suplemen 3 - Bank Indonesia

advertisement
SUPLEMEN 3
MENGKONSOLIDASIKAN DUKUNGAN TERHADAP UMKM
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau yang kerap disebut UMKM sejak lama telah
dipercaya sebagai katup pengaman perekonomian nasional. Di berbagai wacana, seminar, dan
studi, telah dibicarakan dan dibuktikan bahwa UMKM merupakan kelompok atau jenis usaha
yang mempunyai daya tahan kuat terhadap krisis dan bersifat padat karya. Dengan berdasar pada
sifat dasar tersebut, tidak berlebihan jika pemerintah beserta jajaran baik di tingkat pusat maupun
daerah, termasuk Bank Indonesia, memberikan perhatian dan usaha yang lebih terhadap
pengembangan UMKM.
Data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menunjukkan bahwa pada tahun
2006 usaha kecil telah menyerap 91 persen tenaga kerja dan sebagian besar usaha kecil tersebut
merupakan usaha-usaha yang bergerak di sektor pertanian. Berangkat dari data tersebut, tidak
berlebihan kita berharap dengan memajukan UMKM maka diharapkan permasalahan
pengangguran dan kemiskinan segera dapat teratasi.
Namun, walaupun diakui sebagai sektor yang menjanjikan, saat ini banyak keluhan bahwa
dukungan perbankan terhadap UMKM belum seperti yang diharapkan. Kurangnya dukungan
tersebut dianggap sebagai bentuk ketidakberpihakan perbankan terhadap UMKM. Bahkan,
belakangan ini, wacana dimaksud disandingkan dengan fenomena nasional dimana pemerintah
daerah cenderung ’memarkirkan’ dana APBD mereka ke Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Kondisi ini memerlukan klarifikasi melalui pemahaman mengenai permasalahan apa yang tengah
terjadi pada UMKM.
Permasalahan yang tengah dihadapi saat ini oleh UMKM salah satunya sulitnya akses
dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan dari perbankan. Permasalahan tersebut pada dasarnya
sangat terkait dengan profil dari debitur-debitur UMKM yang kebanyakan kurang atau bahkan
tidak bankable (tidak memenuhi persyaratan persyaratan teknis perbankan). Tidak bankable-nya
debitur UMKM menjadikan aspek kelayakan (feasibility) debitur UMKM terabaikan. Hanya
karena tidak dapat memenuhi persyaratan-persyaratan teknis perbankan, calon debitur UMKM
1
7
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan. Permasalahanpermasalahan lain yang dihadapi adalah oleh perbankan dalam menyalurkan UMKM adalah; (i)
asymmetric information, dan (ii) moral hazard. Tiga permasalahan inilah yang membutuhkan
penyelesaian yang terintegrasi dan melibatkan berbagai kalangan baik di tingkat pusat dan
daerah.
Untuk menjadi bankable biasa debitur diharuskan, antara lain, memenuhi dokumendokumen administratif maupun dokumen atau pencatatan yang terkait dengan operasional usaha.
Kedua dokumen tersebut dibutuhkan untuk kepastian atau legalitas debitur dan usahanya, serta
prospek dari usahanya itu sendiri. Upaya untuk menjadi debitur UMKM menjadi bankable telah
dilakukan Bank Indonesia melalui program Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Program
KKMB berintikan pada kegiatan pendampingan konsultan terhadap debitur UMKM dalam
berhubungan dengan bank. Bentuk pendampingan tersebut adalah pemberian ketrampilan dan
pengetahuan, misalnya, dalam menyusun studi kelayakan usaha dan pembukuan dan manajemen
usaha (akuntansi dasar dan penentuan harga pokok penjualan). Namun selain itu, terdapat pula
dokumen-dokumen administratif yang dibutuhkan oleh debitur UMKM yang terkait dengan
legalitas usaha, misalnya, Surat IjinTempat Usaha (SITU), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat
Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan KTP. Terkadang
debitur UMKM terkendala dikarenakan tidak dapat memenuhi dokumen-dokumen teknis
dimaksud sehingga diperlukan peran dari instansi atau dinas terkait dalam membantu proses
keluarnya izin-izin tersebut secara tepat waktu dengan biaya yang terjangkau.
Dua permasalahan lain (asymmetric information dan moral hazard). Permasalahan
asymmetric information terjadi salah satunya dikarenakan pasar keuangan (perbankan dan nonperbankan) tidak mengetahui secara detail mengenai UMKM baik dari prospek dan risiko usaha,
serta karakter nasabah. Selain asymmetric information, pertimbangan pemberian kredit juga
sangat bergantung kepada pangsa pasar yang dibidik oleh tiap-tiap lembaga keuangan. Dengan
mempertimbangkan kondisi yang sedemikian rupa, pengembangan UMKM dalam bentuk
pemberian kredit tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar, jika tidak akan
terjadi kegagalan pasar (market failure) dimana sektor keuangan tidak dapat mengalokasikan
financial resources dari surplus spending unit ke deficit spending unit. Sementara itu, untuk
permasalahan moral hazard terjadi dikarenakan adanya penggunaan kredit di luar peruntukkan
seharusnya tanpa sepengetahuan bank, dan biasanya kesalahan penggunaan kredit tersebut
mengakibatkan terjadi gagal bayar. Pada akhirnya moral hazard mengakibatkan trauma bagi
2
perbankan untuk menyalurkan kredit. Pada akhirnya, baik asymmetric information maupun
moral hazard mengakibatkan terjadinya market failure, sehingga perlu ada langkah ’intervensi’
untuk mengkoreksi kegagalan tersebut. ’Intervensi’ itulah apa yang dimaksud dengan peran
pemerintah pusat, daerah, Bank Indonesia, perbankan, departemen atau dinas teknis, dan institusi
terkait lainnya.
Melalui pendekatan teoritik, dengan menggunakan analisa kurva penawaran dan
permintaan kredit, dapat dijelaskan bahwa upaya meningkatkan pasokan kredit perbankan dengan
tingkat suku bunga perbankan dapat ditempuh dengan intervensi pemerintah dan pihak terkait.
Hal tersebut tentunya dicerminkan dengan bergesernya kurva penawaran dari S0 ke S1. Pergeseran
kurva pasokan kredit akan diikuti oleh pergeseran permintaan kredit dari D0 ke D1. Sehingga
dengan demikian akan terjadi keseimbangan baru pada koordinat (L1, r1), dimana kredit tersedia
pada jumlah yang lebih banyak dengan tingkat suku bungan yang lebih murah.
Apa yang telah dijelaskan di atas adalah permasalahan-permasalahan dengan scope mikro
perusahaan dan individual masing-masing debitur UMKM. Masih terdapat banyak permasalahan
yang menghadang dari sisi; (i) penjaminan, dimana dukungan lembaga kredit dibutuhkan dalam
mengeliminir risiko kredit sehingga tidak bertumpu pada bank saja, (ii) dukungan sarana dan
produksi pertanian, sehingga kelangsungan usaha debitur khususnya di sektor pertanian dapat
terjamin dengan dukungan bibit, pupuk, peralatan, irigasi, dan bantuan teknis yang memadai,
dan (iii) dukungan pemasaran
Permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan di atas, jika ditarik ke kepada tataran
nasional maupun regional jelas membutuhkan langkah-langkah penyelesaian yang menyeluruh
dalam bentuk agenda nasional untuk memberdayakan UMKM. Secara skema bentuk dukungan
tersebut digambarkan sebagai berikut.
3
7
Dengan mempertimbangkan kondisi dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi,
pengembangan UMKM dapat hanya diselesaikan secara parsial dengan bertumpu pada sektor
keuangan, khususnya perbankan, semata. Banyak permasalahan yang membutuhkan solusi serta
dukungan dari pihak terkait untuk membuat UMKM menjadi usaha yang prospektif sehingga
membuat bank tertarik untuk membiayai. ’Intervensi’ atau dukungan sebagai dideskripsikan pada
skema di atas, setidaknya dapat memberi pencerahan bahwa permasalahan UMKM bukan hanya
di sisi permodalan saja.
4
Download