POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI PENGASINAN IKAN TERI NASI (Pola Pembiayaan Konvensional) BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected] DAFTAR ISI 1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan................................ ............... 4 a. Profil Usaha ......................................................................................................... 4 b. Pola Pembiayaan ............................................................................................... 5 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ....... 10 a. Permintaan ........................................................................................................ 10 b. Penawaran ......................................................................................................... 10 c. Analisis Persaingan dan Peluang Usaha ................................................. 12 d. Harga ................................................................................................................... 13 e. Jalur Pemasaran .............................................................................................. 14 f. Kendala Pemasaran......................................................................................... 15 4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 16 a. Lokasi Usaha ..................................................................................................... 16 b. Fasilitas Produksi dan Peralatan ............................................................... 16 c. Bahan Baku........................................................................................................ 18 d. Tenaga Kerja dan Upah ................................................................................ 19 e. Teknologi ............................................................................................................ 20 f. Proses dan Metode Produksi ........................................................................ 20 g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ............................................................. 31 h. Produksi Optimum .......................................................................................... 31 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 32 a. Pemilihan Pola Usaha .................................................................................... 32 b. Asumsi dan Jadwal Kegiatan ...................................................................... 32 c. Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional ................................ 34 d. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ........................................ 36 e. Produksi dan Pendapatan ............................................................................ 38 f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point.............................................. 38 g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ............................................. 40 h. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha .................................................... 41 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 44 a. Aspek Sosial Ekonomi ................................................................................... 44 b. Dampak Lingkungan ...................................................................................... 45 7. Penutup ................................ ................................ ..................... 46 a. Kesimpulan ........................................................................................................ 46 b. Saran ................................................................................................................... 46 LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 48 Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 1 1. Pendahuluan Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai perikanan laut yang cukup besar. Potensi sumber daya ikan di laut Indonesia diperkirakan mencapai 6.7 juta ton per tahun (BBPMHP, 1996). Salah satu potensi perikanan laut tersebut adalah ikan teri. Ikan teri menempati posisi penting diantara 55 spesies ikan yang memiliki nilai ekonomis setelah ikan layang, kembung, lemuru, tembang dan tongkol. Data Dirjen Perikanan menunjukkan adanya kenaikan produksi ikan teri sebesar 11.73% selama tahun 1990-1993 (Direktorat Jenderal Perikanan, 1995). Ikan teri (Stolephorus spp.) merupakan jenis ikan kecil yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti jenis ikan laut lainnya, ikan teri juga memiliki kandungan protein tinggi. Lubis (1987) mengatakan ikan sebagai bahan pangan mempunyai nilai gizi yang tinggi dengan kandungan mineral, vitamin, lemak tak jenuh dan protein yang tersusun dalam asam-asam amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh dan kecerdasan manusia. Foto 1.1. Ikan Teri Nasi Super Sumber: http://www.indonetwork.co.id/BEUNASARANA/60203 Ikan teri termasuk jenis ikan yang rentan terhadap kerusakan (pembusukan), apabila dibiarkan cukup lama akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Oleh karena itu, ikan teri yang sudah ditangkap harus segera mendapat proses pengolahan, di antaranya melalui pengawetan. Salah satu proses pengawetan terhadap ikan teri ini adalah melalui pengasinan. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 2 Wahyuni (2002) menyebutkan bahwa dengan semakin meningkatnya produksi ikan teri, maka diperlukan suatu penanganan pasca panen yang cepat yakni melalui pengawetan yang memadai agar nilai kenaikan produksi diperoleh tidak sia-sia. Pengawetan ini diperlukan untuk memperpanjang masa simpan ikan terutama di saat-saat musim ikan melimpah. Penyusunan pola pembiayaan pengasinan ikan teri nasi ini didasarkan pada informasi yang didapatkan dari survey lapangan terhadap pengusaha pengasinan ikan teri nasi di beberapa daerah di Indonesia. Daerah yang disurvey adalah Kota Medan, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lapangan, dapat disimpulkan bahwa pola usaha pengasinan ikan teri nasi ini terbagi 2. Pertama, pengusaha pengasin ikan teri yang melakukan seluruh kegiatan produksi termasuk penangkapan ikan teri, kedua adalah pengusaha pengasin ikan teri yang tidak melakukan penangkapan ikan teri, namun bahan baku atau ikan teri yang akan diasinkan dibeli dari pedagang pengumpul. Dalam penyusunan pola pembiayaan ikan teri nasi ini, pola usaha yang dijadikan sampel adalah pola usaha kedua. Foto 1.2. Ikan Teri Nasi Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 3 2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan a. Profil Usaha Pengusaha yang bergerak di bidang pengasinan ikan teri dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok menurut cakupan kegiatan usaha: 1. Pola usaha 1: Pengusaha pengasinan ikan teri nasi yang melakukan seluruh aktifitas usaha, mulai dari penangkapan ikan teri nasi, pengolahan dan perdagangan (baik dalam dan luar negeri), di mana umumnya pola usaha ini merupakan usaha skala menengah dan besar. 2. Pola usaha 2: Pengusaha yang membeli ikan teri nasi basah dari nelayan atau pedagang kecil kemudian mengolah ikan teri nasi basah tersebut menjadi ikan teri nasi asin, memasarkan, baik menjual secara langsung untuk pasar lokal, menjual ke pedagang besar dan mengekspor. Pola usaha seperti ini umumnya adalah usaha skala kecil dan menengah.> Produksi tangkapan ikan teri tidak dapat diprediksikan layaknya jenis ikan yang dibudidayakan. Hasil tangkapan ikan teri sangat tergantung pada kondisi iklim dan cuaca. Umumnya, pada waktu musim panas (kemarau), yakni antara bulan April hingga akhir Oktober, jumlah tangkapan ikan teri menurun. Demikian pula pada saat musim hujan yang disertai dengan angin kencang. Umumnya tangkapan ikan meningkat pada bulan Nopember hingga akhir Maret setiap tahun. Beberapa tahun lalu, di daerah tertentu, seperti Sumatera Utara, penangkapan ikan teri serta pengolahannya banyak dilakukan di jermaljermal. Namun belakangan ini, penangkapan lebih banyak dilakukan dengan pukat. Pukat tersebut terdiri dari (1) pukat apung; dan (2) pukat langgar. Untuk jenis penangkapan dengan menggunaan pukat langgar, ikan teri basah hasil tangkapan segera direbus di dalam kapal yang sudah dilengkapi dengan peralatan perebusan ikan. Artinya, setengah dari proses pengasinan ikan teri dilakukan di laut bersamaan dengan waktu penangkapan ikan teri. Berbeda dengan jenis penangkapan ikan dengan menggunakan pukat apung. Setelah pukat diletakkan di wilayah tangkapan, kapal penangkap ikan datang menjemput tangkapan dan membawa ikan teri basah ke darat, untuk selanjutnya segera melakukan pengasinan ikan teri di darat. Di Sumatera Utara, daerah sentra produksi ikan teri adalah Sibolga, Medan, Tanjung Balai, Deli Serdang dan Tanjung Tiram. Di daerah tersebut, terdapat banyak perusahaan penangkapan ikan serta usaha pengggaraman ikan. Sibolga misalnya, lokasinya yang berbatasan langsung dengan perairan Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 4 bebas yaitu Samudera Hindia membuat banyak sekali masyarakat yang bekerja sebagai penangkap ikan, termasuk ikan teri. Tanjung Balai adalah salah satu daerah di Sumatera Utara yang memiliki pelabuhan laut. Dari daerah ini, banyak kapal-kapal hilir mudik, baik kapal-kapal domestik maupun tujuan ke luar negeri, terutama ke Malaysia dan Singapura. Tanjung Balai memiliki sungai yang cukup besar yang langsung berhubungan dengan laut bebas, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor keberuntungan bagi masyarakat yang memilih nelayan sebagai profesinya. Sementara itu, di Kota Medan, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan merupakan pusat produksi ikan, termasuk ikan teri di Medan. Pada tahun 2003, total kunjungan kapal di PPS Belawan sebanyak 8.687 buah, dengan produksi ikan sebanyak 22.889 ton senilai Rp247,3 Milyar, dengan produksi ikan per hari sebanyak 76,161 kg. Dari jumlah tersebut, sebanyak 849,30 ton adalah produksi ikan teri. b. Pola Pembiayaan Untuk penyusunan buku ini, dilakukan survey di beberapa daerah, yakni Medan, Cirebon dan Indramayu. Di masing-masing lokasi survey diperoleh informasi bank yang pernah membiayai usaha pengasinan ikan teri. Di Medan, bank yang menjadi responden adalah Commercial Business Center (CBC) dan Layanan UKM PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk (selanjutnya disebut Bank Mandiri) dan PT. Bank Buana Indonesia (selanjutnya disebut Bank Buana). Di Kota Cirebon dan Kabupaten Indramayu, bank responden adalah PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk (selanjutnya disebut Bank BNI). Berdasarkan diskusi dengan bank, dapat disimpulkan bahwa bank-bank yang membiayai usaha pengasinan ikan teri tidak memiliki skema pinjaman khusus untuk pembiayaan usaha pengasinan ikan teri. Kredit yang disalurkan untuk usaha pengasinan ikan teri digolongkan sebagai kredit umum. Kriteria dan jenis pinjaman yang disalurkan Bank BNI pada usaha pengasinan ikan adalah Kredit Usaha Kecil (KUK) Modal Kerja dan KUK Investasi. 1. Bank BNI Bank BNI Cabang Utama Cirebon telah menyalurkan kredit untuk pengasinan ikan teri sejak tahun 1985. Motivasi pemberian kredit ini adalah potensi usaha di bidang pengasinan ikan yang dianggap akan semakin berkembang karena faktor geografis yang menguntungkan untuk usaha sejenis di Cirebon. Bank BNI Cabang Utama Cirebon menetapkan tingkat bunga pinjaman untuk usaha pengasinan ikan teri sebesar 17,4% per tahun, dengan sistem perhitungan bunga efektif menurun dengan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun dan periode angsuran pokok dan bunga secara bulanan. Untuk mendapatkan kredit untuk usaha pengasinan ikan teri ini, pengusaha Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 5 disyaratkan untuk menyediakan beberapa persyaratan, antara lain seperti sertifikat tanah/bangunan tempat usaha, barang/aset bergerak, dll. Jangka waktu yang dibutuhkan pengusaha untuk memperoleh kredit dari Bank BNI Cabang Utama Cirebon ini relatif singkat. Pengusaha sudah dapat mencairkan kredit dalam waktu 14 hari sejak masa pengajuan kredit. Sementara itu, Bank BNI Cabang Indramayu sudah menyalurkan kredit untuk pengasinan ikan teri sejak tahun 1970-an. Seperti Cirebon, lokasi geografis Kabupaten Indramayu yang terletak di sepanjang Pantai Utara (Pantura) dianggap sangat tepat untuk usaha pengolahan ikan, termasuk pengasinan ikan teri. Di Bank BNI Cabang Indramayu, kredit untuk pengasinan ikan teri yang diberikan adalah KMK yang menggunakan Sistem Rekening Koran di mana debitur dibuatkan Rekening Pinjaman dengan tingkat bunga pinjaman sebesar 16,75% per tahun dengan cara perhitungan bunga efektif dan jangka waktu pinjaman adalah 1 tahun, dan debitur dapat memperanjang pinjaman tersebut untuk tahun-tahun berikutnya sepanjang pemantauan bank atas perkembangan usaha masih layak untuk mendapatkan pinjaman. Bagan 2.1. Prosedur Pengajuan Kredit di Bank BNI*> Keterangan: * Bagan ini digambar berdasarkan informasi yang diperoleh saat survey lapangan dan diskusi mengenai kredit yang disalurkan untuk pembiayaan usaha pengasinan ikan teri nasi dengan pihak BNI Cabang Indramayu PRC : Pengendalian Resiko Cabang PPB : Penyelia Pemasaran Bisnis PPM : Pengelola Pemasaran 2. Commercial Bussiness Centre (CBC) & Layanan UKM Bank Mandiri Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 6 CBC dan Layanan UKM Bank Mandiri sudah membiayai usaha pengasinan ikan teri sejak tahun 2003. Namun kredit yang diberikan bukan untuk kategori usaha kecil. Kriteria jenis kredit yang diberikan kepada debitur adalah Kredit Modal Kerja (KMK) Produksi, namun tidak ada skema pinjaman khusus untuk usaha pengasinan ikan teri. Pembiayaan usaha pengasinan ikan teri dilakukan karena usaha tersebut dipandang layak dan menguntungkan untuk dibiayai. Maksimum plafon kredit yang diberikan sebesar Rp3,5 Milyar. Besarnya kredit yang diberikan ditentukan dari perkiraan omset dan rencana penjualan. Untuk kredit investasi, tingkat bunga per tahun sebesar 13,5%, dengan sistem perhitungan bunga efektif dan grace period 6 bulan, jangka waktu pinjaman maksimum 5 tahun, di mana besarnya dana sendiri nasabah sebesar 35% dari plafon pinjaman. Untuk kredit investasi, pembayaran angsuran pinjaman dilakukan secara triwulan. Sedangkan bunga KMK sebesar 13,5%, dengan sistem perhitungan bunga efektif tanpa grace period, dengan jangka waktu pinjaman selama 1 tahun (revolving). Proses pengajuan kredit hingga pencairan biasanya membutuhkan waktu sekitar 2 minggu. Dalam masa pemberian kredit tersebut, Bank Mandiri juga mengadakan bantuan/konsultansi keuangan terhadap debiturnya. Bank Mandiri dalam memberikan kredit terhadap usaha pengasinan ikan teri yang dibiayai melakukan analisis kelayakan usaha antara lain mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dari keberadaan usaha, seperti penyerapan tenaga kerja dan usaha pengasinan ikan teri yang dibiayai dapat menjadi usaha bapak angkat dari nelayan kecil karena nelayan dapat menjual hasil tangkapannya ke usaha yang dibiayai. Dari sisi teknis, keberadaan usaha juga dianggap berperan menyediakan sarana dan prasarana penangkapan ikan bagi nelayan lainnya. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 7 Bagan 2.2. Prosedur Pengajuan Kredit di CBC dan Layanan UKM Bank Mandiri*> Keterangan: * Bagan ini digambar berdasarkan informasi yang diperoleh saat survey lapangan dan diskusi mengenai kredit yang disalurkan untuk pembiayaan usaha pengasinan ikan teri nasi dengan pihak CBC dan Layanan UKM Bank Mandiri, Medan " " " " " " " SBO : Small Bussiness Officer RM : Risk Management CA : Credit Analyst SRM : Senior Risk Management RRM : Regional Risk Management PSPW : Profesional Staf Pemutus Wewenang SPPK : Surat Penegasan Persetujuan Kredit 3. Bank Buana Bank Buana memberikan kredit untuk usaha pengasinan ikan teri sejak tahun 1999 dan tidak memiliki skema pinjaman khusus untuk usaha pengasinan ikan teri. Mekanisme yang digunakan bank ini adalah menerima rekomendasi dari nasabahnya yang dinamakan nasabah bonafide/nasabah Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 8 prima. Nasabah-nasabah prima diberikan kesempatan untuk mengajukan usaha lain yang dianggap layak untuk dibiayai bank. Kemudian Bank Buana melakukan analisis kelayakan usaha, terutama dengan melihat besarnya bon penjualan dari usaha yang akan dibiayai minimal 3 bulan terakhir. Usaha pengasinan ikan teri yang dibiayai bank ini lokasi usahanya tidak harus di Medan, namun jaminan pinjaman untuk mendapatkan kredit tersebut harus berlokasi di Medan. Seperti usaha pengasinan ikan teri yang sedang dibiayai saat ini, berada di Sibolga dan Padang. Sebelum menyetujui permohonan kredit, Bank Buana tidak harus melakukan survey ke lokasi usaha, cross check keberadaan usaha dapat dilakukan melalui kantor Bank Buana yang ada di lokasi usaha atau melalui sumber informasi lain. Bank Buana menetapkan Bunga kredit Investasi sebesar 13% per tahun, dengan sistem perhitungan bunga efektif menurun tanpa grace period, dengan jangka waktu 10 tahun dan periode angsuran bulanan. Untuk KMK, tingkat bunga sebesar 14% per tahun dengan sistem perhitungan bunga efektif tanpa grace period; jangka waktu pinjaman 1 tahun dan sistem angsuran bulanan. Proses pencairan pinjaman tergolong cepat, dari pengajuan kredit hingga pencairan hanya memerlukan waktu sekitar 1 minggu. Berdasarkan pengalaman Bank Buana dalam membiayai usaha kecil, kesulitan utama yang dihadapi adalah sebagian besar usaha-usaha kecil belum membuat laporan keuangan serta lemahnya kemampuan melakukan pencatatan/rekapitulasi penjualan dengan baik. Sementara bagi pihak bank, kedua hal tersebut sangat penting untuk menentukan layak tidaknya suatu usaha untuk dibiayai. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 9 3. Aspek Pemasaran a. Permintaan Ikan teri nasi sudah sangat terkenal sejak lama. Permintaan ikan teri nasi di pasar dalam dan luar negeri cukup prospektif. Untuk pasar luar negeri, ikan teri sudah diekspor ke beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia, China dan Jepang. Sementara untuk pasar dalam negeri, ikan teri banyak dipasarkan ke kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Palembang, Nanggroe Aceh Darussalam dan Jambi. Volume ekspor perikanan Indonesia menurut komoditi utama pada tahun 2001 sebanyak 148,7 juta Kg dengan nilai 543,01 juta US$, jumlah tersebut kemudian meningkat menjadi sebesar 160,5 juta Kg pada tahun 2004 (meningkat 7,9%) dengan nilai ekspor sebesar 492,1 juta US$. Berdasarkan jenis komoditi utama perikanan laut tersebut, ikan teri merupakan salah satu andalan hasil perikanan laut yang diekspor. Pada tahun 2001, volume ikan teri yang diekspor sebanyak 1,98 juta Kg dengan nilai sebesar 7,93 juta US$, meningkat menjadi 1,999 juta Kg tahun 2002 dengan nilai sebesar 11,89 juta US$ atau mengalami kenaikan nilai ekspor hampir mencapai 50%. Kondisi ini dapat menjadi salah satu indikasi bahwa ikan teri dapat menjadi komoditi andalan perikanan laut di masa mendatang. b. Penawaran Provinsi Sumatera Utara, sebagai salah satu lokasi penelitian usaha pengasinan ikan teri memiliki beberapa kota dan kabupaten yang menjadi sentra produksi ikan teri yaitu Kota Medan, Sibolga, Tanjung Balai, Kisaran dan Kabupaten Deli Serdang. Di Kota Medan, pencatatan nilai produksi ikan teri dilakukan oleh Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan. Berikut ini adalah perkembangan produksi ikan teri yang tercatat di di PPS Belawan. Pada tahun 2001, produksi ikan teri sebanyak 1,813 ton, tahun 2002 sebanyak 567 ton, 849 ton tahun 2003, dan hingga Juli 2004 sebanyak 728 ton. Pertumbuhan produksi ikan teri dari tahun 2001 ke tahun 2002 mengalami penurunan sebesar 68,6%, namun pertumbuhan tersebut mencapai sekitar 50% pada tahun 2003 serta 14,2% sampai dengan bulan Juli 2004. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 10 Tabel 3.1. Produksi Ikan Teri di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (Ton) Tahun 2001 2002 2003 2004* Januari 197,00 60,00 48,65 74,45 Februari 193,60 60,00 84,65 93,00 Maret 194,10 72,00 140,80 97,00 April 192,00 12,00 101,10 291,00 Mei 191,70 62,00 93,45 172,80 Juni 161,40 62,00 101,00 Juli 190,93 29,30 55,00 Agustus 170,59 24,60 76,40 September 132,00 36,20 34,05 Oktober 98,00 70,60 21,00 Nopember 92,00 61,00 13,80 Desember 18,00 79,40 Jumlah 1.813,32 567,70 849,30 728,25 * 2004 sampai dengan bulan Mei Sumber: Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan, 2004 Bulan Grafik 3.1. Produksi (ton) dan Pertumbuhan (%) Ikan Teri di PPS Belawan Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 11 Foto 3.1. Beberapa Jenis Ikan Teri yang Diperdagangkan di Pusat Pasar Medan Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 Sementara itu, produksi tangkapan ikan teri di Indramayu yang tercatat di 14 PPI di Kabupaten Indramayu pada tahun 2002 tercatat sebesar 1.823,9 ton dengan nilai Rp. 11.282 Milyar. Sampai dengan tahun 2002, unit pengolahan teri nasi di Indramayu mencapai 14 unit. Sementara itu, realisasi ekspor teri nasi Di Jawa Timur, wilayah penangkapan ikan teri yang potensial terletak di wilayah Selat Madura. Provinsi Jawa Timur pada tahun 1993 mencapai 1.710.501 ton. Di daerah lain seperti Provinsi Sulawesi Tenggara, produksi ikan teri selama tahun 1995-1996 mengalami kenaikan dari 5.780 ton menjadi 6.133 ton (Badan Statistik Sulawesi Tenggara, 1996). c. Analisis Persaingan dan Peluang Usaha Dalam era perdagangan bebas, perdagangan produk perikanan dapat membuka peluang peningkatan usaha bidang perikanan, baik dalam skala kecil, menengah, maupun besar. Namun di sisi lain, persaingan yang dihadapi juga akan semakin berat. Oleh karena itu, dalam upaya memenangkan persaingan perlu adanya peningkatan daya saing melalui peningkatan mutu, produktivitas, dan efisiensi usaha dengan memperhatikan aspek keamanan pangan dan pelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan hasil survey lapangan, keberhasilan usaha dibidang pengasinan ikan teri sangat dipengaruhi oleh pengalaman usaha yang dimiliki pengusaha dalam menjalankan usaha sejenis. Pengasinan ikan teri yang bahan bakunya sangat tergantung pada pemberian alam memerlukan pengetahuan yang baik mengenai perkembangan cuaca dan musim penangkapan ikan. Pengetahuan yang baik mengenai musim ini akan membantu pengusaha Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 12 menentukan kapasitas produksinya dan menyesuaikan dengan perkembangan permintaan pasar. Dari survey lapangan juga terlihat indikasi bahwa pengusaha pengasinan ikan teri yang mendapatkan pinjaman relatif besar dari bank umumnya memiliki usaha yang berkembang dan berjalan lancar, sementara pengusaha yang mendapatkan pinjaman lebih sedikit biasanya usaha yang dikelolanya kurang berkembang pesat. Penyebab hal seperti ini adalah minimnya modal menyebabkan pengusaha tidak mampu membeli bahan baku ikan teri yang tergolong mahal dalam jumlah besar. Selain itu, pengusaha yang memiliki modal dalam jumlah besar umumnya mampu terlebih dahulu membeli hasil tangkapan dengan cara pembayaran di muka hasil tangkapan ikan teri sebelum nelayan-nelayan tersebut berangkat ke laut. Dengan cara seperti ini, hasil tangkapan ikan teri akan diserahkan ke pengusaha yang sudah membayar hasil tangkapan terlebih dahulu. Peluang pasar ikan teri nasi masih terbuka lebar, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk menembus pasar global. Ikan sebagai bagian dari makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari tentunya akan memiliki kesinambungan permintaan. Selain itu selera masyarakat dan kesadaran pentingnya mengkonsumsi ikan juga menjadi faktor penting terhadap permintaan ikan, termasuk ikan teri nasi sebagai salah satu jenis ikan yang tahan lama karena telah diawetkan melalui pengasinan. Ikan teri dalam negeri tidak hanya dijual di pedagang perantara. Berdasarkan informasi yang diperoleh, ikan teri juga sudah dipasarkan ke pasar swalayan yang berarti konsumennya adalah golongan masyarakat berpendapatan rendah sampai tinggi (semua golongan). Hal ini juga terkait dengan produksi ikan teri yang kualitasnya terdiri dari beberapa tingkatan, mulai dari kualitas rendah sampai tinggi. d. Harga Sistem pemasaran merupakan cara yang dilakukan pengusaha untuk memasarkan outputnya. Harga jual output juga dipengaruhi efektifitas mekanisme dan jalur pemasaran. Semakin panjang rantai pemasaran menyebabkan harga jual yang lebih tinggi. Perkembangan harga ikan teri asin kering dipengaruhi berbagai hal. Untuk ikan teri yang dipasarkan di dalam negeri, harga dipengaruhi jumlah tangkapan ikan teri dan biaya pemasaran. Sedangkan untuk ikan teri yang diekspor, selain dipengaruhi jumlah tangkapan ikan teri, harga juga dipengaruhi oleh nilai tukar (kurs) dan biaya pengiriman ikan teri ke luar negeri. Pada bulan Juni 2004, pada tingkat eksportir, harga ikan teri nasi untuk jenis super sebesar US$3,8 per kilogram. Di pasar dalam negeri, harga pada tingkat pengecerr yang di survey di Pusat Pasar Medan yakni Rp 40.000 per kilogram untuk ikan teri nasi, Rp 35.000 per kilogram untuk ikan jengki dan Rp 30.000 per kilogram untuk ikan teri pulau. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 13 Tidak jauh berbeda dengan harga ikan teri nasi di Medan, ikan teri di Indramayu pada tingkat pengusaha berkisar antara Rp 30.000 sampai Rp 35.000 per kilogram. Sementara itu, di Kabupaten Cirebon, harga ikan teri nasi berbeda dengan daerah lainnya. Di daerah ini ikan teri nasi pada tingkat pengusaha dijual seharga Rp 10.000 sampai Rp 14.000 per kilogram, sedangkan untuk ikan teri besar seharga Rp 8.000. Dari hasil diskusi dengan pengusaha di Kabupaten Cirebon, perbedaan harga jual yang begitu besar dengan daerah lainnya kemungkinan besar disebabkan cara pengolahan ikan teri yang berbeda dengan daerah lainnya. Di daerah ini, pengasinan ikan teri dilakukan dengan pengasinan tanpa perebusan, atau yang dikenal dengan nama pengasinan ikan teri mentah. Harga ikan teri nasi basah yang menjadi bahan baku utama untuk pengasinan ikan teri nasi ini juga bervariasi di masing-masing daerah. Di Medan, harga ikan teri nasi basah per kilogram antara Rp 8.000 - Rp 13.000 di Cirebon harga teri nasi berkisar dari Rp6.000 - Rp8500, sedangkan di Indramayu, harga beli ikan teri nasi basah antara Rp 11.000 - Rp 13.000. e. Jalur Pemasaran Dalam setiap usaha jalur distribusi produk memiliki peran penting, dengan demikian tata niaga dan efektifitas sistem pemasaran berperan penting dalam menentukan keberhasilan usaha. Tidak seperti beberapa produk pangan lain, tata niaga ikan teri di Indonesia tidak diatur oleh pemerintah. Pemasaran dan perdagangan ikan teri selama ini berjalan sesuai dengan mekanisme pasar. Kekuatan permintaan dan penawaran yang menentukan harga output, sementara harga input pengasinan ikan teri dipengaruhi oleh ketersediaan dan hasil tangkapan. Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat survey, pengusaha pengasinan ikan teri memasarkan produknya dengan beberapa cara, yakni: a. Memasarkan ikan teri secara langsung, baik untuk pasar dalam negeri maupun untuk pasar luar negeri, dalam hal ini pengusaha tersebut sekaligus menjadi eksportir. (Pola I) b. Memasarkan ikan teri secara langsung ke pedagang besar kemudian pedagang besar ini yang memasarkan ikan teri tersebut ke tingkat pedagang kecil hingga sampai pada konsumen akhir. Dalam sistem pemasaran seperti ini, pengusaha juga mengekspor produknya ke luar negeri meskipun tidak secara langsung mengekspor, namun melalui eksportir yang ada di dalam negeri. (Pola II) Bagan di bawah ini menunjukkan beberapa jalur pemasaran ikan teri nasi dari pengusaha hingga ke konsumen akhir melalui beberapa lembaga pemasaran seperti produsen, eksportir, grosir, pedagang kecil dan pengecer. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 14 Bagan 3.1. Jalur Pemasaran Ikan Teri (Pola I) Bagan 3.2. Jalur Pemasaran Ikan Teri (Pola II) f. Kendala Pemasaran Kendala pemasaran ikan teri yang signifikan pada dasarnya tidak ada. Untuk pemasaran dalam negeri, umumnya pengemasan dan aspek keamanan pengiriman ikan teri masih menjadi kendala. Sedangkan untuk pemasaran ke luar negeri bagi pengusaha yang langsung menjual ikan teri asin ke luar negeri adalah tingkat teknologi lemari pendingin dan kontainer yang sesuai dengan jenis ikan teri. Selain itu, mutu dan persyaratan peralatan pengolahan pengasinan ikan teri yang masih rendah menjadi masalah bagi sebagian pengusaha. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 15 4. Aspek Produksi a. Lokasi Usaha Pada dasarnya tidak terdapat persyaratan khusus dalam menentukan letak lokasi usaha pengasinan ikan teri. Lokasi pengasinan ikan teri yang baik tentunya adalah lokasi usaha yang dekat dengan sumber bahan baku utama, yakni ikan teri basah, dan memiliki akses yang luas terhadap sumber air dan garam sebagai bahan pembantu. Berdasarkan hal di atas maka lokasi pengasinan ikan teri sebaiknya tidak jauh dari pantai, karena ikan teri yang termasuk jenis ikan kecil akan cepat membusuk jika tidak segera diolah setelah ditangkap. Kemudian, pengasinan ikan teri yang membutuhkan banyak garam dalam pengolahannya juga tepat diolah disekitar pantai yang umumnya juga memiliki banyak usaha pengolahan garam. b. Fasilitas Produksi dan Peralatan Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam pengolahan ikan teri harus dipastikan tidak mengandung karat, tidak merupakan sumber zat renik, tidak sedang mengalami kerusakan dan mudah dibersihkan. Peralatan utama yang umum digunakan untuk pengasinan dikelompokkan menurut tahap kegiatannya, yakni: Tahap Persiapan Alat Pompa air/sumur Timbangan Tong Ember Keranjang plastik Penggaraman Bak plastik Bak air Perebusan Kompor ikan teri Fungsi Sebagai sumber air untuk pencucian dan perebusan ikan teri Dipakai untuk menimbang ikan dan garam Dipakai sebagai wadah ikan teri setelah selesai ditimbang Dipakai sebagai wadah pencucian ikan teri sebelum diolah Dipakai sebagai wadah merebus ikan dan meniriskan ikan setelah direbus Dipakai untuk tempat penggaraman Dipakai untuk tempat penggaraman ikan teri dalam jumlah besar Sebagai sumber api untuk merebus air dan garam Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 16 Tungku Pengaduk Pengeringan/ Keranjang plastik Tempat ikan teri yang akan direbus, keranjang ini digunakan agar ikan teri tidak berserak waktu masuk ke tungku perebusan Seser Alat yang digunakan untuk mengambil kotoran-kotoran yang terdapat dalam air rebusan Ayak Alat ini digunakan untuk meratakan sebaran ikan teri sebelum dikeringkan Blower/kipas angin Dipakai untuk mendinginkan ikan teri yang baru diangkat dari perebusan, sebelum dimasukkan ke cold storage (banyak digunakan bila ikan teri ditujukan untuk diekspor) Pepean* Digunakan untuk tempat pengeringan/penjemuran Widig/kledet Alat ini dipakai untuk menjemur ikan teri di bawah sinar matahari setelah diolah Plastik Sebagai tempat penyimpanan ikan teri yang sudah dijemur untuk kelompok kemasan kecil Kardus Sebagai tempat penyimpanan ikan teri yang sudah diolah untuk kelompok kemasan besar Sealer Dipakai untuk menutup plastik Basket Dipakai sebagai wadah ikan teri yang sudah diolah dan disimpan ke cold storage sebelum dikirim ke eksportir Penjemuran Penyimpanan dan Pengemasan Dipakai untuk merebus air dan garam Terbuat dari bahan kayu atau plastik atau bahan lain yang tidak mencemari ikan teri. Pengaduk dipakai untuk mengaduk ikan dan garam serta air dengan garam Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 17 Cold storage Sebagai lemari penyimpanan/pendingin ikan teri yang sudah diolah sebelum dikirim dan siap dipasarkan Sumber: Data primer, diolah c. Bahan Baku 1. Bahan Utama Bahan baku yang digunakan untuk ikan teri nasi asin adalah ikan teri nasi yang masih mentah dan basah. Umumnya semua jenis ikan teri nasi dapat digunakan sebagai bahan baku. 2. Bahan Pembantu dan Tambahan a) Air Air digunakan untuk mencuci ikan teri sebelum diolah. Air yang dipakai untuk kegiatan pengolahan ikan teri hendaknya memenuhi persyaratan air minum. Untuk jenis ikan teri asin mentah, air digunakan untuk perendaman ikan teri dengan air garam dan membilas ikan teri setelah diangkat dari rendaman. Untuk pengolahan ikan teri asin rebus, air digunakan sebagai bahan perebusan. Air untuk penanganan atau pengolahan ikan teri harus saniter, berasal dari sumber air yang diijinkan dengan angka coliform (Angka Paling Memungkinkan - APM) maksimum 2 untuk 100 ml air. Air tersebut bertekanan minimal 145,26 gr/cm (20 pound per square inchi). Air untuk pencucian ikan teri harus disalurkan terpisah dan tidak berhubungan silang dengan sistem saluran air kotor. Air untuk tujuan pencucian dan pengolahan, sebelum dipakai harus disaring atau dengan perlakuan lain sehingga air menjadi bersih (Dewan Standarisasi Nasional, 1994). b) Garam Dalam pengolahan ikan teri, garam digunakan untuk menurunkan kadar air dalam ikan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Sebagai bahan pengawet, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan yang akan diasinkan. Bila digunakan garam (NaCl) murni, ikan akan berwarna putih kekuningan dan lunak. Garam yang digunakan harus bermutu baik yang ditandai dengan warna garam putih dan bersih, garam ini sebaiknya terhindar dari zat-zat lain yang tercampur, kotoran-kotoran dan benda asing lainnya. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 18 Disamping kemurnian garam, ukuran kristal (butiran) garam juga mempengaruhi mutu penggaraman, terutama bila menerapkan metoda penggaraman basah. Kristal garam hendaknya berukuran sedang, tidak terlalu halus dan tidak terlalu besar. Bila kristal garam terlalu besar, pembentukan brine (air asin) terlalu lambat, sehingga memperlambat peresapan garam ke daging ikan. Akibatnya, ikan sudah membusuk sebelum terendam larutan garam. Bila kristal garam terlalu halus, pembentukan larutan garam terlalu cepat dan cepat pula mengalir habis ke bawah. Hal ini mengakibatkan lapisan ikan bagian atas belum terendam larutan garam dan akan membusuk. Sebaiknya kristal garam yang digunakan bergaris tengah kira-kira 1-5 mm. Untuk ikan-ikan kecil seperti ikan teri nasi, kristal garam yang digunakan harus lebih halus, supaya ikan tidak rusak dan garam lebih mudah meresap. Disamping sebagai bahan pengawet, garam juga berfungsi sebagai pemberi rasa enak. (Moeljanto,1982) c) Es Tubuh ikan mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral sehingga kondisi seperti ini menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk. Selain itu, karena daging ikan mengandung tenunan pengikat yang sangat sedikit, maka daging ikan menjadi sangat lunak sehingga mikroorganisme cepat berkembang biak. (Santoso, 1998). Ikan teri setelah ditangkap pada umumnya tidak langsung diolah, karena lokasi penangkapan ikan dilaut yang jauh dari pengolahan yang umumnya ada di darat, sehingga terdapat tenggang waktu antara pasca penangkapan dengan pengolahan. Untuk mencegah kerusakan dan pembusukan ikan teri sebelum ke pengolahannya, maka digunakan es sebagai bahan pembantu pencegahan pembusukan. Es harus dibuat dari air bersih yang memenuhi syarat air minum dan dalam penggunaannya es harus disimpan di tempat yang bersih dan terhindar dari kontaminasi dari luar. d. Tenaga Kerja dan Upah Tenaga kerja yang terlibat dalam pengasinan ikan teri tidak perlu memiliki ketrampilan khusus. Tenaga kerja laki-laki maupun perempuan umumnya mampu mengerjakan tahap-tahap pengasinan ikan teri. Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat survey lapangan di Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon dan di Desa Dadap Baru, Kecamatan Juntinyuwat, Kabupaten Indramayu, diperoleh keterangan bahwa jumlah tenaga kerja tetap biasanya lebih sedikit dari tenaga tidak tetap karena faktor tangkapan ikan teri yang tergantung pada musim. Pada saat tangkapan ikan teri meningkat, para pengusaha akan menambah tenaga Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 19 kerjanya, umumnya tenaga kerja tambahan ini banyak dipekerjakan pada saat perebusan dan penjemuran. Tenaga kerja tetap maupun tidak tetap yang bekerja di pengasinan ikan teri umumnya adalah masyarakat sekitar lokasi pengasinan. Upah tenaga kerja pada usaha pengasinan ikan teri ini bervariasi di masingmasing daerah. Upah ditentukan berdasarkan pengalaman dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Di Medan, tenaga kerja tetap yang sudah berpengalaman mendapat upah antara Rp 20.000,- hingga Rp 40.000,- per hari, sedangkan tenaga kerja tidak tetap dibayar antara Rp 6.000,- hingga Rp 7.000,- per hari. Di Indramayu, tenaga kerja tetap mendapat upah sebesar Rp 20.000,- per hari, tenaga kerja tidak tetap laki-laki yang tergolong remaja mendapat upah sebesar sebesar Rp 10.000,- per hari dan tenaga tidak tetap wanita mendapat upah sebesar Rp 12.000,- per hari. Sistem pengupahan yang diterapkan salah satu responden di Kecamatan Gebang dan yang umumnya berlaku di wilayah sekitar memiliki perbedaan dengan pengupahan di lokasi survey lain. Di wilayah ini, sistem pengupahan dikenal dengan istilah tonase, di mana besarnya upah untuk sekelompok pekerja ditentukan berdasarkan jumlah ikan teri yang akan diasinkan. Misalkan sekelompok tenaga kerja tetap sebanyak 4 orang yang mengasinkan ikan teri sebanyak 1 ton ikan teri maka upah keempat tenaga kerja adalah Rp 100.000, apabila terdapat tenaga kerja tambahan, maka tenaga kerja tambahan ini akan mendapat upah sebesar 25% dari Rp 100.000 untuk setiap 1 ton ikan teri basah yang akan diasinkan. Sistem pengupahan seperti ini membuat pendapatan pekerja berfluktuasi menurut tinggi rendahnya hasil tangkapan ikan teri, dan dari sisi pengusaha, kerugian untuk membayar upah pekerja pada saat hasil tangkapan ikan teri menurun dapat diminimalisir. e. Teknologi Usaha pengasinan ikan teri nasi ini menggunakan teknologi sederhana karena dalam proses pengasinannya belum menggunakan mesin-mesin dan peralatan berat, canggih dan komputer. Pengasinan ikan teri nasi ini menggunakan peralatan yang dapat diperoleh dengan mudah dan tersedia di dalam negeri. Salah satu peralatan yang digunakan adalah lemari pendingin (cold storage) yang berfungsi mencegah kerusakan ikan. Demikian pula pada waktu pengiriman ikan teri nasi ke negara tujuan ekspor, ikan teri tersebut harus dikirim dengan kontainer yang dilengkapi lemari pendingin. f. Proses dan Metode Produksi Metode pengasinan ikan teri yang umum dilakukan dibagi menjadi dua. Pertama, pengasinan ikan teri dengan cara perebusan (outputnya disebut ikan teri asin rebus), dan kedua pengasinan ikan teri dengan cara Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 20 penggaraman (outputnya disebut ikan teri asin mentah). Dari hasil survey lapangan diketahui bahwa sebagian besar pengasinan ikan teri dilakukan dengan perebusan. Pengasinan ikan teri dengan kedua cara di atas umumnya masih menggunakan teknologi sederhana dan tradisional. Bagan 4.1. Metode Pengasinan Ikan Teri A. Tahap-tahap kegiatan pengasinan ikan teri nasi adalah: 1). Persiapan (metoda penggaraman dan perebusan) a. Penimbangan Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan gantung. Ikan yang akan ditimbang ditempatkan dalam keranjang plastik. Setelah dilakukan penimbangan, ikan teri nasi ditempatkan dalam bak penampungan yang diberi es untuk dibawa ke pencucian. Foto 4.1. Penimbangan Ikan Teri Nasi Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 21 b. Pencucian dan Pemilihan Sebelum ikan teri nasi diolah, terlebih dahulu dipilih ikan teri yang masih dalam kondisi bagus. Ikan teri nasi yang sudah membusuk sebaiknya tidak diasinkan. Setelah pemilihan selesai, kemudian ikan teri dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang tercampur dengan ikan, menghilangkan darah dan lendir. Isi perut dan insang ikan teri yang dicuci ini tidak perlu dibuang. Setelah pencucian pertama dilakukan, kemudian dilakukan pencucian ulang atau pembilasan dengan menggunakan air bersih untuk menghilangkan air laut atau menurunkan kadar garam dalam ikan. Sebelum dilakukan perebusan, ikan teri nasi terlebih dahulu direndam dalam air es kurang lebih 10 menit. Foto 4.2. Ikan Teri Nasi Sebelum diolah Dicuci dan Direndam Es Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 2). Kegiatan inti a. Metoda Perebusan Setelah pencucian, proses selanjutnya adalah perebusan. Perebusan dilakukan agar ikan menjadi matang. Pada proses perebusan digunakan garam dengan kadar 5% sampai 6%. Bak perebusan diletakkan pada tungku yang terbuat dari tembok semen. Api yang digunakan bersumber dari kompor bertekanan dengan bahan bakar minyak tanah. Minyak tanah dari drum akan dipompa oleh dinamo ke kompor. Sebelum perebusan, air terlebih dahulu dididihkan setelah ditambahkan garam. Setelah air mendidih, ikan teri yang sudah dimasukkan ke dalam keranjang plastik kemudian dimasukkan ke dalam rebusan air dan suhu perebusan sekitar 100oC sampai 103oC dan dibiarkan kurang lebih 5-7 menit. Selama dalam air rebusan, dilakukan pengadukan untuk meratakan panas dan menghilangkan busa pada keranjang perebusan. Kemudian, ikan teri yang sudah Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 22 matang yang ditandai dengan warnanya yang putih dan mengambang dipermukaan air diangkat dan ditiriskan. Dengan menggunakan alat bantu ikan teri tersebut diratakan dan diletakkan di atas pepean. Foto 4.3. Tungku Perebusan Ikan Teri Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 Foto 4.4. Proses Perebusan Ikan Teri Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 23 b. Metoda Penggaraman Penggaraman hanya dilakukan pada pengasinan ikan teri mentah. Penggaraman cara ini dikenal dengan penggaraman kering, dilakukan dengan melumuri ikan dengan garam. Prosedur yang dilakukan pada metoda ini adalah sebagai berikut. Setelah ikan teri basah dicuci, kemudian diletakkan pada wadah yang sesuai dengan jumlah ikan, ikan teri ini kemudian ditaburi garam. Bagian atas ikan teri ini diberi garam lebih banyak. Karena garam bersifat menarik air dan dengan terdapatnya lapisan air di permukaan ikan, maka akan terbentuk larutan garam yang dapat merendam seluruh tumpukan ikan. Jumlah garam biasanya berkisar antara 20% 30%. Informasi yang diperoleh dari pengasin ikan teri mentah di Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa 1 kwintal ikan teri basah biasanya membutuhkan sekitar 30 kilogram garam. Ukuran ikan teri menentukan jangka waktu penggaraman, namun kisaran jangka waktu penggaraman tersebut adalah sekitar 5 - 15 jam. Selain dengan cara melumuri ikan teri dengan garam, penggaraman ikan teri juga dapat dilakukan dengan cara merendam ikan teri dalam air garam. Foto 4.5. Bak Perendaman Ikan Teri Dengan Garam Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 c. Penirisan (Metoda Perebusan dan Penggaraman) Setelah ikan teri nasi direbus atau digarami, langkah berikutnya adalah pengipasan dengan menggunakan kipas angin. Ikan teri nasi dalam keranjang plastik diletakkan di pepean dan didinginkan dengan menggunakan blower atau kipas angin selama 5-10 menit. Tujuan Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 24 pengipasan ini adalah untuk mengurangi kadar air teri nasi setelah direbus sehingga mempercepat proses pengeringan. Pengipasan juga dapat menurunkan panas pada ikan teri nasi setelah dari perebusan. Foto 4.6. Ikan Teri Nasi Diletakkan Merata di atas Pepean Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 d. Pengeringan Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air dalam daging ikan sampai batas tertentu, agar menghambat perkembangan mikroorganisme dan juga perubahan-perubahan yang merugikan dalam daging ikan akibat enzim-enzim. Setelah melalui pengeringan, ikan dapat disimpan lebih lama. Pengeringan/penjemuran ikan teri asin yang dijual di pasar dalam negeri dan pasar luar negeri memiliki perbedaan. Ikan teri asin yang Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 25 direncanakan dijual di dalam negeri harus dikeringkan sampai benarbenar kering dan harus dijemur di sinar matahari. Setelah ikan teri direbus, diletakkan di atas pepean, dan dijemur di bawah sinar matahari. Selama penjemuran, ikan senantiasa dibalik-balik secara berkala agar pengeringan merata pada seluruh permukaan ikan. Durasi penjemuran ikan teri ini tergantung dari kondisi cuaca. Jika sinar matahari tinggi, ikan teri selesai dijemur dalam waktu kurang dari setengah hari. Namun jika panas matahari tidak begitu tinggi, ikan teri, terutama ikan teri jenis besar perlu dijemur sampai 2 hari. Ikan teri yang rencananya dipasarkan ke luar negeri, tidak perlu dikeringkan melalui penjemuran menggunakan sinar matahari. Pengeringan ikan teri untuk seperti ini biasanya hanya dengan penirisan. Setelah ikan teri nasi selesai direbus dan diangin-anginkan, ikan teri nasi ini disimpan ke dalam cold storage. Foto 4.7. Penjemuran Ikan Teri Nasi Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 26 Foto 4.8. Ikan Teri Nasi Dijemur Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 e. Sortasi (Metoda Perebusan dan Penggaraman) Sortasi dilakukan untuk memisahkan ikan teri nasi berdasarkan mutu dan ukurannya. Sortasi ini juga bertujuan membersihkan ikan teri nasi dari ikan lain yang masuk ke pengolahan ikan teri nasi serta kotoran yang ikut tertangkap. Sortasi biasanya dibagi 2, yakni sortasi jenis dan sortasi ukuran. Sebelum memasuki sortasi ini, ikan teri nasi terlebih dahulu diayak. Pengayakan dilakukan untuk memisahkan ikan teri yang rusak selama perebusan dan penjemuran, tetapi sulit untuk dikeluarkan pada tahap penyortiran karena biasanya pecahan-pecahan ikan teri ini berada pada bagian bawah tumpukan ikan. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 27 Foto 4.9. Setelah Dijemur, Ikan Teri Nasi Diayak Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 Sortasi Jenis Sortasi jenis bertujuan memisahkan ikan teri nasi dari campuran ikan jenis lain yang tergabung dengan teri nasi, seperti ikan buntal, ikan layur, dll. Sortasi dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga kerja wanita. Sortasi Ukuran Teri nasi yang telah disortir kemudian dibawa keruangan ber-AC untuk melalui sortasi tahap berikutnya dengan menggunakan kipas angin. Sortasi ukuran bertujuan untuk memisahkan ikan teri nasi menjadi beberapa kelompok dengan ukuran yang berbeda. Caranya dengan menjatuhkan ikan teri nasi di depan kipas angin, sehingga teri nasi tertiup jatuh ke bawah dengan jarak dari kipas angin sekitar 0,5 meter. Ikan yang berukuran besar akan jatuh di dekat kipas angin, ikan yang berukuran sedang dan kecil akan jatuh agak jauh dari kipas angin. 3). Pengemasan (Metoda Perebusan dan Penggaraman) Kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu bahan. Adanya pengemasan akan mencegah terjadinya kerusakan yang disebabkan Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 28 oleh mikroba, fisik, kimia dan perubahan suhu; Syarief dkk, 1988 dalam (Priyastanto, Tjahjono dan Riniwati, 1998, hal. 69). Pengemasan dilakukan dengan memasukkan ikan teri ke dalam kantong plastik. Tiap kantong misalnya diisi dengan ikan teri sebanyak 1 kg, kemudian kantong plastik ditutup rapat dengan alat penutup plastik yang dinamakan sealer. Udara di dalam kantong diupayakan seminimum mungkin untuk menghindari terjadinya pencemaran udara. Bahan kemasan teri harus kuat, mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap, air, gas dan bau, tidak mudah ditembus lemak dan minyak dan tidak menulari produk. Karton (kardus) yang digunakan untuk ikan teri yang siap dipasarkan harus kuat, kedap air, dan tahan kotor. Karton sebaiknya dilapisi lilin, plastik, kombinasi lilin dengan plastik atau vernish, baik pada salah satu atau kedua permukaannya. Karton harus mempunyai bentuk dan ukuran yang cukup untuk produk yang dibungkusnya. Master karton untuk pengemasan dalam perdagangan besar harus ringan dan kuat dan memberikan perlindungan. Contoh yang baik misalnya; paperboard dan corrugated paperboard. Master karton harus diikat dengan pita plastik atau tali untuk memberikan kekuatan tambahan, (Dewan Standarisasi Nasional, 1994). Untuk ikan teri yang dikemas dalam bungkusan plastik, pengemasan harus dilakukan dengan kuat agar tidak terdapat kerusakan pada plastik, kemudian kemasan plastik ini ditutup dengan sealer. Foto 4.10. Ikan Teri Nasi Dikemas Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 29 4). Penyimpanan Ikan teri yang ditujukan untuk ekspor membutuhkan media penyimpanan yang dapat mencegah kerusakan dini ikan tersebut. Setelah melalui seluruh proses pengolahan, ikan teri yang akan diekspor dimasukkan ke dalam karton, kemudian ditutup dengan baik dan dimasukkan ke cold storage. Penyimpanan dalam cold storage menggunakan suhu -18oC sampai -20oC dan suhu maksimal -25oC. Tumpukan karton ikan teri di lemari pendingin harus tersusun rapi agar sirkulasi udara dingin dapat merata ke seluruh karton yang berisi ikan teri. Foto 4.11. Ikan Teri Nasi Disimpan di Cold Storage Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 Tahap-tahap pengasinan ikan teri di atas diringkas dalam gambar berikut ini: Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 30 g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi Menurut Djuhanda (1981), spesies ikan teri sangat banyak di antaranya adalah Stolephorus celebicus, Stolephorus baganensis, Stolephorus insularis, Stolephorus zollingeri dan spesies lainnya. Jumlah produksi ikan teri tergantung pada ketersediaan bahan baku utama, yaitu ikan teri basah. Ikan teri yang umum dikenal di Indonesia adalah ikan teri nasi dan ikan teri besar, seperti teri pulau dan teri jengki. Setiap 1 kg ikan teri nasi basah yang diasinkan akan menghasilkan 0,5 kg teri nasi asin. Mutu produksi ikan teri di Indonesia umumnya sudah baik, khususnya ikan teri yang diekspor. Ikan teri ekspor tersebut umumnya harus mendapatkan pengujian mutu dan standar kelayakan ekspor dari instansi yang berwenang. Agar memiliki sertifikat kelayakan ekspor, maka proses pengolahan ikan teri harus sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. h. Produksi Optimum Kendala yang mungkin timbul dalam usaha pengasinan ikan teri adalah ketergantungan ketersediaan bahan baku terhadap pemberian alam. Hasil tangkapan ikan teri sangat dipengaruhi oleh musim. Pada bulan-bulan tertentu seperti bulan April hingga Oktober tangkapan ikan teri nasi menurun. Pada saat pasang mati di laut dan musim penghujan tangkapan ikan teri juga menurun, bahkan sangat sedikit. Kondisi seperti ini menyebabkan kontinuitas produksi tidak bisa berlangsung dengan baik sepanjang tahun. Selain itu, perkembangan hasil tangkapan dewasa ini menunjukkan adanya penurunan hasil tangkapan ikan teri nasi. Penurunan ini disebabkan beberapa faktor, antara lain semakin maraknya penggunaan bom peledak untuk menangkap ikan, adanya tumpang tindih tangkapan ikan teri nasi dengan stok ikan lain, dan maraknya penangkapan ikan oleh nelayan asing di perairan Indonesia. Dari sisi produsen, produksi ikan teri nasi pada usaha skala kecil yang masih banyak dilakukan di Indonesia sebagian besar masih bersifat tradisional dengan mutu produk yang masih rendah. Melihat kendala-kendala yang umumnya ditemui pada usaha pengasinan ikan teri nasi ini, maka sebaiknya pengusaha perlu memperbaiki pola produksi baik dengan mempergunakan alat produksi atau teknologi yang lebih maju maupun dengan mengikuti pelatihan-pelatihan terkait. Sedangkan dari sisi pemerintah, instansi terkait di setiap daerah, terutama Dinas Perikanan perlu memberikan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan perbaikan kualitas produksi pengasinan ikan teri nasi. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 31 5. Aspek Keuangan a. Pemilihan Pola Usaha Dalam analisis keuangan dipilih pola pengasinan ikan teri nasi yang menggunakan teknologi sederhana di mana hanya terdapat 1 unit peralatan moderen berupa lemari pendingin. Kapasitas produksi yang dipilih merupakan kapasitas produksi rata-rata yang disesuaikan dengan musim tangkapan ikan teri basah. Jangka waktu analisis keuangan didasarkan pada umur proyek yakni 5 tahun. b. Asumsi dan Jadwal Kegiatan Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun, periode proyek ini ditentukan dari umur ekonomis mesin/peralatan utama yang digunakan dalam usaha pengasinan ikan teri nasi. Penghitungan proyeksi pendapatan dan komponen biaya dilakukan untuk periode usaha selama 5 tahun, dengan memperhitungkan nilai sisa dari seluruh mesin dan peralatan yang memiliki umur ekonomis lebih dari 5 tahun. Dalam usaha ini, seluruh lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha, baik berupa tanah; bangunan dan areal penjemuran diasumsikan menyewa milik orang lain. Mesin dan peralatan yang diperhitungkan dalam komponen biaya adalah seluruh mesin dan peralatan, baik yang dibeli maupun peralatan yang dibuat sendiri oleh pengusaha yang dapat dinilai dengan sejumlah uang. Gambaran kondisi dan perkembangan keuangan usaha pengasinan ikan teri nasi ini dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi dan parameter yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terkait dan pengamatan lapangan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan pada Tabel 5.1. Luas tanah dan bangunan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini adalah 3000 m2 terdiri dari 2000 m2 penjemuran dan 1000 m2 bangunan. Produksi dilakukan setiap hari (selain libur nasional dan Minggu), sehingga jumlah hari kerja dalam setahun adalah 301 hari. Kapasitas produksi yang digunakan adalah 1 ton input ikan teri basah/hari yang menghasilkan 500kg ikan teri nasi asin. Harga ikan teri nasi basah sebesar Rp 12.500/Kg, sedangkan harga jual teri nasi asin adalah Rp 30.000/Kg. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 32 Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter Analisis Keuangan Asumsi Satuan Jumlah/Nilai Periode proyek tahun 5 2 Luas tanah: m 3.000 Luas bangunan m2 1,000 2 Luas tanah penjemuran m 2.000 Sewa lahan dan bangunan Rp/bln 12.500.000 Mesin dan peralatan: Cold storage unit 1 Pompa air unit 6 Blower unit 5 Dapur/tungku unit 3 Tong unit 7 Pepean unit 120 Tempat penjemuran unit 1.200 Keranjang plastik unit 40 Centong unit 10 Seser unit 3 Kompor unit 10 Basket unit 30 Timbangan unit 3 Produksi dan harga: Produksi per tahun teri nasi kg 150.500 Produksi per hari teri nasi kg 500 Harga jual ikan teri nasi Rp/kg 30.000 Penyerapan tenaga kerja: Tenaga kerja tetap orang 4 Tenaga kerja borongan orang 15 Tenaga manajemen orang 1 Upah tenaga kerja tetap per hari Rp/orang/Hari 20,000 Upah tenaga kerja tidak tetap per hari Rp/orang/Hari 10.000 Upah tenaga manajemen per hari* Rp/orang/Hari Penggunaan bahan baku: Harga ikan teri nasi basah Rp/kg Penggunaan teri nasi basah 1 tahun Kg Penggunaan teri nasi basah Kg 40.000 Keterangan Umur ekonomis proyek Sewa upah tenaga manajemen = 2 kali upah tenaga tetap 12.500 301.000 1.000 Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 33 1 hari Garam Minyak Tanah Biaya kirim ikan teri Biaya Listrik Biaya Telepon Jumlah hari kerja dalam 1 thn Rp/kg Rp/liter Rp/kg Rp/bln Rp/bln 250 900 275 450.000 350,000 hari 301 0,5% dari harga Biaya pemeliharaan mesin pembelian mesin & & alat utama** Rp/bln 173.250 alat Discount rate 16,75% * upah tenaga manajemen = 2 kali upah tenaga tetap ** 0,5% dari harga pembelian Sumber : Lampiran 1 c. Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional 1. Biaya Investasi Biaya investasi atau disebut juga sebagai biaya tetap adalah biaya dalam pengertian short run, yaitu biaya yang tidak berubah (selalu sama), atau tidak terpengaruh terhadap besar kecilnya produksi. Biaya investasi dalam usaha pengasinan ikan teri nasi ini dialokasikan untuk memulai usaha atau biaya-biaya yang diperlukan pada tahun 0 proyek yang meliputi biaya perijinan, sewa tanah dan bangunan, serta pembelian mesin utama dan peralatan. Jumlah biaya investasi pada tahun 0 proyek adalah Rp 202.543.000 di mana seluruh biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini diasumsikan adalah dana milik pengusaha, bukan kredit dari bank. Berdasarkan penghitungan besarnya biaya investasi yang diperlukan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini, maka disimpulkan bahwa usaha ini merupakan usaha kecil yang dinilai dari besarnya aset investasi usaha yang nilainya di bawah Rp 200.000.000 tidak termasuk nilai aset tanah dan bangunan. Komponen biaya investasi pengasinan ikan teri nasi disajikan pada Tabel 5.2. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 34 Tabel 5.2. Biaya Investasi Pengasinan Ikan Teri Nasi No Jenis Biaya Jumlah Harga/satuan Nilai (Rp) 1 Perijinan (HO & IMB) 1 8.500.000 8.500.000 2 Sewa tanah dan gedung 12 12.500.000 150.000.000 Mesin dan peralatan 3 utama: Cold storage 1 30.000.000 30.000.000 Pompa air 6 250.000 1.500.000 Blower 5 150.000 750.000 Dapur/tungku 3 800.000 2.400.000 Tong 7 200.000 1.400.000 Pepean 60 50.000 3.000.000 Kledet 600 4.500 2.700.000 Keranjang plastik 40 5.000 200.000 Centong 10 1.500 15.000 Seser 3 1.000 3.000 Kompor 10 65.000 650.000 Sealer 1 75.000 75.000 Basket 30 15.000 450.000 Timbangan 2 450.000 900.000 Jumlah Biaya Investasi (Rp) 202.543.000 Sumber : Lampiran 2 2. Biaya Operasional Biaya operasional atau biaya variabel selalu tergantung pada besar kecilnya produksi per periode waktu. Biaya operasional ini meliputi biaya sewa tanah dan bangunan, pembelian bahan baku utama dan pembantu, peralatan, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan utama, dan upah tenaga kerja. Dalam 1 tahun diperlukan biaya operasional sebesar Rp 3.985.466.500 (Tabel 5.3). Dari seluruh komponen biaya operasional, biaya terbesar adalah untuk pembelian bahan baku ikan teri nasi basah, yakni sebesar Rp 3.762.500.000 selama 1 tahun produksi, dengan harga 1 Kg teri basah sebesar Rp 12.500/kg. Untuk menghasilkan 500 kg ikan teri nasi diperlukan 1 ton ikan teri nasi basah dan asumsi hari kerja sebanyak 301 hari selama setahun. Sementara itu, modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar Rp 397.222.575 di mana modal kerja awal ini merupakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai produksi awal yang dihitung berdasarkan siklus produksi pengasinan ikan teri, yakni 30 hari. Dari total modal kerja awal yang dibutuhkan yakni Rp 397.222.575 sebanyak 76% (Rp 300.000.000) Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 35 merupakan kredit dari bank, sedangkan sisanya sebesar Rp 97.222.575 merupakan dana pengusaha. Tabel 5.3. Biaya Operasional Pengasinan Ikan Teri Nasi (Rp/Tahun) No Jenis Biaya Nilai (Rp) 1 Bahan Baku Utama Ikan Teri Basah (Kg) 3.762.500.000 2 Bahan Pembantu Garam 28.300.000 Minyak Tanah 50.940.000 3 Peralatan Kardus 9.390.000 Biaya Transportasi 41.387.500 Biaya listrik 5.400.000 Biaya Telepon 4.200.000 4 Biaya Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Utama 2.079.000 5 Tenaga Kerja Tenaga Kerja Tetap 24.080.000 Tenaga Kerja Tidak Tetap 45.150.000 Tenaga Manajemen 12.040.000 Jumlah Biaya Operasional 3.985.466.500 Sumber : Lampiran 3 d. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Kebutuhan dana untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini terdiri dari kebutuhan investasi dan modal kerja, dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari kredit bank dan dana milik sendiri. Dana yang dibutuhkan untuk investasi awal sebesar Rp 202.543.000. Sedangkan kebutuhan modal kerja untuk 1 kali siklus produksi sebesar Rp 397.222.575. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 36 Tabel 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Ikan Teri Nasi (1 Tahun) Total Biaya No Rincian Biaya Proyek (Rp) 1 Dana investasi yang bersumber dari a. Kredit 0 b. Dana sendiri 202.543.000 Jumlah dana investasi 202.543.000 2 Dana modal kerja yang bersumber dari a. Kredit 300.000.000 b. Dana sendiri 97.222.575 Jumlah dana modal kerja* 397.222.575 3 Total dana proyek yang bersumber dari a. Kredit 300.000.000 b. Dana sendiri 299.765.575 Jumlah dana proyek 599.765.575 * untuk 1 siklus produksi ( 30 hari) Sumber : Lampiran 4 Dari survey lapangan diperoleh informasi bahwa jangka waktu kredit modal kerja yang disalurkan untuk pembiayaan usaha pengasinan ikan teri nasi ini adalah 1 tahun, tingkat bunga sebesar 16,75% per tahun dengan sistem perhitungan bunga efektif menurun. Perhitungan pengembalian pinjaman kredit modal kerja ditunjukkan pada Tabel 5.5. Untuk melaksanakan kegiatan operasional usaha pengasinan ikan teri nasi ini, pengusaha meminjam kredit modal kerja sebesar Rp 300.000.000 dari bank dengan jangka waktu kredit selama 1 tahun. Setiap bulan pengusaha membayar angsuran pokok sebesar Rp 25.000.000 dan pinjaman pokok tersebut akan lunas pada akhir bulan ke-12, sedangkan bunga yang dibayarkan setiap bulan jumlahnya akan menurun karena sistem pembayaran bunga yang efektif menurun, misalnya pembayaran bunga pada bulan 1 adalah Rp 4.190.000; bulan ke-2 Rp 3.838.541 dst. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 37 Tabel 5.5. Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Modal Kerja Angsuran Angsuran Jumlah Bulan Saldo Akhir Pokok Bunga Angsuran 300.000.000 Bulan 1 25.000.000 4.187.500 29.187.500 275.000.000 Bulan 2 25.000.000 3.838.542 28.838.542 250.000.000 Bulan 3 25.000.000 3.489.583 28.489.583 225.000.000 Bulan 4 25.000.000 3.140.625 28.140.625 200.000.000 Bulan 5 25.000.000 2.791.667 27.791.667 175.000.000 Bulan 6 25.000.000 2.442.708 27.442.708 150.000.000 Bulan 7 25.000.000 2.093.750 27.093.750 125.000.000 Bulan 8 25.000.000 1.744.792 26.744.792 100.000.000 Bulan 9 25.000.000 1.395.833 26.395.833 75.000.000 Bulan 10 25.000.000 1.046.875 26.046.875 50.000.000 Bulan 11 25.000.000 697.917 25.697.917 25.000.000 Bulan 12 25.000.000 348.958 25.348.958 0 Tahun 1 300.000.000 27.218.750 327.218.750 Sumber : Lampiran 5 e. Produksi dan Pendapatan Output usaha pengasinan ikan teri nasi adalah ikan teri nasi asin. Ikan teri nasi yang diproduksi setiap tahun dengan asumsi sebanyak 301 hari kerja adalah 150.500 Kg dengan harga jual Rp 30.000/kg sehingga menghasilkan aliran pendapatan sebesar Rp 4.515.000.000 per tahun seperti disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Produksi dan Pendapatan Pengasinan Ikan Teri Nasi (Rp/Tahun) Hasil Produksi Tahun Kg Rupiah 1 150.500 4.515.000.000 2 150.500 4.515.000.000 3 150.500 4.515.000.000 4 150.500 4.515.000.000 5 150.500 4.515.000.000 Jumlah 752.500 22.575.000.000 Sumber : Lampiran 6 f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa pada tahun pertama, usaha pengasinan ikan teri nasi ini mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 164.323.892 dengan profit margin sebesar 3,64 setiap tahun. Hasil Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 38 perhitungan menunjukkan bahwa BEP rata-rata berdasarkan nilai penjualan sebesar Rp 2.866.662.640; BEP rata-rata produksi Rp 95.555; BEP harga rata-rata ikan teri nasi sebesar Rp 26.482/kg dan total biaya Rp 28.715/kg seperti ditunjukkan pada Tabel 5.7. No Tabel 5.7. Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengasinan Ikan Teri Nasi (Rp) Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 1 Pendapatan 4.515.000.000 4.515.000.000 4.515.000.000 4.515.000.000 4.515.000.000 2 Pengeluaran a. Biaya Operasional 3.985.466.500 3.985.466.500 3.985.466.500 3.985.466.500 3.985.466.500 b. Penyusutan 8.992.524 8.992.524 8.992.524 8.992.524 8.992.524 c. Angsuran pokok 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 d. Bunga bank 27.218.750 27.218.750 27.218.750 27.218.750 27.218.750 Jumlah 4.321.677.774 4.321.677.774 4.321.677.774 4.321.677.774 4.321.677.774 Laba sebelum pajak 193.322.226 193.322.226 193.322.226 193.322.226 193.322.226 e. Pajak 15% 28.998.334 28.998.334 28.998.334 28.998.334 28.998.334 3 Laba rugi 164.323.892 164.323.892 164.323.892 164.323.892 164.323.892 Profit 4 margin % 3,64% 3,64% 3,64% 3,64% 3,64% BEP rata5 rata = a. Nilai penjualan (Rp) 2.866.662.640 b. Produksi (kg) 95.555 c. Rp/Kg = Biaya operasional 26.482 Total biaya 28.715 Sumber : Lampiran 8 Di bawah ini ditunjukkan proyeksi biaya dan pendapatan yang akan diperoleh dari usaha pengasinan ikan teri nasi ini. Biaya pada tahun 0 sebesar Rp 202.543.000, dan pendapatan = 0 karena pada tahap ini produksi belum dilaksanakan. Pada tahun 1-3, besarnya pendapatan Rp 4.515.000,000, pengeluaran Rp 4.135.484.500 per tahun dan surplus sebesar Rp 379,515,500. Pada tahun 4, komponen biaya mengalami peningkatan Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 39 menjadi Rp 4.139.034.500 karena adanya biaya reinvestasi, sedangkan pendapatan tetap, dengan demikian surplus pada tahun ke-4 ini adalah Rp 375.965.500. Pada tahun ke-5, pendapatan meningkat menjadi Rp 4.554.785.714 karena adanya nilai sisa dari aset investasi yang memiliki nilai ekonomis > 5 tahun dan nilai sisa aset reinvestasi, sehingga surplus usaha menjadi Rp 419.301.214. Tabel 5.8. Proyeksi Biaya dan Pendapatan Usaha Pengasinan Ikan Teri Nasi (Rp) Uraian Tahun 0 Tahun 1-3 Tahun 4 Tahun 5 Pendapatan 0 4.515.000.000 4.515.000.000 4.554.785.714 Pengeluaran 202.543.000 4.135.484.500 4.139.034.500 4.135.484.500 - 379.515.500 Surplus 202.543.000 375.965.500 419.301.214 Sumber : Lampiran 7 g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Penilaian terhadap suatu usaha dapat dilakukan dengan baik apabila arus kas dari usaha tersebut diketahui dengan jelas. Arus kas tersebut terdiri dari 2, yakni arus kas masuk (Cash Inflow) dan arus kas keluar (Cash Outflow). Dalam anilisa arus kas dan kelayakan usaha pengasinan teri ini digunakan beberapa metode penilaian kelayakan keuangan, antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net B/C Ratio. NPV digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari pendapatan yang diharapkan pada discount rate tertentu. NPV ini adalah selisih antara present value benefit dan present value biaya. Apabila NPV > 0, maka investasi pada proyek dapat diterima dan usaha layak untuk dilaksanakan. Dari hasil analisis kelayakan keuangan diperoleh NPV > 0 (Rp 544.565.876,73), dari hasil ini disimpulkan bahwa usaha pengasinan ikan teri nasi ini diterima atau layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV > 0 (positif). IRR merupakan discount rate i yang membuat NPV dari proyek = 0. Suatu proyek dikatakan layak apabila IRR yang dihasilkan lebih besar dari tingkat keuntungan yang disyaratkan, yang dalam hal ini discount rate =16,75% (tingkat bunga kredit modal kerja). Apabila IRR yang dihasilkan lebih rendah dari tingkat bunga yang diisyaratkan, maka usulan proyek/usaha harus ditolak. Dari hasil analisis diperoleh IRR = 51,49%, hal ini berarti bahwa pada tingkat 51,49%, NPV = 0, sehingga proyek pengasinan ikan teri nasi ini dapat diterima dan layak dilaksanakan karena nilai IRR yang diperoleh juga lebih besar dari tingkat bunga kredit modal kerja. Net B/C Ratio merupakan perbandingan antara manfaat benefit bersih (B) dari tahun-tahun yang bersangkutan yang telah di-present value-kan Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 40 (pembilang bersifat positif) dengan biaya bersih dalam tahun di mana cost (C) (penyebut bersifat negatif) yang telah di-present value-kan. Suatu proyek diterima jika Net B/C Ratio > 1, sebaliknya jika Net B/C ratio < 1 maka proyek ditolak. Hasil perhitungan menunjukkan Net B/C Ratio = 1,908 dari hasil ini dapat dikatakan usaha pengasinan ikan teri nasi ini dapat diterima karena Net B/C Ratio yang diperoleh positif. Jangka waktu kredit modal kerja yang disalurkan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini adalah 1 tahun. Berdasarkan hasil analisis arus kas, dapat disimpulkan bahwa kredit yang diperoleh dari bank tersebut dapat dikembalikan dalam jangka waktu 1 tahun. Tabel 5.9. Kelayakan Usaha Pengasinan Ikan Teri No Kriteria 1 IRR 51,49% 2 Net B/C ratio DF 16,75% 1,908 3 NPV DF 16,75% (Rp) 544.565.876,73 Penilaian Layak dilaksanakan Sumber : Lampiran 9 (diringkas) h. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Analisis sensitivitas dilakukan dengan menetapkan suatu prediksi perubahan pada komponen harga, baik pada harga beli input maupun harga jual output, dan yang akan mengakibatkan adanya perubahan pada pendapatan dan pengeluaran yang menyebabkan perubahan pada arus kas. Untuk menguji sensitivitas usaha terhadap perubahan asumsi pendapatan dan biaya operasional, digunakan beberapa simulasi. Simulasi Penurunan Pendapatan: Berdasarkan perhitungan pada arus kas dengan menggunakan asumsi dasar kemudian dilakukan simulasi pendapatan dengan memperkirakan adanya penurunan turun sebesar 3,7%. Hasil simulasi ini menunjukkan meskipun pendapatan turun sebesar 3,7% namun usaha ini masih layak dan menguntungkan untuk dilanjutkan karena nilai IRR > suku bunga kredit yang berlaku dan nilai NPV positif (Rp7.013.333,83), IRR=17,24%, Net B/C Ratio yang > 1, yaitu 1,012. Dengan melakukan trial and error besarnya penurunan pendapatan, diperoleh kesimpulan bahwa penurunan pendapatan di atas 4% akan menyebabkan usaha pengasinan ikan teri nasi ini tidak layak dilaksanakan. Simulasi yang digunakan adalah penurunan pendapatan sebesar 4%, IRR yang diperoleh = 14,14%, NPV negatif, Net B/C Ratio < 1 seperti dirangkum pada Tabel 5.10. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 41 Tabel 5.10. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 3,7% dan 4% Kriteria No Turun 3,7% Turun 4% Kelayakan 1 IRR 17,24% 14,14% Net B/C ratio DF 2 16,75% 1,012 0,939 NPV DF 16,75% 3 (Rp) 7.013.333,83 -36.572.007,49 Layak Tidak layak Penilaian dilaksanakan dilaksanakan Sumber : Lampiran 10 dan Lampiran 11 Simulasi Peningkatan Biaya Operasional: Pada tahap ini, dilakukan simulasi pada komponen biaya. Apabila biaya operasional naik mengalami kenaikan sebesar 4,2%, diperoleh IRR sebesar 17,17%, Net B/C Ratio positif, dan NPV = Rp 5.936.674,54, dengan demikian dapat disimpulkan usaha ini masih layak dilaksanakan jika terjadi kenaikan biaya operasional hingga 4,2%. Kenaikan biaya yang dapat ditoleransi hanya sampai pada 4,2%, artinya usaha pengasinan ikan teri nasi ini sensitif apabila terjadi kenaikan biaya operasional diatas 4,2%. Simulasi kenaikan biaya operasional sebesar 4,5% misalnya, diperoleh IRR=14,43%, NPV negatif dan Net B/C Ratio < 1. No 1 2 3 Tabel 5.11. Analisis Sensitivitas: Biaya Operasional Naik 4,2% dan 4,5% Kriteria Kelayakan Naik 4,2% Naik 4,5% IRR 17,17% 14,43% Net B/C ratio DF 16,75% 1,010 0,946 NPV DF 16,75% (Rp) 5.936.674,54 -32.535.633,22 Layak Tidak layak Penilaian dilaksanakan dilaksanakan Sumber : Lampiran 12 dan Lampiran 13 Simulasi Perubahan pada Pendapatan dan Biaya: Apabila pendapatan dan biaya operasional mengalami perubahan secara bersamaan, misalkan pendapatan mengalami penurunan sebesar 2% dan secara bersamaan biaya operasional naik sebesar 1%, diperoleh IRR=25,35%, Net B/C Ratio=1,210, dan NPV=Rp125.751.886,48, kondisi ini Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 42 menunjukkan bahwa usaha pengasinan ikan teri ini masih layak untuk dilaksanakan, karena nilai IRR > tingkat bunga, NPV positif, Net B/C Ratio>1. Skenario berikut adalah penurunan pendapatan sebesar 3% dan biaya operasional naik sebesar 2%. Hasil simulasi menunjukkan IRR =5,84%, di mana nilai tersebut di bawah tingkat bunga kredit, Net B/C Ratio < 1 dan NPV negatif, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada kondisi ini, usaha pengasinan ikan teri nasi ini sudah tidak layak untuk dilakukan, karena secara finansial sudah tidak feasible. Selengkapnya hasil analisis sensitivitas keuangan usaha pengasinan ikan teri nasi ini terlihat pada Tabel 5.12. Tabel 5.12. Analisis Sensitivitas : Perubahan Pendapatan dan Biaya Pendapatan Turun Pendapatan Turun Kriteria 2% 5% Biaya No Kelayakan Biaya Operasional Operasional Naik Naik 1% 2% 1 IRR 25,35% 5,84% Net B/C ratio DF 2 16,75% 1,210 0,754 NPV DF 16,75% 3 (Rp) 125.751.886,48 -147.777.632,71 Tidak layak Penilaian Layak dilaksanakan dilaksanakan Sumber : Lampiran 14 dan Lampiran 15 Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 43 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan a. Aspek Sosial Ekonomi 1. Manfaat Ekonomi : Penciptaan Pendapatan dan Kesempatan Kerja Manfaat ekonomi dari usaha pengasinan ikan teri adalah penciptaan lapangan kerja yang pada akhirnya mampu menghasilkan pendapatan. Penciptaan pendapatan ini antara lain bagi pengusaha, karyawan dan tentunya bagi nelayan yang merupakan ujung tombak penyediaan ikan untuk diolah. Namun demikian, bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengolahan ikan ini terlihat bahwa penangkapan dan pengolahan ikan belum mampu meningkatkan kesejahteraan hidup ke tingkat yang lebih baik. Bagi nelayan, hasil tangkapan ikan laut, termasuk ikan teri yang sangat dipengaruhi oleh musim menyebabkan volume tangkapan ikan juga tidak tetap, dengan demikian pendapatan yang dapat mereka peroleh juga tidak tetap. Bagi sebagian besar pekerja pada pengolahan ikan, seperti pengasinan ikan teri, hasil tangkapan ikan yang tidak tetap menyebabkan sistem kerja yang diterapkan umumnya bersifat borongan dan pekerja menjadi pekerja tidak tetap, kondisi seperti ini tentunya menyebabkan sulitnya pekerja-pekerja ini memperoleh pendapatan dalam jumlah tetap. Pada tingkatan yang lebih tinggi, usaha pengolahan ikan seperti pengasinan ikan teri yang berperan menciptakan lapangan kerja dan penciptaan Pendapatan Daerah pada akhirnya juga akan menciptakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena beberapa dari usaha pengolahan ikan tersebut juga sudah membayar biaya perijinan usaha. Pengasinan ikan teri pada skala menengah dan besar, selain untuk memenuhi kebutuhan ikan domestik juga sudah menembus pasar luar negeri. Oleh karena itu, usaha pengasinan ikan teri ini juga sudah berperan dalam penciptaan devisa bagi negara. 2. Manfaat Sosial Ikan mengandung protein antara 18% - 30%. Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang dibutuhkan manusia. Dengan demikian dapat dilihat bahwa manfaat penting usaha pengasinan ikan teri adalah pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap ikan. Ikan banyak mengandung unsur organik dan non organik yang sangat berguna bagi manusia. Komposisi unsur-unsur tersebut bervariasi menurut (a) jenis ikan; (b) umur, (c) jenis kelamin, (d) musim, (e) lingkungan hidup, terutama jumlah dan keadaan makanannya dan faktor-faktor lain, tetapi pada umumnya berkisar pada batas-batas berikut: (Murniyawati dan Sunawarwan, 1998) Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 44 Tabel 6.1. Komposisi Kimia Ikan Protein 16-20% Lemak 2-22% Air Mineral (Ca, Na, K, J, Mn), Vitamin (A, B, D) dll 56-80% 2,5-4,5% b. Dampak Lingkungan Pengolahan ikan umumnya menghasilkan limbah, termasuk pengasinan ikan teri. Pengasinan ikan teri yang banyak menggunakan garam dan air sebagai bahan tambahannya juga akan menghasilkan limbah bagi lingkungan sekitarnya. Sifat ikan yang basah, berbau, dan mudah membusuk dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Dampak lingkungan dari pengolahan ikan ini bisa ditemui di perkampungan nelayan yang ada di Indonesia. Dari hasil survei lapangan pada penelitian ini, sebagian besar perkampungan nelayan yang sekaligus juga merupakan lokasi pengasinan ikan teri mengalami pencemaran udara karena adanya bau busuk dari ikan. Demikian pula lokasi pengolahan ikan yang terpisah dari lokasi perkampungan, pencemaran udara juga masih dapat dirasakan. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 45 7. Penutup a. Kesimpulan 1. Usaha pengasinan ikan teri nasi memiliki peluang dan potensi pengembangan di masa mendatang mengingat sumber daya laut Indonesia yang diperkirakan masih luas. 2. Proses pengasinan ikan teri nasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi menengah yang sederhana, proses pengasinan ini terdiri dari beberapa tahap yakni, penimbangan, pencucian, perebusan, pengeringan, sortasi, pengemasan dan penyimpanan. 3. Hasil analisis kelayakan keuangan dengan menggunakan indikator NPV, IRR, dan Net B/C Ratio diperoleh IRR yang lebih tinggi dari tingkat bunga kredit yang berlaku yakni 51,49% pada discount rate 16,75%, NPV positif sebesar Rp 544.565.876,73,-; dan Net B/C Ratio=1,908. Hasil ini menunjukkan bahwa usaha pengasinan ikan teri nasi ini dapat diterima dan layak untuk dilaksanakan. 4. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas disimpulkan bahwa usaha pengasinan ikan teri nasi ini sensitif apabila pendapatan mengalami penurunan > 3,7%; apabila pendapatan diasumsikan tetap namun biaya operasional mengalami kenaikan, misalnya naik 4,2%, maka usaha pengasinan ikan teri nasi ini tidak layak untuk dilaksanakan. 5. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pengasinan ikan teri nasi ini dapat dikategorikan usaha yang mantap dan relatif mapan karena penurunan pendapatan sampai dengan 3,7% dan adanya kenaikan biaya operasional sampai 4,2% masih memungkinkan dilaksanakannya usaha pengasinan teri nasi ini. b. Saran 1. Tingginya pengaruh musim terhadap hasil tangkapan ikan teri nasi perlu menjadi pertimbangan bagi pengusaha pengasinan ikan teri nasi di masa mendatang. Selain itu, penurunan hasil tangkapan ikan teri dewasa ini telah mempengaruhi volume produksi pengasinan ikan teri di beberapa daerah di Indonesia. Penurunan hasil tangkap ini banyak dipengaruhi oleh pola tangkap yang diterapkan nelayan; metode dan alat tangkap yang tidak mendukung kelestarian dan ketersediaan ikan teri nasi di laut serta maraknya pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait, antara lain pemerintah, pengusaha dan nelayan perlu mencari metoda yang lebih optimal untuk penangkapan ikan teri nasi. Selain itu, kemampuan untuk menjaga kekayaan dan sumber daya perikanan Indonesia juga perlu lebih ditingkatkan. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 46 2. Dari sisi perbankan, usaha pengasinan ikan teri nasi ini layak untuk dibiayai, namun perbankan dalam menyalurkan kredit investasi dan modal kerja perlu lebih memperhatikan aspek dan kemampuan pengusaha dalam mempertahankan kontinuitas produksi. Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 47 LAMPIRAN Bank Indonesia – Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional) 48