BAB I PENDAHULUAN

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan
kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu, baik sehat maupun sakit yang
mengalami gangguan fisik, psikis dan sosial agar dapat mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa
meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki
dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh
individu (Nursalam, 2008).
Keperawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar.
Anak sebagai klien tidak lagi dipandang sebagai miniatur orang dewasa,
melainkan sebagai makhluk unik yang memiliki kebutuhan spesifik dan
berbeda dengan orang dewasa. Demikian juga keluarga, tidak lagi dipandang
hanya sebagai pengunjung bagi anak yang sakit, melainkan sebagai mitra bagi
perawat dalam menentukan kebutuhan anak dan pemenuhannya dalam bentuk
pelayanan yang berpusat pada keluarga (family centred care). Tindakan yang
dilakukan dalam mengatasi masalah anak, apapun bentuknya, harus
berlandaskan pada prinsip atraumatic care atau asuhan yang terapeutik. Setiap
perawat perlu memahami perspektik keperawatan anak sehingga dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada anak selalu berpegang pada prinsip
dasar ini. Perspektif keperawatan anak merupakan landasan berfikir bagi
1
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
2
seorang perawat anak dalam melaksanakan pelayanan keperawatan terhadap
klien anak maupun keluarganya (Supartini, 2004).
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak
pada anak. Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan
mudah mengalami krisis, bahkan trauma karena anak mengalami stres akibat
perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam
kebiasaan sehari-hari serta anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam
mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang
bersifat menekan (Nursalam, 2008).
Anak – anak yang dirawat dirumah sakit dalam dua dekade terakhir
mengalami peningkatan pesat. Prosentase anak – anak yang dirawat dirumah
sakit ini mengalami masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan
dengan hospitalisasi tahun – tahun sebelumnya (Wong, 2009).
Saat anak yang mengalami sakit dan menjalani perawatan di rumah sakit,
mereka akan terpaksa berpisah dari lingkungan yang dirasakan aman, penuh
kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu rumah, permainan, dan teman
sepermainannya.
Proses
ini
dikatakan
sebagai
proses
hospitalisasi.
Hospitalisasi merupakan suatu proses, dimana karena suatu alasan tertentu baik
darurat atau berencana mengharuskan anak tinggal dirumah sakit menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah (Sodikin, 2011).
Anak – anak di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 5 juta mengalami
hospitalisasi dan lebih dari 50% dari jumlah tersebut anak mengalami
kecemasan dan stress (Kain, 2006 dalam Apriliawati. 2011). Anak – anak yang
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
3
menjalani hospitalisasi di Indonesia diperkirakan 35 per 1000 anak (Sumarko,
2008 dalam Purwandari, 2009). Data Susenas di Indonesia tahun 2001 hingga
tahun 2005, menunjukkan presentase angka kesakitan anak (Morbidity Rate)
sebanyak 15,50% (Susenas, 2005).
Jumlah populasi anak di Indonesia berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik Nasional tahun 2007 yaitu 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200
jiwa penduduk. Anak adalah individu yang berusia antara 0 sampai18 tahun,
yang sedang dalam proses tumbuh-kembang, mempunyai kebutuhan yang
spesifik (fisik, psikologis, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang
dewasa, apabila kebutuhan tersebut terpenuhi maka anak akan mampu
beradaptasi dan kesehatanya terjaga, sedangkan bila anak sakit maka akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikologis, intelektual,
sosial, dan spiritual (Supartini, 2004).
Secara umum rumah sakit merupakan pusat pelayanan kesehatan, tetapi
perbedaan lingkungan antara rumah sakit dan tempat tinggal, persepsi buruk
terhadap sakit dan kurangnya mekanisme koping, maka lingkungan rumah
sakit menjadi stressor dan pengalaman yang menakutkan bagi pasien dan
keluarga. Saat anak di rumah sakit, stres yang diperlihatkan berupa rasa
ketakutan terhadap tindakan yang dianggap menyakitkan serta rutinitas di
rumah sakit, anak merasa diisolasi dan tindakan perawatan atau prosedur yang
menyakitkan akan menjadikan anak sangat stres (Whaley & Wong, 1999).
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
4
Hasil penelitian dari sherlock (1990) dalam supartini (2007) menunjukan
bahwa lingkungan rumah sakit yang dapat menimbulkan trauma pada anak
adalah lingkungan fisik rumah sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun
pakaian putih, alat-alat yang digunakan dan lingkungan sosial antar sesama
pasien. Dengan adanya stresor tersebut, distres yang dialami anak adalah
gangguan tidur, pembatasan aktifitas, perasaan nyeri dan suara bising
sedangkan distres psikologis mencakup kecemasan, takut marah, kecewa,
malu, dan rasa bersalah.
Lingkungan fisik dan psikososial rumahsakit dapat menjadi stressor bagi
anak untuk menimbulkan trauma. Prinsip dasar dari keperawatan atraumatik
yang harus dimiliki oleh setiap perawat anak terdiri dari 5 komponen yang
meliputi menurunkan atau mencegah perpisahan dari keluarga, meningkatkan
kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak, mencegah atau
mengurangi cedera dan nyeri, tidak melakukaan kekerasan pada anak
modifikasi lingkungan fisik. Selain itu perilaku petugas ruangan perawatan
anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa (Hidayat, 2005)
Oleh karena itu perlunya peran serta perawat dan persepsi yang baik
terhadap perawatan atraumatik yang bertujuan untuk tidak terjadinya trauma
pada anak baik fisik maupun psikis (Supartini, 2004). Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh (Sitio, 2008) menyebutkan bahwa 11 orang (44%) perawat
memiliki persepsi yang baik dan 14 orang (56%) perawat yang memiliki
persepsi cukup baik terhadap keterlibatan orang tua dalam perawatan anak
yang merupakan salah satu prinsip keperawatan atraumatik pada anak.
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
5
Reaksi hospitalisasi pada anak diasumsikan dapat diminimalisir dengan
keberadaan lingkungan yang terapeutik. Menurut Smith dan Watkins (2010)
dalam (Solikhah, 2013) lingkungan terapeutik meliputi efek psikososial
lingkungan, efek lingkungan terhadap sistem immune, dan bagaimana
pengaturan ruangan yang menarik. Setting ruang rawat anak yang menarik
diharapkan memberikan kesenangan tersendiri sehingga anak menjadi tidak
cemas selama horpitalisasi. Anak yang kooperatif ketika dilakukan tindakan
keperawatan merupakan salah satu tanda anak yang tidak cemas akibat
hospitalisasi.
Perawatan anak sakit selama dirawat dirumah sakit atau hospitalisasi
menimbulkan krisis dan kecemasan tersendiri bagi anak dan keluarganya. Saat
anak berada dirumah sakit, anak harus menghadapi lingkungan yang asing dan
pemberi asuhan yang tidak dikenal. Anak juga sering kali berhadapan dengan
prosedur yang menimbulkan nyeri, kehilangan kemandirian, dan berbagai hal
yang tidak diketahui (Wong, 2009).
Anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut
beberapa penelitian ditunjukan dengan pengalaman yang sangat traumatic dan
penuh stress saat proses hospitalisasi (Supartini, 2004). Berbagai kejadian
dapat menimbulkan dampak atraumatik terutama pada anak yang baru pertama
kali mengalami perawatan di rumah sakit, salah satunya karena adanya
interaksi yang tidak baik dengan petugas kesehatan. Kurangnya dukungan
emosional dari kerabat, anggota keluarga ataupun petugas kesehatan pada
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
6
orang tua anak akan menimbulkan kecemasan orang tua dan hal ini akan
menyebabkan kecemasan anak meningkat (Potter dan Perry, 2005).
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara
subyektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan
adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan
penyebab yang tidak jelas dan dapat dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya (Wong, 2009). Penyebab dari kecemasan pada anak
yang dirawat inap (hospitalisasi) dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor
dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru,
maupun keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam, 2005).
Kecemasan timbul karena adanya reseptor di otak yang menerima
neurotransmiter yaitu Gama-aminobutirik Acid (GABA). Peningkatan GABA
akibat stresor tertentu mengakibatkan neuron tidak mampu untuk menerima
pesan yang cukup untuk berhenti.
Kecemasan perlu ditangani sedini mungkin, karena keterlambatan dalam
penanganan akan membawa dampak tidak baik pada proses kesembuhan
terutama pada anak yang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit yang
lingkunganya masih asing baginya. Apabila kecemasan tidak segera ditangani
dan menjadi lebih buruk, maka dampak yang lebih besar dan nyata yaitu anak
akan menolak perawatan dan pengobatan hal ini akan memberikan pengaruh
pada lama atau proses perawatan dan pengobatan serta penyembuhan dari anak
sakit tersebut.
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
7
Selain perasaan cemas karena perpisahan, stressor pada anak yang dirawat
di rumah sakit dapat berupa kehilangan kontrol diri, sehingga anak merasa
bahwa dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa
tidak aman dan kemandiriannya dihambat. Stressor yang juga sering dialami
oleh anak yang dirawat di rumah sakit, yakni rasa takut terhadap perlukaan
pada tubuh. Dampak dari stressor tersebut pada anak dapat berupa
menyeringaikan wajah, menangis kuat, mengatupkan gigi, menggigit bibir,
bahkan melakukan tindakan agresif seperti menggigit, menendang, memukul
atau berlari ke luar (Nursalam, 2005).
Adanya respon anak terhadap hospitalisasi menimbulkan kendala dalam
pelaksanaan perawatan yang akan diberikan sehingga menghambat proses
penyembuhan. Hal tersebut menyebabkan waktu perawatan yang lebih lama,
bahkan akan mempercepat terjadinya komplikasi-komplikasi selama perawatan
(Nursalam, 2005).
Walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan anak
telah berkembang pesat, tindakan yang dilakukan pada anak tetap
menimbulkan trauma, rasa nyeri, marah, cemas dan takut pada anak. Oleh
karena itu, perlu dikembangkan asuhan keperawatan yang tidak menimbulkan
trauma pada anak. Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang
diberikan oleh perawat dalam peran dan fungsinya sebagai pemberi asuhan
keperawatan anak, melalui tindakan yang dapat meminimalkan stressor yang
dialami anak (Supartini, 2004). Atraumatic care difokuskan dalam upaya
pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dari keperawatan anak,
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
8
pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan
sosial keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang
penuh dengan perhatian sehingga akan mempercepat proses penyembuhan
(Hidayat, 2005). Fokus intervensi keperawatan adalah meminimalkan stresor,
memaksimalkan manfaat hospitalisasi, memberikan dukungan psikologis pada
anggota keluarga, dan mempersiapkan anak sebelum dirawat di rumah sakit
(Supartini, 2004).
Menurut Supartini (2004), Atraumatic care dibedakan menjadi empat hal,
yaitu mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orang tua,
meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anaknya,
mencegah atau meminimalkan cedera fisik maupun psikologis, serta modifikasi
lingkungan ruang perawatan anak. Intervensi keperawatan Atraumatic care
meliputi pendekatan psikologis berupa menyiapkan anak-anak untuk prosedur
pemeriksaan sampai pada intervensi fisik terkait menyediakan ruang bagi anak
tinggal bersama orang tua dalam satu ruangan (rooming in) (Wong, 2009).
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
memberikan pelayanan kesehatan berupa rawat jalan dan rawat inap. Salah satu
bentuk pelayanan rawat inap yang diberikan oleh RSUD Dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga yakni bangsal perawatan anak. Hasil survey awal
di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga, yang dilakukan pada
tanggal 28 Februari 2015 dan survey dilakukan di ruang cempaka RSUD Dr. R.
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Kondisi ruangan di bangsal cempaka
RSUD Dr. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga bersih dan tertata rapi seperti
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
9
bangsal bangsal lain. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara bangsal anak
dengan bangsal orang dewasa, dinding ruangan, bed pasien,dan keadaan ruang
semuanya hampir sama dengan bangsal orang dewasa. Fasilitas yang
disediakan bangsal cempaka RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga sama dengan fasilitas yang ada di bangsal lain pada umumnya
yaitu : bed pasien, kursi penunggu pasien, kamar mandi pasien.
Pengambilan data dengan cara melihat buku rekam medik yang ada di
ruangan. Data yang di ambil adalah anak usia prasekolah, jumlah anak usia
prasekolah yang pada tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 28 februari
2015 yaitu sebanyak 242 anak prasekolah.
Sikap perawat di bangsal cempaka RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga dalam menangani pasien dapat dikatakan baik, hanya saja masih
ada beberapa perawat yang kurang bisa bersikap Atraumatic Care dalam
menangani pasien anak. Hal ini terbukti masih banyak ditemukan beberapa
pasien anak yang menangis ketika akan dilakukan tindakan keperawatan.
Perawat merupakan individu yang memiliki sisi emosional masing – masing
yang tidak mudah untuk dirubah jika didalam diri masing – masing perawat
tersebut tidak memiliki kesadaran akan pentingnya bersikap atraumatic care
dalam menangani pasien anak.
Selain itu, kondisi ruangan di bangsal juga bisa berpengaruh terhadap
kecemasan pada anak yang dirawat. Kondisi ruangan bangsal yang hampir
sama dengan bangsal orang dewasa membuat anak merasa berada ditempat
asing yang menakutkan, sehingga menimbulkan kecemasan dan ketakutan.
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
10
Pencahayaan yang kurang, minimnya gambar – gambar lucu yang bisa menarik
perhatian anak, seragam yang digunakan para petugas medis, minimnya
fasilitas bermain, juga dapat memicu terjadinya hospitalisasi pada anak.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai “Hubungan Kondisi Ruang Anak, Fasilitas Ruang, dan Sikap
Perawat Terhadap Tingkat Kecemasan Sebagai Dampak Hospitalisasi Pada
Anak Usia Pra Sekolah di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.
B. Rumusan Masalah
Memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka dapat dilihat bahwa
anak usia prasekolah dalam merespon hospitalisasi sangat beragam. Anak usia
prasekolah merespon hospitalisasi sesuai dengan sumber stressnya. Sumber
stress anak usia prasekolah saat hospitalisasi adalah cemas akibat perpisahan.
Kecemasan akibat perpisahan sebagian besar dirasakan akibat takut berpisah
dengan ibunya. Tidak hanya kecemasan dan ketakutan yang dilakukan anak
usia prasekolah dalam merespon hospitalisasi, ruang inap yang tidak nyaman,
fasilitas yang seadanya, sikap perawat yang terkadang tidak menyenangkan
pun bisa menjadi salah satu penyebab hospitalisasi pada anak. Oleh karena itu,
penulis tertarik meneliti “Hubungan Kondisi Ruang Anak, Fasilitas Ruang, dan
Sikap Perawat Terhadap Tingkat Kecemasan Sebagai Dampak Hospitalisasi
Pada Anak Usia Pra Sekolah di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga”.
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
11
C. Tujuan Penelitian.
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi
ruang anak, fasilitas ruangan, dan sikap perawat terhadap tingkat kecemasan
sebagai dampak hospitalisasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik responden
b. Mendeskripsikan Dampak Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah
c. Mendeskripsikan Kondisi Ruang , Fasilitas Ruang, dan Sikap Perawat
Terhadap Tingkat Kecemasan Sebagai Dampak Hospitalisasi Pada Anak
Usia Pra Sekolah di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
d. Mengetahui hubungan antara Kondisi Ruang, Fasilitas Ruang dan Sikap
Perawat dengan adanya Dampak Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra
Sekolah RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Perawat
Dapat memajukan pengetahuan bidang perawatan anak bagaimana
pentingnya menyediakan lingkungan yang ramah pada anak melalui sikap
perawat.
2. Manfaat bagi responden
Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi responden untuk
menurunkan kecemasan sebagai dampak hospitalisasi sehingga perasaan
trauma pada anak dapat dihindari.
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
12
3. Manfaat Ilmiah
Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas penanganan hospitalisasi
pada anak di Rumah sakit.
4. Manfaat Bagi Institusi
Untuk menambah refrensi ilmiah bagi pendidikan dan informasi bagi dinas
kesehatan tentang hospitalisasi pada anak.
5. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman bagi peneliti untuk mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh dan menambah wawasan mengenai berbagai jenis respon anak
terhadap hospitalisasi.
E. Penelitian Terkait
1. Solikhah, (2013)
Efektifitas Lingkungan Terapeutik Terhadap Reaksi Hospitalisasi Pada
Anak.
Lingkungan
terapetik
efektif
untuk
meminimalkan
reaksi
hospitalisasi. Reaksi hospitalisasi ditunjukkan dengan angka signifikansi
dari variabel reaksi hospitalisasi yang meliputi kecemasan anak (pvalue=0,004), sikap kooperatif (pvalue= 0,000), respon anak (pvalue=
0,000), mood anak (pvalue= 0,000), dan sikap penerimaan pada petugas (pvalue=0,000).
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian Solikhah,
(2013), adalah Peneliti Meneliti tentang Efektifitas Lingkungan Terapeutik
Terhadap Reaksi Hospitalisasi Pada Anak, Sedangkan penelitian yang akan
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
13
diteliti adalah Kondisi Ruang , Fasilitas Ruang, dan Sikap Perawat Terhadap
Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah. Persamaan dengan penelitian
Solikhah, (2013), dengan peneliti adalah Sama-sama meneliti tentang
lingkungan ruang rawat inap untuk anak.
2. Suryanti, Sodikin, Mustiah, Y. (2011)
pengaruh terapi bermain mewarnai dan origami terhadap tingkat kecemasan
sebagai efek hospitalisasi pada anak usia prasekolah Di RSUD Dr. R
Goetheng Tarunadibrata Purbalingga didapatkan bahwa 53,3% klien anak
(16 responden dari 30 responden) Terapi bermain (mewarnai dan origami)
dapat menurunkan tingkat kecemasan anak usia prasekolah, dari tingkat
kecemasan sedang menjadi tingkat kecemasan ringan.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian Sodikin
dkk, (2011), adalah Peneliti Meneliti tentang pengaruh
terapi bermain
mewarnai dan origami terhadap tingkat kecemasan sebagai efek
hospitalisasi pada anak usia prasekolah Di RSUD Dr. R Goetheng
Tarunadibrata Purbalingga, Sedangkan penelitian yang akan diteliti adalah
Kondisi Ruang , Fasilitas Ruang, dan Sikap Perawat Terhadap Hospitalisasi
Pada Anak Usia Pra Sekolah. Persamaan dengan penelitian Sodikin dkk,
(2011) dengan peneliti adalah Sama-sama meneliti tentang hospitalisasi
pada anak usia prasekolah.
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
14
3. Fitri Ardiningsih, Yektiningtyastuti, Haryatiningsih P. (2006)
Hubungan antara dukungan informasional Dengan kecemasan perpisahan
akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah, Hasil penelitian terhadap 30
responden
menunjukkan
bahwa
dukungan
informasional
memiliki
signifakansi negatif terhadap kecemasan perpisahan (r = -0,582 dan p<0,05).
Koefisien r yang negatif menunjukkan bahwa semakin baik dukungan
informasional yang diberikan, maka kecemasan perpisahan akan semakin
rendah. Ada hubungan negatif antara dukungan informasional dengan
kecemasan perpisahan pada anak usia prasekolah.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian Fitri
Ardiningsih, dkk (2006), adalah Peneliti Meneliti tentang hubungan antara
dukungan informasional Dengan kecemasan perpisahan akibat hospitalisasi
pada anak usia prasekolah, Sedangkan penelitian yang akan diteliti adalah
Kondisi Ruang , Fasilitas Ruang, dan Sikap Perawat Terhadap Hospitalisasi
Pada Anak Usia Pra Sekolah. Persamaan dengan Penelitian Fitri
Ardiningsih, dkk (2006) adalah Sama-sama meneliti tentang hospitalisasi
pada anak usia prasekolah.
4. Debbi Mustika Rina (2013)
Hubungan penerapan atraumatic care dengan kecemasan anak prasekolah
saat proses hospitalisasi di RSU dr. H. Koesnadi kabupaten Bondowoso
didapatkan bahwa: Karakteristik responden di RSU dr. H. Koesnadi
Kabupaten Bondowoso mayoritas berusia 3 hingga 4 tahun; berjenis
kelamin laki-laki; merupakan pengalaman hospitalisasi yang pertama kali;
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
15
dan orang terdekat yang menemani adalah ibu, Penerapan Atarumatic care
di RSU dr. H. Koesnadi Kabupaten Bondowoso mayoritas termasuk dalam
katagori cukup (60%), Mayoritas anak didapatkan tidak mengalami
kecemasan (70%) saat proses hospitalisasi di RSU dr. H. Koesnadi
Kabupaten Bondowoso, Ada hubungan antara penerapan Atraumatic care
dengan kecemasan anak prasekolah saat proses hospitalisasi di RSU dr. H.
Koesnadi Kabupaten Bondowoso. Uji Spearman didapatkan hasil ρ value =
0,003 dengan taraf signifikan (α) sebesar 0,05 maka ρ < α. Hubungan
penerapan Atraumatic care dengan kecemasan anak memiliki kekuatan
korelasi yang kuat sehingga semakin besar penerapan Atraumatic care yang
diberikan maka semakin kecil 84 risiko kecemasan yang dialami anak
prasekolah saat proses hospitalisasi. Hal ini dibuktikan dengan hasil nilai
korelasi Spearman (r) pada penelitian ini sebesar r = -0,634 yaitu arah
korelasi negatif dengan kekuatan korelasi kuat.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian Debbi
Mustika Rina (2013), adalah peneliti Meneliti tentang hubungan penerapan
atraumatic care dengan kecemasan anak prasekolah saat proses
hospitalisasi di RSU dr. H. Koesnadi kabupaten Bondowoso, Sedangkan
penelitian yang akan diteliti adalah Kondisi Ruang, Fasilitas Ruang, dan
Sikap Perawat Terhadap Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah.
Persamaan dengan Penelitian Debbi Mustika Rina (2013), adalah Samasama meneliti tentang hospitalisasi pada anak usia prasekolah.
Hubungan Kondisi Ruang..., Muammar Zaenal Arifin, S1 Keperawatan UMP, 2015
Download