HUBUNGAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN DAN STATUS SOSIAL DENGAN PERILAKU LINGKUNGAN (Studi pada Pengrajin Bata Merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat) THE RELATIONSHIP BETWEEN ENVIRONMENTAL KNOWLEDGE AND SOCIAL STATUS WITH ENVIRONMENTAL BEHAVIOUR (The Study on Red Brick Workers in Sinartanjung Village, Subdistrict Pataruman, Banjar City, West of Java Province) Fenty Rosmala1, Purwati Kuswarini2, Hj Nani Ratnaningsih3, [email protected] Program Studi Pendidikan dan Lingkungan Hidup (PKLH) Program Pascasarjana Universitas Siliwangi Tasikmalaya ABSTRACT This study aims to analyze the relationship between knowledge environmental with environmental behavior, to analyze between the relationship social status with environmental behavior and to analyze the relationship between environmental knowledge and social status with environmental behavior on red brick workers. This research was done implemented in Sinartanjung village, Subdistrict of Pataruman, Banjar City West of Java Province. The population a totaly 235 red brick workers with sample a totaly 70 red brick workers by using a simple random. The research method used is quantitative description with the technique of collecting the data by questionnaire, observation, interview, the study of documentation, and the study of literature with the technique of processing the data by using simple correlation analysis, fold correlation, and doubled linear regression that helped by software SPSS for window version 21. The research result shows that, (1) There was a relationship between environmental knowledge with environmental behaviour on red brick workers Sig.(0,003) < α (0,025), (2) There was not a relationship between social status with Environmental behaviour on red brick workers Sig.(0,070 > α (0,025). (3) there was a relationship between Environmental Knowledge and Social Status with the environmental behavior on the red brick workers Sig.F.Change (0,004) < α (0,025), strong of correlation (r) =0,393 (positive low), and determination coefficient 99,85% from the other factors. Key word: Environmental behavior, Environmental knowledge, Social status, the red brick workers 1 Student the Program of Postgraduate of Population and Environment Education, Siliwangi University ,Tasikmalaya. Doctor and Magister Sains, Siliwangi University, Tasikmalaya 3 Doctor and Magister Education, Siliwangi University, Tasikmalaya 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan anara pengetahuan lingkungan dengan perilaku lingkungan, menganalisis hubungan antara status sosial dengan perilaku lingkungan dan menganalisis hubungan antara pengetahuan lingkungan dan status sosial dengan perilaku lingkungan pada pengrajin bata merah. Penelitian dilaksanakan di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat. Populasi penelitian berjumlah 235 pengrajin bata merah dengan sampel berjumlah 70 pengrajin bata merah, diambil berdasarkan random sederhana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi kuantiatif dengan teknik pengumpulan data melalui kuesioner, observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi literatur dengan teknik pengolahan data melalui analisis korelasi sederhana, korelasi ganda dan regresi linier berganda dengan bantuan software SPSS for window version 21. Hasil penelitian menunjukkan, (1).Ada hubungan antara pengetahuan lingkungan dengan perilaku lingkungan pada pengrajin bata merah (Sig.(0,003) < α (0,025), (2). Tidak ada hubungan antara status sosial dengan perilaku lingkungan pada pengrajin bata merah (Sig.(0,70) > α (0,025) (3). Ada hubungan antara pengetahuan lingkungan dan status sosial dengan perilaku lingkungan pada pengrajin bata merah (Sig.FChange (0,004) < α (0,025), kekuatan hubungannya (r) =0,393 (positif-lemah atau searah-lemah) dengan koefisien determinasi sebesar 0,154% sisanya 99,85% dari faktor lain. Kata kunci: Perilaku Lingkungan, Pengetahuan Lingkungan, status sosial, pengrajin bata merah. PENDAHULUAN Masalah lingkungan dapat terjadi karena adanya drivng force atau faktor penggerak yang mendorong individu memunculkan pressure atau perilaku lingkungan,. Faktor penggerak perilaku individual maupun yang terlembagakan dalam masyarakat terkait perilaku pengelolaan lingkungan merupakan respon logis dari capacity dan incentive yang dimiliki.(Karyanto Puguh,2010). Pengetahuan merupakan salah satu kapabilitas individu disamping keterampilan dan sikap sebagai modal manusia dalam capacity, memungkinkan seseorang berkiprah dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat, bekerja dan hidup dalam suatu kelompok secara kreatif, berinisiatif, berempati serta memiliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal hidup di masyarakat, pengetahuan yang memadai dapat mewujudkan kesiapan mental dan kecenderungan untuk berperilaku positif terhadap lingkungan, sebaliknya, pengetahuan tentang lingkungan hidup yang kurang memadai dapat berakibat munculnya sikap kekuranganpedulian terhadap lingkungan hidup. Modal manusia sebagai mahkluk sosial atau berhubungan dengan profil sosial masyarakat tertentu dikenal sebagai modal sosial, menurut Amsberg (2002) dinyatakan sebagai struktur sosial yang dapat memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang kemudian dapat mengarahkan pada aktivitas kolektif tertentu serta dapat menjamin aksesibilitas atas sumber daya dan kesempatan melalui ikatan sosial. Soekamto Soerjono (2013-210) mengenalkan dengan istilah kedudukan (status) sosial yakni tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise dan hakhak serta kewajibannya3. Status sosial dan peranan sosial tak dapat dipisahkan, karena yang satu tergantung sama yang lainya, tak ada status tanpa peranan atau peranan tanpa status, peranan berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya, dan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatankesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya, peranan mengatur perilaku seseorang dan dapat pula meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang dalam lingkungannnya. Kepercayaan terhadap ketokohan dapat menggiring kepatuhan, sehingga setiap program lingkungan yang direncanakan dapat terlaksana dengan konflik yang minimal. Oleh karena itu secara umum modal sosial dapat berperan sebagai salah satu pelumas dalam berperilaku lingkungan melalui pembentukan status sosialnya. Pengrajin bata merah merupakan bentuk upaya atau aktivitas manusia beradaptasi dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kelangsungan kehidupannya, namun dalam perkembangannya desakan kebutuhan untuk memenuhi mata pencaharian sebagai penrajin tersebut ternyata diwujudkan dalam suatu perilaku atau tindakan yang selalu berhadapan dengan kondisi lingkungan hidup, tercermin pada perilaku upaya penataan lingkungan agar terjadi keseimbangan ekosistem semakin langka dilakukan, sehingga kondisi lingkungan hidup yang nyaman, menyenangkan, berkecukupan dan asri semakin jauh dari yang di harapkan bahkan kini telah menjadi sumber kegelisahan dan kecemasan di lingkungan masyarakatnya sendiri. menurut Karyanto (2010) perilaku lingkungan tersebut dipengaruhi faktor secara internal meliputi modal financial, sarana prasarana, modal alam, modal manusia (pengetahuan dan sikap) dan modal sosial, oleh karena itu penulis berkeinginan mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut terhadap perilaku lingkungan pengrajin bata merah sehingga mengakibatkan kondisi lingkungan hidup tidak terasa aman, nyaman dan asri. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan lingkungan dengan perilaku lingkungan, hubungan status sosial dengan perlaku lingkuan dan hubungan pengetahuan lingkungan dan status sosial dengan perilaku lingkungan pada pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk rancangan atau desain studi untuk menguji hipotesis kausal dengan populasi sebanyak 235 pengrajin bata merah dan besarnya sampel setelah melalui perhitungan dengan menggunakan rumus Solvin tersebut adalah 70 orang. Teknik sampling yang dipergunakan adalah random sederhana karena dianggap populasi bersifat homogen. Paradigma penelitian dapat digambarkan sebagai paradigma ganda dengan dua variabel bebas dan satu variabel terikat dengan konsep korelasi berganda. Teknik analisa data bersifat deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran katagori atau tingkatan hasil pengukuran pengetahuan lingkungan, status sosial dan perilaku lingkungan. Teknik analisis korelasi sederhana untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan perilaku lingkungan, menganalisis hubungan status sosial dengan perilaku lingkungan, sedangkan teknik analisis korelasi ganda dan regresi dilakukan untuk menganalisis hubungan pengetahuan lingkungan dan status sosial dengan perilaku lingkungan. Nilai korelasi yang diperoleh selanjutnya diinterpretasikan pada tingkat korelasi dan kekuatan hubungan seperti tercantum dalam tabel 1 berikut. Tabel 1 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan No Nilai Korelasi Tingkat Hubungan 1 0,00 – 0,199 Sangat Lemah 2 0,20 – 0,399 Lemah 3 0,40 – 0,599 Cukup 4 0,60 – 0,799 Kuat 5 0,80 – 1,000 Sangat Kuat (Syofian Siregar, 2013:251-252) Seluruh pengolahan data, baik analisis korelasi sederhana, korelasi ganda maupun regresi menggunakan bantuan software SPSS for Window version 21 . HASIL PENELITIAN Usia responden terbesar pertama mencapai 24 orang atau 34,3 % usia 40-44 Tahun, kedua mencapai 18 orang atau 25,7 % usia 35-39 tahun dan ketiga mencapai 12 orang atau 17,1 % usia 45-49 tahun, keempat mencapai 7 orang atau 10% usia 25-29 tahun. Komposisi usia terbanyak 25-44 tahun mengindikasikan bahwa responden termasuk pada kelompok usia produktif dan komposisi usia sedikit 20-24 tahun dan usia 50 tahun keataas termasuk kelompok belum produktif dan cenderung kurang/tidak produktif. Tingkat pendidikan responden sebagian besar berpendidikan SD/Sederajat mencapai 61 orang atau 87,1% dan berpendidikan SMP/Sederajat mencapai 9 orang atau 12,9 %, pendidikan responden tergolong rendah, masih jauh tertinggal apabila di kaitkan dengan peraturan pemerintah yang mewajibkan belajar selama dua belas tahun atau setingkat SMA/Sederajat. Penghasilan responden sebagian besar responden 45 orang atau 64,3 % kurang dari 60 dollar US perkapita perbulan dan berpenghasilan pada ambang batas dan di atas batas kemiskinan lebih dari 60 dolar US perkapita perbulan sebanyak 25 orang atau 35,7% sebagaimana patokan kemiskinan dari Bank Dunia, memberikan informasi bahwa masih terdapat penduduk berkatagori miskin. Hasil pengkatagorian pengetahuan lingkungan, status sosial dan perilaku sosial pengrajin bata merah dapat dilihat pada tabel 1, 2 dan tabel 3 berikut. Tabel 2 Pengkatagorian Pengetahuan Lingkungan No Interval 1 2 3 >24,02 18,86 - 24,02 < 18,86 No Interval 1 2 3 >81,22 54,44- 81,22 < 54,44 Katagori Frekwensi Baik 4 Cukup 55 Kurang 11 Jumlah 70 Hasil penelitian Tahun 2015 Tabel 3 Pengkatagorian Status Sosial Katagori Tinggi Sedang Rendah Jumlah Frekwensi 9 54 7 70 Prosentase (%) 5,71 78,58 15,71 100 Prosentase (%) 12,85 77,15 10,00 100 Hasil penelitian Tahun 2015 Tabel 4 Pengkatagorian Perilaku Lingkungan No Interval 1 2 3 >106,81 77,17 – 106,81 < 77,17 Katagori Baik Cukup Kurang Jumlah Frekwensi 7 49 14 70 Prosentase (%) 10,00 70,00 20,00 100 Hasil Penelitian Tahun 2015 Hipotesis pertama (Variabel X1 dengan Y) yang diajukan adalah “ada hubungan antara pengetahuan lingkungan (X1) dengan perilaku lingkungan (Y) pada pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat”, artinya menerima hipotesis alternatif (Ha) atau menolak hipotesis Nol (H0) dengan kriteria keputusannya : Jika sig. < α, maka Ho ditolak, jika sig. > α, maka Ho diterima. Adapun kekuatan hubungannya dapat ditunjukkan oleh pearson correlation dan dibandingkan dengan tingkat korelasi dan kekuatan hubungan (lihat tabel 1). Tabel 4 Correlations menyajikan data hasil analisis Hipotesis pertama dan hipotesis kedua, sedangkan Tabel 5 Model Summary menyajikan data hasil analisis hipotesis ketiga. Tabel 4 dan Tabel 5 dapat dilihat seebagai berikut. Tabel 4 Correlation Pengetahuan Lingkungan 1 Pearson Correlation Sig.(2-tailed) N 70 Pearson Correlation ,115 Status Sosial Sig.(2-tailed) ,341 N 70 Pearson Correlation ,349 Perilaku Sig.(2-tailed) 0,003 Lingkungan N 70 Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed) Pengetahuan Lingkungan Status Sosial ,115 ,341 70 1 Perilaku Lingkungan ,349 ,003 70 ,218 ,070 70 1 70 ,218 ,070 70 70 Tabel 5 Model Summary Model R R Square 1 ,393 ,154 Adjusted R Square Std.Error of the Estimate ,129 13,832 Change Statistics R Square Change F Change Df 1 Df2 Sig.F Change ,154 6,091 2 67 ,004 Predictor (constant), STATUS SOSIAL,PENGETAHUAN LINGKUNGAN Hipotesis pertama Variabel (X1) dengan (Y) yang diajukan adalah “ada hubungan antara Pengetahuan lingkungan (X1) dengan perilaku lingkungan (Y) pada pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat”, artinya menerima hipotesis alternatif (Ha) atau menolak hipotesis Nol (H0) dengan kriteria keputusannya : Jika sig. < α, maka Ho ditolak, jika sig. > α, maka Ho diterima. Berdasarkan tabel 4 correlations diperoleh variabel pengetahuan lingkungan (X1) terhadap perilaku lingkungan (Y) dengan nilai sig. = 0,003, nilai α (alpha) menggunakan dua sisi, maka α/2 nilai α =0,05/2 = 0,025. Setelah membandingkan nilai sig dengan α , maka nilai sig < α 0,003 < 0,025 artinya ada hubungan antara pengetahuan lingkungan (X1) dengan perilaku lingkungan (Y) hipotesis alternatif (Ha) diterima atau Hipotesis Nol (Ho) ditolak, hasil penelitian sejalan dengan rumusan hipotesis penelitian pertama. Hipotesis kedua (Variabel X2 dengan (Y) yang diajukan adalah “ada hubungan antara status sosial (X2) dengan perilaku lingkungan (Y) pada pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat”, artinya menerima hipotesis alternatif (Ha) atau menolak hipotesis Nol (H0) dengan kriteria keputusannya : Jika sig. < α, maka Ho ditolak, jika sig. > α, maka Ho diterima. Berdasarkan tabel correlations diperoleh variabel status sosial (X2) terhadap perilaku lingkungan (Y) dengan nilai sig. = 0,070, nilai α (alpha) menggunakan dua sisi, maka α/2 nilai α =0,05/2 = 0,025. Setelah membandingkan nilai sig dengan α , maka nilai sig. > α 0,070 > 0,025, artinya tidak ada hubungan antara status sosial (X2) dengan perilaku lingkungan (Y) Hipotesis Alternatif (Ha) ditolak atau Hipotesis Nol (Ho) diterima, hasil penelitian tidak sejalan atau bertolak belakang dengan rumusan hipotesis penelitian kedua. Hipotesis ketiga (Variabel X1 dan X2 dengan Y) yang diajukan adalah “ada hubungan antara pengetahuan lingkungan (X1) dan status sosial (X2) dengan perilaku lingkungan (Y) pada pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat”, artinya menerima hipotesis alternatif (Ha) atau menolak hipotesis Nol (H0) dengan kriteria keputusannya : Jika sig. < α, maka Ho ditolak, jika sig. > α, maka Ho diterima. Berdasarkan tabel model summary diperoleh variabel pengetahuan lingkungan (X1) dan status sosial (X2) terhadap perilaku lingkungan (Y) dengan nilai correlation sebesar 0,392 (positif lemah atau searah lemah), Koefisien Determinasi (R2) sebesar 0,154%, nilai sig.FChange= 0,004, untuk nilai α (alpha) = 0,05. Setelah membandingkan nilai sig.Fchange dengan α , maka nilai sig.FChange < α 0,004 < 0,025, artinya ada hubungan antara pengetahuan lingkungan (X1) dan status sosial (X2) dengan perilaku lingkungan (Y) Hipotesis Alternatif (Ha) diterima atau Hipotesis Nol (Ho) ditolak, hasil penelitian sejalan dengan rumusan hipotesis penelitian ketiga. PEMBAHASAN Hubungan Pengetahuan Lingkungan dengan Perilaku Lingkungan pada pengrajin Bata Merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat. Adanya hubungan pengetahuan terhadap perilaku lingkungan dimungkinkan karena pertama faktor internal responden dalam memperoleh pengetahuan tentang lingkungan, diantaranya: walaupun tingkat pendidikan masih rendah 87,10% tamat SD/Sederajat, rata-rata pemahaman responden terhadap lingkungan dengan nilai cukup sebanyak 78,58%, namun informasi dan pengalaman terkait dengan pengetahuan lingkungan sedikitnya memberikan masukan pemikiran dan sekaligus diaplikasikan secara tradisional, responden termasuk dalam katagori penduduk miskin dengan penghasilan di bawah patokan Bank Dunia sebesar 2 $ US perhari per kapita sebanyak 64,3%, ketidakpedulian terhadap tingkat pendidikan sangat dimungkinkan, karena mereka beranggapan hanya cukup menjaga kemampuan teknis atau ketarampilan saja bagaimana berperan sebagai pengrajin bata merah yang produktif, kedua faktor eksternal seluruh kondisi yang ada disekitar responden termasuk sistem sosial budaya. Kondisi tersebut sejalan dengan paparan Wawan dan Dewi (2010:16-18) bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan terdiri dari: faktor internal meliputi pendidikan, pekerjaan dan lingkungan, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan dan sosial budaya, namun paparan berbeda disampaikan oleh Jalaludin (2013:87), menyatakan bahwa proses memperoleh pengetahuan terkesan sangat sederhana, mulai dari pengamatan terhadap gejala alam atau peristiwa yang terjadi disekitar, kemudian dicari hubungan sebab akibat, lalu diambil kesimpulan. Adanya hubungan aspek pengetahuan dengan perilaku ditunjukkan pula oleh hasil penelitian Lidjin Aulia (2014:104) meneliti hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan MCK Program PNPM Mandiri Perdesaan, hasil penelitian Doni Kosdiansah (2014:161) yang meneliti hubungan antara pengetahuan tentang program keluarga berencana dengan keberhasilan program keluarga berencana di wilayah pesisir dan hasil penelitian Nana Iskandar (2014:66) meneliti hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga tentang pengelolaan sampah dengan perilaku ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah. Kemiripan atau kesamaan hasil penelitian tentang pengetahuan dengan perilaku seseorang dapat dipahami karena terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu dan dimana mereka berada, artinya masingmasing individu memiliki pembawaan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa disebut heredity dan mereka hidup dalam lingkungan manusia, lingkungan benda dan lingkungan geografis yang tentunya sangat heterogen atau berbeda-beda, secara teoritis memperkuat pendapat Heri Purwanto (1999:17-18) yang menyatakan bahwa pengaruh keturunan dan lingkungan terhadap ciri-ciri perilaku individu dapat dipaparkan secara nyata. Tingkat perilaku lingkungan pengrajin bata merah katagori cukup (interval nilai perilaku (77,17-106,81) sangat dominan sebesar 70% dan dan katagori kurang (interval nilai perilaku < 77,17) sebesar 20% menunjukkan bahwa perilaku lingkungan pengrajin bata merah masih perlu dilakukan upaya peningkatan perilaku lingkungan kearah lebih baik dengan memenuhi kriteria pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup. Upaya perbaikan kondisi lingkungan pengrajin bata merah menurut hemat peneliti telah banyak diupayakan, misalnya dengan mewujudkan kesepakatan waktu secara bersamaan membakar bata, penyimpanan bata mentah dengan memperhitungkan sirkulasi udara dan pencahayaan dan telah mengurangi penggalian tahan untuk bahan bata di pekarangan serta bekas galian telah mulai di tutup kembali sehingga mengurangi genangan dikala hujan turun, namun karena kurangnya faktor pendorong/reinforcing factors akhirnya konsistensi keberlangsungan upaya menghadapi kebuntuan atau stagnan. Aspek perilaku terkait dengan perolehan pengetahuan tentang lingkungan hidup mengindikasikan bahwa perolehan pengetahuan tentang lingkungan sangat terbatas, diperoleh secara alamiah dengan memanfaatkan pengalaman seseorang serta informasi dari media elektronik (TV). Hasil penelitian memberikan penguatan pada pendapat Budiman dan Agus Ryanto (2013:4-7) bahwa pengetahuan diantaranya dipengaruhi oleh informasi/media massa dan pengalaman belajar. Hubungan antara Status Sosial dengan Perilaku Lingkungan pada pengrajin Bata Merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat Tidak adanya hubungan antara status sosial dengan perilaku lingkungan merupakan hasil penelitian yang berbeda dengan rumusan hipotesis kedua.Hasil peneltian tersebut memberikan informasi bahwa kondisi sosial yang ada tidak memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku lingkungan, walaupun secara teoritis, status sosial terhadap perilaku lingkungan dapat memberi warna pada jiwa manusia yang hidup didalamnya, pengaruh lingkungan pada individu meliputi dua sasaran yaitu lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosial dan lingkungan membuat wajah budaya bagi individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkatan status sosial pengrajin bata merah dominan adalah sedang (interval status sosial 54,44-81,22) sebesar 77,15 % dan tingkatan rendah (interval status sosial <54,44 ) sebesar 10%. Artinya status sosial pengrajin bata merah sebagian besar berada pada tingkatan cenderung merata atau homogen kisaran sebesar 87,15% pada tingkatan sedang. Dapat pula ditunjukkan dari hasil penelitian terhadap penghasilan yang diterima secara merata berada pada katagori miskin dan cenderung miskin sebesar 75,7% artinya memiliki setetaraan dalam status sosial, hampir merata kondisi sosialnya diantara para pengrajin bata merah. Hasil penelitian hubungan antara status sosial dengan perilaku, ditunjukkan pula oleh hasil penelitian Doni Kosdiansah (2014:164), meneliti hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan keberhasilan program keluarga berencana di wilayah pesisir, walaupun hasil penelitiannya berbeda, namun demikian perbedaan hasil penelitian teryata memperkuat argumentasi Rachmad K. Dwi Susilo ( 2012:45) bahwa sifat reratif dari lingkungan sangat ditentukan oleh dua faktor lain, pertama, intensitas interaksi antar manusia dengan lingkungan dan kedua, bentuk kebudayaan yang dominan dalam masyarakat dan inilah yang menyebabkan mengapa dalam lingkungan dengan karakter fisik sama tetapi mampu menghasilkan bentuk budaya berbeda. Memperhatikan tingkat status sosial pengrajin bata merah sebesar 87,15% pada tingkatan sedang, mengkonfirmasi masih perlu dilakukan upaya peningkatan keberfungsian sosial individu atau kelompok kecil pengrajin bata merah, senyatanya telah dilakukan berbagai upaya diantaranya membebaskan biaya pendidikan sampai tingkat sekolah menengah dan pelayanan kesehatan dasar sampai tingkat rujukan, memberikan bantuan usaha kecil, itu salah satu contoh penerapan kebijakan sosial untuk masyarakat, upaya tersebut sejalan dengan prinsip Negara kesejahteraan seperti di paparkan oleh Lufhy J. Kurniawan dkk (2014:61-63) bahwa kebijakan sosial pada prinsipnya berkaitan dengan pembangunan sosial dan pembangunan kesejahteraan melalui kebijakan dan program yang bermatra pelayanan sosial, penyembuhan sosial, perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan kondisi tingkat status sosial yang ada dimungkinkan intervensi sosial dapat dilakukan kelompok kecil pengrajin bata merah, seperti dikemukakan oleh Isbandi Rukminto Adi (2013:184) bahwa intervensi sosial pada kelompok kecil yaitu agen perubah berupaya menfasilitasi anggota kelompok untuk terlibat secara aktif dalam proses pemecahan masalah melalui kelompok, pertama melalui perspektif berorientasi penyembuhan, kedua perspektif resiprokal (transisional), ketiga perspektif tujuan sosial. Oleh karena itu memperhatikan tingkat kehomogenan dalam status sosial sangat dimungkinkan tidak berpengaruh terhadap perilaku lingkungannya, karena mereka telah terbiasa hidup dalam tataran yang sederajat dan perilakunya tidak pernah ada yang mengintervensi secara intensif sehingga sudah dianggap biasa dan tidak dipermasalahkan. Hubungan antara Pengetahuan Lingkungan dan Status Sosial dengan Perilaku Lingkungan pada Pengrajin Bata Merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat Lemahnya dua variabel bebas, baik pengetahuan lingkungan dan status sosial untuk mempengaruhi satu variabel terikat perilaku lingkungan pada pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat, mengkonfirmasi dan menguatkan perlunya di teliti lebih lanjut variabel lain, manakah yang dipandang berpengaruh lebih besar terhadap perilaku lingkungan, karena memang faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi, karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Soekidjo Notoatmodjo (2010:72) mengemukakan bahwa perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dsb. Namun demikian sulit untuk dibedakan atau disimpulkan gejala kejiwaan yang mana menentukan perilaku seseorang, karena gejala kejiwaan dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya faktor pengalaman, kenyakinan, lingkungan fisik, utamanya sarana dan prasarana, sosio budaya masyarakat yang terdiri dari kebiasaan, tradisi, adat istiadat dsb. Adanya hubungan dua variabel bebas dengan satu variabel terikat, meneliti aspek pengetahuan, sosial dan perilaku ditunjukkan pula oleh hasil penelitian Lidjin Aulia (2014:107-109) meneliti hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan dan motivasi hidup sehat dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan MCK Program PNPM Mandiri Perdesaan, hasil penelitian Doni Kosdiansah (2014:166-169) meneliti hubungan antara pengetahuan tentang program keluarga berencana dan tingkat kesejahteraan dengan keberhasilan program keluarga berencana di wilayah pesisir dan Nana Iskandar (2014:66) meneliti hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga tentang pengelolaan sampah dan motivasi hidup sehat dengan perilaku ibu rumah tangga dalam pengelolaan, walaupun berbeda dalam tingkat kekuatan hubungannya. Persamaan maupun perbedaan hasil penelitian tentang pengetahuan dan status sosial dengan perilaku seseorang dapat dipahami karena terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu dan dimana mereka berada sangat kompleks. Teori Lawrence Green dalam Soekidjo Notatmodjo (2005:5960) menyebutkan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: faktor predisposisi yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain: pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dsb., faktor pemungkin yaitu faktor yang memfasilitasi perilaku atau tindakan, antara lain: sarana dan prasarana, keterjangkauan, uang,dsb.,dan faktor penguat yaitu faktor yang mendorong terjadinya perilaku, antara lain: tokoh masyarakat, petugas kesehatan, pendidik dsb. Keterbatasan penelitian ini dikarenakan kurangnya peneliti mendalami tentang modal sosial, menurut Amsberg (2002) dalam Karyanto (2010) bahwa modal sosial sebagai struktur sosial yang dapat memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang kemudian dapat mengarahkan pada aktivitas kolektif tertentu, dan dapat menjamin aksesibilitas atas sumber daya dan kesempatan melalui ikatan sosial yang ada melalui koordinasi dan kerjasama dalam struktur sosialnya sehingga memunculkan karakteristik masyarakat dengan tipologi sosial yang khas. Perubahan perilaku lingkungan pengrajin bata merah kearah yang lebih baik tentunya perlu diupayakan oleh berbagai fihak, karena perubahan itu sendiri dapat bersifat alamiah, terencana dan adanya kesediaan untuk berubah, oleh karena itu strategi untuk mencapai perubahan perilaku lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan kekuatan, baik secara fisik maupun psikis, menggunakan kekuatan peraturan atau hukum dan pendidikan. Namun demikian melalui pendidikan dipandang sebagai upaya merubah perilaku seseorang sampai perubahan perilaku tersebut menyadari manfaatnya, karena bila hal itu terjadi, maka perubahan perilaku tersebut biasanya bertahan lama bahkan cenderung lestari. SIMPULAN Pertama, ada hubungan antara Pengetahuan Lingkungan dengan perilaku lingkungan (sig.=0,003), kedua tidak ada hubungan antara status sosial dan perilaku lingkungan (Sig.=0,070), ketiga ada hubungan antara pengetahuan lingkungan dan status sosial dengan perilaku lingkungan pengrajin bata merah di Desa Sinartanjung Kecamatan Pataruman Kota Banjar Provinsi Jawa Barat dengan Sig.FChange= 0,004 dan nilai correlation =0,392 (positif lemah) dan nilai koefisien determinasi (KD) sebesar 0,154 % sisanya 99,85% dipengaruhi oleh faktor lain, diluar variabel pengetahuan lingkungan dan status sosial. DAFTAR PUSTAKA Adi Isbandi Rukminto.(2013). Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan), Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Budiman dan Agus Riyanto (2013). Kapita Selekta Kuesioner, Jakarta: Salemba Medika. Jalaluddin (2013). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT.RadjaGrafindo Persada. Karyanto Puguh.(2010) Membangun Perilaku Masyarakat Arif Lingkungan, Bahan Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS, Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sebelas Maret. Kurniawan J.Lutfhi,dkk.(2014) Negara Kesejahteraan dan Pelayanan Sosial, Malang: Instrans Publishing. Notoatmodjo Soekidjo,(2005). Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Purwato Heri, (1999). Pengantar Perilaku Manusia. Jakarta : EGC Siregar Syofian, Metodologi Penelitian Kuantitatif. (2013). Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Soekamto Soerjono, (2013), Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada. Wawan A dan Dewi M, (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta.: Nuha Medika RIWAYAT HIDUP FENTY ROSMALA lahir di Ciamis, 24 April 1974 dengan alamat : Jln Rancah Cisaga Kota Nomor 26 Kabupaten Ciamis. Riwayat pendidikan, SDN 1 Cisaga, Lulus Tahun 1986, SMPN 1 Cisaga, Lulus Tahun 1989, SMAN 3 Ciamis Lulus Tahun 1992, Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya Lulus Tahun 1997 dan tercatat sebagai mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Universitas Siliwangi Tasikmalaya pada Tahun 2013.