PENTINGNYA INTERAKSI EDUKATIF PENDIDIK

advertisement
PENTINGNYA INTERAKSI EDUKATIF PENDIDIK (GURU)
DALAM UPAYA PEMBENTUKAN AKHLAK
PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
(Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Mts Miftahul Amal )
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh :
MUHAMMAD NAZI
NIM 208011000020
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
ABSTRAK
Pentingnya
Interaksi
Edukatif
Pendidik
(Guru)
Dalam
Upaya
Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah (Study Mata Pelajaran Akidah
Akhlak di MTs Miftahul Amal)
Kata Kunci : Interaksi Edukatif dalam proses pembelajaran, dalam upaya
pembentukan akhlak.
Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah :(1) Bagaimana interaksi
edukatif yang berlangsung di sekolah (2) Sejauh manakah pentingnya interaksi
edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah. Adapun dari sekian
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, peneliti hanya membatasi pada mata
pelajaran akidah akhlak
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui bagaimana interaksi edukatif
yang berlangsung di sekolah MTs Miftahul Amal, dan (2) untuk mengetahui sejauh manakah
pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah
MTs Miftahul Amal
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yang dilakukan untuk
mengetahui bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTa Miftahul Amal,
dan
untuk
mengetahui
sejauhmanakah
pentingnya
interaksi
edukatif
terhadap
pembentukan akhlak pesertadidik di sekolah MTs Miftahul Amal
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa interaksi
edukatif di MTs Miftahul Amal berlangsung dengan sangat baik antara guru dengan
peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik yang lain. Karena guru
senantiasa menggunakan keterampilan dalam setiap proses belajar mengajarnya.
Sehingga interaksi edukatif dapat mempengaruhi akhlakul karimah peserta didik
Baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
i
ABSTRACT
The important of educator educative intruction (teacher) to effort establishment of
students character or moral in school (Akidah Akhlak Subject in MTs Miftahul ‘Amal)
Key word: educative intruction on processing theory, to effort establishment of students
caracter or moral.
The problem that raised on this scrip are : (1) how to educative intruction that takes place in
school. (2) how far the important of educative intruction to establish students character or
moral in school. From of all the subjects that taught in school, researcher limites Akidah
Akhlak subject only.
Perpose of this research are: (1) to know how to educative intruction that took place in MTs
Mifthul ‘Amal school, (2) and to know how far the important of educative intruction to
ebstablish the character or moral in MTs Mifthul ‘Amal school the method that used on
researching is analysis educative. It’s done to know how far the importance that took place in
MTs Mifthul ‘Amal school, and to know how far importance of educative intruction to
establish character or moral students in Miftahul ‘Amal school.
Based on the result that have done shows that educate intruction in MTs Mifthul ‘Amal
school was running well between the teacher with the student and the other way. Because the
teacher always used the skills in every teaching-learning process. Therefor the educative
intruction was able to influence to students character or moral whether inside the class even
the other place.
KATA PENGANTAR
ِ‫سمِ اللّٰهِ ال َّرحْمٰنِ ال َّرحِيْم‬
ْ ‫ِب‬
Puji syukur bagi Allah SWT. Yang telah memberikan pertolongannya dan
telah melimpahkan kekuatan lahir dan batin kepada diri penulis, sehingga setelah
melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan para sahabatnya demikian pula para pengikutnya yang
setia mengikuti jejak Rosulullah SAW.
Selanjutnya penulis mengucapkan rasa terimakasih yang takterhingga kepada
pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam terselesainya
skripsi ini, diantaranya adalah:
1. Ibu, bapak dan adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan moril
maupun materil selama menuntut ilmu dari awal hingga akhir. Terima kasih
yang tak terhingga atas semua pengorbanan, cinta, kasih sayang dan do’anya.
2. Nurlena Rifai, Ph.D Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah.
3. Dr. Abdul Majid Khon, MA.g Selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
Uin Syarif Hidayatullah.
4. Marhamah Saleh, Lc,. MA. Selaku wakil ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam Uin Syarif Hidayatullah
5. Drs. H.Masan Af, M.pd Selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan
pikiran, mengikhlaskan waktu dan tenaganya untuk memberikan motivasi
dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
ii
6. Bapak dan ibu dosen fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis, semoga bapak dan ibu dosen selalu
dalam lindungan Allah Swt. Dan apa-apa yang diajarkan dapat bermanfaat
dikemudian hari.
7. Seluruh staf perpustakaan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mencurahkan tenaganya untuk memberikan pelayanan terbaik, sehingga
penulis dapat menjalankan studi dengan lancar.
8. Drs.Sarbinih Kepala Sekolah MTS Miftahul Amal beserta guru-guru yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
9. Teman-temanku mahasiswa UIN Khususnya jurusan Pendidikan Agama
Islam angkatan 2008, teman-teman dekatku Anisatul Hikmah, Muhamad
Fachrurozi S.Pd.I, Bangun parlindungan, Siti Masitoh, Jumarudin, yang
selalu memberikan support semangat, motivasi kepada penulis. Semoga Allah
Swt membalas dengan balasan yang lebih sempurna.
10. Segenap sahabat dan semua pihak yang telah banyak memberikan dukungan
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah Swt membalaskan
kalian dengan sebaik-baikbalasan. Amin..
11. Guru Besar Yayasan perguruan al-Hikmah, Ustadz Syahrul Arif dan Guru
besar PPS lekap bang Budi Joesak Kurniawan yang telah memberikan
motivasi dan semangat kepada penulis.
Jakarta, 23 September 2013
Penulis
MUHAMMAD NAZI
iii
DAFTAR ISI
Abstrak...............................................................................................................
i
Kata Pengantar .................................................................................................
ii
Daftar Isi ............................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B. Identifikasi Masalah .....................................................................
6
C. Pembatasan Masalah ....................................................................
6
D. Rumusan Masalah ........................................................................
7
E.
Tujuan dan Keguanaan Penelitian ................................................
7
BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................
9
A. Interaksi Pendidik (Guru) pada Peserta didik ...............................
9
1.Pengertian Interaksi Edukatif ....................................................
10
2.Peran Guru Profesional dalam Proses Pembelajaran.................
12
3.Interaksi Belajar Mengajar Sebagai Interaksi Edukatif .............
13
4.Konsep Keterampilan Mengajar Akidah Akhlak sebagai
Wujud Interaksi Edukatif ............................................................
20
5.Ciri-ciri Interaksi Edukatif ........................................................
27
B. Pembentukan Akhlak Peserta didik ..............................................
29
1. Pengertian Akhlak ....................................................................
29
2. Proses Pembentukan Peserta didik berakhlak mulia ................
38
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Pesertadidik ..............................................................................
38
C. Hasil Penelitian Yang Relevan .....................................................
39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
42
A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................
48
iv
B. Latar Penelitian .............................................................................
49
C. Metode Penelitian .........................................................................
49
D. Prosedur dan Pengolahan Data .....................................................
50
E.
Analis Data ...................................................................................
57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................
58
A. Deskripsi Data ................................................................................
58
1. Sejarah Berdirinya MTs Miftahul Amal ..................................
58
2. Tujuan Pendidikan di MTs Miftahul Amal ..............................
63
3. Sarana dan Prasarana ...............................................................
63
4. Keadaan Peserta didik ..............................................................
65
B. Pembahasan ....................................................................................
65
1. Tahap Penyusunan RPP Guru Mata Pelajaran Akidah Akhlak
67
2. Kegiatan Inti Pembelajaran ......................................................
81
3. Kegiatan Akhir Pembelajaran ..................................................
85
4. Keterampilan Dasar Mengajar Guru Akidah Akhlak ..............
86
BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN.. ..................................
89
A. Kesimpulan
.............................................................................
89
B. Implikasi
.............................................................................
90
C. Saran
.............................................................................
91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya
dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa
manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Secara
kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antara manusia akan
berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam hidup
semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan
selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi , baik interaksi dengan
alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan
Tuhannya, baik itu disengaja maupun tidak disengaja.
Dari berbagai bentuk interaksi, khususnya mengenai interaksi yang disengaja,
ada istilah interaksi edukatif. Interaksi edukatif ini adalah interaksi yang
berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Oleh
karena itu interaksi edukatif perlu dibedakan dari bentuk interaksi yang lain.
“Dalam arti yang lebih spesifik pada bidang pengajaran, dikenal adanya istilah
1
2
interaksi belajar-mengajar Dengan kata lain apa yang dinamakan interaksi
edukatif, secara khusus adalah sebagai interaksi belajar-mengajar”.1
Interaksi belajar-mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi
dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di satu pihak, dengan
warga belajar (siswa/peserta didik/subjek belajar), yang sedang melaksanakan
kegiatan belajar di pihak lain.
Guru dan peserta didik memang dua figur manusia yang selalu hangat
dibicarakan dan tidak akan pernah absen dari agenda pembicaraan masyarakat.
Guru tidak hanya disanjung dengan keteladanannya, tetapi ia juga dicaci-maki
dengan sinis hanya karena kealpaanya berbuat kebaikan, meski kesalahan itu bak
setitik noda semata. Keburukan perilaku peserta didik cenderung diarahkan pada
kegagalan guru membimbing dan membina peserta didiknya. Padahal warna
perilaku
peserta
didik
yang
buruk,
itu
dapat
terkonsumsi
dari
multisumber/berbagai faktor.
Guru dan peserta didik adalah frase yang serasi, seimbang dan harmonis.
Hubungan keduanya berada dalam relasi kewajiban yang saling membutuhkan.
“Dalam perpisahan raga, jiwa mereka bersatu sebagai dwitunggal, guru mengajar
dan peserta didik belajar dalam proses interaksi edukatif yang menyatukan
langkah mereka kesatu tujuan yaitu kebaikan”. Dengan demikian kemuliannya
guru dapat meluruskan pribadi peserta didik yang dinamis agar tidak membelok
dari kebaikan2
Guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan
bagi suatu kegiatan belajar siswa. Demi efektivitas dan efesiensi dari suatu proses
belajar-mengajar, untuk itu perlu dipahami secara benar mengenai pengertian
proses dan interaksi belajar-mengajar.
Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tetapi memang
memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagi suatu perubahn tingkah
laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah
1
Sardirman, Interaksi dan Motivasi belajar mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2000), Cet. 7, h. 1
2
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2000), Cet. 1 h. 2.
3
kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar
siswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang
dapat membawa perubahan tingkah laku maupun perubahan serta kesadaran diri
sebagai pribadi.
Permasalahan yang sering nampak pada saat sekarang ini adalah masih
banyak terdapat bentuk interaksi belajar-mengajar yang berjalan secara searah
yang dilakukan oleh guru-guru di sekolah. Dalam hal ini fungsi dan peranan guru
menjadi amat dominan. Di lain pihak peserta didik hanya mendengarkan
informasi atau pengetahuan yang diberikan gurunya, tanpa diberikan kesempatan
untuk bertanya, atau mengemukakan pendapatnya di kelas, Ini menjadikan
kondisi yang tidak proporsional dan guru sangat aktif, tetapi sebaliknya peserta
didik menjadi pasif dan tidak kreatif. Bahkan kadang-kadang masih ada anggapan
yang keliru, bahwa peserta didik dipandangnya sebagai objek, sehingga peserta
didik kurang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Praktek- praktek pengajaran seperti itu, di mana guru lebih mendominasi
dalam kegiatan pembelajaran masih banyak terjadi, dan bahkan guru sepertinya
memiliki otoritas untuk memaksa peserta didiknya memenuhi semua yang
diinginkanya. “Dengan kurang bijak memperhatikan kebutuhan belajar peserta
didiknya. Pola dan model belajar seperti itu, akan menimbulkan perbedaan
kemampuan yang ekstrim antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya”.3
Tidak semua orang yang menjadi guru karena “panggilan jiwa”. Di antara
mereka ada yang menjadi guru karena “terpaksa “, misalnya karena keaadan
ekonomi, dorongan teman atau orang tua dan sebagainya. Hal ini akan
mempengaruhi sikapnya dalam mengajar dan menjalin hubungan dengan para
peserta didik.
Kenyataan lain yang juga banyak berkembang di sekolah-sekolah adalah
bentuk mengajar guru yang lebih menekankan transfer of knowledge. Kebanyakan
guru dan orang tua sudah merasa cukup puas dengan para peserta didiknya yang
mendapatkan skor baik pada hasil ulanganya di sekolah.
3
Dede Rosyada, paradigma pendidikan demokratis, (Jakarta ; kencana, 2004), Cet. 1, h. III.
4
Jadi yang penting dalam hal ini peserta didik juga dituntut mengetahui
pengetahuan yang telah diajarkan oleh gurunya. Yang penting adalah kecerdasan
otaknya, bagaimana perilaku dan sikap mental peserta didik jarang mendapatkan
perhatian secara serius. Cara evaluasi yang dilakukan oleh gurupun juga hanya
melihat bagaimana hasil pekerjaan ujian, ulangan atau tugas-tugas yang
diberikanya. Ini semua mendukung suatu pengertian bahwa “mengajar” hanya
terbatas pada soal kognitif dan paling hanya ditambah keterampilan dan masih
jarang yang sampai pada unsur afeksi.
Pandangan dan kegiatan interaksi belajar-mengajar semacam ini tidak benar.
Sebab dalam konsep belajar mengajar, peserta adalah subjek belajar, bukan objek,
sebagai unsur manusia yang “pokok” dan “sentral”, bukan unsur pendukung atau
tambahan yang penting dalam interaksi belajar-mengajar, guru sebagai pengajar
tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu
menciptakan kondisi yang
kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa dapat
mengembangkan potensi dan kreativitasnya, melalui kegiatan belajar. Diharapkan
potensi siswa sedikit demi sedikit berkembang menjadi manusia-manusia yang
aktif, kreatif dan berakhlak mulia.
Dalam membina, membimbing dan memberikan motivasi kearah yang dicitacitakan, maka hubungan guru dan peserta didik harus bersifat edukatif. Interaksi
edukatif ini adalah sebagai suatu proses hubungan timbal-balik anatara guru dan
peserta didik yang mempenyai tujuan tertentu, yakni untuk mendewsakan peserta
didik agar nantinya dapat berdiri sendiri, dapat menemukan jati dirinya secara
utuh.
Dalam hal ini, proses interaksi edukatif tersebut dilihat melalui bidang studi
akidah akhlak. Akhlak dapat diartikan sebagai sifat dan tingkah laku yang tumbuh
dan menyatu di dalam diri seseorang. Sifat yang tumbuh dari dalam jiwa itulah
yang memancarkan sikap dan tingkah laku pebuatan seseorang.
Sedangkan tujuan dari akhlak itu ialah mengetahui perbedaan-perbedaan
perangai manusia yang baik dan yang buruk, agar manusia dapat mengamalkan
sifat-sifat baik dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang jahat sehingga terciptalah
suasana dalam pergaulan di masyarakat, dimana tidak ada kebencian dan
5
kejahatan. Oleh karena itu pelajaran akhlak bertujuan hendak mendudukan
manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna serta membedakanya dengan
makhluk-makhluk lainya. Akhlak bertujuan menjadiakan manusia sebagai orang
yang berkelakuan baik terhadap Tuhan, manusia dan lingkunganya.4
Oleh karena itu dengan adanya interaksi edukatif antara guru dan peserta
didik yang dilaksanakan melalui mata pelajaran akidah akhlak diharapkan dapat
terbentuk akhlak yang mulia dalam diri peserta didik dan senantiasa tercermin
dalam kehidupanya sehari-hari.
Dengan kata lain diharapkan ilmu yang telah mereka dapatkan melalui mata
pelajaran akidah akhlak itu dapat mereka terapkan dan amalkan/praktekan dalam
kehidupanya sehari-hari. Dengan demikian, melahirkan perbuatan yang seimbang
antara kata dan perbuatan, penghayatan dan pengalaman, antara teori dan praktek.
Hal ini memang bukan suatu pekerjaan yang mudah, tetapi memerlukan
usaha yang serius. Guru sebagai pembina dan pembimbing harus mau dan dapat
menempatkan siswa sebagai peserta didiknya di atas kepentingan yang lain.
Selain itu guru juga harus menjadi panutan yang dapat di dicontoh oleh peserta
didiknya baik dalam perkataan, perbuatan dan pergaulannya dalam kehidupan
sehari-hari baik di sekolah maupun di lingkungan sekitar. Seperti: membiasakan
diri dengan selalu mengucapkan salam, berjabat tangan, atau selalu berkata baik
dan sopan dengan sesama, dan lain-lain. Sehingga guru dapat menjadi teladan
yang baik oleh peserta didik, dengan begitu guru selain menjadi teladan juga
dapat menjadi inspirasi bagi peserta didiknya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas. Peneliti ingin mengadakan
penelitian yang membahas tentang “Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik
(Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah” (Study
Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs Miftahul Amal)
4
Asmaran AS., pengantar studi akhlak, (Jakarta: LSIK, 1994), Cet. Ke-2, h. 55
6
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Interaksi edukatif antara guru dan peserta didik dalam pembelajaran, masih
belum diterapkan sehingga tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai
2.
Banyak terdapat interaksi belajar-mengajar yang berjalan searah yang
dilakukan oleh guru di Sekolah.
3.
Banyak guru yang menjadikan peserta didik hanya sebagai objek pendidikan,
bukan sebagai subjek sehingga peserta didik menjadi pasif dan tidak kreatif.
4.
Sebagian guru masih belum memahami makna dari kompetensi guru,
khususnya kompetensi sosial.
5.
Banyak orang yang menjadi guru bukan karena “penggilan jiwa”, tapi karena
terpaksa sehingga mempengaruhi sikapnya dalam mengajar dan menjalin
hubungan dengan peserta didik.
6.
Bentuk mengajar guru hanya menekankan pada transfer of knowledge.
7.
Banyak orang tua maupun guru yang hanya puas dengan skor yang tinggi
yang tertera dalam rapor, sedangkan akhlak peserta didik kurang menjadi
perhatianyang serius.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi permasalahan
ruang lingkup penelitian ini pada:
a.
Interaksi edukatif yang dilakukan oleh pendidik (guru) terhadap peserta
didik, atau peserta didik terhadap guru, atau peserta didik terhadap sesama
peserta didik yang lainnya. baik di dalam pembelajaran maupun di luar
pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap perilaku/akhlak peserta didik
sehari-hari di sekolah. Adapun dari sekian mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah, peneliti hanya membatasi pada mata pelajaran akidah akhlak.
7
b. Banyak orang yang menjadi guru bukan karena “penggilan jiwa”, tapi karena
terpaksa sehingga mempengaruhi sikapnya dalam mengajar dan menjalin
hubungan dengan peserta didik. Banyak orang tua maupun guru yang hanya
puas dengan skor yang tinggi yang tertera dalam rapor, sedangkan akhlak
peserta didik kurang menjadi perhatian yang serius, sehingga pembentukan
Akhlakul karimah sangat penting di sekolah .
2. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi fokus
permasalahan pada penelitian ini adalah:
a.
Bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTs Miftahul
Amal?
b.
Sejauh manakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak
peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal?
D. Tujuan dan Kegunaan penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
a.
Untuk mengetahui bentuk interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah
MTs Miftahul Amal.
b.
Untuk mengetahui sejauhmana pentingnya interaksi edukatif terhadap
pembentukan akhlak peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal.
2. Kegunaan Penelitian
a.
Dapat memberikan pengetahuan terutama bagi guru agar guru lebih
memperhatikan pentingnya penerapan interaksi edukatif di Sekolah MTs
Miftahul Amal
b.
Kegunaan hasil penelitian sebagai follow up pengguna informasi atau
jawaban yang tertera pada kesimpulan penelitian.
8
c.
Dapat
memberikan
sumbangan
pemikiran
bagi
para
guru
untuk
meningkatkan proses belajar-mengajar di sekolah MTs Miftahul Amal, agar
dapat mencapai tujuan pembelajaran.
d.
Dapat memberikan kesadaran bagi para pendidik (guru) agar tidak
mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif
serta memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa/peserta didik dapat
mengembangkan potensi dan kreativitasnya.
e.
Menjadikan potensi siswa sedikit demi sedikit berkembang tidak hanya
menjadi manusia-manusia yang aktif, kreatif, dan pintar saja melaikan juga
berakhlak mulia.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Pada Peserta Didik
1. Pengertian interaksi edukatif
Interaksi akan selalu berkaitan dengan istilah komunikasi atau hubungan,.
Dalam proses komunikasi dikenal adanya unsur komunikan dan komunikator.
Hubungan
antara
komunikator
dengan
komunikan
biasanya
karena
mengintegrasikan sesuatu, yang dikenal dengan istilah pesan (mesagge).
Kemudian unuk menyampaikan atau mengontakan pesan itu diperlukan adanya
media atau saluran (chanel). Jadi unsur-unsur yang terlibat dalam komunikasi itu
adalah: komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau media. Begitu juga
hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainya, empat unsur
untuk terjadinya proses komunikasi itu akan slalu ada.1
Dilihat
dari
istilah,
komunikasi
yang
berpangkal
pada
perkataan
communicare berarti “berpartisipasi”, “memberitahukan”, “menjadi milik
bersama”. Dengan demikian secara konseptual arti komunikasi itu sendiri sudah
mengandung pengertian-pengartian memberitahukan (menyebarkan) berita,
1
Sardirman, Interaksi dan Motivasi belajar mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2000), Cet. 7, h.7
9
10
pengetahuan, pikiran-pikiran, nilai-nilai dengan maksud untuk mengunggah
partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama.
Kalau
dihubungkan
dengan
istilah
interaksi
edukatif,
sebenarnya
komunikasi timbal-balik antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, sudah
mengandung maksud-maksud tertentu, yakni untuk mencapai pengertian bersama
yang kemudian untuk mencapai tujuan (dalam kegiatan belajar berarti untuk
mencapai tujuan belajar). Memang dalam berbagai bentuk komunikasi yang
“sekedarnya”, mungkin tidak direncana, sehingga tidak satu arah atau satu tujuan.
Hal inilah yang kadang-kadang sulit dikatakan sebagai interaksi edukatif, dan ini
banyak terjadi dalam kehidupan manusia.2
Dengan demikian interaksi yang dikatakan sebagai interaksi edukatif apabila
secara sadar meletakan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan
seorang. Interaksi yang bernilai pendidikan ini dalam dunia pendidikan disebut
sebagai “interaksi edukatif”3
Dengan konsep di atas, memunculkan istilah guru di satu pihak dan peserta
didik di lain pihak. Keduanya berada dalam interaksi edukatif dengan posisi,
tugas, dan tanggung jawab yang berbeda, namun bersama-sama mencapai tujuan.
Guru bertanggung jawab untuk mengantarkan peserta didik kearah kedewasaan
susila yang cakap dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan dan
membimbingnya. Sedangkan peserta didik berusaha untuk mencapai tujuan itu
dengan bantuan dan pembinaan dari guru.
Interaksi edukatif harus mengambarkan hubungan aktif dua arah dengan
sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya, sehingga interaksi itu merupakan
hubungan yang bermakana dan kreatif. Semua unsur interaksi harus berproses
pada ikatan tujuan pendidikan. Karena itu, interaksi edukatif adalah suatu
gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan peserta didik yang
berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.4
2
Ibid., h. 8.
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2000), Cet. 1 h. 11
4
Abu Ahmadi dan Syuhadi, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1985), h. 47.
3
11
Proses interaksi edukatif adalah suatu proses yang mengandung sejumlah
norma dan semua norma itulah yang harus guru transfer kepada peserta didik.
Karena itu, wajarlah bila interaksi edukatif tidak berproses dalam kehampaan,
tetapi dalam penuh makna. Interaksi edukatif sebagai jembatan yang
menghidupkan
persenyawaan
antara
pengetahuan
dan
perbuatan,
yang
mengantarkan kepada tingkah laku sesuai dengan pengetahuan yang diterima oleh
peserta didik.
Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan
untuk tujuan pendidikan dan pengajaran.dalam artian yang lebih spesifik pada
bidang pengajaran dikenal dengan istilah interaksi belajar mengajar.interaksi
belajar mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari pengajar
yang melaksanakan tugas mengajar di suatu pihak dengan warga belajar ( siswa,
peserta didik, subjek belajar ) yang sedang melaksanakan kegiatan belajar dipihak
lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa interaksi edukatif adalah hubungan
dua arah antara guru dan peserta didik dengan sejumlah norma sebagai
mediumnya untuk mencapai tujuan pendidikan.5
Selain interaksi antara individu dengan individu yang lain, yang terjadi
dalam pembelajaran dan pengajaran juga adanya interaksi dengan hal-hal yang
bersifat benda, seperti media, alat dan lain-lain. Karena pengajaran merupakan
suatu system, artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen
yang berinterelasi dan berinteraksi antara yang satu dan yang lainnya dan dengan
keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan
sebelumnya. Adapun komponen-komponen tersebut meliputi:
1.
Tujuan pendidikan dan pengajaran
2.
Peserta didik atau siswa
3.
Tenaga kependidikan khususnya guru
4.
Perencanaan pengajaran sebagai suatu segmen kurikulum
5.
Strategi pembelajaran
6.
Media pengajaran, dan
7.
Evaluasi pengajaran.
5
Ibid.,h.47
12
Proses pengajaran ditandai oleh adanya interaksi antara komponen.
Misalnya, komponen peserta didik berinteraksi dengan komponen-komponen
guru, metode/ media, perlengkapan/peralatan, dan lingkungan kelas yang terarah
dan pencapaian tujuan pembelajaran dan pengajaran. Komponen guru berinteraksi
dengan komponen-komponen siswa, metode, media, peralatan, dan unsur tenaga
kependidikan lainnya yang terarah dan berupaya mencapai tujuan pengajaran.
Demikian seterusnya, semua komponen dalam system pengajaran
saling
berhubungan dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran.
Pada dasarnya proses pengajaran dan pembelajaran dapat terselenggara
secara lancar, efesien dan efektif berkat adanya interaksi yang positif, konstruktif,
dan produktif antara berbagai komponen yang terkandung dalam sistem
pengajaran tersebut.6
2.
Peran Guru Profesional Dalam Proses Pembelajaran
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI
Pasal 40 ayat 2, disebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan
berkewajiban:
1)
Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif
dinamis, dan dialogis.
2)
Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan
3)
Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.7
Berikutnya, dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab I,
pasal 1 ayat 1 menyebutkan “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.”
6
78
7
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012) cet. 14 h.77-
Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2010) cet 2. h. 2
13
Dengan demikian guru sebagai pendidik memiliki tugas utama dalam
mendidik,
mengajar,
membimbing,
mengarahkan,
melatih,
menilai
dan
mengevaluasi peserta didik dalam jalur formal yang dilakukan secara
professional.8 Untuk itu guru harus menerapkan interaksi edukatif terutama dalam
proses belajar mengajar agar tercipta suasana belajar mengajar yang
menyenangkan bagi peserta didik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaanya, sesuai dengan UU di atas, guru juga hendaknya dapat
memiliki kemampuan untuk mewujudkan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dialogis (penyampaian yang bagus) dan memberikan
motivasi kepada peserta didik dalam membangun gagasan, dan tanggung jawab
peserta didik untuk belajar.9
3. Interaksi Belajar-Mengajar sebagai Interaksi Edukatif
Pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normatif, karena merupakan
peristiwa yang memiliki norma-norma. Tetapi dalam kaitanya dengan interaksi
edukatif, pendidikan dapat dirumuskan dari sudut proses teknis. Sehubungan
dengan proses teknis inilah maka secara spesifik interaksi edukatif dapat
dikatakan sebagai interaksi belajar-mengajar.10
Belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai normatif. Belajarmengajar adalah sebagai pedoman kearah mana akan dibawa proses belajarmengajar. Proses belajar- mengajar akan berhasil bila hasilnya mampu membawa
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap dalam
diri peserta didik.11
Dalam interaksi edukatif unsur guru dan peserta didik harus aktif, tidak
mungkin terjadi proses interaksi edukatif bila hanya satu unsur yang aktif. Aktif
dalam arti sikap, mental, perbuatan. Antara guru dan peserta didik masing-masing
8
Ibid.,
Ibid.,
10
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Titian
ilahi Press, 1996), Cet. Ke-1, h.72
11
Ibid.,h. 72
9
14
mempunyai kewajiban termasuk di dalamnya etika-etika yang harus menjadi
pedoman mereka dalam melaksanakan proses kegiatan belajar-mengajar.
Di antara kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan setiap peserta didik,
senantiasa menjadikanya sebagai dasar pandanganya adalah sebagai berikut.
1)
Sebelum belajar, seorang peserta didik hendaknya memulai dengan
mensucikan hatinya dari sifat-sifat kehinaan, sebab proses belajar-mengajar
termasuk ibadah, dan keabsahan ibadah harus disertai kesucian hati, di
samping berakhlak mulia seperti: jujur, ikhlas, takwa, rendah hati, zuhud,
ridha, serta menjauhi sifat-sifat yang tercela seperti: dengki, hasad, penipu
dan sombong.12
Menerima ilmu dari orang-orang yang ahli, kapabel, yang kokoh ilmunya,
teguh pendiriannya, yang bertakwa dan yang shaleh serta mengambil setiap
disiplin ilmu dari orang-orang yang mempunyai spesialisasi dan ahli
dibidangnya.13
Dalam memilih guru, hendaklah mengambil yang alim, waro‟ dan juga lebih
tua uasianya.14
2)
Seorang murid harus menghormati guru, termasuk arti menghormati guru,
yaitu jangan berjalan di depanya, duduk di tempatnya, memulai mengajak
bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-macam di depanya,
dan
menanyakan
hal-hal
yang
membosankanya.
Tetapi
hendaklah
menghemat waktu, jangan sampai mengetuk pintunya, cukuplah dengan
sabar menanti di luar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah. Pada intinya
adalah melakukan hal-hal yang membuatnya rela, menjauhkan amarahnya
dan menjunjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan Agama.15
3)
Seorang pelajar agar betul-betul menahan diri dari membantah gurunya
secara tidak pada tempatnya. Seorang pelajar harus mensyukuri keutamaan
maupun kekurangan gurunya, menganggap hal-hal yang kurang dalam diri
12
Ibid., h. 73
Muhammad Khair Fatimah, Etika Muslim Sehari-hari, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2002), cet. Ke-1, h. 4
14
Aliy As‟ad, Terjemah Ta‟limul Muta‟allim Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan,
(Kudus: Menara Kudus,t.t), h. 16
15
Ibid., h. 23
13
15
gurunya sebenarnya mengandung hikmah dari Allah yang diberikan. Sebab
barang kali lebih sesuai untuk kebaikan sang guru.16
4)
Seorang pelajar agar betul-betul menahan diri dari membantah gurunyasecara
tidak pada tempatnya. Seorang pelajar harus mensyukuri keutamaan maupun
kekurangan gurunya, menganggap hal-hal yang kurang dalam diri gurunya
sebenarnya mengandung hikmah dari Allah yang diberikan. Sebab barangkali
lebih sesuai untuk kebaikan sang guru.17
Selain peserta didik, guru pun mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus
dilaksanakanya dalam kegiatan belajar-mengajar, diantaranya sebagai berikut :
1)
Seorang guru hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat
serta jangan berbuat dengki. Karena dengki itu tidak akan bermanfaat, justru
membahayakan diri sendiri.18
2)
Guru jangan melarang muridnya yang berperilaku tidak baik dengan cara
kasar, sebisa mungkin diusahakan dengan cara yuang halus, dan bahkan
dengan cara kasih sayang dan bukan dengan cara mencelanya.
3)
Guru
hendaknya
memperhatikan
tingkat
kemampuan
murid,
dan
mengajarkan sesuai dengan kemampuan mereka, jangan mengajarkan materi
pelajaran di luar kemampuan mereka, yang bisa menjadikan mereka lari dari
belajar dan kesulitan dalam memahaminya.
4)
Guru hendaknya mengamalkan ilmunya dan jangan membohongi perkataan
dan perbuatanya, sesuai dengan firman Allah:
         
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan”. (QS. 61: 3)19
16
Abi Abdullah Muhammad Sa‟id bin silan, Etika belajar, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1997),
Cet. Ke-1, h. 125
17
Aliy As‟ad, Op.,Cit, h. 38
18
Ibid., h . 66
19
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, op.cit., h. 78
16
5)
Hendaknya seorang guru berpenampilan tenang, penyabar, dan pemaaf, serta
memiliki wibawa.20
Kesesuaian antara guru dan peserta didik, kenyataanya memang sangat
mempengaruhi seorang murid dalam menyenangi suatu pelajaran. Hal ini tentu
saja akan mempengaruhi motivasi murid dalam belajar. Karena itu, guru yang
baik tentunya akan selalu berusaha untuk menerapkan metode pengajaran yang
benar-benar sesuai dengan kemampuan murid-muridnya. Sebaliknya, seorang
murid yang baik pun akan selalu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan
gurunya, yang tentu saja sebagai manusia juga memiliki kekurangan dalam
banyak hal, termasuk dalam kemampuan mengajar.21
Dalam sistem pengajaran dengan pendekatan keterampilan proses, peserta
didik harus lebih aktif dari pada guru. Guru hanya bertindak sebagai pembimbing
dan fasilitator.
Selain itu, adapula bentuk-bentuk interaksi belajar mengajar yang
dikemukakan oleh Roestiyah N.K, sebgai berikut
1.
2.
3.
4.
Pengajaran adalah transfer pengetahuan kepada siswa. Dalam bentuk ini guru
mengajar di sekolah hanya menyuapi makanankepada anak. Hubungan guru
dan siswa di sini hanya berlangsung sepihak, ialah dari pihak guru.
Pengajaran ialah mengajar siswa bagaimana caranya belajar. Dalam bentuk
ini guru hanya merupakan salah satu sumber belajar. Ada hubungan timbalbalik antara guru dan murid.
Pengajaran adalah hubungan interaktif antara guru dan siswa. Dalam hal ini
guru hanya menciptakan situasi dan kondisi, agar tiap individu dapat aktif
belajar.
Mengajar adalah proses proses interaksi siswa dengan siswa dan konsultasi
guru. Dalam proses ini siswa memperoleh pengalaman dari teman-temanya
sendiri, kemudian pengalaman tersebut dikonsultasikan kepada guru.22
Pola hubungan- murid menurut al-Ghazali adalah pola hubungan yang
bersifat kemitraan yang didasarkan pada nilai-nilai demokratis, keterbukaan,
kemanusiaan dan saling pengertian. Dalam pola hubungan tersebut eksistensi
20
Mahdy saeed Reziq Krezem, Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari, (Jakarta: Media
Da‟wah, 2001), cet. Ke-1, h. 77
21
Thursan Hakim, Belajar Efektif, (Jakarta: Puspaswara Anggota IKAPI, 2001), cet. Ke-2,
h.8
22
Roestiyah, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994),
Cet. 3, h. 41-44.
17
guru-murid sama-sama diakui dan dihargai. Dalam proses belajar mengajar, murid
diperlakukan secara manusiawi, diberikan hak untuk mengemukakan pendapat,
bertanya, mengkritik, dan diperlakukan sesuai dengan bakat, potensi dan
kecendrunganya. 23
Situasi pembelajaran atau proses interaksi belajar-mengajar yang baik dapat
dilakukan dengan menjalin hubungan dengan orang lain. Karena interaksi
membutuhkan orang lain dan belajar yang sukses jika ada hubungan/kerjasama
dengan orang lain, perasaan saling memiliki ini memungkinkan pesrta didik untuk
menghadapi tantangan, ketika mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian,
mereka mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan
mereka melampaui ambang pengetahuan dan keterampilan mereka sekarang.24
Cara menjadikan peserta didik aktif sejak awal ini menjadi sangat penting
untuk diperhatikan oleh pendidik (guru) agar terjadi interaksi edukatif dalam
proses belajar-mengajar di Kelas.
Bagian ini berisi pembuka percakapan dan aktivitas pembuka lain untuk
segala bentuk pembelajaran. Tehnik-tehniknya dirancang untuk mengerjakan
salah satu atau beberapa dari yang berikut ini:
1. Pembentukan tim: membantu siswa menjadi lebih mengenal satu sama lain
atau menciptakan semangat kerjasama dan kesalingtergantungan.
2. Penilaian serentak: mempelajari tentang sikap, pengetahuan, dan pengalaman
peserta didik.
3. Pelibatan belajar peserta didik secara langsung: menciptakan minat awal
terhadap pelajaran.25
Selain peserta didik yang aktif, hal yang paling mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran dan untuk membangun kepribadian siswa secara mendalam adalah
motivasi yang diberikan oleh guru, di mana guru sebagai motivator adalah hal
yang harus dilakukan oleh guru. Woodwort (1955) mengatakan: “A motive is a set
23
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), Cet.1, h. 113.
24
Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Allyn and Bacon,
Boston, 1996) h.30
25
Ibid., h. 13
18
predisposes the invividual of certain activities and for seeking certain goals”.
Suatu motif adalah suatu set yang dapat membuat individu melakukan kegiatankegiatan tertentu untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian, perilaku atas tindakan yang ditunjukkan seseorang dalam
upaya mencapai tujuan tertentu sangat tergantung dari motive yang dimilikinya.
Motif dan motifasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Motivasi
merupakan penjelmaan dari motif yang dapat dilihat dari perilaku yang
ditunjukkan seseorang. Hilgard mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan
yang terdapat dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan
kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan demikian, motivasi
muncul dari dalam diri seseorang.26
Untuk memperoleh hasil yang belajar yang optimal pendidik/guru dituntut
kreatif membangkitkan motivasi belajar pesrta didiknya. Di bawah ini
dikemukakan beberapa petunjuk.
a. Memperjelas Tujuan yang Ingin Dicapai
Tujuan yang jelas dapat membuat peserta didik paham ke arah mana ia akan di
bawa. Pemahaman peserta didik tentang tujuan pembelajaran dapat
menumbuhkan minat peserta didik untuk belajar, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan motivasi belajar mereka.
b. Membangkitkan Minat Siswa
Peserta didik akan terdorong untuk belajar, manakala mereka memiliki minat
untuk belajar. Oleh sebab itu mengembangkan minat belajar peserta didik
merupakan salah satu tehnik dalam mengembangkan motivasi belajar.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk membangkitkan minat peserta didik di
antaranya adalah:
1) Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan peserta
didik.
2) Sesuaikan materi pelajaran dengan pengalaman dan kemampuan peserta
didik.
26
Yudhi Munadhi., Op.cit.,
19
3) Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara variatif.27
c. Ciptakan Suasana yang Menyenangkan dalam Belajar
Peserta didik hanya mungkin belajar dengan baik, manakala ada dalam
suasana yang menyenangkan, merasa aman bebas dari rasa takut. Usahakan
agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar terbebas dari rasa tegang.
Untuk itu guru sekali-kali dapat melakukan hal-hal yang lucu.
d. Berilah Pujian yang Wajar Terhadap Keberhasilan Siswa
Motivasi akan tumbuh manakala peserta didik merasa dihargai, memberikan
pujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
memberikan penghargaan.
e. Berikan Penilaian
Banyak peserta didik yang belajar karena ingin memperoleh nilai yang bagus
untuk itu mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian peserta didik nilai dapat
menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu penilaian harus
segera dilakukan dengan segera, agar peserta didik secepat mungkin
mengetahui hasil kerjanya.
f. Berilah Komentar terhadap Hasil Pekerjaan Siswa
Peserta didik juga butuh penghargaan berupa komentar yang positif,
sebaiknya
guru
memberikan
komentar
secepatnya
misalnya
dengan
memberikan tulisan “bagus”, atau “teruskan pekerjaanmu” dan lain
sebagainya.
g. Ciptakan Persaingan dan Kerjasama
Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk
keberhasilan dan proses pembelajaran peserta didik. Melalui persaingan
peserta didik dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
memperoleh hasil yang terbaik.
27
Ibid.,h. 10
20
4. Konsep Keterampilan Mengajar Akidah Akhlak sebagai
wujud Interaksi Edukatif
Sistem pengajaran di kelas telah mendudukkan guru pada suatu tempat yang
sangat penting, karena guru yang memulai mengakhiri setiap interaksi belajar
mengajar yang telah diciptakannya. Berbagai peranan guru, dibutuhkan
keterampilan dalam pelaksanaannya. Mengajar merupkan usaha yang sangat
kompleks, sehingga sulit menentukan tentang bagaimanakah mengajar yang baik
itu. Pelaksanaan interaksi belajar mengajar yang baik dapat menjadi petunjuk
tentang pengetahuan seorang guru dalam mengakumulasi dan mengaplikasikan
segala pengetahuan dan keguruannya. Itulah sebabnya maka dalam melaksanakan
interaksi belajar mengajar perlu adanya beberapa keterampilan mengajar.28
Beberapa keterampilan mengajar yang harus dikuasai dan dilaksanakan oleh
guru antara lain adalah:
1. Keterampilan Membuka Pembelajaran
Yang dimaksud denan membuka pembelajaran adalah seberapa jauh
kemampuan guru dalam memulai interaksi belajar mengajar untuk suatu jam
pembelajaran tertentu. Adapun keterampilan dalam membuka pembelajaran
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Mengkondisikan Peserta didik
Tujuan kegiatan ini untuk mengarahkan guru pada pokok permasalahan
agar peserta didik siap baik secara mental, emosional, maupun fisik. Keiatan
ini antara lain berupa:
1) Pengulasan langsung pengalaman yang pernah dialami oleh peserta didik
taupun guru
2) Pengulasan bahan pengajaran yang pernah dipelajari pada waktu
sebelumnya.
28
Sardiman A.M., Interaksi Edukatif dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-10, h.194
21
3) Kegiatan-kegiatan yang menggugah dan mengarahkan perhatian peserta
didik antara lain meminta pendapat/saran peserta didik, menunjukkan
gambar, slide power point, film atau benda lain.29
b. Menarik Minat dan Perhatian Peserta Didik
Perhatian lebih bersifat sementara dan ada hubungannya dengan minat.
Perbedaanya adalah minat sifatnya menetap sedan kan perhatian sifatnya
sementara, adakalanya menghilang. Jadi perhatian itu sebentar hilang,
sebentar timbul kembali, sedangkan minat selalu tetap ada.30
Anak-anak yang selesai bermain, pada waktu masuk kembali ke dalam
kelas untuk menerima pembelajaran sering kita dengar masih membicarakan
permainanya. Oleh sebab itu pada waktu guru hendak menyampaikan
pelajaran baru, sebaiknya diusahakan untuk menyatukan alam pikiran peserta
didik dengan jalan menghilangkan kenangan atas peristiwa yang baru saja
mereka alami.
Jenis usaha lain adalah memberikan pertanyaan bahasan sebelumnya
yang berhubungan dengan topic baru, atau sering pula dengan memberikan
pre test untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik sudah memiliki
pengetahuan tentang bahasan yang akan mereka pelajari.
c. Membangkitkan Motivasi Peserta Didik
Tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia
mau melakukan belajar. Ada dua macam motivasi: pertama, motivasi
intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri, tanpa
ada paksaan atau dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri.
Kedua, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul akibat pengaruh dari
luar individu, apakah karena ajakan, suruhan, paksaan orang lain sehingga ia
melakukan belajar.
29
B. Suryosubroto, Tata laksana kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet. Ke 1, h.81
Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),
edisi ke-2 Cet ke-19, h.28
30
22
Motivasi intrinsik dapat menguat jika anak menganggap tugas sebagai
sesuatu yang menarik, relevan secara personal, bermakna dan pada level yang
sesuai dengan kemampuan anak, sehingga mereka beranggapan dapat
berhasil dalam menyelesaikan tugas itu.31
Berikut ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk
membangkitkan motivasi peserta didik:
1) Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara
peserta didiknya untuk meningkatkan prestasi belajar.
2) Pace making (membuat tujuan sementara atau dekat): pada awal
pembelajaran, hendaknya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang
akan dicapainya.
3) Tujuan yang jelas: semakin jelas tujuan, semakin jelas pula motivasi
dalam melakukan sesuatu.
4) Kesempurnaan untuk sukses: guru hendaknya banyak memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk meraih sukses dengan usaha
sendiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
5) Mengadakan penilaian atau tes: pada umumnya semua peserta didik mau
belajar dengan tujuan memperoleh nilaiyang baik jadi, angka menjadi
motivasi yang kuat bagi peserta didik.32
Apabila guru berhasil menumbuhkan menumbuhkan kebutuhan belajar
peserta didik, maka peserta didik akan aktif mengalami, mencari, dan
menemukan berbagai pengetahuan yang dibutuhkannya dengan bimbingan
guru. Usaha-usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi sehingga anak mau
atau ingin melakukan sesuatu atau disebut motivasi.
31
32
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet ke-1, h.486
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, …, h.29-30
23
d. Mengadakan Test Pendahuluan (Pre-test)
Fungsi dari pretest ini adalah untuk menilai sampai dimana peserta didik
telah menguasai kemampuan atau keterampilan yang tercantum dalam
indikator hasil belajar, sebelum mereka mengikuti program pengajaran yang
telah disampaikan.
2. Keterampilan dalam Memproses Kegiatan Inti Pembelajaran
Kegiatan inti pembelajaran merupakan proses pembentukan kompetensi pada
peserta
didik,
dan
merealisasikan
tujuan-tujuan
pembelajaran.
Proses
pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabilaseluruh peserta didik terlibat
aktif baik mental, fisikmaupun sosialnya.33
a. Penguasaan materi pembelajaran
Penguasaan materi bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan,
khususnya dalam proses belajar mengajar yang melibatkan guru mata
pelajaran. Ada beberapa hal dalam upaya meningkatkan penguasaan materi
bagi guru, antara lain: melalui musyawarah guru, atau kelompok kerja guru,
melalui buku sumber yang tersedia atagu kegiatan mandiri, malalui
pendalaman materi dengan mengikuti seminar/pelatihan.
b. Keterampilan menggunakan metode
Penggunaan metode mengajar dipengaruhi oleh beberapa factor seperti:
metode mengajar harus sesuai dengan tujuan, metode mengajar harus sesuai
dengan peserta didik, harus serasi dengan lingkungan dan pelajaran
terkoordinasi dengan baik. Selain beberapa factor tersebut, dipersyaratkan
pula kepada setiap guru untuk mengetahui dan menguasai metode yang akan
digunakannya.34
33
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat satuan pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), cet. 5 h. 256
34
Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usman, guru professional dan implementasi
24
c. Keterampilan Memberi Penguatan
Penguatan merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat
meningkatkan
kemungkinan
terulangnya
kembali
perilaku
tersebut.
Keterampilan memberikan penguatan merupakan keterampilan yang arahnya
untuk memberikan dorongan, tanggapan atau hadiah bagi peserta didik agar
dalam mengikuti pembelajaran merasa dihormati dan diperhatikan.35
d. Menggunakan waktu
Yang dimaksud dengan menggunakan waktu dalam hal ini
adalah
ketepatan guru dalam mengalokasikan (mengatur) waktu yang tersedia
dalam suatu interaksi belajar mengajar, kesulitan yang dialami guru dalam
kegiatan interaksi adalah: dalam hal penggunaan waktu yang tersedia dari
membuka pelajaran sampai menutup pelajaran.
e. Keterampilan Bertanya
Bertanya merupakan stimulus yang efektif yang mendorong kemampuan
berfikir.36 Keterampilan bertanya sangat perlu untuk dikuasai oleh seorang
guru untukmenciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan,
karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk
mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan
menentukan kualitas jawaban peserta didik.37
f. Keterampilan Mengadakan Variasi
Mengadakan variasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai guru
yang bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi
standar yang relevan, memberikan kesempatan bagi perkembangan bakat
peserta didik terhadap berbagai hal baru dalam pembelajaran, memupuk
35
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2006), cet ke 1, h.168
36
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, …, cet ke 1, h.170
37
Whandi, Bagaimana Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (PT.
Persada 2008), cet 1, h.23
25
perilaku positif peserta didik dalam pembelajaran, serta member kesempatan
kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kemampuannya.
Komponen keterampilan mengadakan variasi dibagi menjadi 3
kelompok sebagai berikut:
1. Variasi dalam gaya mengajar yang meliputi variasi suara, pemusatan
perhatian, kesenyapan, perantian posisi guru, kontak pandang serta
gerakan badan dan mimik.
2. Variasi pola interaksi dan kegiatan
3. Variasi penggunaan alat bantu pengajaran yang meliputi alat/bahan yang
dapat didengar, dilihat dan dimanipulasi.
Dalam mengadakan variasi guru perlu mengingat-ingat prinsip-prinsip
penggunaanya yang meliputi kesesuaian, kewajaran, kelancaran, dan
kesinambungan serta perencanaan bagi alat/bahan yang memerlukan
penataan khusus.
g. Keterampilan Menjelaskan
Menjelaskan adalah mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda,
keadaan, fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum
keterampilan menjelaskan sangat penting bagi guru karena sebagian besar
percakapan guru yang mempunyai pengaruh terhadap pemahaman peserta
didik adalah berupa penjelasan.
Komponen keterampilan menjelaskan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Merencanakan materi penjelasan
2. Menyajikan penjelasan
Penjelasan dapat diberikan pada awal, tengah dan akhir pelajaran, dengan
selalu memperhatikan karakteristik peserta didik yan diberi penjelasan serta
materi /masalah yang dijelaskan.
26
3.
Keterampilan Menutup Pembelajaran
Untuk memeperoleh gambaran secara utuh pada waktu akhir kegiatan ada
beberapa cara yang dapat dilakukan guru dalam menutup pembelajaran yakni:
1. Meninjau kembali dengan cara merangkum inti pelajaran dan membuat
ringkasan
2. Mengevaluasi
dengan
mendemonstasikan
berbagai
keterampilan,
bentuk
evaluasi,
meminta
peserta
misalnya
didik
mengaplikasikan ide baru, dalam situasi yang lain, mengekspresikan
pendapat peserta didik dan memberikan soal tertulis.
Dari apa yang telah diuraikan di atas terbukti bahwa membuka dan
menutup pembelajaran bukanlah urutan yang bersifat rutin (dari itu ke itu saja),
melainkan merupakan suatu perbuatan guru yang perlu direncanakan secara
sistematis dan rasional.
Penutup dalam hal ini yang dimaksudkan sebagai cara guru dalam
mengakhiri penjelasan atau pembahasan suatu pokok bahasan. Penutup yang
lengkap berupa ringkasan, kesimpulan dan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
menguji tentang pencapaian tujuan intruksional. Apabila dalam pengujian tersebut
ternyata beberapa tujuan belum tercapai maka guru wajib menjelaskan kembali
secara singkat sehingga tugas-tugasnya benar-benar dirasa tuntas.
Belajar dapat dikatakan suatu proes yang tidak pernah berhenti karena
merupakan suatu proses yang berkelanjutan menuju kea rah kesempunaan. Setiap
kali berakhir dari suatu interaksi edukatif antara guru dengan peserta didik, itu
adalah merupakan suatu terminal saja untuk kemudian beranjak ke interaksi
selanjutnya pada hari atau pertemuan yang berikutnya.
Jadi akhir pelajaran bukan berarti seluruh proses belajar mengajar atau
interaksi edukatif selesai sama sekali. Oleh karena itu kesan perpisahan yang baik
pada akhir pelajaran sangat diperlukan agar pertemuan pada kesempatan yang lain
27
dapat diterima dan interaksi edukatif antara guru dan peserta didik dapat
berlangsung dengan baik.
5. Ciri-ciri interaksi edukatif
Sebagai interaksi yang bernilai normatif, maka interaksi edukatif mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Interaksi edukatif mempunyai tujuan.
Tujuan dalam interaksi edukatif adalah untuk membantu anak didik dalam
suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud intraksi edukatif saddar akan
tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian, sedangkan unsur
lainya sebagai pengantar dan pendukung.
b.
Interaksi edukatif ditandai dengan penggarapan materi khusus.
Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupan dan disiapkan sebelum
berlangsungnya interaksi edukatifsehingga cocok untuk mencapaitujuan. Dalam
hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen pengajaran yang lain.
c.
Ditandai dengan aktivitas anak didik
Sebagai konsekuensi, bahwa peserta didik merupakan sentral, maka aktivitas
peserta didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi edukatif.
Aktivitas peserta didik dalam hal ini baik secara fisik maupun mental aktif. Inilah
yang sesuai dengan konsep CBSA.38 dan sekarang dikenal dengan istilah Activ
learning, dimana seorang pendidik menggunakan strategi pembelajaran untuk
mengkondisikan peserta didik agar dapat aktif di kelas.
d.
Guru berperan sebagai pembimbing.
Guru berperan sebagai pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu
untuk mengenal dan memahami setiap peserta didik baik secara individu maupun
kelompok, memberikan penerangan kepada peserta didik mengenai hal-hal yang
diperlukan dalam proses belajar, memberikan kesempatan yang memadai agar
setiap peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya,
membantu peserta didik dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang
38
Edi Suardi, Pedagogik, (Bandung: Angkasa, 1980), h. 15-16
28
dihadapinya,
dilakukanya.
menilai
keberhasilan
setiap
langkah
kegiatan
yang
telah
39
Dalam
penerapanya
sebagai
pembimbing,
guru
harus
berusaha
menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi edukatif
yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam sebagai situasi proses
interaksi edukatif, sehingga guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru
tingkah lakunya oleh pendidik.
e.
Mempunyai batas waktu
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas
(kelompok peserta didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa
ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberikan waktu tertentu, kapan tujuan harus
sudah tercapai.
f.
Menggunakan metode.
Metode mengajar adalah sistem penggunaan teknik-teknik di dalam interaksi
antara guru dan peserta didik dalam program belajar-mengajar sebagai proses
pendidikan. Teknik yang dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu
antara lain: bermain, tanya jawab, ceramah, diskusi, peragaan eksperimen, kerja
kelompok, sosio drama, karya wisata, dan modul.
Seyogyanya guru dapat mengenal berbagai teknik, agar dapat menerapkanya
secara tepat, sesuai keadaan.40
g.
Diakhiri dengan evaluasi.
Sebagai alat penilaian hasil pencapaaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi
harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya sekedar menentukan
angka keberhasilan belajar, tetapi yang lebih penting adalahsebagai dasar untuk
umpan balik (feed back) dari proses interaksi edukatif yang dilaksanakan.41
39
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
19950, Cet Ke-3, h. 100
40
Zakiyah Darajat, pendidkian Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama,
1995), Cet. Ke-2, h. 97
41
Muhammad Ali, Guru dalam Prosews Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1992),
Cet. Ke-7, h. 113
29
B. Pembentukan Akhlak Peserta Didik
1. Pengertian Akhlak
Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak adalah bentuk jamak
dari khulk. Kata khulk di dalam kamus Al-munjid berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku, atau tabi‟at.42
Menurut Khalil al-Musawi “bahwa kata akhlak berasal dari akar khalaqa
yang berarti lembut, halus, dan lurus, dari kata khalaqa yang berarti bergaul
dengan akhlak yang baik juga dari kata takhallaqa yang berarti berwatak”.43
Di dalam Dairatul Ma‟arif dikutip oleh Asmaran AS, kata akhlak diartikan
sebagai berikut:
ِ‫الْاَخْالَقُ ِهيَ صِفَاتُ الْاِنْسَانِ الْاَدَبِّيَة‬
“ Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”.44
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang
dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.
Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik yang disebut dengan akhlak mulia, atau
perbuatan buruk yang disebut akhlak tercela sesuai dengan pembinaanya.
Adapun pengertian akhlak secara terminologi adalah sebagai berikut:
Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti,
watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan
akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama
manusia.45
Defenisi lain mengatakan bahwa akhlak adalah suatu daya yang telah bersemi
dalam jiwa seseorang sehingga dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
mudah tanpa dipikir dan direnungkan lagi.46
Menurut para ahli, akhlak dapat diartikan sebagai berikut:
42
Luis Ma‟luf, Kamus Al-munjid, (Beirut: Al-Maktabah Al-katulikiyah t.t), h. 194
Khalil Al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Terjemah Ahmad Subandi,
(Jakarta: Lentara, 1994), Cet. Ke-9, h. 1
44
Asnaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. Ke2, h. 1
45
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), h. 9
46
M. Sukarda Sadili, Bimbingan Akhlak Yang Mulia, (Tasik Malaya: Widya Graha, 1986),
Cet. Ke-1, h. 5
43
30
a.
Ahmad amin mengemukakan bahwa akh;lak ialah “ilmu untuk menetapkan
segala perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk, yang benar atau yang
salah, yang hak atau yang batil”.47
b.
Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumudin berpendapat bahwa akhlak
adalah: “ Khuluq (jamaknya akhlak) ialah ibarat (keterangan) tentang
keadaan dalam jiwa yang menetap di dalamnya dari padanyalah terbit
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pada
pemikiran dan penelitian. kalau keadaan itu, di mana terbit padanya
perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan syara‟, keadaan
itu dinamai akhlak yang baik. Dan kalau yang terbit itu perbutan-perbuatan
yang jelek, keadaan yang menerbitkanya dinamai akhlak yang buruk”.48
c.
Ibn Miskawaih secara singkat mengatakan, bahwa akhlak adalah: “Khuluq
ialah keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikran dan pertimbangan”.49
d.
Dalam Mu‟jam al-Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah:
“sifat yang tertanam dalam jiwa, yang denganya lahirlah macam-macam
perbuatan,
baik
atau
buruk,
tanpa
membutuhkan
pemikiran
dan
pertimbangan”.50
e.
Menurut Abdullah Darraz “ akhlak adalah suatu keinginan (iraddah) yang
kuat yang telah meresap dalam jiwa dan menimbulkan suatu perbuatan bebas
kearah yang baik dan benar (bila akhlak itu terpuji), atau kearah yang buruk
dan jahat (bila akhlak itu tercela)
f.
Menurut Moh. Ardani Akhlak adalah: suatu keadan yang tertanam dalam
jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara langsung dan
berturut-turut tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran.51
47
Ahmad Amin, Ilmu Akhlak Terjemahan, (Jakarta:Bulan Bintang, 1991), Cet. Ke-6, h. 1
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumudin, (Beirut: Dar al-fikri, 1996), Jilid III, h. 56
49
Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-A,raqi, (mesir: al-Mathba‟ah al-Mishiriyah,
1934), Cet. Ke-1, h. 40
50
Ibrahim Anis, Al-Mu‟jam al-wasith, (Mesir Dar al-Ma‟arif, 1972), h. 88
51
Moh. Ardani, Alqur‟an dan Sufisme Mangkunegara IV, Studi Serat-Serat Piwulang,
(yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 271
48
31
Pada hakikatnya akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap
dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga dari situ timbulah berbagai macam
perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa
memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tersebut timbul kelakuan yang baik
dan terpuji menurut pandangan syari‟at dan akal pikiran, maka ia dinamakan
akhlak terpuji dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan buruk, maka disebutlah
akhlak yang tercela.
Tentang akhlak terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi
induk seluruh akhlak. Induk-induk akhlak yang baik itu seperti disebut al-Ghazali,
adalah sebagai berikut:
a.
Kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah (kebijaksanaan), yaitu keadaan jiwa
yang bisa menemukan hal-hal yang benar diantara yang salah dalam urusan
ikhtiariah (perbuatan yang dilaksanakan dengan pilihan dan kemauan
sendiri).
b.
Kekuatan marah wujudnya adalah Syaja‟ah (berani), yaitu keadaan marah
yang tunduk kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang.
c.
Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah „iffah (perwira), yaitu keadaan
syahwat yang terdidik oleh akal dan syari‟at agama.
d.
Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga di atas wujudnya adalah
adil, yaitu kekuatan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah.
Dari empat sandi akhlak yang terpuji itu, akan lahirlah perbuatan-perbuatan
baik seperti: jujur, suka memberi pada sesama, tawadhu, tabah, tinggi cita-cita,
pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran, menghormati
orang lain, sabar, malu, pemurah, memelihara rahasia, qonaah, dan sebagainya.
Berakhlak baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai diri sendiri,
menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya,
karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus
dijaga dan dipertanggung jawabkan sebaik-baiknya.52
52
Moh Ardani, Nilai-Nilai Akhlak dan Budi Pekerti dalam Ibadah, (Jakarta: CV. Karya
Mulia, 2001) cet 1, h.46
32
Sedangkan akhlak kepada sesama manusia adalah sebagaimana antara
manusia yang satu memperlakukan manusia yang lainnya dengan baik.
Berkenaan dengan akhlak sesama manusia, al-Qur‟an banyak memberikan
rincian mengenai hal itu. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya dalam bentuk
larangan melakukan hal negatif seperti membunuh, mencuri dan lain sebagainya
tetapi juga sampai kepada penyakit hati dengan cara menceritakan aib seseorang
di belakangnya. dan juga terkait dengan memaafkan kesalahan orang lain.
Q.S Al-Baqarah: 263.
             
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang
diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha
Kaya lagi Maha Penyantun.
Jika bertemu saling mengucapkan salam dan ucapan yang keluar adalah
ucapan yang baik, (Lihat Q.S An-Nur: 58)
           
      
        
              
             
 
33
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita)
yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta
izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh,
ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah
sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan
tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu,
sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah
Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.
Dan (Lihat Al-Baqarah: 83)
            
         
      
“dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu
bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada
kamu, dan kamu selalu berpaling.
Memaafkan kesalahan orang lain, Lihat Q.S Ali Imran:134
           
  
34
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Selain itu dianjurkan mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan
kepentingan sendiri dan lain sebagainya.53
Selain di atas termasuk juga akhlak kepada orang lain adalah akhlak kepada
guru. Guru adalah orang yang sangat berjasa dalam memberikan ilmu
pengetahuan kepada peserta didiknya, oleh karena itu seorang peserta didik wajib
menghormati dan menjaga wibawa guru, dan berprilaku sopan di depan guru.
Imam ghazali adalah seorang tokoh akhlak yang sangat menghargai guru,
dalam kitabnya Bidayatul Hidayah sebagaimana yang telah dikutip oleh Zainudin,
ia memberikan contoh bagaimana cara berakhlak kepada guru, yaitu: kepada guru
harus menghormati dan memberikan salam terlebih dahulu, jangan banyak bicara
kepada guru, jangan bicara sambil tertawa, hendaklah menundukkan kepala jika
duduk dihadapan guru, jika ingin bertanya mintalah ijin dahulu dan lain
sebagainya.54
Hubungan guru dan peserta didik amat dekat, tapi jalinan tersebut tidak boleh
meniadakan jarak, dan rasa hormat peserta didik terhadap guru, wibawa harus
senantiasa ditegakkan namun, keakraban juga harus terjalin. Inilah seni hubungan
yang harus diciptakan dalam situasi pendidikan.55
Jika hal tersebut di atas dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka akan
terwujudlah nilai yang positif yang akan mempengaruhi keberhasilan dalam
proses pendidikan dan pengajaran antara lain:
1. Mempertahankan kemuliaan, kehormatan dan kewibawaan guru sehingga
hubungan antara guru dan murid dapat berjalan secara harmonis.
2. Memperhatikan konsentrasi dan suasana belajar mengajar di dalam kelas.
3. Sopan santun dan tata krama dalam pergaulan sehari-hari.
53
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet.7 h. 149
Zainudin dkk, Seluk-beluk Pendidikan Al- Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 70
55
Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), cet.1 h.273
54
35
Tentang akhlak terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi
induk seluruh akhlak. Induk-induk akhlak yang baik itu seperti disebut AlGhazali, adalah sebagai berikut:
a. Kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah (kebijaksanaan), yaitu keadaan jiwa
yang bisa menemukan hal-hal yang benar diantara yang salah dalam urusan
ikhtiariah (perbuatan yang dilakukan dengan pilihan dan kemauan sendiri).
b. Kekuatan marah wujudnya adalah syaja‟ah (berani), yaitu keadaan marah
yang tunduk kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang.
c. Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah „iffah (pewira), yaitu keadaan
syahwat yang terdidik oleh akal dan syari‟at agama.
d. Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga di atas wujudnya adalah
adil, yaitu kekutan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah.
Dari empat sendi akhlak yang terpuji itu maka akan lahirlah perbuatanperbuatan baik seperti: jujur, suka member kepada sesama, tawadu‟, tabah, tinggi
cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran,
menghormati orang lain, sabar pemalu, pemurah, memelihara rahasia, qona‟ah,
dan sebagainya.
Pembahasan selanjutnya adalah akhlak yang tercela. Untuk ini pun ada sendisendi yang patut diketahui, yang menjadi sumber timbulnya perbuatan-perbuatan
yang tidk baik. Sendi-sendi akhlak tercela tersebut merupakan kebalikan dari
sendi-sendi akhlak terpuji, yaitu:
a. Khubtsan wa jarbazah (keji dan pintar), dan balhan (bodoh) yaitu keadaan
jiwa yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan yang benar diantara yang
salah karena bodohnya, di dalam urusan ikhtiaroh.
b. Tahawur (berani tetapi sembrono), jubun (penakut) dan khauran (lemah, tidak
bertenaga), yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau tidak pernah
dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikehendaki akal.
36
c. Syarhan (rakus) dan jumud (beku), yaitu keadaan syahwat yang tidak terdidik
oleh akal dan syari‟at agama, tetapi ia bisa berkelebihan atau sama sekali
tidak berfungsi.
d. Zalim, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing oleh
hikmah.
Keempat sendi-sendi akhlak tercela ini akan melahirkan berbagai perbuatan
buruk yang dikendalikan hawa nafsu: congkak, riya, mencaci maki, khianat,
dusta, dengki, keji, serakah, „ujub, pemarah, malas, membukakan rahasia, kikir,
dan sebagainya dan kesemuanya akan mendatangkan mudharat dan kerugian bagi
individu dan masyarakat.
Akhlak yang baik akan selalu mendapat pujian dri orang yang ada
disekitarnya, sedangkan akhlak yang buruk akan menimbulkan sebuah
permasalahan dalam kehidupan seseorang. walau terkadang kebaikan seseorang
seringkali diartikan sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan bagi orang yang
memiliki akhlak yang kurang baik, namun sesuatu yang baik pasti akan
menghasilkan sesuatu yang baik pula. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah
SWT:
              
        
   

Artinya:Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu
sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu
sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua,
(kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu
37
dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu
memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya
apa saja yang mereka kuasai.
Ayat ini menjelaskan bahwa apabila manusia itu berbuat baik atau berbuat
kebajikan maka kebajikannya itu akan dirasakannya, baik di sunia maupun di
akhirat. Tetapi apabila mereka berbuat jahat, yaitu melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan bimbingan wahyu, serta bertentangan dengan fitrah kejadian
mereka sendiri, sehingga mereka berani menentang kebenaran dan menentang
norma-norma dalam tata kehidupan mereka sendiri, maka akibat dari perbuatan
mereka itu adalah kemurkaan Allah SWT.56
Jelaslah bahwa jika manusia dapat membawa dirinya pada sebuah pergaulan
yang baik, maka akan mendapat perlakuan yang baik pula, akan tetapi hal tersebut
tidak bermaksud menjadikannya/mendidiknya menjadi orang munafik.
Karenanya agar terhindar dari julukan yang seperti itu, maka manusia
haruslah menentukan sebuah sikap dan sifat yang sesuai dengan akhlakul kar
imah, yang tida imahk bertentangan dengan apa yang dimiliki dalam hati nurani
serta hidayah yang telah dianugerahi oleh Allah pada tiap-tiap makhluknya
Dengan demikian akhlak adalah kelakuan antar manusia dengan Tuhan, dan
manusia dengan manusia, manusia dengan dirinya sendiri, dan antara manusia
dengan makhluk lainnya.
2. Proses Pembentukan Peserta Didik Berakhlak Mulia
Peserta didik merupakan salah satu unsur dalam dunia pendidikan. Dan
tujuan utama yang akan dicapai dari pendidikan adalah: hendak menciptakan
produk-produk yang bermutu baik, cakap (lahir batin) dalam berbagai aspek.
56
530
UII, Al-qur‟an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), jilid. V,h. 529-
38
Dalam hal ini siswa sebagai peserta didik diharapkan berakhlak mulia. Karena
pembentukan akhlak mulia adalah jiwa pendidikan islam.57
Selain itu peserta didik tidak akan berhasil dalam belajar dan pendidikan,
kalau tanpa petunjuk, bimbingan dan nasehat dari seorang guru kiranya tepat apa
yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib, bahwa syarat keberhasilan peserta didik
dalam belajar adalah petunjuk dari seorang guru. Karena biar bagaimanapun juga
guru sangat besar perannya dalam proses pendidikan. Proses pendidikan dan
belajar akan berhasil serta membentuk akhlak mulia, jika memenuhi syarat-syarat
berikut: belajar, pelatihan, motivasi, pembiasaan dan keteladanan seorang figure
agar dapat dijadikan teladan dalam pembentukan peserta didik yang berakhlak
mulia.dalam pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia memerlukan proses
dan dalam proses tersebut membutuhkan metode atau cara dalam merealisasikan
pembentukan akhlak. Ada beberapa cara dan pendekatan yaitu: peniruan, dan
pembiasaan, motivasi dan keteladanan. Namun demikian, masih banyak cara dan
metode yang ditawarkan para pakar, namun dalam penelitian ini hanya dibatasi
oleh beberapa cara, diantaranya sebagai berikut:
1.
Menanamkan rasa cinta kepada Allah swt pada diri peserta didik.
2.
Memelihara jiwa dengan keluhuran dan kemuliaan.
3.
Selalu memperteguh nilai-nilai cinta antar sesama
4.
Meluruskan kesalahan pribadi pada peserta didik melalui:
a)
Dengan tindakan langsung
Pengarahan seorang guru dalam meluruskan kesalahan peserta didik dengan
cara islami/benar adalah hal yang sangat penting, tentunya dengan tidak
merendahkan peserta didiknya. Dengan demikian para peserta didik akan
menerima arahan dan pandangan seorang guru secara patuh dan tanpa
tekanan dan paksaan.
b) Tindakan secara tidak langsung
57
A. mujab Mahalli, Adab dan Pendidikan dalam Syari‟at Agama islam, (Yogyakarta: Liberty,
1984),h. 39
39
Yaitu teladan yang baik seorang guru yang berakhlak baik dalam bergaul
sehari-hari dengan para peserta didik, karena tindakan ini adalah tujuan yang
sangat penting dalam agama.
5.
Membentuk akhlak yang baik melalui kisah-kisah orang yang Alim.
Demikianlah beberapa pendekatan yang sedikit banyaknya ikut mendukung
para guru dalam membentuk peserta didik yang berakhlak mulia. Tapi semua itu
tidak akan tercapai dan menjadi bukti nyata bila tidak ada pembiasaan, motivasi,
dan keteladanan yang baik dari para guru.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Peserta didik
Agar pembentukan akhlak dapat berjalan dengan efektif ada beberapa factor
lain yang perlu diperhatikan dalam proses pembentukan akhlak yaitu:
a. Faktor Internal
Adapun faktor internal yang mempengaruhi pembentukan akhlak meliputi:
1) Faktor kepercayaan (Agama)
Agama bukan saja kepercayaan yang harus dimiliki oleh setiap manusia,
tetapi ia harus berfungsi dalam dirinya untuk menuntun segala aspek
kehidupannya, misalnya berfungsi sebagai sati sistem kepercayaan, system ibadah
dan kemasyarakatan yang terkait dengan nilai akhlak. Di sinilah agama menjadi
faktor mendasar bagi perubahan perilaku.58
2) Faktor Pembawaan Naluriah
Sebagai makhluk biologis, ada factor pembawaan sejak lahir yang menjadi
pendorong perbuatan setiap manusia. Faktor ini disebut dengan naluri atau tabiat
meneurut J.J. Rosseau.
Naluri itu dapat merusak diri dan dapat pula memberi manfaat, hal ini tergantung
kepada cara penyalurannya. Kecenderungan naluriah dapat dikendalikan oleh akal
58
Mahjuddin, Konsep Dasar Pendidikan Akhlak, (Jakarta: Kalam mulia, 2000) cet. 1 h. 25
40
atau
tuntunan
agama,
sehingga
manusia
kecenderungannya, apakah itu baik atau buruk.
dapat
mempertimbangkan
59
Dengan demikian akal dan naluri dalam Islam keduanya perlu dimanfaatkan
dan disalurkan dengan sebaik-baiknya dengan bimbingan dan pengarahan yang
ditetapkan Al-Quran dan As-sunnah.
3) Faktor sifat-sifat keturunan
Ahmad Amin mengatakan: “bahwa perpindahan sifat-sifat tertentu dari orang
tua kepada keturunannya disebut Al-Warasah (warisan sifat-sifat)”.60
Di samping adanya sifat bawaan anak sejak lahir (naluri dan sifat keturunan),
sebagai potensi dasar untuk mempengaruhi perbuatan setiap manusia, ada juga
faktor lingkungan yang mempengaruhinya, misalnya pendidikan dan tuntunan
agama.
b. Faktor Eksternal
Yang dimaksud dengan faktor eksternal disini adalah lingkungan sekitar
peserta didik, salah satunya adalah lingkungan sekolah, lingkungan sekolah
merupakan salah satu faktor lingkungan yang turut mempengaruhi pembentukan
akhlak peserta didik, corak hubungan antara guru dengan peserta didik atau antara
peserta didik dengan peserta didik lainnya akan banyak mempengaruhi aspekaspek kepribadian, termasuk nilai-nilai moral yang masih mengalami perubahan.
Corak hubungan guru dengan peserta didik itu terdapat dalam proses belajarmengajar yang berlangsung di lingkungan sekolah. Belajar dapat dipandang
sebagai hasil, dimana guru terutama melihat bentuk terahir dari berbagai
pengalaman interaksi edukatif.
Belajar juga dapat dikatakan sebagai proses, di mana guru melihat apa yang
terjadi selama peserta didik menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk
mencapai satu tujuan. Yang diperhatikan adalah pola-pola perubahan tingkah laku
sselama pengalaman belajar itu berlangsung.
59
60
Ibid,. h. 25
Ibid,. h. 25
41
Belajar juga bisa dikatakan sebagai fungsi. Dalam hal ini, perhatian ditujukan
pada aspek-aspek yang menetukan atau yang memungkinkan terjadinyaperubahan
tingkah laku manusia di dalam pengalaman edukatif.61
Pembentukan akhlak peserta didik, tidak akan lepas dari soal penanaman
nilai-nilai, transfer of values. Oleh karena itu guru tidak sekedar pengajar tapi
betul-betul sebagai pendidik yang akan memberikan nilai-nilai positif kepada
peserta didiknya. Guru juga harus berani member pujian. Pujian yang diberikan
dengan tepat, dapat mengakibatkan peserta didik mempunyai sikap yang positif,
dari pada guru selalu mengkritik dan mencela. Pujian dapat menjadi motivasi
belajar peserta didik dengan positif.62
Apabila usaha murid telah menghasilkan akhlak yang sesuai dengan tujuan
semula, proses belajar mengajar dapat dikatakan mencapai titik ahir sementara.
Akhlak tersebut terlihat pada perbuatan, reaksi dan sikap peserta didik secara fisik
maupun mental. Bersamaan dengan hasil utama itu terjadi bermacam-macam
proses mengiring yang juga menghasilkan “tambahan” perubahan akhlak,
akhirnya terdapat satu-kesatuan yang menyeluruh.
Dengan demikian lingkungan sekolah hendaknya dipandang tidak hanya
sebagai tempat untuk menambah ilmu guna dipergunakan sebagai modal hidup di
kemudian hari, akan tetapi sebagai tempat pembinaan akhlak yang baik bagi
peserta didik.
Hidup bersama antar manusia berlangsung di dalam berbagai bentuk
hubungan dan berbagai jenis situasi. Tanpa adanya proses interaksi di dalam
hidup manusia, tidak mungkin mereka dapat hidup bersama. Proses interaksi itu
mungkin terjadi, Karena kenyataannya bahwa manusia pada hakikatnya memiliki
sifat sosial yang besar. Dengan demikian, maka ada beberapa jenis interaksi yang
member kekhususan pada proses interaksi, misalnya interaksi belajar-mengajar
maupun interaksi edukatif.
61
Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Belajar- Mengajar Dasar-dasar dan Teknik
Metodelogi Pengajaran, (Bandung: Tarsito, 1986) cet. 5 h. 74-75
62
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1995), cet.3, h. 96.
42
Dalam interaksi yang seperti itu terjadi peserta didik belajar, dan guru
mengajar, keduanya untuk mencapai tujuan pendidikan. Interaksi harus bersifat
edukatif, maksudnya, bahwa interaksi itu berlangsung dalam rangka untuk tujuan
pendidikan. Jadi interaksi dalam hal ini bertujuan membantu pribadi peserta didik
mengembangkan potensi sepenuhnya, sesuai dengan cita-cita serta hidupnya dapat
bermanfaat bagi dirinya, masyarakat dan negara.
C. Hasil Penelitian Yang Relevan
Terdapat beberapa laporan hasil penelitian terdahulu yang sesuai dengan tema
yang diajukan dalam penelitian ini, adapun hasil penelitian yang relevan adalah
sebagai berikut:
1.
Model Interaksi Edukatif untuk Menciptakan Kreatifitas berbahasa Indonesia
pada siswa SMP Darul Taqwa
Disusun Oleh: Khoirunnisa‟
NIM
: 104070002250
Jurusan
: Pendidikan Bahasa Indonesia
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tahun 2008 M/1429 H
Hasil penelitiannya adalah:
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari analisis yang dilakukan maka, Model
interaksi pembelajaran untuk menciptakan kreativitas berbahasa Indonesia
terklasifikasi atas enam kategori sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran.
Pertama, model interaksi yang paling banyak digunakan untuk melatih
penguasaan perbendaharaan kata adalah dengan cara guru bersama siswa
bernyanyi, kemudian guru menjelaskan isi nyanyian dan kata-kata yang
digunakan dalam nyanyian tersebut. Berikutnya, model interaksi yang
digunakan adalah siswa menirukan guru menyebutkan nama objek yang
ditunjuknya, siswa menyebutkan nama objek yang ditunjuk guru, siswa
menirukan syair yang diucapkan guru dengan kata-kata yang tepat
ucapannya, siswa bercerita dengan kata-kata yang diingat dan didengarkan
43
dari cerita guru, siswa diajak berwisata untuk mengenali nama objek tertentu
dengan cara menyebutkan nama atau menirukan nama objek yang ditunjuk
guru, siswa disuruh menceritakan pengalaman dan kegemaran mereka di
depan kelas dengan bahasa sendiri, siswa disuruh menyusun kartu abjad
menjadi kata seperti yang disebutkan guru siswa disuruh bermain peran
dengan kata-kata sederhana setelah mereka diberi contoh, siswa disuruh
menunjukkan kartu kata sesuai dengan nama objek yang disebutkan guru,
siswa diajak bermain kuis dengan cara menyuruh anak memberikan contoh
kata-kata atau nama-nama objek dalam kelompok tertentu, dan model
interaksi yang paling sedikit persentasenya adalah siswa disuruh menyusun
kartu suku kata menjadi kata seperti yang disebutkan guru.
Kedua, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru dalam
melatih pendengaran siswa adalah siswa disuruh menjawab pertanyaan isi
cerita yang didengarkannya dari guru, dari tape recorder, radio, atau TV.
Ketiga, model interaksi yang paling banyak digunakan guru untuk melatih
siswa agar dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan isi cerita dari guru.
Selain itu, model interaksi yang digunakan adalah guru menyuruh siswa
menjawab pertanyaan tentang identitas, pengalaman, kegemaran, dsb siswa
diberi kesempatan mengajukan pertanyaan tentang sesuatu hal dan guru
menjawabnya guru mengajukan pertanyaan tentang nama alat peraga yang
ditunjuk (tiruan/asli) dan siswa disuruh menjawab pertanyaan tersebut guru
menyuruh siswa mewarnai gambar, kemudian guru menanyakan jenis warna
setiap bagian gambar dan siswa menjawabnya
persentasenya
paling
kecil
adalah
guru
dan model interaksiyang
menyuruh
siswa
untuk
mendramatisasikan cerita yang banyak berisi tanya jawab.
Keempat, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru untuk
melatih siswa agar dapat bercerita secara lancar dan kreatif adalah siswa
disuruh mengamati gambar berseri, kemudian mereka disuruh menceritakan
isi gambar tersebut
44
Kelima, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru untuk
melatih siswa agar dapat memberikan informasi kepada orang lain adalah
siswa menirukan contoh dari guru tentang cara memberikan informasi kepada
orang lain.
Keenam, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru untuk
melatih siswa agar dapat menyebutkan benda sebanyakbanyaknya beserta
sifatnya adalah siswa menirukan guru menyebutkan nama benda beserta
sifatnya
Dari hasil penelitian “Model Interaksi Edukatif untuk Menciptakan
Kreatifitas berbahasa Indonesia pada siswa SMP Darul Taqwa” yang
membedakan dengan hasil penelitian “Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik
(Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah”. Yaitu:
dalam penelitian sebelumnya lebih memfokuskan pada bagaimana interaksi
edukatif dapat membuat siswa kreatif dalam berbahasa Indonesia, sedangkan
pada penelitian ini lebih menekankan pada akhlak peserta didik setelah
adanya interaksi edukatif yang telah dilakukan oleh pendidik (guru)
2. pengaruh intensitas interaksi edukatif orang tua dengan anak terhadap
keberagamaan siswa kelas VII MTs NU Banat.
Disusun Oleh: M. Imam Sholeh
NIM
: 10304027851
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya, Tahun 2007 M/1428 H
Hasil penelitiannya adalah:
Diketahui bahwa hubungan antara variabel intensitas interaksi edukatif
orang tua – anak dan variable keberagamaan anak pada taraf signifikansi 1 %
dan 5 %, keduanya menunjukkan hasil yang signifikan. Dengan demikian,
hipotesis yang diajukan peneliti adalah diterima. Sedangkan data tentang
intensitas interaksi edukatif orang tua – anak terhadap keberagamaan siswa
kelas VII MTs NU Banat Kudus diperoleh dari hasil angket yang telah
diberikan kepada para siswa dan orang tua mereka masing-masing, sebagai
responden yang berjumlah 68 orang. Setelah data terkumpul, kemudian data
45
diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi satu prediktor
dengan rumus persamaan regresi linier sederhana, yaitu Yˆ = a + bx . Untuk
tahap pertama dalam analisis ini, peneliti memasukkan data yang telah
terkumpul ke dalam tabel distribusi frekuensi dan tabel interval nilai untuk
mengetahui kualitas dari masing-masing variabel, baik dalam variabel
intensitas interaksi edukatif orang tua – anak maupun dalam variabel
keberagamaan. Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa mean dari variabel
intensitas interaksi edukatif orang tua – anak adalah 68,98. Hal ini berarti
bahwa intensitas interaksi edukatif orang tua – anak berada dalam kategori
"baik", yaitu pada interval 65 – 79. Selanjutnya dapat diketahui bahwa mean
dari variabel keberagamaan siswa kelas VII MTs NU Banat Kudus adalah
68,56. Hal ini berarti bahwa keberagamaan siswa kelas VII MTs NU Banat
Kudus berada dalam kategori "cukup", yaitu pada interval 66– 70. Langkah
selanjutnya adalah mencari korelasi antara prediktor dengan kriterium dengan
tehnik korelasi product moment, dan hasilnya adalah 0,41.69 Kemudian
melakukan uji koefisien korelasi dengan menggunakan rumus uji t, dengan
hasil 3,65.Dari hasil uji t (3,65) ini, kemudian dikonsultasikan dengan t tabel
pada taraf 5% = 1,994 dan pada taraf 1% = 2,648. Karena th (3,65) > t tabel
(0,05 = 1,994 dan 0,01 = 2,648), maka hasilnya signifikan. Hal itu juga
dibuktikan dengan hasil Freg sebesar 13,34. Karena Freg lebih besar dari
Ft(0,05) = 3,98 dan tt(0,01) = 7,01, maka hasilnya adalah "signifikan". Dari
hasil uji hipotesis yang signifikan itu menunjukkan bahwa hipotesis yang
penulis ajukan bisa diterima kebenarannya. Yaitu semakin tinggi intensitas
interaksi edukatif orang tua – anak maka semakin baik keberagamaan anak
tersebut (siswa kelas VII MTs Banat Kudus).
Dari hasil penelitian diatas hampir sama dengan penelitian yang peneliti
lakukan, meskipun berbeda secara tahapan maupun metode yang digunakan
akan tetapi pembahasan yang sesuai yakni membahas tentang interaksi
edukatif. Namun perbedaanya pada penelitian sebelumnya lebih menekankan
pada sikap keberagamaan seorang anak sedangkan pada penelitian
“Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan
46
Akhlak Peserta Didik di Sekolah” ini membahas tentang bagaimana
pentingnya interaksi yang dilakukan oleh guru dalam upaya membentuk
peserta didik yang berakhlakul karimah dan berkarakter.
3. Hubungan
Kemandirian Belajar dan Interaksi Edukatif
Dengan Hasil
Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Sekecamatan Purworejo
Disusun Oleh: Mahasiswa FKIP PGSD Universitas Negeri Sebelas Maret.
Hasil penelitiannya adalah:
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis penelitian dapat
disimpulkan: (1) ada hubungan yang positif dan signifikan antara
kemandirian belajar dengan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD seKecamatan Purworejo. Peningkatan kemandirian belajar dapat meningkatkan
hasil belajar IPS, dan penurunan kemandirian belajar dapat menurunkan hasil
belajar IPS; (2) ada hubungan yang positif dan signifikan antara interaksi
edukatif dengan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD se-Kecamatan
Purworejo. Peningkatan interaksi edukatif dapat meningkatkan hasil belajar
IPS, dan penurunan interaksi edukatif dapat menurunkan hasil belajar IPS; (3)
ada hubungan yang positif dan signifikan antara kemandirian belajar dan
interaksi edukatif secara bersama-sama dengan hasil belajar IPS siswa kelas
IV SD se-Kecamatan Purworejo. Peningkatan kemandirian belajar dan
interaksi edukatif dapat meningkatkan hasil belajar IPS, dan penurunan
kemandirian belajar dan interaksi edukatif dapat menurunkan hasil belajar
IPS.
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan: (1) guru
dalam melaksanakan pembelajaran memperhatikan perbedaan kemandirian
belajar yang dimiliki setiap siswa dan memperhatikan terjadinya interaksi
edukatif; (2) orang tua memperhatikan pola belajar anak agar terbentuk
kemandirian belajar dalam diri anak; (3) siswa hendaknya sadar kesadaran
akan pentingnya menerapkan kemandirian belajar dan melakukan interaksi
edukatif agar mencapai hasil belajar yang optimal.
Dari hasil penelitian “Hubungan Kemandirian Belajar dan Interaksi
Edukatif Dengan Hasil Belajar
IPS Siswa Kelas
IV SD Sekecamatan
47
Purworejo ” yang membedakan dengan hasil penelitian “Pentingnya Interaksi
Edukatif Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik
di Sekolah”. Yaitu: dalam penelitian sebelumnya lebih memfokuskan pada
hubungan kemandirian belajar siswa dan interaksi edukatifagar hasil belajar
lebih optimal, sedangkan pada penelitian ini lebih menekankan pada akhlak
peserta didik setelah adanya interaksi edukatif yang telah dilakukan oleh
pendidik (guru
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan difokuskan pada Interaksi edukatif yang dilakukan oleh
pendidik (guru) terhadap peserta didik, atau peserta didik terhadap guru, atau
peserta didik terhadap sesama peserta didik yang lainnya. baik di dalam
pembelajaran maupun di luar pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap
perilaku/akhlak peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat beberapa pertanyaan yang menjadi arah penelitian dari penelitian
ini :
1.
Bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTs Miftahul
Amal?
2.
Sejauh manakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak
peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal?
Selanjutnya penelitian ini dibatasi pada:
Dilihat dari tujuan penelitian, fokus penelitian ini adalah untuk melihat
bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah, MTs Miftahul Amal
dan sejauhmanakah pentingnya interaksi edukatif sehingga berpengaruh terhadap
pembentukan akhlak peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal.
48
49
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian diadakan di MTs Miftahul Amal Jl.Antara Jatimakmur,
pondok Gede kota Bekasi pada bulan Februari sampai bulan Maret 2014.
B.
Latar Penelitian (Setting)
Penelitian diadakan di MTs Miftahul Amal Pondok Gede kota Bekasi pada
bulan Februari sampai bulan Maret 2014. Tempat penelitian ini dipilih, karena
sepengetahuan penulis, MTs Miftahul Amal adalah termasuk sekolah menengah
pertama yang termasuk sekolah yang lebih mengedepankan pendidikan karakter,
semua itu terbukti dengan pembiasaan-pembiasaan yang diterapkan di MTs
Miftahul Amal. Seperti sholat dhuha sebelum jam pembelajaran dimulai,
bersalaman dengan seluruh anggota dewan guru sebelum masuk kelas, dan
membaca al-qur’an sebelum sholat dhuhur berjama’ah. Dengan demikian sekolah
tersebut sesuai dengan fokus penelitian dalam skripsi ini. Yaitu bagaimana
interaksi Guru Akidah Akhlak yang terjadi di sekolah MTs Miftahul Amal
dengan upaya pembentukan akhlak peserta didik selama satu smester.
C. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menggunakan metode deskriptif analisis yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang
atau prilaku yang dapat diamati.1
Sedangkan penelitian dalam skripsi ini, penulis menggunakan teknik sebagai
berikut:
a. Library Research (penelitian kepustakaan) yaitu : pengumpulan data yang
diperoleh dari membaca buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah atau sumbersumber tulisan yang relevan untuk mendapat teori-teori tentang interaksi
edukatif dalam pembelajaran dan teori-teori tentang pembentukan akhlak.
1
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Karya, 1989) h. 3
50
b. Field Research (Penelitian lapangan), yaitu: pengumpulan data dengan cara
langsung turun ke lapangan penelitian dengan melakukan wawancara,
observasi dan studi dokumentasi kepada guru dan peserta didik baik di dalam
kegiatan belajar mengajar (di kelas) maupun di luar kegiatan belajar mengajar
(di luar kelas) namun tetap dalam lingkungan sekolah.
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Untuk melakukan pengkajian yang mendalam tentang pentingnya interaksi
edukatif (Guru) dalam upaya pembentukan akhlak peserta didik di sekolah, maka
diperlukan data atau sumber data, dan metode pengumpulan data. Adapun teknik
yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Dokumentasi
Dalam studi dokumentasi ini, penulis mengumpulkan dokumen-dokumen
yang ada di Mts Miftahul Ulum antara lain mengenai sejarah berdirinya, visi,
misi dan program-program sekolah, serta hal-hal yang terkait dengan penelitian
ini salah satunya adalah RPP, dalam pembelajaran agar mengetahui sejauhmana
interaksi edukatif yang dilakukan oleh pendidik (guru) bisa dilihat dari
bagaimana Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru
aqidah akhlak.
Adapun kisi-kisi instrument yang digunakan untuk mempelajari dokumen
perencanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru aqidah akhlak adalah:
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Tahap Perencanaan Pembelajaran
Tahap
Perencanaan
Dimensi
Kejelasan
Pembelajaran perumusan tujuan
pembelajaran
Indikator
 Mengembangkan
KD
menjadi
beberapa indikator
 Indikator menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diukur dan
51
diobservasi
 Tingkat kata kerja dalam indikator
lebih rendah atau setara dalam de
ngan kata kerja dalam KD maupun
SK
 Keseluruhan indikator dalam satu KD
menggambarkan tingkah laku peserta
didik untuk pencapaian kompetensi,
seperti: bersikap, berpikir, dan
bertindak secara konsisten.
Kemampuan
memilih materi ajar
 Mencantumkan materi pembelajaran
dan dilengkapi dengan uraiannya
 Materi pembelajaran harus sesuai dan
memadai untuk mencapai
kemampuan dasar yang telah
ditetapkan
 Materi yang diajarkan benar-benar
bermanfaat baik secara akademis
maupun non akademis.
Menetapkan strategi
 Memberikan peluang bagi peserta
dan metode
didik untuk mencari, mengolah dan
pembelajaran
menemukan sendiri pengetahuan di
bawah bimbingan guru.
 Menggunakan pendekatan
pembelajaran yang menunjang
penciptaan peserta didik belajar
secara aktif dan dapat memotivasi
belajar
Menetapkan media
dan sumber belajar
 Media dan sumber belajar dapat
menarik perhatian dan minat peserta
52
didik
 Sederhana, mudah digunakan dan
dirawat, dapat dibuat sendiri oleh
guru atau diambil dari lingkungan
sekitar
 Sesuai dengan alokasi waktu yang
tersedia
Kemampuan
 Penilaian dilakukan dengan
mengembangkan
alat evaluasi
menggunakan tes dan non tes
 Melengkapi instrument penilaian,
antara lain: soal dan pedoman
penskoran.
2. Pengamatan (Observation)
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang di selidiki.2
Pengamatan ini dilaksanakan pada tahap pelaksanaan pembelajaran. Teknik
pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini dilengkapi dengan pedoman
pengamatan untuk mengungkapkan interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru
bidang studi aqidah akhlak, baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun diluar
kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Kegiatan penelitian dilakukan secara terlibat dan terkendali dengan disertai
notebook, pedoman pengamatan berupa chek list sebagai alat dapat membantu
proses pengamatan dan juga kamera untuk memotret peristiwa yang terjadi dalam
proses pelaksanaan pembelajaran tersebut.
Adapun kisi-kisi instrument yang peneliti gunakan untuk mengamati kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru aqidah akhlak adalah:
2
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Ardi Offset, 1992), h. 136
53
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen Observasi Struktur Dasar Pembelajaran
Tahap
Dimensi
Pelaksanaan
Menciptakan
kegiatan
suasana
pembelajaran:
kondusif
kegiatan awal
belajar
Indikator
 Memeriksa kesiapan peserta didik
yang
sebelum
 Mengingatkan materi pembelajaran
Apersepsi
pada pertemuan sebelumnya
Memotivasi peserta  Menyampaikan
didik
tujuan
pembelajaran
 Memberitahukan
topic
pembelajaran yang akan dibahas
 Menginformasikan
langkah
langkah-
pelajaran
yang
akan
dilaksanakan
Kegiatan inti
 Penyampaian
Menyampaikan
bahan pembelajaran
lancar,
tidak
tersendat-sendat
 Penyampaian sistematis
 Bahasanya
jelas
dan
mudah
dipahami peserta didik
contoh  Menunjukkan contoh
Memberi
(interaksi edukatif)
 Cara penggunaannya tepat
Menggunakan
media
atau
alat  Membantu
pengajaran
Memberikan
peserta
didik
 Dapat dikerjakan oleh peserta didik
kesempatan kepada  Sebagian
peserta didik untuk
pemahaman
terlibat
besar
peserta
didik
54
terlibat secara aktif  Adanya
(interaksi edukatif)
ineraksi
antara
guru
dengan peserta didik, dan peserta
didik dengan peserta didik yang
lainnya
Mengatur
 Sedikit waktu untuk pendahuluan
penggunaan waktu
 Sebagian
besar
waktu
untuk
kegiatan inti
 Sedikit waktu untuk mengakhri
pelajaran
Keterampilan
bertanya
 Pengungkapan pertanyaan secara
jelas dan singkat.
 Penyebaran kesekuruh peserta didik
 Pemberian waktu berpikir
Keterampilan
memberi penguatan
 Penguatan verbal (dengan kata-kata
atau kalimat)
 penguatan non verbal
Keterampilan
 Suara (nada suara, volume suara)
mengadakan variasi
 Mimik dan gerak (tangan dan
badan)
 Kontak
pandang
(interaksi
edukatif) dengan peserta didik
Kegiatan
Menyimpulkan
akhir
pelajaran
Memberikan
 Memberikan rangkuman
 Melaksanakan post tes
evaluasi
Memberikan tindak  Menyampaikan materi berikutnya
lanjut
 Memberikan PR
Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana interaksi edukatif yang terjadi
antara pendidik (guru) terhadap peserta didiknya. Yang dilakukan di luar
55
kegiatan belajar mengajar, dalam hal ini adalah akhlak. baik yang dicontohkan
oleh guru, maupun akhlak peserta didik dalam wujud tawaduk terhadap gurunya
dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kisi-kisi instrument yang digunakan untuk mengetahui bagaimana
interaksi edukatif yang dilakukan di luar proses kegiatan belajar mengajar adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Observasi Interaksi Edukatif Di luar Kegiatan Belajar
Mengajar
Tahap
Dimensi
Indikator
 Guru
Kegiatan
menciptakan
Interaksi
suasana yang
edukatif
terbuka dan ramah
bersikap
ramah
terhadap
peserta didiknya
 Guru menyapa peserta didiknya atau
pendidik
menjawab sapaan peserta didiknya
(guru) terhadap
(mengucapkan
peserta didik
salam atau sekedar menyapa)
salam, menjawab
 Senyum, sapa dan salam
 Guru mau mendengarkan keluhan
dari peserta didik
Guru memberikan  Membuang sampah pada tempatnya
teladan yang baik  Mengajak peserta didik sholat
dalam
kehidupan
berjama’ah
 Berbicara yang baik dan sopan
sehari-hari
 Berpakaian sopan dan rapi
Guru memberikan
motivasi peserta
 Guru
selalu
bersemangat
dalam
melakukan setiap kegiataan
didik
Guru
tegas
memberikan
dan  Guru menegur peserta didik jika
melakukan kesalahan
56
hukuman
peserta
melanggar
jika  Guru memberi tindakan (hukuman)
didik
sesuai
dengan
kesalahan
peserta
didik
norma/peraturan di  Guru menasehati dan memberikan
sekolah
arahan agar peserta didik tidak
melakukan kesalahan lagi
Kegiatan
Bertingkah
Interaksi
sopan
edukatif
peserta didik
terhadap guru
laku  Peserta
didik
memberi
salam
terhadap guru
 Peserta didik mencium tangan guru
setiap bertemu
 Peserta
didik
berbicara
sopan
terhadap guru
 Peserta didik memperhatikan ketika
guru menerangkan
 Peserta didik bertanya kepada guru
dengan sopan ketika belum paham
dengan materi yang disampaikan
 Peserta didik tertib dalam belajar di
sekolah
 Peserta didik berpakaian rapi dan
sopan
3.
Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sesuai berdasarkan
laporan verbal, di mana pada wawancara ini terdapat dialog yang dilakukan oleh
interviewer (pewawancara) untuk memperoleh informasi dari interviewee (orang
yang diwawancarai).3
3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1993), h. 113
57
Wawancara ini untuk mengetahui dan menggali informasi secara lebih
detail dan mendalam dari subyek penelitian (informan) sehubungan dengan fokus
masalah yang diteliti. Yaitu mengenai pentingnya interaksi edukatif pendidik
(guru) dalam upaya pembentukan akhlak peserta didik di sekolah (Study Mata
Pelajaran Akidah Akhlak di Mts Miftahul Amal)
Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara langsung dengan
peserta didik maupun guru akidah akhlak untuk mengetahui bagaimana
pentingnya interaksi edukatif pendidik (guru) dalam upaya pembentukan akhlak
peserta didik di sekolah (Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Mts Miftahul
Amal), yang tercermin dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
dibuat pentingnya interaksi edukatif pendidik (guru) dalam upaya pembentukan
akhlak peserta didik di sekolah (Study
Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Mts
Miftahul Amal) oleh guru akidah akhlak serta melihat bagaimana interaksi
edukatif yang dilakukan pendidik (guru) lakukan baik di dalam kelas atau dalam
proses kegiatan belajar mengajar maupun diluar kelas atau diluar proses kegiatan
belajar mengajar yakni sikap sehari-hari peserta didik di sekolah.
E. Analisis Data
Proses analisis data di mulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah baru kemudian
dilakukan analisis model interaktif dengan tahapan sebagai berikut :
1.
Data Reduction (Reduksi data), yaitu peneliti mencatat data yang diperoleh
dari lapangan secara rinci, kemudian peneliti mengambil satu data yang
penting sebagai fokus dalam penelitian.
2.
Display data (Penyajian data), yaitu peneliti akan memeriksa kelengkapan
dan pengisian angket/kuesioner yang berhasil dikumpulkan.
3.
Conclusion Drawing/Verification (Penarikan kesimpulan/ pemeriksaan)
Penarikan kesimpulan dan pemeriksaan dilakukan dengan cara meninjau
hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat
yang diperoleh dari lapangandengan analisa kualitatif secara deskriptif dan
menyajikan data hasil penelitian dalam bentuk teks yang bersifat naratif.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1.
Sejarah Berdirinya MTs Miftahul Amal
PRIODE KE-I
Sebagai wujud ruhul jihad (jiwa berjuang dijalan Allah) dan rasa
tanggung jawab terhadap pendidikan generasi Islam pada waktu itu, maka pada
tahun 1966 atas prakarsa Guru / Mualim Hamim Bin K.H. Abusyama Bojong
Nangka dan didukung oleh para tokoh-tokoh diantaranya guru Dul Ceplik Bin H.
Abu Salam, H. Yahi Bin H. Salam, H.A. Qodir Bin H. Abu Salam dan H. Rojun.
Dibentuklah satu pendidikan agama (diluar pengajian malam dirumah Guru-guru
ngaji) dengan nama “Irsyadul Islamiah” dengan tenaga Guru antara lain : H.
Arsyad BK (Kepala Sekolah), H. Hamdani, H. Arsyadudin, dan H. Jumroni
sebagai ustadz (guru). Madrasah Irsyadul Islamiyah dibangun dari bekas
bangunan rumah Engkong Sabin Bin Banir (Pinggir gerbang AL saat ini) yang
digotong bersama-sama dan ditempatkan di lokasi yang saat ini berdiri Masjid
Agung Nurul Huda dengan bahan dari pagar bambu setiap ruang berukuran 5 x 3
M2 menjadi 3 ruang belajar. Madrasah tersebut bejalan selama dua tahun dan
pada tahun 1968 dikarenakan ada sedikit masalah dari pemilik tanah, maka
bangunan dikunci dan pendidikan bubar.
58
59
Selanjutnya Ust. H. Arsyad BK. Ust.H. Jumroni dan Murid-murid yang
berdekatan pindah belajar ke kediaman Ust. H. Arsyad BK dan wujudlah
madrasah Hudal Islam, sedangkan Ust. H. Hamdani, Ust. H. Arsyadudin pindah
numpang belajar di SD Jati Lanang (Sekarang SD Raflesia) sampai dengan tahun
1970. Adapun untuk kegiatan imtihan murid-murid dipusatkan di depan Langgar
yang bangunan Musholah tersebut terbuat dari bambu (tabag) yang memang
telah ada / dibangun + tahun 1940 oleh Abdul Somad Bin Minggut bersama
saudara-saudaranya dan jamaah, dan direstui oleh orang tuanya yaitu Minggut
Bin Ilan.
Langgar tersebut setiap malamnya diramaikan oleh anak-anak ngaji dan
dijadikan pusat ajaran islam dilokasi yang berdekatan dengan langgar, karena
pada saat itu di Jati Lanang (sekarang Jatimakmur) yang ada hanya langgar H.
Minggu di Bojong tua (sekarang menjadi Yayasan Al-Ikhlas),
Langgar H. Beton (sekarang C-62 Masjid Toha), Langgar H. Qodir
(sekarang Masjid Nurul Rohmah pinggir Hankam), Langgar H. Banjar (sekarang
Masjid Al-Kautsar pinggir Bukit Kencana), Langgar H. Afdol (sekarang Masjid
Tarbiyatul Falah), Langgar H. Sakam (sekarang Masjid di Jl. Celepuk II) dan
langgar H. Rijin (sekarang Musholah Al-Awabin),.
Langgar Abd Somad tersebut dipugar dan diperbaiki pada tahun 1955
yang tadinya dari bambu diganti dengan Bata separo dan pasir yang diambil dari
kali Pasar Rebo Bekasi dengan dipikul berjalan kaki sambil pulang berjualan,
perbaikan ini pada jaman H. Biyuk bin Hayat, H. Rijin ,dan H. Tongede beserta
jamaah langgar.
Dan pada tahun 1969 (periode abuya K.H. Hamdani) langgar tersebut
dipugar permanen dengan batu seluruhnya atas dukungan jamaah dan Bapak
Mudori sehingga langgar tersebut menjadi luas dengan ukuran 6x9 M2 dan diberi
nama Mushollah “Al-Hamidin” sebagai lanjutan perjuanan langgar Abd Somad
dikarenakan beliau meninggal dunia pada malam kamis 22 Muharram Tahun
1966. Inalillahi wainna ilaihi rojiun ……..
60
PERIODE II
Sepeninggal Almarhum Guru Abd Samad Bin Minggut tahun1966
perjuangan dalam penyiaran agama / da’wah Islamiyah dilanjutkan oleh putra
pertama beliau Ust H. Hamdani di dampingi Ibunda Hj. Mardiyah dan Istrinya
Hj. Rohmah Hamim beserta saudara-saudaranya.
a.
Pada Tahun 1970 (setelah numpang di SD Jati Lanang) mulai dibangun
Madrasah yang berukuran 5 x 15 M2 dijadikan tiga ruang dengan bahan
kayu dan pagar bambu yang kesemua hasil swadaya masyarakat dan
diresmikan pada tanggal 03 September 1970 dengan nama Madrasah
Miftahul Amal (MMA)
b.
Bangunan Madrasah tahun 1970 dipugar lagi pada tahun 1974, peletakan
batu pertama pada tanggal 05 Mei 1974 ukuran 7 x 28 M2 dijadikan 3
ruang kelas dengan bangunan permanen hasil swadaya masyarakat dan
bantuann PEMDA Bekasi sebesar Rp 750.000.- dan diresmikan pada
tanggal 5 Mei 1975 oleh Camat Pondok Gede Bapak Sasmita disaksikan
oleh kepala KUA Bapak Moch. Kudus, H. Sarmadah selaku penilik P dan
K. Dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Amal (MMA) dengan
kurikulum 100% agama yang pada saat itu pimpinan proyek
pembangunan Madrasah Miftahul Amal Bapak Mudori.
c.
Musholah Al-Hamidin bangunan tahun 1969 diubah menjadi Masjid atas
persetujuan Guru / Mualim Hamim pada tahun 1979. Peletakkan batu
pertama pada hari senin tanggal 05 Desember 1979 dengan nama “Masjid
Jami An-Nur” dan majlis Ta’lim Nurul Amal kaum Ibu tiap hari Rabu
dan Sabtu. Masjid Jami An-Nur sebagai Masjid ke dua di Jatimakmur
setelah Masjid agung Nurul Huda.
d.
Atas dasar kesepakatan masyarakat dan ulama dibentuklah panitia
Pembangunan
Masjid
Jami
An-Nur
guna
merehabilitasi
dan
memindahkan lokasi Masjid ke lokasi yang baru yaitu tanah wakaf yang
dibeli oleh masyarakat secara urunan tahun 1992 dengan luas 1590 M2
dengan tujuan Masjid Jami An-Nur yang akan dibangun lebih
refresentatif nantinya karena halamannya cukup luas. Peletakkan batu
61
pertama pada hari sabtu tanggal 10 Juni 2000 M /07 Rabbiul Awal 1421
H, dan alhadulillah dengan bantuan masyarakat muslim serta jamaah
Masjid Jami An-nur dan Bapak H. ardiman, SE sebagai donatur
pembangunan Masjid dapat selesai dan diresmikan penggunaanya olh
Bapak Akhmad Zurfaih selaku Wali Kota Bekasi disaksikan alim ulama
setempat pada tanggal 24 Oktober 2003 M / 1424 H berlantai tiga dengan
angaran + Rp 1.150.000.000.- (Satu Milyar Seratus Lima Puluh Juta
Rupiah).
Dalam perjalanan pendidikan lewat sekolah (Madrasah Diniyah) semakin
lama semakin banyak diminati, dan timbul pemikiran agar siswa-siswi Madrasah
dapat memahami ilmu–ilmu umum, maka pada tahun 1980 pelajaran umum
mulai diajarkan dengan guru-guru antara lain : Bapak Djumaedi, Bapak Syarif
Hidayat, Bapak Eli Chandra dan Bapak Asmawi. Maka pada tahun 1982
Madrasah Ibtidaiyah meluluskan yang pertama alumni berijazah Negeri dan
diakui keberadaanya oleh Departemen Agama dan Departemen Pendidikan.
Untuk jabatan Kepala Kepala Madrasah Ibtidaiyah di jabat oleh Abuyya
K.H. Hamdani sampai dengan tahun 1995, tahun 1995-2001 di jabat oleh Ust
Madani AJ, dan tahun 2002 sampai 2008 di jabat oleh Ust. Moch Yasin S.Pd.I
dan sekarang dijabat oleh Ust. Madani, S.Pd.I
PERIODE – III
Atas dukungan masyarakat para ulama agar keberadaan Madrasah
Ibtidaiyah miftahul Amal lebih maju dan berkembang, dan tingkatan pendidikan
tidak hanya Ibtidaiyah maka :
a.
Pada tahun 1984 berbarengan dengan adanya bantuan subsidi bangunan,
dicobalah didirikan Madrasah ingkat Tsanawiyah (MTs) Miftahul Amal
yang bertujuang agar siswa-siswi yang lulus Ibtidaiyah dapat melanjutkan
pendidikan pendidikan ke MTs. Untuk pertama kali Kepala MTs di jabat
oleh Abuyya K.H Hamdani dari tahun 1984 – 1990, tahun 1990 – 1996 di
jabat oleh Bapak Djumaedi, BcHk,
tahun 1996 – 2010 Bapak H.A
62
Mahfudzi, S.Ag. M.Pd dan tahun 2010 sampai dengan sekarang dijabat
oleh Bapak Sarbinih, S.Pd.I
b.
Juga dibangun RA / TK pada tahun 1988 melengkapi kebutuhan
pendidikan bagi anak-anak pra sekolah
c.
Dibangun Madrasah Aliyah (MA) Miftahul Amal pada tahun 1993 yang
bertujuan memberikan kesempatan belajar bagi siswa-siswi lulusan
Tsanawiyah / SMP yang tidak ada kesempatan belajar ketempat-tempat
lain yang mungkin lebih besar lagi pengeluaran dana/ongkos. Adapun
kepala-kepala Madrasah Aliyah untuk periode 1993-1996 Ibu Rosyidah,
BA, tahun 1996-1997 Bapak Mahmudin (+ 1 tahun beliau wafat), tahun
1997 – 1999 Ibu Dra. Maria Ulfah, tahun 2000 - 2009 Bapak H. A.
Mahfudzi dan dari Tahun 2009 sampai dengan sekarang dijabat oleh Ust.
Moch. Yasin, S.Pd.I
d.
Pada akhir tahun 2003 tepatnya hari ahad, tanggal 28 Desember 2003
Yayasan miftahul amal mulai menerima santri berjumlah 3 orang dari
kecamatan Babelan (1 orang Purtri 2 orang putra) setelah sebelumnya
mendapat SK dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat tanggal 03 Juni 2003
Nomor : 062/394/PRKS/2003 dengan nama “Darul Aitam Wa Dhuafa
Miftahul Amal” / PSAA Miftahul Amal. Pada saat ini santri yang mukim
berdatangan dari Kec Babelan, Purwakarta, Cibarusa, Bogor, dan dari
Bekasi & sekitarnya
e.
Tahun 2004 dibangun TKA/TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) untuk
memberi kesempatan anak-anak muslim yang belajar disekolah umum
SD/SMP mempelajari agama dengan dikepalai oleh Ibu Khoirunnisa, SH
dan tenaga pengajar lainnya.
f.
Pada tahun 2005 tepatnya bulan Juli 2005 Yayasan Miftahul Amal
mendirikan Pendidikan Kejuruan dengan nama SMK BHAKTI
PERSADA, guna memenuhi kebutuhan umat yang ingin putra putrinya
belajar dan mendalami ilmu kejuruan Ekonomi & Manajemen, untuk
pertama kalinya kepala SMK di jabat oleh Bapak Syarif Hidayat, S.Pd,
M.MPd
63
2.
Tujuan Pendidikan di MTs Miftahul Amal
Dalam lembaga pendidikan terdapat tujuan yang ingin dicapai, adapun
tujuan pendidikan di MTs Miftahul Amal adalah sebagai berikut:
a.
Terciptanya pendidikan yang dapat melahirkan lulusan beriman dan
bertaqwa dengan kemampuan kompetitif sehingga terwujudnya generasi
Robbany yang memiliki keseimbangan antara kekuatan jasmani dan rohani
serta kepekaan sosial.
b.
Terwujudnya kurikulum yang memiliki kekuatan pada pembinaan
keislaman, sains dan teknologi sehingga lahirlah peserta didik yang
berakhlakul karimah serta mampu menghadapi perkembangan dunia.
3.
Sarana dan Prasarana
Untuk mengetahui sarana dan prasarana MTs Miftahul Amal, berikut ini
dicantumkan daftar sarana prasarana yang penulis susun dalam bentuk tabel
a.
Jumlah Bangunan dan Ruangan
Salah satu penunjang proses kegiatan belajar mengajar adalah bangunan
dan ruangan. Bangunan dan ruangan yang memadai sangat dibutuhkan agar
kegiatan instruksional berjalan lancar. Madrasah Tsanawiyah Miftahul Amal
memiliki bangunan dan ruangan yang tertera dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Daftar bangunan dan ruangan di MTs Miftahul Amal
NO
Ruangan/Bangunan
Jumlah
Luas (meter) persegi
1
Ruang Kelas
10
750
2
Ruang Kepala Madrasah
1
35
3
Ruang Guru
1
75
4
Ruang Tata Usaha
1
75
64
5
Laboratorium
 Komputer
1
75
 IPA
1
75
 Bahasa
1
75
6
Perpustakaan
1
150
7
Ruang Kesenian (OSIS)
1
35
8
Ruang UKS
1
35
9
Aula
1
150
10
Masjid / Musholla
1
375
11
Kantin
3
81
12
Toilet Guru
6
151
13
Toilet Siswa
8
308
Kelengkapan bangunan dan ruangan yang dimiliki Madrasah Tsanawiyah
Miftahul Amal sudah cukup mendukung proses kegiatan belajar mengajar. Setiap
kelas sudah memiliki ruang tersendiri. Sebuah masjid juga sudah di bangun, yang
dapat menampung para peserta didik yang akan beribadah.
b.
Jumlah Perlengkapan Administrasi (TU)
Keadaan pegawai Mts Miftahul Amal dapat diketahui dalam tabel berikut:
Tabel 4.2
Keadaan Tata Usaha (TU) dan Pegawai
Mts Miftahul Amal
No
Bidang Pekerjaan
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
2
Jumlah
1
Tenaga Administrasi
5
2
Staf Keamanan
2
3
Pramubakti
1
1
2
8
3
11
Jumlah Total
7
2
65
4. Keadaan Peserta didik
Peserta didik di MTs Miftahul Amal berjumlah 348. Masing-masing kelas
terdiri dari 3 dan 4 rombongan belajar. Untuk lebih jelas lagi penulis susun
datanya dalam bentuk tabel berikut:
No
1
2
3
Kelas dan Jenis
kelamin
A
B
C
LK 20 18 21
PR 16 16 14
Kelas VIII LK 17 20 14
PR 18 15 17
Kelas IX
LK 19 19 20
PR 17 16 16
JUMLAH TOTAL
D
Jumlah
18
17
59
46
69
67
58
49
Kelas VII
Jumlah lakilaki dan
perempuan
105
136
107
348
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah peserta didik di MTs Miftahul
Amal Tahun Pelajaran 2013-2014 berjumlah 348 peserta didik dengan rincian
kelas VII berjumlah 105, kelas VIII berjumlah 136, sedangkan kelas IX
berjumlah 107 peserta didik.
B. Pembahasan
Dalam skripsi ini penulis mengambil judul “Pentingnya Interaksi Edukatif
Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah.
(Study Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs Miftahul Amal)”.
Interaksi yang dimaksud adalah hubungan timbal balik antara guru dengan
peserta didik yang berlangsung di sekolah. Untuk memudajkan penulis dalam
melakukan penelitian ini maka penulis lebih memfokuskan penelitian ini hanya
pada salah satu bidang studi yang terdapat di sekolah yang menjadi objek
penelitian penulis, yaitu hanya pada bidang studi aqidah
demikian berarti guru yang dimaksud adalah guru aqidah akhlak.
akhlak. Dengan
66
Interaksi edukatif dalam hal ini hanya terbatas dalam lingkungan sekolah,
yaitu interaksi edukatif antara guru dengan peserta didik dalam proses belajar
mengajar (di kelas) maupun diluar jam belajar mengajar tapi masih di lingkungan
sekolah. Proses interaksi ini dilihat saat pembelajaran bidang studi aqidah akhlak
berlangsung, dan interaksi antara guru dan peserta didik di sekolah, yang mana
interaksi ini mengandung nilai edukatif (pendidikan) dari tenaga pengajar dalam
hal ini adalah guru aqidah akhlak yang melaksanakan tugasnya sebagai seorang
pendidik yang mendidik, membimbing, dan mengarahkan peserta didik pada
akhlak yang baik di satu pihak, dengan warga belajar (peserta didik) yang sedang
melaksanakan kegiatan belajar di pihak lain.
Dengan demikian yang menjadi inti pembahasan dalam skripsi ini adalah
seputar masalah interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru akidah akhlak dalam
upaya pembentukan karakter peserta didik agar dapat berprilaku islami
(berakhlakul karimah). Sedangkan bidang studi aqidah akhlak hanya ditujukan
agar penulis lebih focus dalam melakukan penelitian.
Berdasarkan teori-teori yang ada interaksi edukatif atau interaksi dalam belajar di
sekolah itu ada hubungannya dengan proses pembentukan akhlak peserta didik.
Karena dalam interaksi belajar mengajar itu terdpat proses pemberian
pengetahuan, penanaman nilai-nilai atau norma-norma ke dalam diri peserta
didik seperti pemberian contoh atau teladan yang diberikan oleh seorang guru.
Dengan kata lain guru tidak hanya mengajar (mentransfer ilmu) tapi juga
mendidik sehingga akan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia.
Hal tersebut mengandung pengertian bahwa faktor yang dapat
mempengaruhi pembentukan peserta didik adalah guru, terutama guru akidah
akhlak karena bidang studi inilah yang membahas dan mengajarkan bagaimana
seorang pelajar atau hamba Allah harus bersikap dalam kehidupan sehari-hari
baik dimata Allah SWT maupun dimata sesama manusia.
67
Dalam pembelajaran agar mengetahui sejauhmana interaksi edukatif yang
dilakukan oleh pendidik (guru) bisa dilihat dari bagaimana Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru aqidah akhlak.
1. Tahap Penyusunan RPP Guru Mata Pelajaran Aqidah
Akhlak
Pada tahap ini penulis membahas hasil penelitian di Madrasah Tsanawiyah
Miftahul Amal mengenai penerapan persiapan mengajar guru bidang studi aqidah
akhlak. Penulis mendeskripsikan tentang tahap perencanaan pembelajaran yang
meliputi indikator: kejelasan perumusan tujuan pembelajaran, kemampuan
memilih materi ajar, menetapkan strategi dan metode pembelajaran, menetapkan
media dan sumber belajar, dan kemampuan mengembangkan alat evaluasi.
Di bawah ini dicantumkan hasil penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dalam bentuk tabel-tabel berikut penjelasannya:
Aqidah Akhlak (RPP terlampir di lampiran)
Sekolah
: Madrasah Tsanawiyah Miftahul Amal
Kelas
: VII
Standar Kompetensi : Meningkatkan keimanan kepada malaikat-malaikat Allah
SWT dan makhluk ghaib selain malaikat.
Kompetensi Dasar
: menjelaskan pengertian iman kepada malaikat-malaikat
Allah SWT dan makhluk ghaib selain malaikat.
Alokasi waktu
: 2 x 40 menit
68
Tabel 4.7
Hasil Penilaian RPP Guru Aqidah Akhlak
Dimensi
Kejelasan
perumusan
tujuan
pembelajaran
Indikator
Ya
 Mengembangkan KD menjadi beberapa
Tidak

indikator
 Indikator
menggunakan
operasional
yang
dapat
kata
diukur
kerja

dan
diobservasi.
 Tingkat kata kerja dalam indikator lebih

rendah atau setara dalam de ngan kata kerja
dalam KD maupun SK.
 Keseluruhan indikator dalam satu KD

menggambarkan tingkah laku peserta didik
untuk pencapaian kompetensi, seperti:
bersikap, berpikir, dan bertindak secara
konsisten.
Kemampuan
memilih materi
ajar
 Mencantumkan materi pembelajaran dan

dilengkapi dengan uraiannya
 Materi pembelajaran harus sesuai dan

memadai untuk mencapai kemampuan
dasar yang telah ditetapkan
 Materi yang diajarkan benar-benar

bermanfaat baik secara akademis maupun
non akademis.
Menetapkan
 Memberikan peluang bagi peserta didik
strategi dan
untuk mencari, mengolah dan menemukan
metode
sendiri pengetahuan di bawah bimbingan
pembelajaran
guru.

69
 Menggunakan pendekatan pembelajaran

yang menunjang penciptaan peserta didik
belajar secara aktif dan dapat memotivasi
belajar
Menetapkan
media dan
sumber belajar
 Media dan sumber belajar dapat menarik

perhatian dan minat peserta didik
 Sederhana, mudah digunakan dan dirawat,

dapat dibuat sendiri oleh guru atau diambil
dari lingkungan sekitar.
Kemampuan
mengembangkan
alat evaluasi
 Sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia

 Penilaian dilakukan dengan menggunakan

tes dan non tes
 Melengkapi instrument penilaian, antara

lain: soal dan pedoman penskoran.
a. Merumuskan Indikator Pembelajaran
Indikator yang disusun oleh bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I guru Aqidah
Akhlak pada materi tentang iman kepada Malaikat Allah SWT dan makhluk
ghaib selain malaikat adalah:
Indikator:
1. Mengidentifikasi pengertian iman kepada malaikat, jin, iblis dan setan
2. Menjelaskan pengertian iman kepada malaikat, jin, iblis dan setan
Dalam merumuskan indikator pembelajaran, guru Aqidah Akhlak telah
menggunakan kata kerja operasional (KKO) seperti mengidentifikasi dan
menjelaskan.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa guru mencantumkan dua indikator
pembelajaran yang diuraikan dari kompetensi dasar yaitu mengidentifikasi dan
menjelaskan. Maksud dari indikator mengidentifikasi tersebut adalah:
70
“Peserta didik diminta untuk mencari sendiri pengertiannya misalnya iman
kepada malaikat, peserta didiki diperintah untuk mencari pengertian iman secara
bahasa kan artinya percaya, kemudian pengertian malaikat. mereka sudah pernah
belajar materi malaikat sebelumnya mereka bisa bertanya kepada temannya atau
membaca buku paket, atau mungkin mereka punya sumber lain. Setelah
diidentifikasi itu dikenalkan terlebih dahulu baru mereka menjelaskan. Jadi
istilahnya diidentifikasi itu dikenalkan terlebih dahulu satu persatu pengertian
iman dahulu kemudian iman kepada malaikat. Nah dari situ karena kemampuan
anak berbeda-beda ada yang sudah jelas dan ada yang belum, mereka ada yang
memberikan pengertian malaikat itu panjang ada yang pendek, tergantung
penemuan mereka dalam pencarian tadi. Setelah itu baru mereka menjelaskan.
Jadi penjabaran dari mengidentifikasi, lebih dalam lagi, kalimatnya lebih tertata
lagi”.1
Dalam indikator guru belum mencantumkan kata kerja yang berbentuk
afektif. Dalam hal ini guru memberikan penjelasan sebagai berikut:
“Seharusnya 3 ranah memang ada, tapi RPP ini juga sudah diberi penilaian
oleh DEPAG bahwa rata-rata belum ada penilaian yang afektif baru penilaian
kognitif dan psikomotor. Salah satu bentuk penilaian afektif yaitu dengan
membuat questioner. Tetapi kalau saya, yang afektif dilihat dari proses
pembelajaran penilaiannya dengan pengamatan ketika pembelajaran
berlangsungdan memang belum tertulis di RPP ini. Misalnya: saya pernah
bertanya kepada anak-anak siapa yang pernah melakukan perbuatan yang
dilarang oleh Allah SWT, kalian harus jujur, nilai kalian tidak akan berkurang
dengan kejujuran yang kalian katakan. Jangan sampai melakukan kesalahan dua
kali. Jadi apabila kalian telah melakukan kesalahan, terus sekarang tidak jujur
berarti melakukan kesalahan dua kali. Akhirnya masing-masing mereka jujur
tentang perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT yang pernah mereka lakukan
dan akan berusaha untuk tidak mengulangi dan menjauhi perbuatan yang dilarang
oleh Allah SWT.pernah juga ada peserta didik yang nilainya seratus semua baik
ulangan harian, ulangan tengah semester dan nilai ujian akhir semester. Dan
memang akhlaknya pun di sekolah sangat baik, saya bertanya kepada guru-guru
yang lain, guru BP nya dan semuanya juga mengatakan bahwa memang dia
sangat baik. Saya kan bingung, tanggung jawab saya besar kalau saya harus
memberikan nilai seratus di raport. Kemudian saya bertanya “apakah di rumah
kamu pakai jilbab?” lalu dia menjawab: “tidak pak, malah terkadang pakai baju
dan celana pandek”. Nah dari situlah saya mengambil nilai afektifnya”.2
Oleh karena itu, penulis memberikan kesimpulan bahwa guru Aqidah
Akhlak telah mengembangkan indikator pembelajaran, dan menggunakan kata
1
Wawancara dengan bapak Ahmad Syatori, Guru Akidah Akhlak, di ruang guru MTs
Miftahul Amal, 24 Februari 2014
2
Wawancara dengan Bapak Ahmad Syatori, guru Aqidah Akhlak, di ruang guru MTs
Miftahul Amal 24 Februari 2014
71
kerja operasional dalam penyusunan indikatornya. Dalam indikator belum
tercantum kata kerja operasional yang bersifat afektif. Akan tetapi, guru Aqidah
Akhlak
cukup
kreatif
memberikan
penilaian
afektif
dalam
kegiatan
pembelajarannya.
b. Kemampuan Memilih Materi Ajar
Dalam RPP guru Aqidah Akhlak telah mencantumkan ringkasan materi pelajaran
tentang iman kepada malaikat Allah SWT dan makhluk ghaib selain malaikat.
Tabel 4.8
Materi Aqidah Akhlak
Ringkasan Materi Pembelajaran

Pengertian iman secara bahasa dan istilah

Pengertian Alam

Pengertian alam rohani dan jasmani

Pengertian malaikat, jin, iblis, dan setan.
Tabel di atas menunjukkan bahwa guru Aqidah Akhlak mencantumkan
meteri standar atau dari garis besar dari meteri yang langsung berkaitan dengan
indikator dan tujuan pembelajaran.
Materi tentang iman kepada malaikat Allah SWT dan makhluk gaib selain
malaikat tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan peserta didik, hal ini dapat
diketahui dari ungkapan Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I berikut ini:
“secara akademis materi ini masih mempunyai kaitan dengan tingkat
selanjutnya. Misalnya di kelas VIII ada materi tentang iman kepada kitab-kitab
Allah, nah kita tidak usah membahas pengertian iman lagi, mungkin hanya
sekedar mengingatkan . secara non akademis, dengan mempelajari materi
tersebut peserta didik akan menjadi lebih hati-hati, tidak sering bengong, dan
72
berusaha selalu mengingat Allah dimanapun mereka berada agar dapat terus
meningkatkan iman kepada Allah dengan rajin beribadah”.3
Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa guru Aqidah Akhlak telah
menyusun ringkasan materi ajar tentang iman kepada malaikat Allah dan
makhluk gaib selain malaikat di dalam RPP. Materi tersebut sangat bermanfaat
baik secara akademis maupun non akademis.
c. Menetapkan Strategi dan Metode Pembelajaran
Guru Akidah Akhlak telah menyusun langkah kegiatan pembelajaran secara
sistematis, dan diidentifikasi secara terperinci, baik kegiatan yang akan dilakukan
oleh peserta didik maupun kegiatan yang akan dilakukan oleh guru selama proses
pembelajaran. Sedangkan metode yang digunakan yaitu student Facilitator and
Explaining, maksudnya peserta didik menjadi fasilitator untuk menjelaskan
materi pembelajaran kepada teman-temannya.
Tabel 4.9
Langkah-Langkah Pembelajaran Aqidah Akhlak
Tahap Kegiatan
Aktivitas Peserta Didik / guru
Pendahuluan
 Guru memilih peserta didik untuk presentasi
dengan cara arisan
 Guru memanggil peserta didik yang namanya
keluar
Inti
Peserta didik
 Peserta didik yang keluar namanya maju kedepan
 Menjelaskan materi melalui peta konsep yang
telah disiapkan oleh peserta didik sendiri
 Mulai menjelaskan dengan membuka salam dan
menyebutkan tujuan presentasi
3
Wawancara dengan Bapak Ahmad Syatori, guru Aqidah Akhlak, di ruang guru MTs
Miftahul Amal 24 Februari 2014
73
 Menjelaskan dengan suara lantang
 Menjawab pertanyaan peserta didik yang lain
 Menutup presentasi
 Kembali ketempat duduknya dan bergantian
dengan peserta didik yang lain
 Guru
 Mengamati
presentasi
peserta
didik
dan
memberikan penilaian
 Mengamati
para
audiens
dan
memberikan
penilaian bagi peserta didik yang turut aktif dalam
pembelajaran
 Memberikan kesempatan kepada peserta didik
lain untuk bertanya, menjawab pertanyaan atau
bahkan menambahkan pendapat-pendapat jika
ada.
 Menanggapi hasil presentasi peserta didik dan
menambahkan atau meluruskan jika terjadi
perdebatan atau bahkan jika ada kesalahan.
Penutup
 Memberikan tugas mandiri
Dari uraian di atas terlihat bahwa pembelajaran lebih melibatkan peserta
didik, serta adanya interaksi edukatif yang terjadi antara guru dengan peserta
didik dan peserta didik dengan peserta didik yang lain. Selain itu guru berperan
sebagai pendamping dan pemberi arahan, guru juga memberikan kesempatan
kepada peserta didik yang lain untuk memberikan pertanyaan maupun
memberikan gagasan-gagasan atau pendapat dalam presentasi, diskusi, Tanya
jawab dan menjadi debat yang edukatif. Pembelajaran di kelas menjadi sangat
hidup.
Dengan
memberikan
kesempatan
kepada
peserta
didik
untuk
menyampaikan pendapatnya, menjadikan peserta didik lebih percaya diri untuk
menyampaikan pendapat-pendapatnya.
74
Akan tetapi ada saat-saat tertentu guru harus mendominasi guru harus
mendominasi kelas. Hal ini dapat di ketahui dari penuturan Bapak Ahmad
Syatori, S.Pd.I sebagai berikut:
“saya biasanya mendominasi kelas pada saat awal atau diakhir semester.
Karena di awal semester saya harus berkenalan dengan peserta didik dan
memberikan gambaran tentang pembelajaran yang nantinya akan dilaksanakan.
Di akhir semester saya menyampaikan hikmah-hikmah dari materi yang telah
dipelajari dan memberikan nasehat, serta pesan-pesan yang baik kepada peserta
didik, agar mereka menjadi anak yang sholeh dan sholihah dan berakhlakul
karimah”.4
Dengan demikian, penulis memberikan kesimpulan bahwa guru Aqidah
Akhlak telah menuliskan seluruh kegiatan yang sudah dilaksanakan selama
proses pembelajaran dari awal sampai akhir, untuk mencapai tujuan dan
membentuk kompetensi peserta didik. Dan guru sudah melakukan interaksi
edukatif dalam proses pembelajarannya, terbukti dengan guru banyak melibatkan
peserta didik dan memberikan kesempatan kepada peserta didiknya dalam
kegiatan pembelajarannya.
d. Menetapkan Media dan Sumber Belajar
Dari RPP mata pelajaran Aqidah Akhlak, pada materi iman kepada malaikatmalaikat Allah SWT dan makhluk gaib selain malaikat, khususnya pada
pertemuan kedua bagian penugasan terstruktur, tertulis sumber belajarnya
sebagai berikut:
Sumber belajar

Referensi
: Masan Malfat, M. Pd, Aqidah Akhlak VII, Toha Putra,
Nurul Ihsan, Kisah-kisah makhluk ciptaan Allah SWT

Bahan Ajar
4
: Lembar Kerja Siswa
Wawancara dengan Bapak Ahmad Syatori, guru Aqidah Akhlak, di ruang guru MTs
Miftahul Amal 24 Februari 2014
75

Media / alat
: Kertas, alat Tulis dan gambar
Dari uraian di atas terlihat bahwa pada referensi tertulis buku –buku yang
digunakan oleh guru aqidah akhlak dalam pembelajarannya.
e. Kemampuan Mengembangkan Alat Evaluasi
Dalam RPP yang dibuat oleh guru Aqidah Akhlak, dapat diketahui
penilaian pembelajaran yang disusunnya adalah sebagai berikut:

Bentuk Penilaian: Pengamatan kinerja dan sikap, tes dan tugas

Aspek yang dinilai: pengetahuan dan aplikasi

Jenis penilaian: penilaian proses dan penilaian hasil

Instrument penilaian: lembar pengamatan, soal.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa pengamatan kinerja dan sikap
dinilai dari presentasi peserta didik dan partisispasi dari peserta didik yang lain
yang
tidak
melakukan
presentasi.
Penilaian
dilakukan
selama
proses
pembelajaran dan instrumen penilaian yang digunakan yaitu lembar pengamatan.
Penilaian tes juga dilakukan baik dengan tes tulis maupun tes lisan dan
instrument yang digunakan adalah soal-soal. Dalam RPP Aqidah Akhlak ini guru
telah mencantumkan soal-soal sementara dalam pelasanaan tes biasanya ada
penambahan atau pengurangan. Namun, dalam penilaian secara non tes seperti:
wawancara, observasi, dan karyawisata belum dilaksanakan oleh guru.
Kelengkapan penilaian seperti: soal, kunci jawaban dan pedoman
penskoran belum dicantumkan secara keseluruhan oleh guru. Bapak Ahmad
Syatori mengatakan: “sebaiknya kelengkapan penilaian memang dicantumkan,
akan tetapi dalam RPP ini hanya sempat dicantumkan soal pedoman penskoran
saja”.5
5
Wawancara dengan Bapak Ahmad Syatori, guru Aqidah Akhlak, di ruang guru MTs
Miftahul Amal 24 Februari 2014
76
Penulis menarik kesimpulan bahwa Bapak Ahmad Syatori telah
melakukan penilaian selama proses pembelajaran dengan menggunakan lembar
pengamatan dan setelah pembelajaran selesai dengan menggunakan tes, baik tes
tulis maupun tes lisan. Namun kelengkapan penilaian, khususnya kunci jawaban
belum dipenuhi oleh beliau.
2.
Tahapan Struktur Dasar Pembelajaran Aqidah Akhlak
Tabel 4.8
Observasi Struktur Dasar Pembelajaran
Tahap
Dimensi
Pelaksanaan
Menciptakan
kegiatan
suasana yang
pembelajaran:
kondusif
kegiatan awal
sebelum
Indikator
 Memeriksa kesiapan
Ya
Tidak

peserta didik
belajar
Apersepsi
 Mengingatkan materi

pembelajaran pada
pertemuan sebelumnya
Memotivasi
 Menyampaikan tujuan
peserta didik

pembelajaran
 Memberitahukan topic

pembelajaran yang akan
dibahas

Menginformasikan

langkah-langkah
pelajaran yang akan
dilaksanakan
Kegiatan inti
Menyampaikan  Penyampaian lancar,
bahan
pembelajaran
tidak tersendat-sendat

77
 Penyampaian sistematis

 Bahasanya jelas dan

mudah dipahami
Memberi
 Menunjukkan contoh

contoh
(interaksi
edukatif)
Menggunakan
media atau alat
pengajaran
 Cara penggunaannya

tepat
 Membantu pemahaman

peserta didik
Memberikan
kesempatan
 Dapat dikerjakan oleh

peserta didik
kepada peserta
didik untuk
terlibat secara
aktif (interaksi
edukatif)
 Sebagian besar peserta

didik terlibat aktif
 Adanya ineraksi antara

guru dengan peserta
didik, dan peserta didik
dengan peserta didik
yang lainnya
Mengatur
penggunaan
waktu
 Sedikit waktu untuk

pendahuluan
 Sebagian besar waktu

untuk kegiatan inti
 Sedikit waktu untuk

mengakhri pelajaran
Keterampilan
bertanya
 Pengungkapan
pertanyaan secara jelas
dan singkat.

78
 Penyebaran kesekuruh

peserta didik
 Pemberian waktu

berpikir
Keterampilan
 Penguatan verbal
memberi
(dengan kata-kata atau
penguatan
kalimat)

 penguatan non verbal

Keterampilan
 Suara (nada suara,

mengadakan
volume suara)
variasi
 Mimik dan gerak

(tangan dan badan)
 Kontak pandang

(interaksi edukatif)
dengan peserta didik
Kegiatan
Menyimpulkan
akhir
pelajaran
Memberikan
 Memberikan rangkuman

 Melaksanakan post tes

 Menyampaikan materi

evaluasi
Memberikan
tindak lanjut
berikutnya
 Memberikan PR

Dari hasil penilaian proses kegiatan pembelajaranyang dilakukan oleh
Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I guru Aqidah Akhlak di MTs Miftahul Amal,
penulis dapat simpulkan bahwa guru Aqidah Akhlak telah melakukan interaksi
edukatif dalam proses pembelajaran dan juga memiliki keterampilan dalam
kegiatan pembelajaran dengan baik. Sehingga tercipta suasana yang kondusif dan
aktif, meskipun suasananya masih terkesan formal, beliau juga mengkondisikan
peserta didik sebelum belajar. Akan tetapi guru Aqidah Akhlak masih kurang
79
dalam melakukan evaluasi di akhir pembelajaran, hal tersebut dikarenakan jam
pelajarannya yang sangat singkat sehingga tidak cukup untuk melaksanakan
evaluasi. Oleh karena itu, biasanya evaluasi diberikan pada pertemuan
berikutnya.6
1. Pembukaan Pembelajaran
Pembukaan pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan awal yang
hendaknya ditempuh guru dan peserta didik pada setiap kali pelaksanaan
pembelajaran. Tujuan kegiatan ini untuk mengarahkan peserta didik pada pokok
permasalahan agar peserta didik siap, baik secara mental, emosional, maupun
fisik.
Berdasarkan hasil pengamatan di MTs Miftahul Amal, pada mata pelajaran
Aqidah Akhlak dilaksanakan cukup variatif tergantung pada kondisi yang ada.
Adapun beberapa kondisi dari pertemuan satu sampai dengan pertemuan
berikutnya secara rinci dijabarkan sebagai berikut:
a. Menciptakan suasana kondusif sebelum belajar
Untuk menumbuhkan suasana yang kreatif di dalam kelas yang
memungkinkan peserta didik untuk membuka dirinya, merasa bebas dan
aman untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya, Bapak Ahmad
(warming up). Hal ini merupakan salah satu indikator dalam mencapai
kondisi awal pembelajaran yang kreatif.
Hal ini dapat dilihat pada hari pertama penulis melakukan pengamatan
di kelas. Pada pelajaran Aqidah Akhlak yang disampaikan Bapak Ahmad
Syatori, S.Pd.I sebagai berikut: Guru meminta peserta didik untuk
memungut sampah yang ada di lantai kelas sebelum belajar dimulai.
Demikian juga pada pertemuan berikutnya, pada awal pembelajaran: Guru
meminta peserta didik yang masih di belakang untuk maju dan mengisi
tempat duduk yang masih kosong. Dan begitu pula pada pertemuan
6
Hasil observasi dengan Bapak Ahmad Syatori, pada mata pelajaran Aqidah Akhlak, pada
tanggal 3 maret 2014
80
berikutnya disampaikan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I sebagai berikut:
Guru mengatur posisi duduk peserta didik yang duduknya belum rapi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru Aqidah Akhlak
menciptakan suasana kondusif sebelum pembelajaran dimulai dengan cara
yang cukup variatif sesuai dengan kondisi yang ada pada saat itu.
b. Apersepsi
Apersepsi adalah upaya yang dilakukan oleh guru Aqidah Akhlak
untuk
menghubungkan
materi-materi
yang akan dipelajari dengan
pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.
Apersepsi yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I yaitu
dengan mengingatkan penjelasan guru pada pertemuan sebelumnya dengan
membuat peta konsep yang dituliskan di papan tulis, berbeda pada
pertemuan berikutnya guru bertanya kepada peserta didik akan tugas yang
sudah dibuat minggu lalu dan menghubungkannya dengan materi yang akan
diajarkan pada hari itu.
Kesimpulan penulis, guru Aqidah Akhlak sudah melakukan apersepsi
dengan cara mengingatkan materi yang telah dibahas pada pertemuan
sebelumnya.
c. Memotivasi peserta didik
Guru Aqidah Akhlak dalam pelaksanaan pembelajaran memiliki tugas
membangkitkan motivasi peserta didik. Adapun upaya guru Aqidah Akhlak
di MTs Miftahul Amal, Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I dalam memotivasi
belajar peserta didik dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut:
“Kalau saya biasanya memakai Story Telling, saya bercerita tentang kisahkisah nyata yang pernah saya alami, atau yang dialami oleh teman-teman
saya, atau murid-murid saya sebelumnya, yaitu kakak kelas mereka. Saya
juga terkadang memberikan kisah-kisah Nabi, para sahabat dan sebagainya.
Karena saya guru agama, maka saya masukkan juga ayat-ayat yang
berhubungan dengan hal tersebut agar peserta didik dapat mengambil
hikmah atau pelajaran dari kisah-kisah yang sudah saya ceritakan tadi. Itulah
cara saya untuk memotivasi peserta didik, jadi kita sebagai guru jangan
langsung menganggap mereka anak malas, tidak bersyukur atau apapun yang
81
akhirnya justru membuat mereka jadi tidak semangat. Kita munculkan yang
baik-baik dan meyakinkan mereka bahwa mereka pasti dapat meneladani
dan mencontohnya, sehingga mereka terpancing untuk melakukan hal yang
baik-baik tersebut”.7
Dengan demiian dapat disimpulkan bahwa guru Aqidah Akhlak telah
memberikan motivasi kepada peserta didik baik di awal pembelajaran
maupun selama proses pembelajaran berlangsung. Terkadang guru Aqidah
Akhlak tidak segan-segan untuk member hadiah bagi peserta didik yang
mengumpulkan tugas paling pertama, atau hanya sekedar memberikan pujian
dan senyuman untuk peserta didiknya agar lebih termotivasi dan semangat.
2. Kegiatan Inti Pembelajaran
kegiatan inti dalam dalam pembelajaran memiliki peranan penting untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh kurikulum. Kegiatan
inti pembelajaran harus direncanakan oleh guru. Dengan memprioritaskan pada
aktivitas peserta didik yang dibimbing oleh guru. Kegiatan inti juga merupakan
pelaksanaan pembelajaran yang menekankan pada proses pembentukan
pengalaman belajar (Learning Eksperiences) peserta didik.
Dalam kegiatan inti, ada beberapa hal yang peneliti amati berkaitan dengan
langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pelaksanaan kegiatan inti
pembelajaran. Guru akidah akhlak (Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I)
memiliki
langkah-langkah yang beragam dalam melaksanakan kegiatan inti
Selain mengamati langkah-langkah yang dilakukan oleh guru akidah akhlak
dalam pelaksanaan kegiatan inti pembelajaran, penulis juga mengamati hal-hal
berikut:
7
Wawancara dengan Bapak Ahmad Syatori, guru Aqidah Akhlak, di ruang guru MTs
Miftahul Amal 3 Maret 2014
82
a. Menyampaikan bahan pembelajaran
Kegiatan penyampaian bahan pembelajaran yang dilakukan oleh guru aqidah
akhlak, sebagai berikut:
Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I menyampaikan materi pembelajaran dengan
sangat lancar. Hal ini terlihat ketika menyampaikan materi pembelajaran kepada
peserta didik tidak tersendt-sendat, menggunakan bahasa yang jelas dan
penyampaian yang sistematis. Hal ini terlihat ketika penyampaian materi
pelajaran , guru membuat peta konsep yang dituliskan di papan tulis sehingga
penyampaian bahan pelajaran tidak keluar dari koridor yang telah ditetapkan.8
Namun dilain waktu guru akidah akhlak memerintahkan peserta didik untuk
membaca buku pelajaran terlebih dahulu, kemudian diadakan Tanya jawab
dengan peserta didik secara menyeluruh. Setelah itu baru guru menjelaskan”.
Adanya hal ini, penyampaian materi pembelajaran terkesan lebih efektif
karena mayoritas peserta didik telah mendapat sedikit gambaran tentang materi
yang akan dibahas oleh guru. Sehingga dalam sesi Tanya jawab terbentuklah
interaksi edukatif antara guru dengan peserta didik, atau peserta didik dengan
peserta didik yang lain selama pembelajaran berlangsung, sehingga tujuan
pembelajaran terlaksana dengan baik. Dan dari pengamatan penulis terlihat guru
akidah akhlak (Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I) tidak segan-segan untuk menerima
dan member kesempatan kepada peserta didik yang memiliki argument atau
pemdapat disela-sela pembelajaran.
Kemudian dalam pembelajaran yang disampaiakan oleh guru akifah akhlak
beliau menyampaiakan materi dengan sangat lancar tanpa melihat buku paket dan
menghubungkannya dengan kisah pada zaman Rasulullah saw.
Dari penyampaian Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I di atas terlihat bahwa guru
sangat menguasai pembelajaran, menggunakan bahasa yang jelas dan
8
Hasil observasi dengan Bapak Ahmad Syatori, pada mata pelajaran Aqidah Akhlak, pada
tanggal 3 maret 2014
83
menggunakan
transparansi
sehingga
pembelajaran
dapat
terasa
lebih
menyenangkan dan peserta didik menjadi mudah memahami pembelajaran. Hal
ini semakin terlihat bahwa telah terjadi interaksi yang baik antara guru dengan
peserta didik.
b.
Menggunakan alat/media pembelajaran
Dari hasil observasi kegiatan pembelajaran guru Akidah akhlak di MTs
Miftahul Amal, penulis dapat menguraikan bahwa dalam kegiatan
pembelajaran, guru akidah akhlak menggunakan media papan tulis dan
memanfaatkan papan tulis tersebut secara optimal.
Media lain yang terkadang digunakan adalah LCD dan over head
projector (OHP), yang penulis ketahui penggunaan alat tersebut pada
kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I
selaku guru akidah akhlak. Dengan menggunakan media pembelajaran,
peserta didik terlihat lebih termotivasi dari pada kegiatan pembelajaran yang
tidak menggunakan media pembelajaran.
c.
Memeberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat
secara aktif
Guru akidah akhlak memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk terlibat secara aktif. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran
yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I dengan menggunakan
media OHP, kemudian dengan menggunakan OHP guru menampilkan
sebuah ayat dan peserta didik secara bersama-sama diajak untuk membaca
ayat tersebut secara berulang-ulang sampai lancar. Setelah membaca ayat
peserta didik diminta untuk membaca kosa katanya dengan cara guru
membaca kalimatnya dan peserta didik menyebutkan terjemahannya. Setelah
itu guru meminta kepada murid yang berani yang dapat menyimpulkan
kandungan ayat tersebut dengan mengacungkan tangan, lalu memaparkan
kandungan ayat pada materi pembelajaran tersebut.
84
Selanjutnya, dikesempatan lain Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I juga
memberikan kesempatan bagi peserta didik yang berani maju dan
menerangkan materi yang sudah diajarkan minggu lalu. Dengan cara guru
membuat peta konsep dan menuliskannya di papan tulis sebagai penuntun
peserta didik dalam menjelaskan materi di hadapan teman-temannya agar
terbantu dan penjelasan tidak melebar.
Dari model pembelajaran yang dilakukan guru akidah akhlak di MTs
Miftahul amal tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa dengan
melibatkan
peserta
didik
untuk
menjelaskan
materi
pembelajaran,
kompetensi-kompetensi peserta didik yang masih terpendam jadi mudah
diketahui dan memeberi ruang bagi peserta didik untuk berkembang. Pada
pertemuan tersebut hanya ada peserta didik yang maju untuk menjelaskan
materi karena keterbatasan waktu, namun meskipun peserta didik yang lain
belum mendapatkan kesempatan untuk maju, mereka tetap aktif dan antusias
mengikuti kegiatan pembelajaran yang disampaikan oleh teman-teman
mereka yang maju. Para peserta didik sangat semangat dan senang
mengikuti pembelajaran ini.
Seperti yang dikatakan oleh salah satu peserta didik yang bernama feny
yang menceritakan antusiasnya dalam pembelajaran akidah akhlak “saya
semangat sekali mengikuti pembelajaran PAI terutama akidah akhlak, habis
gurunya asyik, selalu ngasih kesempatan buat peserta didik baik itu pendapat
atau bahkan menjelaskan secara bergantian, apalagi jika teman sendiri yang
menjelaskan rasanya lucu, jika teman yang jadi gurunya, jadi belajar jadi
santai dan saya suka nanya kalau teman yang jadi guru” begitu penjelasan
feny dalam wawancara.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa guru akidah
akhlak telah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat
secara aktif, sehingga peserta didik dapat berkembang dan kompetensi
mereka yang sangat beragam dapat segera diketahui.
85
d.
Mengatur Penggunaan waktu
Dalam hal penggunaan waktu yang dilakukan oleh guru akidah akhlak
di MTs Miftahul Amal, penulis melihat bahwa dari beberapa pertemuan,
penulis melihat, bahwa Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I telah menggunakan
waktu yang semaksimal mungkin , yakni sedikit waktu untuk kegiatan
pembelajaran tapi digunakan sebaik mungkin. Yakni sedikit untuk
pembukaan, sebagian besar untuk kegiatan inti, dan disediakan sedikit waktu
untuk kegiatan penutup.
3. Kegiatan Akhir Pembelajaran
Belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses yang tidak pernah berhenti
karena merupakan proses yang berkelanjutan menuju kearah kesempurnaan.
Setiap kali berakhir di dari suatu interaksi antara guru dengan peserta didik,
merupakan interaksi edukatif yang terjalin agar tercapainya tujuan
pembelajaran. Dan itu hanyalah merupakan terminal saja untuk kemudian
beranjak ke interaksi selanjutnya pada hari atau minggu yang lain.
Jadi akhir suatu pembelajaran bukan berarti seluruh proses pembelajaran
atau interaksi edukatif telah selesai sama sekali. Oleh karena itu kesan
perpisahan yang baik pada akhir pelajaran sangat diperlukan agar pertemuan
pada kesempatan yang lain dapat diterima dan berlangsung dengan baik.
Di bawah ini penulis menjabarkan setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru
akidah akhlak di MTs Miftahul Amal dalam kegiatan diakhir pembelajaran
adalah sebagai berikut:
a. Menyimpulkan Pelajaran
Guru akidah akhlak di MTs Miftahul Amal, memberikan kesimpulan di
akhir pembelajarannya. Hal ini terlihat seperti yang dilakukan oleh Bapak
Ahmad Syatori, S.Pd.I beliau memberikan kesimpulan kepada peserta didik
secara ringkas dari materi yang sudah dijelaskan peserta didiknya. Begitu
juga beliau memberikan rangkuman materi pembelajaran yang sudah
86
dijelaskan yang terdiri dari beberapa poin yang ditampilkan menggunakan
OHP.
b. Memberikan evaluasi
Cara yang dilakukan guru akidah akhlak di MTs Miftahul Amal dalam
evaluasi diantaranya adalah: mengerjakan latihan soal yang ada di lembar
kerja siswa (LKS) tentang materi yang baru saja disampaiakan. Selain itu
Bapak Ahmad Syatori S.Pd.I juga seringkali menggunakan metode Tanya
jawab setelah menyempaikan materi dan meminta peserta didik membuat
rangkuman.
c. Memberi tindak lanjut
Guru Aqidah Akhlak memberikan tindak lanjut di akhir kegiatan
pembelajaran, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Bapak Ahmad Syatori,
S.Pd.I
sebagai berikut: guru memberikan pekerjaan Rumah (PR) untuk
menghafal dalil yang akan disetorkan pada pertemuan selanjutnya. Beliau
juga terkadang memberikan tindak lanjut dengan cara memberikan informasi
kepada peserta didik tentang materi yang akan dipelajari minggu depan dan
bagi peserta didik yang belum menghafalkan dalil, akan dilanjutkan pada
pertemuan selanjutnya.
4. Keterampilan Dasar Mengajar Guru Akidah Akhlak
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, penulis juga menjabarkan
beberapa keterampilan dasar mengajar guru Akidah akhlak di MTs Miftahul
Amal diantaranya: keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan,
dan keterampilan mengadakan variasi.
Pada hasil observasi guru Akidah akhlak di MTs Miftahul Amal mengenai
keterampilan mengajar, ternyata Guru Akidah Akhlak yakni Bapak Ahmad
Syatori S.Pd.I telah melaksanakannya. terbukti dari hasil wawancara dengan
87
salah satu peserta didik di MTs Miftahul Amal mengatakan bahwa dalam
mengajar, guru akidah akhlak selalu memberikan pertanyaan.
a. Keterampilan Bertanya
Guru Akidah akhlak di MTs Miftahul Amal melakukan kegiatan Tanya
jawab dengan peserta didiknya. Hal ini dapat diketahui dari hasil
pengamatan dan wawancara dengan peserta didik yang bernama Iwan.
Sebagai berikut:
“Bapak Ahmad Syatori S.Pd.I meminta kami untuk membaca terlebih
dahulu di buku paket/LKS dihalaman yang sudah ditentukan dan waktu yang
ditentukan, dan setelah selesai member kesempatan kepada kami untuk
membaca terlebih dahulu. Beliau mengajukan pertanyaan terkait dengan
materi pembelajaran yang akan disampaikannya, seperti sebelumnya beliau
juga member kami kesempatan untuk berfikir terlebih dahulu, beliau
mengajukan pertanyaan dahulu bukan menunjuk kami dahulu, sehingga
kami sudah siap untuk menjawab pertanyaan beliau”.9
Di kesempatan lain Bapak Ahmad Syatori S.Pd.I juga melakukan Tanya
jawab kepada peserta didiknya dengan cara yang berbeda, jika pada
sebelumnya beliau meminta peserta didik untuk membaca terlebih dahulu
dan pertanyaan dimulai di awal pembelajaran. Maka di kesempatan lain
beliau mengajukan pertanyaan di sela-sela pembelajaran, sekaligus
memancing kompetensi peserta didiknya.10
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa guru Akidah Akhlak di
MTs Miftahul amal telah melaksanakan keterampilan bertanya dalam
kondisi
yang
sudah
disesuaikan
dengan
kebutuhan
dan
hasilnya
pembelajaran di dalam kelas menjadi kondusif dan terjadilah proses interaksi
edukatif antara guru dengan peserta didik, maupun peserta didik dengan
peserta didik lainnya.
9
Hasil wawancara dengan Iwan, pada mata pelajaran Aqidah Akhlak, pada tanggal 5 maret
2014.
10
Hasil Observasi dengan Bapak Ahmad Syatori, Pada mata pelajaran Aqidah Akhlak, pada
tanggal 6 maret 2014.
88
b. Keterampilan memberi penguatan
Pemberian penguatan yang dilakukan oleh guru Akidah akhlak di MTs
Miftahul Amal yakni Bapak Ahmad Syatori, S.Pd.I dan dapat diketahui dari
hasil wawancara dengan beliau sebagai berikut:
“Bentuk penguatan yang saya berikan kepada peserta didik adalah
dengan penguatan verbal dan non verbal, seperti dengan mengatakan pada
peserta didik bahwa “jawaban anda bagus”, “jawaban anda luar biasa” atau
bahkan dengan sikap mereka seperti membuang sampah pada tempatnya
dengan memberikan “acungan jempol” dn biasanya peserta didik laki-laki
saya usap punggungnya dengan sentuhan mengatakan “ anda hebat banget”.
Dan lain sebagainya.
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa interaksi edukatif
sangat terlihat, dan sangat penting untuk menumbuhkan motivasi peserta
didik, meskipun itu hanya sepele dan tidak perlu dengan mengeluarkan biaya
apapun. Hanya dengan mengacungkan jempol dan mengatakan “hebat”.
c. Keterampilan mengadakan variasi
Guru Akidah Akhlak di MTs Miftahul Amal mengadakan variasi dalam
kegiatan mengajarnya. Variasi tersebut biasanya meliputi suara (nada suara,
volume suara, dan kecepatan bicara). Mimik dan gerak (tangan dan badan)
untuk menjelaskan pelajaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan juga bahwa guru Akidah Akhlak
telah melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan pada rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan melakukan interaksi edukatif dalam
proses pembelajarannya baik secara verbal atau non verbal. Beliau juga
sebagai panutan dan teladan yang sangat baik di sekolah. Sehingga peserta
didik dapat mengamalkan ilmu yang sudah didapat selama di sekolah.
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang penulis kemukakan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan data-data dari hasil penelitian di MTs Miftahul Amal maka
dapat diketahui bahwa interaksi edukatif (hubungan timbal balik antara
guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik yang
lain dalam proses kegiatan belajar mengajar) yang berlangsung baik di
kelas maupun di luar kelas (di sekolah) berjalan dengan sangat baik.
Dalam hal ini tidak hanya guru Akidah akhlak saja yang aktif melainkan
para peserta didik juga juga turut aktif dalam mengikuti proses belajar
mengajar. Guru tidak mendominasi dalam kegiatan belajar mengajar,
tetapi hanya bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing. Guru dalam
mengajar tidak hanya sebatas pada “transfer of knowledge” tetapi juga
“transfer of values”, dengan demikian peserta didik tidak hanya
89
90
mempunyai ilmu pengetahuan tetapi juga dapat mengamalkan ilmu yang
dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Berdasarkan data-data yang diperoleh selama penelitian maka dapat
diketahui bahwa peserta didik di MTs Miftahul Amal memiliki akhlak
yang baik. Mereka tidak hanya baik terhadap guru mereka tetapi juga pada
teman-teman. Dengan memperhatikan hal tersebut dapat dikatakan,
terdapat pengaruh antara interaksi edukatif yang terjadi di MTs Miftahul
Amal dengan pembentukan akhlak peserta didik di sekolah. Hal ini
terbukti dengan sikap peserta didik di sekolah mereka membudayakan
senyum, sapa dan salam. Pergi ke masjid untuk menunaikan sholat tanpa
diminta guru. Karena guru dari awal sudah memberikan contoh dan
pemahaman bahwa beribadah dengan kesadaran sendiri. Dan masih
banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa peserta didik di MTs
Miftahul Amal yang melakukan perilaku terpuji.
B. Implikasi
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa, interaksi
edukatif (hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik maupun peserta
didik dengan peserta didik yang lain dalam proses kegiatan belajar mengajar
maupun di luar kegiatan belajar mengajar) berpengaruh terhadap pembentukan
akhlak peserta didik. Maka implikasinya adalah: pertama, pengarahan dan
bimbingan terus menerus dari seorang guru (interaksi edukatif) sehingga guru
menjadi figure yang sangat baik dapat membuat peserta didik menjadi hormat,
respect, dan mau mendengar nasehat atau pelajaran dengan baik. Sehingga ilmu
yang peserta didik peroleh akan ia amalkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Kedua,adanya interaksi yang terjalin dengan sangat baik akan membuat peserta
didik menjadi nyaman dan menjadikan sekolah sebagai wadah dan tempat untuk
mereka menjadi insan yang mandiri, kreatif dan menjadi orang yang berguna
dikemudian hari.
91
C. Saran- Saran
1. Guru harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada peserta didiknya
dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan. Dalam interaksi yang
berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Interaksi yang bertujuan
itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan
yang bernilai edukatif demi kepentingan peserta didiknya dalam proses
belajarnya.
2. Guru harus menjadi pembimbing dan figur yang baik dengan peranan yang
arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara
guru dengan peserta didik.
3. Ketika interaksi edukatif itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam
bersikap dan berbuat dan mau memahami peserta didiknya.
4. Tugas guru adalah membentuk peserta didik yang berakhlakul karimah, cakap
dan terampil. Untuk membentuk peserta didik seperti itu maka guru juga
harus berakhlakul karimah, cakap dan terampil. Guru jangan hanya mengajar,
tapi juga harus mendidik. Mengajar lebih cenderung mendidik peserta didik
menjadi orang yang pandai tentang ilmu pengetahuan saja, tetapi jiwa dan
watak peserta didik juga harus dibina dan untuk itu maka mendidiklah
jawabannya, karena mendidik adalah “transfer of value” memindahkan nilainilai pada peserta didik
92
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Muhammad Sa’id bin Silan, Abi., Etika belajar, Solo: CV. Pustaka
Mantiq, 1997.
Ahmadi, Abu dan Syuhadi., Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1985.
Al-Ghazali, Ihya Ulumudin, Beirut: Dar al-fikri, 1996.
Ali, Muhammad., Guru dalam Prosews Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru,
1992.
Al-Musawi, Khalil., Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Terjemah Ahmad
Subandi, Jakarta: Lentara, 1994.
Amin, Ahmad., Ilmu Akhlak Terjemahan, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
Anis, Ibrahim., Al-Mu’jam al-wasith, Mesir Dar al-Ma’arif, 1972.
Ardani, Moh. Alqur’an dan Sufisme Mangkunegara IV, Studi Serat-Serat
Piwulang, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1993.
Ardani, Moh., Nilai-Nilai Akhlak dan Budi Pekerti dalam Ibadah, Jakarta: CV.
Karya Mulia, 2001
AS, Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
As’ad, Aliy, Terjemah Ta’limul Muta’allim Bimbingan bagi Penuntut Ilmu
Pengetahuan, Kudus: Menara Kudus. 1999.
AM, Sardiman., Interaksi dan Motivasi belajar mengajar, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2000
Athiyah Al-Abrasyi, Muhammad, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:
Titian ilahi Press, 1996.
Bahri Djamarah, Syaiful., Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2000.
B. Suryosubroto, Tata laksana kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Darajat, Zakiyah., Pendidkian Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV.
Ruhama, 1995.
93
Daradjat, Zakiyah dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 1995.
Hamalik, Oemar., Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012.
Hakim, Thursan., Belajar Efektif, Jakarta: Puspaswara Anggota IKAPI, 2001
Hadi, Sutrisno., Metodologi Research, Yogyakarta: Ardi Offset, 1992.
John W, Santrock., Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2007.
Khair Fatimah, Muhammad,
Kautsar, 2002.
Etika Muslim Sehari-hari, Jakarta: Pustaka Al-
Mahjuddin, Konsep Dasar Pendidikan Akhlak, Jakarta: Kalam mulia, 2000.
Ma’luf, Luis, Kamus Al-munjid, Beirut: Al-Maktabah Al-katulikiyah t.t
Miskawaih, Ibn., Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-Araqi, Mesir: al-Mathba’ah alMishiriyah, 1934.
M. Sukarda Sadili, Bimbingan Akhlak Yang Mulia, Tasik Malaya: Widya Graha,
1986
Mulyasa, E,. Kurikulum Tingkat satuan pendidikan, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008.
Munadi, Yudhi, Farida Hamid., Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
Mujab Mahalli, Adab dan Pendidikan dalam Syari’at Agama islam, Yogyakarta:
Liberty, 1984.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Karya,
1989.
Nata, Abudin., Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Nata, Abuddin., Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Nurdin, Syafruddin, Usman, Basyiruddin,. Guru Professional dan Implementasi
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Poerbakawatja, Soegarda.,
1976
Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung,
94
Roestiyah, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1994.
Rosyada, Dede., paradigma pendidikan demokratis, Jakarta: Kencana, 2004.
Saeed Reziq Krezem, Mahdy., Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari, Jakarta:
Media Da’wah, 2001.
Surakhmad, Winarno., Pengantar Interaksi Belajar - Mengajar Dasar-dasar dan
Teknik Metodelogi Pengajaran, Bandung: Tarsito, 1986.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1995.
Silberman, Melvin L., Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Allyn and
Bacon, Boston, 1996.
Suardi, Edi., Pedagogik, Bandung: Angkasa, 1980.
Uno, Hamzah B., Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2006.
Whandi, Bagaimana Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, PT.
Persada 2008.
Zainudin dkk, Seluk-beluk Pendidikan Al- Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Download