II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Cabai Cabai termasuk tanaman semusim (annual), berbentuk perdu yang tergolong dalam famili terung-terungan (Solanaceae) dan memiliki sistem perakaran yang agak dangkal tetapi menyebar, batang utama tumbuh tegak dan berkayu, daun berbentuk oval dan bagian ujungnya meruncing. Panjang daun 4-10 cm, lebar daun 1,5-4 cm. Bunga cabai berbentuk terompet dan tergolong bunga lengkap, terdiri dari 6 helai kelopak bunga berwama kehijauan dan 5 helai mahkota bunga berwama putih, bunga cabai keluar dari ketiak-ketiak daun atau ditengah percabangan, bentuk buah cabai pada umumnya memanjang dengan ukuran antara 5-14 cm. Buah cabai yang masih muda berwama hijau dan setelah tua berwama merah kecoklatan sampai merah tua menyala. Biji buah berwama kuning kecoklatan, cabai yang banyak bijinya akan semakin pedas rasanya (Tjahjadi, 1991). Menurut Pracaya (1994) tanaman cabai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Sub-divisio : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Ordo : Solanales (Tubiflorae), Famili: Solanaceae, Genus : Capsicum, Spesies : Capsicum annuum L. Hingga kini telah dikenal lebih dari 20 jenis cabai, namun yang paling banyak dibudidayakan oleh petani adalah cabai rawit, cabai merah, paprika dan cabai bias. Salah satu sentra cabai merah antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D I Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya (Martodireso dan Suryanto, 2001). 6 Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tetapi tanah yang baik untuk tanaman cabai adalah tanah yang banyak mengandung humus, gembur, memiliki drainase yang baik, pH berkisar 5-7, ketinggian tempat berkisar antara 0-1300 m dpi, dengan curah hujan bulanan 100-250 mm, curah hujan yang tinggi saat pembungaan dan pembentukan buah dapat mengakibatkan penurunan hasil panen (Rukmana, 1996). Keberhasilan akar tanaman untuk tumbuh dan berfungsi dengan baik, sangat ditentukan oleh faktor lingkungan antara lain, air tanah, kandungan oksigen dan kandungan hara dalam tanah. Pupuk organik mampu menciptakan lingkungan yang dikehendaki akar tanaman dan jumlah yang diberikan hendaknya mampu mendukung dalam meningkatkan produksi dan mengganti hara yang diserap oleh tanaman dari dalam tanah secara terus menerus (Murbandono, 2001). Osman (1989 dalam Rivana, 1997) mengatakan bahwa tanah inceptisol adalah tanah yang memiliki kandungan pasir lebih dari 70 %. Ciri khasnya adalah butirannya kasar, tidak kompak, rongga diantara butirannya besar, daya menyimpan aimya rendah sehingga mengakibatkan tanah lebih cepat kering karena air yang diberikan tidak diikat oleh partikel-partikel tanah, namun aerasi pada tanah berpasir lebih baik bila dibandingkan dengan tanah liat. Ciri lainnya adalah tidak lengket kalau basah sehingga lebih mudah diolah. Untuk memperbaiki sifat-sifat tanah tersebut maka diperlukan penambahan bahan organik. Bahan organik dapat berupa pupuk kandang maupun kompos. Adapun peranannya sebagai pengikat butiran-butiran pasir yang semuia tidak kompak menjadi kesatuan tanah yang lebih besar, remah dan lebih kompak. Bahan organik juga berperan sebagai penyerap air sehingga daya simpan air pada tanah berpasir meningkat sehingga efisiensi pemberian air menjadi baik Osman (1989 dalam Rivana, 1997) 7 Menurut Hakim dkk (1986) pengaruh bahan organik pada sifat fisik tanah adalah meningkatkan kemampuan menahan air, merangsang granulasi agregat dan memantapkannya. Pada sifat kimia tanah, bahan organik dapat meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation dan dapat memperbaiki pH tanah. Sedangkan pada sifat biologi tanah dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme tanah. 2.2. Pupuk Kandang Ayam Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman atau hewan. Pupuk organik termasuk pupuk alam yang mempunyai kelebihan tersendiri dari pada pupuk buatan, disamping itu pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap baik unsur hara makro dan unsur hara mikro walaupun dalam jumlah yang sedikit. Selain itu, pupuk organik juga mempunyai kelebihan lain seperti dapat meningkatkan populasi mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah dan tidak menimbulkan dampak yang negatif terhadap makluk hidup (Lingga, 1996). Pupuk kandang ayam adalah pupuk yang berasal dari kotoran padat dan cairan temak ayam yang bercampur antara sisa-sisa makanan serta alas kandang. Bahan-bahan tersebut hanya akan berguna menjadi pupuk bila terpelihara dan dikelola dengan baik. Menurut Murbandono (2001) kebutuhan pupuk kandang ayam 20 ton/ha. Manfaat pupuk kandang antara lain dapat memperbaiki struktur tanah, memperbaiki aerasi tanah, memperbesar kekuatan tanah dalam menyerap dan mempertahankan air tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara serta mengurangi residu atau pengaruh pemupukan dari pupuk buatan. Pupuk kandang ayam baik diberikan pada tanaman karena mengandung unsur hara N 1-2,1 %, P 8,9-10 %, dan K 0,4 %. Pupuk kandang ayam merupakan pupuk organik yang paling baik karena pupuk kandang ayam memiliki kandungan hara 8 yang paling tinggi bila dibandingkan dengan pupuk kandang sapi maupun kambing, selain itu kandungan unsur hara pada pupuk kandang lebih lengkap sehingga menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Sutejo, 1988). Pupuk kotoran sapi mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman seperti N , P , dan K masing-masing sebanyak 0,5-1,6 %, 2,4-2,9 %, dan 0,5 %. Pupuk kotoran kambing terdiri dari 67 % bahan padat dan 33 % bahan cair komposisi unsur haranya 0,95 % N, 0,35 % P dan 1,0 % K (Soedijanto dan Hamadi, 1997). Lingga (1996) menambahkan bahwa, dosis pupuk organik tergantung jenis tanahnya, untuk tanah di Indonesia pada umumnya diberikan sebanyak 10-20 ton/ha. 2.3. Irigasi Tetes Menurut Stem (1979 dalam Sumama, 1998) berdasarkan cara pemberiannya irigasi dapat dibedakan menjadi irigasi permukaan {surface irrigation), irigasi bawah tanah {sub-surface irrigation), dan irigasi curah {overhead/sprinkler irrigation). Irigasi tetes termasuk salah satu sistem irigasi permukaan {surface irrigation) dengan cara pemberian air di antara jalur-jalur tanaman. Air diberikan melalui jaringan pipapipa dari permukaan tanah yang dipasang menumt jalur-jalur tanaman. Pada irigasi ini tidak memerlukan pembuatan saluran drainase atau parit-parit, tetapi diperlukan peralatan khusus seperti pipa-pipa, tong atau ember dan alat penetes atau cfr//? (Jumin, 1994). Keuntungan dari penerapan irigasi tetes adalah dapat meningkatkan nilai guna air, meningkatkan keseragaman pertumbuhan dan hasil tanaman, dapat mencegah terjadinya erosi, dapat menekan pertumbuhan gulma dan dapat menghemat tenaga keija. Efisiensi pamakaian air dengan sistem irigasi tetes pada tanaman dapat mencapai antara 90-100 %, bila dilaksanakan dengan cermat, terampil 9 dan teratur. Pemberian air pada tanaman disesuaikan dengan jenis dan umur tanaman, karena jenis dan umur tanaman menentukan jumlah kebutuhan air yang berbeda (Sumama, 1998). Air tanah y£ing dapat diserap tanaman berada dalam kondisi kapasitas lapang (field capacity) dan titik layu permanen {permanent wilting point). Tersedianya air bagi tanaman ditentukan oleh jenis tanaman, kegiatan metabolisme dalam jaringan tanaman yang sedang aktif dan respon tanaman atau daya adaptasi tanaman. Air mempakan faktor penting dalam bercocok tanam, dimana suatu sistem pemberian air yang baik serta teratur akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Fungsi air bagi tanaman adalah sebagai pelamt dalam proses fotosintesa dan proses hidrolitik seperti pembahan pati menjadi gula, bagian yang esensial dalam menstabilkan turgor sel tanaman, pengatur suhu tanaman, karena air mempunyai kemampuan untuk menyerap panas yang baik, dan berfungsi sebagai transport bagi garam-garam, gas dan material lainnya dalam tubuh tanaman (Jumin, 2002). Menurut Lakitan (1998) fungsi air bagi tanaman adalah sebagai pelamt hara dari dalam tanah ke jaringan tanaman, transportasi fotosintat dari sumber {source) ke limbung {sink), menjaga turgiditas sel diantaranya dalam pembesaran sel dan membukanya stomata, mempakan unsur penting dari protoplasma, sebagai pembentuk energi dari energi surya menjadi energi biokimia serta pengatur suhu bagi tanaman. Ketersediaan air dalam tanah ditentukan oleh Potensial Free (pF) yaitu kemampuan partikel tanah dalam memegang air, dan kemampuan akar untuk menyerapnya. Besamya kemampuan partikel tanah dalam memegang air ditentukan oleh jumlah air dalam tanah. Menumt Burstom (1956 dalam Jumin, 2002), menerangkan bahwa defisit air secara langsung dapat mempengamhi pertumbuhan tanaman. Proses ini ditentukan oleh tegangan turgor pada sel tanaman. Hilangnya turgiditas pada sel dapat menghentikan pertumbuhan sel yang akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat.