BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km2. Sepanjang garis pantai serta bentangan perairan lain mempunyai kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah baik dari sumber daya alam yang bisa diperbaharui (seperti ikan , rumput laut dan hewan karang) ataupun yang tidak bisa diperbaharui seperti minyak dan gas bumi, bahan tambang serta mineral (Dahuri et al , 1996). Wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan kearah laut merupakan paparan benua (Dahuri et al, 2001), sehingga wilayah pesisir ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut, angin laut dan perembesan air asin. Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dapat menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar wilayah pesisir tersebut dan akan tetap lestari apabila dalam pemanfaatannya terjadi keseimbangan antara sistem di wilayah tersebut dengan masyarakat yang memanfaatkan hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan tipe ekositem hutan tropik yang khas dan tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan variasi lingkungan yang besar. Menurut Bengen (2000), Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah 1 pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang cukup mendapatkan genangan air laut secara berkala dan aliran air tawar, dan terlindung dari gelombang besar serta arus pasang surut yang kuat. Hutan mangrove berperan penting dalam keseimbangan ekologis di lingkungan pesisir dan laut di depannya. Karakteristik hutan mangrove secara umum menurut Bengen (2000) adalah umumnya pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berpasir atau berlempung; daerahnya tergenang air laut secara berkala; terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Ekosistem hutan mangrove merupakan himpunan antara komponen hayati dan non hayati yang secara fungsional berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Apabila terjadi salah satu perubahan dalam komponen tersebut akan mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada baik dalam kesatuan struktur fungsional dan keseimbangannya. Hutan mangrove ini menyediakan berbagai jenis makanan yang begitu melimpah. Ketersediaan berbagai jenis makanan yang terdapat pada ekosistem ini menjadikan keberadaan mangrove sangat penting, selain itu Hutan mangrove juga digunakan sebagai tempat berlindung (nursery ground) bagi berbagai jenis biota seperti ikan, udang, kerang, kepiting dan berbagai jenis biota lainnya, selain itu juga merupakan tempat berpijah (spawning ground) dan mencari makan (feeding ground) (kasry, 1996). Hutan mangrove mempunyai manfaat baik berupa nilai ekonomi maupun nilai ekologis. Adapun manfaat dari hutan mangrove dari segi ekonomi adalah berupa kayu dan non kayu. Hasil berupa kayu digunakan untuk kayu 2 konstruksi, tiang atau pancang, kayu bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu; sedangkan hasil non kayu berupa madu, tannin dan obat-obatan. Manfaat hutan mangrove yang bernilai ekologis berupa untuk melindungi atau proteksi dari abrasi dan erosi serta gelombang atau angin, mengendalikan intrusi air laut, sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak bebrgai jenis ikan, udang dan biota lainnya, pembangunan lahan melalui proses sedimentasi, memelihara kualitas air (mereduksi polutan, dan pencemar air), dan menyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibandingkan tipe hutan lainnya (Harahab, 2010). Kawasan Hutan mangrove perlu di konservasi agar dalam pemanfaatannya dapat dilakukan dengan maksimal. Salah satu cara melestarikan yang dapat dilakukan adalah dengan meneliti ekosistemnya. Ekosistem mangrove meliputi komponen biotik dan abiotik. Pada komponen biotik terdiri dari plankton, nekton, dan benthos. Pada komponen abiotik terdiri dari fisik dan kimia dimana fisik berupa lumpur, suhu, salinitas , sedangkan yang kimia berupa oksigen terlarut dan kandungan bahan organik. Benthos terbagi menjadi dua yaitu makrobenthos dan mikrobenthos. Makrobenthos adalah salah satu komponen rantai makanan di perairan mangrove. Menurut Slack (Rosenberg and Resh, 1993) makrobentos adalah organisme yang dapat tertahan pada saringan berukuran 200 sampai 500 mikrometer. Organisme yang termasuk makrobenthos antara lain adalah Crustaceae , Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan Annelida. Crustaceae merupakan salah satu kelas yang dapat hidup pada lingkungan yang bersifat dinamis, karena hanya jenis biota tertentu yang memiliki toleransi yang besar 3 terhadap perubahan ekstrim dari faktor lingkungan yang dapat hidup dihutan mangrove. Kepiting bakau masuk kedalam kelas Crustaceae. Salah satu komoditas ekspor yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan terdapat pada ekosistem hutan mangrove adalah kepiting bakau. Potensi kepiting bakau di Indonesia cukup besar karena kepiting mempunyai sebaran yang sangat luas dan didapatkan hampir diseluruh perairan pantai indonesia terutama di hutan mangrove (Moosa et al, 1985). Seiring dengan meningkatnya permintaan kepiting bakau, baik untuk diekspor maupun kebutuhan lokal , maka kepiting bakau di alam banyak diburu dan dibudidayakan. Hal ini terjadi karena nilai ekonomis kepiting bakau yang tinggi serta pada kepiting bakau ini memiliki nilai nutrisi yang tinggi. Pada tahun 1994 produksi mencapai 8756 ton dari hasil budidaya dan penangkapan dialam (Dirjen perikanan dalam Cholik, 2005). Berdasarkan data dari kelompok pelita bahari oleh bapak Tolani dijelaskan bahwa kepiting bakau untuk per kg harga kepiting bakau mencapai Rp 60.000 /kg. Hal ini memicu para nelayan untuk mencari kepiting bakau di alam maupun membudidayakannya. Oleh karena itu, kepiting bakau ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Karena begitu banyaknya permintaan kebutuhan pada kepiting bakau ini. Pada tahun 2005 pemasok soft crab kepiting bakau untuk Kabupaten Pemalang membutuhkan lebih dari 10 ton per bulan, sementara petambak hanya mampu menghasilkan ± 5500 kg soft crab/bulan (Data kelompok tani ”PELITA BAHARI” 2005 dalam Agus, 2008). Selain berfungsi bernilai ekonomi, kepiting bakau juga berfungsi ekologis untuk mengetahui indikator kualitas perairan di dalam mangrove tersebut. Perubahan 4 struktur dan komposisi organisme akibat perubahan kondisi habitat dapat dijadikan sebagai indikator kualitas perairan (Rosenberg and Resh, 1993). Kawasan rehabilitasi mangrove di pantai Utara Pemalang adalah salah satu kawasan yang mampu mendukung kelestarian ekosistem mangrove sehingga akan banyak membantu kehidupan masyarakatnya. Kawasan ini juga merupakan tempat hidup kepiting bakau. Dalam ekosistem mangrove, faktor dekomposer sangatlah penting karena menetukan pertumbuhan mangrove tersebut. Dekomposer pada mangrove secara umum adalah Benthos. Secara spesifik yang termasuk dalam Benthos salah satunya adalah kepiting bakau (Scylla serrata). Salah satu faktor peran besar keberadaan kepiting bakau (Scylla serrata) adalah faktor habitat. Dan pada kawasan ini terdapat perbedaan umur tanaman karena di tanam pada tahun tanam yang berbeda, sehingga untuk melihat peran ekosistem, maka populasi kepiting bakau (Scylla serrata) yang dipengaruhi oleh habitat perlu untuk diteliti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam pemanfaatan mangrove secara maksimal dengan tidak merusak kondisi habitat mangrove. 1.2 Rumusan Masalah Hutan mangrove di kawasan pantai utara pemalang merupakan kawasan hasil rehabilitasi mangrove yang ditanam pada tahun tanam yang berbeda, sehingga memiliki kerapatan vegetasi dan kualitas habitat yang berbeda beda . Perbedaan kerapatan vegetasi dan kualitas habitat tersebut mempengaruhi kepiting bakau. Dari hal ini menimbulkan pertanyaan : 5 Seberapa besar ukuran populasi kepiting yang terdapat di berbagai zonasi dengan tahun tanam yang berbeda beda ? bagaimana pengaruh habitat mangrove terhadap ukuran populasi kepiting ? 1.3 . Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui ukuran populasi kepiting bakau pada setiap zonasi kawasan mangrove dengan tahun tanam yang berbeda – beda. 2. Mengetahui pengaruh habitat mangrove terhadap ukuran populasi kepiting bakau . 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai ukuran populasi kepiting bakau di berbagai zonasi di setiap tahun tanam, serta pengaruh kondisi habitat hasil rehabilitasi mangrove terhadap ukuran populasi kepiting bakau sehingga dapat dijadikan pedoman untuk dapat memanfaatkan kawasan mangrove secara maksimal. 6