HUBUNGAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN DAN STATUS

advertisement
HUBUNGAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN DAN STATUS SOSIAL
DENGAN PERILAKU LINGKUNGAN
(Studi pada Pengrajin Bata Merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman
Kota Banjar Provinsi Jawa Barat)
THE RELATIONSHIP BETWEEN ENVIRONMENTAL KNOWLEDGE
AND SOCIAL STATUS WITH ENVIRONMENTAL BEHAVIOUR
(The Study on Red Brick Workers in Sinartanjung Village, Subdistrict Pataruman,
Banjar City, West of Java Province)
Fenty Rosmala1, Purwati Kuswarini2, Hj Nani Ratnaningsih3,
[email protected]
Program Studi Pendidikan dan Lingkungan Hidup (PKLH) Program Pascasarjana
Universitas Siliwangi Tasikmalaya
ABSTRACT
This study aims to analyze the relationship between knowledge environmental with
environmental behavior, to analyze between the relationship social status with
environmental behavior and to analyze the relationship between environmental
knowledge and social status with environmental behavior on red brick workers.
This research was done implemented in Sinartanjung village, Subdistrict of
Pataruman, Banjar City West of Java Province. The population a totaly 235 red
brick workers with sample a totaly 70 red brick workers by using a simple
random. The research method used is quantitative description with the technique
of collecting the data by questionnaire, observation, interview, the study of
documentation, and the study of literature with the technique of processing the
data by using simple correlation analysis, fold correlation, and doubled linear
regression that helped by software SPSS for window version 21.
The research result shows that, (1) There was a relationship between
environmental knowledge with environmental behaviour on red brick workers
Sig.(0,003) < α (0,025), (2) There was not a relationship between social status
with Environmental behaviour on red brick workers Sig.(0,070 > α (0,025). (3)
there was a relationship between Environmental Knowledge and Social Status
with the environmental behavior on the red brick workers Sig.F.Change (0,004) < α
(0,025), strong of correlation (r) =0,393 (positive low), and determination
coefficient 99,85% from the other factors.
Key word: Environmental behavior, Environmental knowledge, Social status,
the red brick workers
1
Student the Program of Postgraduate of Population and Environment Education,
Siliwangi University ,Tasikmalaya.
Doctor and Magister Sains, Siliwangi University, Tasikmalaya
3
Doctor and Magister Education, Siliwangi University, Tasikmalaya
2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan anara pengetahuan lingkungan
dengan perilaku lingkungan, menganalisis hubungan antara status sosial dengan
perilaku lingkungan dan menganalisis hubungan antara pengetahuan lingkungan
dan status sosial dengan perilaku lingkungan pada pengrajin bata merah.
Penelitian dilaksanakan di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar
Provinsi Jawa Barat. Populasi penelitian berjumlah 235 pengrajin bata merah
dengan sampel berjumlah 70 pengrajin bata merah, diambil berdasarkan random
sederhana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi
kuantiatif dengan teknik pengumpulan data melalui kuesioner, observasi,
wawancara, studi dokumentasi dan studi literatur dengan teknik pengolahan data
melalui analisis korelasi sederhana, korelasi ganda dan regresi linier berganda
dengan bantuan software SPSS for window version 21.
Hasil penelitian menunjukkan, (1).Ada hubungan antara pengetahuan lingkungan
dengan perilaku lingkungan pada pengrajin bata merah (Sig.(0,003) < α (0,025),
(2). Tidak ada hubungan antara status sosial dengan perilaku lingkungan pada
pengrajin bata merah (Sig.(0,70) > α (0,025) (3). Ada hubungan antara
pengetahuan lingkungan dan status sosial dengan perilaku lingkungan pada
pengrajin bata merah (Sig.FChange (0,004) < α (0,025), kekuatan hubungannya (r)
=0,393 (positif-lemah atau searah-lemah) dengan koefisien determinasi sebesar
0,154% sisanya 99,85% dari faktor lain.
Kata kunci: Perilaku Lingkungan, Pengetahuan Lingkungan, status sosial,
pengrajin bata merah.
PENDAHULUAN
Masalah lingkungan dapat terjadi karena adanya drivng force atau faktor
penggerak yang mendorong individu memunculkan pressure atau perilaku
lingkungan,. Faktor penggerak perilaku individual maupun yang terlembagakan
dalam masyarakat terkait perilaku pengelolaan lingkungan merupakan respon
logis dari capacity dan incentive yang dimiliki.(Karyanto Puguh,2010).
Pengetahuan
merupakan
salah
satu
kapabilitas
individu
disamping
keterampilan dan sikap sebagai modal manusia dalam capacity, memungkinkan
seseorang berkiprah dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat, bekerja
dan hidup dalam suatu kelompok secara kreatif, berinisiatif, berempati serta
memiliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal hidup di
masyarakat, pengetahuan yang memadai dapat mewujudkan kesiapan mental dan
kecenderungan untuk berperilaku positif terhadap lingkungan, sebaliknya,
pengetahuan tentang lingkungan hidup yang kurang memadai dapat berakibat
munculnya sikap kekuranganpedulian terhadap lingkungan hidup.
Modal manusia sebagai mahkluk sosial atau berhubungan dengan profil
sosial masyarakat tertentu dikenal sebagai modal sosial, menurut Amsberg (2002)
dinyatakan sebagai struktur sosial
yang dapat memfasilitasi koordinasi dan
kerjasama yang kemudian dapat mengarahkan pada aktivitas kolektif tertentu serta
dapat menjamin aksesibilitas atas sumber daya dan kesempatan melalui ikatan
sosial. Soekamto Soerjono (2013-210) mengenalkan dengan istilah kedudukan
(status) sosial yakni tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehungan
dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise dan hakhak serta kewajibannya3. Status sosial dan peranan sosial tak dapat dipisahkan,
karena yang satu tergantung sama yang lainya, tak ada status tanpa peranan atau
peranan tanpa status, peranan berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya, dan
menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatankesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya, peranan mengatur
perilaku seseorang dan dapat pula meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain
sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku
orang-orang dalam lingkungannnya. Kepercayaan terhadap ketokohan dapat
menggiring kepatuhan, sehingga setiap program lingkungan yang direncanakan
dapat terlaksana dengan konflik yang minimal. Oleh karena itu secara umum
modal sosial dapat berperan sebagai salah satu pelumas dalam berperilaku
lingkungan melalui pembentukan status sosialnya.
Pengrajin bata merah merupakan bentuk upaya atau aktivitas manusia
beradaptasi dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
mempertahankan kelangsungan kehidupannya, namun dalam perkembangannya
desakan kebutuhan untuk memenuhi mata pencaharian sebagai penrajin tersebut
ternyata diwujudkan dalam suatu perilaku atau tindakan yang selalu berhadapan
dengan kondisi lingkungan hidup, tercermin pada perilaku upaya penataan
lingkungan agar terjadi keseimbangan ekosistem semakin langka dilakukan,
sehingga kondisi lingkungan hidup yang nyaman, menyenangkan, berkecukupan
dan asri semakin jauh dari yang di harapkan bahkan kini telah menjadi sumber
kegelisahan dan kecemasan di lingkungan masyarakatnya sendiri. menurut
Karyanto (2010) perilaku lingkungan tersebut dipengaruhi faktor secara internal
meliputi modal financial, sarana prasarana, modal alam, modal manusia
(pengetahuan dan sikap) dan modal sosial, oleh karena itu penulis berkeinginan
mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut terhadap perilaku lingkungan
pengrajin bata merah sehingga mengakibatkan kondisi lingkungan hidup tidak
terasa aman, nyaman dan asri.
Penelitian
ini
dilakukan
bertujuan
untuk
menganalisis
hubungan
pengetahuan lingkungan dengan perilaku lingkungan, hubungan status sosial
dengan perlaku lingkuan dan hubungan pengetahuan lingkungan dan status sosial
dengan perilaku lingkungan pada pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung
Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini termasuk rancangan atau desain studi untuk menguji hipotesis
kausal dengan populasi sebanyak 235 pengrajin bata merah dan besarnya sampel
setelah melalui perhitungan dengan menggunakan rumus Solvin tersebut adalah
70 orang. Teknik sampling yang dipergunakan adalah random sederhana karena
dianggap populasi bersifat homogen. Paradigma penelitian dapat digambarkan
sebagai paradigma ganda dengan dua variabel bebas dan satu variabel terikat
dengan konsep korelasi berganda.
Teknik analisa data bersifat deskriptif digunakan untuk memperoleh
gambaran katagori atau tingkatan hasil pengukuran pengetahuan lingkungan,
status sosial dan perilaku lingkungan.
Teknik analisis korelasi sederhana untuk menganalisis hubungan pengetahuan
dan perilaku lingkungan, menganalisis hubungan status sosial dengan perilaku
lingkungan, sedangkan teknik analisis korelasi ganda dan regresi dilakukan untuk
menganalisis hubungan pengetahuan lingkungan dan status sosial dengan
perilaku lingkungan. Nilai korelasi yang diperoleh selanjutnya diinterpretasikan
pada tingkat korelasi dan kekuatan hubungan seperti tercantum dalam tabel 1
berikut.
Tabel 1
Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan
No
Nilai Korelasi
Tingkat Hubungan
1
0,00 – 0,199
Sangat Lemah
2
0,20 – 0,399
Lemah
3
0,40 – 0,599
Cukup
4
0,60 – 0,799
Kuat
5
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
(Syofian Siregar, 2013:251-252)
Seluruh pengolahan data, baik analisis korelasi sederhana, korelasi ganda
maupun regresi menggunakan bantuan software SPSS for Window version 21 .
HASIL PENELITIAN
Usia responden terbesar pertama mencapai 24 orang atau 34,3 % usia 40-44
Tahun, kedua mencapai 18 orang atau 25,7 % usia 35-39 tahun dan ketiga
mencapai 12 orang atau 17,1 % usia 45-49 tahun, keempat mencapai 7 orang atau
10% usia 25-29 tahun. Komposisi usia terbanyak 25-44 tahun mengindikasikan
bahwa responden termasuk pada kelompok usia produktif dan komposisi usia
sedikit 20-24 tahun dan usia 50 tahun keataas termasuk kelompok belum
produktif dan cenderung kurang/tidak produktif.
Tingkat pendidikan responden sebagian besar berpendidikan SD/Sederajat
mencapai 61 orang atau 87,1% dan berpendidikan SMP/Sederajat mencapai 9
orang atau 12,9 %, pendidikan responden tergolong rendah, masih jauh tertinggal
apabila di kaitkan dengan peraturan pemerintah yang mewajibkan belajar selama
dua belas tahun atau setingkat SMA/Sederajat.
Penghasilan responden sebagian besar responden 45 orang atau 64,3 % kurang
dari 60 dollar US perkapita perbulan dan berpenghasilan pada ambang batas dan
di atas batas kemiskinan lebih dari 60 dolar US perkapita perbulan sebanyak 25
orang atau 35,7%
sebagaimana patokan kemiskinan dari Bank Dunia,
memberikan informasi bahwa masih terdapat penduduk berkatagori miskin.
Hasil pengkatagorian pengetahuan lingkungan, status sosial dan perilaku
sosial pengrajin bata merah dapat dilihat pada tabel 1, 2 dan tabel 3 berikut.
Tabel 2
Pengkatagorian Pengetahuan Lingkungan
No
Interval
1
2
3
>24,02
18,86 - 24,02
< 18,86
No
Interval
1
2
3
>81,22
54,44- 81,22
< 54,44
Katagori
Frekwensi
Baik
4
Cukup
55
Kurang
11
Jumlah
70
Hasil penelitian Tahun 2015
Tabel 3
Pengkatagorian Status Sosial
Katagori
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Frekwensi
9
54
7
70
Prosentase
(%)
5,71
78,58
15,71
100
Prosentase
(%)
12,85
77,15
10,00
100
Hasil penelitian Tahun 2015
Tabel 4
Pengkatagorian Perilaku Lingkungan
No
Interval
1
2
3
>106,81
77,17 – 106,81
< 77,17
Katagori
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
Frekwensi
7
49
14
70
Prosentase
(%)
10,00
70,00
20,00
100
Hasil Penelitian Tahun 2015
Hipotesis pertama (Variabel X1 dengan Y) yang diajukan adalah “ada
hubungan antara pengetahuan lingkungan (X1) dengan perilaku lingkungan (Y)
pada pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota
Banjar Provinsi Jawa Barat”, artinya menerima hipotesis alternatif (Ha) atau
menolak hipotesis Nol (H0) dengan kriteria keputusannya : Jika sig. < α, maka
Ho ditolak, jika sig. > α, maka Ho diterima. Adapun kekuatan hubungannya
dapat ditunjukkan oleh pearson correlation dan dibandingkan dengan tingkat
korelasi dan kekuatan hubungan (lihat tabel 1).
Tabel 4 Correlations menyajikan data hasil analisis Hipotesis pertama
dan hipotesis kedua, sedangkan Tabel 5 Model Summary menyajikan data hasil
analisis hipotesis ketiga. Tabel 4 dan Tabel 5 dapat dilihat seebagai berikut.
Tabel 4 Correlation
Pengetahuan
Lingkungan
1
Pearson Correlation
Sig.(2-tailed)
N
70
Pearson Correlation
,115
Status Sosial Sig.(2-tailed)
,341
N
70
Pearson Correlation
,349
Perilaku
Sig.(2-tailed)
0,003
Lingkungan
N
70
Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed)
Pengetahuan
Lingkungan
Status
Sosial
,115
,341
70
1
Perilaku
Lingkungan
,349
,003
70
,218
,070
70
1
70
,218
,070
70
70
Tabel 5 Model Summary
Model
R
R
Square
1
,393
,154
Adjusted
R
Square
Std.Error
of the
Estimate
,129
13,832
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change
Df 1
Df2
Sig.F
Change
,154
6,091
2
67
,004
Predictor (constant), STATUS SOSIAL,PENGETAHUAN LINGKUNGAN
Hipotesis pertama Variabel (X1) dengan (Y) yang diajukan adalah “ada
hubungan antara Pengetahuan lingkungan (X1) dengan perilaku lingkungan (Y)
pada pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota
Banjar Provinsi Jawa Barat”, artinya menerima hipotesis alternatif (Ha) atau
menolak hipotesis Nol (H0) dengan kriteria keputusannya : Jika sig. < α, maka
Ho ditolak, jika sig. > α, maka Ho diterima.
Berdasarkan tabel 4 correlations diperoleh variabel pengetahuan lingkungan
(X1) terhadap perilaku lingkungan (Y) dengan nilai sig. = 0,003, nilai α (alpha)
menggunakan dua sisi, maka α/2  nilai α =0,05/2 = 0,025. Setelah
membandingkan nilai sig dengan α , maka nilai sig < α  0,003 < 0,025 artinya
ada hubungan antara pengetahuan lingkungan (X1) dengan perilaku lingkungan
(Y)  hipotesis alternatif (Ha) diterima atau Hipotesis Nol (Ho) ditolak, hasil
penelitian sejalan dengan rumusan hipotesis penelitian pertama.
Hipotesis kedua (Variabel X2 dengan (Y) yang diajukan adalah “ada
hubungan antara status sosial (X2) dengan perilaku lingkungan (Y) pada
pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar
Provinsi Jawa Barat”, artinya menerima hipotesis alternatif (Ha) atau menolak
hipotesis Nol (H0) dengan kriteria keputusannya : Jika sig. < α, maka Ho ditolak,
jika sig. > α, maka Ho diterima.
Berdasarkan tabel correlations diperoleh variabel status sosial (X2) terhadap
perilaku lingkungan (Y) dengan nilai sig. = 0,070, nilai α (alpha) menggunakan
dua sisi, maka α/2  nilai α =0,05/2 = 0,025. Setelah membandingkan nilai sig
dengan α , maka nilai sig. > α  0,070 > 0,025, artinya tidak ada hubungan
antara status sosial (X2) dengan perilaku lingkungan (Y)  Hipotesis Alternatif
(Ha) ditolak atau Hipotesis Nol (Ho) diterima, hasil penelitian tidak sejalan atau
bertolak belakang dengan rumusan hipotesis penelitian kedua.
Hipotesis ketiga (Variabel X1 dan X2 dengan Y) yang diajukan adalah “ada
hubungan antara pengetahuan lingkungan (X1) dan status sosial (X2) dengan
perilaku lingkungan (Y) pada pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung
Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat”, artinya menerima
hipotesis alternatif (Ha) atau menolak hipotesis Nol (H0) dengan kriteria
keputusannya : Jika sig. < α, maka Ho ditolak, jika sig. > α, maka Ho diterima.
Berdasarkan tabel model summary diperoleh variabel pengetahuan lingkungan
(X1) dan status sosial (X2) terhadap perilaku lingkungan (Y) dengan nilai
correlation sebesar 0,392 (positif lemah atau searah lemah), Koefisien
Determinasi (R2) sebesar 0,154%, nilai sig.FChange= 0,004, untuk nilai α (alpha) =
0,05. Setelah membandingkan nilai sig.Fchange dengan α , maka nilai sig.FChange < α
 0,004 < 0,025, artinya ada hubungan antara pengetahuan lingkungan (X1) dan
status sosial (X2) dengan perilaku lingkungan (Y)  Hipotesis Alternatif (Ha)
diterima atau Hipotesis Nol (Ho) ditolak, hasil penelitian sejalan dengan
rumusan hipotesis penelitian ketiga.
PEMBAHASAN
Hubungan Pengetahuan Lingkungan dengan Perilaku Lingkungan pada
pengrajin Bata Merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota
Banjar Provinsi Jawa Barat.
Adanya hubungan pengetahuan terhadap perilaku lingkungan dimungkinkan
karena pertama faktor internal responden dalam memperoleh pengetahuan tentang
lingkungan, diantaranya: walaupun tingkat pendidikan masih rendah 87,10%
tamat SD/Sederajat, rata-rata pemahaman responden terhadap lingkungan dengan
nilai cukup sebanyak 78,58%, namun informasi dan pengalaman terkait dengan
pengetahuan lingkungan sedikitnya memberikan masukan pemikiran dan
sekaligus diaplikasikan secara tradisional, responden termasuk dalam katagori
penduduk miskin dengan penghasilan di bawah patokan Bank Dunia sebesar 2 $
US perhari per kapita sebanyak 64,3%, ketidakpedulian terhadap tingkat
pendidikan sangat dimungkinkan, karena mereka beranggapan hanya cukup
menjaga kemampuan teknis atau ketarampilan saja bagaimana berperan sebagai
pengrajin bata merah yang produktif, kedua faktor eksternal seluruh kondisi yang
ada disekitar responden termasuk sistem sosial budaya. Kondisi tersebut sejalan
dengan
paparan
Wawan
dan
Dewi
(2010:16-18)
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi pengetahuan terdiri dari: faktor internal meliputi pendidikan,
pekerjaan dan lingkungan, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan dan
sosial budaya, namun paparan berbeda disampaikan oleh Jalaludin (2013:87),
menyatakan bahwa proses memperoleh pengetahuan terkesan sangat sederhana,
mulai dari pengamatan terhadap gejala alam atau peristiwa yang terjadi disekitar,
kemudian dicari hubungan sebab akibat, lalu diambil kesimpulan.
Adanya hubungan aspek pengetahuan dengan perilaku ditunjukkan pula oleh
hasil penelitian Lidjin Aulia (2014:104) meneliti hubungan antara pengetahuan
tentang kesehatan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan MCK
Program PNPM Mandiri Perdesaan, hasil penelitian Doni Kosdiansah (2014:161)
yang meneliti hubungan antara pengetahuan tentang program keluarga berencana
dengan keberhasilan program keluarga berencana di wilayah pesisir dan hasil
penelitian Nana Iskandar (2014:66) meneliti hubungan antara pengetahuan ibu
rumah tangga tentang pengelolaan sampah dengan perilaku ibu rumah tangga
dalam pengelolaan sampah.
Kemiripan atau kesamaan hasil penelitian tentang pengetahuan dengan
perilaku seseorang dapat dipahami karena terkait dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku individu dan dimana mereka berada, artinya masingmasing individu memiliki pembawaan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
disebut heredity dan mereka hidup dalam lingkungan manusia, lingkungan benda
dan lingkungan geografis yang tentunya sangat heterogen atau berbeda-beda,
secara teoritis memperkuat pendapat Heri Purwanto (1999:17-18) yang
menyatakan bahwa pengaruh keturunan dan lingkungan terhadap ciri-ciri perilaku
individu dapat dipaparkan secara nyata.
Tingkat perilaku lingkungan pengrajin bata merah katagori cukup (interval
nilai perilaku (77,17-106,81) sangat dominan sebesar 70% dan dan katagori
kurang (interval nilai perilaku < 77,17) sebesar 20%
menunjukkan bahwa
perilaku lingkungan pengrajin bata merah masih perlu dilakukan upaya
peningkatan perilaku lingkungan kearah lebih baik dengan memenuhi kriteria
pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup. Upaya perbaikan kondisi
lingkungan pengrajin bata merah menurut hemat peneliti telah banyak
diupayakan, misalnya dengan mewujudkan kesepakatan waktu secara bersamaan
membakar bata, penyimpanan bata mentah dengan memperhitungkan sirkulasi
udara dan pencahayaan dan telah mengurangi penggalian tahan untuk bahan bata
di pekarangan serta bekas galian telah mulai di tutup kembali sehingga
mengurangi genangan dikala hujan turun, namun karena kurangnya faktor
pendorong/reinforcing factors akhirnya konsistensi keberlangsungan upaya
menghadapi kebuntuan atau stagnan.
Aspek perilaku terkait dengan perolehan pengetahuan tentang lingkungan
hidup mengindikasikan bahwa perolehan pengetahuan tentang lingkungan sangat
terbatas, diperoleh secara alamiah dengan memanfaatkan pengalaman seseorang
serta informasi dari media elektronik (TV). Hasil penelitian memberikan
penguatan pada pendapat Budiman dan Agus Ryanto (2013:4-7) bahwa
pengetahuan
diantaranya
dipengaruhi
oleh
informasi/media
massa
dan
pengalaman belajar.
Hubungan antara Status Sosial dengan Perilaku Lingkungan pada pengrajin
Bata Merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar
Provinsi Jawa Barat
Tidak adanya hubungan antara status sosial dengan perilaku lingkungan
merupakan hasil penelitian yang berbeda dengan rumusan hipotesis kedua.Hasil
peneltian tersebut memberikan informasi bahwa kondisi sosial yang ada tidak
memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku lingkungan, walaupun secara
teoritis, status sosial terhadap perilaku lingkungan dapat memberi warna pada jiwa
manusia yang hidup didalamnya, pengaruh lingkungan pada individu meliputi dua
sasaran yaitu lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosial dan
lingkungan membuat wajah budaya bagi individu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkatan status sosial pengrajin bata
merah dominan adalah sedang (interval status sosial 54,44-81,22) sebesar 77,15 %
dan tingkatan rendah (interval status sosial <54,44 ) sebesar 10%. Artinya status
sosial pengrajin bata merah sebagian besar berada pada tingkatan cenderung
merata atau homogen kisaran sebesar 87,15% pada tingkatan sedang. Dapat pula
ditunjukkan dari hasil penelitian terhadap penghasilan yang diterima secara
merata berada pada katagori miskin dan cenderung miskin sebesar 75,7% artinya
memiliki setetaraan dalam status sosial, hampir merata kondisi sosialnya diantara
para pengrajin bata merah.
Hasil penelitian hubungan antara status sosial dengan perilaku, ditunjukkan
pula oleh hasil penelitian Doni Kosdiansah (2014:164), meneliti hubungan antara
tingkat kesejahteraan dengan keberhasilan program keluarga berencana di wilayah
pesisir, walaupun hasil penelitiannya berbeda, namun demikian perbedaan hasil
penelitian teryata memperkuat argumentasi Rachmad K. Dwi Susilo ( 2012:45)
bahwa sifat reratif dari lingkungan sangat ditentukan oleh dua faktor lain,
pertama, intensitas interaksi antar manusia dengan lingkungan dan kedua, bentuk
kebudayaan yang dominan dalam masyarakat dan inilah yang menyebabkan
mengapa dalam lingkungan dengan karakter fisik sama tetapi mampu
menghasilkan bentuk budaya berbeda.
Memperhatikan tingkat status sosial pengrajin bata merah sebesar 87,15%
pada tingkatan sedang, mengkonfirmasi masih perlu dilakukan upaya peningkatan
keberfungsian sosial individu atau kelompok kecil pengrajin bata merah,
senyatanya telah dilakukan berbagai upaya diantaranya membebaskan biaya
pendidikan sampai tingkat sekolah menengah dan pelayanan kesehatan dasar
sampai tingkat rujukan, memberikan bantuan usaha kecil, itu salah satu contoh
penerapan kebijakan sosial untuk masyarakat, upaya tersebut sejalan dengan
prinsip Negara kesejahteraan seperti di paparkan oleh Lufhy J. Kurniawan dkk
(2014:61-63) bahwa kebijakan sosial pada prinsipnya berkaitan dengan
pembangunan sosial dan pembangunan kesejahteraan melalui kebijakan dan
program yang bermatra pelayanan sosial, penyembuhan sosial, perlindungan
sosial dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan kondisi tingkat status sosial
yang ada dimungkinkan intervensi sosial dapat dilakukan kelompok kecil
pengrajin bata merah, seperti dikemukakan oleh Isbandi Rukminto Adi (2013:184)
bahwa intervensi sosial pada kelompok kecil yaitu agen perubah berupaya
menfasilitasi anggota kelompok untuk terlibat secara aktif dalam proses
pemecahan masalah melalui kelompok, pertama melalui perspektif berorientasi
penyembuhan, kedua perspektif resiprokal (transisional), ketiga perspektif tujuan
sosial. Oleh karena itu memperhatikan tingkat kehomogenan dalam status sosial
sangat dimungkinkan tidak berpengaruh terhadap perilaku lingkungannya, karena
mereka telah terbiasa hidup dalam tataran yang sederajat dan perilakunya tidak
pernah ada yang mengintervensi secara intensif sehingga sudah dianggap biasa
dan tidak dipermasalahkan.
Hubungan antara Pengetahuan Lingkungan dan Status Sosial dengan
Perilaku Lingkungan pada Pengrajin Bata Merah di Desa Sinartanjung
Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat
Lemahnya dua variabel bebas, baik pengetahuan lingkungan dan status sosial
untuk mempengaruhi satu variabel terikat perilaku lingkungan pada pengrajin bata
merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa
Barat, mengkonfirmasi dan menguatkan perlunya di teliti lebih lanjut variabel
lain, manakah yang dipandang berpengaruh lebih besar terhadap perilaku
lingkungan, karena memang faktor penentu atau determinan perilaku manusia
sulit untuk dibatasi, karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal. Soekidjo Notoatmodjo (2010:72) mengemukakan
bahwa
perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala
kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi,
sikap dsb. Namun demikian sulit untuk dibedakan atau disimpulkan gejala
kejiwaan yang mana menentukan perilaku seseorang, karena gejala kejiwaan
dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya faktor pengalaman, kenyakinan,
lingkungan fisik, utamanya sarana dan prasarana, sosio budaya masyarakat yang
terdiri dari kebiasaan, tradisi, adat istiadat dsb.
Adanya hubungan dua variabel bebas dengan satu variabel terikat, meneliti
aspek pengetahuan, sosial dan perilaku ditunjukkan pula oleh hasil penelitian
Lidjin Aulia (2014:107-109) meneliti hubungan antara pengetahuan tentang
kesehatan dan motivasi hidup sehat dengan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan MCK Program PNPM Mandiri Perdesaan, hasil penelitian Doni
Kosdiansah (2014:166-169) meneliti hubungan antara pengetahuan tentang
program keluarga berencana dan tingkat kesejahteraan dengan keberhasilan
program keluarga berencana di wilayah pesisir dan Nana Iskandar (2014:66)
meneliti hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga tentang pengelolaan
sampah dan motivasi hidup sehat dengan perilaku ibu rumah tangga dalam
pengelolaan, walaupun berbeda dalam tingkat kekuatan hubungannya.
Persamaan maupun perbedaan hasil penelitian tentang pengetahuan dan
status sosial dengan perilaku seseorang dapat dipahami karena terkait dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu dan dimana mereka berada
sangat kompleks. Teori Lawrence Green dalam Soekidjo Notatmodjo (2005:5960) menyebutkan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu:
faktor predisposisi yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang,
antara lain: pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dsb.,
faktor pemungkin yaitu faktor yang memfasilitasi perilaku atau tindakan, antara
lain: sarana dan prasarana, keterjangkauan, uang,dsb.,dan faktor penguat yaitu
faktor yang mendorong terjadinya perilaku, antara lain: tokoh masyarakat, petugas
kesehatan, pendidik dsb.
Keterbatasan penelitian ini dikarenakan kurangnya peneliti mendalami
tentang modal sosial, menurut Amsberg (2002) dalam Karyanto (2010) bahwa
modal sosial sebagai struktur sosial yang dapat memfasilitasi koordinasi dan
kerjasama yang kemudian dapat mengarahkan pada aktivitas kolektif tertentu, dan
dapat menjamin aksesibilitas atas sumber daya dan kesempatan melalui ikatan
sosial yang ada melalui koordinasi dan kerjasama dalam struktur sosialnya
sehingga memunculkan karakteristik masyarakat dengan tipologi sosial yang khas.
Perubahan perilaku lingkungan pengrajin bata merah kearah yang lebih baik
tentunya perlu diupayakan oleh berbagai fihak, karena perubahan itu sendiri dapat
bersifat alamiah, terencana dan adanya kesediaan untuk berubah, oleh karena itu
strategi untuk mencapai perubahan perilaku lingkungan dapat dilakukan dengan
menggunakan kekuatan, baik secara fisik maupun psikis, menggunakan kekuatan
peraturan atau hukum dan pendidikan. Namun demikian
melalui pendidikan
dipandang sebagai upaya merubah perilaku seseorang sampai perubahan perilaku
tersebut menyadari manfaatnya, karena bila hal itu terjadi, maka perubahan
perilaku tersebut biasanya bertahan lama bahkan cenderung lestari.
SIMPULAN
Pertama, ada hubungan antara Pengetahuan Lingkungan dengan perilaku
lingkungan (sig.=0,003), kedua tidak ada hubungan antara status sosial dan
perilaku lingkungan (Sig.=0,070), ketiga ada hubungan antara pengetahuan
lingkungan dan status sosial dengan perilaku lingkungan pengrajin bata merah di
Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat
dengan Sig.FChange= 0,004 dan nilai correlation =0,392 (positif lemah) dan nilai
koefisien determinasi (KD) sebesar 0,154 % sisanya 99,85% dipengaruhi oleh
faktor lain, diluar variabel pengetahuan lingkungan dan status sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Isbandi Rukminto.(2013). Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial,
Pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan), Jakarta: PT.RajaGrafindo
Persada.
Budiman dan Agus Riyanto (2013). Kapita Selekta Kuesioner, Jakarta: Salemba
Medika.
Jalaluddin (2013). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT.RadjaGrafindo
Persada.
Karyanto Puguh.(2010) Membangun Perilaku Masyarakat Arif Lingkungan,
Bahan Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS, Program Studi
Pendidikan Biologi Universitas Sebelas Maret.
Kurniawan J.Lutfhi,dkk.(2014) Negara Kesejahteraan dan Pelayanan Sosial,
Malang: Instrans Publishing.
Notoatmodjo Soekidjo,(2005). Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Purwato Heri, (1999). Pengantar Perilaku Manusia. Jakarta : EGC
Siregar Syofian, Metodologi Penelitian Kuantitatif. (2013). Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Soekamto Soerjono, (2013), Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT.
RajaGrafindo Persada.
Wawan A dan Dewi M, (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta.: Nuha Medika
RIWAYAT HIDUP
FENTY ROSMALA lahir di Ciamis, 24 April 1974 dengan alamat : Jln Rancah
Cisaga Kota Nomor 26 Kabupaten Ciamis. Riwayat pendidikan, SDN 1 Cisaga,
Lulus Tahun 1986, SMPN 1 Cisaga, Lulus Tahun 1989, SMAN 3 Ciamis Lulus
Tahun 1992, Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya Lulus Tahun
1997 dan tercatat sebagai mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Universitas Siliwangi Tasikmalaya pada
Tahun 2013.
Download