PENTINGNYA INTERAKSI EDUKATIF PENDIDIK (GURU) DALAM UPAYA PEMBENTUKAN AKHLAK PESERTA DIDIK DI SEKOLAH (Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Mts Miftahul Amal ) Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh : MUHAMMAD NAZI NIM 208011000020 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M ABSTRAK Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah (Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs Miftahul Amal) Kata Kunci : Interaksi Edukatif dalam proses pembelajaran, dalam upaya pembentukan akhlak. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah :(1) Bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah (2) Sejauh manakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah. Adapun dari sekian mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, peneliti hanya membatasi pada mata pelajaran akidah akhlak Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTs Miftahul Amal, dan (2) untuk mengetahui sejauh manakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTa Miftahul Amal, dan untuk mengetahui sejauhmanakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak pesertadidik di sekolah MTs Miftahul Amal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa interaksi edukatif di MTs Miftahul Amal berlangsung dengan sangat baik antara guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik yang lain. Karena guru senantiasa menggunakan keterampilan dalam setiap proses belajar mengajarnya. Sehingga interaksi edukatif dapat mempengaruhi akhlakul karimah peserta didik Baik di dalam kelas maupun di luar kelas. i ABSTRACT The important of educator educative intruction (teacher) to effort establishment of students character or moral in school (Akidah Akhlak Subject in MTs Miftahul ‘Amal) Key word: educative intruction on processing theory, to effort establishment of students caracter or moral. The problem that raised on this scrip are : (1) how to educative intruction that takes place in school. (2) how far the important of educative intruction to establish students character or moral in school. From of all the subjects that taught in school, researcher limites Akidah Akhlak subject only. Perpose of this research are: (1) to know how to educative intruction that took place in MTs Mifthul ‘Amal school, (2) and to know how far the important of educative intruction to ebstablish the character or moral in MTs Mifthul ‘Amal school the method that used on researching is analysis educative. It’s done to know how far the importance that took place in MTs Mifthul ‘Amal school, and to know how far importance of educative intruction to establish character or moral students in Miftahul ‘Amal school. Based on the result that have done shows that educate intruction in MTs Mifthul ‘Amal school was running well between the teacher with the student and the other way. Because the teacher always used the skills in every teaching-learning process. Therefor the educative intruction was able to influence to students character or moral whether inside the class even the other place. KATA PENGANTAR ِسمِ اللّٰهِ ال َّرحْمٰنِ ال َّرحِيْم ْ ِب Puji syukur bagi Allah SWT. Yang telah memberikan pertolongannya dan telah melimpahkan kekuatan lahir dan batin kepada diri penulis, sehingga setelah melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya demikian pula para pengikutnya yang setia mengikuti jejak Rosulullah SAW. Selanjutnya penulis mengucapkan rasa terimakasih yang takterhingga kepada pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam terselesainya skripsi ini, diantaranya adalah: 1. Ibu, bapak dan adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil selama menuntut ilmu dari awal hingga akhir. Terima kasih yang tak terhingga atas semua pengorbanan, cinta, kasih sayang dan do’anya. 2. Nurlena Rifai, Ph.D Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah. 3. Dr. Abdul Majid Khon, MA.g Selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam Uin Syarif Hidayatullah. 4. Marhamah Saleh, Lc,. MA. Selaku wakil ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Uin Syarif Hidayatullah 5. Drs. H.Masan Af, M.pd Selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan pikiran, mengikhlaskan waktu dan tenaganya untuk memberikan motivasi dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. ii 6. Bapak dan ibu dosen fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga bapak dan ibu dosen selalu dalam lindungan Allah Swt. Dan apa-apa yang diajarkan dapat bermanfaat dikemudian hari. 7. Seluruh staf perpustakaan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mencurahkan tenaganya untuk memberikan pelayanan terbaik, sehingga penulis dapat menjalankan studi dengan lancar. 8. Drs.Sarbinih Kepala Sekolah MTS Miftahul Amal beserta guru-guru yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 9. Teman-temanku mahasiswa UIN Khususnya jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2008, teman-teman dekatku Anisatul Hikmah, Muhamad Fachrurozi S.Pd.I, Bangun parlindungan, Siti Masitoh, Jumarudin, yang selalu memberikan support semangat, motivasi kepada penulis. Semoga Allah Swt membalas dengan balasan yang lebih sempurna. 10. Segenap sahabat dan semua pihak yang telah banyak memberikan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah Swt membalaskan kalian dengan sebaik-baikbalasan. Amin.. 11. Guru Besar Yayasan perguruan al-Hikmah, Ustadz Syahrul Arif dan Guru besar PPS lekap bang Budi Joesak Kurniawan yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis. Jakarta, 23 September 2013 Penulis MUHAMMAD NAZI iii DAFTAR ISI Abstrak............................................................................................................... i Kata Pengantar ................................................................................................. ii Daftar Isi ............................................................................................................ iv BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 6 C. Pembatasan Masalah .................................................................... 6 D. Rumusan Masalah ........................................................................ 7 E. Tujuan dan Keguanaan Penelitian ................................................ 7 BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................ 9 A. Interaksi Pendidik (Guru) pada Peserta didik ............................... 9 1.Pengertian Interaksi Edukatif .................................................... 10 2.Peran Guru Profesional dalam Proses Pembelajaran................. 12 3.Interaksi Belajar Mengajar Sebagai Interaksi Edukatif ............. 13 4.Konsep Keterampilan Mengajar Akidah Akhlak sebagai Wujud Interaksi Edukatif ............................................................ 20 5.Ciri-ciri Interaksi Edukatif ........................................................ 27 B. Pembentukan Akhlak Peserta didik .............................................. 29 1. Pengertian Akhlak .................................................................... 29 2. Proses Pembentukan Peserta didik berakhlak mulia ................ 38 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Pesertadidik .............................................................................. 38 C. Hasil Penelitian Yang Relevan ..................................................... 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 42 A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 48 iv B. Latar Penelitian ............................................................................. 49 C. Metode Penelitian ......................................................................... 49 D. Prosedur dan Pengolahan Data ..................................................... 50 E. Analis Data ................................................................................... 57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 58 A. Deskripsi Data ................................................................................ 58 1. Sejarah Berdirinya MTs Miftahul Amal .................................. 58 2. Tujuan Pendidikan di MTs Miftahul Amal .............................. 63 3. Sarana dan Prasarana ............................................................... 63 4. Keadaan Peserta didik .............................................................. 65 B. Pembahasan .................................................................................... 65 1. Tahap Penyusunan RPP Guru Mata Pelajaran Akidah Akhlak 67 2. Kegiatan Inti Pembelajaran ...................................................... 81 3. Kegiatan Akhir Pembelajaran .................................................. 85 4. Keterampilan Dasar Mengajar Guru Akidah Akhlak .............. 86 BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN.. .................................. 89 A. Kesimpulan ............................................................................. 89 B. Implikasi ............................................................................. 90 C. Saran ............................................................................. 91 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antara manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam hidup semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi , baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhannya, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Dari berbagai bentuk interaksi, khususnya mengenai interaksi yang disengaja, ada istilah interaksi edukatif. Interaksi edukatif ini adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu interaksi edukatif perlu dibedakan dari bentuk interaksi yang lain. “Dalam arti yang lebih spesifik pada bidang pengajaran, dikenal adanya istilah 1 2 interaksi belajar-mengajar Dengan kata lain apa yang dinamakan interaksi edukatif, secara khusus adalah sebagai interaksi belajar-mengajar”.1 Interaksi belajar-mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di satu pihak, dengan warga belajar (siswa/peserta didik/subjek belajar), yang sedang melaksanakan kegiatan belajar di pihak lain. Guru dan peserta didik memang dua figur manusia yang selalu hangat dibicarakan dan tidak akan pernah absen dari agenda pembicaraan masyarakat. Guru tidak hanya disanjung dengan keteladanannya, tetapi ia juga dicaci-maki dengan sinis hanya karena kealpaanya berbuat kebaikan, meski kesalahan itu bak setitik noda semata. Keburukan perilaku peserta didik cenderung diarahkan pada kegagalan guru membimbing dan membina peserta didiknya. Padahal warna perilaku peserta didik yang buruk, itu dapat terkonsumsi dari multisumber/berbagai faktor. Guru dan peserta didik adalah frase yang serasi, seimbang dan harmonis. Hubungan keduanya berada dalam relasi kewajiban yang saling membutuhkan. “Dalam perpisahan raga, jiwa mereka bersatu sebagai dwitunggal, guru mengajar dan peserta didik belajar dalam proses interaksi edukatif yang menyatukan langkah mereka kesatu tujuan yaitu kebaikan”. Dengan demikian kemuliannya guru dapat meluruskan pribadi peserta didik yang dinamis agar tidak membelok dari kebaikan2 Guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi suatu kegiatan belajar siswa. Demi efektivitas dan efesiensi dari suatu proses belajar-mengajar, untuk itu perlu dipahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar-mengajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tetapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagi suatu perubahn tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah 1 Sardirman, Interaksi dan Motivasi belajar mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 7, h. 1 2 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1 h. 2. 3 kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi. Permasalahan yang sering nampak pada saat sekarang ini adalah masih banyak terdapat bentuk interaksi belajar-mengajar yang berjalan secara searah yang dilakukan oleh guru-guru di sekolah. Dalam hal ini fungsi dan peranan guru menjadi amat dominan. Di lain pihak peserta didik hanya mendengarkan informasi atau pengetahuan yang diberikan gurunya, tanpa diberikan kesempatan untuk bertanya, atau mengemukakan pendapatnya di kelas, Ini menjadikan kondisi yang tidak proporsional dan guru sangat aktif, tetapi sebaliknya peserta didik menjadi pasif dan tidak kreatif. Bahkan kadang-kadang masih ada anggapan yang keliru, bahwa peserta didik dipandangnya sebagai objek, sehingga peserta didik kurang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Praktek- praktek pengajaran seperti itu, di mana guru lebih mendominasi dalam kegiatan pembelajaran masih banyak terjadi, dan bahkan guru sepertinya memiliki otoritas untuk memaksa peserta didiknya memenuhi semua yang diinginkanya. “Dengan kurang bijak memperhatikan kebutuhan belajar peserta didiknya. Pola dan model belajar seperti itu, akan menimbulkan perbedaan kemampuan yang ekstrim antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya”.3 Tidak semua orang yang menjadi guru karena “panggilan jiwa”. Di antara mereka ada yang menjadi guru karena “terpaksa “, misalnya karena keaadan ekonomi, dorongan teman atau orang tua dan sebagainya. Hal ini akan mempengaruhi sikapnya dalam mengajar dan menjalin hubungan dengan para peserta didik. Kenyataan lain yang juga banyak berkembang di sekolah-sekolah adalah bentuk mengajar guru yang lebih menekankan transfer of knowledge. Kebanyakan guru dan orang tua sudah merasa cukup puas dengan para peserta didiknya yang mendapatkan skor baik pada hasil ulanganya di sekolah. 3 Dede Rosyada, paradigma pendidikan demokratis, (Jakarta ; kencana, 2004), Cet. 1, h. III. 4 Jadi yang penting dalam hal ini peserta didik juga dituntut mengetahui pengetahuan yang telah diajarkan oleh gurunya. Yang penting adalah kecerdasan otaknya, bagaimana perilaku dan sikap mental peserta didik jarang mendapatkan perhatian secara serius. Cara evaluasi yang dilakukan oleh gurupun juga hanya melihat bagaimana hasil pekerjaan ujian, ulangan atau tugas-tugas yang diberikanya. Ini semua mendukung suatu pengertian bahwa “mengajar” hanya terbatas pada soal kognitif dan paling hanya ditambah keterampilan dan masih jarang yang sampai pada unsur afeksi. Pandangan dan kegiatan interaksi belajar-mengajar semacam ini tidak benar. Sebab dalam konsep belajar mengajar, peserta adalah subjek belajar, bukan objek, sebagai unsur manusia yang “pokok” dan “sentral”, bukan unsur pendukung atau tambahan yang penting dalam interaksi belajar-mengajar, guru sebagai pengajar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya, melalui kegiatan belajar. Diharapkan potensi siswa sedikit demi sedikit berkembang menjadi manusia-manusia yang aktif, kreatif dan berakhlak mulia. Dalam membina, membimbing dan memberikan motivasi kearah yang dicitacitakan, maka hubungan guru dan peserta didik harus bersifat edukatif. Interaksi edukatif ini adalah sebagai suatu proses hubungan timbal-balik anatara guru dan peserta didik yang mempenyai tujuan tertentu, yakni untuk mendewsakan peserta didik agar nantinya dapat berdiri sendiri, dapat menemukan jati dirinya secara utuh. Dalam hal ini, proses interaksi edukatif tersebut dilihat melalui bidang studi akidah akhlak. Akhlak dapat diartikan sebagai sifat dan tingkah laku yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Sifat yang tumbuh dari dalam jiwa itulah yang memancarkan sikap dan tingkah laku pebuatan seseorang. Sedangkan tujuan dari akhlak itu ialah mengetahui perbedaan-perbedaan perangai manusia yang baik dan yang buruk, agar manusia dapat mengamalkan sifat-sifat baik dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang jahat sehingga terciptalah suasana dalam pergaulan di masyarakat, dimana tidak ada kebencian dan 5 kejahatan. Oleh karena itu pelajaran akhlak bertujuan hendak mendudukan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna serta membedakanya dengan makhluk-makhluk lainya. Akhlak bertujuan menjadiakan manusia sebagai orang yang berkelakuan baik terhadap Tuhan, manusia dan lingkunganya.4 Oleh karena itu dengan adanya interaksi edukatif antara guru dan peserta didik yang dilaksanakan melalui mata pelajaran akidah akhlak diharapkan dapat terbentuk akhlak yang mulia dalam diri peserta didik dan senantiasa tercermin dalam kehidupanya sehari-hari. Dengan kata lain diharapkan ilmu yang telah mereka dapatkan melalui mata pelajaran akidah akhlak itu dapat mereka terapkan dan amalkan/praktekan dalam kehidupanya sehari-hari. Dengan demikian, melahirkan perbuatan yang seimbang antara kata dan perbuatan, penghayatan dan pengalaman, antara teori dan praktek. Hal ini memang bukan suatu pekerjaan yang mudah, tetapi memerlukan usaha yang serius. Guru sebagai pembina dan pembimbing harus mau dan dapat menempatkan siswa sebagai peserta didiknya di atas kepentingan yang lain. Selain itu guru juga harus menjadi panutan yang dapat di dicontoh oleh peserta didiknya baik dalam perkataan, perbuatan dan pergaulannya dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di lingkungan sekitar. Seperti: membiasakan diri dengan selalu mengucapkan salam, berjabat tangan, atau selalu berkata baik dan sopan dengan sesama, dan lain-lain. Sehingga guru dapat menjadi teladan yang baik oleh peserta didik, dengan begitu guru selain menjadi teladan juga dapat menjadi inspirasi bagi peserta didiknya. Berdasarkan latar belakang masalah di atas. Peneliti ingin mengadakan penelitian yang membahas tentang “Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah” (Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs Miftahul Amal) 4 Asmaran AS., pengantar studi akhlak, (Jakarta: LSIK, 1994), Cet. Ke-2, h. 55 6 B. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Interaksi edukatif antara guru dan peserta didik dalam pembelajaran, masih belum diterapkan sehingga tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai 2. Banyak terdapat interaksi belajar-mengajar yang berjalan searah yang dilakukan oleh guru di Sekolah. 3. Banyak guru yang menjadikan peserta didik hanya sebagai objek pendidikan, bukan sebagai subjek sehingga peserta didik menjadi pasif dan tidak kreatif. 4. Sebagian guru masih belum memahami makna dari kompetensi guru, khususnya kompetensi sosial. 5. Banyak orang yang menjadi guru bukan karena “penggilan jiwa”, tapi karena terpaksa sehingga mempengaruhi sikapnya dalam mengajar dan menjalin hubungan dengan peserta didik. 6. Bentuk mengajar guru hanya menekankan pada transfer of knowledge. 7. Banyak orang tua maupun guru yang hanya puas dengan skor yang tinggi yang tertera dalam rapor, sedangkan akhlak peserta didik kurang menjadi perhatianyang serius. C. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi permasalahan ruang lingkup penelitian ini pada: a. Interaksi edukatif yang dilakukan oleh pendidik (guru) terhadap peserta didik, atau peserta didik terhadap guru, atau peserta didik terhadap sesama peserta didik yang lainnya. baik di dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap perilaku/akhlak peserta didik sehari-hari di sekolah. Adapun dari sekian mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, peneliti hanya membatasi pada mata pelajaran akidah akhlak. 7 b. Banyak orang yang menjadi guru bukan karena “penggilan jiwa”, tapi karena terpaksa sehingga mempengaruhi sikapnya dalam mengajar dan menjalin hubungan dengan peserta didik. Banyak orang tua maupun guru yang hanya puas dengan skor yang tinggi yang tertera dalam rapor, sedangkan akhlak peserta didik kurang menjadi perhatian yang serius, sehingga pembentukan Akhlakul karimah sangat penting di sekolah . 2. Rumusan Masalah Dari pembatasan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan pada penelitian ini adalah: a. Bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTs Miftahul Amal? b. Sejauh manakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal? D. Tujuan dan Kegunaan penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pembatasan dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui bentuk interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTs Miftahul Amal. b. Untuk mengetahui sejauhmana pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal. 2. Kegunaan Penelitian a. Dapat memberikan pengetahuan terutama bagi guru agar guru lebih memperhatikan pentingnya penerapan interaksi edukatif di Sekolah MTs Miftahul Amal b. Kegunaan hasil penelitian sebagai follow up pengguna informasi atau jawaban yang tertera pada kesimpulan penelitian. 8 c. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para guru untuk meningkatkan proses belajar-mengajar di sekolah MTs Miftahul Amal, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. d. Dapat memberikan kesadaran bagi para pendidik (guru) agar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa/peserta didik dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya. e. Menjadikan potensi siswa sedikit demi sedikit berkembang tidak hanya menjadi manusia-manusia yang aktif, kreatif, dan pintar saja melaikan juga berakhlak mulia. BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Pada Peserta Didik 1. Pengertian interaksi edukatif Interaksi akan selalu berkaitan dengan istilah komunikasi atau hubungan,. Dalam proses komunikasi dikenal adanya unsur komunikan dan komunikator. Hubungan antara komunikator dengan komunikan biasanya karena mengintegrasikan sesuatu, yang dikenal dengan istilah pesan (mesagge). Kemudian unuk menyampaikan atau mengontakan pesan itu diperlukan adanya media atau saluran (chanel). Jadi unsur-unsur yang terlibat dalam komunikasi itu adalah: komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau media. Begitu juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainya, empat unsur untuk terjadinya proses komunikasi itu akan slalu ada.1 Dilihat dari istilah, komunikasi yang berpangkal pada perkataan communicare berarti “berpartisipasi”, “memberitahukan”, “menjadi milik bersama”. Dengan demikian secara konseptual arti komunikasi itu sendiri sudah mengandung pengertian-pengartian memberitahukan (menyebarkan) berita, 1 Sardirman, Interaksi dan Motivasi belajar mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 7, h.7 9 10 pengetahuan, pikiran-pikiran, nilai-nilai dengan maksud untuk mengunggah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama. Kalau dihubungkan dengan istilah interaksi edukatif, sebenarnya komunikasi timbal-balik antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, sudah mengandung maksud-maksud tertentu, yakni untuk mencapai pengertian bersama yang kemudian untuk mencapai tujuan (dalam kegiatan belajar berarti untuk mencapai tujuan belajar). Memang dalam berbagai bentuk komunikasi yang “sekedarnya”, mungkin tidak direncana, sehingga tidak satu arah atau satu tujuan. Hal inilah yang kadang-kadang sulit dikatakan sebagai interaksi edukatif, dan ini banyak terjadi dalam kehidupan manusia.2 Dengan demikian interaksi yang dikatakan sebagai interaksi edukatif apabila secara sadar meletakan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seorang. Interaksi yang bernilai pendidikan ini dalam dunia pendidikan disebut sebagai “interaksi edukatif”3 Dengan konsep di atas, memunculkan istilah guru di satu pihak dan peserta didik di lain pihak. Keduanya berada dalam interaksi edukatif dengan posisi, tugas, dan tanggung jawab yang berbeda, namun bersama-sama mencapai tujuan. Guru bertanggung jawab untuk mengantarkan peserta didik kearah kedewasaan susila yang cakap dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan dan membimbingnya. Sedangkan peserta didik berusaha untuk mencapai tujuan itu dengan bantuan dan pembinaan dari guru. Interaksi edukatif harus mengambarkan hubungan aktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya, sehingga interaksi itu merupakan hubungan yang bermakana dan kreatif. Semua unsur interaksi harus berproses pada ikatan tujuan pendidikan. Karena itu, interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan peserta didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.4 2 Ibid., h. 8. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1 h. 11 4 Abu Ahmadi dan Syuhadi, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1985), h. 47. 3 11 Proses interaksi edukatif adalah suatu proses yang mengandung sejumlah norma dan semua norma itulah yang harus guru transfer kepada peserta didik. Karena itu, wajarlah bila interaksi edukatif tidak berproses dalam kehampaan, tetapi dalam penuh makna. Interaksi edukatif sebagai jembatan yang menghidupkan persenyawaan antara pengetahuan dan perbuatan, yang mengantarkan kepada tingkah laku sesuai dengan pengetahuan yang diterima oleh peserta didik. Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran.dalam artian yang lebih spesifik pada bidang pengajaran dikenal dengan istilah interaksi belajar mengajar.interaksi belajar mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di suatu pihak dengan warga belajar ( siswa, peserta didik, subjek belajar ) yang sedang melaksanakan kegiatan belajar dipihak lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa interaksi edukatif adalah hubungan dua arah antara guru dan peserta didik dengan sejumlah norma sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan pendidikan.5 Selain interaksi antara individu dengan individu yang lain, yang terjadi dalam pembelajaran dan pengajaran juga adanya interaksi dengan hal-hal yang bersifat benda, seperti media, alat dan lain-lain. Karena pengajaran merupakan suatu system, artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinterelasi dan berinteraksi antara yang satu dan yang lainnya dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun komponen-komponen tersebut meliputi: 1. Tujuan pendidikan dan pengajaran 2. Peserta didik atau siswa 3. Tenaga kependidikan khususnya guru 4. Perencanaan pengajaran sebagai suatu segmen kurikulum 5. Strategi pembelajaran 6. Media pengajaran, dan 7. Evaluasi pengajaran. 5 Ibid.,h.47 12 Proses pengajaran ditandai oleh adanya interaksi antara komponen. Misalnya, komponen peserta didik berinteraksi dengan komponen-komponen guru, metode/ media, perlengkapan/peralatan, dan lingkungan kelas yang terarah dan pencapaian tujuan pembelajaran dan pengajaran. Komponen guru berinteraksi dengan komponen-komponen siswa, metode, media, peralatan, dan unsur tenaga kependidikan lainnya yang terarah dan berupaya mencapai tujuan pengajaran. Demikian seterusnya, semua komponen dalam system pengajaran saling berhubungan dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran. Pada dasarnya proses pengajaran dan pembelajaran dapat terselenggara secara lancar, efesien dan efektif berkat adanya interaksi yang positif, konstruktif, dan produktif antara berbagai komponen yang terkandung dalam sistem pengajaran tersebut.6 2. Peran Guru Profesional Dalam Proses Pembelajaran Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI Pasal 40 ayat 2, disebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: 1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif dinamis, dan dialogis. 2) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan 3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.7 Berikutnya, dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab I, pasal 1 ayat 1 menyebutkan “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.” 6 78 7 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012) cet. 14 h.77- Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2010) cet 2. h. 2 13 Dengan demikian guru sebagai pendidik memiliki tugas utama dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik dalam jalur formal yang dilakukan secara professional.8 Untuk itu guru harus menerapkan interaksi edukatif terutama dalam proses belajar mengajar agar tercipta suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi peserta didik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam pelaksanaanya, sesuai dengan UU di atas, guru juga hendaknya dapat memiliki kemampuan untuk mewujudkan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dialogis (penyampaian yang bagus) dan memberikan motivasi kepada peserta didik dalam membangun gagasan, dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar.9 3. Interaksi Belajar-Mengajar sebagai Interaksi Edukatif Pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normatif, karena merupakan peristiwa yang memiliki norma-norma. Tetapi dalam kaitanya dengan interaksi edukatif, pendidikan dapat dirumuskan dari sudut proses teknis. Sehubungan dengan proses teknis inilah maka secara spesifik interaksi edukatif dapat dikatakan sebagai interaksi belajar-mengajar.10 Belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai normatif. Belajarmengajar adalah sebagai pedoman kearah mana akan dibawa proses belajarmengajar. Proses belajar- mengajar akan berhasil bila hasilnya mampu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap dalam diri peserta didik.11 Dalam interaksi edukatif unsur guru dan peserta didik harus aktif, tidak mungkin terjadi proses interaksi edukatif bila hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap, mental, perbuatan. Antara guru dan peserta didik masing-masing 8 Ibid., Ibid., 10 Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Titian ilahi Press, 1996), Cet. Ke-1, h.72 11 Ibid.,h. 72 9 14 mempunyai kewajiban termasuk di dalamnya etika-etika yang harus menjadi pedoman mereka dalam melaksanakan proses kegiatan belajar-mengajar. Di antara kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan setiap peserta didik, senantiasa menjadikanya sebagai dasar pandanganya adalah sebagai berikut. 1) Sebelum belajar, seorang peserta didik hendaknya memulai dengan mensucikan hatinya dari sifat-sifat kehinaan, sebab proses belajar-mengajar termasuk ibadah, dan keabsahan ibadah harus disertai kesucian hati, di samping berakhlak mulia seperti: jujur, ikhlas, takwa, rendah hati, zuhud, ridha, serta menjauhi sifat-sifat yang tercela seperti: dengki, hasad, penipu dan sombong.12 Menerima ilmu dari orang-orang yang ahli, kapabel, yang kokoh ilmunya, teguh pendiriannya, yang bertakwa dan yang shaleh serta mengambil setiap disiplin ilmu dari orang-orang yang mempunyai spesialisasi dan ahli dibidangnya.13 Dalam memilih guru, hendaklah mengambil yang alim, waro‟ dan juga lebih tua uasianya.14 2) Seorang murid harus menghormati guru, termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depanya, duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-macam di depanya, dan menanyakan hal-hal yang membosankanya. Tetapi hendaklah menghemat waktu, jangan sampai mengetuk pintunya, cukuplah dengan sabar menanti di luar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah. Pada intinya adalah melakukan hal-hal yang membuatnya rela, menjauhkan amarahnya dan menjunjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan Agama.15 3) Seorang pelajar agar betul-betul menahan diri dari membantah gurunya secara tidak pada tempatnya. Seorang pelajar harus mensyukuri keutamaan maupun kekurangan gurunya, menganggap hal-hal yang kurang dalam diri 12 Ibid., h. 73 Muhammad Khair Fatimah, Etika Muslim Sehari-hari, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), cet. Ke-1, h. 4 14 Aliy As‟ad, Terjemah Ta‟limul Muta‟allim Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, (Kudus: Menara Kudus,t.t), h. 16 15 Ibid., h. 23 13 15 gurunya sebenarnya mengandung hikmah dari Allah yang diberikan. Sebab barang kali lebih sesuai untuk kebaikan sang guru.16 4) Seorang pelajar agar betul-betul menahan diri dari membantah gurunyasecara tidak pada tempatnya. Seorang pelajar harus mensyukuri keutamaan maupun kekurangan gurunya, menganggap hal-hal yang kurang dalam diri gurunya sebenarnya mengandung hikmah dari Allah yang diberikan. Sebab barangkali lebih sesuai untuk kebaikan sang guru.17 Selain peserta didik, guru pun mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakanya dalam kegiatan belajar-mengajar, diantaranya sebagai berikut : 1) Seorang guru hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat serta jangan berbuat dengki. Karena dengki itu tidak akan bermanfaat, justru membahayakan diri sendiri.18 2) Guru jangan melarang muridnya yang berperilaku tidak baik dengan cara kasar, sebisa mungkin diusahakan dengan cara yuang halus, dan bahkan dengan cara kasih sayang dan bukan dengan cara mencelanya. 3) Guru hendaknya memperhatikan tingkat kemampuan murid, dan mengajarkan sesuai dengan kemampuan mereka, jangan mengajarkan materi pelajaran di luar kemampuan mereka, yang bisa menjadikan mereka lari dari belajar dan kesulitan dalam memahaminya. 4) Guru hendaknya mengamalkan ilmunya dan jangan membohongi perkataan dan perbuatanya, sesuai dengan firman Allah: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. 61: 3)19 16 Abi Abdullah Muhammad Sa‟id bin silan, Etika belajar, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1997), Cet. Ke-1, h. 125 17 Aliy As‟ad, Op.,Cit, h. 38 18 Ibid., h . 66 19 Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, op.cit., h. 78 16 5) Hendaknya seorang guru berpenampilan tenang, penyabar, dan pemaaf, serta memiliki wibawa.20 Kesesuaian antara guru dan peserta didik, kenyataanya memang sangat mempengaruhi seorang murid dalam menyenangi suatu pelajaran. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi motivasi murid dalam belajar. Karena itu, guru yang baik tentunya akan selalu berusaha untuk menerapkan metode pengajaran yang benar-benar sesuai dengan kemampuan murid-muridnya. Sebaliknya, seorang murid yang baik pun akan selalu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan gurunya, yang tentu saja sebagai manusia juga memiliki kekurangan dalam banyak hal, termasuk dalam kemampuan mengajar.21 Dalam sistem pengajaran dengan pendekatan keterampilan proses, peserta didik harus lebih aktif dari pada guru. Guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Selain itu, adapula bentuk-bentuk interaksi belajar mengajar yang dikemukakan oleh Roestiyah N.K, sebgai berikut 1. 2. 3. 4. Pengajaran adalah transfer pengetahuan kepada siswa. Dalam bentuk ini guru mengajar di sekolah hanya menyuapi makanankepada anak. Hubungan guru dan siswa di sini hanya berlangsung sepihak, ialah dari pihak guru. Pengajaran ialah mengajar siswa bagaimana caranya belajar. Dalam bentuk ini guru hanya merupakan salah satu sumber belajar. Ada hubungan timbalbalik antara guru dan murid. Pengajaran adalah hubungan interaktif antara guru dan siswa. Dalam hal ini guru hanya menciptakan situasi dan kondisi, agar tiap individu dapat aktif belajar. Mengajar adalah proses proses interaksi siswa dengan siswa dan konsultasi guru. Dalam proses ini siswa memperoleh pengalaman dari teman-temanya sendiri, kemudian pengalaman tersebut dikonsultasikan kepada guru.22 Pola hubungan- murid menurut al-Ghazali adalah pola hubungan yang bersifat kemitraan yang didasarkan pada nilai-nilai demokratis, keterbukaan, kemanusiaan dan saling pengertian. Dalam pola hubungan tersebut eksistensi 20 Mahdy saeed Reziq Krezem, Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari, (Jakarta: Media Da‟wah, 2001), cet. Ke-1, h. 77 21 Thursan Hakim, Belajar Efektif, (Jakarta: Puspaswara Anggota IKAPI, 2001), cet. Ke-2, h.8 22 Roestiyah, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), Cet. 3, h. 41-44. 17 guru-murid sama-sama diakui dan dihargai. Dalam proses belajar mengajar, murid diperlakukan secara manusiawi, diberikan hak untuk mengemukakan pendapat, bertanya, mengkritik, dan diperlakukan sesuai dengan bakat, potensi dan kecendrunganya. 23 Situasi pembelajaran atau proses interaksi belajar-mengajar yang baik dapat dilakukan dengan menjalin hubungan dengan orang lain. Karena interaksi membutuhkan orang lain dan belajar yang sukses jika ada hubungan/kerjasama dengan orang lain, perasaan saling memiliki ini memungkinkan pesrta didik untuk menghadapi tantangan, ketika mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahuan dan keterampilan mereka sekarang.24 Cara menjadikan peserta didik aktif sejak awal ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh pendidik (guru) agar terjadi interaksi edukatif dalam proses belajar-mengajar di Kelas. Bagian ini berisi pembuka percakapan dan aktivitas pembuka lain untuk segala bentuk pembelajaran. Tehnik-tehniknya dirancang untuk mengerjakan salah satu atau beberapa dari yang berikut ini: 1. Pembentukan tim: membantu siswa menjadi lebih mengenal satu sama lain atau menciptakan semangat kerjasama dan kesalingtergantungan. 2. Penilaian serentak: mempelajari tentang sikap, pengetahuan, dan pengalaman peserta didik. 3. Pelibatan belajar peserta didik secara langsung: menciptakan minat awal terhadap pelajaran.25 Selain peserta didik yang aktif, hal yang paling mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dan untuk membangun kepribadian siswa secara mendalam adalah motivasi yang diberikan oleh guru, di mana guru sebagai motivator adalah hal yang harus dilakukan oleh guru. Woodwort (1955) mengatakan: “A motive is a set 23 Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet.1, h. 113. 24 Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Allyn and Bacon, Boston, 1996) h.30 25 Ibid., h. 13 18 predisposes the invividual of certain activities and for seeking certain goals”. Suatu motif adalah suatu set yang dapat membuat individu melakukan kegiatankegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, perilaku atas tindakan yang ditunjukkan seseorang dalam upaya mencapai tujuan tertentu sangat tergantung dari motive yang dimilikinya. Motif dan motifasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Motivasi merupakan penjelmaan dari motif yang dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan seseorang. Hilgard mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan demikian, motivasi muncul dari dalam diri seseorang.26 Untuk memperoleh hasil yang belajar yang optimal pendidik/guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar pesrta didiknya. Di bawah ini dikemukakan beberapa petunjuk. a. Memperjelas Tujuan yang Ingin Dicapai Tujuan yang jelas dapat membuat peserta didik paham ke arah mana ia akan di bawa. Pemahaman peserta didik tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat peserta didik untuk belajar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. b. Membangkitkan Minat Siswa Peserta didik akan terdorong untuk belajar, manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab itu mengembangkan minat belajar peserta didik merupakan salah satu tehnik dalam mengembangkan motivasi belajar. Beberapa cara dapat dilakukan untuk membangkitkan minat peserta didik di antaranya adalah: 1) Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan peserta didik. 2) Sesuaikan materi pelajaran dengan pengalaman dan kemampuan peserta didik. 26 Yudhi Munadhi., Op.cit., 19 3) Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara variatif.27 c. Ciptakan Suasana yang Menyenangkan dalam Belajar Peserta didik hanya mungkin belajar dengan baik, manakala ada dalam suasana yang menyenangkan, merasa aman bebas dari rasa takut. Usahakan agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar terbebas dari rasa tegang. Untuk itu guru sekali-kali dapat melakukan hal-hal yang lucu. d. Berilah Pujian yang Wajar Terhadap Keberhasilan Siswa Motivasi akan tumbuh manakala peserta didik merasa dihargai, memberikan pujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberikan penghargaan. e. Berikan Penilaian Banyak peserta didik yang belajar karena ingin memperoleh nilai yang bagus untuk itu mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian peserta didik nilai dapat menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu penilaian harus segera dilakukan dengan segera, agar peserta didik secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya. f. Berilah Komentar terhadap Hasil Pekerjaan Siswa Peserta didik juga butuh penghargaan berupa komentar yang positif, sebaiknya guru memberikan komentar secepatnya misalnya dengan memberikan tulisan “bagus”, atau “teruskan pekerjaanmu” dan lain sebagainya. g. Ciptakan Persaingan dan Kerjasama Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk keberhasilan dan proses pembelajaran peserta didik. Melalui persaingan peserta didik dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik. 27 Ibid.,h. 10 20 4. Konsep Keterampilan Mengajar Akidah Akhlak sebagai wujud Interaksi Edukatif Sistem pengajaran di kelas telah mendudukkan guru pada suatu tempat yang sangat penting, karena guru yang memulai mengakhiri setiap interaksi belajar mengajar yang telah diciptakannya. Berbagai peranan guru, dibutuhkan keterampilan dalam pelaksanaannya. Mengajar merupkan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit menentukan tentang bagaimanakah mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi belajar mengajar yang baik dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru dalam mengakumulasi dan mengaplikasikan segala pengetahuan dan keguruannya. Itulah sebabnya maka dalam melaksanakan interaksi belajar mengajar perlu adanya beberapa keterampilan mengajar.28 Beberapa keterampilan mengajar yang harus dikuasai dan dilaksanakan oleh guru antara lain adalah: 1. Keterampilan Membuka Pembelajaran Yang dimaksud denan membuka pembelajaran adalah seberapa jauh kemampuan guru dalam memulai interaksi belajar mengajar untuk suatu jam pembelajaran tertentu. Adapun keterampilan dalam membuka pembelajaran antara lain adalah sebagai berikut: a. Mengkondisikan Peserta didik Tujuan kegiatan ini untuk mengarahkan guru pada pokok permasalahan agar peserta didik siap baik secara mental, emosional, maupun fisik. Keiatan ini antara lain berupa: 1) Pengulasan langsung pengalaman yang pernah dialami oleh peserta didik taupun guru 2) Pengulasan bahan pengajaran yang pernah dipelajari pada waktu sebelumnya. 28 Sardiman A.M., Interaksi Edukatif dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-10, h.194 21 3) Kegiatan-kegiatan yang menggugah dan mengarahkan perhatian peserta didik antara lain meminta pendapat/saran peserta didik, menunjukkan gambar, slide power point, film atau benda lain.29 b. Menarik Minat dan Perhatian Peserta Didik Perhatian lebih bersifat sementara dan ada hubungannya dengan minat. Perbedaanya adalah minat sifatnya menetap sedan kan perhatian sifatnya sementara, adakalanya menghilang. Jadi perhatian itu sebentar hilang, sebentar timbul kembali, sedangkan minat selalu tetap ada.30 Anak-anak yang selesai bermain, pada waktu masuk kembali ke dalam kelas untuk menerima pembelajaran sering kita dengar masih membicarakan permainanya. Oleh sebab itu pada waktu guru hendak menyampaikan pelajaran baru, sebaiknya diusahakan untuk menyatukan alam pikiran peserta didik dengan jalan menghilangkan kenangan atas peristiwa yang baru saja mereka alami. Jenis usaha lain adalah memberikan pertanyaan bahasan sebelumnya yang berhubungan dengan topic baru, atau sering pula dengan memberikan pre test untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik sudah memiliki pengetahuan tentang bahasan yang akan mereka pelajari. c. Membangkitkan Motivasi Peserta Didik Tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar. Ada dua macam motivasi: pertama, motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri, tanpa ada paksaan atau dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri. Kedua, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena ajakan, suruhan, paksaan orang lain sehingga ia melakukan belajar. 29 B. Suryosubroto, Tata laksana kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet. Ke 1, h.81 Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), edisi ke-2 Cet ke-19, h.28 30 22 Motivasi intrinsik dapat menguat jika anak menganggap tugas sebagai sesuatu yang menarik, relevan secara personal, bermakna dan pada level yang sesuai dengan kemampuan anak, sehingga mereka beranggapan dapat berhasil dalam menyelesaikan tugas itu.31 Berikut ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk membangkitkan motivasi peserta didik: 1) Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara peserta didiknya untuk meningkatkan prestasi belajar. 2) Pace making (membuat tujuan sementara atau dekat): pada awal pembelajaran, hendaknya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapainya. 3) Tujuan yang jelas: semakin jelas tujuan, semakin jelas pula motivasi dalam melakukan sesuatu. 4) Kesempurnaan untuk sukses: guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk meraih sukses dengan usaha sendiri, tentu saja dengan bimbingan guru. 5) Mengadakan penilaian atau tes: pada umumnya semua peserta didik mau belajar dengan tujuan memperoleh nilaiyang baik jadi, angka menjadi motivasi yang kuat bagi peserta didik.32 Apabila guru berhasil menumbuhkan menumbuhkan kebutuhan belajar peserta didik, maka peserta didik akan aktif mengalami, mencari, dan menemukan berbagai pengetahuan yang dibutuhkannya dengan bimbingan guru. Usaha-usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi sehingga anak mau atau ingin melakukan sesuatu atau disebut motivasi. 31 32 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet ke-1, h.486 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, …, h.29-30 23 d. Mengadakan Test Pendahuluan (Pre-test) Fungsi dari pretest ini adalah untuk menilai sampai dimana peserta didik telah menguasai kemampuan atau keterampilan yang tercantum dalam indikator hasil belajar, sebelum mereka mengikuti program pengajaran yang telah disampaikan. 2. Keterampilan dalam Memproses Kegiatan Inti Pembelajaran Kegiatan inti pembelajaran merupakan proses pembentukan kompetensi pada peserta didik, dan merealisasikan tujuan-tujuan pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabilaseluruh peserta didik terlibat aktif baik mental, fisikmaupun sosialnya.33 a. Penguasaan materi pembelajaran Penguasaan materi bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan, khususnya dalam proses belajar mengajar yang melibatkan guru mata pelajaran. Ada beberapa hal dalam upaya meningkatkan penguasaan materi bagi guru, antara lain: melalui musyawarah guru, atau kelompok kerja guru, melalui buku sumber yang tersedia atagu kegiatan mandiri, malalui pendalaman materi dengan mengikuti seminar/pelatihan. b. Keterampilan menggunakan metode Penggunaan metode mengajar dipengaruhi oleh beberapa factor seperti: metode mengajar harus sesuai dengan tujuan, metode mengajar harus sesuai dengan peserta didik, harus serasi dengan lingkungan dan pelajaran terkoordinasi dengan baik. Selain beberapa factor tersebut, dipersyaratkan pula kepada setiap guru untuk mengetahui dan menguasai metode yang akan digunakannya.34 33 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat satuan pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. 5 h. 256 34 Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usman, guru professional dan implementasi 24 c. Keterampilan Memberi Penguatan Penguatan merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Keterampilan memberikan penguatan merupakan keterampilan yang arahnya untuk memberikan dorongan, tanggapan atau hadiah bagi peserta didik agar dalam mengikuti pembelajaran merasa dihormati dan diperhatikan.35 d. Menggunakan waktu Yang dimaksud dengan menggunakan waktu dalam hal ini adalah ketepatan guru dalam mengalokasikan (mengatur) waktu yang tersedia dalam suatu interaksi belajar mengajar, kesulitan yang dialami guru dalam kegiatan interaksi adalah: dalam hal penggunaan waktu yang tersedia dari membuka pelajaran sampai menutup pelajaran. e. Keterampilan Bertanya Bertanya merupakan stimulus yang efektif yang mendorong kemampuan berfikir.36 Keterampilan bertanya sangat perlu untuk dikuasai oleh seorang guru untukmenciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik.37 f. Keterampilan Mengadakan Variasi Mengadakan variasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai guru yang bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi standar yang relevan, memberikan kesempatan bagi perkembangan bakat peserta didik terhadap berbagai hal baru dalam pembelajaran, memupuk 35 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), cet ke 1, h.168 36 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, …, cet ke 1, h.170 37 Whandi, Bagaimana Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (PT. Persada 2008), cet 1, h.23 25 perilaku positif peserta didik dalam pembelajaran, serta member kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuannya. Komponen keterampilan mengadakan variasi dibagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut: 1. Variasi dalam gaya mengajar yang meliputi variasi suara, pemusatan perhatian, kesenyapan, perantian posisi guru, kontak pandang serta gerakan badan dan mimik. 2. Variasi pola interaksi dan kegiatan 3. Variasi penggunaan alat bantu pengajaran yang meliputi alat/bahan yang dapat didengar, dilihat dan dimanipulasi. Dalam mengadakan variasi guru perlu mengingat-ingat prinsip-prinsip penggunaanya yang meliputi kesesuaian, kewajaran, kelancaran, dan kesinambungan serta perencanaan bagi alat/bahan yang memerlukan penataan khusus. g. Keterampilan Menjelaskan Menjelaskan adalah mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum keterampilan menjelaskan sangat penting bagi guru karena sebagian besar percakapan guru yang mempunyai pengaruh terhadap pemahaman peserta didik adalah berupa penjelasan. Komponen keterampilan menjelaskan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Merencanakan materi penjelasan 2. Menyajikan penjelasan Penjelasan dapat diberikan pada awal, tengah dan akhir pelajaran, dengan selalu memperhatikan karakteristik peserta didik yan diberi penjelasan serta materi /masalah yang dijelaskan. 26 3. Keterampilan Menutup Pembelajaran Untuk memeperoleh gambaran secara utuh pada waktu akhir kegiatan ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru dalam menutup pembelajaran yakni: 1. Meninjau kembali dengan cara merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan 2. Mengevaluasi dengan mendemonstasikan berbagai keterampilan, bentuk evaluasi, meminta peserta misalnya didik mengaplikasikan ide baru, dalam situasi yang lain, mengekspresikan pendapat peserta didik dan memberikan soal tertulis. Dari apa yang telah diuraikan di atas terbukti bahwa membuka dan menutup pembelajaran bukanlah urutan yang bersifat rutin (dari itu ke itu saja), melainkan merupakan suatu perbuatan guru yang perlu direncanakan secara sistematis dan rasional. Penutup dalam hal ini yang dimaksudkan sebagai cara guru dalam mengakhiri penjelasan atau pembahasan suatu pokok bahasan. Penutup yang lengkap berupa ringkasan, kesimpulan dan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menguji tentang pencapaian tujuan intruksional. Apabila dalam pengujian tersebut ternyata beberapa tujuan belum tercapai maka guru wajib menjelaskan kembali secara singkat sehingga tugas-tugasnya benar-benar dirasa tuntas. Belajar dapat dikatakan suatu proes yang tidak pernah berhenti karena merupakan suatu proses yang berkelanjutan menuju kea rah kesempunaan. Setiap kali berakhir dari suatu interaksi edukatif antara guru dengan peserta didik, itu adalah merupakan suatu terminal saja untuk kemudian beranjak ke interaksi selanjutnya pada hari atau pertemuan yang berikutnya. Jadi akhir pelajaran bukan berarti seluruh proses belajar mengajar atau interaksi edukatif selesai sama sekali. Oleh karena itu kesan perpisahan yang baik pada akhir pelajaran sangat diperlukan agar pertemuan pada kesempatan yang lain 27 dapat diterima dan interaksi edukatif antara guru dan peserta didik dapat berlangsung dengan baik. 5. Ciri-ciri interaksi edukatif Sebagai interaksi yang bernilai normatif, maka interaksi edukatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Interaksi edukatif mempunyai tujuan. Tujuan dalam interaksi edukatif adalah untuk membantu anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud intraksi edukatif saddar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian, sedangkan unsur lainya sebagai pengantar dan pendukung. b. Interaksi edukatif ditandai dengan penggarapan materi khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupan dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi edukatifsehingga cocok untuk mencapaitujuan. Dalam hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen pengajaran yang lain. c. Ditandai dengan aktivitas anak didik Sebagai konsekuensi, bahwa peserta didik merupakan sentral, maka aktivitas peserta didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi edukatif. Aktivitas peserta didik dalam hal ini baik secara fisik maupun mental aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA.38 dan sekarang dikenal dengan istilah Activ learning, dimana seorang pendidik menggunakan strategi pembelajaran untuk mengkondisikan peserta didik agar dapat aktif di kelas. d. Guru berperan sebagai pembimbing. Guru berperan sebagai pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami setiap peserta didik baik secara individu maupun kelompok, memberikan penerangan kepada peserta didik mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar, memberikan kesempatan yang memadai agar setiap peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya, membantu peserta didik dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang 38 Edi Suardi, Pedagogik, (Bandung: Angkasa, 1980), h. 15-16 28 dihadapinya, dilakukanya. menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah 39 Dalam penerapanya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi edukatif yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam sebagai situasi proses interaksi edukatif, sehingga guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh pendidik. e. Mempunyai batas waktu Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok peserta didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberikan waktu tertentu, kapan tujuan harus sudah tercapai. f. Menggunakan metode. Metode mengajar adalah sistem penggunaan teknik-teknik di dalam interaksi antara guru dan peserta didik dalam program belajar-mengajar sebagai proses pendidikan. Teknik yang dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu antara lain: bermain, tanya jawab, ceramah, diskusi, peragaan eksperimen, kerja kelompok, sosio drama, karya wisata, dan modul. Seyogyanya guru dapat mengenal berbagai teknik, agar dapat menerapkanya secara tepat, sesuai keadaan.40 g. Diakhiri dengan evaluasi. Sebagai alat penilaian hasil pencapaaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya sekedar menentukan angka keberhasilan belajar, tetapi yang lebih penting adalahsebagai dasar untuk umpan balik (feed back) dari proses interaksi edukatif yang dilaksanakan.41 39 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 19950, Cet Ke-3, h. 100 40 Zakiyah Darajat, pendidkian Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), Cet. Ke-2, h. 97 41 Muhammad Ali, Guru dalam Prosews Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1992), Cet. Ke-7, h. 113 29 B. Pembentukan Akhlak Peserta Didik 1. Pengertian Akhlak Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak adalah bentuk jamak dari khulk. Kata khulk di dalam kamus Al-munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi‟at.42 Menurut Khalil al-Musawi “bahwa kata akhlak berasal dari akar khalaqa yang berarti lembut, halus, dan lurus, dari kata khalaqa yang berarti bergaul dengan akhlak yang baik juga dari kata takhallaqa yang berarti berwatak”.43 Di dalam Dairatul Ma‟arif dikutip oleh Asmaran AS, kata akhlak diartikan sebagai berikut: ِالْاَخْالَقُ ِهيَ صِفَاتُ الْاِنْسَانِ الْاَدَبِّيَة “ Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”.44 Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik yang disebut dengan akhlak mulia, atau perbuatan buruk yang disebut akhlak tercela sesuai dengan pembinaanya. Adapun pengertian akhlak secara terminologi adalah sebagai berikut: Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.45 Defenisi lain mengatakan bahwa akhlak adalah suatu daya yang telah bersemi dalam jiwa seseorang sehingga dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan direnungkan lagi.46 Menurut para ahli, akhlak dapat diartikan sebagai berikut: 42 Luis Ma‟luf, Kamus Al-munjid, (Beirut: Al-Maktabah Al-katulikiyah t.t), h. 194 Khalil Al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Terjemah Ahmad Subandi, (Jakarta: Lentara, 1994), Cet. Ke-9, h. 1 44 Asnaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. Ke2, h. 1 45 Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), h. 9 46 M. Sukarda Sadili, Bimbingan Akhlak Yang Mulia, (Tasik Malaya: Widya Graha, 1986), Cet. Ke-1, h. 5 43 30 a. Ahmad amin mengemukakan bahwa akh;lak ialah “ilmu untuk menetapkan segala perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk, yang benar atau yang salah, yang hak atau yang batil”.47 b. Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumudin berpendapat bahwa akhlak adalah: “ Khuluq (jamaknya akhlak) ialah ibarat (keterangan) tentang keadaan dalam jiwa yang menetap di dalamnya dari padanyalah terbit perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pada pemikiran dan penelitian. kalau keadaan itu, di mana terbit padanya perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan syara‟, keadaan itu dinamai akhlak yang baik. Dan kalau yang terbit itu perbutan-perbuatan yang jelek, keadaan yang menerbitkanya dinamai akhlak yang buruk”.48 c. Ibn Miskawaih secara singkat mengatakan, bahwa akhlak adalah: “Khuluq ialah keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikran dan pertimbangan”.49 d. Dalam Mu‟jam al-Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah: “sifat yang tertanam dalam jiwa, yang denganya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.50 e. Menurut Abdullah Darraz “ akhlak adalah suatu keinginan (iraddah) yang kuat yang telah meresap dalam jiwa dan menimbulkan suatu perbuatan bebas kearah yang baik dan benar (bila akhlak itu terpuji), atau kearah yang buruk dan jahat (bila akhlak itu tercela) f. Menurut Moh. Ardani Akhlak adalah: suatu keadan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara langsung dan berturut-turut tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran.51 47 Ahmad Amin, Ilmu Akhlak Terjemahan, (Jakarta:Bulan Bintang, 1991), Cet. Ke-6, h. 1 Imam al-Ghazali, Ihya Ulumudin, (Beirut: Dar al-fikri, 1996), Jilid III, h. 56 49 Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-A,raqi, (mesir: al-Mathba‟ah al-Mishiriyah, 1934), Cet. Ke-1, h. 40 50 Ibrahim Anis, Al-Mu‟jam al-wasith, (Mesir Dar al-Ma‟arif, 1972), h. 88 51 Moh. Ardani, Alqur‟an dan Sufisme Mangkunegara IV, Studi Serat-Serat Piwulang, (yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 271 48 31 Pada hakikatnya akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga dari situ timbulah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tersebut timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari‟at dan akal pikiran, maka ia dinamakan akhlak terpuji dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan buruk, maka disebutlah akhlak yang tercela. Tentang akhlak terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak. Induk-induk akhlak yang baik itu seperti disebut al-Ghazali, adalah sebagai berikut: a. Kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah (kebijaksanaan), yaitu keadaan jiwa yang bisa menemukan hal-hal yang benar diantara yang salah dalam urusan ikhtiariah (perbuatan yang dilaksanakan dengan pilihan dan kemauan sendiri). b. Kekuatan marah wujudnya adalah Syaja‟ah (berani), yaitu keadaan marah yang tunduk kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang. c. Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah „iffah (perwira), yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal dan syari‟at agama. d. Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga di atas wujudnya adalah adil, yaitu kekuatan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah. Dari empat sandi akhlak yang terpuji itu, akan lahirlah perbuatan-perbuatan baik seperti: jujur, suka memberi pada sesama, tawadhu, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar, malu, pemurah, memelihara rahasia, qonaah, dan sebagainya. Berakhlak baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai diri sendiri, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dijaga dan dipertanggung jawabkan sebaik-baiknya.52 52 Moh Ardani, Nilai-Nilai Akhlak dan Budi Pekerti dalam Ibadah, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001) cet 1, h.46 32 Sedangkan akhlak kepada sesama manusia adalah sebagaimana antara manusia yang satu memperlakukan manusia yang lainnya dengan baik. Berkenaan dengan akhlak sesama manusia, al-Qur‟an banyak memberikan rincian mengenai hal itu. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya dalam bentuk larangan melakukan hal negatif seperti membunuh, mencuri dan lain sebagainya tetapi juga sampai kepada penyakit hati dengan cara menceritakan aib seseorang di belakangnya. dan juga terkait dengan memaafkan kesalahan orang lain. Q.S Al-Baqarah: 263. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Jika bertemu saling mengucapkan salam dan ucapan yang keluar adalah ucapan yang baik, (Lihat Q.S An-Nur: 58) 33 “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Dan (Lihat Al-Baqarah: 83) “dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. Memaafkan kesalahan orang lain, Lihat Q.S Ali Imran:134 34 “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. Selain itu dianjurkan mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan sendiri dan lain sebagainya.53 Selain di atas termasuk juga akhlak kepada orang lain adalah akhlak kepada guru. Guru adalah orang yang sangat berjasa dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya, oleh karena itu seorang peserta didik wajib menghormati dan menjaga wibawa guru, dan berprilaku sopan di depan guru. Imam ghazali adalah seorang tokoh akhlak yang sangat menghargai guru, dalam kitabnya Bidayatul Hidayah sebagaimana yang telah dikutip oleh Zainudin, ia memberikan contoh bagaimana cara berakhlak kepada guru, yaitu: kepada guru harus menghormati dan memberikan salam terlebih dahulu, jangan banyak bicara kepada guru, jangan bicara sambil tertawa, hendaklah menundukkan kepala jika duduk dihadapan guru, jika ingin bertanya mintalah ijin dahulu dan lain sebagainya.54 Hubungan guru dan peserta didik amat dekat, tapi jalinan tersebut tidak boleh meniadakan jarak, dan rasa hormat peserta didik terhadap guru, wibawa harus senantiasa ditegakkan namun, keakraban juga harus terjalin. Inilah seni hubungan yang harus diciptakan dalam situasi pendidikan.55 Jika hal tersebut di atas dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka akan terwujudlah nilai yang positif yang akan mempengaruhi keberhasilan dalam proses pendidikan dan pengajaran antara lain: 1. Mempertahankan kemuliaan, kehormatan dan kewibawaan guru sehingga hubungan antara guru dan murid dapat berjalan secara harmonis. 2. Memperhatikan konsentrasi dan suasana belajar mengajar di dalam kelas. 3. Sopan santun dan tata krama dalam pergaulan sehari-hari. 53 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet.7 h. 149 Zainudin dkk, Seluk-beluk Pendidikan Al- Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 70 55 Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet.1 h.273 54 35 Tentang akhlak terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak. Induk-induk akhlak yang baik itu seperti disebut AlGhazali, adalah sebagai berikut: a. Kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah (kebijaksanaan), yaitu keadaan jiwa yang bisa menemukan hal-hal yang benar diantara yang salah dalam urusan ikhtiariah (perbuatan yang dilakukan dengan pilihan dan kemauan sendiri). b. Kekuatan marah wujudnya adalah syaja‟ah (berani), yaitu keadaan marah yang tunduk kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang. c. Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah „iffah (pewira), yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal dan syari‟at agama. d. Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga di atas wujudnya adalah adil, yaitu kekutan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah. Dari empat sendi akhlak yang terpuji itu maka akan lahirlah perbuatanperbuatan baik seperti: jujur, suka member kepada sesama, tawadu‟, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar pemalu, pemurah, memelihara rahasia, qona‟ah, dan sebagainya. Pembahasan selanjutnya adalah akhlak yang tercela. Untuk ini pun ada sendisendi yang patut diketahui, yang menjadi sumber timbulnya perbuatan-perbuatan yang tidk baik. Sendi-sendi akhlak tercela tersebut merupakan kebalikan dari sendi-sendi akhlak terpuji, yaitu: a. Khubtsan wa jarbazah (keji dan pintar), dan balhan (bodoh) yaitu keadaan jiwa yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan yang benar diantara yang salah karena bodohnya, di dalam urusan ikhtiaroh. b. Tahawur (berani tetapi sembrono), jubun (penakut) dan khauran (lemah, tidak bertenaga), yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau tidak pernah dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikehendaki akal. 36 c. Syarhan (rakus) dan jumud (beku), yaitu keadaan syahwat yang tidak terdidik oleh akal dan syari‟at agama, tetapi ia bisa berkelebihan atau sama sekali tidak berfungsi. d. Zalim, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing oleh hikmah. Keempat sendi-sendi akhlak tercela ini akan melahirkan berbagai perbuatan buruk yang dikendalikan hawa nafsu: congkak, riya, mencaci maki, khianat, dusta, dengki, keji, serakah, „ujub, pemarah, malas, membukakan rahasia, kikir, dan sebagainya dan kesemuanya akan mendatangkan mudharat dan kerugian bagi individu dan masyarakat. Akhlak yang baik akan selalu mendapat pujian dri orang yang ada disekitarnya, sedangkan akhlak yang buruk akan menimbulkan sebuah permasalahan dalam kehidupan seseorang. walau terkadang kebaikan seseorang seringkali diartikan sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan bagi orang yang memiliki akhlak yang kurang baik, namun sesuatu yang baik pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT: Artinya:Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu 37 dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. Ayat ini menjelaskan bahwa apabila manusia itu berbuat baik atau berbuat kebajikan maka kebajikannya itu akan dirasakannya, baik di sunia maupun di akhirat. Tetapi apabila mereka berbuat jahat, yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan bimbingan wahyu, serta bertentangan dengan fitrah kejadian mereka sendiri, sehingga mereka berani menentang kebenaran dan menentang norma-norma dalam tata kehidupan mereka sendiri, maka akibat dari perbuatan mereka itu adalah kemurkaan Allah SWT.56 Jelaslah bahwa jika manusia dapat membawa dirinya pada sebuah pergaulan yang baik, maka akan mendapat perlakuan yang baik pula, akan tetapi hal tersebut tidak bermaksud menjadikannya/mendidiknya menjadi orang munafik. Karenanya agar terhindar dari julukan yang seperti itu, maka manusia haruslah menentukan sebuah sikap dan sifat yang sesuai dengan akhlakul kar imah, yang tida imahk bertentangan dengan apa yang dimiliki dalam hati nurani serta hidayah yang telah dianugerahi oleh Allah pada tiap-tiap makhluknya Dengan demikian akhlak adalah kelakuan antar manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan manusia, manusia dengan dirinya sendiri, dan antara manusia dengan makhluk lainnya. 2. Proses Pembentukan Peserta Didik Berakhlak Mulia Peserta didik merupakan salah satu unsur dalam dunia pendidikan. Dan tujuan utama yang akan dicapai dari pendidikan adalah: hendak menciptakan produk-produk yang bermutu baik, cakap (lahir batin) dalam berbagai aspek. 56 530 UII, Al-qur‟an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), jilid. V,h. 529- 38 Dalam hal ini siswa sebagai peserta didik diharapkan berakhlak mulia. Karena pembentukan akhlak mulia adalah jiwa pendidikan islam.57 Selain itu peserta didik tidak akan berhasil dalam belajar dan pendidikan, kalau tanpa petunjuk, bimbingan dan nasehat dari seorang guru kiranya tepat apa yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib, bahwa syarat keberhasilan peserta didik dalam belajar adalah petunjuk dari seorang guru. Karena biar bagaimanapun juga guru sangat besar perannya dalam proses pendidikan. Proses pendidikan dan belajar akan berhasil serta membentuk akhlak mulia, jika memenuhi syarat-syarat berikut: belajar, pelatihan, motivasi, pembiasaan dan keteladanan seorang figure agar dapat dijadikan teladan dalam pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia.dalam pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia memerlukan proses dan dalam proses tersebut membutuhkan metode atau cara dalam merealisasikan pembentukan akhlak. Ada beberapa cara dan pendekatan yaitu: peniruan, dan pembiasaan, motivasi dan keteladanan. Namun demikian, masih banyak cara dan metode yang ditawarkan para pakar, namun dalam penelitian ini hanya dibatasi oleh beberapa cara, diantaranya sebagai berikut: 1. Menanamkan rasa cinta kepada Allah swt pada diri peserta didik. 2. Memelihara jiwa dengan keluhuran dan kemuliaan. 3. Selalu memperteguh nilai-nilai cinta antar sesama 4. Meluruskan kesalahan pribadi pada peserta didik melalui: a) Dengan tindakan langsung Pengarahan seorang guru dalam meluruskan kesalahan peserta didik dengan cara islami/benar adalah hal yang sangat penting, tentunya dengan tidak merendahkan peserta didiknya. Dengan demikian para peserta didik akan menerima arahan dan pandangan seorang guru secara patuh dan tanpa tekanan dan paksaan. b) Tindakan secara tidak langsung 57 A. mujab Mahalli, Adab dan Pendidikan dalam Syari‟at Agama islam, (Yogyakarta: Liberty, 1984),h. 39 39 Yaitu teladan yang baik seorang guru yang berakhlak baik dalam bergaul sehari-hari dengan para peserta didik, karena tindakan ini adalah tujuan yang sangat penting dalam agama. 5. Membentuk akhlak yang baik melalui kisah-kisah orang yang Alim. Demikianlah beberapa pendekatan yang sedikit banyaknya ikut mendukung para guru dalam membentuk peserta didik yang berakhlak mulia. Tapi semua itu tidak akan tercapai dan menjadi bukti nyata bila tidak ada pembiasaan, motivasi, dan keteladanan yang baik dari para guru. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Peserta didik Agar pembentukan akhlak dapat berjalan dengan efektif ada beberapa factor lain yang perlu diperhatikan dalam proses pembentukan akhlak yaitu: a. Faktor Internal Adapun faktor internal yang mempengaruhi pembentukan akhlak meliputi: 1) Faktor kepercayaan (Agama) Agama bukan saja kepercayaan yang harus dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ia harus berfungsi dalam dirinya untuk menuntun segala aspek kehidupannya, misalnya berfungsi sebagai sati sistem kepercayaan, system ibadah dan kemasyarakatan yang terkait dengan nilai akhlak. Di sinilah agama menjadi faktor mendasar bagi perubahan perilaku.58 2) Faktor Pembawaan Naluriah Sebagai makhluk biologis, ada factor pembawaan sejak lahir yang menjadi pendorong perbuatan setiap manusia. Faktor ini disebut dengan naluri atau tabiat meneurut J.J. Rosseau. Naluri itu dapat merusak diri dan dapat pula memberi manfaat, hal ini tergantung kepada cara penyalurannya. Kecenderungan naluriah dapat dikendalikan oleh akal 58 Mahjuddin, Konsep Dasar Pendidikan Akhlak, (Jakarta: Kalam mulia, 2000) cet. 1 h. 25 40 atau tuntunan agama, sehingga manusia kecenderungannya, apakah itu baik atau buruk. dapat mempertimbangkan 59 Dengan demikian akal dan naluri dalam Islam keduanya perlu dimanfaatkan dan disalurkan dengan sebaik-baiknya dengan bimbingan dan pengarahan yang ditetapkan Al-Quran dan As-sunnah. 3) Faktor sifat-sifat keturunan Ahmad Amin mengatakan: “bahwa perpindahan sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada keturunannya disebut Al-Warasah (warisan sifat-sifat)”.60 Di samping adanya sifat bawaan anak sejak lahir (naluri dan sifat keturunan), sebagai potensi dasar untuk mempengaruhi perbuatan setiap manusia, ada juga faktor lingkungan yang mempengaruhinya, misalnya pendidikan dan tuntunan agama. b. Faktor Eksternal Yang dimaksud dengan faktor eksternal disini adalah lingkungan sekitar peserta didik, salah satunya adalah lingkungan sekolah, lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor lingkungan yang turut mempengaruhi pembentukan akhlak peserta didik, corak hubungan antara guru dengan peserta didik atau antara peserta didik dengan peserta didik lainnya akan banyak mempengaruhi aspekaspek kepribadian, termasuk nilai-nilai moral yang masih mengalami perubahan. Corak hubungan guru dengan peserta didik itu terdapat dalam proses belajarmengajar yang berlangsung di lingkungan sekolah. Belajar dapat dipandang sebagai hasil, dimana guru terutama melihat bentuk terahir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif. Belajar juga dapat dikatakan sebagai proses, di mana guru melihat apa yang terjadi selama peserta didik menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk mencapai satu tujuan. Yang diperhatikan adalah pola-pola perubahan tingkah laku sselama pengalaman belajar itu berlangsung. 59 60 Ibid,. h. 25 Ibid,. h. 25 41 Belajar juga bisa dikatakan sebagai fungsi. Dalam hal ini, perhatian ditujukan pada aspek-aspek yang menetukan atau yang memungkinkan terjadinyaperubahan tingkah laku manusia di dalam pengalaman edukatif.61 Pembentukan akhlak peserta didik, tidak akan lepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values. Oleh karena itu guru tidak sekedar pengajar tapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memberikan nilai-nilai positif kepada peserta didiknya. Guru juga harus berani member pujian. Pujian yang diberikan dengan tepat, dapat mengakibatkan peserta didik mempunyai sikap yang positif, dari pada guru selalu mengkritik dan mencela. Pujian dapat menjadi motivasi belajar peserta didik dengan positif.62 Apabila usaha murid telah menghasilkan akhlak yang sesuai dengan tujuan semula, proses belajar mengajar dapat dikatakan mencapai titik ahir sementara. Akhlak tersebut terlihat pada perbuatan, reaksi dan sikap peserta didik secara fisik maupun mental. Bersamaan dengan hasil utama itu terjadi bermacam-macam proses mengiring yang juga menghasilkan “tambahan” perubahan akhlak, akhirnya terdapat satu-kesatuan yang menyeluruh. Dengan demikian lingkungan sekolah hendaknya dipandang tidak hanya sebagai tempat untuk menambah ilmu guna dipergunakan sebagai modal hidup di kemudian hari, akan tetapi sebagai tempat pembinaan akhlak yang baik bagi peserta didik. Hidup bersama antar manusia berlangsung di dalam berbagai bentuk hubungan dan berbagai jenis situasi. Tanpa adanya proses interaksi di dalam hidup manusia, tidak mungkin mereka dapat hidup bersama. Proses interaksi itu mungkin terjadi, Karena kenyataannya bahwa manusia pada hakikatnya memiliki sifat sosial yang besar. Dengan demikian, maka ada beberapa jenis interaksi yang member kekhususan pada proses interaksi, misalnya interaksi belajar-mengajar maupun interaksi edukatif. 61 Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Belajar- Mengajar Dasar-dasar dan Teknik Metodelogi Pengajaran, (Bandung: Tarsito, 1986) cet. 5 h. 74-75 62 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), cet.3, h. 96. 42 Dalam interaksi yang seperti itu terjadi peserta didik belajar, dan guru mengajar, keduanya untuk mencapai tujuan pendidikan. Interaksi harus bersifat edukatif, maksudnya, bahwa interaksi itu berlangsung dalam rangka untuk tujuan pendidikan. Jadi interaksi dalam hal ini bertujuan membantu pribadi peserta didik mengembangkan potensi sepenuhnya, sesuai dengan cita-cita serta hidupnya dapat bermanfaat bagi dirinya, masyarakat dan negara. C. Hasil Penelitian Yang Relevan Terdapat beberapa laporan hasil penelitian terdahulu yang sesuai dengan tema yang diajukan dalam penelitian ini, adapun hasil penelitian yang relevan adalah sebagai berikut: 1. Model Interaksi Edukatif untuk Menciptakan Kreatifitas berbahasa Indonesia pada siswa SMP Darul Taqwa Disusun Oleh: Khoirunnisa‟ NIM : 104070002250 Jurusan : Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2008 M/1429 H Hasil penelitiannya adalah: Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari analisis yang dilakukan maka, Model interaksi pembelajaran untuk menciptakan kreativitas berbahasa Indonesia terklasifikasi atas enam kategori sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran. Pertama, model interaksi yang paling banyak digunakan untuk melatih penguasaan perbendaharaan kata adalah dengan cara guru bersama siswa bernyanyi, kemudian guru menjelaskan isi nyanyian dan kata-kata yang digunakan dalam nyanyian tersebut. Berikutnya, model interaksi yang digunakan adalah siswa menirukan guru menyebutkan nama objek yang ditunjuknya, siswa menyebutkan nama objek yang ditunjuk guru, siswa menirukan syair yang diucapkan guru dengan kata-kata yang tepat ucapannya, siswa bercerita dengan kata-kata yang diingat dan didengarkan 43 dari cerita guru, siswa diajak berwisata untuk mengenali nama objek tertentu dengan cara menyebutkan nama atau menirukan nama objek yang ditunjuk guru, siswa disuruh menceritakan pengalaman dan kegemaran mereka di depan kelas dengan bahasa sendiri, siswa disuruh menyusun kartu abjad menjadi kata seperti yang disebutkan guru siswa disuruh bermain peran dengan kata-kata sederhana setelah mereka diberi contoh, siswa disuruh menunjukkan kartu kata sesuai dengan nama objek yang disebutkan guru, siswa diajak bermain kuis dengan cara menyuruh anak memberikan contoh kata-kata atau nama-nama objek dalam kelompok tertentu, dan model interaksi yang paling sedikit persentasenya adalah siswa disuruh menyusun kartu suku kata menjadi kata seperti yang disebutkan guru. Kedua, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru dalam melatih pendengaran siswa adalah siswa disuruh menjawab pertanyaan isi cerita yang didengarkannya dari guru, dari tape recorder, radio, atau TV. Ketiga, model interaksi yang paling banyak digunakan guru untuk melatih siswa agar dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan isi cerita dari guru. Selain itu, model interaksi yang digunakan adalah guru menyuruh siswa menjawab pertanyaan tentang identitas, pengalaman, kegemaran, dsb siswa diberi kesempatan mengajukan pertanyaan tentang sesuatu hal dan guru menjawabnya guru mengajukan pertanyaan tentang nama alat peraga yang ditunjuk (tiruan/asli) dan siswa disuruh menjawab pertanyaan tersebut guru menyuruh siswa mewarnai gambar, kemudian guru menanyakan jenis warna setiap bagian gambar dan siswa menjawabnya persentasenya paling kecil adalah guru dan model interaksiyang menyuruh siswa untuk mendramatisasikan cerita yang banyak berisi tanya jawab. Keempat, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru untuk melatih siswa agar dapat bercerita secara lancar dan kreatif adalah siswa disuruh mengamati gambar berseri, kemudian mereka disuruh menceritakan isi gambar tersebut 44 Kelima, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru untuk melatih siswa agar dapat memberikan informasi kepada orang lain adalah siswa menirukan contoh dari guru tentang cara memberikan informasi kepada orang lain. Keenam, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru untuk melatih siswa agar dapat menyebutkan benda sebanyakbanyaknya beserta sifatnya adalah siswa menirukan guru menyebutkan nama benda beserta sifatnya Dari hasil penelitian “Model Interaksi Edukatif untuk Menciptakan Kreatifitas berbahasa Indonesia pada siswa SMP Darul Taqwa” yang membedakan dengan hasil penelitian “Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah”. Yaitu: dalam penelitian sebelumnya lebih memfokuskan pada bagaimana interaksi edukatif dapat membuat siswa kreatif dalam berbahasa Indonesia, sedangkan pada penelitian ini lebih menekankan pada akhlak peserta didik setelah adanya interaksi edukatif yang telah dilakukan oleh pendidik (guru) 2. pengaruh intensitas interaksi edukatif orang tua dengan anak terhadap keberagamaan siswa kelas VII MTs NU Banat. Disusun Oleh: M. Imam Sholeh NIM : 10304027851 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Tahun 2007 M/1428 H Hasil penelitiannya adalah: Diketahui bahwa hubungan antara variabel intensitas interaksi edukatif orang tua – anak dan variable keberagamaan anak pada taraf signifikansi 1 % dan 5 %, keduanya menunjukkan hasil yang signifikan. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan peneliti adalah diterima. Sedangkan data tentang intensitas interaksi edukatif orang tua – anak terhadap keberagamaan siswa kelas VII MTs NU Banat Kudus diperoleh dari hasil angket yang telah diberikan kepada para siswa dan orang tua mereka masing-masing, sebagai responden yang berjumlah 68 orang. Setelah data terkumpul, kemudian data 45 diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi satu prediktor dengan rumus persamaan regresi linier sederhana, yaitu Yˆ = a + bx . Untuk tahap pertama dalam analisis ini, peneliti memasukkan data yang telah terkumpul ke dalam tabel distribusi frekuensi dan tabel interval nilai untuk mengetahui kualitas dari masing-masing variabel, baik dalam variabel intensitas interaksi edukatif orang tua – anak maupun dalam variabel keberagamaan. Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa mean dari variabel intensitas interaksi edukatif orang tua – anak adalah 68,98. Hal ini berarti bahwa intensitas interaksi edukatif orang tua – anak berada dalam kategori "baik", yaitu pada interval 65 – 79. Selanjutnya dapat diketahui bahwa mean dari variabel keberagamaan siswa kelas VII MTs NU Banat Kudus adalah 68,56. Hal ini berarti bahwa keberagamaan siswa kelas VII MTs NU Banat Kudus berada dalam kategori "cukup", yaitu pada interval 66– 70. Langkah selanjutnya adalah mencari korelasi antara prediktor dengan kriterium dengan tehnik korelasi product moment, dan hasilnya adalah 0,41.69 Kemudian melakukan uji koefisien korelasi dengan menggunakan rumus uji t, dengan hasil 3,65.Dari hasil uji t (3,65) ini, kemudian dikonsultasikan dengan t tabel pada taraf 5% = 1,994 dan pada taraf 1% = 2,648. Karena th (3,65) > t tabel (0,05 = 1,994 dan 0,01 = 2,648), maka hasilnya signifikan. Hal itu juga dibuktikan dengan hasil Freg sebesar 13,34. Karena Freg lebih besar dari Ft(0,05) = 3,98 dan tt(0,01) = 7,01, maka hasilnya adalah "signifikan". Dari hasil uji hipotesis yang signifikan itu menunjukkan bahwa hipotesis yang penulis ajukan bisa diterima kebenarannya. Yaitu semakin tinggi intensitas interaksi edukatif orang tua – anak maka semakin baik keberagamaan anak tersebut (siswa kelas VII MTs Banat Kudus). Dari hasil penelitian diatas hampir sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, meskipun berbeda secara tahapan maupun metode yang digunakan akan tetapi pembahasan yang sesuai yakni membahas tentang interaksi edukatif. Namun perbedaanya pada penelitian sebelumnya lebih menekankan pada sikap keberagamaan seorang anak sedangkan pada penelitian “Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan 46 Akhlak Peserta Didik di Sekolah” ini membahas tentang bagaimana pentingnya interaksi yang dilakukan oleh guru dalam upaya membentuk peserta didik yang berakhlakul karimah dan berkarakter. 3. Hubungan Kemandirian Belajar dan Interaksi Edukatif Dengan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Sekecamatan Purworejo Disusun Oleh: Mahasiswa FKIP PGSD Universitas Negeri Sebelas Maret. Hasil penelitiannya adalah: Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis penelitian dapat disimpulkan: (1) ada hubungan yang positif dan signifikan antara kemandirian belajar dengan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD seKecamatan Purworejo. Peningkatan kemandirian belajar dapat meningkatkan hasil belajar IPS, dan penurunan kemandirian belajar dapat menurunkan hasil belajar IPS; (2) ada hubungan yang positif dan signifikan antara interaksi edukatif dengan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD se-Kecamatan Purworejo. Peningkatan interaksi edukatif dapat meningkatkan hasil belajar IPS, dan penurunan interaksi edukatif dapat menurunkan hasil belajar IPS; (3) ada hubungan yang positif dan signifikan antara kemandirian belajar dan interaksi edukatif secara bersama-sama dengan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD se-Kecamatan Purworejo. Peningkatan kemandirian belajar dan interaksi edukatif dapat meningkatkan hasil belajar IPS, dan penurunan kemandirian belajar dan interaksi edukatif dapat menurunkan hasil belajar IPS. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan: (1) guru dalam melaksanakan pembelajaran memperhatikan perbedaan kemandirian belajar yang dimiliki setiap siswa dan memperhatikan terjadinya interaksi edukatif; (2) orang tua memperhatikan pola belajar anak agar terbentuk kemandirian belajar dalam diri anak; (3) siswa hendaknya sadar kesadaran akan pentingnya menerapkan kemandirian belajar dan melakukan interaksi edukatif agar mencapai hasil belajar yang optimal. Dari hasil penelitian “Hubungan Kemandirian Belajar dan Interaksi Edukatif Dengan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Sekecamatan 47 Purworejo ” yang membedakan dengan hasil penelitian “Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah”. Yaitu: dalam penelitian sebelumnya lebih memfokuskan pada hubungan kemandirian belajar siswa dan interaksi edukatifagar hasil belajar lebih optimal, sedangkan pada penelitian ini lebih menekankan pada akhlak peserta didik setelah adanya interaksi edukatif yang telah dilakukan oleh pendidik (guru BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan difokuskan pada Interaksi edukatif yang dilakukan oleh pendidik (guru) terhadap peserta didik, atau peserta didik terhadap guru, atau peserta didik terhadap sesama peserta didik yang lainnya. baik di dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap perilaku/akhlak peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat beberapa pertanyaan yang menjadi arah penelitian dari penelitian ini : 1. Bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTs Miftahul Amal? 2. Sejauh manakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal? Selanjutnya penelitian ini dibatasi pada: Dilihat dari tujuan penelitian, fokus penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah, MTs Miftahul Amal dan sejauhmanakah pentingnya interaksi edukatif sehingga berpengaruh terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal. 48 49 A. Tempat Dan Waktu Penelitian Tempat penelitian diadakan di MTs Miftahul Amal Jl.Antara Jatimakmur, pondok Gede kota Bekasi pada bulan Februari sampai bulan Maret 2014. B. Latar Penelitian (Setting) Penelitian diadakan di MTs Miftahul Amal Pondok Gede kota Bekasi pada bulan Februari sampai bulan Maret 2014. Tempat penelitian ini dipilih, karena sepengetahuan penulis, MTs Miftahul Amal adalah termasuk sekolah menengah pertama yang termasuk sekolah yang lebih mengedepankan pendidikan karakter, semua itu terbukti dengan pembiasaan-pembiasaan yang diterapkan di MTs Miftahul Amal. Seperti sholat dhuha sebelum jam pembelajaran dimulai, bersalaman dengan seluruh anggota dewan guru sebelum masuk kelas, dan membaca al-qur’an sebelum sholat dhuhur berjama’ah. Dengan demikian sekolah tersebut sesuai dengan fokus penelitian dalam skripsi ini. Yaitu bagaimana interaksi Guru Akidah Akhlak yang terjadi di sekolah MTs Miftahul Amal dengan upaya pembentukan akhlak peserta didik selama satu smester. C. Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang atau prilaku yang dapat diamati.1 Sedangkan penelitian dalam skripsi ini, penulis menggunakan teknik sebagai berikut: a. Library Research (penelitian kepustakaan) yaitu : pengumpulan data yang diperoleh dari membaca buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah atau sumbersumber tulisan yang relevan untuk mendapat teori-teori tentang interaksi edukatif dalam pembelajaran dan teori-teori tentang pembentukan akhlak. 1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Karya, 1989) h. 3 50 b. Field Research (Penelitian lapangan), yaitu: pengumpulan data dengan cara langsung turun ke lapangan penelitian dengan melakukan wawancara, observasi dan studi dokumentasi kepada guru dan peserta didik baik di dalam kegiatan belajar mengajar (di kelas) maupun di luar kegiatan belajar mengajar (di luar kelas) namun tetap dalam lingkungan sekolah. D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data Untuk melakukan pengkajian yang mendalam tentang pentingnya interaksi edukatif (Guru) dalam upaya pembentukan akhlak peserta didik di sekolah, maka diperlukan data atau sumber data, dan metode pengumpulan data. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dokumentasi Dalam studi dokumentasi ini, penulis mengumpulkan dokumen-dokumen yang ada di Mts Miftahul Ulum antara lain mengenai sejarah berdirinya, visi, misi dan program-program sekolah, serta hal-hal yang terkait dengan penelitian ini salah satunya adalah RPP, dalam pembelajaran agar mengetahui sejauhmana interaksi edukatif yang dilakukan oleh pendidik (guru) bisa dilihat dari bagaimana Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru aqidah akhlak. Adapun kisi-kisi instrument yang digunakan untuk mempelajari dokumen perencanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru aqidah akhlak adalah: Tabel 3.1 Kisi-Kisi Tahap Perencanaan Pembelajaran Tahap Perencanaan Dimensi Kejelasan Pembelajaran perumusan tujuan pembelajaran Indikator Mengembangkan KD menjadi beberapa indikator Indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan 51 diobservasi Tingkat kata kerja dalam indikator lebih rendah atau setara dalam de ngan kata kerja dalam KD maupun SK Keseluruhan indikator dalam satu KD menggambarkan tingkah laku peserta didik untuk pencapaian kompetensi, seperti: bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten. Kemampuan memilih materi ajar Mencantumkan materi pembelajaran dan dilengkapi dengan uraiannya Materi pembelajaran harus sesuai dan memadai untuk mencapai kemampuan dasar yang telah ditetapkan Materi yang diajarkan benar-benar bermanfaat baik secara akademis maupun non akademis. Menetapkan strategi Memberikan peluang bagi peserta dan metode didik untuk mencari, mengolah dan pembelajaran menemukan sendiri pengetahuan di bawah bimbingan guru. Menggunakan pendekatan pembelajaran yang menunjang penciptaan peserta didik belajar secara aktif dan dapat memotivasi belajar Menetapkan media dan sumber belajar Media dan sumber belajar dapat menarik perhatian dan minat peserta 52 didik Sederhana, mudah digunakan dan dirawat, dapat dibuat sendiri oleh guru atau diambil dari lingkungan sekitar Sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia Kemampuan Penilaian dilakukan dengan mengembangkan alat evaluasi menggunakan tes dan non tes Melengkapi instrument penilaian, antara lain: soal dan pedoman penskoran. 2. Pengamatan (Observation) Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang di selidiki.2 Pengamatan ini dilaksanakan pada tahap pelaksanaan pembelajaran. Teknik pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini dilengkapi dengan pedoman pengamatan untuk mengungkapkan interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru bidang studi aqidah akhlak, baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun diluar kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan penelitian dilakukan secara terlibat dan terkendali dengan disertai notebook, pedoman pengamatan berupa chek list sebagai alat dapat membantu proses pengamatan dan juga kamera untuk memotret peristiwa yang terjadi dalam proses pelaksanaan pembelajaran tersebut. Adapun kisi-kisi instrument yang peneliti gunakan untuk mengamati kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru aqidah akhlak adalah: 2 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Ardi Offset, 1992), h. 136 53 Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Observasi Struktur Dasar Pembelajaran Tahap Dimensi Pelaksanaan Menciptakan kegiatan suasana pembelajaran: kondusif kegiatan awal belajar Indikator Memeriksa kesiapan peserta didik yang sebelum Mengingatkan materi pembelajaran Apersepsi pada pertemuan sebelumnya Memotivasi peserta Menyampaikan didik tujuan pembelajaran Memberitahukan topic pembelajaran yang akan dibahas Menginformasikan langkah langkah- pelajaran yang akan dilaksanakan Kegiatan inti Penyampaian Menyampaikan bahan pembelajaran lancar, tidak tersendat-sendat Penyampaian sistematis Bahasanya jelas dan mudah dipahami peserta didik contoh Menunjukkan contoh Memberi (interaksi edukatif) Cara penggunaannya tepat Menggunakan media atau alat Membantu pengajaran Memberikan peserta didik Dapat dikerjakan oleh peserta didik kesempatan kepada Sebagian peserta didik untuk pemahaman terlibat besar peserta didik 54 terlibat secara aktif Adanya (interaksi edukatif) ineraksi antara guru dengan peserta didik, dan peserta didik dengan peserta didik yang lainnya Mengatur Sedikit waktu untuk pendahuluan penggunaan waktu Sebagian besar waktu untuk kegiatan inti Sedikit waktu untuk mengakhri pelajaran Keterampilan bertanya Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat. Penyebaran kesekuruh peserta didik Pemberian waktu berpikir Keterampilan memberi penguatan Penguatan verbal (dengan kata-kata atau kalimat) penguatan non verbal Keterampilan Suara (nada suara, volume suara) mengadakan variasi Mimik dan gerak (tangan dan badan) Kontak pandang (interaksi edukatif) dengan peserta didik Kegiatan Menyimpulkan akhir pelajaran Memberikan Memberikan rangkuman Melaksanakan post tes evaluasi Memberikan tindak Menyampaikan materi berikutnya lanjut Memberikan PR Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana interaksi edukatif yang terjadi antara pendidik (guru) terhadap peserta didiknya. Yang dilakukan di luar 55 kegiatan belajar mengajar, dalam hal ini adalah akhlak. baik yang dicontohkan oleh guru, maupun akhlak peserta didik dalam wujud tawaduk terhadap gurunya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun kisi-kisi instrument yang digunakan untuk mengetahui bagaimana interaksi edukatif yang dilakukan di luar proses kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut: Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Observasi Interaksi Edukatif Di luar Kegiatan Belajar Mengajar Tahap Dimensi Indikator Guru Kegiatan menciptakan Interaksi suasana yang edukatif terbuka dan ramah bersikap ramah terhadap peserta didiknya Guru menyapa peserta didiknya atau pendidik menjawab sapaan peserta didiknya (guru) terhadap (mengucapkan peserta didik salam atau sekedar menyapa) salam, menjawab Senyum, sapa dan salam Guru mau mendengarkan keluhan dari peserta didik Guru memberikan Membuang sampah pada tempatnya teladan yang baik Mengajak peserta didik sholat dalam kehidupan berjama’ah Berbicara yang baik dan sopan sehari-hari Berpakaian sopan dan rapi Guru memberikan motivasi peserta Guru selalu bersemangat dalam melakukan setiap kegiataan didik Guru tegas memberikan dan Guru menegur peserta didik jika melakukan kesalahan 56 hukuman peserta melanggar jika Guru memberi tindakan (hukuman) didik sesuai dengan kesalahan peserta didik norma/peraturan di Guru menasehati dan memberikan sekolah arahan agar peserta didik tidak melakukan kesalahan lagi Kegiatan Bertingkah Interaksi sopan edukatif peserta didik terhadap guru laku Peserta didik memberi salam terhadap guru Peserta didik mencium tangan guru setiap bertemu Peserta didik berbicara sopan terhadap guru Peserta didik memperhatikan ketika guru menerangkan Peserta didik bertanya kepada guru dengan sopan ketika belum paham dengan materi yang disampaikan Peserta didik tertib dalam belajar di sekolah Peserta didik berpakaian rapi dan sopan 3. Wawancara (Interview) Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sesuai berdasarkan laporan verbal, di mana pada wawancara ini terdapat dialog yang dilakukan oleh interviewer (pewawancara) untuk memperoleh informasi dari interviewee (orang yang diwawancarai).3 3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), h. 113 57 Wawancara ini untuk mengetahui dan menggali informasi secara lebih detail dan mendalam dari subyek penelitian (informan) sehubungan dengan fokus masalah yang diteliti. Yaitu mengenai pentingnya interaksi edukatif pendidik (guru) dalam upaya pembentukan akhlak peserta didik di sekolah (Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Mts Miftahul Amal) Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara langsung dengan peserta didik maupun guru akidah akhlak untuk mengetahui bagaimana pentingnya interaksi edukatif pendidik (guru) dalam upaya pembentukan akhlak peserta didik di sekolah (Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Mts Miftahul Amal), yang tercermin dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat pentingnya interaksi edukatif pendidik (guru) dalam upaya pembentukan akhlak peserta didik di sekolah (Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Mts Miftahul Amal) oleh guru akidah akhlak serta melihat bagaimana interaksi edukatif yang dilakukan pendidik (guru) lakukan baik di dalam kelas atau dalam proses kegiatan belajar mengajar maupun diluar kelas atau diluar proses kegiatan belajar mengajar yakni sikap sehari-hari peserta didik di sekolah. E. Analisis Data Proses analisis data di mulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah baru kemudian dilakukan analisis model interaktif dengan tahapan sebagai berikut : 1. Data Reduction (Reduksi data), yaitu peneliti mencatat data yang diperoleh dari lapangan secara rinci, kemudian peneliti mengambil satu data yang penting sebagai fokus dalam penelitian. 2. Display data (Penyajian data), yaitu peneliti akan memeriksa kelengkapan dan pengisian angket/kuesioner yang berhasil dikumpulkan. 3. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan kesimpulan/ pemeriksaan) Penarikan kesimpulan dan pemeriksaan dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh dari lapangandengan analisa kualitatif secara deskriptif dan menyajikan data hasil penelitian dalam bentuk teks yang bersifat naratif. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Sejarah Berdirinya MTs Miftahul Amal PRIODE KE-I Sebagai wujud ruhul jihad (jiwa berjuang dijalan Allah) dan rasa tanggung jawab terhadap pendidikan generasi Islam pada waktu itu, maka pada tahun 1966 atas prakarsa Guru / Mualim Hamim Bin K.H. Abusyama Bojong Nangka dan didukung oleh para tokoh-tokoh diantaranya guru Dul Ceplik Bin H. Abu Salam, H. Yahi Bin H. Salam, H.A. Qodir Bin H. Abu Salam dan H. Rojun. Dibentuklah satu pendidikan agama (diluar pengajian malam dirumah Guru-guru ngaji) dengan nama “Irsyadul Islamiah” dengan tenaga Guru antara lain : H. Arsyad BK (Kepala Sekolah), H. Hamdani, H. Arsyadudin, dan H. Jumroni sebagai ustadz (guru). Madrasah Irsyadul Islamiyah dibangun dari bekas bangunan rumah Engkong Sabin Bin Banir (Pinggir gerbang AL saat ini) yang digotong bersama-sama dan ditempatkan di lokasi yang saat ini berdiri Masjid Agung Nurul Huda dengan bahan dari pagar bambu setiap ruang berukuran 5 x 3 M2 menjadi 3 ruang belajar. Madrasah tersebut bejalan selama dua tahun dan pada tahun 1968 dikarenakan ada sedikit masalah dari pemilik tanah, maka bangunan dikunci dan pendidikan bubar. 58 59 Selanjutnya Ust. H. Arsyad BK. Ust.H. Jumroni dan Murid-murid yang berdekatan pindah belajar ke kediaman Ust. H. Arsyad BK dan wujudlah madrasah Hudal Islam, sedangkan Ust. H. Hamdani, Ust. H. Arsyadudin pindah numpang belajar di SD Jati Lanang (Sekarang SD Raflesia) sampai dengan tahun 1970. Adapun untuk kegiatan imtihan murid-murid dipusatkan di depan Langgar yang bangunan Musholah tersebut terbuat dari bambu (tabag) yang memang telah ada / dibangun + tahun 1940 oleh Abdul Somad Bin Minggut bersama saudara-saudaranya dan jamaah, dan direstui oleh orang tuanya yaitu Minggut Bin Ilan. Langgar tersebut setiap malamnya diramaikan oleh anak-anak ngaji dan dijadikan pusat ajaran islam dilokasi yang berdekatan dengan langgar, karena pada saat itu di Jati Lanang (sekarang Jatimakmur) yang ada hanya langgar H. Minggu di Bojong tua (sekarang menjadi Yayasan Al-Ikhlas), Langgar H. Beton (sekarang C-62 Masjid Toha), Langgar H. Qodir (sekarang Masjid Nurul Rohmah pinggir Hankam), Langgar H. Banjar (sekarang Masjid Al-Kautsar pinggir Bukit Kencana), Langgar H. Afdol (sekarang Masjid Tarbiyatul Falah), Langgar H. Sakam (sekarang Masjid di Jl. Celepuk II) dan langgar H. Rijin (sekarang Musholah Al-Awabin),. Langgar Abd Somad tersebut dipugar dan diperbaiki pada tahun 1955 yang tadinya dari bambu diganti dengan Bata separo dan pasir yang diambil dari kali Pasar Rebo Bekasi dengan dipikul berjalan kaki sambil pulang berjualan, perbaikan ini pada jaman H. Biyuk bin Hayat, H. Rijin ,dan H. Tongede beserta jamaah langgar. Dan pada tahun 1969 (periode abuya K.H. Hamdani) langgar tersebut dipugar permanen dengan batu seluruhnya atas dukungan jamaah dan Bapak Mudori sehingga langgar tersebut menjadi luas dengan ukuran 6x9 M2 dan diberi nama Mushollah “Al-Hamidin” sebagai lanjutan perjuanan langgar Abd Somad dikarenakan beliau meninggal dunia pada malam kamis 22 Muharram Tahun 1966. Inalillahi wainna ilaihi rojiun …….. 60 PERIODE II Sepeninggal Almarhum Guru Abd Samad Bin Minggut tahun1966 perjuangan dalam penyiaran agama / da’wah Islamiyah dilanjutkan oleh putra pertama beliau Ust H. Hamdani di dampingi Ibunda Hj. Mardiyah dan Istrinya Hj. Rohmah Hamim beserta saudara-saudaranya. a. Pada Tahun 1970 (setelah numpang di SD Jati Lanang) mulai dibangun Madrasah yang berukuran 5 x 15 M2 dijadikan tiga ruang dengan bahan kayu dan pagar bambu yang kesemua hasil swadaya masyarakat dan diresmikan pada tanggal 03 September 1970 dengan nama Madrasah Miftahul Amal (MMA) b. Bangunan Madrasah tahun 1970 dipugar lagi pada tahun 1974, peletakan batu pertama pada tanggal 05 Mei 1974 ukuran 7 x 28 M2 dijadikan 3 ruang kelas dengan bangunan permanen hasil swadaya masyarakat dan bantuann PEMDA Bekasi sebesar Rp 750.000.- dan diresmikan pada tanggal 5 Mei 1975 oleh Camat Pondok Gede Bapak Sasmita disaksikan oleh kepala KUA Bapak Moch. Kudus, H. Sarmadah selaku penilik P dan K. Dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Amal (MMA) dengan kurikulum 100% agama yang pada saat itu pimpinan proyek pembangunan Madrasah Miftahul Amal Bapak Mudori. c. Musholah Al-Hamidin bangunan tahun 1969 diubah menjadi Masjid atas persetujuan Guru / Mualim Hamim pada tahun 1979. Peletakkan batu pertama pada hari senin tanggal 05 Desember 1979 dengan nama “Masjid Jami An-Nur” dan majlis Ta’lim Nurul Amal kaum Ibu tiap hari Rabu dan Sabtu. Masjid Jami An-Nur sebagai Masjid ke dua di Jatimakmur setelah Masjid agung Nurul Huda. d. Atas dasar kesepakatan masyarakat dan ulama dibentuklah panitia Pembangunan Masjid Jami An-Nur guna merehabilitasi dan memindahkan lokasi Masjid ke lokasi yang baru yaitu tanah wakaf yang dibeli oleh masyarakat secara urunan tahun 1992 dengan luas 1590 M2 dengan tujuan Masjid Jami An-Nur yang akan dibangun lebih refresentatif nantinya karena halamannya cukup luas. Peletakkan batu 61 pertama pada hari sabtu tanggal 10 Juni 2000 M /07 Rabbiul Awal 1421 H, dan alhadulillah dengan bantuan masyarakat muslim serta jamaah Masjid Jami An-nur dan Bapak H. ardiman, SE sebagai donatur pembangunan Masjid dapat selesai dan diresmikan penggunaanya olh Bapak Akhmad Zurfaih selaku Wali Kota Bekasi disaksikan alim ulama setempat pada tanggal 24 Oktober 2003 M / 1424 H berlantai tiga dengan angaran + Rp 1.150.000.000.- (Satu Milyar Seratus Lima Puluh Juta Rupiah). Dalam perjalanan pendidikan lewat sekolah (Madrasah Diniyah) semakin lama semakin banyak diminati, dan timbul pemikiran agar siswa-siswi Madrasah dapat memahami ilmu–ilmu umum, maka pada tahun 1980 pelajaran umum mulai diajarkan dengan guru-guru antara lain : Bapak Djumaedi, Bapak Syarif Hidayat, Bapak Eli Chandra dan Bapak Asmawi. Maka pada tahun 1982 Madrasah Ibtidaiyah meluluskan yang pertama alumni berijazah Negeri dan diakui keberadaanya oleh Departemen Agama dan Departemen Pendidikan. Untuk jabatan Kepala Kepala Madrasah Ibtidaiyah di jabat oleh Abuyya K.H. Hamdani sampai dengan tahun 1995, tahun 1995-2001 di jabat oleh Ust Madani AJ, dan tahun 2002 sampai 2008 di jabat oleh Ust. Moch Yasin S.Pd.I dan sekarang dijabat oleh Ust. Madani, S.Pd.I PERIODE – III Atas dukungan masyarakat para ulama agar keberadaan Madrasah Ibtidaiyah miftahul Amal lebih maju dan berkembang, dan tingkatan pendidikan tidak hanya Ibtidaiyah maka : a. Pada tahun 1984 berbarengan dengan adanya bantuan subsidi bangunan, dicobalah didirikan Madrasah ingkat Tsanawiyah (MTs) Miftahul Amal yang bertujuang agar siswa-siswi yang lulus Ibtidaiyah dapat melanjutkan pendidikan pendidikan ke MTs. Untuk pertama kali Kepala MTs di jabat oleh Abuyya K.H Hamdani dari tahun 1984 – 1990, tahun 1990 – 1996 di jabat oleh Bapak Djumaedi, BcHk, tahun 1996 – 2010 Bapak H.A 62 Mahfudzi, S.Ag. M.Pd dan tahun 2010 sampai dengan sekarang dijabat oleh Bapak Sarbinih, S.Pd.I b. Juga dibangun RA / TK pada tahun 1988 melengkapi kebutuhan pendidikan bagi anak-anak pra sekolah c. Dibangun Madrasah Aliyah (MA) Miftahul Amal pada tahun 1993 yang bertujuan memberikan kesempatan belajar bagi siswa-siswi lulusan Tsanawiyah / SMP yang tidak ada kesempatan belajar ketempat-tempat lain yang mungkin lebih besar lagi pengeluaran dana/ongkos. Adapun kepala-kepala Madrasah Aliyah untuk periode 1993-1996 Ibu Rosyidah, BA, tahun 1996-1997 Bapak Mahmudin (+ 1 tahun beliau wafat), tahun 1997 – 1999 Ibu Dra. Maria Ulfah, tahun 2000 - 2009 Bapak H. A. Mahfudzi dan dari Tahun 2009 sampai dengan sekarang dijabat oleh Ust. Moch. Yasin, S.Pd.I d. Pada akhir tahun 2003 tepatnya hari ahad, tanggal 28 Desember 2003 Yayasan miftahul amal mulai menerima santri berjumlah 3 orang dari kecamatan Babelan (1 orang Purtri 2 orang putra) setelah sebelumnya mendapat SK dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat tanggal 03 Juni 2003 Nomor : 062/394/PRKS/2003 dengan nama “Darul Aitam Wa Dhuafa Miftahul Amal” / PSAA Miftahul Amal. Pada saat ini santri yang mukim berdatangan dari Kec Babelan, Purwakarta, Cibarusa, Bogor, dan dari Bekasi & sekitarnya e. Tahun 2004 dibangun TKA/TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) untuk memberi kesempatan anak-anak muslim yang belajar disekolah umum SD/SMP mempelajari agama dengan dikepalai oleh Ibu Khoirunnisa, SH dan tenaga pengajar lainnya. f. Pada tahun 2005 tepatnya bulan Juli 2005 Yayasan Miftahul Amal mendirikan Pendidikan Kejuruan dengan nama SMK BHAKTI PERSADA, guna memenuhi kebutuhan umat yang ingin putra putrinya belajar dan mendalami ilmu kejuruan Ekonomi & Manajemen, untuk pertama kalinya kepala SMK di jabat oleh Bapak Syarif Hidayat, S.Pd, M.MPd 63 2. Tujuan Pendidikan di MTs Miftahul Amal Dalam lembaga pendidikan terdapat tujuan yang ingin dicapai, adapun tujuan pendidikan di MTs Miftahul Amal adalah sebagai berikut: a. Terciptanya pendidikan yang dapat melahirkan lulusan beriman dan bertaqwa dengan kemampuan kompetitif sehingga terwujudnya generasi Robbany yang memiliki keseimbangan antara kekuatan jasmani dan rohani serta kepekaan sosial. b. Terwujudnya kurikulum yang memiliki kekuatan pada pembinaan keislaman, sains dan teknologi sehingga lahirlah peserta didik yang berakhlakul karimah serta mampu menghadapi perkembangan dunia. 3. Sarana dan Prasarana Untuk mengetahui sarana dan prasarana MTs Miftahul Amal, berikut ini dicantumkan daftar sarana prasarana yang penulis susun dalam bentuk tabel a. Jumlah Bangunan dan Ruangan Salah satu penunjang proses kegiatan belajar mengajar adalah bangunan dan ruangan. Bangunan dan ruangan yang memadai sangat dibutuhkan agar kegiatan instruksional berjalan lancar. Madrasah Tsanawiyah Miftahul Amal memiliki bangunan dan ruangan yang tertera dalam tabel berikut ini: Tabel 4.1 Daftar bangunan dan ruangan di MTs Miftahul Amal NO Ruangan/Bangunan Jumlah Luas (meter) persegi 1 Ruang Kelas 10 750 2 Ruang Kepala Madrasah 1 35 3 Ruang Guru 1 75 4 Ruang Tata Usaha 1 75 64 5 Laboratorium Komputer 1 75 IPA 1 75 Bahasa 1 75 6 Perpustakaan 1 150 7 Ruang Kesenian (OSIS) 1 35 8 Ruang UKS 1 35 9 Aula 1 150 10 Masjid / Musholla 1 375 11 Kantin 3 81 12 Toilet Guru 6 151 13 Toilet Siswa 8 308 Kelengkapan bangunan dan ruangan yang dimiliki Madrasah Tsanawiyah Miftahul Amal sudah cukup mendukung proses kegiatan belajar mengajar. Setiap kelas sudah memiliki ruang tersendiri. Sebuah masjid juga sudah di bangun, yang dapat menampung para peserta didik yang akan beribadah. b. Jumlah Perlengkapan Administrasi (TU) Keadaan pegawai Mts Miftahul Amal dapat diketahui dalam tabel berikut: Tabel 4.2 Keadaan Tata Usaha (TU) dan Pegawai Mts Miftahul Amal No Bidang Pekerjaan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 2 Jumlah 1 Tenaga Administrasi 5 2 Staf Keamanan 2 3 Pramubakti 1 1 2 8 3 11 Jumlah Total 7 2 65 4. Keadaan Peserta didik Peserta didik di MTs Miftahul Amal berjumlah 348. Masing-masing kelas terdiri dari 3 dan 4 rombongan belajar. Untuk lebih jelas lagi penulis susun datanya dalam bentuk tabel berikut: No 1 2 3 Kelas dan Jenis kelamin A B C LK 20 18 21 PR 16 16 14 Kelas VIII LK 17 20 14 PR 18 15 17 Kelas IX LK 19 19 20 PR 17 16 16 JUMLAH TOTAL D Jumlah 18 17 59 46 69 67 58 49 Kelas VII Jumlah lakilaki dan perempuan 105 136 107 348 Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah peserta didik di MTs Miftahul Amal Tahun Pelajaran 2013-2014 berjumlah 348 peserta didik dengan rincian kelas VII berjumlah 105, kelas VIII berjumlah 136, sedangkan kelas IX berjumlah 107 peserta didik. B. Pembahasan Dalam skripsi ini penulis mengambil judul “Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah. (Study Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Miftahul Amal)”. Interaksi yang dimaksud adalah hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik yang berlangsung di sekolah. Untuk memudajkan penulis dalam melakukan penelitian ini maka penulis lebih memfokuskan penelitian ini hanya pada salah satu bidang studi yang terdapat di sekolah yang menjadi objek penelitian penulis, yaitu hanya pada bidang studi aqidah demikian berarti guru yang dimaksud adalah guru aqidah akhlak. akhlak. Dengan 66 Interaksi edukatif dalam hal ini hanya terbatas dalam lingkungan sekolah, yaitu interaksi edukatif antara guru dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar (di kelas) maupun diluar jam belajar mengajar tapi masih di lingkungan sekolah. Proses interaksi ini dilihat saat pembelajaran bidang studi aqidah akhlak berlangsung, dan interaksi antara guru dan peserta didik di sekolah, yang mana interaksi ini mengandung nilai edukatif (pendidikan) dari tenaga pengajar dalam hal ini adalah guru aqidah akhlak yang melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik yang mendidik, membimbing, dan mengarahkan peserta didik pada akhlak yang baik di satu pihak, dengan warga belajar (peserta didik) yang sedang melaksanakan kegiatan belajar di pihak lain. Dengan demikian yang menjadi inti pembahasan dalam skripsi ini adalah seputar masalah interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru akidah akhlak dalam upaya pembentukan karakter peserta didik agar dapat berprilaku islami (berakhlakul karimah). Sedangkan bidang studi aqidah akhlak hanya ditujukan agar penulis lebih focus dalam melakukan penelitian. Berdasarkan teori-teori yang ada interaksi edukatif atau interaksi dalam belajar di sekolah itu ada hubungannya dengan proses pembentukan akhlak peserta didik. Karena dalam interaksi belajar mengajar itu terdpat proses pemberian pengetahuan, penanaman nilai-nilai atau norma-norma ke dalam diri peserta didik seperti pemberian contoh atau teladan yang diberikan oleh seorang guru. Dengan kata lain guru tidak hanya mengajar (mentransfer ilmu) tapi juga mendidik sehingga akan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan peserta didik adalah guru, terutama guru akidah akhlak karena bidang studi inilah yang membahas dan mengajarkan bagaimana seorang pelajar atau hamba Allah harus bersikap dalam kehidupan sehari-hari baik dimata Allah SWT maupun dimata sesama manusia. 67 Dalam pembelajaran agar mengetahui sejauhmana interaksi edukatif yang dilakukan oleh pendidik (guru) bisa dilihat dari bagaimana Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru aqidah akhlak. 1. Tahap Penyusunan RPP Guru Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Pada tahap ini penulis membahas hasil penelitian di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Amal mengenai penerapan persiapan mengajar guru bidang studi aqidah akhlak. Penulis mendeskripsikan tentang tahap perencanaan pembelajaran yang meliputi indikator: kejelasan perumusan tujuan pembelajaran, kemampuan memilih materi ajar, menetapkan strategi dan metode pembelajaran, menetapkan media dan sumber belajar, dan kemampuan mengembangkan alat evaluasi. Di bawah ini dicantumkan hasil penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam bentuk tabel-tabel berikut penjelasannya: Aqidah Akhlak (RPP terlampir di lampiran) Sekolah : Madrasah Tsanawiyah Miftahul Amal Kelas : VII Standar Kompetensi : Meningkatkan keimanan kepada malaikat-malaikat Allah SWT dan makhluk ghaib selain malaikat. Kompetensi Dasar : menjelaskan pengertian iman kepada malaikat-malaikat Allah SWT dan makhluk ghaib selain malaikat. Alokasi waktu : 2 x 40 menit 68 Tabel 4.7 Hasil Penilaian RPP Guru Aqidah Akhlak Dimensi Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran Indikator Ya Mengembangkan KD menjadi beberapa Tidak indikator Indikator menggunakan operasional yang dapat kata diukur kerja dan diobservasi. Tingkat kata kerja dalam indikator lebih rendah atau setara dalam de ngan kata kerja dalam KD maupun SK. Keseluruhan indikator dalam satu KD menggambarkan tingkah laku peserta didik untuk pencapaian kompetensi, seperti: bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten. Kemampuan memilih materi ajar Mencantumkan materi pembelajaran dan dilengkapi dengan uraiannya Materi pembelajaran harus sesuai dan memadai untuk mencapai kemampuan dasar yang telah ditetapkan Materi yang diajarkan benar-benar bermanfaat baik secara akademis maupun non akademis. Menetapkan Memberikan peluang bagi peserta didik strategi dan untuk mencari, mengolah dan menemukan metode sendiri pengetahuan di bawah bimbingan pembelajaran guru. 69 Menggunakan pendekatan pembelajaran yang menunjang penciptaan peserta didik belajar secara aktif dan dapat memotivasi belajar Menetapkan media dan sumber belajar Media dan sumber belajar dapat menarik perhatian dan minat peserta didik Sederhana, mudah digunakan dan dirawat, dapat dibuat sendiri oleh guru atau diambil dari lingkungan sekitar. Kemampuan mengembangkan alat evaluasi Sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes Melengkapi instrument penilaian, antara lain: soal dan pedoman penskoran. a. Merumuskan Indikator Pembelajaran Indikator yang disusun oleh bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I guru Aqidah Akhlak pada materi tentang iman kepada Malaikat Allah SWT dan makhluk ghaib selain malaikat adalah: Indikator: 1. Mengidentifikasi pengertian iman kepada malaikat, jin, iblis dan setan 2. Menjelaskan pengertian iman kepada malaikat, jin, iblis dan setan Dalam merumuskan indikator pembelajaran, guru Aqidah Akhlak telah menggunakan kata kerja operasional (KKO) seperti mengidentifikasi dan menjelaskan. Dari uraian di atas, terlihat bahwa guru mencantumkan dua indikator pembelajaran yang diuraikan dari kompetensi dasar yaitu mengidentifikasi dan menjelaskan. Maksud dari indikator mengidentifikasi tersebut adalah: 70 “Peserta didik diminta untuk mencari sendiri pengertiannya misalnya iman kepada malaikat, peserta didiki diperintah untuk mencari pengertian iman secara bahasa kan artinya percaya, kemudian pengertian malaikat. mereka sudah pernah belajar materi malaikat sebelumnya mereka bisa bertanya kepada temannya atau membaca buku paket, atau mungkin mereka punya sumber lain. Setelah diidentifikasi itu dikenalkan terlebih dahulu baru mereka menjelaskan. Jadi istilahnya diidentifikasi itu dikenalkan terlebih dahulu satu persatu pengertian iman dahulu kemudian iman kepada malaikat. Nah dari situ karena kemampuan anak berbeda-beda ada yang sudah jelas dan ada yang belum, mereka ada yang memberikan pengertian malaikat itu panjang ada yang pendek, tergantung penemuan mereka dalam pencarian tadi. Setelah itu baru mereka menjelaskan. Jadi penjabaran dari mengidentifikasi, lebih dalam lagi, kalimatnya lebih tertata lagi”.1 Dalam indikator guru belum mencantumkan kata kerja yang berbentuk afektif. Dalam hal ini guru memberikan penjelasan sebagai berikut: “Seharusnya 3 ranah memang ada, tapi RPP ini juga sudah diberi penilaian oleh DEPAG bahwa rata-rata belum ada penilaian yang afektif baru penilaian kognitif dan psikomotor. Salah satu bentuk penilaian afektif yaitu dengan membuat questioner. Tetapi kalau saya, yang afektif dilihat dari proses pembelajaran penilaiannya dengan pengamatan ketika pembelajaran berlangsungdan memang belum tertulis di RPP ini. Misalnya: saya pernah bertanya kepada anak-anak siapa yang pernah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, kalian harus jujur, nilai kalian tidak akan berkurang dengan kejujuran yang kalian katakan. Jangan sampai melakukan kesalahan dua kali. Jadi apabila kalian telah melakukan kesalahan, terus sekarang tidak jujur berarti melakukan kesalahan dua kali. Akhirnya masing-masing mereka jujur tentang perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT yang pernah mereka lakukan dan akan berusaha untuk tidak mengulangi dan menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.pernah juga ada peserta didik yang nilainya seratus semua baik ulangan harian, ulangan tengah semester dan nilai ujian akhir semester. Dan memang akhlaknya pun di sekolah sangat baik, saya bertanya kepada guru-guru yang lain, guru BP nya dan semuanya juga mengatakan bahwa memang dia sangat baik. Saya kan bingung, tanggung jawab saya besar kalau saya harus memberikan nilai seratus di raport. Kemudian saya bertanya “apakah di rumah kamu pakai jilbab?” lalu dia menjawab: “tidak pak, malah terkadang pakai baju dan celana pandek”. Nah dari situlah saya mengambil nilai afektifnya”.2 Oleh karena itu, penulis memberikan kesimpulan bahwa guru Aqidah Akhlak telah mengembangkan indikator pembelajaran, dan menggunakan kata 1 Wawancara dengan bapak Ahmad Syatori, Guru Akidah Akhlak, di ruang guru MTs Miftahul Amal, 24 Februari 2014 2 Wawancara dengan Bapak Ahmad Syatori, guru Aqidah Akhlak, di ruang guru MTs Miftahul Amal 24 Februari 2014 71 kerja operasional dalam penyusunan indikatornya. Dalam indikator belum tercantum kata kerja operasional yang bersifat afektif. Akan tetapi, guru Aqidah Akhlak cukup kreatif memberikan penilaian afektif dalam kegiatan pembelajarannya. b. Kemampuan Memilih Materi Ajar Dalam RPP guru Aqidah Akhlak telah mencantumkan ringkasan materi pelajaran tentang iman kepada malaikat Allah SWT dan makhluk ghaib selain malaikat. Tabel 4.8 Materi Aqidah Akhlak Ringkasan Materi Pembelajaran Pengertian iman secara bahasa dan istilah Pengertian Alam Pengertian alam rohani dan jasmani Pengertian malaikat, jin, iblis, dan setan. Tabel di atas menunjukkan bahwa guru Aqidah Akhlak mencantumkan meteri standar atau dari garis besar dari meteri yang langsung berkaitan dengan indikator dan tujuan pembelajaran. Materi tentang iman kepada malaikat Allah SWT dan makhluk gaib selain malaikat tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan peserta didik, hal ini dapat diketahui dari ungkapan Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I berikut ini: “secara akademis materi ini masih mempunyai kaitan dengan tingkat selanjutnya. Misalnya di kelas VIII ada materi tentang iman kepada kitab-kitab Allah, nah kita tidak usah membahas pengertian iman lagi, mungkin hanya sekedar mengingatkan . secara non akademis, dengan mempelajari materi tersebut peserta didik akan menjadi lebih hati-hati, tidak sering bengong, dan 72 berusaha selalu mengingat Allah dimanapun mereka berada agar dapat terus meningkatkan iman kepada Allah dengan rajin beribadah”.3 Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa guru Aqidah Akhlak telah menyusun ringkasan materi ajar tentang iman kepada malaikat Allah dan makhluk gaib selain malaikat di dalam RPP. Materi tersebut sangat bermanfaat baik secara akademis maupun non akademis. c. Menetapkan Strategi dan Metode Pembelajaran Guru Akidah Akhlak telah menyusun langkah kegiatan pembelajaran secara sistematis, dan diidentifikasi secara terperinci, baik kegiatan yang akan dilakukan oleh peserta didik maupun kegiatan yang akan dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran. Sedangkan metode yang digunakan yaitu student Facilitator and Explaining, maksudnya peserta didik menjadi fasilitator untuk menjelaskan materi pembelajaran kepada teman-temannya. Tabel 4.9 Langkah-Langkah Pembelajaran Aqidah Akhlak Tahap Kegiatan Aktivitas Peserta Didik / guru Pendahuluan Guru memilih peserta didik untuk presentasi dengan cara arisan Guru memanggil peserta didik yang namanya keluar Inti Peserta didik Peserta didik yang keluar namanya maju kedepan Menjelaskan materi melalui peta konsep yang telah disiapkan oleh peserta didik sendiri Mulai menjelaskan dengan membuka salam dan menyebutkan tujuan presentasi 3 Wawancara dengan Bapak Ahmad Syatori, guru Aqidah Akhlak, di ruang guru MTs Miftahul Amal 24 Februari 2014 73 Menjelaskan dengan suara lantang Menjawab pertanyaan peserta didik yang lain Menutup presentasi Kembali ketempat duduknya dan bergantian dengan peserta didik yang lain Guru Mengamati presentasi peserta didik dan memberikan penilaian Mengamati para audiens dan memberikan penilaian bagi peserta didik yang turut aktif dalam pembelajaran Memberikan kesempatan kepada peserta didik lain untuk bertanya, menjawab pertanyaan atau bahkan menambahkan pendapat-pendapat jika ada. Menanggapi hasil presentasi peserta didik dan menambahkan atau meluruskan jika terjadi perdebatan atau bahkan jika ada kesalahan. Penutup Memberikan tugas mandiri Dari uraian di atas terlihat bahwa pembelajaran lebih melibatkan peserta didik, serta adanya interaksi edukatif yang terjadi antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik yang lain. Selain itu guru berperan sebagai pendamping dan pemberi arahan, guru juga memberikan kesempatan kepada peserta didik yang lain untuk memberikan pertanyaan maupun memberikan gagasan-gagasan atau pendapat dalam presentasi, diskusi, Tanya jawab dan menjadi debat yang edukatif. Pembelajaran di kelas menjadi sangat hidup. Dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya, menjadikan peserta didik lebih percaya diri untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya. 74 Akan tetapi ada saat-saat tertentu guru harus mendominasi guru harus mendominasi kelas. Hal ini dapat di ketahui dari penuturan Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I sebagai berikut: “saya biasanya mendominasi kelas pada saat awal atau diakhir semester. Karena di awal semester saya harus berkenalan dengan peserta didik dan memberikan gambaran tentang pembelajaran yang nantinya akan dilaksanakan. Di akhir semester saya menyampaikan hikmah-hikmah dari materi yang telah dipelajari dan memberikan nasehat, serta pesan-pesan yang baik kepada peserta didik, agar mereka menjadi anak yang sholeh dan sholihah dan berakhlakul karimah”.4 Dengan demikian, penulis memberikan kesimpulan bahwa guru Aqidah Akhlak telah menuliskan seluruh kegiatan yang sudah dilaksanakan selama proses pembelajaran dari awal sampai akhir, untuk mencapai tujuan dan membentuk kompetensi peserta didik. Dan guru sudah melakukan interaksi edukatif dalam proses pembelajarannya, terbukti dengan guru banyak melibatkan peserta didik dan memberikan kesempatan kepada peserta didiknya dalam kegiatan pembelajarannya. d. Menetapkan Media dan Sumber Belajar Dari RPP mata pelajaran Aqidah Akhlak, pada materi iman kepada malaikatmalaikat Allah SWT dan makhluk gaib selain malaikat, khususnya pada pertemuan kedua bagian penugasan terstruktur, tertulis sumber belajarnya sebagai berikut: Sumber belajar Referensi : Masan Malfat, M. Pd, Aqidah Akhlak VII, Toha Putra, Nurul Ihsan, Kisah-kisah makhluk ciptaan Allah SWT Bahan Ajar 4 : Lembar Kerja Siswa Wawancara dengan Bapak Ahmad Syatori, guru Aqidah Akhlak, di ruang guru MTs Miftahul Amal 24 Februari 2014 75 Media / alat : Kertas, alat Tulis dan gambar Dari uraian di atas terlihat bahwa pada referensi tertulis buku –buku yang digunakan oleh guru aqidah akhlak dalam pembelajarannya. e. Kemampuan Mengembangkan Alat Evaluasi Dalam RPP yang dibuat oleh guru Aqidah Akhlak, dapat diketahui penilaian pembelajaran yang disusunnya adalah sebagai berikut: Bentuk Penilaian: Pengamatan kinerja dan sikap, tes dan tugas Aspek yang dinilai: pengetahuan dan aplikasi Jenis penilaian: penilaian proses dan penilaian hasil Instrument penilaian: lembar pengamatan, soal. Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa pengamatan kinerja dan sikap dinilai dari presentasi peserta didik dan partisispasi dari peserta didik yang lain yang tidak melakukan presentasi. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran dan instrumen penilaian yang digunakan yaitu lembar pengamatan. Penilaian tes juga dilakukan baik dengan tes tulis maupun tes lisan dan instrument yang digunakan adalah soal-soal. Dalam RPP Aqidah Akhlak ini guru telah mencantumkan soal-soal sementara dalam pelasanaan tes biasanya ada penambahan atau pengurangan. Namun, dalam penilaian secara non tes seperti: wawancara, observasi, dan karyawisata belum dilaksanakan oleh guru. Kelengkapan penilaian seperti: soal, kunci jawaban dan pedoman penskoran belum dicantumkan secara keseluruhan oleh guru. Bapak Ahmad Syatori mengatakan: “sebaiknya kelengkapan penilaian memang dicantumkan, akan tetapi dalam RPP ini hanya sempat dicantumkan soal pedoman penskoran saja”.5 5 Wawancara dengan Bapak Ahmad Syatori, guru Aqidah Akhlak, di ruang guru MTs Miftahul Amal 24 Februari 2014 76 Penulis menarik kesimpulan bahwa Bapak Ahmad Syatori telah melakukan penilaian selama proses pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan dan setelah pembelajaran selesai dengan menggunakan tes, baik tes tulis maupun tes lisan. Namun kelengkapan penilaian, khususnya kunci jawaban belum dipenuhi oleh beliau. 2. Tahapan Struktur Dasar Pembelajaran Aqidah Akhlak Tabel 4.8 Observasi Struktur Dasar Pembelajaran Tahap Dimensi Pelaksanaan Menciptakan kegiatan suasana yang pembelajaran: kondusif kegiatan awal sebelum Indikator Memeriksa kesiapan Ya Tidak peserta didik belajar Apersepsi Mengingatkan materi pembelajaran pada pertemuan sebelumnya Memotivasi Menyampaikan tujuan peserta didik pembelajaran Memberitahukan topic pembelajaran yang akan dibahas Menginformasikan langkah-langkah pelajaran yang akan dilaksanakan Kegiatan inti Menyampaikan Penyampaian lancar, bahan pembelajaran tidak tersendat-sendat 77 Penyampaian sistematis Bahasanya jelas dan mudah dipahami Memberi Menunjukkan contoh contoh (interaksi edukatif) Menggunakan media atau alat pengajaran Cara penggunaannya tepat Membantu pemahaman peserta didik Memberikan kesempatan Dapat dikerjakan oleh peserta didik kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif (interaksi edukatif) Sebagian besar peserta didik terlibat aktif Adanya ineraksi antara guru dengan peserta didik, dan peserta didik dengan peserta didik yang lainnya Mengatur penggunaan waktu Sedikit waktu untuk pendahuluan Sebagian besar waktu untuk kegiatan inti Sedikit waktu untuk mengakhri pelajaran Keterampilan bertanya Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat. 78 Penyebaran kesekuruh peserta didik Pemberian waktu berpikir Keterampilan Penguatan verbal memberi (dengan kata-kata atau penguatan kalimat) penguatan non verbal Keterampilan Suara (nada suara, mengadakan volume suara) variasi Mimik dan gerak (tangan dan badan) Kontak pandang (interaksi edukatif) dengan peserta didik Kegiatan Menyimpulkan akhir pelajaran Memberikan Memberikan rangkuman Melaksanakan post tes Menyampaikan materi evaluasi Memberikan tindak lanjut berikutnya Memberikan PR Dari hasil penilaian proses kegiatan pembelajaranyang dilakukan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I guru Aqidah Akhlak di MTs Miftahul Amal, penulis dapat simpulkan bahwa guru Aqidah Akhlak telah melakukan interaksi edukatif dalam proses pembelajaran dan juga memiliki keterampilan dalam kegiatan pembelajaran dengan baik. Sehingga tercipta suasana yang kondusif dan aktif, meskipun suasananya masih terkesan formal, beliau juga mengkondisikan peserta didik sebelum belajar. Akan tetapi guru Aqidah Akhlak masih kurang 79 dalam melakukan evaluasi di akhir pembelajaran, hal tersebut dikarenakan jam pelajarannya yang sangat singkat sehingga tidak cukup untuk melaksanakan evaluasi. Oleh karena itu, biasanya evaluasi diberikan pada pertemuan berikutnya.6 1. Pembukaan Pembelajaran Pembukaan pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan awal yang hendaknya ditempuh guru dan peserta didik pada setiap kali pelaksanaan pembelajaran. Tujuan kegiatan ini untuk mengarahkan peserta didik pada pokok permasalahan agar peserta didik siap, baik secara mental, emosional, maupun fisik. Berdasarkan hasil pengamatan di MTs Miftahul Amal, pada mata pelajaran Aqidah Akhlak dilaksanakan cukup variatif tergantung pada kondisi yang ada. Adapun beberapa kondisi dari pertemuan satu sampai dengan pertemuan berikutnya secara rinci dijabarkan sebagai berikut: a. Menciptakan suasana kondusif sebelum belajar Untuk menumbuhkan suasana yang kreatif di dalam kelas yang memungkinkan peserta didik untuk membuka dirinya, merasa bebas dan aman untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya, Bapak Ahmad (warming up). Hal ini merupakan salah satu indikator dalam mencapai kondisi awal pembelajaran yang kreatif. Hal ini dapat dilihat pada hari pertama penulis melakukan pengamatan di kelas. Pada pelajaran Aqidah Akhlak yang disampaikan Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I sebagai berikut: Guru meminta peserta didik untuk memungut sampah yang ada di lantai kelas sebelum belajar dimulai. Demikian juga pada pertemuan berikutnya, pada awal pembelajaran: Guru meminta peserta didik yang masih di belakang untuk maju dan mengisi tempat duduk yang masih kosong. Dan begitu pula pada pertemuan 6 Hasil observasi dengan Bapak Ahmad Syatori, pada mata pelajaran Aqidah Akhlak, pada tanggal 3 maret 2014 80 berikutnya disampaikan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I sebagai berikut: Guru mengatur posisi duduk peserta didik yang duduknya belum rapi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru Aqidah Akhlak menciptakan suasana kondusif sebelum pembelajaran dimulai dengan cara yang cukup variatif sesuai dengan kondisi yang ada pada saat itu. b. Apersepsi Apersepsi adalah upaya yang dilakukan oleh guru Aqidah Akhlak untuk menghubungkan materi-materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik. Apersepsi yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I yaitu dengan mengingatkan penjelasan guru pada pertemuan sebelumnya dengan membuat peta konsep yang dituliskan di papan tulis, berbeda pada pertemuan berikutnya guru bertanya kepada peserta didik akan tugas yang sudah dibuat minggu lalu dan menghubungkannya dengan materi yang akan diajarkan pada hari itu. Kesimpulan penulis, guru Aqidah Akhlak sudah melakukan apersepsi dengan cara mengingatkan materi yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya. c. Memotivasi peserta didik Guru Aqidah Akhlak dalam pelaksanaan pembelajaran memiliki tugas membangkitkan motivasi peserta didik. Adapun upaya guru Aqidah Akhlak di MTs Miftahul Amal, Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I dalam memotivasi belajar peserta didik dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut: “Kalau saya biasanya memakai Story Telling, saya bercerita tentang kisahkisah nyata yang pernah saya alami, atau yang dialami oleh teman-teman saya, atau murid-murid saya sebelumnya, yaitu kakak kelas mereka. Saya juga terkadang memberikan kisah-kisah Nabi, para sahabat dan sebagainya. Karena saya guru agama, maka saya masukkan juga ayat-ayat yang berhubungan dengan hal tersebut agar peserta didik dapat mengambil hikmah atau pelajaran dari kisah-kisah yang sudah saya ceritakan tadi. Itulah cara saya untuk memotivasi peserta didik, jadi kita sebagai guru jangan langsung menganggap mereka anak malas, tidak bersyukur atau apapun yang 81 akhirnya justru membuat mereka jadi tidak semangat. Kita munculkan yang baik-baik dan meyakinkan mereka bahwa mereka pasti dapat meneladani dan mencontohnya, sehingga mereka terpancing untuk melakukan hal yang baik-baik tersebut”.7 Dengan demiian dapat disimpulkan bahwa guru Aqidah Akhlak telah memberikan motivasi kepada peserta didik baik di awal pembelajaran maupun selama proses pembelajaran berlangsung. Terkadang guru Aqidah Akhlak tidak segan-segan untuk member hadiah bagi peserta didik yang mengumpulkan tugas paling pertama, atau hanya sekedar memberikan pujian dan senyuman untuk peserta didiknya agar lebih termotivasi dan semangat. 2. Kegiatan Inti Pembelajaran kegiatan inti dalam dalam pembelajaran memiliki peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh kurikulum. Kegiatan inti pembelajaran harus direncanakan oleh guru. Dengan memprioritaskan pada aktivitas peserta didik yang dibimbing oleh guru. Kegiatan inti juga merupakan pelaksanaan pembelajaran yang menekankan pada proses pembentukan pengalaman belajar (Learning Eksperiences) peserta didik. Dalam kegiatan inti, ada beberapa hal yang peneliti amati berkaitan dengan langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pelaksanaan kegiatan inti pembelajaran. Guru akidah akhlak (Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I) memiliki langkah-langkah yang beragam dalam melaksanakan kegiatan inti Selain mengamati langkah-langkah yang dilakukan oleh guru akidah akhlak dalam pelaksanaan kegiatan inti pembelajaran, penulis juga mengamati hal-hal berikut: 7 Wawancara dengan Bapak Ahmad Syatori, guru Aqidah Akhlak, di ruang guru MTs Miftahul Amal 3 Maret 2014 82 a. Menyampaikan bahan pembelajaran Kegiatan penyampaian bahan pembelajaran yang dilakukan oleh guru aqidah akhlak, sebagai berikut: Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I menyampaikan materi pembelajaran dengan sangat lancar. Hal ini terlihat ketika menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik tidak tersendt-sendat, menggunakan bahasa yang jelas dan penyampaian yang sistematis. Hal ini terlihat ketika penyampaian materi pelajaran , guru membuat peta konsep yang dituliskan di papan tulis sehingga penyampaian bahan pelajaran tidak keluar dari koridor yang telah ditetapkan.8 Namun dilain waktu guru akidah akhlak memerintahkan peserta didik untuk membaca buku pelajaran terlebih dahulu, kemudian diadakan Tanya jawab dengan peserta didik secara menyeluruh. Setelah itu baru guru menjelaskan”. Adanya hal ini, penyampaian materi pembelajaran terkesan lebih efektif karena mayoritas peserta didik telah mendapat sedikit gambaran tentang materi yang akan dibahas oleh guru. Sehingga dalam sesi Tanya jawab terbentuklah interaksi edukatif antara guru dengan peserta didik, atau peserta didik dengan peserta didik yang lain selama pembelajaran berlangsung, sehingga tujuan pembelajaran terlaksana dengan baik. Dan dari pengamatan penulis terlihat guru akidah akhlak (Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I) tidak segan-segan untuk menerima dan member kesempatan kepada peserta didik yang memiliki argument atau pemdapat disela-sela pembelajaran. Kemudian dalam pembelajaran yang disampaiakan oleh guru akifah akhlak beliau menyampaiakan materi dengan sangat lancar tanpa melihat buku paket dan menghubungkannya dengan kisah pada zaman Rasulullah saw. Dari penyampaian Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I di atas terlihat bahwa guru sangat menguasai pembelajaran, menggunakan bahasa yang jelas dan 8 Hasil observasi dengan Bapak Ahmad Syatori, pada mata pelajaran Aqidah Akhlak, pada tanggal 3 maret 2014 83 menggunakan transparansi sehingga pembelajaran dapat terasa lebih menyenangkan dan peserta didik menjadi mudah memahami pembelajaran. Hal ini semakin terlihat bahwa telah terjadi interaksi yang baik antara guru dengan peserta didik. b. Menggunakan alat/media pembelajaran Dari hasil observasi kegiatan pembelajaran guru Akidah akhlak di MTs Miftahul Amal, penulis dapat menguraikan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, guru akidah akhlak menggunakan media papan tulis dan memanfaatkan papan tulis tersebut secara optimal. Media lain yang terkadang digunakan adalah LCD dan over head projector (OHP), yang penulis ketahui penggunaan alat tersebut pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I selaku guru akidah akhlak. Dengan menggunakan media pembelajaran, peserta didik terlihat lebih termotivasi dari pada kegiatan pembelajaran yang tidak menggunakan media pembelajaran. c. Memeberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif Guru akidah akhlak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I dengan menggunakan media OHP, kemudian dengan menggunakan OHP guru menampilkan sebuah ayat dan peserta didik secara bersama-sama diajak untuk membaca ayat tersebut secara berulang-ulang sampai lancar. Setelah membaca ayat peserta didik diminta untuk membaca kosa katanya dengan cara guru membaca kalimatnya dan peserta didik menyebutkan terjemahannya. Setelah itu guru meminta kepada murid yang berani yang dapat menyimpulkan kandungan ayat tersebut dengan mengacungkan tangan, lalu memaparkan kandungan ayat pada materi pembelajaran tersebut. 84 Selanjutnya, dikesempatan lain Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I juga memberikan kesempatan bagi peserta didik yang berani maju dan menerangkan materi yang sudah diajarkan minggu lalu. Dengan cara guru membuat peta konsep dan menuliskannya di papan tulis sebagai penuntun peserta didik dalam menjelaskan materi di hadapan teman-temannya agar terbantu dan penjelasan tidak melebar. Dari model pembelajaran yang dilakukan guru akidah akhlak di MTs Miftahul amal tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa dengan melibatkan peserta didik untuk menjelaskan materi pembelajaran, kompetensi-kompetensi peserta didik yang masih terpendam jadi mudah diketahui dan memeberi ruang bagi peserta didik untuk berkembang. Pada pertemuan tersebut hanya ada peserta didik yang maju untuk menjelaskan materi karena keterbatasan waktu, namun meskipun peserta didik yang lain belum mendapatkan kesempatan untuk maju, mereka tetap aktif dan antusias mengikuti kegiatan pembelajaran yang disampaikan oleh teman-teman mereka yang maju. Para peserta didik sangat semangat dan senang mengikuti pembelajaran ini. Seperti yang dikatakan oleh salah satu peserta didik yang bernama feny yang menceritakan antusiasnya dalam pembelajaran akidah akhlak “saya semangat sekali mengikuti pembelajaran PAI terutama akidah akhlak, habis gurunya asyik, selalu ngasih kesempatan buat peserta didik baik itu pendapat atau bahkan menjelaskan secara bergantian, apalagi jika teman sendiri yang menjelaskan rasanya lucu, jika teman yang jadi gurunya, jadi belajar jadi santai dan saya suka nanya kalau teman yang jadi guru” begitu penjelasan feny dalam wawancara. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa guru akidah akhlak telah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif, sehingga peserta didik dapat berkembang dan kompetensi mereka yang sangat beragam dapat segera diketahui. 85 d. Mengatur Penggunaan waktu Dalam hal penggunaan waktu yang dilakukan oleh guru akidah akhlak di MTs Miftahul Amal, penulis melihat bahwa dari beberapa pertemuan, penulis melihat, bahwa Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I telah menggunakan waktu yang semaksimal mungkin , yakni sedikit waktu untuk kegiatan pembelajaran tapi digunakan sebaik mungkin. Yakni sedikit untuk pembukaan, sebagian besar untuk kegiatan inti, dan disediakan sedikit waktu untuk kegiatan penutup. 3. Kegiatan Akhir Pembelajaran Belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses yang tidak pernah berhenti karena merupakan proses yang berkelanjutan menuju kearah kesempurnaan. Setiap kali berakhir di dari suatu interaksi antara guru dengan peserta didik, merupakan interaksi edukatif yang terjalin agar tercapainya tujuan pembelajaran. Dan itu hanyalah merupakan terminal saja untuk kemudian beranjak ke interaksi selanjutnya pada hari atau minggu yang lain. Jadi akhir suatu pembelajaran bukan berarti seluruh proses pembelajaran atau interaksi edukatif telah selesai sama sekali. Oleh karena itu kesan perpisahan yang baik pada akhir pelajaran sangat diperlukan agar pertemuan pada kesempatan yang lain dapat diterima dan berlangsung dengan baik. Di bawah ini penulis menjabarkan setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru akidah akhlak di MTs Miftahul Amal dalam kegiatan diakhir pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Menyimpulkan Pelajaran Guru akidah akhlak di MTs Miftahul Amal, memberikan kesimpulan di akhir pembelajarannya. Hal ini terlihat seperti yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I beliau memberikan kesimpulan kepada peserta didik secara ringkas dari materi yang sudah dijelaskan peserta didiknya. Begitu juga beliau memberikan rangkuman materi pembelajaran yang sudah 86 dijelaskan yang terdiri dari beberapa poin yang ditampilkan menggunakan OHP. b. Memberikan evaluasi Cara yang dilakukan guru akidah akhlak di MTs Miftahul Amal dalam evaluasi diantaranya adalah: mengerjakan latihan soal yang ada di lembar kerja siswa (LKS) tentang materi yang baru saja disampaiakan. Selain itu Bapak Ahmad Syatori S.Pd.I juga seringkali menggunakan metode Tanya jawab setelah menyempaikan materi dan meminta peserta didik membuat rangkuman. c. Memberi tindak lanjut Guru Aqidah Akhlak memberikan tindak lanjut di akhir kegiatan pembelajaran, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I sebagai berikut: guru memberikan pekerjaan Rumah (PR) untuk menghafal dalil yang akan disetorkan pada pertemuan selanjutnya. Beliau juga terkadang memberikan tindak lanjut dengan cara memberikan informasi kepada peserta didik tentang materi yang akan dipelajari minggu depan dan bagi peserta didik yang belum menghafalkan dalil, akan dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya. 4. Keterampilan Dasar Mengajar Guru Akidah Akhlak Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, penulis juga menjabarkan beberapa keterampilan dasar mengajar guru Akidah akhlak di MTs Miftahul Amal diantaranya: keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, dan keterampilan mengadakan variasi. Pada hasil observasi guru Akidah akhlak di MTs Miftahul Amal mengenai keterampilan mengajar, ternyata Guru Akidah Akhlak yakni Bapak Ahmad Syatori S.Pd.I telah melaksanakannya. terbukti dari hasil wawancara dengan 87 salah satu peserta didik di MTs Miftahul Amal mengatakan bahwa dalam mengajar, guru akidah akhlak selalu memberikan pertanyaan. a. Keterampilan Bertanya Guru Akidah akhlak di MTs Miftahul Amal melakukan kegiatan Tanya jawab dengan peserta didiknya. Hal ini dapat diketahui dari hasil pengamatan dan wawancara dengan peserta didik yang bernama Iwan. Sebagai berikut: “Bapak Ahmad Syatori S.Pd.I meminta kami untuk membaca terlebih dahulu di buku paket/LKS dihalaman yang sudah ditentukan dan waktu yang ditentukan, dan setelah selesai member kesempatan kepada kami untuk membaca terlebih dahulu. Beliau mengajukan pertanyaan terkait dengan materi pembelajaran yang akan disampaikannya, seperti sebelumnya beliau juga member kami kesempatan untuk berfikir terlebih dahulu, beliau mengajukan pertanyaan dahulu bukan menunjuk kami dahulu, sehingga kami sudah siap untuk menjawab pertanyaan beliau”.9 Di kesempatan lain Bapak Ahmad Syatori S.Pd.I juga melakukan Tanya jawab kepada peserta didiknya dengan cara yang berbeda, jika pada sebelumnya beliau meminta peserta didik untuk membaca terlebih dahulu dan pertanyaan dimulai di awal pembelajaran. Maka di kesempatan lain beliau mengajukan pertanyaan di sela-sela pembelajaran, sekaligus memancing kompetensi peserta didiknya.10 Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa guru Akidah Akhlak di MTs Miftahul amal telah melaksanakan keterampilan bertanya dalam kondisi yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan hasilnya pembelajaran di dalam kelas menjadi kondusif dan terjadilah proses interaksi edukatif antara guru dengan peserta didik, maupun peserta didik dengan peserta didik lainnya. 9 Hasil wawancara dengan Iwan, pada mata pelajaran Aqidah Akhlak, pada tanggal 5 maret 2014. 10 Hasil Observasi dengan Bapak Ahmad Syatori, Pada mata pelajaran Aqidah Akhlak, pada tanggal 6 maret 2014. 88 b. Keterampilan memberi penguatan Pemberian penguatan yang dilakukan oleh guru Akidah akhlak di MTs Miftahul Amal yakni Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I dan dapat diketahui dari hasil wawancara dengan beliau sebagai berikut: “Bentuk penguatan yang saya berikan kepada peserta didik adalah dengan penguatan verbal dan non verbal, seperti dengan mengatakan pada peserta didik bahwa “jawaban anda bagus”, “jawaban anda luar biasa” atau bahkan dengan sikap mereka seperti membuang sampah pada tempatnya dengan memberikan “acungan jempol” dn biasanya peserta didik laki-laki saya usap punggungnya dengan sentuhan mengatakan “ anda hebat banget”. Dan lain sebagainya. Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa interaksi edukatif sangat terlihat, dan sangat penting untuk menumbuhkan motivasi peserta didik, meskipun itu hanya sepele dan tidak perlu dengan mengeluarkan biaya apapun. Hanya dengan mengacungkan jempol dan mengatakan “hebat”. c. Keterampilan mengadakan variasi Guru Akidah Akhlak di MTs Miftahul Amal mengadakan variasi dalam kegiatan mengajarnya. Variasi tersebut biasanya meliputi suara (nada suara, volume suara, dan kecepatan bicara). Mimik dan gerak (tangan dan badan) untuk menjelaskan pelajaran. Dari uraian di atas dapat disimpulkan juga bahwa guru Akidah Akhlak telah melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan melakukan interaksi edukatif dalam proses pembelajarannya baik secara verbal atau non verbal. Beliau juga sebagai panutan dan teladan yang sangat baik di sekolah. Sehingga peserta didik dapat mengamalkan ilmu yang sudah didapat selama di sekolah. BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Dari uraian-uraian yang penulis kemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan data-data dari hasil penelitian di MTs Miftahul Amal maka dapat diketahui bahwa interaksi edukatif (hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik yang lain dalam proses kegiatan belajar mengajar) yang berlangsung baik di kelas maupun di luar kelas (di sekolah) berjalan dengan sangat baik. Dalam hal ini tidak hanya guru Akidah akhlak saja yang aktif melainkan para peserta didik juga juga turut aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar. Guru tidak mendominasi dalam kegiatan belajar mengajar, tetapi hanya bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing. Guru dalam mengajar tidak hanya sebatas pada “transfer of knowledge” tetapi juga “transfer of values”, dengan demikian peserta didik tidak hanya 89 90 mempunyai ilmu pengetahuan tetapi juga dapat mengamalkan ilmu yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Berdasarkan data-data yang diperoleh selama penelitian maka dapat diketahui bahwa peserta didik di MTs Miftahul Amal memiliki akhlak yang baik. Mereka tidak hanya baik terhadap guru mereka tetapi juga pada teman-teman. Dengan memperhatikan hal tersebut dapat dikatakan, terdapat pengaruh antara interaksi edukatif yang terjadi di MTs Miftahul Amal dengan pembentukan akhlak peserta didik di sekolah. Hal ini terbukti dengan sikap peserta didik di sekolah mereka membudayakan senyum, sapa dan salam. Pergi ke masjid untuk menunaikan sholat tanpa diminta guru. Karena guru dari awal sudah memberikan contoh dan pemahaman bahwa beribadah dengan kesadaran sendiri. Dan masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa peserta didik di MTs Miftahul Amal yang melakukan perilaku terpuji. B. Implikasi Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa, interaksi edukatif (hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik yang lain dalam proses kegiatan belajar mengajar maupun di luar kegiatan belajar mengajar) berpengaruh terhadap pembentukan akhlak peserta didik. Maka implikasinya adalah: pertama, pengarahan dan bimbingan terus menerus dari seorang guru (interaksi edukatif) sehingga guru menjadi figure yang sangat baik dapat membuat peserta didik menjadi hormat, respect, dan mau mendengar nasehat atau pelajaran dengan baik. Sehingga ilmu yang peserta didik peroleh akan ia amalkan dalam kehidupan sehari-harinya. Kedua,adanya interaksi yang terjalin dengan sangat baik akan membuat peserta didik menjadi nyaman dan menjadikan sekolah sebagai wadah dan tempat untuk mereka menjadi insan yang mandiri, kreatif dan menjadi orang yang berguna dikemudian hari. 91 C. Saran- Saran 1. Guru harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada peserta didiknya dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan. Dalam interaksi yang berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan peserta didiknya dalam proses belajarnya. 2. Guru harus menjadi pembimbing dan figur yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dengan peserta didik. 3. Ketika interaksi edukatif itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat dan mau memahami peserta didiknya. 4. Tugas guru adalah membentuk peserta didik yang berakhlakul karimah, cakap dan terampil. Untuk membentuk peserta didik seperti itu maka guru juga harus berakhlakul karimah, cakap dan terampil. Guru jangan hanya mengajar, tapi juga harus mendidik. Mengajar lebih cenderung mendidik peserta didik menjadi orang yang pandai tentang ilmu pengetahuan saja, tetapi jiwa dan watak peserta didik juga harus dibina dan untuk itu maka mendidiklah jawabannya, karena mendidik adalah “transfer of value” memindahkan nilainilai pada peserta didik 92 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Muhammad Sa’id bin Silan, Abi., Etika belajar, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1997. Ahmadi, Abu dan Syuhadi., Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1985. Al-Ghazali, Ihya Ulumudin, Beirut: Dar al-fikri, 1996. Ali, Muhammad., Guru dalam Prosews Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1992. Al-Musawi, Khalil., Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Terjemah Ahmad Subandi, Jakarta: Lentara, 1994. Amin, Ahmad., Ilmu Akhlak Terjemahan, Jakarta: Bulan Bintang, 1991. Anis, Ibrahim., Al-Mu’jam al-wasith, Mesir Dar al-Ma’arif, 1972. Ardani, Moh. Alqur’an dan Sufisme Mangkunegara IV, Studi Serat-Serat Piwulang, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993. Ardani, Moh., Nilai-Nilai Akhlak dan Budi Pekerti dalam Ibadah, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001 AS, Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994. As’ad, Aliy, Terjemah Ta’limul Muta’allim Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Kudus: Menara Kudus. 1999. AM, Sardiman., Interaksi dan Motivasi belajar mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000 Athiyah Al-Abrasyi, Muhammad, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Titian ilahi Press, 1996. Bahri Djamarah, Syaiful., Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000. B. Suryosubroto, Tata laksana kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 1990. Darajat, Zakiyah., Pendidkian Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV. Ruhama, 1995. 93 Daradjat, Zakiyah dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Hamalik, Oemar., Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012. Hakim, Thursan., Belajar Efektif, Jakarta: Puspaswara Anggota IKAPI, 2001 Hadi, Sutrisno., Metodologi Research, Yogyakarta: Ardi Offset, 1992. John W, Santrock., Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2007. Khair Fatimah, Muhammad, Kautsar, 2002. Etika Muslim Sehari-hari, Jakarta: Pustaka Al- Mahjuddin, Konsep Dasar Pendidikan Akhlak, Jakarta: Kalam mulia, 2000. Ma’luf, Luis, Kamus Al-munjid, Beirut: Al-Maktabah Al-katulikiyah t.t Miskawaih, Ibn., Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-Araqi, Mesir: al-Mathba’ah alMishiriyah, 1934. M. Sukarda Sadili, Bimbingan Akhlak Yang Mulia, Tasik Malaya: Widya Graha, 1986 Mulyasa, E,. Kurikulum Tingkat satuan pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008. Munadi, Yudhi, Farida Hamid., Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Mujab Mahalli, Adab dan Pendidikan dalam Syari’at Agama islam, Yogyakarta: Liberty, 1984. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Karya, 1989. Nata, Abudin., Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996. Nata, Abuddin., Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Nurdin, Syafruddin, Usman, Basyiruddin,. Guru Professional dan Implementasi Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008. Poerbakawatja, Soegarda., 1976 Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 94 Roestiyah, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994. Rosyada, Dede., paradigma pendidikan demokratis, Jakarta: Kencana, 2004. Saeed Reziq Krezem, Mahdy., Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari, Jakarta: Media Da’wah, 2001. Surakhmad, Winarno., Pengantar Interaksi Belajar - Mengajar Dasar-dasar dan Teknik Metodelogi Pengajaran, Bandung: Tarsito, 1986. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995. Silberman, Melvin L., Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Allyn and Bacon, Boston, 1996. Suardi, Edi., Pedagogik, Bandung: Angkasa, 1980. Uno, Hamzah B., Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006. Whandi, Bagaimana Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, PT. Persada 2008. Zainudin dkk, Seluk-beluk Pendidikan Al- Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.