PENGARUH IKLAN DAN BRAND TERHADAP KEPUTUSAN

advertisement
PENGARUH IKLAN DAN BRAND TERHADAP KEPUTUSAN
PEMBELIAN SEPEDA MOTOR SCOOPY DI PT. SUPRA
KENCANA SUKSES BATAM
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Diploma III
Oleh :
JULIUS
NIM. 11002771
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
AKADEMI AKUTANSI PERMATA HARAPAN BATAM
2016
1
2
ABSTRAK
PENGARUH IKLAN DAN CITRA MEREK TERHADAP KEPUTUSAN
PEMBELIAN SEPEDA MOTOR SCOOPY DI PT. SUPRA
KENCANA SUKSES BATAM
Julius
11002771
Dosen Pembimbing:
Letanli Ayu Susantri,S.Pd.,M.Pd.E
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iklan dan brand baik
secara parsial maupun simultan terhadap keputusan pembelian sepeda motor
Scoopy. Tipe penelitian yang digunakan total sampling terhadap 60 orang
responden. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas,
reliabilitas, regresi linier berganda, uji t, uji f, dan koefisien determinasi. Dari
hasil penelitian ini dinyatakan bahwa 1) terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan iklan terhadap keputusan pembelian dengan nilai sig 0.006 < 0.05. 2)
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan citra merek terhadap keputusan
pembelian dengan nilai sig 0.041 < 0.05. 3) terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan iklan dan brand terhadap keputusan pembelian dengan nilai sig 0.001 <
0.05. Berdasarkan penelitian ini, Honda sebagai pembuat sepeda motor Scoopy
berusaha untuk menciptakan iklan yang menarik diberbagai media secara efektif
dan efisien serta meningkatkan brand yang berdampak terhadap keputusan
pembelian. Karena iklan dan brand berpengaruh terhadap keputusan pembelian
Honda Scoopy.
Kata Kunci: iklan, citra merek, keputusan pembelian
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kita sedang menghadapi suatu era baru yang di tandai oleh
adanya kecendrungan globalisasi dunia, perkembangan teknologi dan reformasi
ekonomi dilakukan negara-negara di dunia untuk menghadapi persaingan global.
Globalisasi sendiri mengandung pengertian bahwa setiap negara bahkan setiap
bisnis dan perusahaan, menghadapi persaingan global baik secara langsung
maupun tidak langsung. Globalisasi telah memaksa perubahan yang signifikan
dalam pola produksi perusahaan-perusahaan multinasional. Seiring dengan adanya
perubahan tersebut terjalin kerjasama multilateral dan regional makin banyak
dikembangkan guna mengantisipasi perkembangan dan persaingan yang terjadi
sekarang dan yang akan datang.
Hampir setiap hari, bahkan dalam hitungan waktu kita selalu melakukan
pengambilan keputusan. Hanya saja, tanpa disadari ternyata proses pengambilan
keputusan itu berjalan sedemikian rupa. Apa yang dilakukan hari ini, atau pada
saat ini, semua itu merupakan hasil proses berfikir yang cukup memakan waktu
karena banyaknya pertimbangan-pertimbangan dengan kata lain, suatu tindakan
tertentu merupakan satu keputusan.
Menurut Amirullah (2002 : 61) bahwa“Pengambilan keputusan adalah suatu
proses penilaian dan pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-
4
kepentingan tertentu dengan menetapkan suatu pilihan yang dianggap paling
menguntungkan”.
Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya
suatu organisasi, terutama karena masa depan suatu organisasi banyak ditentukan
oleh pengambilan keputusan sekarang. Pentingnya pengambilan keputusan dilihat
dari segi kekuasaan untuk membuat keputusan, yaitu apakah mengikuti pola
sentralisasi atau desentralisasi. Pengambilan keputusan selain dilihat dari segi
kekuasaan juga dilihat dari segi kehadirannya, yaitu tanpa adanya teori
pengambilan keputusan dministratif, kita tidak dapat mengerti, apakah
meramalkan
tindakan-tindakan
manajemen
sehingga
kita
tidak
dapat
menyempurnakan efektivitas manajemen.
Menurut Peter & Olson (Rangkuti, 2009:154), dalam pengambilan
keputusan pembelian, apabila konsumen dihadapkan pada pilihan seperti brand,
harga, serta berbagai atribut produk lainnya, ia akan cenderung memilih brand
terlebih dahulu setelah itu memikirkan harga, hal ini karena brand yang terbentuk
dibenak konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung
memiliki konsistensi dalam pembelian produk yang diinginkan. Pembelian
dipengaruhi oleh beberapa faktor, hal yang memengaruhi seseorang melakukan
pembelian seperti iklan dan brand produk itu sendiri. Pada zaman era modern
seperti sekarang iklan dan brand menjadi hal yang patut diperhatikan oleh
perusahaan Hal ini dikarenakan banyaknya pesaing yang dapat memaksimalkan
penjualan dari dua hal tersebut.
5
Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah semua bentuk aktifitas
untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara
nonpersonal yang dibayar oleh sponsor tertentu (Durianto, 2004). Iklan juga
merupakan segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan barang atau
jasa oleh sponsor tertentu yang harus dibayar. Iklan merupakan cara yang
berbiaya efektif dalam menyampaikan pesan, untuk membangun persepsi merek
atau untuk mendidik orang (Kotler, 2008). Periklanan adalah komunikasi komersil
dan non personal tentang sebuah organisasi dan produk – produknya yang
ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat missal seperti
televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame luar
ruang, atau kendaraan umum. Penggunaan iklan adalah untuk meningkatkan
brand, dimana dalam iklan konsumen dapat melihat langsung apa yang produk
tersebut berikan.Periklanan menurut (Philip Kotler 2005 : 254) Bahwa“Periklanan
adalah semua bentuk penyajian nonpersonal, promosi ide-ide, promosi barang
atau jasa yang dilakukan oleh sponsor yang dibayar”.
Sedangkan Brand adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan
produk/jasa dan menimbulkan arti psikologis/asosiasi.Brand adalah identitas
tambahan dari suatu produk yang tak hanya membedakannya dari produk pesaing,
namun merupakan janji produsen atau kontrak kepercayaan dari produsen kepada
konsumen dengan menjamin konsistensi bahwa sebuah produk akan selalu dapat
menyampaikan nilai yang diharapkan konsumen dari sebuah produk.
Brand
adalah
ide,
kata,
desain
grafis
dan
suara/bunyi
yang
mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan
6
jasa tersebut (Janita, 2005:15). Sedangkan menurut Wilson Arafat (2006:53)
adalah “Brand Image didefinisikan sebagai persepsi terhadap merek yang
direfleksi oleh asosiasi merek dalam memori konsumen yang mengandung makna
bagi konsumen. Menurut King dalam Temporal,dan Lee (2002:46) mengatakan
bahwa “produk adalah sesuatu yang dibuat didalam pabrik, merek adalah sesuatu
yang dibeli oleh konsumen. Produk dapat ditiru pesaing, merek adalah unik”.
Perubahan yang sangat cepat dalam bidang industri mengakibatkan
membanjirnya produk-produk yang masuk kepasaran. Setiap konsumen
mempunyai sikap dan perilaku yang berbeda-beda terhadap suatu produk. Sukses
tidaknya suatu produk dipengaruhi oleh sikap dan perilaku konsumen terhadap
produk yang bersangkutan. Memahami perilaku konsumen adalah tugas penting
pmanajemen pemasaran, agar konsumen menerima produk yang di tawarkan
perusahaan. Dengan mengidentifikasi pasar, maka perusahaan dapat mengetahui
strategi apa yang akan dipakai dan digunakan dalam penjualan produknya.
Sepeda motor sebagai salah satu industri otomotif yang ada di Indonesia
pertumbuhannya dengan cepat dalam kurun waktu tujuh tahun pasca krisis
moneter tahun 1998. Pada tahun 2005 populasi sepeda motor di Indonesia telah
melebihi 25 juta unit, sedangkan dari data penjualan sepeda motor hingga akhir
tahun 2006 menunjukkan tingkat pertumbuhan relative tinggi. Sepeda motor
merupakan alat transportasi primadona bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Pada tingkatan pendapatan yang relatif masih rendah serta infrastruktur masih
belum memadai membuat banyak orang meliri sepeda motor.
7
Pasar sepeda motor Indonesia terus mengalami peningkatan penjualan pada
sepanjang tahun 2010. Data dirilis Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia
mencapai Rp. 65,27 triliun yang diperoleh dari target penjualan domestik 6,3 juta
unit dan ekspor 64.000 unit. Peningkatan pemasukan itu karena penjualan pasar
domestik naik sehubungan membaiknya perekonomian nasional.
Tabel 1.1 Data Penjualan Sepeda Motor
Brand
Penjualan (Unit)
Pangsa Pasar
Yamaha
430.953
69 %
Honda
169.277
27 %
Kawasaki
11.518
2%
Suzuki
10.155
2%
Tvs
186
0%
Total
622.088
100 %
Sumber : Aisi 2016
8
Dapat dilihat bahwa jumlah penjualan honda lebih kecil dari pada penjualan
yamaha di bulan januari sampai juni 2016. Indikasi penurunan penjualan di
buktikan dengan kurangnya iklan dan brand dimata masyarakat.
Perkembangan dunia periklanan pada saat ini yang semakin pesat dan
didukung oleh pertumbuhan media cetak maupun jumlah stasiun televisi (media
elektronik) yang terus meningkat, membuat perusahaan harus selektif dalam
membuat iklan untuk mendukung penjualannya. Strategi pemasaran dan promosi
yang tepat dan efisien diperlukan agar efektivitas komunikasi iklan dapat dicapai.
Selain itu, dukungan dari citra merek yang selama ini dibangun dan dijaga dengan
baik oleh Honda, dapat membantu Honda untuk tetap bertahan di tengah ketatnya
persaingan industri sepeda motor di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka
penulis tertarik mengambil topik dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Iklan dan
Brand Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Scoopy Pada PT. Supra
Kencana Sukses Batam ”.
1.2 Batasan Masalah
Untuk menghindari perluasan pembahasan dan keacuan di dalam
penganalisaan masalah, maka penelitian ini diberi pembatasan ruang lingkup
terhadap masalah keputusan pembelian, iklan dan brand dengan judul Pengaruh
Iklan dan Brand Terhadap Keputusan Pembeli Sepeda Motor Scoopy Pada PT.
Supra Kencana Sukses Batam.
9
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Apakah pengaruh iklan terhadap keputusan pembelian sepeda motor
Honda Scoopy?
2.
Apakah pengaruh Brand terhadap keputusan pembelian sepeda motor
Honda Scoopy?
3.
Apakah pengaruh iklan dan brand
terhadap keputusan pembelian
sepeda motor Honda Scoopy?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan Latar Belakang Masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui pengaruh iklan terhadap keputusan pembelian
sepeda motor Honda Scoopy.
2.
Untuk mengetahui pengaruh brand terhadap keputusan pembelian
sepeda motor Honda Scoopy oleh konsumen.
3.
Untuk mengetahui pengaruh iklan dan brand terhadap keputusan
pembelian sepeda motor Honda Scoopy.
10
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukkan bagi
pihak-pihak berikut :
1.
Bagi penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan ekonomi khususnya manajemen
salah satunya manajemen pemasaran yaitu iklan dan brand motor honda
Scoopy terhadap keputusan pembelian sepeda motor Honda Scoopy
2.
Bagi perusahaan
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi perusahaan untuk
mengetahui apakah iklan dan brand memengaruhi keputusan pembelian
produk, agar perusahaan tersebut dapat membuat suatu kebijakan yang
membuat
proses
komunikasi
penyampaian
informasi
produk
perusahaan berjalan dengan baik dan perusahaan tersebut mempunyai
banyak keuntungan.
3.
Bagi akademik
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk literatur perpustakaan . hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadikan penambahan wawasan bagi
para mahasiswa/mahasiswi Gici Business School, terutama yang
mengambil konsentrasi pemasaran.
4.
Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan
untuk mengetahui pengaruh iklan dan brand terhadap keputusan
pembelian.
11
BAB II
LANTASAN TEORI
2.1
Keputusan Pembelian
2.1.1 Pengertian Keputusan Pembelian
Menurut Kotler (2002), keputusan pembelian adalah tindakan dari
konsumen untuk mau membeli atau tidak terhadap produk. Pengambilan
keputusan konsumen berbeda-beda, bergantung pada jenis keputusan pembelian.
Terdapat empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat
keterlibatan pembelian dan tingkat diferensiasi merk yang dikutif oleh Phillip
Kotler (2001 : 169) yaitu :
1.
Perilaku pembeli yang kompleks
Para konsumen menjalani atau menempuh suatu perilaku membeli yang
kompleks bila mereka semakin terlibat dalam kegiatan membeli dan
menyadari perbedaan penting diantara beberapa merk yang ada. Para
konsumen makin terlibat dalam kegiatan membeli bila produk yang akan
dibeli itu mahal, jarang dibeli, beresiko, dan amat berkesan. Biasanya
konsumen tidak banyak mengetahui tentang penggolongan produk dan tidak
banyak belajar tentang produk. Para pemasar dari produk yang
mengharapkan adanya keterlibatan yang mendalam harus memahami
pengumpulan informasi dan perilaku menilai dari pada konsumen yang
melakukan
pertimbangan
yang
mendalam.
Para
pemasar
perlu
mengembangkan strategi guna membantu para pembeli dalam mempelajari
12
ciri-ciri dari pada golongan produk, tingkat kepentingannya secara relatif.
Dan kedudukan mereknya yang menonjol diantara ciri-ciri yang lebih
penting.
Para
pemasar
perlu
membedakan
ciri-ciri
mereknya,
mempergunakan terutama media cetak, iklan-iklan yang panjang untuk
menggambarkan berbagai manfaat yang terkandung dalam merek-merek
dan memasukan daftar petugas penjualan ditoko dan sahabat-sahabat
pembeli untuk mempengaruhi pilihan merek terakhir.
2.
Perilaku pembelian yang mengurangi ketidak cocokan
Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam kegiatan membeli
sesuatu, tetapi dia hanya melihat sedikit perbedaan dalam merek.
Keterlibatan yang mendalam disebabkan oleh kenyataan bahwa barang yang
dibeli itu mahal harganya, jarang dilakukan dan beresiko. Dalam kasus ini
pembeli akan memilih-milih sambil mempelajari apa yang tersedia, tetapi
dia akan cepat membeli karena perbedaan merek tidak ditekankan. Pembeli
mungkin menjawab terutama terhadap harga yang pantas atau kemudahan
pembelian ditinjau dari waktu tempat. Konsumen mulai mempelajari banyak
hal lain dan berupaya untuk membenarkan keputusannya guna mengurangi
ketidak cocokan. Karena itu konsumen pertama-tama melalui keadaan suatu
perilaku, kemudian memiliki beberapa kepercayaan yang baru dan berakhir
dengan penilaian terhadap pilihannya yang dirasakan tepat. Implikasi situasi
tersebut bagi para pemasar adalah bahwa penentuan harga, lokasi yang baik
dan tenaga penjual yang efektif adalah penting dan mempengaruhi pilihan
merek dan peranan utama dari para komunikasi pemasaran adalah untuk
13
menyokong kepercayaan dan penilaian yang membantu konsumen untuk
merasa “segan” dengan keputusannya setelah melakukan pembelian.
3.
Perilaku membeli berdasarkan pembelian
Banyak produk yang dibeli dalam keadaan konsumen terlibat dan tidak
terdapat perbedaan antara merek. Contoh yang baik adalah garam. Para
konsumen sedikit sekali terlibat dalam membeli jenis produk tersebut.
Mereka pergi ketoko dan langsung memilih satu merek. Bila mereka
membeli yang sama, katakanlah, garam yodium, hal ini karena kebiasaan,
bukan karena loyalitas merek. Terdapat cukup bukti bahwa konsumen tidak
terlibat dalam pembuatan keputusan yang mendalam bila membeli sesuatu
yang harganya murah, atau produk yang sudah mereka beli. Para pemasar
produk yang memerlukan keterlibatan rendah, dengan sedikit perbedaan
merek, akan menjumpai bahwa efektif untuk memanfaatkan promosi harga
dan penjualan sebagai perangsang bagi pembeli yang mencoba memakai
produk karena pembeli tidak begitu terkait dengan merek-merek tertentu.
Para pemasar juga berusaha untuk merubah produk yang memerlukan
keterlibatan rendah menjadi produk yang memiliki keterlibatan tinggi. Hal
ini dapat dilaksanakan dengan cara mengaitkan produk yang melibatkan
persoalan khusus. Atau produk dapat dikaitkan dengan suatu yang
melibatkan situasi peribadi, misalnya dengan mengiklankan sebuah kopi
pada pagi hari ketika konsumen memerlukan sesuatu untuk menggugah
mereka dari kantuknya. Atau suatu ciri penting dapat ditambahkan para
produk yang tidak penting seperti misalnya memberikan suatu rasa dalam
14
minuman bervitamin. Perlu diketahui bahwa strategi tersebut paling-paling
hanya meningkatkan keterlibatan konsumen dari tingkatan yang rendah
ketingkatan yang sedang, dan tidak mungkin strategi itu mendorong
konsumen kedalam perilaku yang kompleks.
4.
Perilaku pembeli yang mencari keragaman atau variasi
Dalam beberapa situasi membeli keterlibatan konsumen rendah, tetapi
ditandai oleh perbedaan merek yang nyata. Dalam situasi demikian sering
kita melihat konsumen banyak melakukan pergantian merek. Suatu contoh
terjadi ketika seseorang membeli kue kering. Konsumen memiliki beberapa
kepercayaan, memilih salah satu kue tanpa banyak penilaian dan menilainya
pada waktu menyantap kue itu. Namun pada waktu berikutnya, konsumen
mungkin membeli merek lain karena bosan pada merek yang biasa dibelinya
atau ada keinginan untuk mencoba-coba. Pergantian merek terjadi sematamata untuk memperoleh keragaman, bukan karena ketidakpuasan.
2.1.2 Tahapan Dalam Keputusan Pembelian
Kegiatan pembelian merupakan suatu rangkain tindakan fisik maupun
mental yang dialami oleh seorang konsumen dalam melakukan pembelian.
Menurut
Philip
Kotler
yang
dikutif
oleh
Djaslim
Saladin
(2003:11)
mengemukakan empat tahapan dalam suatu proses pembelian, yaitu :
1.
Pengenalan Kebutuhan (Problem/Need Recognition)
Proses pembelian diawali dengan adanya masalah atau kebutuhan yang
dirasakan konsumen. Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan
15
yang diinginkan dengan situasi saat ini guna membangkitkan dan
mengaktifkan proses keputusan. Kebutuhan itu mungkin saja sudah dikenal
dan dirasakan konsumen jauh-jauh sebelumnya, mungkin juga belum.
Sebagai contoh : sabun yang telah dikenal dan dirasakan oleh konsumen
umumnya bahwa sabun itu dibutuhkan untuk mandi atau mencuci.
2.
Pencarian Informasi
Setelah konsumen merasakan adanya kebutuhan sesuatu barang atau
jasa, selanjutnya konsumen mencari informasi baik yang disimpan dalam
ingatan (informasi internal) maupun informasi yang didapat dari lingkungan
(eksternal). Konsumen menghadapi resiko dalam arti bahwa setidaknya
seorang konsumen akan menyebabkan timbulnya dampak tertentu, yang
tidak dapat diantisipasikan dengan kepastian penuh, beberapa dampak yang
muncul kiranya tidak akan menyenangkan konsumen berupaya mengurangi
ketidakpastian tersebut, melalui iklan, keluarga, atau membawa/bertanya
pada teman-teman.
3.
Evaluasi Informasi (Information Evaluation)
Seterah
informasi
diperoleh,
konsumen
mengevaluasi
berbagai
alternatif pilihan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk menilai
alternatif pilihan konsumen, terdapat lima konsep dasar yang dapat
dipergunakan untuk membantu pemahaman proses evaluasinya, yaitu :
a.
Produce attributes (sifat-sifat produk)
16
apa yang menjadi ciri-ciri khusus dan perhatian konsumen terhadap
produk tersebut. Misalnya konsumen hendak membeli biscuit.
Kekhasan atau ciri khusus adalah kemasannya.
b.
Importance weight (nilai kepentingan)
kecenderungan
konsumen
untuk
lebih
memperhatikan
nilai
kepentingan yang berbeda-beda pada setiap atribut produk yang
dianggapnya lebih menonjol untuk diperhatikan.
c.
Utility function (fungsi kegunaan)
bagaimana konsumen mengharapkan kepuasan atas produk, yang
bervariasi pada tingkatan pilihan untuk setiap produk.
d.
Brand belief (kepercayaan terhadap merk)
e.
kecenderungan konsumen untuk lebih memperhatikan pada merk suatu
produk yang memang amat menonjol menurut pandangannya, sehingga
menciptakan brand image pada konsumen tersebut. Misalnya pasta gigi
merek Pepsoden.
f.
Preperence attitudes (tingkat kesukaan)
bagaimana
konsumen
memberikan
sikap
preferensi
(tingkat
kesukaan) terhadap merek-merek alternatif melalui prosedur penilaian
yang dilakukan konsumen.
4.
Keputusan Membeli
Konsumen yang telah melakukan pilihan terhadap berbagai alternatif,
biasanya membeli produk yang paling disukai, yang membentuk suatu
keputusan untuk membeli.
17
2.1.3
Faktor-faktor penyebab Keputusan Pembelian
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan timbulnya keputusan untuk
membeli, yaitu :
a.
Sikap orang lain Keputusan membeli itu banyak dipengaruhi oleh temanteman, tetangga atau siapa yang ia percaya.
b.
Faktor-faktor situasi yang tidak terduga yaitu faktor harga, pendapatan
keluarga, dan manfaat yang diharapkan dari produk tersebut.
c.
Faktor-faktor yang dapat diduga faktor situasional yang dapat diantisipasi
konsumen. Untuk lebih jelasnya dapat di gambarkan sebagai berikut :
Gambar Faktor Keputusan
Pembelian 2.1
Suatu keputusan dapat dibuat hanya jika ada beberapa alternatif yang dipilih.
Apabila alternatif pilihan tidak ada maka tindakan yang dilakukan tanpa adanya
pilihan tersebut tidak dapat dikatakan membuat keputusan. Menurut Kotler dan
Armstrong (2008:181), keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek
yang paling disukai dari berbagai alternatif yang ada, tetapi dua faktor bisa berada
antara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap
orang lain dan faktor yang kedua adalah faktor situasional. Oleh karena itu,
18
preferensi dan niat pembelian tidak selalu menghasilkan pembelian yang aktual.
Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung
terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.
Menurut Setiadi, (2003:341), mendefinisikan suatu keputusan (decision)
melibatkan pilihan diantara dua atau lebih alternatif tindakan atau perilaku.
Keputusan selalu mensyaratkan pilihan diantara beberapa perilaku yang berbeda.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian
merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan individu dalam
pemilihan alternatif perilaku yang sesuai dari dua alternatif perilaku atau qlebih
dan dianggap sebagai tindakan yang paling tepat dalam membeli dengan terlebih
dahulu melalui tahapan proses pengambilan keputusan.
Proses pengambilan keputusan merupakan perilaku yang harus dilakukan
untuk dapat mencapai sasaran, dan dengan demikian dapat memecahkan
masalahnya, dengan kata lain proses pemecahan suatu masalah yang diarahkan
pada sasaran. Proses keputusan pembelian yang spesifik menurut Kotler dan
Armstrong (2008:179) terdiri dari urutan kejadian berikut: pengenalan masalah
kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan
perilaku pasca pembelian. Secara rinci tahap-tahap ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
1.
Pengenalan masalah, yaitu konsumen menyadari akan adanya kebutuhan.
Konsumen menyadari adanya perbedaan antara kondisi sesungguhnya
dengan kondisi yang di harapkan.
19
2.
Pencarian informasi, yaitu konsumen ingin mencari lebih banyak konsumen
yang mungkin hanya memperbesar perhatian atau melakukan pencarian
informasi secara aktif.
3.
Evaluasi alternatif, yaitu mempelajari dan mengevaluasi alternatif yang
diperoleh melalui pencarian informasi untuk mendapatkan alternatif pilihan
terbaik yang akan digunakan untuk melakukan keputusan pembelian.
4.
Keputusan membeli, yaitu melakukan keputusan untuk melakukan
pembelian yang telah diperoleh dari evaluasi alternatif terhadap merek yang
akan dipilih.
5.
Perilaku sesudah pembelian, yaitu keadaan dimana sesudah pembelian
terhadap suatu produk atau jasa maka konsumen akan mengalami beberapa
tingkat kepuasan atau ketidakpuasan.
Menurut Sutisna dan Sunyoto (2013:86), ada tiga hal penting dari
memahami model keputusan pembelian konsumen yaitu sebagai berikut:
1.
Dengan adanya model, pandangan terhadap perilaku konsumen bisa dilihat
dalam perspektif yang terintegrasi
2.
Model keputusan pembelian konsumen dapat dijadikan dasar untuk
pengembangan strategi pemasaran yang efektif
3.
Model keputusan pembelian konsumen dapat dijadikan dasar untuk
segmentasi dan positioning
20
Gambar 2.2
Keterangan:
Langkah ke-1: Diketahui adanya problem tertentu
Secara alternatif diketahuinya adanya sesuatu problem dapat merupakan
sebuah proses yang kompleks dan yang memerlukan waktu yang cukup lama.
Seseorang yang memiliki sebuah kendaraan (mobil) yang pada saat-saat tertentu
“mogok” dan yang catnya sudah pudar dan tidak menarik lagi, dan
temantemannya seringkali menyatakan keheranan mereka mengapa ia masih tetap
mengendarai mobil tua itu, kiranya akan merasakan adanya sesuatu problem yang
mulai muncul. Individu yang bersangkutan mulai menyadari bahwa sebuah motif
tidak dipenuhi secara sempurna, dan bahwa sesuatu kebutuhan yang muncul,
memerlukan pemuasan dalam bentuk tertentu. Seorang pembeli yang memerlukan
waktu tertentu dan pertimbangan tertentu dalam hal pengambilan keputusan, lebih
banyak memberikan peluang kepada para pemasar efektif, untuk melaksanakan
21
tindakan meyakinkan pembeli tersebut dan menawarkan suatu produk kepadanya
yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli tersebut.
Langkah ke-2: Mencari pemecahan-pemecahan alternatif dan informasi
Para konsumen menghadapi risiko dalam arti bahwa setiap tindakan
seseorang konsumen, akan menyebabkan timbulnya dampak tertentu, yang tidak
dapat diantisipasi dengan kepastian penuh, dan beberapa di antara dampak yang
muncul kiranya tidak akan menyenangkan. Jumlah uang yang akan dibelanjakan,
atau risiko sosial mungkin besar, sehingga hal tersebut menyebabkan bahwa risiko
yang diketahui itu makin meningkat.Para pembeli berupaya untuk mengurangi
perasaan ketidakpastian tersebut.
Mereka mungkin akan membaca iklan-iklan. Pencarian informasi dapat
bersifat internal maupun eksternal. Pencarian internal merupakan aktivitas
kognitif yang berkaitan dengan upaya mengeluarkan informasi yang tersimpan di
dalam ingatan. Sedangkan pencarian eksternal yaitu pengumpulan informasi dari
sumber-sumber di luar ingatan mungkin memerlukan waktu, upaya dan uang.
Sementara itu para pemasar menyediakan aneka macam sumber informasi guna
memenuhi kebutuhan konsumen untuk mengurangi risiko.
Langkah ke-3: Evaluasi alternatif-alternatif
Evaluasi ini dimulai sewaktu pencarian informasi telah menjelaskan atau
mengidentifikasi sejumlah pemecahan-pemecahan potensial bagi problem
konsumen yang bersangkutan. Sebuah alternatif untuk berlibur ke luar negeri
mungkin berupa sebuah mobil bus mini baru. Tetapi dalam kebanyakan
22
keputusan, alternatif-alternatif yang ada, berupa produk-produk yang bersifat
kompetitif secara langsung.
Langkah ke-4: Keputusan-keputusan pembelian
Seorang calon pembeli harus mengambil keputusan pembelian. Keputusan
tersebut mungkin dapat berupa tidak memilih salah satu alternatif yang tersedia.
Tetapi dalam kebanyakan kasus, problem yang merangsang orang yang
bersangkutan untuk memulai proses pengambilan keputusan tersebut. Kecuali
apabila problem tersebut telah menghilang, hal mana dapat saja terjadi pada setiap
tahapan proses yang ada, maka orang yang mengambil keputusan tidak membeli
atau harus memulai proses itu kembali atau ia terpaksa hidup dengan problem
tersebut.
Langkah ke-5: Konsumsi pascapembelian dan evaluasi
Dengan asumsi bahwa pengambilan keputusan juga sekaligus merupakan
pemakai maka persoalan kepuasan dari pembelian atau ketidakpuasan dari
pembelian tetap akan ada. Sikap puas atau tidak puas hanya terjadi setelah produk
yang dibeli dikonsumsi. Perasaan tidak pasti tentang konsumsi pasca pembelian
dapat dianalisis dengan bantuan teori tentang disonansi kognitif (CF.L. Festinger,
1957, dikutip Winardi, 1991). Disonansi kognitif adalah merupakan sebuah
perasaan pasca pembelian yang timbul dalam diri seorang pembeli setelah
keputusan pembelian dibuat olehnya. Tindakan evaluasi pasca pembelian tentang
alternatif-alternatif yang ada, guna mendukung pilihan kita, merupakan sebuah
proses psikologikal, guna mengurangi perasaan disonansi (Winardi dalam
Sunyoto, 2013:91).
23
2.1.4 Indikator Keputusan Pembelian
Indikator keputusan pembelian menurut kotler dan ketller (2008:166-189)
yaitu :
1. kebutuhan
Pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan
antara keadaan nyata dengan keadaan yang diinginkan.
2. Publik
Merupakan tahap pengambilan keputusan dimana konsumen telah tertarik
untuk mencari lebih banyak informasi melalui media massa atau organisasi penilai
pelanggan.
3. Manfaat
Tahap proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen
menggunakan informasi untuk mengevaluasi manfaatnya.
4. Sikap orang lain
Merupakan tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian dimana
konsumen mendapat rekomendasi dari orang lain.
5. Kepuasan
Dimana konsumen akan mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli
berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan.
24
2.2
2.2.1
Iklan
Iklan
Iklan merupakan setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk
memotivasi seorang pembeli potensial dan mempromosikan penjual suatu produk
Patau jasa, untuk mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan publik
untuk berpikir atau bertindak sesuai dengan keinginan pemasang iklan.
Pengertian iklan:
1.
Iklan dapat diartikan sebagai berita pesanan (untuk mendorong, membujuk)
kepada khalayak/orang ramai tentang benda atau jasa yang ditawarkan.
2.
Iklan dapat pula diartikan sebagai pemberitahuan kepada khalayak/orang
ramai mengenai barang atau jasa yang dijual dan dipasang di dalam media
massa, seperti surat kabar/koran, majalah dan media elektronik seperti radio,
televisi dan internet.
Dari pengertian iklan tersebut dapat disimpulkan bahwa iklan dibuat
dengan tujuan untuk menarik perhatian dan mendorong atau membujuk pembaca
iklan agar memiliki atau memenuhi permintaan pemasang iklan
Pada dasarnya iklan merupakan sarana komunikasi yang digunakan
komunikator dalam hal ini perusahaan atau produsen untuk menyampaikan
informasi tentang barang atau jasa kepada publik, khususnya pelanggannya
melalui suatu media massa. Selain itu, semua iklan dibuat dengan tujuan yang
sama yaitu untuk memberi informasi dan membujuk para konsumen untuk
mencoba atau mengikuti apa yang ada di iklan tersebut, dapat berupa aktivitas
mengkonsumsi produk dan jasa yang ditawarkan. Jika dilihat dari artinya iklan
25
berbeda dengan periklanan, dimana iklan adalah sebagai pesan yang disampaikan
kepada konsumen baik secara lisan atau dalam penglihatan.
2.2.2
Pengertian Periklanan
Pengertian / definisi periklanan menurut beberapa ahli, sebagai berikut:
1. Menurut Monle Lee dan Carla Johnson (2004). Periklanan adalah
komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan
produk-produknya yang ditransaksikan ke suatu khalayak target melalui
media bersifat massal seperti televisi, radio, koran (surat kabar),
majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame luar ruangan, atau
kendaraan umum.
2. Menurut Philip Kotler (2008). Periklanan adalah semua bentuk terbayar
dari presentasi nonpribadi dan promosi ide, barang, atau jasa oleh
sponsor tertentu.
Kegiatan-kegiatan periklanan memang bisa menelan biaya yang sangat
mahal, namun selama itu didasarkan pada tujuan dan perhitungan yang
serba jelas semuanya bisa dibenarkan. Yang penting, semua kegiatan itu
tetap efektif dan ekonomis, dalam pengertian dapat mencapai sasaran dan
tetap menjamin keuntungan perusahaan. sebuah periklanan baru bisa
dikatakan baik jika semuanya terencana dan terselenggara sedemikian rupa
sehingga dapat mencapai hasil-hasil yang diharapkan.
Tujuan periklanan menurut Kotler dan Armstrong (2008 :151), dalam
buku prinsip-prinsip pemasaran adalah tugas komunikasi spesifik yang
26
dicapai dengan pemirsa sasaran tertentu selama periode waktu tertentu, dan
selanjutnya akan dijelaskan fungsi-fungsi dari periklanan.
2.2.3
Tujuan Periklanan
Adapun tujuan dari iklan menurut Kotler (2006), adalah :
1) Iklan
informasi,
yaitu
:
iklan
yang
secara
panjang
lebar
menerangkanproduk dalam tahap rintisan suatu produk untuk
menciptakan permintaan pokok atas kategori jasa tertentu.
2) Iklan persuasif, yaitu : iklan yang berusaha untuk mempengaruhi
konsumen sasaran dalam melakukan pemilihan dan tindakan pembelian
suatu produk atau jasa.
3) Iklan untuk mengingatkan konsumen, dimana iklan ini bertujuan untuk
mengingatkan konsumen bahwa jasa-jasa atau produk-produk ini
mungkin sangat dibutuhkan dalam waktu dekat saja mengingatkan
konsumen dimana bisa memperoleh produk dan jasa tersebut.
4) Iklan penambah nilai, bertujuan untuk menambah nilai merek pada
perspsi konsumen dengan melakukan inovasi, perbaikan kualitas, dan
penguatan persepsi konsumen.
2.2.4 Fungsi-Fungsi Periklanan
Definisi hanya memberikan sebuah bahasa umum untuk mengembangkan
pemahaman tentang periklanan. Efek periklanan pada sebuah organisasi bisa jadi
27
dramatik dan juga perlu di eksplorasi. Berikut fungsi-fungsi dari periklanan
menurut Monle Lee dan Carla Johnson (2004 :10):
1. Periklanan menjalankan sebuah fungsi “informasi”, yang mengomunikasikan
informasi produk, ciri-ciri, dan lokasi penjualannya, yang memberitahu
konsumen tentang produkproduk baru.
2. Periklanan menjalankan sebuah fungsi “persuasif”, yang mencoba membujuk
para konsumen untuk membeli merek-merek tertentu atau mengubah sikap
mereka terhadap produk atau perusahaan tersebut.
3. Periklanan menjalankan sebuah fungsi “pengingat”, yang terusmenerus
mengingatkan para konsumen tentang sebuah produk sehingga mereka akan
tetap membeli produk yang diiklankan tanpa mempedulikan merek
pesaingnya.
2.2.5 Periklanan Sebagai Proses Komunikasi
Strategi pemasaran banyak berkaitan dengan komunikasi. Periklanan
merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi
pemasaran. Untuk dapat menjalankan fungsi pemasaran, maka apa yang harus
dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu saja harus lebih dari sekedar
memberikan informasi kepada khalayak. Periklanan harus mampu membujuk
khalayak ramai agar perilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi pemasaran
perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Periklanan harus mampu
mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang oleh departemen
pemasaran telah dirancang sedemikian rupa, sehingga diyakini dapat memenuhi
28
kebutuhan atau keinginan pembeli. Singkatnya, periklanan harus dapat
mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli.
Pada dasarnya tujuan periklanan adalah mengubah atau mempengaruhi
sikap-sikap khalayak, dalam hal ini tentunya adalah sikap-sikap konsumen.
Tujuan periklanan komersial adalah membujuk khalayak untuk membeli produk
yang diiklankan, bukan produk pesaing lain, atau mempromosikan kelanjutan
perilaku membeli produk yang diiklankan untuk seterusnya.
Periklanan sebagai proses komunikasi menurut Kotler dan Armstrong
(2008) terdapat dua tipe besar saluran komunikasi, yaitu saluran komunikasi
manusia dan bukan manusia, yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Saluran Komunikasi Pribadi (manusia) Dalam saluran komunikasi pribadi,
dua orang atau lebih saling berkomunikasi langsung. Mereka mungkin
berkomunikasi tatap muka, lewat telepon, atau bahkan lewat surat.
2. Saluran Komunikasi bukan Pribadi (manusia) Saluran komunikasi bukan
pribadi adalah media yang membawa pesan tanpa kontak pribadi atau umpan
balik. Termasuk dalam kelompok ini adalah media utama, suasana, dan
peristiwa. Media utama termasuk media cetak (koran, majalah, surat); media
siar (radio, televisi); dan media tampilan (billboard, papan iklan, poster).
Suasana termasuk rancangan lingkungan yang menciptakan atau mendorong
kecenderungan pembeli kearah membeli produk. Peristiwa adalah kejadian
yang ditonjolkan untuk mengkomunikasikan pesan kepada masyarakat
sasaran.
29
2.2.6 Pemilihan Media Periklanan
Dalam mengadakan periklanan, manajemen dihadapkan pada masalah
pemilihan media yang akan dipakai. Masalah ini sangat penting karena tidak
semua media yang ada selalu cocok digunakan. Para pengiklan membelanjakan
uang dalam jumlah yang besaPerr bagi media periklanan. Untuk mendapatkan
hasil-hasil
maksimum
dari
pengeluaran
media,
para
pemasar
harus
mengembangkan rencana-rencana media yang efektif. Sebagian pemasar percaya
bahwa media tradisional, seperti televisi, koran, radio, dan majalah, tidak seefektif
masa lalu dalam menghasilkan penjualan karena pasar berubah dengan cepat dan
para pengiklan harus lebih selektif dalam menggali prospek terbaik produknya.
Ada beberapa langkah penting dalam memilih media menurut Kotler dan
Armstrong (2008 :161) yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1.
Memilih Jangkauan, Frekuensi, dan Dampak. Untuk memilih media,
pemasang iklan harus memutuskan seberapa jauh jangkauan dan frekuensi
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan periklanan.
a. Jangkauan adalah ukuran presentase orang dalam pasar sasaran yang
melihat dan/atau mendengar kampaye iklan dalam periode waktu
tertentu.
b. Frekuensi adalah ukuran berapa kali rata-rata orang dalam pasar sasaran
melihat dan / atau mendengar pesan yang dimaksud.
c. Dampak Media adalah nilai kualitatif dari penayangan pesan lewat media
tertentu.
30
2.2.7 Periklanan Koran (surat kabar)
Koran secara historis telah menjadi media periklanan terkemuka di
Indonesia, namun akhir-akhir ini televisi telah mampu melewati koran sebagai
media yang menerima jumlah belanja iklan terbesar. Tetapi bagaimanapun, orang
tetap merujuk pada koran harian untuk mencari liputan berita yang dalam dan
informasi muktahir lain yang tidak tersedia di televisi.
Koran tetap menjadi sebuah media periklanan yang penting bagi para
pengiklan lokal dan khususnya, bagi para pengecer yang mengandalkan
periklanan koran dalam jumlah besar. Karena koran memungkinkan komunikasi
segera, para pengecer menggunakan media ini untuk mengumumkan penjualan
dan menawarkan produk-produknya.
Menurut Monle Lee dan Carla Johnson (2004 :252) Koran tersedia dalam
dua ukuran. Pertama, dirujuk sebagai tabloid, berukuran panjang 14 inci dan lebar
11 inci. Ukuran standar, atau lembar besar, berukuran panjang 22 inci dan lebar
13 inci, serta dibagi menjadi 6 kolom.
Menurut Wikipedia, Koran atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang
ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang
disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik.
Topiknya bisa berupa politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat
kabar juga biasa berisi komik, TTS dan hiburan lainnya. Ada juga surat 16 kabar
yang dikembangkan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya berita untuk industri
tertentu, penggemar olahraga, penggemar seni, partisipan kegiatan tertentu.
31
Jenis surat kabar umum biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali pada
harihari libur. Surat kabar sore juga umum di beberapa negara. Selain itu, juga
terdapat surat kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang prestisius
dibandingkan dengan surat kabar harian dan isinya biasanya lebih bersifat
hiburan-hiburan .
Berikut akan dijelaskan kelebihan dan kekurangan periklanan koran.
Menurut Monle Lee dan Carla Johnson (2004 :252).
Kelebihan koran:
1. Koran memberi cakupan lengkap dan tidak dibatasi pada kelompok-
kelompok sosioekonomi atau demografis tertentu, hampir setiap orang
membaca koran.
2. Periklanan koran dapat dilakukan dengan cepat.
3. Iklan dapat dengan cepat dan mudah diubah.
4. Koran menarik mereka yang telah berniat untuk membaca, jadi koran
memberikan khalayak sekaligus ruang bagi materi panjang dan terinci,
termasuk daftar produk dan harga.
5. Edisi-edisi khusus memungkinkan penargetan secara tepat.
6. Kebanyakan koran ditargetkan secara geografis, bahkan korankoran kota
memiliki edisi khusus bagi berbagai lingkungan hunian dan pemukiman
kota.
Kekurangan koran:
1. Koran tidak memiliki usia baca sepanjang majalah.
32
2. Pengiklan nasional harus melalukan penanganan terpisah terhadap setiap
penerbit koran.
3. Terdapat pula variasi-variasi besar dalam kualitas cetak dan warna dalam
berbagai koran.
4. Serupa dengan periklanan majalah, banyak iklan koran harus muncul di
tengah kepadatan iklan-iklan lain.
2.2.8 Tipe-Tipe Periklanan Surat Kabar
Berikut akan dijelaskan tipe-tipe periklanan surat kabar menurut Monle Lee
dan Carla Johnson (2004 :254):
Periklanan Baris
Iklan-iklan baris biasanya muncul dibawah subjudul-subjudul tertentu yang
menggambarkan kelas barang atau kebutuhan yang dicoba dipenuhi melalui iklan.
Tingkat harga iklan baris biasanya didasarkan pada jumlah baris yang ditempati
iklan dan jumlah pemunculan iklan.
Periklanan Display
Iklan display mudah dijumpai diseluruh koran dan pada umumnya
menggunakan ilustrasi, judul iklan, ruang kosong, dan piranti-piranti visual lain
sebagai tambahan bagi materi tulisan.
Sisipan Pracetak
Sisipan pracetak adalah iklan-iklan yang tidak dimunculkan pada halaman
koran itu sendiri melainkan dicetak oleh pengiklan dan selanjutnya disisipkan
didalam koran sebelum dikirim.
33
Pengumuman Publik
Pengumuman publik menyertakan beragam laporan atau pengumuman
pemerintah dan keuangan, pengumuman publik tentang perubahan-perubahan
dalam bisnis dan hubungan pribadi.
Membeli Ruang Koran
Membeli ruang koran mengikuti prinsip dasar yang sama sebagaimana
membeli ruang majalah.
2.2.9 Konsep Periklanan
Kata iklan berasal dari bahasa Yunani, yang artinya lebih kurang adalah
“menggiring orang pada gagasan”. Adapun pengertian periklanan secara
komprehensif menurut Kotler (2003), Periklanan adalah segala bentuk penyajian
dan promosi ide, barang atau jasa secara non-personal oleh suatuponsor tertentu
yang memerlukan pembayaran. Periklanan menurut (Suhandang, 2005:13) adalah
suatu proses komunikasi massa yang melibatkan sponsor tertentu, yakni si
pemasang iklan (pengiklan), yang membayar jasa sebuah media massa atas
penyiaran iklannya (M. Nasir Ibrahim, 2007) Komponen yang paling penting
didalam suatu iklan adalah pesan yang akan disampaikan oleh iklan tersebut. Iklan
yang selalu kita lihat di televisi, atau yang kita dengar di radio dan iklan-iklan
yang kita lihat di media cetak merupakan suatu sumber entertainment, motivasi,
fantasy, seperti halnya suatu informasi.
Dari sudut pandang pemasar, pesan iklan adalah suatu cara untuk
mengatakan kepada konsumen bagaimana suatu produk atau jasa bisa
34
memecahkan/mengatasi masalah atau menolong dalam memuaskan dan mencapai
suatu tujuan. Aspek yang paling menarik dari suatu iklan adalah dari sisi
kreatifitasnya. Strategi kreatifitas inilah yang menentukan pesan iklan apa yang
akan di komunikasikan.
2.2.10
Indikator Iklan
Menurut Hawkins et al. (2001, yang dikutip oleh Long-Yi Lin, Hsing-Yu
Shih; Shen-Wei Lin, International Journal of Advanced Scientific Researchand
Technology Vol 2 April;2012), yang membagi keputusan pembelian kedalam tiga
dimensi, yaitu:
1.
Product Selection : pemilihan produk yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen.
2.
Brand Selection : preferensi konsumen tentang sebuah merek selama
proses konsumsi
3.
Store Selection : pemilihan toko-toko tertentu yang dilakukan konsumen
4.
untuk membeli suatu produk.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tjiptono (Hersona, dkk.
2013: 1150) terdapat lima indikator yang dapat digunakan untuk mengukur iklan,
yaitu:
1.
Personal Selling
Personal Selling adalah komunikasi langsung (tatap muka) antara penjual
dan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada
pelanggan.
35
2.
Periklanan
Periklanan merupakan pendekatan yang menggunakan media komunikasi
untuk menyampaikan informasi kepada khalayak ramai dalam satu waktu
3.
Iklan penjualan
Iklan penjualan adalah bentuk persuasilangsung melalui penggunaan
berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk.
4.
Hubungan masyarakat
Hubungan
masyarakat
(public
relations) adalah
upaya
komunikasi
menyeluruh dari suatu perusahaan untuk mempengaruhi persepsi, opini,
keyakinan, dan sikap berbagai kelompok terhadap perusahaan tersebut
5.
Pemasaran langsung
Pemasaran langsung adalah system pemasaran yang bersifat interaktif, yang
memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon
yang terukur dan atau transaksi di sembarang lokasi.
Berdasarkan uraian tersebut maka komponen bauran iklan digunakan
sebagai indikator promosi pada penelitian ini meliputi : periklanan,
penjualan personal, iklan penjualan, publisitas dan hubungan masyarakat,
informasi dari mulut ke mulut, dan pemasaran langsung.
4.2
Brand
2.3.1 Brand (merek)
Dalam dunia industri, istilah brand menjadi salah satu kata yang popular
dalam kehidupan sehari-hari. Brand sekarang tidak hanya dikaitkan oleh produk
36
tetapi juga dengan berbagai strategi yang dilakukan oleh perusahaan (Knapp,
2000). Simamora (2002) menyebutkan dengan adanya brand, masyarakat
mendapat jaminan tentang mutu suatu produk yaitu dengan memperoleh informasi
yang berkaitan dengan brand tersebut. Dikenalnya brand oleh masyarakat
membuat pihak perusahaan meningkatkan inovasi produk untuk menghadapi
persaingan. Sedangkan bagi produsen brand tentunya bermanfaat untuk
melakukan segmentasi pasar, menarik konsumen untuk membeli produk dari
brand serta memberikan perlindungan terhadap produk yang dihasilkan.
Konsumen biasanya mengembangkan kepercayaan merek untuk setiap
merek sesuai dengan atribut produknya. Kepercayaan merek tersebut nantinya
akan menjadi brand (Kotler, 2000). Konsumen mengasosiasikan dengan nama
merek.
Brand
adalah
ide, kata, desain
grafis dan suara/bunyi
yang
mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan
jasa tersebut (Janita, 2005:15). King dalam Temporal, dan Lee (2002:46)
mengatakan bahwa produk adalah sesuatu yang dibuat didalam pabrik, merek
adalah sesuatu yang dibeli oleh konsumen. Produk dapat ditiru pesaing, merek
adalah
unik. (Cheng
Ho-Hsun
2007)
Konsumen
dalam
membeli
dan
menkonsumsi sesuatu bukan hanya mengharapkan sekedar barang saja, akan
tetapi ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain itu sesuai dengan citra yang
terbentuk dalam dirinya. Suatu perusahaan berkepentingan untuk memberikan
informasi kepada publik agar dapat membentuk citra yang baik.
Brand dapat dibuat seperti barang dalam suatu pabrik, akan tetapi citra
adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan
37
seseorang terhadap sesuatu. Citra yang ada pada perusahaan terbentuk dari
bagaimana perusahaan tersebut melakukan kegiatan operasionalnya yang
mempunyai landasan utama pada segi pelayanan. Suatu perusahaan mampu untuk
melihat sendiri bagaimana citra yang di tampilkan kepada masyarakat yang
dilayani. Perusahaan juga harus bisa memberikan suatu evaluasi apakah citra yang
diberikan telah sesuai dengan yang diharapkan atau jika perlu ditingkatkan lagi.
Jadi citra ini dibentuk berdasarkan pengalaman yang dialami oleh seseorang
terhadap sesuatu, sehingga pada akhirnya membangun suatu sikap mental. Sikap
mental ini intinya akan dipakai sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan
karena citra dianggap mewakili totalitas pengetahuan seseorang terhadap sesuatu.
Ciri-ciri produk atau jasa yang membentuk suatu citra berkaitan dengan
unsur-unsur kegiatan pemasaran. Ciri-ciri pembentuk citra yang sering
bersinggungan dengan kegiatan pemasaran, misalnya merek, desain produk atau
jasa, pelayanan, label, dan sebagainya. Program yang baik dalam suatu
perencanaan dalam pengembangan produk atau jasa tidak akan lupa untuk
mencantumkan kegiatan perusahaan yang mencakup ciri pembentuk citra untuk
produk dan jasa atau perusahaannya.
Para pemasar mengatakan bahwa “pemberian brand” adalah seri dan bagian
paling penting dalam pemasaran. Menurut American Marketting Association
(AMA) dalam Kotler (2002) mendefinisikan merek sebagai berikut : “Brand
adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan atau kombinasi dari hal-hal
tersebut yang dimaksudkan untuk memberikan identitas bagi barang atau jasa
yang dibuat atau disediakan suatu penjual atau kelompok penjual serta
38
membedakannya dari barang atau jasa yang disediakan pesaing. Merek
merupakan suatu simbol yang kompleks yang dapat menyampaikan enam tingkat
pengertian, antara lain:
a.
Atribut (Attributes), suatu merek mendatangkan atribut tertentu ke
dalam pikiran konsumen.
b.
Manfaat (Benefits), atribut yang ada harus diterjemahkan menjadi
manfaat fungsional dan emosional.
c.
Nilai (values), merek juga menyatakan suatu tentang nilai pembuat atau
produsen.
d.
Budaya (Culture), merek dapat mempresentasikan budaya.
e.
Kepribadian (Personality), merek dapat menjadi proyeksi dan pribadi
tertentu.
f.
Pengguna (User), merek dapat mengesankan tipe konsumen tertentu.
Pengertian brand image menurut Tjiptono (2005:49) adalah deskripsi
tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Brand image
itu sendiri memiliki arti kepada suatu pencitraan sebuah produk dibenak
konsumen secara missal. Setiap orang akan memiliki pencitraan yang sama
terhadap sebuah merek.
Menurut Kotler (2005) brand image yang efektif dapat mencerminkan tiga
hal, yaitu
a. Membangun karakter produk dan memberikan value proposition.
b. Menyampaikan karakter produk secara unik sehingga berbeda dengan para
pesaingnya.
39
c. Member kekuatan emosional dari kekuatan rasional.
Dewasa ini persaingan perusahaan untuk memperebutkan konsumen tidak
lagi terbatas pada atribut fungsional produk seperti kegunaan produk, melainkan
sudah dikaitkan dengan brand, Kotler (2000) menyebutkan bahwa para pembeli
mungkin mempunyai tanggapan berbeda terhadap citra perusahaan atau brand.
Menurut Setyaningsih & Darmawan ( 2004) citra merek dipengaruhi beberapa
komponen, antara lain : citra produk, citra pemakai, citra korporat. Namun, 21
menurut Kertajaya (2005 : 6) citra merek (Brand image) adalah gebyar dari
seluruh asosiasi yang terkait pada suatu merek yang sudah ada dibenak konsumen.
Ukuran yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih atau menilai
citra merek adalah merek harus memiliki kesan positif dibidangnya, reputasi
tinggi, dan keunggulan mudah dikenali. Menurut Kotler & Keller (2003:78)
bahwa pengukur citra merek dapat dilakukan berdasarkan pada aspek sebuah
merek, yaitu:
a. Kekuatan (Strengthness)
Dalam hal ini adalah keunggulan yang dimiliki oleh merek yang bersifat
fisik dan tidak ditemukan pada merek lainnya. Keunggulan merek ini mengacu
pada atribut-atribut fisik atas merek tersebut sehingga bisa dianggap sebagai
sebuah kelebihan diba.nding dengan merek lainnya. Yang termasuk pada
sekelompok kekuatan (strength) adalah keberfungsian semua fasilitas produk,
penampilan fisik, harga produk, maupun penampilan fasilitas pendukung dari
produk tersebut dan memiliki cakupan pasar yang luas.
b. Keunikan (Uniqueness)
40
Adalah kemampuan untuk membedakan sebuah merek diantara merek
lainnya. Kesan ini muncul dari atribut produk tersebut yang menjadi bahan
pembeda atau diferensiasi dengan produk- produk lainnya. Yang termasuk
dalam kelompok unik ini adalah 22 variasi penampilan atau nama dari sebuah
merek yang mudah diingat dan diucapkan, dan fisik produk itu sendiri.
c. Keunggulan (Favorable)
Yang termasuk dalam kelompok favorable ini antara lain, kemudahan merek
produk diucapkan serta kemampuan merek untuk tetap diingat oleh pelanggan
yang membuat produk terkenal dan menjadi favorit di masyarakat maupun
kesesuaian antara kesan merek di benak pelanggan dengan citra yang
diinginkan perusahaan atas merek yang bersangkutan.
2.3.2 Ekuitas Merek (Brand Equity)
Terdapat banyak makna dalam konsep ekuitas merek (brand equity), dalam
perspektif finansial, ekuitas merek sebagai net present value (NPV) dari aliran kas
masa datang yang dihasilkan oleh suatu merek. Dengan kata lain ekuitas merek
dihitung berdasarkan nilai inkremental diatas nilai yang diperoleh produk tanpa
merek (Tjiptono 2005). Irawan (2007) mendefinisikan ekuitas merek sebagai
seperangkat liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan
simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu
barang dan jasa kepada perusahaan atau pelanggan.
Knapp (2005) mendefinisikan ekuitas merek sebagai totalitas dari persepsi
merek, mencakup kualitas relatif dari produk barang dan jasa, kinerja keuangan,
41
loyalitas pelanggan, kepuasan dan keseluruhan penghargaan terhadap merek.
David A.Aaker (2004) mendefinisikan ekuitas merek sebagai serangkaian aset dan
kewajiban merek yang terkait dengan nama dan simbol sebuah merek, yang
mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau
jasa kepada perusahaan maupun kepada pelanggan perusahaan. Jika nama dan
simbol suatu merek diubah, baik sebagian atau semua aset dan kewajiban merek
tersebut, maka pengaruh yang dihasilkan dapat mengakibatkan keuntungan atau
kerugian bagi perusahaan.
Pada tahun 2004, David A.Aaker mengembangkan 10 variabel sebagai
indikator ekuitas merek, dan dinamakan the brand equity ten, yaitu :
1. Ukuran loyalitas
2. Premi harga kepuasan
3. Loyalitas ukuran kepemimpinan
4. Persepsi kualitas kepemimpinan
5. Popularitas ukuran asosiasi
6. Diferensiasi
7. Persepsi nilai (Perceived Value) kepribadian merek asosiasi
organisasional ukuran kesadaran
8. Kesadaran merek ukuran perilaku pasar
9. Pangsa pasar
10. Cakupan distribusi (Distribution Coverage)
42
Walaupun David A. Aaker mengajukan 10 indikator yang bisa dipakai itu,
masih mempertanyakan kemungkinan premi harga (sebagai ukuran loyalitas)
menjadi indikator tunggal ekuitas merek.
2.3.3 Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesadaran akan sebuah merek menggambarkan keberadaan merek di dalam
pikiran konsumen, juga menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk
mengenali atau mengingat kembali suatu merek yang dapat menjadi penentu
dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam ekuitas
merek. Kesadaran merek merupakan elemen ekuitas yang sangat penting bagi
perusahaan karena kesadaran merek dapat berpengaruh secara langsung terhadap
ekuitas merek.
Pengenalan merek adalah tingkat minimal dari kesadaran merek. Tingkat
berikutnya adalah mengingat kembali suatu merek, yaitu mengingat kembali suatu
merek berdasarkan pada kemampuan seseorang untuk menyebut suatu merek
tanpa alat bantu. Tahap selanjutnya adalah apabila suatu merek disebutkan
pertama kali dalam mengingat suatu produk atau jasa, pada tahap ini suatu merek
tersebut telah berada dalam pikiran paling utama, atau dengan kata lain merek
tersebut menjadi merek yang paling diingat di dalam pikiran seseorang.
Menurut David A.Aaker (2004) kesadaran merek adalah kesanggupan
seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu
merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Terdapat empat tingkatan
kesadaran yang berbeda, yaitu:
43
Top of mind
Brand recall
Brand recognition
Unaware of brand
Sumber :David A.Aaler,2004
Gambar 2.3
Piramida Kesadaran Brand
1. Top of mind adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau
yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek
tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak
konsumen.
2. Brand recall yaitu pengingatan kembali merek secara spontan tanpa adanya
bantuan (unaided recall).
3. Brand recognition adalah tingkat minimal dari kesadaran merek dimana
pengenalan suatu merek mucul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali
lewat bantuan (aided recall)
4. Unaware of brand Top of mind Brand recall Brand recognition Unaware of
brand adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek dimana
kosumen tidak menyadari adanya suatu merek walaupun sudah dilakukan
pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).
44
Kesadaran konsumen terhadap merek dapat digunakan oleh perusahaan sebagai
sarana untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai suatu
merek kepada konsumen. Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat
dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai
(Durianto dkk, 2004). Berikut nilai-nilai kesadaran merek yang diciptakan oleh
perusahaan:
Jangkar yang menjadi
cantolan asosiasi lain
Familier/rasa suka
Kesadaran Brand
Substansi/komitmen
Mempertimbangkan
brand
Sumber: Durianto dkk, 2004 Gambar 2.4
Nilai-Nilai Kesadaran Brand
2.3.4 Indikator Brand
Brand memiliki beberapa indikator-indikator yang mencirikan brand
tersebut. Menurut Freddy Rangkuti (2009:44) bahwa terdapat beberapa
indikator yang harus diperhatikan dalam membentuk sebuah brand, yaitu :
1.
Recognition (Pengenalan), tingkat dikenalnya sebuah merek
oleh konsumen.
45
2.
Reputation (Reputasi), tingkat atau status yang cukup tinggi
bagi sebuah merek karena telah terbukti mempunyai “track
record” yang baik.
3.
Affinity (Daya Tarik), semacam daya tarik yang mempunyai
hubungan emosional dengan konsumennya.
4.
Brand Loyalty (Kesetiaan Merek), menyangkut ukuran dari
kesetiaan pelanggan terhadap suatu merek yang bersangkutan.
2.4
Penelititan Terdahulu
Berikut adalah ringkasan dari hasil penelitian terdahulu :
1. Penelitian yang dilakukan oleh M. Mandagie (2014), menggunakan dua
variabel indenpenden yaitu : iklan dan brand terhadap satu variabel
dependen yaitu keputusan pembelian, dengan sampel yang digunakan
100 orang, dengan menggunakan teknik accidental sampling. Hasil
penelitian adalah iklan dan brand berpengaruh terhadap keputusan
pembelian. Sumber ISSN: 2303-1174
2. Penelitian yang dilakukan oleh Parengkuan (2014), menggunakan satu
variabel indenpenden yaitu : brand terhadap satu variabel dependen yaitu
keputusan pembelian, dengan sampel yang digunakan 68 orang, dengan
menggunakan teknik analisis regresi berganda dan uji hipotesis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Brand dan Celebrity Endorsement
berpengaruh secara simultan terhadap keputusan pembelian konsumen.
Sumber ISSN: 2303-1174
46
3. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Wulandari (2015), menggunakan
satu variabel indenpenden yaitu : brand terhadap satu variabel dependen
yaitu keputusan pembelian, dengan sampel yang digunakan 105 orang,
dengan menggunakan metode purposive sampling. Data menjawab
dengan program spss membuktikan bahwa celebrity endorser, brand
image, brand trust secara simultan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan pembelian Clear shampoo. Sumber ISSN: 2302-8912
4. Penelitian yang dilakukan oleh Novia Karlina (2015), menggunakan satu
variabel indenpenden yaitu : brand terhadap satu variabel dependen yaitu
keputusan pembelian, dengan sampel yang digunakan 100 orang, dengan
menggunakan metode purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang
sudah dilakukan menunjukkan bahwa brand dan kualitas produk
berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk. Sumber
ISSN 2302-8912
5. Penelitian
yang dilakukan oleh Teguh Esa Widhiarta
(2015),
menggunakan satu variabel indenpenden yaitu : brand terhadap satu
variabel dependen yaitu keputusan pembelian, dengan sampel yang
digunakan 120 orang, dengan menggunakan teknik regresi linier
berganda. Ditemukan hasil bahwa kesadaran brand berpengaruh positif
terhadap keputusan pembelian. Sumber ISSN 2302-8912
47
2.5
Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat
menjadi landasan dalam penulisan, yang pada akhirnya akan dapat diketahui
variabel mana yang paling berpengaruh dominan terhadap keputusan pembelian
sepeda motor di batam menurut konsumen. Kerangka pemikiran ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
IKLAN (X1)
KEPUTUSAN PEMBELIAN (Y)
BRAND (X2)
GAMBAR 2.5 Kerangka Berpikir
2.5.1 Pengaruh Iklan Terhadap Keputusan Pembelian
Periklanan mampu mempromosikan suatu produk dengan daya
jangkau yang lebih luas dan dapat membuat citra baik produk agar tetap
dapat bertahan dan dikenal konsumen. Pesan dalam iklan juga membuat
dan membujuk konsumen agar menimbulkan suatu minat beli pada
konsumen. Dampak suatu iklan sangat bergantung pada informasi yang
akan disampaikan dalam iklan tersebut. Sangadji dan Sopiah (2013)
mendefinisikan iklan sebagai salah satu dari empat jenis promosi yang
digunakan oleh pemasar untuk mengarahkan komunikasi yang bertujuan
untuk meyakinkan konsumen dan konsumen potensial. Iklan digunakan
pemasar untuk menimbulkan minat beli terhadap produk yang dihasilkan
pengiklan.
48
2.5.2 Pengaruh brand Terhadap Keputusan Pembelian
Aktivitas pemasaran pada dasarnya merupakan bagaimana agar
perusahaan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara
lebih baik dari waktu ke waktu dan memenangkan persaingan dengan
para pesaingnya. Untuk memenangkan persaingan yang semakin
kompetitif para pelaku usaha dituntut untuk mampu menciptakan
keunggulan bersaing atas produk dan layanannya dalam upaya
memuaskan pelanggan. Hal ini sangat penting karena konsep pemasaran
menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan dan keinginan konsumen
merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup
perusahaan,
tanpa
adanya
pelanggan,
setiap
perusahaan
akan
kehilangan pendapatannya yang berakibat pada jatuhnya bisnis tersebut.
Brand sebagai aset perusahaan yang paling bernillai. Brand
merupakan nama, simbol atau kombinasi lainnya yang dimaksudkan untuk
memberi tanda pengenal kepada barang atau jasa dari seorang penjual.
Brand juga berperan penting dalam memberikan kontribusi dalam
mempengaruhi konsumen untuk melakukan keputusan pembelian. Hal ini
diperjelas oleh Kotler dalam Rahmawati (2009:37) yang mengatakan
bahwa brand bagi konsumen dapat memberikan pesan gambaran kualitas
dari produk serta janji bagi perusahaan kepada konsumen, maka melalui
gambaran tersebut dapat mendorong konsumen membuat keputusan.
49
Menurut Hurriyati (2010:21) citra merupakan faktor penting bagi
keberhasilan pemasaran suatu organisasi. Pembentukan citra yang baik
dapat dijadikan sebagai kekuatan oleh perusahaan untuk menarik
konsumen potensial dan mempertahankan pelanggan yang ada. Persepsi
yang positif akan membentuk brand yang positif juga. Konsumen
cenderung menjadikan brand sebagai acuan sebelum melakukan
pembelian suatu produk atau jasa. Maka, perusahaan harus mampu
menciptakan brand yang menarik sekaligus menggambarkan manfaat
produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen,
sehingga dengan demikian konsumen memiliki citra yang positif terhadap
brand.
Selain itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
bahwa brand yang menguntungkan adalah faktor kunci dalam minat
pembelian dan menyebabkan pelanggan untuk melakukan pembelian
(Shen dan Chou, 2006). brand yang terkenal bisa menjadi pilihan utama
produk dan brand menimbulkan pengaruh positif terhadap minat beli
(Hsueh dan Lee, 2008; Lin 2013). Hal ini sama seperti penelitian yang
dilakukan oleh Chen dan Chang (2010) menunjukkan terdapat pengaruh
positif dari citra merek terhadap minat beli bahwa brand yang lebih baik
akan meningkatkan minat beli.
50
2.5.3 Pengaruh Iklan dan Brand Terhadap Keputusan Pembelian
Tujuan periklanan adalah membujuk konsumen untuk melakukan sesuatu,
biasanya untuk membeli sebuah produk. Agar periklanan dapat menarik dan
berkomunikasi dengan khalayaknya dalam cara tertentu sehingga membuahkan
hasil yang diingankan, iklan yang dibuat semenarik mungkin yang bisa
menimbulkan ketertarikan akan citra merek yang dibawa oleh iklan dengan
demikian ada motivasi dan keinginan untuk melakukan pembelian dan mencoba
untuk menggunakan produk. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki
keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya. Saat perbedaan dan
keunggulan brand dihadapkan dengan brand lain, muncullah posisi brand. Pada
dasarnya sama dengan proses persepsi, karena citra terbentuk dari persepsi yang
telah terbentuk melalui iklan yang dilihat oleh konsumen. Setelah melalui tahap
yang terjadi dalam proses persepsi, kemudian dilanjutkan pada tahap keterlibatan
konsumen.
Level
keterlibatan
ini
selain
mempengaruhi
persepsi
juga
mempengaruhi fungsi memori (Mowen,1995).
2.6
Ho1 :
Hipotesis
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara iklan terhadap keputusan
pembelian
Ha1 :
Terdapat pengaruh yang signifikan antara iklan terhadap keputusan
pembelian
Ho2 :
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara brand terhadap keputusan
pembelian
51
Ha2 :
Terdapat pengaruh yang signifikan antara brand terhadap keputusan
pembelian
Ho3 :
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara iklan dan brand terhadap
keputusan pembelian
Ha3 :
Terdapat pengaruh yang signifikan antara iklan dan brand terdapat
keputusan pembelian
52
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif asosiatif. Menurut
sugiyono (2013:13), penelitiam diskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri ,baik satu variabel atau lebih (independen)
tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel lain.
Sedengkan asosiatif menurut suiyono (2013:11) adalah penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh ataupun hubungan antara dua variabel atau lebih.
Pada Penelitian penelitian ini penulis ingin mengetahui dan menganalisa sejauh
mana pengaruh iklan dan brand terhadap keputusan pembelian pada PT. Supra
Kencana Sukses Batam.
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan
mengambil objek penelitian di PT. Supra Kencana Sukses. Adapun penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh iklan dan brand terhadap
keputusan pembelian sepeda motor scoopy di batam.
53
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini berlangsung dari bulan Juni sampai dengan bulan Juli
2016.
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi menurut Sugiyono (2013: 80), populasi adalah sebagai wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah konsumen PT. Supra
Kencana Sukses Batam yang berjumlah 60 orang.
3.3.1 Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2013: 81), Sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Jumlah sampel yang ada
penelitian ini berjumlah 60 responden. Karena hanya 60 responden kurang dari
100 orang jadi semua populasi dijadikan sampel, teknik pengambilan sampel
adalah total sampling dalam seluruh populasi dijadikan sampel.
54
3.4
Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Penelitian
Sandjaja dan Hatch memaparkan bahwa variabel itu merupakan sesuatu
yang bervariasi. Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sugiyono yang
mengungkapkan bahwa variabel itu merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga memperoleh
informasi tentang hal tersebut.
Hal ini selaras dengan Arikunto (2010 : 161), variabel adalah objek
penelitian, atau apa saja yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ada 2 (dua) macam yakni:
3.4.2 Variabel Bebas
Variabel ini sering disebut variabel stimulus, prediktor, antecedent. Dalam
bahasa indonesia disebut sebagai variabel bebas. Menurut Sugiyono (2011: 61),
variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel independen (terikat). Variabel ini
biasa disebut juga variabel eksogen.Adapun yang merupakan variabel independen
(bebas) adalah: iklan (X1) dan brand (X2).
3.4.3 Variabel Terikat
Variabel dependen disebut juga variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam
bahasa indonesia disebut variabel terikat. Menurut Sugiyono (2011: 61), variabel
terikat atau variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
55
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.Variabel terikat disebut juga
variabel indogen. Adapaun variabel terikat dalam penelitian ini adalah : keputusan
pembelian (Y).
3.5
Variabel Penelitian
Tabel 3.1
Variabel
Penelitian
Definisi Operasional
Iklan
Iklan (X1)
adalah
bentuk
semua 1. Personal Selling
terbayar
presentasi
Indikator
dari 2. Periklanan
nonpribadi 3. Iklan penjualan
dan promosi ide, barang, 4. Hubungan
Skala
Pengukuran
Summated
Rating ScaleLikert
(interval)
atau jasa oleh sponsor 5. Pemasaran langsung
tertentu
Philip Kotler (2008).
Brand (X2)
Brand adalah persepsi 1. Recognition
Summated
atau
Rating Scale-
emosional
ber-
(Pengenalan),
alasan bahwa konsumen 2. Reputation
Likert
melekat
(interval)
tertentu
pada
merek
Dobni
Zinkhan (1990),
(Reputasi)
& 3. Affinity (Daya
Tarik)
4. Brand Loyalty
(Kesetiaan Merek),
Keputusan
Pembelian (Y)
Keputusan Pembelian
1. Kebutuhan
Summated
adalah tindakan dari
2. Publik
Rating Scale-
konsumen untuk mau
3. Manfaat
Likert
membeli atau tidak
5. Manfaat
(interval)
terhadap produk
6. Kepuasan
Kotler (2002),
56
3.6
Data Penelitian
3.6.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder, baik yang berasal dari perusahaan tempat penulis melakukan
penelitian maupun dari sumber-sumber lain yang ada kaitannya dengan judul
tugas akhir ini.
1.
Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari sumber yang bersangkutan, unit sampel
dari penelitian diperoleh langsung dari hasil penyebaran kuensioner kepada
tiap konsumen PT. Supra Kencan Sukses Batam.
2. Data Sekunder
Data sekunder data yang diperoleh secara resmi dari perusahaan seperti data
perusahaan serta teori-teori yang diperoleh dari buku-buku dan literaturliteratur lainnya yang berhubungan dengan objek penelitian
3.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam setiap penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data dan dalam
proses pengumpulan data tersebut akan menggunakan satu atau beberapa metode.
Jenis metode yang dipilih dan digunakan dalam pengumpulan data, tentunya harus
sesuai dengan sifat dan karakteristik penelitian yang akan dilakukan. Instrumen
adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data-data tersebut.
Dalam teknik pengumpulan data ini penulis mengggunakan dua pendekatan
teknis yaitu:
57
1.
Metode Kuesioner
Kuesioner atau lebih dikenal dengan angket merupakan pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan erat dengan masalah penelitian yang hendak
dipecahkan, disusun, dan disebarkan ke responden untuk memperoleh informasi
di lapangan (Sukardi, 2010:76). Teknik angket menggunakan instrumen angket
pula.
Teknik kuesioner dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung dalam
sudut pangdangan:
a.
Dipandang dari cara menjawabnya, dibedakan menjadi:

Kuesioner
terbuka,
dengan
memberikan
kesempatan
kepada
responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.

Kuesioner tertutup, merupakan angket yang sudah disediakan
jawabannya sehingga responden hanya memilih jawaban yang sudah
tersedia.
b.
Dipandang dari jawaban yang diberikan, yaitu:

Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya.

Kuesioner tidak langsung, yaitu responden yang menjawab tentang
diri orang lain.
c.
Dipandang dari bentuknya, yaitu:

Kuesioner pilihan ganda, yang bentuknya sama dengan kuesioner
tertutup.

Kuesioner isian, yang bentuknya sama dengan kuesioner terbuka.
58

Check list, merupakan sebuah daftar dimana responden hanya
membubuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai dengan
pernyataan responden.

Rating-scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan yang diikuti
oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya
tingkatan dari sangat setuju sampai tidak setuju.
Menurut Sugiyono (2012 : 137), merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan
tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Kuisioner juga cocok digunakan
jika jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas.
2.
Metode Observasi
Observasi
adalah
kemampuan
seseorang
untuk
menggunakan
pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan
pancaindra lainnya (Bungin, 2009 : 115 – 116). Sutrisno Hadi, dalam Sugiono
(2012 : 145) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang
kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan
psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses – proses pengamatan dan
ingatan.
Sedangkan Herdiansyah (2010 : 131) menyatakan bahwa, inti dari observasi
adalah perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang
59
tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat
didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur. Karena mensyaratkan perilaku yang
tampak, potensi perilaku seperti sikap dan minat yang masih dalam bentuk
kognisi, afeksi, atau kecenderungan perilaku tidak dapat diobservasi. Selain itu,
observasi haruslah mempunyai tujuan tertentu. Pengamatan yang tanpa tujuan
bukan merupakan observasi.
3.7
Metode Analisis Data
Dalam setiap penelitian, masalah penggunaan alat pengukur (instrumen)
perlu mendapat perhatian agar dapat diharapkan bahwa hasil yang diperoleh
adalah benar dan dapat mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dari masalah
yang diselidiki.
3.7.1 Uji Kualitas Data
Untuk mempermudah pengujian validitas dan reliabilitas butir-butir
pertanyaan penelitian, pembentukan garis regresi beserta pengujian hipotesis
penelitian menggunakan alat bantu SPSS versi 16.
3.7.1.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat ke validitas atau
kestabilan suatu instrument. Menurut Susetyo (2011 : 89), validitas isi adalah
validitas yang akan mengecek kecocokan diantara butir – butir tes yang dapat
dibuat dengan indikator, materi, atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
60
Digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Uji validitas
dilakukan untuk memastikan bahwa masing-masing pertanyaan akan terklarifikasi
pada variabel-variabel yang telah ditentukan.
Kriteria valid atau tidak adalah jika korelasi antar skor masing-masing butir
pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikan di bawah 0,05 maka
butir pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid,dan jika korelasi skor masingmasing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikan diatas
0,05 maka butir pertanyaan tersebut tidak valid (Ghozali 2009 : 49).
Validitas menunjukkan sejauh mana perbedaan yang didapatkan melalui alat
pengukur mencerminkan perbedaan yang sesungguhnya di antara responden yang
diteliti.Dalam menentukan kelayakan atau tidaknya suatu item yang akan
digunakan biasanya dilakukan uji signifikansi koefisien kolerasi pada taraf 0.05.
Artinya suatu item dianggap memiliki tingkat keberterimaan atau valid jika
memiliki kolerasi signifikan terhadap skor total item.
Keterangan:
r = koefisien korelasi
x = skor item
y = skor total dari y
n= jumlah banyaknya subjek
61
Nilai uji akan dibuktikan dengan menggunakan uji dua sisi pada taraf
signifikan 0,05. Kriteria diterima dan tidaknya suatu data valid atau tidak, jika:
Jika r hitung α≥ r tabel maka item-item pada pertanyaan dinyatakan berkolerasi
signifikan terhadap skor total item tersebut, maka item dinyatakan valid. Jika r
hitung < r tabel maka item-item pada pertanyaan dinyatakan tidak berkolerasi
signifikan terhadap skor total item tersebut, maka item dinyatakan tidak valid.
3.7.1.2 Uji Reliabilitas
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes
tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2010 : 86). Dalam hal ini
Susetyo (2011 : 109) menjelaskan bahwa “Realibilitas konsistensi internal
didasarkan pada skor yang diperoleh dari satu perangkat ukur dengan satu kali
pengukuran pada peserta tes.
Menurut Ghozali 2009 : 45 Uji reliabilitas adalah untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner
dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan
tersebut konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.Untuk mengukur reliabilitas
digunakan uji statistic Cronbach Alfa (a).Suatu variabel dikatakan reliable jika
memberikan nilai Cronbach’s Alfa> 0.60. Sedangkan, jika sebaliknya data
tersebut dikatakan tidak reliable (Ghozali 2009 : 45 – 46).
Metode uji yang sering digunakan pada skala likert adalah metode
cronbach's alpha. Data dikatakan reliabel apabila r alpha positif dan r alpha > r
62
tabel df = (α, n-2).Untuk mencari besaran angka reliabilitas dengan menggunakan
metode conbrach alpha dapat digunakan suatu rumus sebagai berikut:
Keterangan:
∑
r
= reliabilitas intrumen
k
= banyaknya item pertanyaan atau pernyataa
= jumlah varian butir
= jumlah varian total
3.7.2 Uji Asumsi Klasik
Dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan
analisis regresi linier berganda yaitu melihat pengaruh iklan dan brand terhadap
Keputusan Pembelian. Uji asumsi klasik ini terdiri dari uji multikolinieritas dan
uji heteroskedestisitas.
3.7.2.1 Uji Normalitas Data
Hipotesis
yang
telah
dirumuskan
akan
diuji
dengan
statistik
parametris,dalam hal ini dengan menggunakan korelasi dan regresi. Penggunaan
statistik parametris mensyaratkan bahwa data setiap variabel yang akan dianalisis
harus berdistribusi normal ( Sugiyono 2011 : 172).
Menurut Imam Ghozali (2011 : 160), uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
63
distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengansumsikan bahwa
nilai residualmengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji
statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan
melihat grafik histrogram yang membandingkan antara data observasi dengan
distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun demikian hanya dengan
melihat histrogram hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel
kecil.Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal (Imam Ghozali
(2011:160). Jadi dalam penelitian ini uji normalitas untuk mendeteksi apakah
residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik histrogram
dan dengan melihat normal probability plot. Dasar pengambilan keputusan :
a.
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histrogramnya menunjukan pola distribusi normal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b.
Jika data menyebar jauh dari diagonal atau grafik histrogram dan atau
mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogram tidak menunjukan
pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
3.7.2.2 Uji Multikolinieritas
Menurut Imam Ghozali (2011:105) uji ini bertujuan menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).Model
64
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen.Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel
ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai
korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi
ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:
a.
Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat
tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang
tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
b.
Menganalisis metrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antara
variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90),
maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Tidak adanya
korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berati bebas dari
multikolonieritas. Multikolo-nieritas dapat disebabkan karena adanya efek
kombinasi dua atau lebih variabel independen.
c.
Multikolonieritas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan lawannya,
variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap
variabel independen manakala yang dijelaskan oleh variabel independen
lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih
yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance
yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai
cutoff yang umum dipakai untuk menunjukan adanya multikoloni ita adala
nilai ol an ≤ 0,10 atau ama d ngan nilai VIF ≥10.
65
3.7.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Menurut Imam Ghozali (2011:139) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residu
suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke sedang dan besar. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara
SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah dipredisi dan sumbu
X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar
analisis adalah:
1.
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.7.3 Analisis Deskriptif
Setelah ditetapkan indikator dari variabel yang ada, maka langkah
selanjutnya adalah mengadakan pengukuran atas variabel-variabel tersebut.
Adapun pengukuran yang digunakan untuk mengukur tanggapan responden
adalah dengan menggunakan skala likert. Menurut Arikunto (2010 : 3)
menjelaskan bahwa Analisis deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang sudah disebutkan, yang
hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.
66
Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh
peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skala likert,
maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian
indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item
instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif
sampai sangat negatif. Untuk keperluan dianalisis kuantitatif, maka jawaban itu
dapat diberi skor misalnya:
3.8
1. Sangat setuju diberi skor
(5)
2. Setuju diberi skor
(4)
3. Ragu-ragu diberi skor
(3)
4. Tidak setuju diberi skor
(2)
5. Sangat tidak setuju diberi skor
(1)
Pengujian Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan mengenai sesuatu hal yang harus diuji
kebenarannya.Hipotesis ini dapat dimunculkan untuk menduga suatu kejadian
tertentu dalam suatu bentuk persoalan yang dianalisis dengan menggunakan
analisis regresi.Adapun pengujian hipotesis ini terdiri dari analisis regresi. Uji
hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yakni:
67
3.8.1 Uji-T (Regresi Parsial)
Menurut Imam Ghozali (2011 : 97) Uji t pada dasarnya menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individu dalam
menerangkan variasi variabel dependen.
Langkah-langkah pengujian diawali dengan membuat formulasi hipotesis
sebagai berikut:
1.
Menentukan hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha).
Ho: bi = 0, artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen (X1, X2)
terhadap variabel dependen (Y).
Ha: bi < 0, artinya ada pengaruh negatif antara variabel independen (X1,
X2) terhadap variabel dependen (Y).
Ha: bi > 0, artinya ada pengaruh positif antara variabel independen (X1, X2)
terhadap variabel dependen (Y).
2. Menentukan tingkat signifikan dengan tabel.
3. Mencari t hitung dengan rumus:
t hitung =
bi
Sbi
Keterangan :
bi
=
Se bi =
Koefisien regresi variabel independen ke i.
Standar error koefisien regresi variabel independen ke i.
4. Keputusan
Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak
Jika t hitung > t tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak
68
3.8.2 Uji-F (Regresi Simultan)
Menurut Imam Ghozali (2011 : 97) Uji statistik F pada dasarnya
menunjukan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukan
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen/terikat.
1.
Rumusnya adalah
F=
R2 / K
(1- R2) / (n-k-1)
Keterangan:
F
2.
=
F hitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan F table.
R2 =
Korelasi parsial yang ditemukan.
N
=
Jumlah sampel.
K
=
Jumlah Variabel bebas.
Dasar pengambilan keputusan pengujian:
a.
Jika F hitung > F table maka H0 ditolak.
b.
Jika F hitung < F table maka H0 diterima.
3.8.3 Uji Regresi Linier Berganda
Uji regresi linier berganda digunakan untuk meramal suatu variabel
dependen (Y) berdasarkan dua variabel independen dalam suatu persamaan linier.
Model regresi disini memasukkan dua variabel indepnden yaitu Iklan dan Brand.
69
Persamaan regresi yang digunakan adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Keterangan:
Y
=
Keputusan Pembelian
X1
=
Iklan
X2
=
Brand
b1
=
Koefisien variabel independent X1
b2
=
Koefisien variabel independent X2
a
=
Konstanta
e
=
Error
3.8.4 Uji Koefisien Determinasi (R²)
Menurut Imam Ghozali (2011 : 97) Koefisien determinasi (R2 ) pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Jika koefisien
determinasi (R2) = 1, artinya variabel-variabel independen memberikan semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Jika
koefisien determinasi (R2) = 0, artinya variabel independen tidak mampu
menjelaskan variasi-variasi dependen.
Download