BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Gender. Kata gender dalam istilah bahasa indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu „Gander‟. Jika dillihat dalam kamus bahasa Inggris, tidak secara jelas dibedakan pengertian antara sex dangender. Sering kali gender dipersamakan dengan seks (jenis kelamin laki – laki dan perempuan).Setelah Sekian lama terjadi proses pembagian peran dan tanggung jawab terhadap kaum laki – laki dan perempuan yang telah berjalan bertahun – tahun bahkan berabad – abad maka sulit dibedakan pengertian antara seks (laki – laki dan perempuan) dengan gender (Riant nugroho, 2011 : 1). Untuk memenuhi konsep gender maka harus dapat dibedakan antara kata gender dengan seks (jenis kelamin). Pengertian dari seks (jenis kelamin) adalah merupakan pembagian dua jenis kelamin (penyifatan) manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis kelamin laki – laki adalah manusia yang memiliki atau bersifat bahwa laki – laki adalah manusia yang berpenis,memiliki jakala (kala menjing) dan memperuduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi, seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur, memiliki vagina dan memiliki alat untuk menyusui.Hal tersebut secara biologis melekat pada manusia yang berjenis kelamin perempuan maupun laki – laki. Artinya bahwa Secara biologis alat – alat tertsebut tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia laki – laki dan perempuan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai kodrat (ketentuan tuhan). (Riant Nugroho, 2011 : 2). Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robet Stoller pada tahun 1968 untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan mendefenisikan yang bersifat sosial budaya dengan pendefenisikan yang berasal dari ciri – ciri fisik biologis. Dalam ilmu sosial orang yang juga sangat berjelsa dalam mengembangkan istilah dan pengertian gender ini adalah Ann Oakley pada tahun 1972. Bagimana Stollr dan Oakley mengartikan gender kontribusi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun kebudayaan manusia itu sendiri. Sementara itu , kantor menteri negara pemberdayaan perempuan republik indonesia, mengartikan gender adalah Peran – peran sosial yang dikontribusikan oleh masyarakat, serta tanggun jawab dan kesempatan laki – laki dan perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran – peran sosial tersebut dapat dilakukan oleh keduanya (laki – laki dan perempuan). Gender bukan merupakan kodrat ataupun ketentuan tuhan, oleh kerena itu gender berkaitkan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki – laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dangan tata nilai yang terstruktur,ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka tinggal atau lahir. (Riant nugroho, 2011 : 4). 2.2 Pengertian Keluarga. Keluarga berasal dari bahasa sang sekerta yaitu “kula dan warga kulawarga yang artinya anggota kelompok kerabat. Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga menurut kamus sosiologi antropologi adalah seisi rumah yang menjadi tanggungan batin, suatu kekerabatan yang mendasar dalam masyarakat kaum kerabat sanak saudara suatu unit dari populasi yang terdiri dari ibu bapak dan anak – anaknya. Keluarga menurut Undang – Undang Nomor 52 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 6adalah "unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suamiistri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya". Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat juga sebagai wahana utama dan pertama bagi anggota – anggotanya untuk mengembangkan potensi dan aspek sosial dan ekonomi. Keluarga adalah suatukelompok dari orang – orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi, dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan – peranansosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki – laki dan perempuan, saudaralaki – laki dan perempuan serta merupakan pemeliharaan kebudayaan bersama. Puspitawati (2009), Setiap keluarga pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam setiap tahapan hidupnya. Adapun tujuan dari membentuk keluarga yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anggotanya (BKKBN 1992). Terdapat delapan fungsi utama untuk mencapai tujuan keluarga menurut PeraturanPemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 yang terdiri dari fungsi keagamaan,sosial, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomidan pembinaan lingkungan (BKKBN 1996). Selanjutnya Rice & Tucker (1986) membagi peran keluarga menjadi dua peran utama yaitu peran ekpresif dan peran instrumental. Peran ekspresif adalah untuk memenuhi keutuhan emosi (cinta kasih, ikatan suami – istri, dan ikatan orangtua – anak) dan perkembangan anak yang di dalamnya meliputi moral, loyalitas, dan sosialisasi anak. Sedangkanperan instrumental adalah peran manajemen sumberdaya keluarga yang dimiliki (fungsi ekonomi) untuk mencapai berbagai tujuan keluarga melalui prokreasi dan sosialisasi anak, serta dukungan dan pengembangan anggota keluarga. 2.3 Peranan Wanita Dalam Keluarga Sebagai ibu, wanita dituntut pada tugas – tugas domestiknya yang tidak dapat dihindari, namun sebagai wanita, harus dapat melaksanakan tugas pelaksana emansipasi wanita. Sebagai wanita harus melaksanakan beberapa peran untuk dapat mengikuti perkembangan dan tuntutan kemajuan. Peranan wanita tersebut dikenal dengan Panca Dharma wanita, yaitu: a. Wanita sebagai istri Berperan tidak hanya sebagai ibu, akan tetapi harus tetap bersikap sebagai kekasih suami seperti sebelum kawin, sehingga dalam rumah tangga tetap terjalin ketentraman yang dilandasi kasih sejati.Sebagai istri dituntut untuk setia kepada suamidan harus terampil sebagai pendamping suami agar dapat menjadi motivasi kegiatan suami. b. Wanita sebagai ibu rumah tangga Sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab berkewajiban secara terus menerus memperhatikan kesehatan rumah, lingkungan dan tata laksana rumah tangga, mengatur segala sesuatu dalam rumah tangga untuk meningkatkan mutu hidup. Keadaan rumah tangga harus mencerminkan suasana aman, tenteram dan damai bagi seluruh anggota keluarga. c. Wanita sebagai pendidik Ibu adalah pendidik utama dalam keluarga bagi putra – putrinya. Menanamkan rasa hormat, cinta kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kepada orangtua, masyarakat dan bangsa yang kelak tumbuh menjadi warga negara yang tangguh. d. Wanita sebagai pembawa keturunan Sesuai fungsi fitrahnya, wanita adalah sebagai penerus keturunan yang diharapkan dapat melahirkan anak – anak yang sehat jasmani dan rokhaninya, cerdas pikirannya dan yang memiliki tanggung jawab, luhur budi dan terpuji perilakunya. e. Wanita sebagai anggota masyarakat Pada masa pembangunan ini, peranan wanita diusahakan untuk meningkatkan pengetahuan atau keterampilan sesuai dengan kebutuhannya. Organisasi kemasyarakatan wanita perlu difungsikan sebagai wadah bersama dalam usaha mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam membina dan membentuk pribadi serta watak seseorang dalam rangka pembangunan manusia indonesia seutuhnya (Budi Socahyono 2002). Pada masyarakat pedesaan, peran ganda wanita bukanlah hal yang baru. Mereka disamping sebagai istri, ibu, juga harus bekerja di luar rumah misalnya:bertani, berkebun, berdagang, mencari kayu, bekerja sebagai buruh, dan lain-lain. Kerena tanpa bekerja kebutuhan untuk kelangsungan hidup tidak akan terpenuhi. Berarti, bekerja merupakan suatu keharusan. 2.4 Definesi Ibu Rumah Tangga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu rumah tangga dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, atau dengan pengetian lain ibu rumah tangga merupakan seorang istri (ibu) yang hanya mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga. Sedangkan menurut kamus Sosiologi Anropologi ibu adalah 1. wanita yang telah menikah dan melahirkan anak, 2. Sebutan seorang wanita secara sosial. sedankan rumah tangga adalah segala sesuatu yang berkenaan dangan urusan kehidupan dalam rumah (seperti pangan, sandang, papan dan lain-lainnya). Jadi ibu rumah tangga adalah seorang wanita yang telah menikah dan memiliki tanggung jawab untuk mengatur segala yang ada dalam rumah (baik suami, anak dan lainya yang berkaitan dengan rumah tangga). 2.5 Fungsi Ibu Rumah Tangga. Fungsi ibu rumah tangga adalah sebagai “Tiang rumah tangga” amatlah penting bagi terselenggaranya rumah tangga yang sakinah yaitu keluarga yang sehat dan bahagia, karena di atas yang mengatur, membuat rumah tangga menjadi surga bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi bagi suaminya. Untuk mencapai ketentraman dan kebahagian dalam keluarga dibutuhkan isteri yang soleh, yang dapat menjaga suami dan anak – anaknya, serta dapat mengatur keadaan rumah sehingga tempat rapih, menyenangkan, memikat hati seluruh anggota keluarga. Dari segi kejiwaan dan kependidikan, Ditunjukan kepada para orang tua khususnya para ibu, harus bekerja keras mendidik anak dan mengawasi tingkah laku mereka dengan menanamkan dalam benak mereka berbagai perilaku terpuji serta tujuan – tujuan mulia, adapun tugas – tugas para ibu mendidik anak – anaknya yaitu : 1. Para ibu harus membiasakan perbuatan – perbuatan terpuji pada anak, 2. Para ibu harus memperingatkan anak – anak mereka akan segala kejahatan dan kebiasaan buruk, perilaku yang tidak sesuai dengan kebiasaan sosial dan agama, 3. Para ibu harus memiliki kesucian dan moralitas sebagai jalan pendidikan untuk putra – putri mereka, 4. Para ibu jangan berlebihan dalam memanjakan anak, 5. Para ibu harus menanamkan pada anak rasa hormat pada ayah mereka, 6. Para ibu jangan pernah menentang suami, sebab akan menciptakan aspek kebencian dengan kedengkian satu sama lain, 7. Para ibu harus memberi tahukan pada kepala keluarga setiap penyelewengan tingkah laku anak – anak mereka, 8. Para ibu harus melindungi anak dari hal – hal buruk menggoda serta dorongan – dorongan perilaku anti sosial, 9. Para ibu harus menghilangkan segala ajaran atau metode yang dapat mencederai kesucian serta kemurnian atau meruntuhkan moral dan etika seperti buku – buku porno novel, Para ibu bertanggungjawab menyusun wilayah – wilayah mental serta sosial dalam pencapaian kesempurnaan serta pertumbuhan anak yang benar. Sejumlah kegagalan yang terjadi diakibatkan oleh pemisahan wanita dari fungsi – fungsi dasar mereka. 2.6 Wanita Dalam Sektor Publik Publik tentang wanita dalam sejarah masyarakat, kapan dan dimanapun selalu terdapat kelas yang bersifat meremehkan martabat wanita dan memandangnya sebagai hamba kelas dua setelah kaum pria. Program peningkatan peranan wanita di Indonesia merupakan refleksi dan perwujudan dari proses emansipasi wanita tertuang dalam surat – surat Kartini melalaui bukunya "Habis Gelap Terbitlah Terang” dalam menuju kesetaraan antara wanita dan pria (Budi Sucahyono 2002). Di Indonesia wanita mulai dilihat perannya dalam hubungan interaksi dengan keluarga bahkan lingkungan pembangunan yang lebih luas. Dalam GBHN sebagai acuan pembangunan telah mengamanatkan peningkatkan kedudukan dan peran wanita dalam pembangunan ini sejak tahun 1978. Dalam GBHN 1993 program peningkatan kedudukan dan peran wanita dalam pembangunan jangka panjang tahap II (PJPT II) diarahkan pada sasaran umum yaitu meningkatkan kualitas wanita dan terciptanya iklim sosial budaya yang mendukung bagi wanita untuk mengembangkan diri dan meningkatkan perannya dalam berbagai dimensi kehidupan berkeluarga, berbangsa dan bernegara. Kita menyadari bahwa setiap kebijaksanaan dan strategi yang diterapkan dalam pelaksanaan pembangunan tidak selalu memiliki dampak , manfaat akibat yang sama terhadap pria dan wanita. Kesenjangan antara wanita dan pria dalam berbagai bidang pembangunan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Wanita sebagai tenaga kerja memperoleh lapangan kerja yang terbatas dari pada pria, juga dari segi upah atau gaji yang diterima lebih rendah daripada pria. Dalam hal ini yang ingin dikaji adalah dilema wanita pekerja dari tingkat upah yang lebih rendah antara pria dan wanita. 2.7 Teori Struktural Fungsional Teori struktural fungsional merupakan teori dengan pendekatan sosiologi yang memandang bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang salingterkait satu sama lain. Pendekatan ini mengakui adanya keragaman kehidupan sosial dalam struktur masyarakat (Megawangi 1999). Struktural fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga agar dapat berfungsi dengan baik dan kestabilan sosial dalam sitem masyarakat. SebabMenurut Megawangi (1999), pendekatan ini tidak pernah lepas dari pengaruhbudaya, norma, dan nilai – nilai yang melandasi sistem masyarakat tersebut. Teori struktural fungsional dapat dilihat penerapannya dalam keluarga melalui struktur dan aturan yang diterapkan. Menurut Levy dalam Megawangi (1999) menyatakan bahwa tanpa adanya pembagian tugas masing – masing ganggota keluarga dengan jelas sesuai dengan status sosialnya maka fungsi keluarga akan terganggu. Pembagian peran dan tugas dalam keluarga dibutuhkan untuk dapat saling melengkapi dan menjaga keharmonisan sistem agar dapat berfungsi dengan baik. Untuk lebih lanjutnya Levy dalam Megawangi(1999) membuat daftar persyaratan yang harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat berfungsi, diantaranya sebagai berikut: 1. Diferensiasi peran yaitu adanya pembagian peran dan tugas yang harus dijalankan oleh setiap anggota keluarga. Dari serangkaian tugas dan aktivitas yang perlu dilakukan dalam keluarga, maka harus terdapat alokasi peran untuk setiap anggota keluarga. Terminologi diferensiasi peran tersebut dapat dibagi berdasarkan umur, gender, generasi, posisi status ekonomi dan politik dari masing-masing aktor. Sebagai ilustrasi yaitu menyetir “Seorang bapak adalah lebih kuat daripada anak lelakinya (karena juga lebih muda) sehingga bapak akan diberikan peran sebagai pemimpin dalam kegiatan instrumental”. 2. Alokasi solidaritas yang menyangkut adanya distribusi relasi antar anggota keluarga. Distribusi relasi antar anggota menurut cinta, kekuatan, dan intensitas dalam hubungan. Cinta dan kepuasan dapat menggambarkan hubungan antar anggota. Misalnya keterikatan emosi antara ibu dengan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhada prelasi lainnya. Hubungan antara bapak dan anak mungkin lebih utama dibandingkan dengan hubungan suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Sedangkan intensitas merupakan ke dalam relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun kekuatan. 3. Alokasi ekonomi menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk tercapainya tujuan keluaga. Distribusi barang-barang dan jasa ini untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Diferensiasi tugas dalam hal ini dapat terlihat dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa dalam keluarga. 4. Alokasi politik menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga. Yang dimaksud dengan distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga. agar keluarga dapat berfungsi, maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan. 5. Alokasi integrasi dan ekspresi meliputi cara atau teknik sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku bagi setiap anggota keluarga. Teori struktural-fungsional mengasumsikan bahwa suatu keluarga terdiri dari bagian yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kemampuan struktur keluarga dapat berfungsi secara efektif pada keluarga inti yang tersusun dari seorang laki-laki sebagai pencari nafkah dan perempuan sebagai ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan anggota dan ekonomi industri http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3837/1/sosiologi-hadriana. baru.