pengeluaran konsumsi rumahtangga sebesar
13,80 persen dan pengeluaran untuk Pembentukan Modal Tetap Bruto
yaitu 13,43 persen. Sedangkan pertumbuhan untuk semua komponen
penggunaan pada tahun 2007 lebih lambat dibanding tahun sebelumnya
kecuali konsumsi rumahtangga dan perubahan stok.
PDRB menurut Kabupaten/Kota pada tahun 2007 terbesar ada di
Kabupaten Kutai Kartanegara dengan nilai PDRB sebesar 72,27 triliun
rupiah disusul Kota Bontang dengan nilai 52,8 triliun rupiah dan Kota
Balikpapan dengan 28,19 triliun rupiah. Sedang pertumbuhan ekonomi
tertinggi menurut kabupaten/kota pada tahun 2007 ada di Kabupaten
III – 41
Paser sebesar 12,91 persen. Gambaran PDRB Kalimantan Timur Tahun
2004 – 2007 menurut lapangan usaha berdasarkan atas dasar harga
berlaku secara rinci disajikan pada Tabel 3.21.
Tabel 3.20. PDRB Kalimantan Timur Tahun 2004 – 2007 Menurut
Lapangan Usaha Berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku
(000.000 Rp)
No.
Lapangan Usaha
Jumlah PDRB (juta rupiah)
2004
2005
2006 r)
2007 *)
8.502.194
9.535.872
10.792.274
11.944.575
1.
Pertanian
2.
Tambang & Galian
52.958.076
76.699.235
83.608.302
88.278.147
3.
Industri Pengolahan
49.037.351
65.988.813
71.805.685
73.806.385
4.
Listrik , gas dan Air Bersih
408.711
536.350
584.252
633.219
5.
Bangunan
3.539.046
4.045.187
4.681.260
5.711.714
6.
Perdag, Hotel, Resto
8.497.520
10.463.894
12.746.465
13.876.100
7.
Angkutan, Telekom
4.839.901
6.023.522
6.910.832
7.864.087
8.
Keu, Sewa, Jasa Prsh
2.605.081
3.028.656
3.431.324
4.324.270
3.316.193
3.967.560
4.967.731
5.658.147
133.704.074
180.289.090
199.588.125
212.096.644
53.606.657
68.106.493
82.234.413
93.810.268
9.
Jasa-jasa
PDRB /Gross Regional Domestic
Product
PDRB@/Gross Regional Domestic
Product @
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kaltim 2008
Catatan : @ Non Migas (Minyak, Gas Bumi dan Industri Migas)
6. Kelembagaan
Dari sebanyak 1.410 desa definitif terdapat 403 desa yang masih
berstatus swadaya, 483 desa swakarsa dan 503 desa swasembada. Dari
sejumlah desa definitif tersebut terdapat 154 desa mempunyai LKMD
(Lembaga Keamanan Masyarakat Desa) kategori I, 558 Desa kategori II
dan 677 desa kategori III.
III – 42
Tabel 3.21. Banyaknya Desa/Kelurahan Definitif Menurut Klasifikasi Desa
pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam
Kabupaten/Kota
Swadaya
Swakarya Swasembada
1.
2.
3.
4.
5.
Kutai Barat
5
80
Kutai Kartanegara
75
123
Kutai Timur
42
Malinau
103
Samarinda
4
Jumlah
183
249
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
Jumlah
138
27
93
5
49
223
225
135
108
53
312
744
Tabel 3.22. Banyaknya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
Menurut Tingkatannya pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS
Mahakam
Kabupaten/Kota
Kategori I
Kategori II
Kategori III
1.
2.
3.
4.
5.
Kutai Barat
68
43
Kutai Kartanegara
1
59
Kutai Timur
40
30
Malinau
Samarinda
4
Jumlah
109
136
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
112
165
65
108
49
499
Tabel 3.23. Banyaknya ORMAS, LSM, OKP, Paguyuban, Yayasan,
Profesi, Keagamaan dan ORMAS Fungsional Menurut
Organisasi pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam
Kabupaten/
Kota
Organisasi
Profesi
Keagamaan
ORMAS
Fungsional
-
25
-
4
34
40
107
56
60
-
20
10
-
-
-
35
14
8
10
1
16
3
50
82
95
53
40
3
1
-
330
279
252
130
100
136
73
67
Paguyuban Yayasan
ORMAS
LSM
OKP
1. Kutai Barat
2. Kutai
Kartanegara
3. Kutai Timur
55
30
10
15
63
80
133
80
52
4. Malinau
82
5. Samarinda
Jumlah
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
III – 43
Tabel 3.25. Banyaknya Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Tenaga Honorer
Daerah pada Wilayah Kabupaten/Kota di DAS Mahakam
Kabupaten/
Kota
Pegawai Negeri
Sipil
Tenaga
Honorer
3.285
1.759
Kutai Barat
10.113
7.384
Kutai Kartanegara
3.241
2.718
Kutai Timur
2.231
535
Malinau
8.183
2.208
Samarinda
Jumlah
27.053
14.604
Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2008
1.
2.
3.
4.
5.
Jumlah
5.044
17.497
5.959
2.766
10.391
41.657
IV – 1
IV. ANALISIS DAN PERUMUSAN MASALAH
A. Identifikasi Masalah
Didasarkan atas uraian karakteristik DAS Mahakam pada Bab III
sebelumnya,
sehingga
dapat
teridentifikasi
beberapa
isu
pokok
permasalahan, yang diduga dapat mengancam antara lain terhadap
kelestarian fungsi dan manfaat serta ekosistem DAS.
Isu-isu pokok
permasalahan tersebut diantaranya dapat diuraikan seperti dibawah ini.
1. Biofisik
1.1. Lahan Kritis
Keberadaan lahan kritis pada suatu DAS dapat menimbulkan
terjadinya permasalahan di DAS, antara lain peningkatan laju limpasan air
permukaan, erosi dan sedimentasi, serta kemungkinan bencana banjir.
Luas lahan kritis pada DAS merupakan kriteria utama dalam penentuan
DAS prioritas, yang menggambarkan beberapa hal yang berkaitan dengan
kemampuan, kesesuaian penggunaan dan produktivitas lahan. Tingkat
kekritisan lahan pada akhirnya akan memberi dampak terhadap aspek
hidroorologi wilayah DAS, khususnya berkaitan dengan banjir dan
kekeringan dan produktivitas lahan yang pada akhirnya mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat.
Penyebab lahan kritis di Kaltim adalah akibat dari curah hujan yang
relatif
tinggi
dan
dengan
kondisi
geofisik
yang
rentan
seperti
tofografi/kelerengan yang relatif curam dan dengan jenis tanah yang
IV – 2
rentan terhadap erosi. Hal tersebut akan sangat meningkat pada saat
terjadi pada wilayah-wilayah yang sebelumnya telah terbuka, yaitu akibat
dari aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan untuk perkebunan,
perladangan, penambangan batubara, perambahan hutan/lahan, konversi
lahan dan pembukaan lahan lainnya yang tidak ramah lingkungan dan
tidak menerapkan prinsip kelestarian lingkungan, serta akibat dari
kebakaran hutan dan lahan.
Hasil analisis kekritisan lahan yang termasuk kritis sampai sangat
kritis di DAS Mahakam seluas 2.974.504 Ha atau 38,5% dari luas DAS
Mahakam (Laporan BPDAS Mahakam – Berau Provinsi Kalimantan Timur,
2004). Perluasan lahan kritis ini diduga karena laju perluasan lahan kritis
lebih cepat bila dibanding dengan laju pelaksanaan rehabilitasi (reboisasi
dan penghijauan).
1.2. Sedimentasi
Laju sedimentasi di Sungai Mahakam beserta anak sungainya di
DAS Mahakam dari waktu ke waktu cenderung meningkat pada Sungai
Mahakam, hal ini terjadi karena antara lain adanya aktivitas pembukaan
lahan hutan, penyiapan lahan untuk perkebunan dan pemanfaatan lahan
pertanian yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya dan tidak
menerapkan teknik konservasi tanah dan air, serta aktivitas pertambangan
dan pembangunan fisik lainnya yang tidak ramah lingkungan bahkan
merubah bentang alam. Aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam seperti
ini manakala turun hujan yang relatif deras dapat mempermudah
IV – 3
terjadinya peningkatan laju erosi tanah yang merupakan sumber/asal
terjadinya sedimentasi.
Peningkatan laju sedimentasi/pendangkalan di Sungai Mahakam
dapat
diindikasikan
oleh
sering
terjadi
gangguan
akibat
adanya
pendangkalan tersebut yang dapat mengganggu alur transportasi air
Sungai Mahakam, seperti terjadinya kesulitan kapal-kapal yang akan
berlabuh di kota Samarinda. Selain itu, akibat terjadinya sedimentasi di
Sungai Mahakam dan anak sungainya dapat mempersempit kapasitas
tampung saluran sungainya, yang selanjutnya dapat menopang terjadinya
banjir.
1.3. Kualitas Air (Sungai dan Danau)
Secara sederhana, air sungai Mahakam masih bisa digunakan
sebagai sumber air minum dan air bersih bagi masyarakat yang berada di
wilayah sungai ini khususnya, dan masyarakat Kalimantan Timur
umumnya. Dari beberapa penelitian yang dilakukan air sungai Mahakam
masih bersih, belum tercemar, namun perlu diwaspadai pada waktu-waktu
tertentu, misalnya pada saat hujan dihulu dan air turun ke Sungai
Mahakam. Pada saat seperti itu, partikel-partikel/bahan-bahan hasil sisa
buangan dari berbagai industri dan aktivitas pertambangan, perkebunan,
limbah eksploitasi hutan yang telah terjadi pembusukan dari sisa
penebangan. Demikian pula dengan limbah dari workshop pada
perusahaan dan limbah industri perkayuan, akan turut larut bersama arus
IV – 4
air yang cukup deras, dengan membawa berbagai partikel yang dapat
menurunkan kualitas air.
Umumnya disepanjang tepi sungai dan danau di Kaltim didiami
penduduk.
Penduduk berdiam dan mendirikan bangunan rumah disana.
Namun kebiasaan penduduk yang menjadikan sungai sebagai tempat
sampah yang besar, menjadikan air sungai/danau menjadi kotor dan
tercemar.
Hal lain yang dapat mempengaruhi kualitas air sungai/danau
adalah akibat dari pembusukan gulma di danau yang pada saat air
hujan/besar ikut larut bersama air menuju ke sungai, hal ini menyebabkan
air danau dan sungai menjadi ”bangar” kurang oksigen, akibatnya ikanikan menjadi pingsa/mati pada kondisi air seperti ini.
1.4. Banjir
Banjir sudah menjadi masalah yang besar bagi wilayah perkotaan/
pemukiman di Kaltim saat ini, bukan hanya di kota Samarinda, tetapi juga
Tenggarong, Melak, dan Sengata serta beberapa desa di sepanjang
Sungai Mahakam.
Banjir yang terjadi di Kaltim umumnya diakibatkan oleh adanya
curah hujan yang tinggi dan air sungai menjadi meluap, apalagi bila air
sungai sedang pasang naik maka terjadilah arus balik air sungai (back
water).
Penyebab banjir lainnya adalah dikarenakan perluasan lahan
terbuka, dilakukannya pengurukan daerah/kawasan penyimpan air, dan
pembuatan drainase/kapasitas tampung saluran air dengan
tidak
IV – 5
memadai, serta ditambah lagi dengan budaya menjadikan sungai sebagai
tempat pembuangan sampah, hal ini berakibat pada tidak lancarnya
saluran dan aliran air.
1.5. Kondisi Habitat (daerah perlindungan keanekaragaman hayati)
Permasalahan pada kawasan hutan yang berfungsi sebagai habitat
(daerah perlindungan keanekaragaman hayati) di DAS Mahakam
disebabkan oleh antara lain adanya permasalahan perambahan dan
tumpang tindih pemanfaatan kawasan tersebut serta para pemanfaat
sumberdaya alam maupun masyarakat belum sepenuhnya memahami arti
penting dari manfaat keanekaragaman hayati. Selain membuka wilayah
hutan dengan tidak terarah, pada eksploitasi hutan dan penyiapan lahan
HTI dan perkebunan serta aktivitas pertambangan telah pula memberikan
kontribusi pada pengrusakan daerah perlindungan bagi keanekaragaman
hayati di Kaltim.
Kemudian ditunjang pula dengan kebakaran hutan
Kaltim yang terjadi di hampir setiap musim kemarau panjang. Sehingga
kesemuanya itu berakibat pada degradasi keanekaragaman hayati di
Kalimantan Timur ini.
Ancaman lain terhadap keanekaragaman hayati khususnya satwa
liar/satwa yang dilindungi terjadi antara lain karena adanya aktivitas
pembukaan hutan yang dapat mengganggu dan mempersempit habitat
satwa langka. selain itu juga satwa liar/satwa yang dilindungi yaitu Pesut
Mahakam dewasa ini juga terancam punah yang diindikasikan oleh
semakin menurunnya populasi satwa liar ini karena terganggu kondisi
IV – 6
habitatnya di sebagian alur Sungai Mahakam, hal ini antara lain
disebabkan oleh adanya peningkatan kuantitas dan frekuensi lalu lintas/
transportasi Sungai Mahakam yang dapat mengganggu satwa liar tersebut
serta terjadinya penurunan kualitas air dan pendangkalan/sedimentasi di
Sungai Mahakam.
Meningkatnya predator ikan seperti ikan toman dan patin di
perairan Sungai Mahakam mengakibatkan terputusnya rantai satwa
liar/satwa lainnya.
Ikan kecil yang merupakan sumber makanan bagi
pesut mahakam telah diambil/direbut oleh predator ikan.
Eceng gondok yang tumbuh subur didanau dan ditepi sungai
sepanjang sungai mahakam, merupakan permasalahan tersendiri bagi
satwa/pesut mahakam. Walaupun pada saat sedikit dianggap bermanfaat
bagi satwa air, namun bila tumbuhnya sampai memenuhi permukaan
danau yang kemudian berakibat pada pendangkalan dan kemudian terjadi
pembusukan yang berlebihan maka akan menjadikan sedimentasi dan
penurunan kualitas pada air sungai.
Dengan demikian akan berakibat
pada satwa yang ada di Sungai Mahakam.
2. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
2.1. Tata Ruang dan Penggunaan Sumberdaya Alam dan Lahan
Salah satu komponen penting dalam pengelolaan DAS adalah
mengatur agar penggunaan lahan sesuai dengan kemampuan.
Setiap
unit lahan di dalam wilayah DAS memiliki kelas kemampuan/kesesuaian
penggunaan lahan untuk menjamin pemanfaatan lahan yang lestari.
IV – 7
Berbagai bentuk tata guna lahan dalam konsep pengelolaan DAS antara
lain tata guna hutan, peta arahan penggunaan lahan wilayah DAS dan
peta Tata Ruang wilayah provinsi/ kabupaten dapat menjadi acuan
penilaian seberapa besar tingkat kepatuhan pengguna lahan dalam
wilayah DAS sesuai dengan tataguna lahan yan ada.
Masing-masing kabupaten/kota telah menyusun tata ruang wilayah
menurut RTRW kabupaten/kota, namun dalam kenyataannya banyak
terjadi ketidaksesuaian penggunaan lahan pada RUTR dan aktual yang
terjadi di lapangan terutama pada arahan penggunaan kawasan-kawasan.
Akibatnya banyak terjadi tumpangtindih /overlapping pemanfaatan ruang
dan kawasan.
Banyak permasalahan tata ruang dan penggunaan sumberdaya
alam dan lahan yang dihadapi Kalimantan Timur saat ini.
Diantara
permasalahan
kawasan
tersebut
antara
lain
karena
adanya
pinggir/sempadan sungai sebagai kawasan budidaya non kehutanan
(sumber: TGHK), serta belum selesainya permasalahan tata batas,
sehingga hal ini berakibat pada timbulnya masalah-masalah lain seperti
terjadinya konflik pemanfaatan sumberdaya alam dan lahan oleh
masyarakat
karena
penggunaannya
bertentangan
dengan
teori
konservasi.
Banyak permasalahan yang terjadi pada saat tata ruang belum
diselesaikan. Konflik konflik yang terkait dengan sumberdaya alam dan
lahan semakin tinggi, karena tidak adanya pegangan kuat untuk
penyelesaian.
Masing-masing
pihak
merasa
hak
mereka
untuk
IV – 8
menguasai lahan dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Konflik
ini semakin meningkat ketika aktivitas pertambangan dan perkebunan
semakin marak di Kaltim ini.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa konflik
antara perusahaan dan masyarakat terjadi.
Akibat lainya adalah bahwa masyarakat membuka lahan dan untuk
dikuasai, dengan harapan bahwa bila nanti ada perusahaan (baik
tambang ataupun perkebunan) yang akan beroperasi di wilayah itu maka
masyarakat akan dapat menjualnya pada perusahaan tersebut. Dengan
demikian banyak wilayah yang terbuka tanpa diberi perlakuan konservasi
yang memadai.
2.2. Permasalahan Antara Hulu dan Hilir
Salah satu prinsip pembangunan berkelanjutan adalah keadilan,
dimana prinsip ini menuntut agar ada distribusi manfaat dan beban secara
proporsional antara semua orang dan kelompok masyarakat. DAS
Mahakam berada pada 4 (empat) wilayah kabupaten yakni Kutai Barat,
Malinau, Kutai Kartanegara dan Kutai Timur, serta 1 (satu) wilayah Kota
Samarinda. Daerah hulu DAS Mahakam sebagian besar berada di
Kabupaten Kutai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Malinau, daerah
tengah DAS Mahakam meliputi
sebagian besar Kabupaten Kutai
Kartanegara dan sebagian besar Kabupaten Kutai Timur, sedangkan
daerah hilirnya meliputi sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota
Samarinda. Daerah hilir DAS Mahakam seperti sebagian wilayah
Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda yang menerima
IV – 9
dampak dan manfaat dari kondisi baik-buruknya daerah hulu DAS
Mahakam. Misalnya, wilayah Kota Samarinda sering menerima dampak
negatif seperti sering terjadi permasalahan pendangkalan/sedimentasi dan
banjir, sebaliknya manfaat baiknya seperti ketersedian bahan baku air dari
Sungai Mahakam untuk bahan baku air PDAM di Kota Samarinda.
Oleh karena itu, perlu segera diupayakan membentuk kerjasama/
koordinasi secara sinergis antar kelima wilayah administrasi tersebut
dalam rangka pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu. Sehingga,
diharapkan dapat menghindari ego masing-masing wilayah administrasi
tersebut, sebaliknya semakin terjamin peningkatan kerjasama dan
sinkronisasi
antar
kelima
wilayah
administrasi
tersebut
dalam
memecahkan permasalahan yang timbul di DAS Mahakam secara
bersama-sama. Sehingga pemahaman akan ”one river one management”
pada masing-masing pihak benar-benar telah terpola dengan baik.
2.3. Ketergantungan Penduduk Terhadap Lahan
Keberadaan manusia memiliki pengaruh besar terhadap lingkungan
dan sumberdaya alam, terutama lingkungan dan sumberdaya alam
disekitarnya.
berbanding
Pemakaian sumberdaya alam bagi kehidupan manusia
lurus
dengan
kemampuan
menggunakan
dan
jumlah
penduduk. Makin besar jumlah penduduk kebutuhan akan sumberdaya
alam semakin tinggi dan dengan demikian tekanan terhadap sumberdaya
alam juga semakin meningkat.
manusianya
dalam
mengambil/
Demikian pula dengan kemampuan
memanfaatkan
sumberdaya
alam,
IV – 10
semakin tinggi kemampuannya akan semakin besar sumberdaya alam
yang dikeluarkan.
Oleh karena itu kemampuan manusia dalam
memanfaatkan sumberdaya alam ini haruslah diiringi dengan kemampuan
mengelola secara bijak.
Ledakan penduduk adalah merupakan salah satu permasalahan
yang akan memberikan dampak terhadap lahan dan sumberdaya alam,
dan lahan menjadi sasaran utama dari penduduk adalah lahan pertanian.
Di Kabupaten Kutai Barat yang merupakan bagian hulu dari DAS
Mahakam adalah Kabupaten yang memiliki laju pertumbuhan penduduk
sebesar 1,69%/ tahun, dan dengan kepadatan penduduk sebesar 5,30
jiwa/km2 (Kubar Dalam Angka, 2008), kepadatan penduduk Kabupaten
Kutai Timur 6,67 jiwa/km2, sedangkan laju pertumbuhan penduduk
Kabupaten Kutai Kertanegara yang berada lebih hilir dari Kabupaten
Kubar adalah sebesar 1,44%/tahun dan dengan kepadatan penduduk
sebesar 19,89 jiwa/km2 (Bappeda, 2009).
Yang berarti bahwa Jumlah
penduduk Kabupaten Kutai Barat terhadap luasan wilayah masih sangat
jarang dibandingkan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara yang lebih
padat.
Di Kalimantan Timur, Bidang pertanian (dalam arti luas) menempati
urutan kedua dalam struktur perekonomian daerah setelah bidang
pertambangan dan galian. Sebagai contoh Kabupaten Kutai Barat, bidang
pertanian
(arti
luas)
menempati
urutan
kedua
dalam
struktur
perekonomian di daerah (dengan rataan sebesar 27,50% selama lima
tahun terakhir) dan dalam perolehan PDRB daerah, kedua sesudah
IV – 11
bidang pertambangan & penggalian.
Dengan total luas lahan yang
diperuntukan untukbidang pertanian di Kubar sebesar 50,45% dari luas
wilayah Kabupaten (1.595.756 ha dari 3.162.870 ha), yang berarti lebih
dari setengah wilayah kabupaten diperuntukkan untuk kegiatan pertanian.
Hal ini disebabkan karena ketergantungan penduduk akan lahan sangat
tinggi.
Perlu digarisbawahi, bahwa pertanian lahan kering (upland-farming
systems) yang dilakukan di Kalimantan Timur sebagian besar dalam
bentuk
perladangan
gilir
balik
(shifting
cultivation
atau
swidden
agriculture), dengan teknik tebas-bakar (slash and burn). Pola pertanian
lahan kering dalam bentuk perladangan gilir balik ini menyebabkan setiap
kepala keluarga menguasai lahan untuk perladangan mereka sekitar
10ha, sebagai penyesuaian pola yang digunakan. Sehingga dengan
pertumbuhan penduduk setiap tahunnya dan dengan lahan yang tersedia
tetap maka lahan yang akan dibuka oleh masyarakat semakin luas.
Demikian pula bila didaerah yang sudah banyak terbuka, yang
menyebabkan lahan yang dapat dipakai untuk perladangan sudah
berkurang maka akan menyebabkan masa ”bera” (masa istirahat lahan)
semakin pendek, hal ini menyebabkan kesuburan lahanpun semakin
turun, yang pada akhirnya akan berakibat pada pembukaan lahan yang
lebih subur oleh masyarakat pula yang berarti lahan itu berada pada
wilayah hutan.
IV – 12
2.4. Budaya Konservasi
Pada dasarnya sistem usaha tani yang berkembang di suatu
wilayah merupakan hasil interaksi dari kemampuan fisik lingkungan,
biologi dan serta orientasi, kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki oleh
petani itu sendiri. Di Kalimantan Timur jelas terlihat bahwa sistem usaha
tani yang diterapkan di suatu wilayah sesuai dengan karakteristik fisik
seperti kondisi lereng, curah hujan serta kemampuan tanah.
Sistem
pertanian pertanian ladang gilir balik merupakan sistem usaha tani yang
dianggap paling tepat bagi masyarakat lokal di wilayah ini.
Nilai tradisional yang berkaitan dengan konservasi pada dasarnya
pernah hidup di masyarakat Kalimantan Timur, yaitu berupa kepercayaan
animisme sebelum agama masuk dan pengaruh agama merubah cara
pandang masyarakat. Ada kepercayaan yang berkembang bahwa dalam
membuka
lahan
harus
meminta
ijin
lebih
dahulu
pada
”penunggu/penguasa” wilayah tersebut, dan bila tidak diijinkan maka perlu
mencari lahan lainnya untuk dibuka menjadi perladangan. Tanda-tanda
lahan tidak boleh dibuka berbagai macam, misalnya bila ada ular atau
dengan ada tanda-tanda khusus ketika menancapkan ”parang” ke tanah
yang akan dibuka, maka lahan tersebut tidak boleh dibuka, kalau
dipaksakan juga dibuka maka ladang tidak akan memberikan hasil.
Demikian pula dalam menebang pohon. Ada kepercayaan terhadap pohon
pohon tertentu terutama pohon besar
(khususnya pohon madu) tidak
boleh ditebang. Dengan tumbuhnya pemikiran rasional nilai tradisional
IV – 13
tersebut dapat diterima masyarakat bahwa jika pohon ditebang akan
mempengaruhi hidrologi, erosi dan kerusakan alam.
Dari uraian tersebut maka dapat dikatakan baha nilai tradisional
yang dikemukakan diatas relatif masih dipercayai dan diaplikasikan oleh
sebagian besar masyarakat sehingga banyak sumber-sumber air dan
sempadan sungai dalam kondisi yang terjaga lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian disimpulkan bahwa nilai tradisional masyarakat
menguntngkan menjaga kelestarian ekosistem DAS terutama sumberdaya
lahannya.
Tetapi permasalahan baru tumbuh di wilayah Kalimantan Timur ini.
Dengan semakin meningkatnya arus migran dari luar Kaltim serta dengan
adanya praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan
kehutanan skala besar, yang ternyata belum sepenuhnya menerapkan
teknik konservasi tanah dan air, serta dengan maraknya kegiatan
pertamabangan yang juga ternyata tidak ramah lingkungan, maka budaya
konservasi masyarakat mulai luntur seiring lajunya aktivitas tersebut serta
lingkungan menjadi rusak.
2.5.
Kelembagaan dan Pelibatan Stakeholder serta Masyarakat
Sekitar
Persoalan utama kelembagaan pengelolaan DAS Mahakam adalah
antara lain (1). Belum adanya keterpaduan pelaksanaan kegiatan/program
dimana
masing-masing
instansi
yang
terlibat
dalam
pengelolaan
sumberdaya alam di dalam DAS menggunakan pendekatan komoditi dan
IV – 14
sektoral serta terkotak-kotak pada wilayah administrasi masing-masing
tanpa melihat DAS sebagai suatu ekosistem yang utuh dari hulu hingga
hilir.
Akibatnya anggaran pengelolaan yang digunakan kurang efektif
untuk meningkatkan kualitas ekosistem DAS, (2). Terjadi overlap program
karena masing-masing instansi memperjuangkan anggaran sendiri-sendiri
tanpa adanya koordinasi dengan instansi lain yang memiliki tupoksi yang
hampir
sama.
(3)
Pelaksanaan
kegiatan
pengelolaan
yang
penanganannya masih mengandalkan pendekatan keproyekan tidak
menyelesaikan tujuan pengelolaan secara tuntas (4). Penanganan
masalah DAS tidak fokus terutama disebabkan karena belum adanya SIM
(sistem informasi managemen) DAS.
Pelaksanaan kegiatan dalam bentuk proyek sering mematikan
potensi partisipasi masyarakat secara sukarela akibat adanya bentukbentuk insentif pada setiap pelaksaaan kegiatan.
Kegiatan konservasi
dan advokasi ingkungan dan sumberdaya alam saat ini lebih dominan
diperankan oleh berbagai kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) yang sengaja dibentuk untuk mendukung suatu proyek tertentu,
namun kenyataannya sulit eksis selama proyek tersebut berlangsung,
namun pada saat proyek tersebut selesai maka aktifitas juga tersendat.
Secara singkat peran serta partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
DAS belum terbangun secara berkesinambungan.
Oleh sebab itu permasalahan dasar yang harus dipahami dan
disepakati oleh berbagai pihak yang terkait dalam pengelolaan DAS
Mahakam
adalah
:
(1).
Bagaimana
mengintegrasikan
barbagai
IV – 15
kepentingan ke dalam suatu program pengelolaan DAS yang optimal. (2)
Bagaimana program tersebut dapat didistribusikan ke dalam pokok-pokok
kegiatan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak sehingga jelas
siapa, berbuat apa dan bagaimana para pihak dapat berkoordinasi dan
dikoordinasikan
dalam
suatu
sistem
kelembagaan
sehingga
penyelenggaraan pengelolaan DAS berlangsung secara efisien dan
efektif, serta dapat membantu peran serta partisipasi masyarakat secara
luas dalam penyelamatan lingkungan DAS.
B. Kajian dan Analisis
Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang terlihat dari kondisi
keragaman DAS Mahakam tergambar bahwa terdapat lima kelompok
masalah, yaitu masalah yang terkait dengan hidrologi, tata ruang dan
pemanfaatan sumberdaya alam dan lahan, keanekaragaman hayati,
sosial ekonomi dan budaya serta manajemen termasuk di dalamnya
kelembagaan.
Masalah hidrologi selain ditandai oleh meluasnya lahan kritis oleh
erosi, meningkatnya sedimentasi dan juga peristiwa banjir yang frekwensi
kejadiannya makin sering terjadi, fluktuasi aliran sungai yang makin tajam
serta terdapat kecederungan dengan peningkatan bahan pencemar baik
di sungai maupun danau.
Pada tata ruang dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lahan,
permasalahan yang terjadi ditandai dengan semakin banyaknya konflik
yang terjadi, baik konflik vertikal maupun horizontal yang tidak
IV – 16
berkesudahan.
menjadi
Akibatnya usaha perlakuan konservasi terhadap lahan
terbengkalai
karena
masing-masing
sibuk
dengan
mempertahankan wilayah penguasaan kegiatan.
Degradasi keanekaragaman hayati dan terganggunya habitat satwa
liar/satwa khususnya Pesut Mahakam yang diakibatkan oleh pembukaan
wilayah yang tidak terarah oleh kegiatan eksploitasi hutan dan lahan oleh
berbagai aktivitas perusahaan, dapat ditandai dengan berkurangnya
populasi Pesut Sungai Mahakam.
Dari aspek manajemen dan kelembagaan ditandai beberapa
indikasi : (1). Kegiatan pengelolaan selalu dibatasi oleh pertimbangan
administrasi bukan pada pertimbangan ekosistem sehingga dampak yang
ditimbulkan oleh program/tindakan pengelolaan belum dapat efektif, (2).
Belum adanya sistem informasi manajemen sehingga sering terjadi lokasi
kegiatan tidak terarah pada lahan yang bermasalah, (3). Lemahnya
koordinasi antar pihak/instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS, (4).
Sistem Monev yang belum terpadu sehingga pekerjan yang sama
dilakukan oleh instansi yang berbeda serta menggunakan standar dan
kriteria yang berbeda selain itu data hasil Monev tidak terdokumentasi
dengan baik dan benar.
IV – 17
Tabel 4.1. Analisis Permasalahan Biofisik
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Permasalahan
Pokok
Lahan Kritis
Penyebab Utama
a. Curah hujan relatif tinggi.
b. Kondisi geofisik yang rentan seperti topografi/
kelerengan relatif curam dan jenis tanah relatif
rentan erosi.
c. Pembukaan hutan dan lahan termasuk
perambahan hutan.
d. Kegiatan perladangan yang tidak ramah
lingkungan.
e. Bencana kebakaran hutan dan lahan.
Sedimentasi
a. Aliran permukaan, erosi, dan longsor.
b. Aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan HTI
dan perkebunan, serta pertambangan.
c. Pembukaan lahan untuk pembangunan
(pemukiman, fasilitas industri)
d. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke
sungai.
Kualitas air
a. Aktivitas pertambangan (keasaman air,
(sungai/danau)
pencucian dan pengendapan)
b. Aktivitas perkebunan (pestisida, herbisida dan
pupuk).
c. Limbah eksploitasi hutan (pembusukan sisa
penebangan dan limbah workshop).
d. Limbah industri perkayuan.
e. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke
sungai/danau).
f. Air bangar di danau (pembusukan gulma di
danau).
Banjir
a. Curah hujan tinggi.
b. Perluasan lahan terbuka.
c. Pengurukan daerah/kawasan penyimpan air.
d. Drainase/kapasitas tampung saluran air yang
tidak memadai.
e. Terjadinya arus balik air sungai (back water).
f. Pembuangan sampah rumah tangga ke sungai/
danau).
Habitat Pesut
a. Frekuensi transportasi air semakin meningkat,
Mahakam Terganggu
terutama penggunaan kapal ponton.
b. Terjadinya kecenderungan pendangkalan danau
& sungai.
c. Meningkatnya populasi predator ikan (ikan
Toman, Patin).
d. Pesatnya perkembangan Eceng gondok terutama
di danau.
IV – 18
6.
Degradasi keanekaragaman hayati
7.
Degradasi Delta
Mahakam
a. Pembukaan wilayah yang tidak terarah.
b. Aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan HTI
dan perkebunan, serta pertambangan.
c. Kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan.
a. Perluasan konversi lahan di delta Mahakam untuk
areal pertambakan.
b. Keberadaan hutan mangrove semakin terancam,
semakin rusak dan luasannya semakin sedikit.
c. Terancam dampak negatif limbah dan polutan dari
sungai Mahakam yang bermuara di delta
Mahakam.
Tabel 4.2. Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
No.
Permasalahan Pokok
1.
Tata Ruang dan
penggunaan Lahan
2.
Konflik pemanfaatan
Sumberdaya Alam (SDA)
dan lahan
3.
Permasalahan Hulu - Hilir
4.
Ketergantungan penduduk
terhadap lahan
5.
Pemahaman Budaya
Konservasi yang masih
lemah
Penyebab utama
a. Adanya tumpangtindih/overlapping
pemantaan ruang/kawasan.
b. Adanya kawasan pinggir/sempadan sungai
sebagai kawasan budidaya non kehutanan
(sumber: TGHK).
c. Masih belum selesainya permasalahan tata
batas.
a. Masih adanya egosektoral dalam
pemanfaatan SDA.
b. Maraknya pemanfaatan lahan seperti untuk
aktivitas pertambangan dan perkebunan
yang menimbulkan konflik dengan
masyarakat.
c. Usaha penguasaan lahan oleh masyarakat.
a. Belum adanya mekanisme/pengaturan
kompensasi.
b. Belum optimalnya peran lembaga terkait
dalam menangani masalah hulu-hilir.
c. Belum terpolanya pemahaman ”One River,
One Management”.
a. Mayoritas penduduk bermata-pencaharian di
sektor pertanian.
b. Budaya teknik perladangan gilir balik.
a. Adanya praktik kegiatan pertanian,
perkebunan, pertambakan dan kehutanan
yang belum menerapkan teknik konservasi
tanah dan air.
b. Praktik kegiatan pertambangan yang tidak
ramah lingkungan.
IV – 19
6.
Kelembagaan
7.
Pelibatan masyarakat
sekitar dalam dunia usaha
8.
Pendanaan
a. Belum optimalnya kerjasama/koordinasi
lembaga-lembaga terkait dalam penanganan
DAS Mahakam.
b. Terbatasnya instrumen peraturan
perundangan yang mengatur kelembagaan
DAS Mahakam.
a. Tidak terpenuhinya persyaratan pendidikan
dan keterampilan minimal yang dibutuhkan
perusahaan.
b. Keterbatasan masyarakat sekitar dalam
mendapatkan informasi perusahaan.
a. Terbatasnya dana pemerintah.
b. Adanya ketergantungan pendanaan
pengelolaan DAS dari Pemerintah Pusat.
c. Keterlibatan pihak pengguna jasa lingkungan
DAS dalam pendanaan kegiatan belum diatur
secara baik.
d. Penyaluran dan penggunaan dana tidak
efisien dan efektif.
C. Rumusan Permasalahan
Dari hasil analisis tersebut di atas, rumusan masalah yang
berkaitan dengan pengelolaan DAS Mahakam dapat diuraikan sebagai
berikut :
1). Bagaimana menekan laju perluasan lahan kritis dan laju sedimentasi,
serta penanggulangan banjir dan pencemaran air yang terjadi di DAS
Mahakam.
2). Bagaimana mengatasi terganggunya habitat Pesut Mahakam dan
degradasi keanekaragaman hayati yang terjadi di DAS Mahakam,
serta degradasi delta Mahakam.
3). Bagaimana menata/mengatur ruang dan penggunaan lahan yang
memperhatikan kesesuaian aspek ekonomi, sosial dan lingkungan di
dalam DAS Mahakam.
IV – 20
4). Bagaimana
mengatasi
kebutuhan
lahan
untuk
penghidupan
masyarakat di sektor pertanian, serta meningkatkan pemahaman
budaya konservasi di sektor pertanian, perkebunan, pertambakan,
kehutanan dan pertambangan di DAS Mahakam.
5). Bagaimana mewujudkan suatu lembaga yang mengkoordinasikan
parapihak
terkait
dalam
pengelolaan
DAS
Mahakam
dan
pendanaannya, serta dapat menangani permasalahan hulu – hilir dan
pelibatan masyarakat.
V–1
V. RENCANA DAN STRATEGI PENGELOLAAN
A. Tujuan dan Sasaran
Berdasarkan hasil analisis dan perumusan masalah pengelolaan
DAS Mahakam seperti yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya serta
mengacu pada hasil rumusan diskusi dari para pihak dalam pengeloaan
DAS,maka tujuan pengelolaan DAS Mahakam adalah sebagai berikut:
1). Terwujudnya koordinasi,integrasi, sinkronisasi dan sinergi para pihak
dalam
pengelolaan
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
DAS
Mahakam.
2). Terwujudnya kondisi tata air DAS Mahakam yang optimal meliputi
jumlah, kualitas dan distribusi ruang dan waktu.
3). Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan
daya tampung DAS Mahakam.
4). Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam
wilayah DAS Mahakam dari hulu sampai hilir
Hal tersebut di atas sesuai dengan Pedoman Penyusunan
Rencana Pengelolaan DAS Terpadu yang tercsnum dalam Permenhut No:
P.39/Menhut-II/2009. Dalam lampiran Permenthut tersebut dinyatakan
bahwa upaya memperbaiki kondisi DAS pada dasarnya bertujuan adalah
untuk
mewujudkan
perbaikan
lingkungan
seperti
penanggulangan
bencana alam banjir, tanah longsor, dan kekeringan secara terpadu,
transparan dan
partisipatif, sehingga sumberdaya hutan dan lahan
berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air
V–2
DAS, serta memberikan manfaat sosial ekonomi yang nyata bagi
masyarakat.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam merupakan salah satu
kawasan di Kalimantan Timur yang memiliki luas 8,2 juta hektar atau
sekitar 41% dari luas wilayah Propinsi KalimantanTimur. Daerah Aliran
Sungai (DAS) Mahakam dangan luas : 77.095.460 ha meliputi
wilayahkabupaten Kutai Barat, Kutai Timur, Malinau, Kutai Kertanegara
dan kota Samarinda. Bahkan daerah tangkapan airnya tidak hanya di
propinsi Kalimantan Timur, namun juga di propinsi Kalimantan Tengah
dan diduga sebagian kecil di Serawak yang merupakan Negara Bagian
Malaysia. (Mislan dan Naniek, 2005). Panjang Sungai Mahakam mencapai
920 km dengan luasnya 149.227 km2 serta memiliki lebar antara 300-500
meter Sungai ini melewati wilayah kabupaten Kutai Barat bagian hulu
hingga kabupaten Kutai Kertanegara dan Samarinda dibagian hilirnya.
Sedangkan lahan kritis di Kalimantan Timur telah mencapai luasan
6.402.471 hektar yang diakibatkan oleh kebakaran hutan, pembalakan
haram, serta pembukaan lahan untuk pemukiman dan kepentingan sektor
lainnya. Setiap tahunnya tidak kurang dari 350.000 hektar hutan yang
terdegradasi di berbagai wilayah di provinsi ini. (BPDAS Mahakam-Berau)
Berdasarkan kondisi obyektif seperti tersebut di atas, maka sasaran
jangka panjang (15 tahun) yang ini dicapai sesuai lingkup waktu rencana
pengelolaan DAS Mahakam sebagai berikut:
V–3
1). Terbangunnya
model
kelembagaan
pengelolaan
DAS
yang
akomodatif, partisipatif, terpadu dan berorientasi pada pencapaian
tujuan pengelolaan DAS;
2). Terkendalinya laju erosi dan sedimentasi, bencana banjir dapat
ditekan seminimal mungkin, serta laju pencemaran air pada tingkat
ambang batas yang diperkenankan;
3). Terkendalinya degradsi keanekaragaman hayati dan degradasi delta
Mahakam;
4). Meningkatnya kualitas habitat untuk berkembangnya kehidupan liar,
khususnya habitat bagi kelangsungan hidup Pesut Mahakam;
5). Adanya
kesesuaian
penggunaan
lahan
dengan
RTRWP
Kabupaten/Kota dan Provinsi Kalimantan Timur;
6). Meningkatkan kesejahteran masyarakat di DAS Mahakam;
7). Meningkatkan
partisipasi
para
pihak
yang
memanfaatankan
sumberdaya alam (SDA) dan jasa lingkungan di DAS Mahakam.
B. Strategi Pencapaian
Strategi
yang digunakan dalam usaha mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan dan dirumuskan dalam bentuk program
dan proyek serta kegiatan untuk kurun waktu 15 tahun.
Untuk ini
sikronisasi program nasional serta program lokal perlu dilaksanakan
dalam rangka memperoleh manfaat yang berkesinambungan serta
efektivitas serta efisiensi penggunaan anggaran. Demikian juga digalang
partisipasi masyarakat serta berbagai pihak yang berkepentingan dalam
V–4
pemanfaatan DAS Mahakam. Upaya pengelolaan DAS yang efektif dan
efisien serta terpadu ini bertujuan untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya bagi para pihak yang dalam hal ini adalah sektor
pertanian, perkebunan, pertambangan, perikanan, demikian juga untuk
para petani menetap maupun petani gilir balik
Sehubungan dengan tujuan dan sasaran pengelolaan yang
dirumuskan seperti telah diuraikan dalam bab terdahulu, maka unsurunsur utama dalam startegi pencapaian sebagai berikut:
1). Adanya struktur pengelola (lembaga) dan mekanisme kerja yang jelas
siapa yang melaksanakan apa, monitoring, evaluasi sehingga terwujud
suatu sistem pengelolaan DAS terpadu dan berkelanjutan yang dalam
hal ini sering disebut “One River, One Plan, One Management”;
2). Rencana
pengelolaan
dilaksanakan
secara
bertahap
dan
menggunakan skala prioritas yang diselaraskan dengan system
perencanaan pembangunan nasional dan lokal;
3). Partisipasi dan pelibatan berbagai pihak dalam pengelolaan DAS
dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Permasalahan yang ada pada saat ini serta arahan program utama
yang perlu dirancang dalam rangka Pengelolaan DAS Terpadu demi
tercapainya tujuan pemanfaatan yang optimal dan lestari pada DAS
Mahakam disajikan pada Tabel 5.1.
V–5
Tabel 5.1. Masalah dan Arahan Program Utama dalam Pengelolaan DAS
Mahakam Secara Terpadu.
1.
Kelompok
Masalah Utama
Lahan Kritis
2.
Sedimentasi
3.
Kualitas air sungai
/danau
4.
Banjir
5.
Degradasi
Keaneka-ragaman
Hayati
6.
Degradasi Delta
Mahakam
7.
Habitat Pesut
Mahakam
Terganggu
8.
Tata Ruang dan
penggunaan Lahan
No.
Pokok Masalah
 Meluasnya lahan
kritis akibat aktivitas
manusia dalam
memanfaatkan
lahan.
 Adanya bencana
kebakaran hutan
dan lahan.
 Terjadinya
peningkatan laju
sedimentasi.
 Terjadinya
pencemaran air
sungai dan danau.
 Banjir merugikan
masyarakat dan
aktivitas
masyarakat
tergangu.
 Keberadaan
keaneka-ragaman
hayati dan satwa
liar terganggu
habitatnya
sehingga terancam
punah.
 Rusaknya kawasan
delta Mahakam.
 Keberadaan hutan
mangrove semakin
sedikit dan
terganggu.
 Menurunnya
kualitas habitat
untuk Pesut
Mahakam sehingga
ada kekhawatiran
punahnya Pesut.
 Terjadinya tumpang
tindih/overlapping
Program/Kegiatan
yg dapat Dilakukan
 Rehabilitasi dan
reklamasi lahan.
 Reboisasi dan
penghijauan.
 Penyuluhan
kehutanan.
 Pengerukan sungai.
 Pengendalian erosi
dan sedimentasi.
 Penyuluhan dan
pendidikan
keterampilan.
 Pola hidup bersih.
 Pengerukan dan
penataan alur
sungai.
 Pembuatan
embung dan polder.
 Penyelamatan
keanekaragaman
hayati dan satwa
liar.
 Kerjasama dengan
pihak-pihak terkait.
 Pemetaan kawasan
Delta Mahakam.
 Konservasi dan
rehabilitasi hutan
mangrove.
 Identifikasi serta
pengamatan siklus
hidup Pesut.
 Penelitian Populasi
Pesut.
 Pengembalian
status
V–6
pemanfaatan
ruang/kawasan.
 Penggunaan lahan
yang tidak sesuai
dengan fungsi
peruntukannya.
9.
10.
Konflik
 Terjadinya konflik
pemanfaatan
yang bersifat
Sumberdaya Alam
vertikal maupun
(SDA) dan lahan
horizontal.
Permasalahan Hulu  Belum ada kesepa– Hilir DAS
katan antar
Mahakam
pemerintah daerah
tentang hulu – hilir
DAS Mahakam.
11.
Ketergantungan
penduduk terhadap
lahan.
12.
Pemahaman
Budaya Konservasi
yang masih lemah.
13.
14.
15.
 Belum efektifnya
peran sektor
pertanian dalam
penyediaan
lapangan kerja.
 Masih banyak
anggota
masyarakat yang
belum berperi laku
ramah lingkungan.
Kelembagaan
 Belum optimal dan
efektif lembaga
formal yang ada.
Pelibatan
 Masih banyak
masyarakat sekitar
tenaga kerja lokal
dalam dunia usaha.
tidak dapat
ditampung dalam
kegiatan industri.
Pendanaan
 Terbatasnya dana
yang tersedia serta
belum adanya
anggaran dari
Pemerintah
Daerah.
kawasan/lahan
sesuai dengan
peraturan
perundangan yang
berlaku melalui
instansi yang
berwenang.
 Sosialisasi
peraturan
perundangan
terkait.
 Manajemen konflik.
 Redistribusi lahan.
 Koordinasi dan
kerjasama antar
pemerintah daerah
kabupaten/kota di
wilayah DAS
Mahakam.
 Penyuluhan serta
pendidikan
keteram-pilan agar
bisa berwiraswasta.
 Aplikasi
Agroforestry.
 Penyuluhan dan
pendidikan
konservasi.
 Pembentukan
lembaga pengelola
DAS Mahakam.
 Pemberdayaan
masyarakat dan
penyuluhan.
 Kapasitas building
dan penggalian
dana dari pihak luar
negeri dan sektor
swasta.
V–7
C. Kebijakan, Program dan Kegiatan
1. Kebijakan Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS
Menteri Kehutanan Rwpublik Indonesia pada Kabinet Bersatu Jilid I
telah menerbitkan Peraturan Menteri No : 39/Menhut-II/2009 tentang
Pedoman
Pengelolaan
Daerah
penyempurnaan serta pengganti
Aliran
Sungai
terpadu
sebagai
dari Keputusan Menteri Kehutann
Nomor 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai.
Untuk tahun 2009 s/d 2014 , Kementrian Kehutanan pada Kabinet
Indonesia bersatu jilid II menetapkan 6 (enam ) missi yang akan menjadi
pedoman melangkah mengurus sector kehutanan Indonesia. Adapun
missinya yaitu :
1). Memantapkan kepastian status kawasan hutan serta kualitas data
dan informasi kehutanan;
2). Meningkatkan produksi dan diversifikasi hasil hutan dan daya saing
kehutanan;
3). Memantapkan penyelenggaraan perlindungan dan konservasi SDA;
4). Memelihara dan meningkatkan daya dukung DAS;
5). Meningkatkan ketersediaan produk teknologi dasar terapan dan
kompetesi SDA;
6). Dan
memantapkan
kelembagaan
penyelenggaraan
tata
kola
kehutanan.
Sejalan dengan 6 (enam)
misi tersebut ditetapkan juga adanya 8
(delapan) program kerja yang mencakup :
V–8
1). Pemantapan kawasan hutan yg berbasis pengelolaan hutan lestari;
2). Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS;
3). Perlindungan dan pengamanan hutan;
4). Konservasi SDA hayati dan ekosistemnya;
5). Revitalisasi hutan dan produk kehutanan;
6). Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan;
7). Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sector perhutanan; dan
8). Penguatan kelembagaan kehutanan.
Terlihat bahwa masalah konservasi, perlindungan, serta penguatan
kelembagaan kehutanan menjadi program nasional yang tujuannya
adalah memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dan lestari.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan DAS juga ditenggarai bahwa
pengelolaan DAS di Indonesia kurang optimal yang berakibat rusaknya
dan kritisnya kondisi DAS. Muncul suatu kesadran bahwa dalam
mengelola DAS harus dilaksanakan secara terpadu sebagai pengetrapan
falsafah pengelolaan sungai “one river one management”.
Dengan
mengelola
DAS
secara
terpadu
maka
diharapkan
terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar berbagai
pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan linkungan DAS. Untuk
keperluan ini maka suatu wadah yang mempunyai wewenang melakukan
koordinasi dan sinkronisasi dari berbagai pihak baik itu adalah lembaga
kedinasan maupun
lembaga swadaya masyarakat perlu diwujudkan.
Pada saat ini telah dibentuk pada tingkat propinsi Kalimantan Timur Forum
V–9
Daerah Aliran Sungai Kalimantan Timur (Forum DAS Kaltim) demikian
juga adanya lembaga bentukan Kementrian Pekerjaan Umum suatu
lembaga yang bernama Dewan Sumber Daya Air. Secara lebih jelas dapat
dikatakan bahwa kebijakan dalam pengembangan kelembagaan terpadu
pengelolaan DAS dilakukan dengan mengefektifkan kelembagaan formal
yang ada seperti Bappeda tingkat Provinsi, BP-DAS Mahakam Berau,
Dinas Kehutanan Propinsi, BKSDA Kaltim, Taman Nasional Kutai,
Bappeda Kabupaten/Kota .Fungsi dan wewenang Lembaga yang dibentuk
hanya bersifat koordinatif serta mensinkronkan kegiatan sektoral agar
lebih terarah pada pemecahan masalah di dalam DAS Mahakam.
Sedangkan POAC implementasi kegiatan dilaksanakan oleh masingmasing sektor/instansi sesuai dengan Tupoksi.
Dalam pengelolaan DAS harus dilaksanakan secara terpadu
sebagai
penerapan
falsafah
pengelolaan
sungai
“one
river
one
management”. Pengelolaan DAS secara terpadu ini diharapkan untuk
mewujudkan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi (KISS) antar
berbagai pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
DAS. Untuk keperluan ini diperlukan suatu wadah yang mempunyai
wewenang melakukan KISS dari berbagai pihak yang terkait. Kebijakan
dalam pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS terpadu dilakukan
dengan mengefektifkan kelembagaan formal yang ada atau membentuk
badan/lembaga tertentu, sedangkan wewenang dan fungsi lembaga yang
dibentuk hanya bersifat koordinatif serta mensinkronkan kegiatan sektoral
agar lebih terarah pada pemecahan masalah di DAS Mahakam. Oleh
V – 10
karena itu, kebijakan pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS
terpadu dalam jangka panjang agar mencakup antara lain:
1). Optimalisasi fungsi lembaga formal dan lembaga informal yang ada
dan mensinkronkan dengan fungsi dan peran pengelolaan DAS yang
akan dibentuk;
2). Mengembangkan
struktur
kelembagaan
DAS
Mahakam
yang
mencakup pada tingkat provinsi sampai ke tingkat kabupaten/kota
yaitu Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai
Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Malinau;
3). Mendayagunaan SDM dan sarana pendukung yang ada di instansi
terkait, menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang berkepentingan
dalam pemanfaatan SDA di DAS Mahakam, serta melakukan
kerjasama dengan perguruan tinggi dan LSM yang terkait dalam
konservasi SDA di DAS Mahakam;
4). Membangun sistem koordinasi pengelolaan DAS terpadu yang
berkesinam-bungan dan menyusun tata kerja hubungan antar lembaga
yang dapat mendukung pengelolaan Sungai Mahakam dalam Satu
Perencanaan dan Satu Pengelolaan (One River One Plan One
Management).
Program-program
yang
perlu
dikembangkan
dalam
rangka
pengembangan serta pembentukan kelembagaan seperti yang telah di
sajikan pada Tabel 5.1 di atas.
V – 11
2. Kebijakan Pemantapan Tata Ruang Wilayah DAS
Provinsi Kalimantan Timur memiliki luas daratan 19.884.117 hektar
dengan wilayah laut seluas 1.021.657 hektar. Dari hasil paduserasi tahun
1999, Kalimantan Timur memiliki kawasan budidaya non kehutanan
(KBNK) seluas 5.170.784,60 hektar, kawasan budidaya kehutanan (KBK)
seluas 9.774.753,19 hektar, hutan lindung 2.816.319,73 hektar, cagar
alam 1.478.367,79 hektar, taman hutan raya 71.099,80 hektar, Taman
Nasional 204.399,06 hektar, hutan produksi 25.786,38 hektar. Hamparan
hutan yang didominasi oleh hutan dipterocarpa, yang saat ini sebagian
besar telah mengalami degradasi.
Sampai saat ini di Kaltim tidak kurang dari 2,5 juta ha telah
diberikan bagi perkebunan besar kelapa sawit (terdapat tidak kurang 145
perkebunan besar swasta dengan luas 1,8 juta ha memperoleh ijin dari
Bupati/Walikota, dimana 34 perusahaan dengan luas 380 ribu hektar telah
memiliki Hak Guna Usaha (HGU), dan baru seluas 187 ribu hektar yang
berproduksi), 1,5 juta ha bagi pertambangan, 8,1 juta ha bagi
pengusahaan hutan (6,4 juta ha HPH (88 perusahaan) dan 1,7 juta ha HTI
(25 perusahaan)). Sementara luas lahan pertanian kian menurun, yaitu
hanya sekitar 141 ribu ha yang panen pada tahun 2005. Dalam berbagai
kesempatan Pemprov Kaltim bahkan menyatakan bahwa perkebunan
besar kelapa sawit akan terus ditambah hingga luasan 3,5 s/d 5 juta ha.
RTRWP Kaltim yang diharapkan menjadi sebuah dokumen publik
sebagai pegangan arah pembangunan berdasarkan keruangan, saat ini
V – 12
masih dibahas dan belum disyahkan oleh Pemerintah. Menjadi harapan
kita semua bahwa RTRWP Kaltim dapat disyahkan dalam tahun ini juga
sehingga
kedepan
pemerintah
propinsi
maupun
pemerintah
kabupaten/kota dapat merencanakan pembangunan wilayah dengan
dasar hukum yang jelas.
Kebijakan pemantapan tata ruang wilayah di DAS Mahakam ini
diperlukan karena adanya beberapa masalah tumpang tindih/overlapping
dalam pemanfaatan ruang/kawasan dan SDA yang tidak sesuai dengan
fungsi peruntukannya di DAS Mahakam, serta adanya permasalahan
penataan batas kawasan yang masih belum selesai. Permasalahan
tersebut selain dapat menimbulkan konflik horizontal dan vertikal, juga
akibat pemanfaatan SDA yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukannya
diantaranya dapat memicu timbulnya bencana lingkungan seperti
peningkatan laju erosi, sedimentasi dan banjir serta kerusakan lingkungan
lainnya.
Penanganan permasalahan tersebut di atas dapat diupayakan
melalui kebijakan pemantapan tata ruang wilayah DAS Mahakam, antara
lain
dengan
cara
mengembalikan/berlandasakan
pada
peraturan
perundangan terkait yang berlaku, meskipun pada saat yang bersamaan
sedang dilakukan kajian revisi RTRWP Kaltim. Selain itu, juga perlu
segera diupayakan penyelesaian penataan batas kawasan, sehingga
terjamin
kepastian
dan
status
kawasan,
serta
ruang/kawasan sesuai dengan fungsi peruntukannya.
pemanfaatan
V – 13
3. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Konservasi dan rehabilitasi terhadap hutan dan lahan merupakan
kegiatan pokok dalam pengelolaan DAS. Hasil dari kegiatan ini akan
dapat memberikan dampak positif pada sistem tata air, produktivitas hutan
dan lahan, dapat menurunkan tingkat laju erosi dan sedimentasi, serta
menopang kelestarian keanekaragaman hayati.
Pada
saat
ini
di
DAS
Mahakam
terjadi
suatu
aktivitas
pembangunan ekonomi yang menjadi sumber pendapatan baik bagi
masyarakat
ataupun
pendapatan
daerah,
diantaranya
aktivitas
pengusahaan hutan, pembangunan kebun kelapa sawit, pengusahaan
pertambangan
batu
bara,
perikanan,
pertanian
dan
perladangan.
Terutama seperti aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan dan aktivitas
perkebunan,
serta
aktivitas
eksploitasi
batu
bara,
diduga
dapat
menimbulkan dampak negatif antara lain peningkatan lahan kritis, laju
erosi dan sedimentasi, banjir dan pencemaran air sungai, serta
kemerosotan keaneka-ragaman hayati dan terganggunya satwa liar.
Suatu hal yang menonjol pada akhir-akhir ini juga maraknya kegiatan
“illegal
logging” dikarenakan
akibat adanya
krisis ekonomi
yang
berkepanjangan banyak perusahaan HPH yang terhenti kegiatanannya
yang menyebabkan munculnya areal tidak bertuan.
Data statistik tahun 2009 total luas lahan yang termasuk dalam
kategori lahan sangat kritis di Propinsi Kalimantan Timur adalah
3.648.794,44 Ha. Yang termasuk kritis seluas 976.971,78 Ha sedangkan
V – 14
yang termasuk kategori agak kritis seluas 8.247.907,07 Ha. Total luas
lahan yang termasuk kategori potensial kritis seluas 7.440.426,49 Ha,
sedangkan yang termasuk kategori tidak kritis adalah seluas 2.585.840,76
Ha. Untuk kawasan DAS Mahakam yang termasuk dalam kategori kritis
meliputi areal seluas 330.093,80 Ha, sedangkan untuk wilayah di
Kabupaten Kukar areal lahan yang termasuk agak kritis meliputi areal
seluas 1.085.774,60 ha.
Sasaran yang ingin dicapai dari usaha konservasi dan rehabilitasi
hutan antara lain sebagai berikut:
1). Terwujudnya kualitas kawasan hutan yang mampu berfungsi optimal
sebagai sistem penyangga kehidupan yakni hutan sebagai fungsi
hidroorologis dan penopang kelestarian keanekaragaman hayati;
2). Terwujudnya manfaat jasa lingkungan yang optimal dalam mendukung
kehidupan sosial ekonomi dan budaya;
3). Terwujudnya partisipasi aktif masyarakat sekitar hutan yang sekaligus
juga dapat memanfaatkan hasil hutan non kayu yang dapat menopang
kehidupan serta kesejahteraannya.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam upaya konservasi lahan
sebagai areal budidaya antara lain:
1). Meningkatkan produktivitas pertanian;
2). Menurunkan laju erosi tanah pada lahan pertanian;
V – 15
3). Mewujudkan suatu kesadaran bagi masyarakat betapa pentingnya
konservasi tanah dan air dalam mendukung pemanfaatan lahan yang
lestari.
Selain upaya konservasi lahan pada areal budidaya baik pertanian
maupun perkebunan, juga pada kawasan pertambangan batu bara perlu
komitmen secara serius terhadap upaya tindakan reklamasi lahan dan
revegetasi.
Oleh karena itu, terkait dengan kebijakan konservasi dan
rehabilitasi terhadap hutan dan lahan, sehingga beberapa program yang
perlu dilakukan antara lain program konservasi dan rehabilitasi terhadap
hutan
dan
lahan
yang
meliputi
kegiatan
reboisasi,
penghijauan,
penyuluhan dan pembangunan demplot, serta program konservasi tanah
dan air.
D. Analisis Peran dan Kelembagaan
1. Identifikasi Para Pihak, Fungsi dan Peran
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mencanangkan suatu
“Visi Kaltim Bangkit 2013”
yaitu "Mewujudkan Kaltim sebagai Pusat
Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan
Sejahtera", selain itu juga mencanangkan Kaltim Hijau (Kaltim Green) dan
program REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation).
Untuk mewujudkan visi dan program tersebut berkaitan dengan
V – 16
pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam dapat diidentifikasi SKPD
maupun
para
pihak
yang
berkepentingan.
Pihak-pihak
yang
berkepentingan terutama masyarakat yang mendiami kawasan DAS
Mahakam, demikian juga kalangan dunia usaha dan instansi pemerintah
baik pusat maupun instansi daerah.
Beberapa
instansi
yang
sangat erat
hubungannya
dengan
pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam antara lain di tingkat provinsi
seperti BAPPEDA, BLH, Dinas Kehutanan, Dinas PU, Dinas Pertanian,
Dinas Perkebunan, Dinas Perikanan, Dinas Pertambangan, Badan
Pertanahan, Badan Pemberdayaan Masyarakat dll., selain itu juga BPDAS
Mahakam Berau, Balai Wilayah Sungai III Kaltim, BKSDA dll., instansiinstansi/SKPD di tingkat daerah/kota terkait, serta Forum DAS Kaltim,
Dewan Sumberdaya Air Kaltim, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
dan lembaga lain yang terkait. Masing-masing instansi/lembaga terkait ini
memiliki fungsi dan peran atau TUPOKSI baik formal maupun informal
yang perlu disinkronkan dan disinergiskan untuk mewujudkan efisiensi
dan efektivitas dalam pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam.
Beberapa Visi dan Misi serta tugas pokok dari instansi yang terkait
dengan DAS Mahakam dapat diuraikan sebagai berikut :
1). BAPPEDA Provinsi Kalimantan Timur.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Bappeda berdasarkan Peraturan
Gubernur Nomor 46 tahun 2008 maka Visi Bappeda Provinsi Kalimantan
V – 17
Timur yaitu "Terwujudnya Perencanaan Pembangunan Daerah Yang
Berkualitas Dalam Rangka Mewujudkan Kalimantan Timur Sebagai Pusat
Agroindustri dan Energi Terkemuka.
Visi tersebut dicapai melalui 4 ( empat ) Misi, yaitu :
1). Menyusun perencanaan pembangunan daerah tepat guna dan
komperhensif sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah .
2). Mengkoordinasikan,
mengintegrasikan
dan
mensinkronkan
perencanaan pembangunan regional dan sektoral.
3). Mengoptimalkan evaluasi dan pengendalian pembangunan.
4). Meningkatkan
pembangunan
pegelolaan
guna
data
penyusunan
statistik
serta
perencanaan
hasil
yang
kajian
lebih
berkualitas.
Sedangkan dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut, BAPPEDA
mempunyai fungsi:
1). Perumusan kebijakan bidang perencanaan pembangunan daerah
sesuai dengan rencana strategis yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah;
2). Pemberian dukungan atas perencanaan, pembinaan dan
pengendalian kebijakan bidang perencanaan pembangunan daerah;
3). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang ekonomi;
V – 18
4). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM);
5). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang pemerintahan dan aparatur;
6). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang prasarana dan pengembangan wilayah;
7). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang statistik dan pengendalian pembangunan;
8). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang pengkajian dan pembiayaan pembangunan daerah;
9). Peyelenggaraan urusan kesekretariatan;
10). Penyelenggaraan unit pelaksana teknis badan;
11). Pembinaan Kelompok Jabatan Fungsional;
12). Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugas dan fungsinya
Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, Bappeda Provinsi Kalimantan
Timur melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah
dibidang perencanaan dan statistik daerah
V – 19
2). Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kaltim
Visi dari Badan Lingkungan Hidup Propinsi Kalimantan Timur ialah
"Keseimbangan Pembangunan dan Kelestarian Lingkungan Hidup"
dengan misi sebagai berikut:
1). Meningkatkan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2). Mengembangkan Kapasitas Lingkungan Hidup.
3). Melaksanakan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup.
4). Melaksanakan Pengendalian Kerusakan Lingkungan hidup.
5). Melaksanakan Penaatan Hukum Lingkungan Hidup secara tegas.
6). Mengembangkan koordinasi, kerjasama dan kemitraan di bidang
lingkungan hidup.
7). Melaksanakan tugas pokok dan fungsi secara profesional dan
bertanggungjawab
Sedangkan tugas pokok Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi
Kalimantan Timur melaksanakan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan
pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan di Provinsi Kalimantan
Timur dan oleh BLH (Instansi Lingkungan Hidup) Kabupaten/Kota di
wilayahnya.
Secara rinci fungsi dari BLH Provinsi Kalimantan Timur adalah :
1). Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup Provinsi Kalimantan
Timur, dan Koordinasi perencanaan pengelolaan lingkungan hidup
V – 20
Kabupaten/Kota;
2). Perumusan
kebijaksanaan
operasional
pencegahan
dan
penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan
kualitas lingkungan;
3). Pelaksanaan
koordinasi
pelaksanaan
pencegahan
dan
penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan
kualitas lingkungan;
4). Pengembangan program kelembagaan, peningkatan kapasitas dan
SDM, serta peran serta seluruh mitra lingkungan dalam pengendalian
dampak lingkungan;
5). Pelaksanaan pembinaan teknis pencegahan dan penanggulangan
pencemaran,
kerusakan
lingkungan
dan
pemulihan
kualitas
lingkungan
6). Pembinaan dan pengendalian teknis Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL);
7). Pengawasan pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian dampak
lingkungan;
8). Peningkatan Pelatihan terhadap aparat Bapedalda Provinsi dan
Kabupaten/Kota dalam upaya meningkatkan keterampilan dan
profesionalisme terhadap kebijaksanaan operasional pengelolaan
lingkungan;
9). Pelaksanaan Penaatan Hukum Lingkungan;
10). Pengembangan system dan layanan informasi kepada masyarakat
V – 21
dalam rangka pelaksanaan pengelolaan pengendalian dampak
lingkungan hidup;
11). Pelaksanaan
tugas
-
tugas
kesekertariatan
dalam
rangka
peningkatan kinerja Bapedalda dalam pengelolaan dan pengendalian
dampak lingkungan hidup;
12). Pelaksanaan tugas - tugas lain yang diberikan oleh Gubernur.
3). BP-DAS Mahakam Berau
Visi Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau adalah ; “Terwujudnya
fungsi DAS yang optimal melalui optimalisasi fungsi hutan dan lahan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat”.
Berdasarkan visi tersebut, Balai Pengelolaan DAS Mahakam
Berau menetapkan misi dengan dasar-dasar pemikiran sebagai berikut :
1). Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam pengelolaan
DAS.
2). Mengembangkan Sistem Informasi Pengelolaan DAS.
3). Mengembangkan Model Pengelolaan DAS.
4). Meningkatkan kerjasama dengan para pihak dalam optimalisasi
fungsi hutan dan lahan.
5). Memantapkan sistem monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS.
V – 22
6). Meningkatkan peras serta masyarakat dalam optimalisasi fungsi
hutan dan lahan.
Sedangkan Tugas Pokok dan Fungsi dari BP-DAS Mahakam Berau
adalah
melaksanakan
Penyusunan
Rencana,
Pengembangan
Kelembagaan dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Balai
Pengelolan DAS Mahakam Berau menyelenggarakan fungsi :
1). Penyusunan rencana pengelolaan daerah aliran sungai.
2). Penyusunan dan penyajian informasi daerah aliran sungai
3). Pengembangan model pengelolaan daerah aliran sungai
4). Pengembangan kelembagaan kemitraan pengelolaan daerah aliran
sungai
5). Pemantauan dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai
6). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai.
4). Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Timur
Visi dari Dinas Pertanian Prop. Kaltim adalah terwujudnya
Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura yang
Berbasis Agribisnis Tahun 2008
Sedangkan Misi yang diemban adalah 1).meningkatkan Kualitas SDM
Aparatur, Kelembagaan dan Petani/Kelompok Tani; 2) Meningkatkan
ketahanan pangan masyarakat; 3) Menciptakan sistem dan usaha
V – 23
agribisnis tanaman pangan dan hortikultura; 4). Meningkatkan kuantitas
dan kualitas produksi tanaman pangan dan hortikultura;5).Pencapaian
peningkatan pendapatan petani dan keluarganya.
Sasaran: bertambahnya kawasan sentra produksi dan sentra/terminal
agribisnis di pedesaan.
Tujuan :
1). Meningkatnya kemampuan SDM.
2). Mempercepat terwujudnya industrialisasi tanaman pangan dan
hortikultura berbasis pedesaan.
3). Meningkatkan daya saing produksi tanman pangan dan hortikultura
serta mengurangi ketergantungan terhadap produksi dari luar
daerah/negeri.
4). Meningkatnya kesejahteraan petani dan keluarganya yang berbasis
pada usaha tani tanaman pangan hortikultura di pedesaan.
2. Rumusan Kelembagaan Pengelolaan DAS Mahakam Terpadu
Menurut Daihuri dkk (2001) kelembagaan dapat diartikan sebagai
institusi, lembaga/organisasi berbadan hukum untuk mengelola suatu
kegiatan yang memiliki personil, pendanaan dan fasilitas, dan arti yang
kedua kelembagaan nilai-nilai (institutionaloization). Apakah Pengelolaan
DAS Mahakam Terpadu memerlukan kelembagaan/organisasi sendiri
seperti misalnya yang di Pulau Jawa misalnya ada Badan Otorita Sungai
V – 24
Brantas atau yang mengelola Jatiluhur yaitu Badan Otorita Waduk
Jatiluhur yang mengelola sebagian dari DAS Sungai Citarum?
Mengamati permasalahan yang komplek dan mencakup 4 (empat)
kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Malinau serta kota Samarinda serta
kita ketahui bahwa DAS Mahakam mencapai luasan 7.721.128,340 Ha
dengan panjang S. Mahakam mencapai 920 KM maka berkenaan dengan
tujuan dari pengelolaan DAS terpadu adalah terwujudnya koordinasi,
integrasi , sinkronisasi, dan sinergi antar pihak dalam pengelolaan
sunberdaya alam dan lingkungan DAS Mahakam suatu lembaga atau
badan sepertinya diperlukan untuk dibentuk. Lembaga ini diharapkan
dapat menjalankan fungsi fasilitasi keterlibatan para pihak dalam
pemanfaatan sumberdaya alam dan air.
Di Kalimantan Timur telah dibentuk suatu Forum yang bernama
Forum Daerah Aliran Sungai Kalimantan Timur (Forum DAS Kaltim) yang
merupakan tindak lanjut dari SK Menhut No S.652/Menhut-V/2006 tentang
penbentukan wadah koordinasi pengelolaan DAS. Sekarang ini juga ada
juga organisasi yang bernama Dewan Sumber Daya Air yang merupakan
organ yang berinduk kepada Kementrian Pekerjaan Umum berkaitan
dengan adanya UU Sumberdaya Air. Kedua Forum ini ruang lingkup
kerjanya meliputi seluruh Kalimantan Timur. Jadi bila ingin ada lembaga
yang lebih focus dan khusus untuk menangani pengelolaan terpadu pada
V – 25
DAS Mahakam maka diperlukan adanya kelompok kerja atau sekaligus
badan pengelola khusus.
Sehubungan dengan tujuan dari pengelolaan DAS terpadu adalah
terwujudnya koordinasi, integrasi , sinkronisasi, dan sinergi (KISS) antar
pihak dalam pengelolaan sunberdaya alam dan lingkungan DAS
Mahakam, sehingga untuk mewujudkan KISS ini diperlukan pembentukan
kelompok kerja antar instansi terkait atau suatu lembaga atau badan.
Kelompok kerja atau lembaga ini diharapkan dapat menjalankan fungsi
fasilitasi keterlibatan para pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan DAS Mahakam.
Beberapa prinsip yang perlu menjadi dasar lembaga pengelolaan
DAS terpadu di DAS Mahakam antara lain:
1). Profesionalisme, keterbukaan, independen, akuntabilitas, berkeadilan;
2). Kejelasan batas wilayah kewenangan, peran serta tanggung jawab;
3). Mampu mengakomodasi dan memfasilitasi norma dan institusi sosial
setempat;
4). Bekerja berdasarkan aturan yang telah disepakati, serta menerapkan
prinsip dan norma hukum dalam pengelolaannya;
5). Menerapkan sistem manajemen strategis dan terpadu serta modern.
VI – 1
VI. RENCANA IMPLEMENTASI PROGRAM DAN KEGIATAN
A. Tahapan Pelaksanaan
Seperti telah disebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS)
Mahakam meliputi wilayah 1 (satu) Kota Samarinda, dan 4 (empat)
Kabupaten yakni Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur,
Kabupaten Malinau dan Kabupaten Kutai Barat (kemudian akan
dimekarkan menjadi 2 (dua) Kabupaten, yang baru adalah Kabupaten
Mahakam Ulu). Sementara itu, dari hasil identifikasi permasalahan secara
umum didapatkan 4 (empat) kelompok masalah yang terdiri dari masalah
manajemen, hidrologi, lahan, dan sosial ekonomi. Sampai saat ini belum
ada keterpaduan antara liputan perwilayahan dengan 4 (empat) kelompok
masalah tersebut, karena permasalahan dalam wilayah DAS Mahakam
tidak dapat dipisahkan dengan liputan wilayahnya. Oleh karena itu, dalam
Rencana
Pengelolaan
DAS
Mahakam
secara
terpadu,
rencana
implementasinya dapat disusun menjadi 4 (empat) tahapan, yaitu dimulai
dengan tahapan persiapan pengelolaan, tahapan identifikasi khusus dan
sosialisasi, tahapan penyusunan rencana jangka menengah, dan tahapan
implementasi kegiatan.
1. Tahapan Persiapan Pengelolaan
Dalam tahapan persiapan pengelolaan DAS Mahakam secara
terpadu, yang menjadi tahapan awal adalah program pengembangan
kelembagaan pengelolaan DAS Mahakam. Pengelolaan suatu wilayah
VI – 2
sangatlah tergantung dengan lembaga pengelolanya, bila pengelola tidak
mempunyai motivasi atau tujuan dalam mengelola
suatu wilayah, maka
wilayah tersebut akan tidak tentu arah pengembangannya. Terlebih lagi
bila wilayah tersebut banyak mempunyai permasalahan atau mengalami
penekanan, maka bila lembaga pengelola tidak mempunyai gerakan maka
wilayah tersebut akan mengalami kondisi yang parah. Lembaga pengelola
yang dibentuk haruslah lembaga yang mempunyai gerak yang leluasa
dan berperan aktif karena lembaga ini selain harus mampu untuk
mengkoordinasikan parapihak yang terkait dalam pengelolaan DAS
Mahakam, juga dapat menangani permasalahan hulu-hilir dan pelibatan
masyarakat, sementara itu pula harus sanggup mengatur pendanaanya,
dalam hal ini bagaimana mendapatkan dananya serta bagaimana pula
mengatur pembiayaannya. Seperti telah disebutkan bahwa tujuan dari
pengelolaan DAS Mahakam adalah:
1). Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi para pihak
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS Mahakam.
2). Terwujudnya kondisi tata air DAS Mahakam yang optimal meliputi
jumlah, kualitas, dan distribusi ruang dan waktu.
3). Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan
daya tampung DAS Mahakam.
4). Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam wilayah
DAS Mahakam dari hulu sampai hilir.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka lembaga pengelola DAS Mahakam
haruslah dalam bentuk badan usaha yang bersifat corporate yang mampu
VI – 3
untuk menyusun suatu rangkaian program, pemantauan dan evaluasi,
analisis dan telaah, serta dokumentasi dari hasil kegiatan pengelolaan
DAS Mahakam. Seperti disebutkan bahwa DAS Mahakam terletak dalam
wilayah 4 (empat) Kabupaten dan satu Kota, yaitu Kabupaten Kutai Barat,
Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Kota Samarinda. Kemudian menyusul
lagi Kabupaten Mahakam Ulu yang sedang dalam persiapan pemekaran.
Selain itu DAS Mahakam dengan wilayah yang luas, tersusun atas banyak
Sub DAS maupun Subsub DAS masing-masing dengan karakteristik
wilayahnya. Untuk koordinasinya maka lembaga pengelola DAS Mahakam
dipersiapkan di tingkat Provinsi dan berkedudukan di Ibukota Provinsi,
Samarinda.
Secara
prinsip,
lembaga
ini
bukanlah
pelaksana
kegiatan
melainkan bagaimana lembaga ini dapat memadukan segala kegiatan
yang berkaitan dengan perwilayahan DAS Mahakam. Untuk itu penyiapan
kelembagaan pengelolaan DAS Mahakam haruslah seefektif mungkin dan
memberikan hasil yang seoptimal mungkin. Jangan sudah dibentuk
lembaga pengelolanya, tetapi setelah itu lembaga ini tidak ada geraknya
dan bahkan mungkin tidak bersuara. Untuk itu tahapan penyiapan
lembaga pengelolaan DAS Mahakam ini meliputi:
1). Penyusunan model kelembagaan koordinasi pengelolaan DAS
Mahakam, yang tersusun atas kelompok kebijakan dan kelompok
eksekutif kelembagaan.
2). Penyusunan organisasi dan tata kerja di tingkat Provinsi, kemudian
dilanjutkan dengan masing-masing Kabupaten dan Kota.
VI – 4
3). Koordinasi organisasi tingkat Provinsi dengan tingkat Kabupaten/Kota
serta
sinkronisasi
tatakerja,
karena
masing-masing
wilayah
Kabupaten/Kota dengan Sub DAS atau Subsud DAS mempunyai
karakteristik yang bermacam-macam dengan segala permasalahan
dan tekanannya.
4). Pembuatan Keputusan Gubernur untuk lembaga pengelola DAS
Mahakam di tingkat Provinsi dan Keputusan Bupati/Walikota untuk
tingkat Kabupaten/Kota dilanjutkan dengan Peraturan Gubernur dan
Peraturan Bupati/Walikota untuk tata kerja di masing-masing tingkat
pengelolaan DAS.
5). Untuk mencakup pengelolaan DAS Mahakam, atau pengelolaan DAS
di seluruh wilayah Kalimantan dapat dipersiapkan Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Timur tentang Pengelolaan DAS di Provinsi
Kalimantan Timur untuk dapat memberikan payung hukum bagi
lembaga pengelola DAS tentang organisasi maupun tata kerjanya.
6). Untuk selanjutnya kelembagaan ini perlu dikembangkan secara terus
menerus dalam peningkatan kemampuan, efisiensi dan efektifitas
kerja dalam upaya untuk memajukan kesejahteraan masyarakat
umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rencana tahapan penyiapan kelembagaan pengelolaan terpadu DAS
Mahakam disajikan pada Tabel 6.1.
VI – 5
Tabel 6.1. Rencana Tahapan Penyiapan Kelembagaan Pengelolaan
Terpadu DAS Mahakam.
No. Tahapan Kegiatan
Pelaksana
1. Penyusunan model
kelembagaan
2.
3.
4.
5.
Forum DAS
Kaltim, BP DAS
Mahakam-Berau
Bappeda Prov.
Penyusunan
Forum DAS
organisasi dan tata Kaltim, BP DAS
kerja di tingkat
Mahakam-Berau
Provinsi
Bappeda Prov.
Penyusunan
Forum DAS
organisasi dan tata Kaltim, BP DAS
kerja di tingkat
Mahakam-Berau
Kabupaten /Kota
Bappeda
Kabupaten/Kota.
Koordinasi
Forum DAS
Kaltim, BP DAS
Mahakam-Berau,
Bappeda
Kabupaten/Kota.
Pembuatan
Forum DAS
Keputusan
Kaltim, BP DAS
Gubernur dan
Mahakam-Berau,
Peraturan Gubernur Biro Hukum, Biro
Ortal, Bappeda
Provinsi.
6. Pembuatan
Keputusan
Bupati/Walikota dan
Peraturan
Bupati/Walikota
Forum DAS
Kaltim, BP DAS
Mahakam-Berau,
Biro Hukum, Biro
Ortal, Bappeda
Kabupaten/Kota.
Indikator
Pencapaian (ovi)
Kegiatan diskusi
Tahun
Pelaksanaan
2010 - 2011
Kegiatan diskusi
2011
Kegiatan diskusi
dan sinkronisasi
tata kerja
2011
Kegiatan
kunjungan ke
daerah/lapangan
2012
Keputusan
Gubernur :
Susunan
organisasi
lembaga
pengelola
Peraturan
Gubernur tentang
tata kerja
lembaga
pengelola
Keputusan
Bupati/Walikota
Susunan
organisasi
lembaga
pengelola
Peraturan
Bupati/Walikota
tentang tata kerja
lembaga
pengelola
2012
2012
VI – 6
7. Pembuatan
Peraturan Daerah
8. Pengembangan
Kelembagaan
Forum DAS
Kaltim, BP DAS
Mahakam-Berau,
Biro Hukum, Dinas
Kehutanan,
Bappeda Provinsi.
Pemerintah
Provinsi,
Kabupaten/Kota,
BP DAS
Mahakam-Berau
Perda tentang
pengelolaan DAS
2013
Lembaga yang
efektif dan efisien
2011 dan
seterusnya
2. Tahapan Identifikasi Khusus dan Sosialisasi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, pengelolaan secara terpadu
DAS Mahakam memerlukan prioritas yang tinggi karena adanya berbagai
permasalahan dan tekanan yang telah disebutkan secara umum.
Permasalahan yang utama di DAS Mahakam di bidang biofisik meliputi;
Lahan kritis, sedimentasi, kualitas air, banjir, terganggunya habitat satwa
yang dilindungi, degradasi keanekaragaman hayati serta tata ruang dan
penggunaan lahan. Sedangkan di bidang sosial ekonomi, permasalahan
utamanya meliputi: konflik pemanfaatan SDA, permasalahan hulu-hilir,
ketergantungan penduduk terhadap lahan, serta pemahaman budaya
konservasi.
Untuk lebih memantapkan rencana kerja pengelolaan DAS
Mahakam, perlu adanya kegiatan identifikasi secara khusus mengenai
permasalahan-permasalahan yang banyak muncul di lapangan termasuk
dengan melakukan pengukuran terhadap parameter yang dapat lebih
mempertegas permasalahan tersebut, sekaligus dengan melakukan
VI – 7
sosialisasi untuk dapat memberikan solusi yang terbaik bagi masyarakat
serta untuk menentukan skala prioritas dalam pelaksanaan solusinya.
3. Tahapan Penyusunan Rencana Jangka Menengah
Rencana pengelolaan terpadu DAS Mahakam ini merupakan
rencana jangka panjang, dengan jangka 15 tahun. Rencana yang disusun
lebih bersifat makro atau program indikatif untuk penyusunan rencana
kerja jangka menengah, jangka 5 tahun.
4. Tahapan Implementasi Kegiatan
Implementasi kegiatan pengelolaan terpadu DAS Mahakam adalah
untuk mengikuti 6 (enam) misi Kehutanan, yang antara lain: memantapkan
kepastian
status
kawasan,
meningkatkan
daya
saing
kehutanan,
perlindungan dan konservasi SDA, meningkatkan daya dukung DAS,
meningkatkan produk teknologi dasar serta dengan memantapkan
kelembagaan pengelolaan kehutanan. Berdasarkan misi tersebut telah
disusun 15 program kerja pengelolaan DAS Mahakam yang secara rinci
disajikan pada Tabel 6.2.
VI – 8
Tabel 6.2. Rencana Kerja Kegiatan Pengelolaan Terpadu DAS Mahakam
Tahun
Pelaksanaan
2011 Seterusnya
No.
Program Kerja
Target Kerja
Pelaksana
1.
Rehabilitasi Hutan dan
Lahan Kritis di DAS
Mahakam:
 Rehabilitasi dan
reklamasi lahan.
 Reboisasi dan
penghijauan.
 Penyuluhan
kehutanan.
Pengendalian
Sedimentasi di DAS
Mahakam:
 Pengerukan sungai.
 Pengendalian erosi
dan sedimentasi.
Lahan kritis di
DAS Mahakam
semakin kecil atau
sedikit.
BPDAS MahakamBerau; Dinas
Kehutanan Prov.
dan Kab./Kota.
Laju sedimentasi
di DAS Mahakam
dapat ditekan
seminimal
mungkin.
BWS Kalimantan III
Prov. Kaltim, Dinas
PU Prov./Kab./Kota
Terkait, BPDAS
Mahakam Berau,
Dinas Kehutanan
Prov./Kab./Kota
Terkait.
BLH Prov./Kab./
Kota terkait, BWS
Kalimantan III Prov.
Kaltim, Dinas
Kesehatan.
2011 Seterusnya
Kemungkinan
bencana banjir di
DAS Mahakam
dapat ditekan
seminimal mungkin.
BWS Kalimantan III
Prov. Kaltim, Dinas
PU Prov./Kab./Kota
Terkait.
2011 Seterusnya
Laju degradasi
Keanekaragaman
hayati di DAS
Mahakam dapat
ditekan seminimal
mungkin.
BKSDA Kaltim,
Dinas Kehutanan
Prov./Kab./Kota
Terkait., BLH
Prov./Kab./ Kota
terkait, Lembaga
Lain yang Terkait.
2011 Seterusnya
2.
3.
4.
5.
Pengendalian Kualitas
Air Sungai dan Danau
di DAS Mahakam:
 Penyuluhan dan
pendidikan
keterampilan.
 Pola hidup bersih.
Pengendalian Banjir di
DAS Mahakam:
 Pengerukan dan
penataan alur
sungai.
 Pembuatan embung
dan polder.
Pengendalian
degradasi
Keanekaragaman
hayati di DAS
Mahakam:
 Penyelamatan
keanekaragaman
hayati dan satwa liar.
 Kerjasama dengan
pihak-pihak terkait.
Pencemaran air
Sungai Mahakam
dapat ditekan
seminimal
mungkin.
2011 Seterusnya
VI – 9
6.
Pengendalian
degradasi Delta
Mahakam:
 Pemetaan kawasan
Delta Mahakam.
 Konservasi dan
rehabilitasi hutan
mangrove.
7.
Pengendalian
terganggunya habitat
Pesut Mahakam:
 Identifikasi serta
pengamatan siklus
hidup Pesut.
 Penelitian Populasi
Pesut.
Penanganan tumpang
tindih (Overlapping)
pemanfaatan ruang/
kawasan di DAS
Mahakam:
 Pengembalian status
kawasan/lahan sesuai dengan peraturan
perundangan yang
berlaku melalui
instansi yang
berwenang.
 Sosialisasi peraturan
perundangan terkait.
Penangan konflik
pemanfaatan
sumberdaya alam
(SDA) dan lahan di
DAS Mahakam:
 Manajemen konflik.
 Redistribusi lahan.
Penanganan
permasalahan hulu-hilir
DAS Mahakam:
 Koordinasi dan kerjasama antar pemerintah daerah kabupaten/
kota di wilayah DAS
Mahakam.
8.
9.
10.
Laju degradasi
Delta Mahakam
dapat ditekan
seminimal
mungkin.
BAPPEDA dan
BLH Prov./Kab./
Kota, BPDAS
Mahakam-Berau;
Dinas Kehutanan
Prov. dan
Kab./Kota Terkait,
Dinas Kelautan &
Perikanan Prov./
Kab./ Kota terkait.
Keberadaan Pesut BLH Prov./Kab./
Kota terkait,
Mahakam dan
Instansi Pemerintah
habitatnya dapat
dan Lembaga lain
dilestarikan
yang terkait.
2011 Seterusnya
2011 Seterusnya
Pemanfaatan/
peruntukan ruang/
kawasan di DAS
Mahakam sesuai
dengan peraturan
perundangan yang
berlaku.
BAPPEDA
Prov./Kab./ Kota
terkait, serta Dinas/
Instansi lainnya
yang Terkait.
2011 - 2015
Konflik pemanfaatan sumberdaya
alam (SDA) dan
lahan di DAS
Mahakam dapat
diatasi dan
diselesaiakan.
Permasalahan
hulu-hilir di DAS
Mahakam dapat
diselesaikan dan
disepakati antar
pemerintah Kab./
Kota di wilayah
DAS Mahakam.
BAPPEDA dan
BPN Prov./Kab./
Kota terkait, serta
Dinas/ Instansi
lainnya yang
Terkait.
2011 - 2015
Pemprov. Kaltim,
Pemkab./Pemkot
di wilayah DAS
Mahakam
2011 - 2015
VI – 10
11.
12.
13.
Peningkatan efektivitas
peran sektor pertanian
dalam penyediaan
lapangan kerja di DAS
Mahakam:
 Penyuluhan serta
pendidikan keterampilan agar bisa
berwiraswasta.
 Aplikasi Agroforestry.
Peningkatan pemahaman budaya konservasi
yang masih lemah di
DAS Mahakam:
 Penyuluhan dan
pendidikan
konservasi.
Mewujudkan lembaga
pengelola DAS
Mahakam:
 Pembentukan
lembaga pengelola
DAS Mahakam.
14.
Peningkatan pelibatan
masyarakat sekitar
dalam dunia usaha di
DAS Mahakam:
 Pemberdayaan
masyarakat dan
penyuluhan.
15.
Peningkatan kemampuan pendanaan untuk
pengelolaan DAS
Mahakam:
 Kapasitas building
dan penggalian dana
dari pihak luar negeri
dan sektor swasta.
Tercapainya
efektivitas peran
sektor pertanian
dalam penyediaan
lapangan kerja.
Dinas Pertanian,
Dinas Kehutanan,
Dinas Perkebunan,
Dinas Perikanan,
Badan Pemberdayaan Masyarakat
Prov./Kab./Kota,
Dinas/Instansi
terkait lainnya.
2011 Seterusnya
Pemahaman dan
perilaku masyarakat tentang
budaya konservasi
semakin
meningkat.
BLH, Prov./Kab./
Kota terkait,
BKSDA,
Dinas/Instansi/
Lembaga lain yang
terkait.
2011 - 2015
Terwujudnya
lembaga
pengelola DAS
Mahakam.
BPDAS MahakamBerau; BWS
Kalimantan III Prov.
Kaltim, Forum DAS
Kaltim, Dewan
Sumber Daya Air
Kaltim, Pemprov.,
Pemkab., Pemkot,
Dinas/Instansi,
Lembaga terkait
lainnya.
Dinas Tenaga
Kerja, Badan
Pemberdayaan
Masyarakat, Dinas
Perindustrian,
Dinas/Instansi Lain
yang terkait.
2010 – 2011
Semakin meningkat masyarakat
lokal/tenaga kerja
lokal dapat
ditampung dalam
kegiatan usaha/
industri yang ada
di sekitarnya.
Tercukupinya
dana yang
tersedia untuk
pengelolaan DAS
Mahakam secara
memadai dan
berkelanjutan.
2011 –
seterusnya.
Pemprov./Pemkab./ 2011 –
seterusnya.
Pemkot, Dinas/
Instansi terkait,
Lembaga Swasta,
Lembaga
Internasional
lainnya yang
terkait.
VI – 11
B. Organisasi Pelaksana
Pengorganisasian
sebagaimana
dan
disampaikan
pelaksanaan
sebelumnya
kegiatan
dilaksanakan
pengelolaan
oleh
SKPD
kabupaten/kota di mana lokasi kegiatan dilaksanakan. Rencana kegiatan
tahunan dibuat oleh masing-masing SKPD mengacu pada kegiatan
prioritas yang tercantum pada program pengelolaan terpadu. Lembaga
pengelola DAS Kabupaten/Kota dengan berkoordinasi dengan lembaga
pengelola DAS Provinsi melakukan analisis dan telaah dari hasil kegiatan
tahunan untuk kemudian dipadukan dalam suatu perwilayahan DAS
Mahakam secara keseluruhan sehingga dapat diketahui kegiatan-kegiatan
mana yang perlu dilanjutkan dan penentuan prioritasnya. Dari hasil telaah
tersebut kemudian dapat disusun program kerja di masa mendatang untuk
kemudian dikoordinasikan dengan masing-masing SKPD Kabupaten/Kota.
Lembaga Pengelola DAS yang terbentuk, baik tingkat Provinsi
ataupun
Kabupaten/Kota
menyeluruh
dalam
satuan
secara
DAS
sendiri-sendiri
Mahakam
maupun
melakukan
secara
koordinasi
sedikitnya 2 kali setahun yaitu masing-masing pada saat menyusun
rencana kegiatan tahun anggaran dan akhir tahun anggaran untuk
kegiatan evaluasi efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan.
C. Rencana Investasi dan Pembiayaan
Pengelolaan DAS secara terpadu memerlukan sarana dan
prasarana, baik itu yang berupa sarana dan prasarana untuk kegiatan
pengelolaan DAS itu sendiri, tetapi juga sarana dan prasarana dalam
VI – 12
upaya untuk pemulihan maupun penjagaan dari kawasannya. DAS
Mahakam meliputi wilayah yang sangat luas dengan kondisi yang cukup
memprihatinkan dari masalah-masalah hidrologi, lahan, dan sosial
ekonomi serta untuk pengelolaannya sendiri yang sampai sekarang belum
mempunyai bentuknya. Tentunya investasi dan pembiayaan yang
diperlukan juga sangat besar, itupun sampai sekarang belum ada
keinginan secara nyata dalam investasi dan pembiayaan. Sementara itu
pula permasalahan-permasalahan juga semakin meningkat, khususnya
yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan, misalnya rusaknya
hábitat satwa-satwa yang dilindungi, bencana banjir dan tanah longsor
maupun konflik-konflik tentang pemanfaatan sumberdaya alam di DAS
Mahakam.
Untuk
itu
rencana
investasi
dan
pembiayaan
untuk
pengelolaan DAS Mahakam dan implementasi program kegiatan di
lapangan akan disusun secara bertahap berdasarkan prioritas tentang
pentingnya program, apalagi dengan kemampuan pendanaan yang
sangat terbatas. Selain itu juga dengan memanfaatkan isu-isu penting
tentang
program-program
konservasi,
misalnya
dengan
promosi
keanekaragaman hayati sehingga pembiayaannya dapat digabungkan
dengan kegiatan pemulihan hábitat yang berkaitan langsung dengan
pengelolaan DAS Mahakam. Selain itu dengan program pengurangan
emisi karbon dapat dikaitkan dengan program rehabilitasi kawasankawasan yang termasuk kritis, yang pembiayaannya dapat menjadi
investasi bila kawasannya merupakan milik masyarakat dan sekaligus
untuk penyelesaian dalam masalah sosial ekonomi kemasyarakatan.
VI – 13
Namun demikian, dalam waktu yang dekat investasi untuk sarana
dan prasarana pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu perlu
dilaksanakan, antara lain untuk pemantauan kondisi hidroorologi DAS
Mahakam.
D. Mekanisme Pelaksanaan dan Pendanaan
Pelaksanaan implementasi program kegiatan pengelolaan DAS
terpadu di DAS Mahakam pada dasarnya sangat tergantung pada sumber
pendanaan untuk program kegiatan tersebut. Sumber pendanaan untuk
penyelenggaraan pengelolaan DAS terpadu di DAS Mahakam dapat
bersumber antara lain dari:
1). Dana pemerintah melalui APBN dan APBD;
2). Dana pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan SDA dan
pengguna jasa lingkungan di DAS Mahakam;
3). Dana lainnya yang dapat digali dari sumber pendanaan internasional,
lembaga swasta dan lain-lainnya.
Khususnya
mekanisme
pendanaan
dari
APBN/APBD
harus
mengikuti prosedur yang berlaku, instansi/lembaga yang terkait dengan
pengelolaan
DAS
terpadu
dapat
mengusulkan
program
kegiatan
berdasarkan arahan prioritas program kegiatan dari pengelolaan DAS
terpadu, sedangkan pendanaan yang bersumber dari pihak-pihak
pemanfaat SDA dan jasa lingkungan serta dana lainnya dapat
dikoordinasikan dengan lembaga pengelola DAS Mahakam.
VII – 1
VII. PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pemantauan
dan
evaluasi
merupakan
rangkaian
proses
pengawasan yang berperan sebagai masukan dan umpan balik untuk
efektifnya penyelenggaraan pengelolaan DAS. Berfungsinya pemantauan
dan evaluasi yang efektif yang memenuhi tuntutan standar kriteria dan
indikator
kinerja
pengelolaan
DAS
akan
turut
memberi
jaminan
berjalannya fungsi pengendalian pengelolaan DAS.
Pemantauan pengelolaan DAS adalah proses pengamatan dan
pencatatan data dan fakta yang dapat digunakan untuk mengukur kriteria
dan indikator kinerja pengelolaan yang pelaksanaannya dilakukan secara
periodik dan terus-menerus terhadap: jalannya kegiatan, penggunaan
input, hasil kegiatan (output), dampak kegiatan (impact and outcome) dan
faktor luar atau kendala. Pelaksanaan pemantauan dilakukan oleh unit
pemantauan dan evaluasi (monev) internal maupun oleh para pihak
(stakeholders) terhadap seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan DAS,
yang meliputi aspek: biofisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan.
Evaluasi pengelolaan DAS adalah penilaian terhadap kinerja
program kegiatan melalui proses analisis data dan fakta dari hasil
pemantauan, yang pelaksanaannya dilakukan menurut kepentingannya
mulai dari penyusunan rencana program, pelaksanaan program (post
evaluation), dan pengembangan program pengelolaan DAS. Evaluasi
meliputi proses pengumpulan data dan informasi secara sistematis
VII – 2
(dengan metode tertentu), serta analisisnya untuk menilai kinerja
pengelolaan DAS dan/atau kinerja DAS. Evaluasi dilakukan dengan
membandingkan pencapaian sasaran/kinerja dengan rencana, atau antara
realisasi dengan kriteria dan standar pengelolaan DAS yang telah
ditentukan.
Evaluasi
kinerja
pengelolaan
DAS
meliputi
aspek
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dengan
kriteria penilaian mencakup ekosistem, kelembagaan, teknologi dan dana,
sedangkan evaluasi kinerja DAS (kesehatan DAS) meliputi aspek biofisik,
sosial, ekonomi dan kelembagaan dibandingkan dengan kriteria standar
yang telah ditetapkan.
A. Standar, Kriteria dan Indikator
Kriteria dan standar pengelolaan DAS perlu ditentukan karena
keberhasilan maupun kegagalan hasil kegiatan pengelolaan DAS dapat
dimonitor dan dievaluasi melalui kriteria, indikator dan standar evaluasi
yang telah ditetapkan. Kriteria dan standar pengelolaan DAS terdiri dari
kriteria dan standar penyelenggaraan pengelolaan DAS, dan kriteria dan
standar kinerja DAS (Permenhut RI No. P.42/Menhut-II/2009).
Secara
umum
mempersyaratkan
dalam
pengelolaan
dipenuhinya
kriteria
DAS
dan
yang
standar
berkelanjutan
untuk
setiap
komponen atau aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian (MONEV dan penertiban).
Untuk masing-masing komponen pengelolaan DAS tersebut di atas,
kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan
VII – 3
tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah: ekosistem,
kelembagaan, teknologi dan pendanaan yang disajikan pada Tabel 7.1.
Kriteria dan standar kinerja DAS perlu ditentukan untuk mengetahui
status kondisi “kesehatan” DAS yang dapat mencerminkan keberhasilan
maupun kegagalan kegiatan pengelolaan DAS dalam kurun waktu
tertentu.
Penetapan kriteria, standar dan indikator kinerja DAS diupayakan
agar relevan dengan prinsip dan tujuan pengelolaan DAS terpadu dimana
di dalamnya ditekankan DAS sebagai satu kesatuan ekosistem dimana
terdapat keterkaitan yang kuat antar aktivitas hulu-hilir dalam rangka
mencapai tujuan pengelolaan DAS yaitu untuk mewujudkan kondisi tata
air yang optimal, lahan yang produktif sesuai daya dukungnya (carrying
capacity) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.
Secara umum mengenai kriteria, indikator dan standar kinerja DAS
secara garis besar dan kualitatif meliputi kriteria pokok penggunaan lahan,
tata air, sosial ekonomi dan kelembagaan.
VII – 4
Tabel 7.1. Kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang
berkelanjutan pada masing-masing komponen pengelolaan DAS
Aktivitas
Kriteria
Kelembagaan
Ekosistem
Teknologi
Dana
Perencanaan



Menggunakan
pendekatan ekosistem
dari hulu sampai hilir
Memadukan rencana
pemanfaatan/pengguna
an, konservasi,
rehabilitasi, restorasi
dan reklamasi sumber
daya hutan, lahan dan
air.
Mempertimbangkan
kondisi biofisik, sosial
ekonomi dan
kelembagaan secara
komprehensif.





Melibatkan partisipasi aktif para
pihak yang berkepentingan dari hulu
sampai hilir (lintas sektor dan lintas
wilayah administrasi pemerintahan).
Memuat kejelasan wewenang (siapa
berbuat apa).
Rencana yang disusun disyahkan
oleh pejabat yang berwenang
sehingga mempunyai kekuatan

hukum yang jelas.
Didukung oleh sumberdaya manusia
yang mempunyai kompetensi dan
kapabilitas yang memadai.

Memanfaatkan
teknologi
pengumpulan dan
pengolahan data dan
informasi yang tepat
guna dan
berhasilguna (GIS,
remote sensing,
Modelling, dll)
Mempertimbangkan
kearifan lokal dan
rencana harus
bersifat adaptif
terhadap perubahan
yang terjadi.
Pembinaan
sumberdaya manusia
oleh pihak yang
berwenang.


Pendanaan
dapat
bersumber dari
pemerintah,
pemerintah
daerah dan non
pemerintah.
Pendanaan
dikelola secara
transparan dan
akuntabel.
VII – 5
Pengorganisasian


Mencakup Koordinasi,
Integrasi, Sinkronisasi
dan Sinergi (KISS)
berbagai sektor yang
terlibat dalam
pengelolaan
sumberdaya alam di
DAS dari hulu sampai
hilir.
Melibatkan berbagai
disiplin ilmu/kepakaran
baik dari biofisik, sosial
ekonomi maupun
budaya.



Pembentukan lembaga koordinasi
PDAS pada berbagai tingkat (misal
Forum PDAS) yang anggotanya dari
perwakilan para pihak
berkepentingan.
Terdapat kejelasan hubungan tata
kerja (fungsi dan peran para pihak
dalam lembaga koordinasi
pengelolaan DAS).
Harus ada komitmen dan loyalitas
dari para anggota untuk
melaksanakan kesepakatankesepakatan.


Membangun sistem
kerja antar para pihak
yang memungkinkan
KISS bisa berjalan
optimal dan efektif .
Memanfaatkan
teknologi tepat guna
untuk KISS pada
setiap tahapan
penyelenggaraan
pengelolaan DAS

Pendanaan
dapat
bersumber dari
pemerintah,
pemerintah
daerah dan non
pemerintah.

Identifikasi
potensi
penerapan cost
sharing dengan
menerapkan
beneficiaries –
and polluterspay principles.
Dana harus
dikelola secara
transparan dan
akuntabel.

Pelaksanaan
 Pelaksanaan PDAS oleh
setiap sektor didasarkan
pada rencana
operasional sektoral
yang mengacu kepada
rencana PDAS terpadu
 Pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan/penggunaan,
konservasi, rehabilitasi, restorasi dan
reklamasi dilakukan oleh instansi
teknis pemerintah, swasta dan
masyarakat sesuai kewenangannya.
 Penerapan teknologi
tepat guna dan ramah
lingkungan.
 Mengembangkan
potensi kearifan lokal
untuk pemanfaatan/
 Pendanaan
berasal dari
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah, dan non
pemerinta.
VII – 6
yang telah disepakati
dan disahkan.
 Setiap kegiatan
pemanfaatan/
penggunaan
sumberdaya alam di DAS
harus sesuai dengan
daya dukung dan
peruntukkan fungsi ruang
dalam DAS (RTRW).
 Kegiatan PDAS harus
bisa mewujudkan
keserasian, keselarasan
dan keseimbangan
antara bagian hulu dan
hilir DAS.
 Kegiatan pemanfaatan
sumberdaya alam harus
diimbangi dengan
kegiatan konservasi,
rehabilitasi, restorasi dan
reklamasi sumber daya
alam secara memadai.
 Kinerja setiap lembaga/instansi dan
pihak berkepentingan (stakeholders)
harus menunjang pencapaian tujuan
PDAS terpadu yang telah disepakati.
 Lembaga koordinasi PDAS misalnya
Forum DAS membantu pejabat
berwenang dalam KISS para pihak
berkepentingan dalam pelaksanaan
kegiatan PDAS.
 Pengembangan sistem insentif dan
disinsentif.
 Dapat ditunjuk lembaga pengelola
dari non pemerintah untuk
kepentingan pengelolaan DAS.
 Dilakukan pembinaan dan
pemberdayaan terhadap pihak yang
terkait.
penggunaan,
konservasi dan
rehabilitasi, reklamasi,
restorasi sumberdaya
alam DAS.
 Pembinaan dan
pemberdayaan untuk
meningkatkan
kapasitas para pihak
berkepentingan.
 Penerapan
prinsip
beneficiaries and
polluters pay
principles secara
bertahap.
 Pembiayaan
harus
berkesinambung
an, berorientasi
program bukan
keproyekan.
 Pengelolaan
dana harus
transparan dan
akuntabel
VII – 7
MONEV
Penertiban
 Menggunakan ekosistem
DAS atau Sub DAS
sebagai unit MONEV.
 MONEV dilakukan
terhadap faktor biofisik,
sosial ekonomi dan
kelembagaan untuk
menentukan
kinerja/kesehatan DAS.
 MONEV harus dilakukan
secara
berkesinambungan.
 Dilakukan oleh berbagai instansi
sesuai tugas dan fungsinya.
 Dibangun jejaring data dan informasi
oleh lembaga koordinasi/forum DAS
sehingga terdapat integrasi data dan
informasi dari semua pihak.
 Hasil MONEV (laporan) harus
menjadi umpan balik untuk
penentuan kebijakan, program dan
kegiatan PDAS terpadu.
 Mendorong partisipasi masyarakat
untuk melakukan MONEV PDAS.
 Sarana dan prasarana
pengumpulan dan
analisa/pengolahan
data harus memadai.
 Mempergunakan
software yang mudah
dalam pengoperasian
dan pemeliharaannya.
 Ditunjang oleh SDM
yang memadai melalui
rekruitment dan diklat
teknis yang sesuai
dengan kebutuhan.
 Pembiayaan
berasal dari
berbagai sumber
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah, dan non
pemerintah.
 Dana harus
memadai dan
berkesinambung
an.
 Dikelola secara
transparan dan
akuntabel
 Dilakukan agar
pelaksanaan
pemanfaatan/penggunaa
n sumberdaya alam tidak
menyalahi ketentuan dan
tidak menimbulkan
kerusakan ekosistem
DAS.
 Setiap instansi/para pihak berfungsi
dan berperan sesuai ketentuan yang
ada.
 Lembaga koordinasi/forum DAS
membantu instansi pemerintah dalam
pengendalian PDAS terpadu.
 Dilakukan penertiban terhadap
penyimpangan secara adil.
 Menggunakan teknikteknik penelitian,
penyelidikan,
pemeriksaan dan
penyidikan yang tepat
dan akurat.
 Pemerintah wajib
menyediakan
dana untuk
pengendalian
PDAS secara
berkesinambung
an.
 Dikelola secara
transparan dan
akuntabel
VII – 8
Kriteria dan standar kinerja DAS perlu ditentukan untuk mengetahui status
kondisi “kesehatan” DAS yang dapat mencerminkan keberhasilan maupun
kegagalan kegiatan pengelolaan DAS dalam kurun waktu tertentu.
Penetapan kriteria, standar dan indikator kinerja DAS diupayakan
agar relevan dengan prinsip dan tujuan pengelolaan DAS terpadu dimana
di dalamnya ditekankan DAS sebagai satu kesatuan ekosistem dimana
terdapat keterkaitan yang kuat antar aktivitas hulu-hilir dalam rangka
mencapai tujuan pengelolaan DAS yaitu untuk mewujudkan kondisi tata
air yang optimal, lahan yang produktif sesuai daya dukungnya (carrying
capacity) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.
Secara umum mengenai kriteria, indikator dan standar kinerja DAS
secara garis besar dan kualitatif meliputi kriteria pokok penggunaan lahan,
tata air, sosial ekonomi dan kelembagaan.
1. Kriteria Penggunaan Lahan DAS
Kriteria penggunaan lahan DAS ditujukan untuk mengetahui
perubahan kondisi lahan yang sedang terjadi serta dampaknya pada
degradasi DAS. Evaluasi penggunaan lahan DAS dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa indikator antara lain penutupan lahan oleh vegetasi,
kesesuaian penggunaan lahan, indeks erosi atau pengelolaan lahan dan
kerawanan tanah longsor.
Indikator penutupan lahan oleh vegetasi suatu DAS mencerminkan
seberapa luas bagian DAS yang ditumbuhi vegetasi pohon-pohonan atau
tanaman tahunan. Standar evaluasi penutupan lahan DAS oleh vegetasi
VII – 9
permanen adalah semakin tinggi luas penutupan lahan bervegetasi
permanen di DAS, maka semakin baik dalam mengurangi erosi,
sedimentasi dan aliran permukaan sehingga akan berkontribusi positif
kepada peningkatan kinerja DAS. Sebaliknya semakin kecil luas
penutupan vegetasi permanen di suatu DAS, maka semakin tinggi potensi
erosi, sedimentasi dan aliran permukaan yang ditimbulkannya sehingga
fluktuasi debit maksimum dan debit minimum akan semakin besar, yang
berarti DAS menjadi kurang sehat.
Indikator kesesuaian penggunaan lahan DAS ditujukan untuk
mengetahui kesesuaian penggunaan lahan dengan rencana tata ruang
wilayah (RTRW) dan/atau zona kelas kemampuan lahan yang ada di DAS.
Standar evaluasi indikator kesesuaian penggunaan lahan dalam DAS
adalah semakin tinggi kesesuaian penggunaan lahan di DAS, maka
semakin baik kinerja DAS tersebut dan sebaliknya semakin kecil
kesesuaian penggunaan di suatu DAS, maka kinerja DAS tersebut
semakin tidak sehat karena lahan yang diusahakan tidak sesuai dengan
peruntukan
atau
arahannya
akan
mengandung
resiko
kerusakan/degradasi ekosistem DAS.
Indikator indeks erosi pada DAS adalah perbandingan antara
besarnya erosi aktual (ton/ha/tahun) terhadap nilai batas erosi yang bisa
ditoleransi (ton/ha/tahun) di DAS. Semakin tinggi nilai indeks erosi di DAS,
maka semakin jelek kinerja DAS tersebut dan sebaliknya semakin kecil
indeks erosi di suatu DAS, maka kinerja DAS tersebut semakin sehat.
Erosi yang lebih tinggi dari yang ditoleransi (nilai indeks erosi > 1) akan
VII – 10
menurunkan kesuburan tanah, penurunan produktivitas lahan yang dalam
jangka panjang akan menyebabkan lahan kritis. Dari segi indikator
hidrologi, erosi yang berlebihan akan menyebabkan sedimentasi di
waduk/danau atau saluran air (drainase) yang akhirnya mengurangi daya
tampungnya.
Indikator pengelolaan lahan ditujukan untuk mengetahui tingkat
pengelolaan lahan di DAS yang merupakan fungsi dari faktor penutupan
lahan oleh vegetasi dengan faktor praktek konservasi tanah. Tingkat
pengelolaan lahan ini mempengaruhi terhadap potensi terjadinya erosi
tanah, aliran permukaan dan infiltrasi air ke dalam tanah. Nilai
pengelolaan lahan merupakan perkalian faktor penutupan lahan (vegetasi)
dengan faktor praktek konservasi tanah dan air. Variasi nilai pengelolaan
lahan berkisar antara 0-1. Nilai pengelolaan lahan yang semakin kecil di
dalam DAS, maka kinerja DAS semakin baik dan sebaliknya semakin
besar nilai pengelolaan lahan di suatu DAS, maka kinerja DAS tersebut
semakin tidak sehat karena infiltrasi air ke dalam tanah menurun, tetapi
limpasan permukaan (runoff) dan erosi tanah akan semakin besar,
sehingga potensi banjir, sedimentasi dan kekeringan semakin besar.
2. Kriteria Tata Air DAS
Indikator-indikator yang berkaitan dengan tata air DAS adalah
koefisien regim sungai, indeks penggunaan air, koefisien limpasan, laju
sedimentasi dan kandungan pencemar.
VII – 11
Koefisien regim sungai adalah perbandingan debit maksimum
(Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) dalam suatu DAS. Standar
evaluasi indikator koefisien regim sungai adalah semakin kecil nilai
koefisien regim sungai dalam suatu DAS, maka semakin baik kinerja tata
air dalam suatu DAS yang mengalir dalam suatu aliran sungai.
Sebaliknya, semakin besar nilai koefisien regim sungai dalam suatu DAS,
maka semakin jelek kinerja tata air dalam suatu DAS yang dicirikan
dengan kejadian banjir.
Banjir adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari
biasanya akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu
secara terus menerus, sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh
alur/palung sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi
daerah sekitarnya. Disamping itu juga terdapat banjir bandang yang pada
dasarnya adalah banjir besar yang datang dengan tiba-tiba dan mengalir
deras menghanyutkan benda-benda besar seperti kayu dan sebagainya.
Dengan demikian banjir harus dilihat dari besarnya pasokan air
banjir yang berasal dari air hujan yang jatuh dan diproses oleh daerah
tangkapan airnya (catchment area), serta kapasitas tampung palung
sungai dalam mengalirkan pasokan air tersebut. Perubahan penutupan
lahan di DAS dari hutan ke lahan terbuka atau pemukiman, menyebabkan
air hujan yang jatuh diatasnya secara nyata meningkatkan jumlah aliran
pemukaan (runoff) yang selanjutnya bisa memicu terjadinya banjir di hilir.
Indikator indeks penggunaan air ditujukan untuk mengetahui jumlah
air yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan/penggunaan lahan di DAS,
VII – 12
misal untuk tanaman, rumah tangga, industri, dan lain-lain dibandingkan
dengan persediaan air di DAS yang bersangkutan. Standar evaluasi
indikator indeks penggunaan air adalah semakin kecil (< 1), maka
semakin baik kinerja tata air dalam suatu DAS yang berarti bahwa
persediaan air di DAS masih bisa memenuhi kebutuhan/permintaan air
yang ada. Sebaliknya indeks penggunaan air yang besar menunjukkan
kondisi tata air yang jelek dalam suatu DAS karena air di DAS tersebut
tidak mampu memenuhi kebutuhan dan terjadi potensi kekeringan.
Kekeringan adalah suatu keadaan di mana curah hujannya lebih
rendah
dari
biasanya/normalnya.
Klasifikasi
kekeringan
biasanya
ditunjukkan dengan jumlah curah hujan yang akan mempunyai nilai
impasnya dengan laju evapotranspirasi rata-rata bulanan. Semakin sering
terjadi kekeringan dalam suatu DAS, maka semakin buruk kinerja DAS
tersebut.
Indikator koefisien limpasan merupakan salah satu indikator di
dalam kriteria tata air. Koefisien limpasan mencerminkan seberapa besar
jumlah curah hujan yang jatuh di suatu DAS berubah menjadi aliran
permukaan. Nilai koefisien limpasan air berkisar dari 0 (nol) sampai
dengan 1 (satu). Standar evaluasi indikator koefisien limpasan dalam
aliran sungai adalah semakin kecil nilai koefisien tersebut, maka semakin
baik kinerja suatu DAS. Sebaliknya semakin besar nilai koefisien limpasan
maka semakin jelek kinerja suatu DAS. Nilai koefisien limpasan yang
bertambah besar bisa disebabkan oleh semakin banyak permukaan tanah
VII – 13
yang tertutup oleh lapisan kedap air seperti beton, aspal dan bangunan
atau perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi penggunaan lain.
Indikator kandungan sedimen adalah jumlah material tanah yang
terangkut (kadar lumpur) dalam aliran air sungai yang berasal dari proses
erosi di hulu, yang diendapkan pada suatu tempat di hilir dimana
kecepatan pengendapan butir-butir material suspensi telah lebih kecil dari
kecepatan air yang membawanya. Indikator terjadinya sedimentasi dapat
dilihat dari besarnya kadar lumpur (kekeruhan) air sungai, atau banyaknya
endapan sedimen pada badan-badan air dan atau waduk. Makin tinggi
kadar sedimen yang terbawa oleh aliran berarti kondisi DAS makin tidak
sehat, demikian sebaliknya makin kecil kadar sedimen yang terbawa oleh
aliran berarti makin sehat kondisi suatu DAS.
Indikator lain dalam kriteria tata air adalah tingkat pencemaran air
DAS yang dievaluasi dengan melihat parameter kualitas air atau mutu air
dari suatu badan air atau aliran air di sungai. Kondisi kualitas air
disamping dipengaruhi oleh jenis penutupan vegetasi, tanah/geologi,
tetapi juga dipengaruhi oleh limbah buangan domestik, buangan industri,
limbah pertanian, dan lain-lain. Kualitas air dapat dilihat dari kondisi
kualitas air limpasan, air sungai, dan/atau air sumur. Kondisi DAS tidak
sehat jika nilai unsur-unsur fisika, kimia, dan biologi yang ada dalam tubuh
air telah melebihi nilai ambang batas standar untuk penggunaan tertentu.
VII – 14
3. Kriteria Sosial Ekonomi DAS
Kriteria sosial ekonomi digunakan untuk memperoleh gambaran
tentang pengaruh dan hubungan timbal balik antara faktor-faktor sosial
ekonomi dengan sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) baik
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja DAS.
Indikator untuk mengetahui pengaruh sosial pada kinerja DAS,
yaitu kepedulian individu, partisipasi masyarakat, tekanan penduduk; dan
untuk indikator ekonomi yaitu, ketergantungan penduduk terhadap lahan
dan tingkat pendapatan.
Indikator kepedulian individu di DAS dinilai untuk mengetahui ada
atau tidaknya kegiatan positif konservasi tanah dan air secara mandiri
yang telah dilakukan oleh masyarakat di DAS. Standar evaluasi indikator
kepedulian individu yang berada dalam suatu DAS dinyatakan baik
apabila terdapat kepedulian individu terhadap upaya konservasi tanah dan
air lebih tinggi. Sebaliknya kondisi DAS diperkirakan sangat tidak sehat
apabila tidak ada individu yang hidup dalam suatu komunitas masyarakat
DAS peduli terhadap upaya-upaya konservasi hutan, tanah dan air.
Indikator partisipasi masyarakat di DAS dievaluasi dengan
mengetahui keikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan pengelolaan
DAS yaitu tingkat kehadiran masyarakat dalam kegiatan bersama dalam
pengelolaan DAS. Semakin tinggi tingkat kehadiran dan/atau partisipasi
masyarakat dalam suatu kegiatan bersama, maka kondisi DAS akan
menunjukkan kinerja yang baik. Demikian pula sebaliknya apabila
semakin rendah tingkat kehadiran dan/atau partisipasi masyarakat dalam
VII – 15
suatu untuk kegiatan bersama, maka kondisi DAS akan menunjukkan
kinerja yang kurang baik
Indikator tekanan penduduk terhadap lahan bisa diukur dengan
membandingkan ketersediaan lahan pertanian dan perkebunan dengan
jumlah kepala keluarga petani. Makin besar jumlah penduduk makin besar
pula kebutuhan akan sumberdaya lahan sehingga tekanan terhadap lahan
juga meningkat sebanding dengan dengan kenaikan jumlah penduduk.
Semakin sempit ketersediaan lahan pertanian dan perkebunan untuk tiap
keluarga petani dalam suatu DAS, maka semakin besar potensi kerusakan
DAS tersebut karena semakin intensif masyarakat memanfaatkan lahan
dan hutan semakin terancam. Sebaliknya jika terdapat cukup luas lahan
pertanian dan perkebunan untuk setiap keluarga petani disuatu DAS,
maka kondisi kesehatan DAS diasumsikan akan lebih baik.
Ketergantungan penduduk terhadap lahan dicerminkan oleh
proporsi kontribusi pendapatan dari usaha tani (bertani) terhadap total
pendapatan keluarga. Semakin tinggi ketergantungan keluarga terhadap
pendapatan yang berasal dari usaha lahan, maka lahan akan semakin
dieksploitasi untuk kegiatan usaha tani dan kondisi DAS cenderung
semakin
buruk.
Sebaliknya
penduduk
yang
sebagian
besar
penghasilannya berasal dari luar usahatani (off-farm), maka tekanan
penduduk terhadap lahan akan semakin kecil dan diharapkan DAS lebih
sehat.
Indikator tingkat rata-rata pendapatan penduduk merupakan
cerminan dari pendapatan keluarga yang diperoleh dari berbagai usaha
VII – 16
tani dan hasil dari non-usaha tani. Dengan asumsi hasil usaha pertanian
rata-rata keluarga petani relatif rendah dibandingkan dengan hasil usahausaha non pertanian (industri di Jawa), standar evaluasinya adalah
semakin besar rata-rata pendapatan per kapita di suatu DAS, maka
kondisi DAS diasumsikan lebih baik dari DAS yang rata-rata pendapatan
per kapitanya lebih rendah.
4. Kriteria Kelembagaan DAS
Pengelolaan DAS melibatkan stakeholders yang banyak, multi
sektor, dan lintas wilayah administratif. Kriteria kelembagaan yang ada di
DAS didekati dengan indikator keberdayaan lembaga masyarakat lokal
(adat), ketergantungan masyarakat kepada pemerintah, KISS (koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan simplipikasi) dan keberadaan usaha bersama.
Dalam analisis kelembagaan pengengelolaan DAS yang perlu
dilakukan adalah mengidentifikasi lembaga-lembaga/instansi yang terlibat
dalam pengelonaan DAS serta tugas pokok dan fungsiya masing-masing
termasuk lembaga lokal yang ada di DAS. Jika lembaga lokal berperan
dalam pelestarian sumberdaya alam di DAS, maka kinerja DAS bisa baik
sedang jika tidak berperan, maka kondisi DAS bisa buruk.
Indikator ketergantungan masyarakat pada pemerintah dilakukan
dengan menganalisis dan mengidentifikasi lembaga-lembaga/instansi
yang terlibat dalam pengelolaan DAS serta fungsinya masing-masing
termasuk lembaga lokal yang ada di DAS. Tinggi rendahnya intervensi
pemerintah dalam kegiatan pengelolaan DAS, terutama rehabilitasi hutan
VII – 17
dan lahan, konservasi tanah dan air bisa mencerminkan kemandirian
masyarakat dalam pelestarian DAS. Semakin tinggi ketergantungan
masyarakat terhadap intervensi pemerintah berarti masyarakat masih
banyak memerlukan intervensi pemerintah dengan demikian diasumsikan
bahwa DAS tersebut kondisinya masih tidak sehat.
Standar
evaluasi
indikator-indikator
koordinasi,
integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi (KISS) dilakukan dengan menganalisis dan
mengidentifikasi berapa banyak konflik para pihak yang berkepentingan
dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di DAS. Jika tingkat
konflik rendah, maka bisa dikatakan kegiatan dari masing-masing lembaga
(sesuai perannya) dalam penanganan dan pengelolaan DAS sudah ada
keterpaduan (integrated) dan keserasian dan diharapkan kondisi DAS
lebih sehat, sebaliknya jika konflik antar lembaga yang ada relatif banyak,
maka keterpaduan dan keserasian kegiatan pengelolaan DAS tidak akan
tercapai
sehingga
berpotensi
terjadinya
degradasi
SDA
yang
mengakibatkan kesehatan DAS lebih jelek/menurun.
Indikator Kegiatan Usaha Bersama (KUB) dilakukan dengan
menganalisis perubahan jumlah unit usaha KUB terutama unit usaha yang
berbasis sumberdaya alam dan/atau mendukung pelestarian sumberdaya
alam. Apabila unit usaha KUB bertambah maka diasumsikan kondisi DAS
semakin baik, sebaliknya apabila berkurang maka diasumsikan kondisi
DAS semakin buruk.
Selain kriteria utama di atas, bisa ditambahkan kriteria dan indikator
evaluasi sesuai dengan tujuan evaluasi, misalnya untuk evaluasi DAS
VII – 18
prioritas dapat digunakan kriteria tambahan berupa pola ruang wilayah,
besarnya investasi bangunan vital seperti waduk dan bendungan, serta
penerapan norma konservasi sumberdaya alam.
B. Cara Pengukuran dan Penetapan Kriteria
Cara atau metode pengukuran dan penetapan kriteria pemantauan
dan evaluasi dalam Rencana Pengelolaan DAS Terpadu di DAS
Mahakam secara umum antara lain meliputi kriteria dan indikator sebagai
berikut:
1). Kriteria Penggunaan Lahan DAS meliputi indikator-indikator Penutupan
oleh Vegetasi, Kesesuaian Penggunaan Lahan, Indeks Erosi dan
Pengelolaan Lahan;
2). Kriteria Tata Air DAS meliputi indikator-indikator Debit Air Sungai,
Indeks Penggunaan Air, Kandungan Pencemaran (Polutan) dan
Nisbah Hantar Sedimen (SDR);
3). Kriteria Sosial DAS meliputi indikator-indikator Kepedulian Individu,
Partisipasi terhadap Lahan Masyarakat dan Tekanan Penduduk;
4). Kriteria Ekonomi DAS meliputi indikator-indikator Ketergantungan
Penduduk terhadap Lahan, Tingkat Pendapatan, Produktivitas Lahan
dan Jasa Lingkungan;
5). Kriteria Kelembagaan DAS meliputi indikator-indikator Keberdayaan
Lembaga
Lokal/Adat,
Ketergantungan
Masyarakat
Pemerintah, KISS dan Kegiatan Usaha Bersama.
Kepada
VII – 19
Kriteria dan indikator-indikator yang bersifat umum seperti tersebut
di atas secara rinci dapat dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P.04/V-SET/2009 tentang
Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai, selanjutnya
dalam Rencana Pengelolaan DAS Terpadu ini juga ditambahkan kriteria
dan indikator khusus yang berkaitan dengan penanganan permasalahan
utama DAS Mahakam manakala tidak bisa diukur dan dianalisis dengan
kriteria dan indikator yang bersifat umum tersebut.
C. Lembaga Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi (MONEV) merupakan sarana untuk
mengawasi pelaksanaan pengelolaan DAS agar tidak menyimpang dari
rencana pengelolaan DAS terpadu yang telah disepakati dan disahkan.
Kegiatan MONEV dilaksanakan oleh anggota LK-PDAS yang memiliki tugas
dan fungsi monitoring dan evaluasi DAS seperti BPDAS, Bapedalda, Balai
Pengelolaan Sumberdaya Air, Dinas Kesehatan. Meskipun demikian, untuk
menjaga objektivitas MONEV, maka LK-PDAS dapat bekerjasama dengan
lembaga lain yang bersifat independen yang memiliki kapasitas dan
kapabilitas dalam hal tersebut. Hasil MONEV dilaporkan kepada pemerintah
dan lembaga koordinasi untuk dapat digunakan sebagai bahan masukan
dalam mengevaluasi dan memperbaiki rencana dan pelaksanaan pengelolaan
DAS terpadu di masa yang akan datang.
VII – 20
Pengendalian sebagai tindakan pencegahan diperlukan dalam rangka
menjaga tertib penyelenggaraan pengelolaan DAS, sehingga berbagai
penyimpangan dalam setiap tahap penyelenggaraan pengelolaan DAS dapat
dihindari. Dengan demikian pengendalian tidak hanya terbatas pada tindakan
korektif seperti restorasi, rehabilitasi dan reklamasi terhadap sumber daya
yang telah terdegradasi.
Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan
DAS terpadu, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Lembaga Koordinasi
Pengelolaan DAS atau forum DAS sebagai wakil pemangku kepentingan.
Pengendalian kegiatan pengelolaan DAS dilakukan melalui kegiatan
pengawasan dan penertiban yang meliputi aspek administrasi, teknis,
finansial/pendanaan dan kelembagaan. Pelaksanaan pengendalian harus
berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, adil, demokratis dan akuntabel.
Pengawasan dan penertiban dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan
pengelolaan DAS dalam kawasan budidaya dan kawasan lindung di bagian
hulu dan hilir DAS dengan sasaran institusi/lembaga dan masyarakat.
Kegiatan pengawasan dan penertiban harus terkait langsung dengan hak dan
tanggung-jawab para pihak, serta dapat menghindari terjadinya sengketa dan
memberi sanksi terhadap suatu pelanggaran.
Pengawasan
bertujuan
untuk
mewujudkan
kesesuaian
rencana
pengelolaan DAS terpadu dengan realisasi pelaksanaan kegiatan masingmasing sektor pembangunan. Para pejabat menurut kewenangannya
VII – 21
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu,
yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh lembaga koordinasi atau forum
pengelolaan DAS.
Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS diselenggarakan
dalam bentuk pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pengawasan harus
dilaksanakan menurut hirarki penatalaksanaan (governance) kegiatan dan
mengikuti pedoman-pedoman yang terkait dengan pengelolaan DAS.
Penertiban bertujuan untuk mewujudkan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan DAS, dan untuk menegakkan aturan (law enforcement).
Penertiban dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas pelanggaran
terhadap pelaksanaan yang menyimpang/tidak sesuai dengan rencana
pengelolaan DAS terpadu dan/atau peraturan perundangan yang terkait.
Penegakan hukum dilakukan oleh instansi sesuai dengan kewenangannya.
VIII – 1
VIII. REKOMENDASI
1. Wilayah DAS Mahakam memiliki karakteristik biogeofisik seperti
fisiografi/topografi bergelombang dan berbukit, jenis tanah yang
relatif peka terhadap erosi, pola jaringan sungainya yang limpasan
air sungainya relatif cepat, dan luas penutupan lahan hutannya
semakin sedikit, sebaliknya semak belukar dan alang-alang
semakin meluas, serta karakteristik iklimnya yakni curah hujan
relatif tinggi, temperatur dan kelembaban relatif tinggi, mengingat
kondisi tersebut dalam pengelolaan sumberdaya alamnya perlu
dikelola secara bijak dan berwawasan lingkungan.
2. Sumberdaya di wilayah DAS Mahakam terutama sumberdaya
hutan, perkebunan dan perikanan, serta hasil tambang seperti
batubara, minyak tanah, gas, emas dan hasil tambang lainnya,
selama ini dalam pemanfaatan dan eksploitasi sumberdaya alam
tersebut ditengarahi dapat menimbulkan degradasi DAS Mahakam.
3. Indikator-indikator terjadinya degradasi pada DAS Mahakam antara
lain diindikasikan oleh keberadaan lahan kritis yang semakin
meluas, terjadinya erosi dan sedimentasi, frekuensi bencana banjir
sering terjadi setiap tahun dan di sebagian Sungai Mahakam terjadi
pencemaran air sungai, karena itu besarnya indikator-indikator
tersebut perlu ditekan seminimal mungkin melalui program
pengendaliannya.
VIII – 2
4. Didasarkan atas data dan observasi lapangan serta hasil
pertemuan para pihak terkait (stakeholders), dengan adanya
kegiatan-kegiatan di DAS Mahakam yang dilaksanakan tanpa
adanya perencanaan secara terpadu menyebabkan kondisi DAS
Mahakam sudah mulai mengkhawatirkan.
5. Mengingat DAS Mahakam di wilayah Provinsi Kalimantan Timur
meliputi 4 (empat) wilayah administrasi Kabupaten yakni Kabupaten
Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur
dan Kabupaten Malinau, serta 1 (satu) wilayah adminstrasi Kota
Samarinda, sehingga perlu diupayakan kesepakatan kerjasama
dan koordinasi antar 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota
tersebut dalam rangka pengelolaan DAS Mahakam.
6. Dalam
upaya
untuk
menyelesaikan
permasalahan
di
DAS
Mahakam secara menyeluruh, telah dirumuskan program-program
utama yang berkaitan dengan pokok-pokok permasalahannya,
namun demikian perlu ditindaklanjuti penajaman rencana kerja
kegiatan secara terpadu antar sektor dan antar kabupaten/kota.
7. Dalam pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu perlu dilakukan
terutama penguatan kewenangan kelembagaan terkait yang sudah
ada dan didukung oleh pendanaan yang memadai.
8. Perlu dibentuk forum koordinasi antar lembaga terkait oleh
Gubernur untuk pengelolaan DAS Mahakam secara terpadu dan
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003a. Laporan Utama Studi Identifikasi dan Analisis Erosi 
Sedimentasi Sungai Santan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi
Kalimantan Timur. Kerjasama antara Proyek Pengendalian Banjir dan
Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil Prop. KalTim dengan CV
Wira Buana Konsultan, Samarinda.
Anonim, 2003b. Laporan Akhir Detail Desain Penanggulangan Banjir S.
Mahakam, S. Sesayap, S. Sembakung – Sebuku, S. Bengalun di
Propinsi Kalimantan Timur. Kerjasama antara Proyek Pengembangan
dan Pengelolaan Sungai Kalimantan, Departemen Pemukiman dan
Prasarana Wilayah dengan PT Tata Guna Patria Engineering
Consultant, Jakarta.
Anonim, 2004a. Laporan Akhir Studi Optimasi Pengembangan Sumberdaya Air
Sungai Kendilo Kabupaten Pasir. Kerjasama antara Proyek
Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil
Prop. KalTim dengan PT Antusiasme Engineering Consulting Engineers,
Samarinda.
Anonim, 2004b. Exsecutive Summary (Laporan Ringkas) Studi Penyusunan
Rating Curve Aliran Sungai Mahakam. Kerjasama antara Proyek
Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil
Prop. KalTim dengan CV Portal Consultant, Samarinda.
Anonim, 2005. Laporan Antara Penyusunan Data Base Spasial DPS Telake
dan Aplikasi SISDA Kabupaten Pasir. Kerjasama antara Proyek
Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, Dinas PU dan Kimpraswil
Prop. KalTim dengan PT Hilmy Anugerah, Samarinda.
BAPLAN, 2004. Peta Penutupan Lahan Wilayah Propinsi Kalimantan Timur
dengan Klasifikasi dan Nilai Skornya. Departemen Kehutanan RI,
Jakarta.
BP–DAS Mahakam Berau, 2004. Data Lahan Kritis Menurut DAS dan Sub DAS
di Provinsi Kalimantan Timur.
Hardwinarto, S., 2006. Pengaruh Luasan Penutupan Lahan dan Lahan Kritis
terhadap Kondisi Hidroorologis pada 26 DAS di Kalimantan Timur.
Journal “Frontir ” Univ. Mulawarman, Samarinda, Des. 2006.
Kalimantan Timur dalam Angka, 2008. Kerjasama antara Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Timur dan Badan Pusat
Statistik Provinsi Kalimantan Timur.
Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 79/Kpts-II/2001 tentang Penunjukan
Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Kalimantan Timur.
Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 346/Menhut-V/2005 tentang Kriteria
Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai. Jakarta.
Koesnandar, R. T. dan S. Hardwinarto, 2007. Kajian Degradasi Lahan dan Air
di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sengata, Kalimantan Timur. Jurnal
“Rimba Kalimantan” Fak. Kehutanan UNMUL, Samarinda, Juni 2007.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 39/Menhut-II/2009
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Terpadu.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 42/Menhut-II/2009
Tentang Pola Umum, Kriteria dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Terpadu.
Peta Citra Landsat ETM 7+, 2007.
Peta Geologi Kalimantan Timur skala 1 : 250.000, 2001. Direktorat Jenderal
Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi RI, Bandung.
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Timur skala
1 : 250.000, 1999.
Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 50.000, 1991. Badan Koordinasi Survey
dan Pemetaan Nasional.
Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003 – 2008.
RePPProT, 1987. Land Systems/Land Suitability. Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional.
Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson, 1951. Rainfall types based on wet and dry
period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Kementerian
perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
TNC, 2002. Folio Text for Maps and Figures Ilustrating East Kalimantan
Terrestrial Ecoregional Planning Process. The Nature Conservancy,
Samarinda.
Voss, F., 1983. Atlas East Kalimantan Transmigration Area Development
Project (TAD). Cooperation between the Republic of Indonesia and the
Federal Republic of Germany: Department of Manpower and
Transmigration, Jakarta.
Download