I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran, bunga dan tanaman hias. Sedangkan dalam hortikultura sayuran merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral. Sayur-sayuran juga merupakan salah satu subsektor yang berperan dalam mendukung perekonomian nasional karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat atau petani berskala kecil, menengah ataupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan lahan dan pengembangan teknologi budidaya yang cukup pesat. Sayur-sayuran juga telah memberikan sumbangan dalam sub sektor maupun sektor pertanian, dapat dilihat dalam meningkatnya kontribusi sub sektor hortikultura terhadap PDB (produk domestik bruto nasional) dari tahun ke tahun. Indonesia dengan potensi sumber daya lahan dan agroklimat yang beragam berpeluang untuk mengembangkan berbagai tanaman hortikultura tropis, yang mencakup 323 jenis komoditas (Dirjen Hortikultura, 2012). Cabai merupakan salah satu sayuran yang permintaannya cukup tinggi baik untuk pasar domestik maupun ekspor ke mancanegara, seperti Malaysia dan Singapura. Selama ini dikenal berbagai macam jenis cabai merah, yakni cabai merah besar dan cabai merah keriting dan sebagian besar penduduk Indonesia mengonsumsi cabai dalam bentuk segar, kering dan olahan (Taufik, 2010). Kebutuhan cabai merah di Indonesia sangat berfluktuatif dari tahun ke tahun. Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya, serta sebagian besar penduduk Indonesia yang merupakan penggemar masakan pedas. Jika kebutuhan perkapita cabai merah Indonesia adalah 1,38 kg dan jumlah penduduk tahun 2010 sekitar 230 juta orang maka kebutuhan cabai merah Indonesia adalah 317.400.000 kg per tahun. Kebutuhan cabai yang sangat besar harus diimbangi dengan produksi cabai yang tinggi agar tidak terdapat lag, sehingga kebutuhan cabai lokal juga dapat dipenuhi oleh petani lokal tidak melalui impor. 1 Cabai merupakan salah satu produk hortikultura utama sektor pertanian di Indonesia. Produksi cabai merah nasional pada tahun 2012 mencapai 935.557 ton dimana terjadi kenaikan produksi sebesar 7,28% dibandingkan tahun 2011 yang produksi cabainya sebesar 888.852 ton. Sedangkan produksi cabai rawit nasional pada tahun 2012 mencapai 697.274 ton dimana produksi mengalami peningkatan sebesar 17,34 % (Kementerian Pertanian, 2013). Di Indonesia terdapat berbagai jenis cabai yang banyak ditemukan di pasar ataupun di supermarket antara lain cabai rawit, cabai hijau, paprika, cabai gendot, cabai ceplik dan cabai merah. Bahkan Indonesia telah berhasil mengekspor komoditas ini ke beberapa negara seperti Thailand, Saudi Arabia, Singapura, dan lain-lain. Berikut jumlah ekspor cabai dari Indonesia tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Ekspor Cabai di Indonesia tahun 2012 Ekspor Impor Bulan, 2012 Nilai (US $) Berat (Kg) Nilai (US $) Berat (Kg) Januari 1.478.599 1.012.572 2.331.252 2.176.677 Februari 2.441.908 803.481 2.716.711 2.676.908 Maret 2.575.771 1.075.049 2.214.619 2.118.439 April 1.735.948 824.019 5.772.832 5.720.044 Mei 2.266.583 867.734 2.169.246 2.168.219 Juli 1.995.334 837.362 2.832.002 2.808.072 Agustus 1.907.458 763.486 1.502.713 1.606.840 September 1.954.822 765.574 1.852.652 1.620.012 Oktober 2.717.751 827.919 1.586.650 1.333.523 November 2.310.497 955.969 1.835.618 1.710.866 Desember 1.193.734 627.263 1.133.695 1.057.167 Total tahun 2012 24.979.192 9.986.222 27.935.228 26.838.681 Sumber: Departemen Pertanian, 2013 Cabai merah merupakan salah satu jenis cabai yang memiliki peranan yang sangat penting. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah dengan potensi hortikultura cabai merah yang besar. Daerah sentra produksi cabai merah di DIY ada di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon progo. Komoditas unggulan ini banyak dibudidayakan di sepanjang pesisir pantai Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon progo. Produksi tanaman cabai merah 2 selama tahun 2011 mencapai 144.101 kuintal. Komoditi ini juga sudah memilki daerah pemasaran yang stabil sehingga dapat menjamin pendapatan masyarakat petani cabai di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta. bps, 2013). Tabel 1.2. Luas Panen dan Produksi cabai merah setiap kecamatan di Kabupaten Bantul tahun 2012 dan tahun 2013 Tahun 2012 Tahun 2013 Kecamatan Luas Panen Produksi Luas Panen Produksi (Hektar) (Kuintal) (Hektar) (Kuintal) Srandakan 15 474 8 229 Sanden 47 582 121 9.338 Kretek 125 3.888 148 296 Pundong 0 0 1 2 Bambanglipuro 0 0 14 60 Pandak 1 71 0 0 Bantul 0 0 1 2 Jetis 2 101 1 34 Imogiri 0 0 0 0 Dlingo 0 0 0 0 Pleret 0 0 0 0 Piyungan 3 71 8 438 Banguntapan 1 62 0 0 Sewon 0 0 1 3 Kasihan 0 0 0 0 Pajangan 0 0 0 0 Sedayu 1 2 0 0 Jumlah 195 5.251 303 10.402 Sumber: Bantul dalam Angka tahun 2013 Di Kabupaten Bantul sentra produksi cabai merah terdapat di Kecamatan Sanden, Kretek, dan Srandakan. Rata-rata petani di Bantul menanam cabai secara tumpang sari dengan bawang merah. Sebagian petani menanam cabai di lahan sawah dan ada juga yang menanam di lahan pasir pantai. Luas areal cabai merah di Bantul rata-rata 800 ha/th. Produksi cabai merah di Kabupaten Bantul pada tahun 2011 mencapai 5.251 kuintal (Bantulkab, 2013). Usahatani cabai merah di Kabupaten Bantul dilakukan pada lahan sawah dan lahan pasir pantai. Produktivitas pada lahan pasir pantai lebih rendah 3 dibandingkan dengan lahan sawah. Namun dari sisi potensi dan risiko yang dimiliki oleh cabai merah yang ditanam di lahan pasir pantai lebih tinggi dibandingkan dengan cabai yang ditanam di lahan sawah. Produktivias yang lebih rendah diduga karena belum ada teknologi yang mampu mengendalikan kondisi iklim di lahan pasir pantai yang menjadi kendala utama petani pasir pantai di Kabupaten Bantul. Berbagai usaha pemerintah untuk membantu petani, diantaranya dengan melakukan sejumlah penyuluhan-penyuluhan serta penelitian mengenai usahatani di lahan pasir pantai. Penetapan suatu komoditas menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Bantul berdasarkan pertimbangan bahwa tidak semua komoditas sayuran cocok dikembangkan di semua tempat. Setiap tempat atau wilayah memiliki keunggulan tertentu karena kekhasan wilayahnya, oleh karena itu komoditas sayuran yang dikembangkan merupakan komoditas spesifik yang sesuai dengan kekhasan wilayah tersebut sehingga diharapkan komoditas sayuran tersebut dapat bersaing baik di pasar regional, nasional, maupun internasional karena memiliki keunggulan komparatif yang berasal dari kelimpahan dan kekhasan wilayahnya tersebut. Mekanisme pasar memang akan mendorong suatu daerah untuk bergerak kearah sektor dimana daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif. Akan tetapi mekanisme pasar seringkali bergerak lambat dalam mengubah struktur ekonomi suatu daerah, pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan untuk mendorong perubahan stuktur perekonomian daerah ke arah sektor yang mengandung keunggulan komparatif tersebut (Tarigan, 2004). 4 B. Rumusan Masalah Liberalisasi perdagangan menjadi isu yang sangat berpengaruh terhadap daya saing komoditas-komoditas pertanian di suatu negara. Indonesia tergabung dalam World Trade Organization (WTO). WTO merupakan organisasi yang mengatur perdagangan bebas antar negara di dunia internasional. Sedangkan dalam skala Asia Tenggara Indonesia tergabung dalam AFTA (Asean Free Trade Agreement). Negara-negara Asia Tenggara juga memiliki perjanjian kerjasama perdagangan bebas dengan Negara China yang dinamakan dengan ACFTA (Asean China Free Trade Agreement). Pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan daya saing perdagangan komoditas pertanian melalui kebijakan-kebijakan yang ditetapkan kepada petani. Sehingga kebijakan pemerintah memiliki dampak terhadap daya saing suatu komoditas, dimana daya saing tersebut ditentukan dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif komoditas tersebut. Selain itu daya saing suatu komoditas juga ditentukan dengan efisiensi produksi dan efisiensi dalam pemasarannya. Produk-produk pertanian di Indonesia pun harus bersiap-siap untuk menghadapi perdagangan bebas. Peningkatan daya saing produk-produk pertanian berpotensi untuk diekspor atau tidak, diharapkan mampu meredam dampak negatif dari perdagangan bebas. Daya saing suatu komoditas dapat dilihat dari keunggulan yang dimiliknya, baik keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Dengan keunggulan yang dimiliki komoditas tersebut diharapkan mampu bersing di pasar dunia. Pernyataan ini juga berlaku pada komoditas cabai merah. Dengan mengetahui daya saing komoditas tersebut, maka akan diketahui apakah komoditas cabai merah di Indonesia mampu bersaing dengan komoditas cabai di negara lain. Cabai Merah merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Bantul sehingga komoditas cabai merah tidak akan lepas dari kebijakan–kebijakan pemerintah yang mempengaruhi daya saing komoditas tersebut seperti tarif, pajak, kuota, subsidi. Kebijakan yang menurunkan biaya input akan mengakibatkan nilai guna output akan bertambah dan juga meningkatkan daya saing komoditas tersebut, 5 sedangkan kebijakan yang menaikkan biaya input akan mengakibatkan menurunnya nilai guna output dan juga akan menurunkan daya saingnya Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah yang akan dianalisis lebih lanjut. Adapun rumusan masalah tersebut adalah : 1. Bagaimana dampak perbedaan tipe lahan terhadap tingkat daya saing komoditas cabai merah di Kabupaten Bantul dilihat dari keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitifnya ? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing cabai merah di Kabupaten Bantul ? C. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis dampak tipe lahan usahatani cabai merah terhadap daya saing komoditas cabai merah di Kabupaten Bantul melalui keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing cabai merah di Kabupaten Bantul D. Manfaat Penelitian 1. Untuk masyarakat akademik penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan untuk dianalisis lebih lanjut. 2. Bagi pemerintah hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi mengenai dampak kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah kepada petani cabai merah. 3. Bagi petani penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan cara meningkatkan kualitas yang baik dan produktivitas yang tinggi. 6