Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017

advertisement
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
Konflik Pilkada di Bandar Lampung 2010
Sherly Andriani K
Program Studi Ilmu Politik-Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Pengawasan dan penegakkan hukum dalam pemilu merupakan hal yang sangat penting bagi
perwujudan nilai-nilai demokrasi yang dilandasi oleh prinsip Langsung, Umum, Bebas,
Rahasia, Jujur dan Adil (LUBER JURDIL). Dengan demikian jangan sampai semua tahapan
pelaksanaan pemilu terlaksana, tetapi banyak terjadi pelanggaran yang ditolerir atau tidak
dilakukan penegakkan hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam pemilu
ataupun pemilukada. Hal ini pula yang terjadi di Bandar Lampung. Konflik pilkada yang
memang rawan muncul, perlu diantisipasi oleh pemerintah dan warga, agar tidak menjadi
potensi distrust masyarakat terhadap pemerintah.
Kata kunci: Pilkada, Konflik, Bandar Lampung
Latar Belakang
Banyaknya kasus yang terjadi pada penyelenggaraan pemilihan umum pada tingkat
lokal
maupun
nasional
di
Indonesia
mencerminkan
bahwa
belum
berhasilnya
penyelenggaraan pemilu sebagai perwujudan demokrasi di Indonesia. Sering terjadi pada saat
pemilihan kepala daerah telah usai, pesta demokrasi politik lokal tersebut masih menyisakan
masalah. Tidak salah lagi, seluruh hasil pilkada dipastikan berakhir di Mahkamah Konstitusi
(MK). Sebab tidak jarang sejumlah mantan kandidat keberatan dan tidak puas terhadap
hasilnya.Hal ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari
KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, sering kali melakukan ikrar siap menang
dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah masalah tersebut.
Potensi pilkada menjadi sengketa sebenarnya telah diprediksi banyak orang akan
berakhir ke MK. Sebab, masing-masing pihak sejak awal tahapan pilkada saling tuding
melakukan kecurangan dan pelanggaran. Mulai dari yang bersifat administratif, dugaan
money politics, hingga penghitungan suara.
1
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
Bahkan yang lebih parah para kandidat lebih baik menang bermasalah daripada kalah
terhormat. Hal tersebut sepertinya menjadi filosofi baru para elite dan politisi kita. Rasanya
tidak gagah kalau kalah disikapi dengan legowo dan pasrah menerima begitu saja hasil
penghitungan suara oleh KPU setempat. Atau sebaliknya, tidak puas kalau menang tanpa
melakukan kecurangan atau tidak menzalimi hak suara milik kandidat lain.
Perspektif Marxis, berbeda dengan kelompok pluralis, marxis menganggap negara
dilihat dari satu kesatuan yang utuh yang berfungsi sebagai benteng terakhir bagi pasar (rejim
neoliberal) dengan menindas kepentingan kaum buruh. Hal ini sejalan dengan pandangan
mereka tentang analisis kelas dan mereka meyakini bahwa kekuasaan memusat pada kelas
yang berkuasa serta kepemilikan alat produksi (kapitalis). Karl Marx dalam ‘Manisfesto
Komunis’ menggambarkan bahwa eksekutif dari negara-negara modern adalah suatu komite
untuk mengatur masalah umum dari kaum borjuis secara keseluruhan. Pemerintahan pusat
dinilai lebih penting dalam mengubah negara kapitalis dibanding pemerintah lokal yang
ditempatkan sebagai faktor sekunder.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dikemukakan oleh penyusun adalah sebagai
berikut :
1.
Mengapa terjadi konflik pada pemilihan kepala daerah di Lampung?
2.
Apa saja faktor konflik pada pemilihan kepala daerah di Lampung?
3.
Bagaimana penyelesaian konflik yang terjadi pada pemilihan kepala daerah di
Lampung?
B. Tujuan Penulisan
1.
Sebagai syarat untuk memenuhi kriteria penilaian mata kuliah Manajemen
Konflik.
2.
Untuk mengetahui apa saja faktor konflik pada pemilihan kepala daerah tahun
2010 di Lampung.
3.
Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian konflik pada pemilihan kepala
daerah tahun 2010 di Lampung.
2
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
C. Manfaat Penulisan
Penulis berharap tulisan ini menjadi suatu manfaat bagi mahasiswa, yaitu dapat
membuat mahasiswa lain untuk paham akan konflik pada pemilihan kepala
daerah di Lampung, paham akan apa saja yang menjadi faktor dari konflik
tersebut, mengetahui bagaimana cara penyelesaian konflik tersebut.
Kerangka Konsep
Setiap masalah yang timbul dalam proses kompetisi adalah sesuatu yang wajar dan
dianggap sebagai suatu keharusan untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi. Semakin
tinggi kedudukan seseorang, maka akan semakin besar peluang untuk melakukan kecurangan
dalam menjalankan kekuasaannya. Hal ini sependapat dengan teori Marx. Menurut teori
Marx, konflik bermula dari keserakahan, di mana materi, harga diri (prestige), kekuasaan
(power) adalah sesuatu yang mutlak untuk dimiliki. Karena itu dalam rangka untuk
melakukan suatu perubahan, maka konflik adalah jalan terbaik untuk ditempuh. Konflik
adalah faktor yang melekat pada diri manusia sehingga konflik adalah sesuatu hal yang
dianggap wajar dan langkah konstruktif dalam konteks politik di alam demokrasi.
Konsep Marxis pada konflik Pilkada dalam makalah ini adalah banyaknya konflik
yang terjadi ketika proses pilkada berlangsung. Berbagai macam cara yang dilakukan oleh
para kandidat untuk memenangkan pilkada sebagai kepala daerah dilatarbelakangi oleh sifat
alamiah manusia yang selalu ingin menguasai orang lain untuk mendapatkan hal yang
mereka inginkan, walaupun diperoleh dengan cara yang tidak benar.
Teorisasi Marx yang problematis ibarat dua sisi pada mata uang yang sama. Di satu
sisi, teorisasinya memang sengaja bersifat problematis. Usahanya untuk memadukan teori
dan praktik juga problematis. Praktik selalu tergantung pada konteks, dan konteks yang
menjadi ajang tindakan politik selalu mengalami perubahan. bentuk negara dan aktivitas para
tokoh-tokoh politiknya dalam perjuangan kelas yang penuh dengan konflik.
Dalam manajemen konflik, penyelesaian konflik pilkada ini sebenarnya ada opsi lain
yaitu konsensus. Dalam opsi ini adanya pemahaman bersama, di mana semua pihak harus
duduk bersama dan menyelesaikan masalah secara terbuka, dengan kepala dingin, transparan,
serta menjunjung tinggi asas kejujuran dan keadilan.
3
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
Keyakinan, nilai-nilai, dan norma, serta tujuan otonomi daerah menjadi suatu
landasan ideal untuk menuju suatu penyelesaian dalam konflik. Dengan begitu perubahan
sosial terjadi dalam ruang lingkup konsensus dan berlangsung secara damai.
Karena itu, guna menghindari konflik pilkada dalam dunia politik dibutuhkan
kedewasaan dalam berpolitik dan kematangan para tokohnya. Selain itu, mesti ada
kesepakatan awal bagi para calon untuk siap menang dan kalah –selain deklarasi damai–
sehingga pemenang dengan perolehan suara berapa pun harus diterima.
Bukan justru sebaliknya, tidak menerima hasil kekalahan dan mencari kambing hitam
sebagai penyebab kekalahan tersebut. Boleh jadi, di balik tudingan kecurangan dan
pelanggaran yang dilakukan pihak tergugat, tanpa disadari sesungguhnya juga dilakukan oleh
pihak penggugat itu sendiri.
Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah
masing masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan
pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon,
persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini.
Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan
pemakaian ijasah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat memprihatinkan sekali. Seandainya
calon tersebut dapat lolos bagai mana nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh
orang yang bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang
tidak benar. Dan juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak ikhlas ingin
memimpin maka tidakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat
segera kembali atau “balik modal”.
Konflik internal parpol dalam proses Pilkada menggejala di banyak daerah dan di
banyak parpol. Konflik ini terjadi baik antar tingkat organisasi partai, maupun antar
organisasi partai dengan massa. Hal ini bisa dimengerti karena karakter partai politik di
Indonesia yang terkesan masih sangat sentralistis. Dimana proses pengambilan keputusan
kebanyakan masih didominasi oleh kalangan elit partai.
Kecenderungan oligarki partai ini mengakibatkan termarginalkanrtya peran dan
partisipasi massa atau kader di daerah. Kekecewaan pengurus di daerah atau massa
pendukung inilah yang kebanyakan menimbulkan konflik terbuka pada tahap pencalonan
kandidat Pilkada melalui partai politik.
4
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
Beberapa
kasus
konflik
yang
banyak
terjadi
di
berbagai
daerah
telah
mengindikasikan beberapa hal. Pertama, hal tersebut menandakan bahwa demokrasi internal
parpol tidak terjadi dan struktur organisasi partai di Indonesia kebanyakan masih
tersentralisasi. Dalam kasus ini, meskipun Pilkada adalah kepentingan lokal, dan merupakan
bagian dari demokrasi lokal, namun elit pusat masih banyak ikut mengintervensi proses
pencalonan. Akibatnya, konflik terbuka antar tingkat organisasi partai tidak bisa dihindari.
Kedua, munculnya konflik ini juga menunjukkan marginalisasi massa dan kader di daerah
dalam proses pembuatan keputusan partai. Pola kepemimpinan partai yang bersifat oligarkis
mengakibatkan terbatasnya ruang partisipasi massa dalam proses pembuatan keputusan partai.
Hal ini menyebabkan tahirnya konflik antar organisasi partai dengan kader pada level akar
rumput sangat sering terjadi. Hal ini bisa dipahami mengingat massa akar rumput merasa
tidak puas terhadap proses pencalonan dan dengan kandidat yang diatur dari organisasi partai.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configure yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Dalam proses demokrasi (elektoral),
konflik merupakan sebuah keniscayaan karena setiap individu atau kelompok sosial memiliki
kepentingan, pemahaman, dan nilai yang berbeda-beda. Konflik relatif mudah hadir dari
basis sosial yang lebih kompleks, dibanding hanya sekedar suatu kompetisi dalam proses
demokrasi.
Pada sisi lain, demokrasi juga diyakini oleh sebagian orang sebagai sarana untuk
mentransformasikan konflik. Jika dulu orang saling membunuh untuk menjadi raja, kini
mereka bertarung melalui bilik suara. Jika dulu orang merangkul senjata untuk membuat
orang lain tunduk, sekarang mereka harus berkampanye dengan memasang spanduk atau
leafleat di mana-mana agar memperoleh dukungan suara menjadi kepala daerah. Demokrasi
berupaya mentransformasikan konflik yang berwujud kekerasan ke arah bilik suara, dari
memaksa (coercive) ke persuasif.
Meski demikian, demokrasi dan konflik sebenarnya juga merupakan dua hal yang
tidak mudah dihubungkan. Dari banyak pengalaman yang ada, bukan hal yang mudah
membuktikan bahwa demokrasi dapat menjadi pemicu konflik, walaupun dapat saja diklaim
bahwa eskalasi konflik disebabkan oleh liberalisasi politik yang bekerja dalam proses
5
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
demokrasi. Jadi eksistensi konflik memang suatu hal yang wajar bagi suatu proses demokrasi.
Hanya saja, menjadi berbahaya jika konflik sudah represif dan berwujud kekerasan (violence).
Dalam wacana demokrasi, konflik tidak dipahami sebagai hal yang negatif, melainkan
sebagai satu gejala responsif dalam upaya menciptakan kontrol dan keseimbangan di antara
pihak-pihak yang berkepentingan.
Pilkada, sebagai sebuah mekanisme demokrasi sebenarnya dirancang untuk
mentransformasikan sifat konflik yang terjadi di masyarakat. Pilkada berupaya mengarahkan
agar konflik tidak meluas menjadi kekerasan. Sayangnya, idealitas yang dibangun dalam
sebuah proses demokrasi, pada kenyataannya seringkali jauh dari apa yang diharapkan.
Pilkada yang dirancang sebagai demokrasi elektoral, justru menjadi ajang baru timbulnya
konflik kekerasan dan benturan-benturan fisik antar pendukung calon kepala daerah menjadi
pemandangan jamak yang ditemui.
Konflik dalam Pilkada Bandar Lampung Tahun 2010
(Berdasarkan harian Radar Lampung Sabtu, 17 Juli 2010.) Kepolisian Daerah
Lampung mulai membidik dugaan skandal gratifikasi dan korupsi pada Pilkada Kota Bandar
Lampung. “Kami melakukan pendalaman terhadap dua dugaan skandal pilkada, pertama
mengenai dugaan gratifikasi bagi anggota KPU Kota Bandar Lampung dari salah satu
kandidat wali kota, dan kedua tentang skandal kelebihan pencetakan surat suara sebesar 17
persen dari DPT yang ditetapkan,” kata Kasat III tindak pidana korupsi Ditreskrim Polda
Lampung, AKBP Shobarmen, di Bandar Lampung.
Khusus untuk skandal kelebihan pencetakan surat suara, penyelidikan dilakukan
khusus mendalami tentang ada tidaknya unsur kerugian negara dalam pencetakan tersebut,
bukan pada pelanggaran kode etik oleh komisioner KPU yang dianggap lalai dalam
pencetakan tersebut. Polda Lampung tidak mendalami bagian tentang pelanggaran kode
etiknya, karena itu sepenuhnya kewenangan panwas, namun fokus kepada ada tidaknya
akibat dari kelebihan pencetakan tersebut yang merugikan negara.
Terkait pendalaman hal itu, Polda Lampung memanggil kedua pihak yang terlibat
dalam pencetakan tersebut, masing-masing Sekretaris KPU Kota Bandar Lampung, Abdul
Kohar, dan Direktur CV Tawakkal, rekanan KPU dalam pencetakan surat suara, Ruslan
Effendi. Pencetakan surat suara pada Pilkada Kota Bandar Lampung 2010, 17 persen lebih
6
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
banyak dari jumlah DPT di kota tersebut. Jumlah surat suara yang dicetak sebanyak 760.236,
atau mengalami kelebihan surat suara sebanyak 116.583 buah, dari jumlah DPT sebanyak
643.653 suara.
Selain itu, Polda Lampung juga memanggil Sekda Kota Bandar Lampung, Sudarno
Edi, untuk dimintai keterangan terkait dugaan gratifikasi berupa pemberian mobil minibus
bagi lima komisioner KPU, dari salah satu kandidat wali kota. Pemeriksaan yang telah
berlangsung kedua kalinya itu untuk memastikan ada tidaknya aktivitas gratifikasi yang
diduga diberikan oleh salah satu calon wali kota.
Dugaan gratifikasi itu bergulir saat LSM Monitoring pilkada melaporkan kasus itu
kepada Polda Lampung, disertai sejumlah barang bukti. Beberapa barang bukti yang
disertakan dalam pelaporan tersebut adalah foto hasil bidikan 22 Mei 2010, yang
menggambarkan kendaraan pemberian salah satu calon wali kota itu, terparkir di depan
rumah dua komisioner KPU Bandarlampung, yaitu Fauzi Heri dan Herlina.
Kedua kendaraan itu bernomor polisi masing-masing BE 2845 CJ dan BE 2851 CJ.
Selain itu, LSM Monitoring pemilukada juga menyertakan barang bukti lain, yaitu bukti
pembayaran dan surat angsuran untuk kendaraan dengan plat nomor yang sama, atas nama
Wali Kota Bandar Lampung yang juga menjadi calon incumbent, Eddy Sutrisno. Surat
angsuran itu dikeluarkan oleh Astra Credit Companies, dengan angsuran awal Rp 5.105.000
per bulan untuk pembayaran 36 bulan. Angsuran tersebut baru dibayar enam kali, dengan
pembayaran perdana pada 2 november 2009. Sudarno Edi diperiksa di ruang Kanit III Satuan
III Polda Lampung selama empat jam, dari pukul 10.00 WIB hingga 14.00 WIB.
Faktor Konflik dalam Pilkada
Setiap penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) selalu dijumpai yang
namanya konflik. Faktor-faktor penyebab konflik dalam pilkada antara lain:
•
Kepentingan setiap elite lokal, elite nasional, pengusaha dan kepentingan
kekuatan-kekuatan politik lain di daerah yang sedang bertarung memperebutkan
kekuasaan.
•
Kesalahan penafsiran terhadap implementasi undang-undang yang mengatur
persoalan pilkada.
7
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
•
Belum bakunya infrastruktur pemilihan pejabat publik yang sering kali
kontroversial.
•
Lemahnya institusionalisasi demokrasi di tingkat lokal (KPUD) yang menjadi
faktor dominan timbulnya konflik antar kekuatan politik. Akibatnya, aturan main
berdemokrasi sering berubah, berbeda-beda, dan tidak ditaati karena bergantung
pada persepsi pusat yang menentukan hasil akhir proses politik di tingkat lokal.
•
Diversifikasi sumber konflik.
•
Dendam kelompok dan dendam sejarah, yang umumnya sangat peka untuk
diprovokasi.
•
Pola kompetisi yang bergerak tidak sehat melalui intervensi kekuasaan, politik
uang, anarkis dan arogansi.
•
Sistem manajemen termasuk payung hukum yang tidak berwibawa, tidak
berfungsi dan tidak dihormati.
•
Rapuhnya simbol perekat dan pemersatu yang mencakup nasionalisme, etnisisme,
etika dan budaya politik yang luhur.
•
Sikap dan perilaku aktor politik yang tidak terkendali, menerabas dan terjerumus
ke deviant politik.
Dilihat dari jenisnya potensi konflik bisa melibatkan :
•
Internal partai yang mendukung calon.
•
Konflik yang melibatkan antara kandidat satu dengan lainnya atau antara
pendukung-pendukung kandidat. Konflik antar kandidat dapat berupa black
campaign berupa usaha-usaha untuk mendeskriditkan kandidat lain dengan caracara yang tidak gentle, bukan melalui adu visi-misi tetapi dengan penyebaran
berita bohong dan fitnah.
•
Konflik antar elemen masyarakat. Konflik ini berskala sangat besar, karena
melibatkan berbagai elemen masyarakat, baik antar pendukung masing-masing
kandidat melibatkan pula aparat keamanan.
8
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
Penyelesaian Konflik dalam Pilkada
Permasalahan yang terjadi di Bandar Lampung pada pilkada tahun 2010 dapat
diselesaikan dengan hal-hal berikut:
•
Proses pencalonan yang bermasalah.
Permasalahan dalam pencalonan yang selama ini terjadi disebabkan oleh 2 (dua)
hal yaitu konflik internal partai politik/gabungan partai politik dan keberpihakan para
anggota KPUD dalam menentukan pasangan calon yang akan mengikuti Pilkada.
Secara yuridis pengaturan mengenai pencalonan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah diatur dalam pasal 59 sampai dengan pasal 64 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004. Dari beberapa pasal tersebut memberikan kewenangan yang sangat
besar kepada KPUD dalam menerima pendaftaran, meneliti keabsahan persyaratan
pencalonan dan menetapkan pasangan calon, yang walaupun ada ruang bagi partai
politik atau pasangan calon untuk memperbaiki kekurangan dalam persyaratan
adminitrasi, namun dalam praktek beberapa kali terjadi pada saat penetapan pasangan
calon yang dirugikan.
Pasal
menyatakan
59 ayat (5)
bahwa
huruf a
Undang-Undang
partai politik atau gabungan partai
mendaftarkan pasangan calon, wajib
ditandatangani oleh
Nomor 32 Tahun
2004
politik pada saat
menyerahkan surat pencalonan yang
pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang
bergabung. Dalam tahapan ini kadang terjadi permasalahan di internal partai politik,
ketika calon yang diajukan oleh pimpinan partai politik setempat berbeda dengan
calon yang direkomendasikan oleh DPP partai politik. Dalam permasalahan
ini
karena pimpinan partai politik setempat tidak melaksanakan rekomendasi DPP partai
politik,kemudian diberhentikan sebagai pimpinan partai politik di wilayahnya dan
menunjuk pelaksana tugas pimpinan partai politik sesuai wilayahnya yang kemudian
juga meneruskan rekomendasi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah
namun ditolak KPUD dengan alasan partai politik tersebut melalui pimpinan
wilayahnya yang lama telah mengajukan pasangan calon.
Pasal 61 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan
bahwa
penetapan dan pengumuman pasangan calon oleh KPUD bersifat final dan mengikat.
Dalam hal KPUD tidak netral, ketentuan ini kadang disalahgunakan untuk
9
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
menggugurkan
pasangan
calon
tertentu
tanpa
dapat
melakukan pembelaan,
karena tidak ada ruang bagi pasangan calon yang dirugikan untuk melakukan
pengujian atas tindakan KPUD yang tidak netral melalui pengadilan.
Untuk mengatasi kekurangan ini, ke depan perlu pasangan calon perlu diberi
ruang untuk mengajukan keberatan ke pengadilan, jika dalam proses pencalonan
dirugikan KPUD.
•
Pemasalahan pada Masa Kampanye
Pengaturan mengenai kampanye secara yuridis diatur dalam pasal 75 sampai
dengan pasal 85 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu meliputi pengaturan
mengenai teknis kampanye, waktu pelaksanaan, pelaksana kampanye, jadwal
kampanye, bentuk dan media kampanye, dan larangan-larangan selama pelaksanaan
kampanye. Kandidat dan tim kampanyenya cenderung mencari celah pelanggaran
yang menguntungkan dirinya.
Pasal 75 ayat (2) berbunyi dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 14 (empat
belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara", dengan
terbatasnya waktu untuk kampanye maka sering terjadi curi start kampanye dan
kampanye diluar waktu yang telah ditetapkan.
Kampanye yang diharapkan dapat mendorong dan memperkuat pengenalan
pemilih terhadap calon kepala daerah agar pemilih mendapatkan informasi yang
lengkap tentang semua calon, menjadi tidak tercapai. Untuk itu ke depan perlu
pengaturan masa kampanye yang cukup dan peningkatan kualitas kampanye agar
dapat mendidik pemilih untuk menilai para calon dari segi program.
•
Manipulasi Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara
Manipulasi perhitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara dapat
terjadi di setiap tingkatan, yaitu di KPPS, PPK, KPU Kabupaten, dan KPU Provinsi.
Permasalahan penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara akan
manipulasi, disebabkan oleh banyaknya TPS yang tersebar dalam wilayah yang luas.
Dengan banyaknya TPS yang tersebar luas membuat para pasangan calon sulit
mengontrolnya karena memerlukan saksi yang banyak dan biaya besar. Di lain pihak
para penyelenggara Pilkada di beberapa daerah tidak netral, berhubung sistem seleksi
anggota KPUD tidak belum memadai.
10
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
•
Putusan MA atau MK yang Menimbulkan Kontroversi di Masyarakat
Sengketa Pilkada diatur dalam pasal pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 yang pada intinya menyatakan bahwa sengketa hasil penghitungan suara dapat
diajukan oleh pasangan calon kepada pengadilan tinggi untuk pilkda bupati/walikota
dan kepada MA untuk pilkda Gubernur. Putusan yang dikeluarkan pengadilan
tinggi/Mahkamah Agung bersifat final. Setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 kewenangan penyelesaian sengketa pilkada beralih dari Mahkamah
Agung ke Mahkamah Konstitusi.
Baik dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahuri 2004 maupun Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 kewenangan pengadilan untuk mengadili sengketa Pilkada
hanya terbatas pada sengketa hasil yang mempengaruhi pemenang Pilkada,
permasalahannya adalah bagaimana apabila terjadi sengketa di luar hasil
penghitungan suara, selain itu beberapa putusan baik Mahkamah Agung maupun
Mahkamah
Konstitusi
menimbulkan
kontroversi
di
masyarakat,
akibatnya
penyelesaian Pilkada berlarut-larut.
Selama ini tidak hanya sengketa hasil penghitungan suara yang terjadi dalam
Pilkada, seperti permasalahan DPT, permasalahan pencalonan baik terjadinya
permasalahan di internal partai politik maupun pemenuhan persyaratan Pilkada.
Meskipun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maupun Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 sudah membatasi kewenangan pengadilan hanya sebatas sengketa
hasil penghitungan suara, namun pengadilan sering menabrak aturan tersebut.
Analisis
Di tengah pertarungan kepentingan dan kekuasaan elite menjelang pemilu sebenarnya
tekad reformasi dipertaruhkan. Bukan sekedar pesta pemilu, tetapi dengan kemauan dan
konsolidasi kekuatan masyarakat sendiri melawan keterpurukan dan kebusukan sistem dan
segenap aparatusnya. Pemilu tak lain hanya seperti pesta perkawinan di kampung-kampung
yang dibuat meriah, dimana berlaku hukum pertukaran uang, makanan dan kekuasaan. Begitu
pula yang terjadi pada pemilukada tahun 2010 di bandar Lampung. Pemilukada seperti ajang
pertukaran materi dengan kekuasaan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dalam
anggota KPU dan kandidat kepala daerah.
11
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
Dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Lampung, Bandar Lampung berbeda.
Perekonomiannya lebih banyak digu;irkan oleh sektor industri dan perdagangan. Buktinya
yaitu kontribusi industri dan perdagangan terhadap PRDB masing-masing 30,7% dan 23,2%.
Maka dari hal tersebut kota Bandar Lampung menjadi salah satu kota yang tinggi kasus suap
dan korupsi para politisi.
Kesimpulan
Pengawasan dan penegakkan hukum dalam pemilu merupakan hal yang sangat
penting bagi perwujudan nilai-nilai demokrasi yang dilandasi oleh prinsip Langsung, Umum,
Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (LUBER JURDIL). Dengan demikian jangan sampai semua
tahapan pelaksanaan pemilu terlaksana, tetapi banyak terjadi pelanggaran yang ditolerir atau
tidak dilakukan penegakkan hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam pemilu
ataupun pemilukada.
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang pemilu, khususnya pada Bab XIV, kita
dapat mengklasifikasi penyimpangan atau pelanggaran dan sengketa pemilu menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Pelanggaran administrative;
2. Pelanggaran aturan pemilu yang mengandung unsur pidana pemilu;
3. Sengketa pemilu.
Konflik yang terjadi pada pemilukada tahun 2010 dilihat dari perspektif Marxis
merupakan hal yang bermula dari keserakahan, dimana materi, harga diri (prestige),
kekuasaan (power) adalah sesuatu yang mutlak dimiliki.
Dalam manajemen konflik, penyelesaian konflik pilkada ini sebenarnya ada opsi lain
yaitu konsensus. Dalam opsi ini adanya pemahaman bersama, di mana semua pihak harus
duduk bersama dan menyelesaikan masalah secara terbuka, dengan kepala dingin, transparan,
serta menjunjung tinggi asas kejujuran dan keadilan.
Saran
KPU harus melakukan semua fungsinya dengan dengan tidak berpihak dan secara
efektif harus menyakinkan bahwa integritas setiap proses atau tahapan pemilu terlindungi
dari oknum-oknum yang tidak kompeten dan yang ingin bertindak curang.
12
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
KPU harus berfungsi tanpa bias atau kecenderungan politis. Efisiensi harus diciptakan
lembaga pemilu untuk mempertahankan kredibilitasnya. Efisiensi menjadi sangat penting
dalam proses pemilu ketika terjadi masalah di tingkat teknis dan masalah-masalah yang dapat
menstimulasi kericuhan dan pelanggaran aturan.
Profesionalisme. Pemilihan umum juga memiliki arti penting dalam fungsi demokrasi
dimana anggota KPU harus memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai prosedur
pemilihan umum dan filosofi pemilihan umum yang bebas dan adil, diberi wewenang untuk
melaksanakan dan mengatur proses tersebut.
KPU harus memiliki sumber daya dan kompeten memahami aturan untuk dapat memenuhi
harapan masyarakat dalam memastikan terselenggaranya pemilu yang bebas dan adil serta
transparansi. Keseluruhan kredibilitas dari proses pemilihan umum secara substansial
tergantung pada semua yang berkepentingan, baik KPU, Panwaslu, Partai Politik, pemerintah
maupun masyarakat untuk ikut terlibat dalam formasi dan fungsi dari struktur dan proses
pemilu. Dalam hal ini, komunikasi dan kerjasama semua stakeholder: KPU, panwaslu, partai
politik dan institusi-institusi dalam masyarakat harus dibangun atas dasar collective action
untuk kepentingan bersama.
Daftar Pustaka
Chaniago, P. S. (2016). EVALUASI PELAKSANAAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2015. Politik
Indonesia: Indonesian Political Science Review, 1(2), 206-222.
Dewanto, Nugroho (2006), Pancasila dan UUD 1945, Bandung: Nuansa Aulia.
Marijan, K. (2006). Demokratisasi di daerah: pelajaran dari pilkada secara langsung. Diterbitkan
bersama Pustaka Eureka [dan] PusDeHAM.
Nordholt, Henk Schulte (ed)., Gerry Van Klinken (ed) (2007). Politik lokal Di Indonesia,
Jakarta: KITLV.
Nurhasim, M. (2009). Konflik Dalam Pilkada Langsung 2005-2008: Studi Tentang Penyebab dan
Dampak Konflik.
Nurprojo, I. S. (2016). BAGONGAN, PILKADA SERENTAK DAN DEMOKRASI YANG CEDERA:
BELAJAR DARI PURBALINGGA. Politik Indonesia: Indonesian Political Science
Review, 1(2), 127-142.
Putra, G. F. P., & Febri, A. G. (2009). Meretas Perdamaian dalam Konflik Pilkada Langsung.
Santoso, Topo., Didik Supriyanto (2004). Mengawasi Pemilu Mengawal Demokrasi, Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Suyatno, S. (2016). PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA) DAN TANTANGAN DEMOKRASI
LOKAL DI INDONESIA. Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review, 1(2), 223241.
Thaha, Idris (editor). 2004. Pergulatan Partai Politik Di Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Tim Litbang Kompas (2004). Peta Politik Pemiluhan umum 1999-2004, Jakarta: PT. Kompas
Media Nusantara.
13
ConflictManagementUnnesStudent
WorkingPaperSeries2017
Townshend, Jules (2003). Politik Marxisme, Yogyakarta: Penerbit Jendela.
Polda Lampung Mulai Sidik Kasus Suap KPUD Bandarlampung, from
http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=6534&l=polda-lampung-mulai-sidik-kasussuap-kpud-bandarlampung (diakses pada tanggal 15 Juli 2017)
http://gudangilmusosiologi.blogspot.com/2013/01/konflik-dalam-pilkada.html (diakses pada
tanggal 15 Juli 2017)
14
Download