PENGARUH PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DAN TANPA PENGAWAS MENELAN OBAT(PMO) TERHADAP KESEMBUHAN TB PARU DEWASA DI PUSKESMAS DENGAN TEMPAT PERAWATAN (DTP) CIAWI – TASIKMALAYA PERIODE 2014 Khilda Fauziyah1, Barmawi Hisyam2, Erlina Marfianti3 INTISARI Latar Belakang : Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. World Health Organization (WHO) Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) dalam penanggulangan TB paru salah satunya yaitu pengawas menelan obat (PMO) yang akan membantu dalam kesembuhan TB Paru. Tujuan : Untuk mengetahui adanya pengaruh pengawas menelan obat (PMO) dan tanpa pengawas menelan obat (PMO) terhadap kesembuhan Tuberkulosis dewasa di puskesmas dengan tempat perawatan (DTP) Ciawi – Tasikmalaya periode 2014. Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional dengan pengumpulan data sekunder berupa rekam medis. Sampel minimal terdiri dari 102 penderita. Subjek penelitian diambil dengan tekhnik consecutive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien tuberkulosis paru dewasa yang telah menyelesaikan pengobatannya dan dinyatakan sembuh dan memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Hasil penelitian : Hasil menunjukan bahwa kasus TB Paru lebih banyak diderita pada laki-laki sebanyak 52% sedangkan perempuan 48%. Banyak diderita pada usia produktif sebanyak 71,5% sedangkan non produktif sebanyak 28,5%. Dari 172 sampel penelitian, Pasien TB Paru dengan peran PMO dilaksanakan 133 orang dan 39 orang tanpa peran PMO. Kesembuhan dengan peran PMO sebesar 66,86% sedangkan yang tidak sembuh dengan peran PMO sebesar 10,47%. Presentase Kesembuhan TB Paru sebesar 77,9%. Angka kesembuhan masih rendah dari presentase pemerintah. Ada pengaruh antara kesembuhan dan peran menelan obat (PMO) didapatkan hasil RP = 1,77 pvalue = 0,000. Kesimpulan : Terdapat pengaruh antara pengawas menelan obat (PMO) dan tanpa pengawas menelan obat (PMO) terhadap kesembuhan Tuberkulosis dewasa. Presentase Kesembuhan TB Paru sebesar 77,9% masih rendah dibandingkan dengan angka kesembuhan yang ditetapkan pemerintah. Kata kunci : Pengawas menelan obat (PMO), Tuberkulosis Paru, Kesembuhan. 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. 3 Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. 2 THE INFLUENCE OF TREATMENT SUPORTER AND WITHOUT TREATMENT SUPORTER AGAINST HEALING OF ADULT PULMONARY TUBERCULOSIS IN CIAWI – TASIKMALAYA HEALTH CARE PERIOD 2014 Khilda Fauziyah1, Barmawi Hisyam2, Erlina Marfianti3 ABSTRACT Background : Tuberculosis is an infective disease caused by Mycobacterium tuberculosis. The Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS) strategy designed by WHO to prevent further complications of tuberculosis incorporates drug direct observers aimed to support the improvement of patients. Goals : This study is aimed to determine the effect of drug direct observers on adult lung TB patients improvement at Puskesmas Dengan Tempat Perawatan (DTP) CiawiTasikmalaya in 2014. Methods : This study is an observational analytical study with a cross-sectional design using secondary data from medical records. A minimal sample total of 102 patients were obtained through consecutive sampling. Samples in this study are adult lung tuberculosis patients who have successfully completed their treatment and have fulfilled inclusion and exclusion criterias. Results : Our results showed that lung TB affects more males than females with a percentage of 52% and 48% respectively. Patients are mostly in productive age range (71,5%), while 28,5% are in the non-productive age range. From 172 samples, TB treatment with drug direct observers is done on 133 patients while 39 patients are treated without observers. Patients with observers have a successful treatment rate of 66,86% and an unsuccessful treatment rate of 10,47%. Total recovery rate of lung TB is 77,9%. The recovery rate is still lower from the government’s target. We found a correlation between recovery and drug direct observers with an RP = 1,77 and a p value of 0,000. Conclusion : There is a correlation between drug direct observers on adult lung TB patients improvement. Total recovery rate from lung TB is 77,9% which is still lower than the government’s target. Key words : drug direct observers, lung TB, recovery 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. 3 Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. 2 tahun 2012 kasus TB di indonesia ± 600.000 PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis (Kumar dan Clark, 2012). dan sebagian besar diderita oleh masyarakat dalam usia produktif (15-55 tahun). Angka Mortalitas karena infeksi mycobacterium tuberculosis semakin meningkat per hari yang berjumlah sekitar 300 orang dan terjadi Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan > 100.000 kematian per tahun (WHO, 2011). sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian didunia. Prevalensi TB di indonesia dan negara-negara berkembang lainnya cukup tinggi. Pada tahun 2011, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa ada 9 juta kasus baru tuberkulosis dan 2 juta kasus orang meninggal karena tuberkulosis. Dalam laporan global report 2011 World health organization (WHO) telah merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) sebagai strategi dalam penanggulangan TB paru. Istilah DOTS dapat diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas menelan obat (PMO) selama 6 bulan. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan bahwa prevalensi tuberkulosis diperkirakan peningkatan angka kesembuhan TB dan sebesar 289 kasus per 100.000 penduduk, berkontribusi meningkatkan harapan hidup insidensi tuberkulosis sebesar 189 kasus per dan 100.000 penduduk dan angka kematian (WHO, 2011). Pengobatan tuberkulosis sebesar 27 kasus per 100.000 penduduk. selama 6 bulan dibagi dalam 2 tahap yaitu Indonesia termasuk 10 negara tertinggi tahap awal dan tahap lanjutan (Kementrian penderita kasus tuberkulosis paru di dunia. Kesehatan RI, 2010). Pada saat ini indonesia merupakan negara tepat pada penderita TB Paru merupakan urutan ke-4 dengan kasus TB paru terbanyak faktor penentu kesembuhan tuberkulosis, pada tahun 2010 setelah India, Cina, dan sebagian besar berpengaruh pada keteraturan Afrika Selatan. Insidensi kasus TB paru pasien untuk mengkonsumsi obat secara BTA positif sebesar 102 per 100.000 dan tepat. Keberhasilan pengobatan TB paru angka kematian mencapai 39 kasus per sangat ditentukan oleh adanya keteraturan 100.000 atau sekitar 250 orang perhari. Pada minum obat antituberkulosis (OAT). Hal ini menurunkan mortalitas penderita. Pengobatan yang dapat dicapai dengan adanya pengawas yang disadari oleh ketulusan, keikhlasan, menelan obat (PMO) yang memantau dan kesabaran dan tanggung jawab mengingatkan penderita TB paru untuk kesembuhan penderita TB Paru (Artika, meminum obat secara teratur sampai selesai 2012). Pada penelitian sebelumnya terdapat pengobatan. Pengawas menelan obat (PMO) 70 % pasien TB Paru yang tidak mempunyai sangat orang penting untuk mendampingi kepercayaan sebagai dalam pengawas penderita agar mencapai hasil yang optimal menelan obat (PMO) sedangkan pasien yang terhadap kesembuhan TB paru. Korelasi mempunyai PMO hanya sekitar 30,1 % yang Petugas kesehatan dengan keluarga yang sebagian ditunjuk sebagai PMO perlu dievaluasi sebanyak 25,3 %, sedangkan PMO yang untuk menentukan kesembuhannya. PMO berasal dari petugas kesehatan hanya sekitar sebaiknya sebelum 0,6 % (Nomi, 2010). Adapun dari penelitian pengobatan TB dimulai. (Depkes, 2012). sebelumnya bahwa tidak semua PMO Beberapa pilihan yang dapat menjadi PMO menjalankan adalah Petugas kesehatan, Orang lain (kader, diantaranya : tidak mengawasi penderita tokoh masyarakat) dan Suami, istri, keluarga meminum obat secara teratur sampai tuntas, (orang serumah). kurang memberikan dorongan atau semangat sudah ditetapkan Pengawas menelan obat (PMO) bagi penderita TB Paru dengan strategi DOTS diwilayah kerja tenaga kesehatan dulu lebih banyak menjadi tanggung jawab petugas kesehatan. Namun kali ini tidaklah efektif, karena kebanyakan penderita yang bersangkutan umumnya tinggal didesa-desa yang jauh dari jangkauan petugas, tidak tersedianya transportasi dan dana untuk kegiatan pengawasan minum obat. Anggota keluarga sebagai pengawas minum obat cukup efektif dan efisien dalam memaksimalkan peran dan fungsi PMO karena dimotivasi oleh kedekatan keluarga besar PMO adalah tugasnya keluarga dengan benar, kepada penderita TB Paru untuk berobat secara teratur, kurang mengingatkan penderita TB Paru untuk memeriksakan dahak secara berulang pada waktu yang sudah ditentukan penyuluhan kepada dan memberikan anggota keluarga penderita TB Paru yang mempunyai gejalagejala TB untuk melakukan pemeriksaan ke tenaga kesehatan terdekat yang memiliki fasilitas memadai, misalnya : bidan, perawat, juru imunisasi dan lain sebagainya. Apabila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan maka PMO dapat berasal dari kader kesehatan yang memungkinkan bisa dijadikan sebagai PMO, yaitu : guru, Tasikmalaya yang diambil sejak tahun 2014 anggota dari triwulan 1, 2, 3 dan 4. PPTI, PKK maupun tokoh masyarakat lainnya (Depkes RI, 2009). Populasi Dari beberapa pembahasan yang mencakup dalam populasi penelitian terjangkau ini yaitu telah diutarakan, peneliti berpendapat bahwa penderita Tuberkulosis paru dewasa yang penelitian ini penting untuk dilakukan, sudah sembuh (BTA negatif) dan sudah mengingat akan jumlah kasus tuberkulosis tuntas menjalani pengoabatan OAT selama 6 yang semakin meningkat tiap tahunnya dan bulan yang ada di puskesmas dengan tempat angka kesembuhan dari tuberkulosis ini perawatan (DTP) Ciawi – Tasikmalaya masih periode 2014 yang memenuhi kriteria. rendah. tuberkulosis Selain cenderung itu penderita mengenai usia produktif (15 – 55 tahun). Penelitian ini diarahkan pada pengaruh peran pengawas menelan obat (PMO) dan tanpa pengawas minum (PMO) obat terhadap kesembuhan TB paru dewasa di puskesmas dengan tempat perawatan (DTP) Ciawi - Tasikmalaya periode 2014. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. yang penentuan besarsampel dalam penelitian ini menggunakan formulasi atau rumus seperti dikemukakan Sofiyudin (2009): 1 = 2 = ( + 1 1 + 2 2) (P1 − P2) 2 Keterangan : METODE PENELITIAN Data Adapun n = perkiraan besar sampel Zα = deviat baku alpha, kesalahan tipe I = 10% diperlukan dengan menggunakan tabel 2 dalam arah = 1,645 penelitian ini dalam bentuk data sekunder, dengan cara mencatat apa sudah tertulis dalam buku status penderita yang terdapat dibuku program TB Paru di puskesmas dengan tempat perawatan (DTP) Ciawi – Zβ = deviat baku beta, kesalahan tipe II = 20% = 0,84 P1 = proporsi pada kelompok uji, beresiko, terpajan atau P2 kasus (Parameter ditentukan Teknik oleh judgement peneliti) dengan cara consecutive sampling yaitu = proporsi pada kelompok standar, tidak beresiko, tidak terpajan atau (Parameter kontrol berasal dari = Proporsi total Q = 1-P sampel penelitian pasien yang memenuhi kriteria penelitian yang digunakan sebagai sampel. Dengan cara tersebut maka didapatkan sampel sebanyak 70 orang. kepustakaan) P pengambilan Sesuai dengan jenis penelitian yakni penelitian deskriptif (penelitian korelasi) maka terdapat variabel bebas (independent variable) berupa pengawas menelan obat dan Variabel terikat (dependent variabele) Q1 = 1-P1 berupa kesembuhan TB paru. Q2 = 1-Q1 HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan demikian, besar sampel yang Penelitian ini dilaksanakan pada diperlukan dalam penelitian ini adalah bulan September 2015 hingga February sebagai berikut: 2016 1= 2= + 0,84 0,78x0,22 + 0,57x0,78) (1,645 2 0,67 0,33 0,3 di Puskesmas dengan tempat perawatan (DTP) Ciawi – Tasikmalaya. Pengambilan data dimulai tanggal 9 Januari Didapatkan hasil 34,02 dibulatkan 2016 – 11 Januari 2016. Berdasarkan hasil menjadi 35 sampel, dengan demikian besar perhitungan jumlah sampel minimal pada sampel untuk yang menggunakan PMO 35 penelitian ini adalah sebanyak 70 sampel. dan yang tidak menggunakan PMO 35 total Sesuai dengan metode pengambilan sampel sampel minimal 70 sampel. yang digunakan yakni metode consecutive Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa sampel dalam penelitian ini sebanyak 70 orang. Sampel yang digunakan merupakan bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. sampling, maka sampel yang diambil berdasarkan kriteria inklusi yang ditemukan pada pasien pada triwulan I, triwulan II, tri wulan III dan tri wulan IV selama periode 2014, dengan masa pengobatan selama 6 bulan. Berdasarkan hasil data yang Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden dikumpulkan, dapat dijelaskan beberapa berdasarkan kesembuhan pasien TB karakteristik pasien TB Paru di puskesmas Paru dengan tempat perawatan (DTP) Ciawi – Tasikmalaya periode 2014 yakni jenis kelamin, kelompok kesembuhan TB usia, Paru PMO yang ada Kesembuhan TB Frekuensi Persentase Sembuh 134 77,9 % Gagal 38 22,1 % Total 172 100 % Paru dan di puskesmas seperti dijelaskan berikut. Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Perhitungan silang Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%) menggunakan analisis Chi Square yang Laki-laki 90 52,3 % diolah SPSS for windows 21 didapatkan Perempuan 82 47,7% presentase kesembuhan memiliki nilai p Jumlah 172 100 % <0,05 dengan nilai signifikansi 0,000 yang berarti signifikan atau bermakna. Hal ini Kategori Umur Frekuensi Persentase (%) Produktif ( 15 – 123 71,5 % 49 28,5 % 50 tahun ) Non Produktif bermakna antara Kesembuhan TB Paru dengan peran PMO dan tanpa PMO. Hasil perhitungan rasio prevalens (RP) dengan Convidence interval (CI) 95% didapatkan (>50 tahun) Jumlah menunjukan bahwa terdapat hubungan yang 172 100 % nilai 1,77 menunjukkan bahwa nilai RP lebih kecil dari 1 sehingga dapat dikatakan bahwa Tabel 2. Distrubusi Frekuensi Responden berdasarkan peran PMO Peran PMO Frekuensi Persentase (%) PMO - 39 22,7 % PMO + 133 77,3 % Total 172 100 % tanpa PMO merupakan faktor resiko atau penyebab terhadap kesembuhan. Peran PMO dan Tabel 4. Perhitungan Presentase Mycobacterium tuberculosis lebih besar dan Kesembuhan Tuberkulosis Paru Dewasa selain itu bersifat dormant (bisa mengaktifkan kembali yang telah ada dalam Presentase Kesembuhan = 134 x 100 tubuh). Hasil penelitian ini memperlihatkan 172 bahwa sebagian besar penderita TB paru = 77,9 persen yang didampingi oleh PMO yaitu sebanyak Hasil penelitian ini memperlihatkan 133 pasien (77,3%) sedangkan pasien TB bahwa pasien Tuberkulosis di puskesmas Paru tanpa PMO sebanyak 38 pasien dengan tempat perawatan (DTP) ciawi – (22,1%). Untuk itu Kesembuhan pasien TB tasikmalaya tahun 2014 dominan laki-laki Paru dapat dicapai dengan adanya pengawas yakni sebanyak 90 orang atau sebesar 52,3 menelan obat (PMO) yang memantau dan %, sedangkan pasien perempuan adalah mengingatkan penderita TB Paru untuk sebanyak 82 orang atau sebesar 47,7%. Data meminum obat secara teratur. PMO sangat ini menunjukkan bahwa laki-laki memiliki penting untuk mendampingi penderita agar tingkat risiko penyakit tuberkulosis lebih dicapai hasil yang optimal (Depkes RI, tinggi dibandingkan dengan perempuan. 2007). Data tersebut menunjukan bahwa pasien tuberkulosis dewasa Hasil penelitian tabel 2 x 2 dibagi menjadi 2 didapatkan hasil kesembuhan TB Paru yang kelompok usia produktif (15 – 50tahun) sudah menjalani pengobatan selama 6 bulan dengan jumlah penderita sebanyak 123 dengan hasil BTA negatif dibantu oleh peran orang (71,5%) dan kelompok usia non PMO sebanyak 115 (66,86%) responden, produktif jumlah sedangkan hasil BTA positif (tidak sembuh) penderita sebanyak 49 orang (28,5%) di dibantu oleh peran PMO sebanyak 18 puskesmas dengan tempat perawatan (DTP) (10,47%) responden, Kesembuhan TB Paru tahun 2014. Pada penelitian sebelumnya yang sudah menjalani pengobatan selama 6 menurut bulan yang tidak dibantu oleh peran PMO (>50tahun) dengan Jendra (2015) yang melakukan penelitian di desa wori kecamatan wori, hal dengan hasil BTA negatif ini diasumsikan karena kelompok usia 15-55 (11,04%) responden dan hasil BTA positif tahun (tidak sembuh) pada responden tanpa peran adalah kelompok usia yang mempunyai mobilitas yang sangat tingi sehingga terpapar dengan bakteri sebanyak 19 PMO sebanyak 20 (11,62%) responden. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pengobatan menjadi terhambat dan faktor presetanse kesembuhan tuberkulosis paru keseriusan dewasa yang dibantu dengan peran PMO kesembuhan yang rendah menjadi salah satu dan tanpa bantuan peran PMO dengan hasil faktor penyebab rendahnya kesembuhan BTA negatif di puskesmas dengan tempat pasien tuberkulosis paru dewasa. perawatan (DTP) Ciawi – Tasikmalaya periode 2014 adalah sebesar 77,9 persen. pasien untuk mencapai SIMPULAN Hasil Presentase kesembuhan hasil penelitian penelitian memperlihatkan lebih rendah dibandingkan dengan angka bahwa Terdapat pengaruh atau hubungan kesembuhan yang ditetapkan pemerintah yang signifikan antara peran pengawas yakni sebesar 85 persen. Oleh karena itu menelan obat (PMO) dan tanpa pengawas peran PMO dalam kritertia DOTS sangat menelan obat (PMO) terhadap kesembuhan berpangaruh dalam menentukan sikap pasien TB Paru di puskesmas terhadap keteraturan minum obat. Jika perawatan (DTP) Ciawi – Tasikmalaya pengawasan pengobatan dengan hasil pvalue <0,05 yaitu 0,000. dilakukan dengan baik tingkat kesembuhan Presentae kesembuhan hasil penelitian ini akan lebih rendah yakni 77,9% dibandingkan keteraturan lebih menunjukan tinggi. Hasil penelitian bahwa dukungan PMO berhubungan dengan kesembuhan TB Paru dikarenakan distribusi responden menerima baik dukungan dari PMO. Presentase Kesembuhan TB Paru masih rendah hanya 77,9% harusnya mencapai Angka minimal sebesar 85%. Dapat disebabkan berbagai faktor seperti cara pengobatan kurangnya yang belum optimal, jumlah petugas pengawas dengan angka kesembuhan yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar 85 persen. SARAN Pihak Puskesmas dengan tempat perawatan (DTP) Ciawi – Tasikmalaya perlu melakukan preventif tuberkulosis berupa penyuluhan sekitar terhadap agar lebih warga peduli kecamatan terhadap kesembuhannya. Perlu melakukan perbaikan dalam menelan obat (PMO) bisa menyebabkan proses pengobatan tuberkulosis menjadi laporan terganggu. Kinerja pengawas menelan obat menjalankan yang kurang baik bisa menyebabkan proses dengan tempat data pasien khususnya pemeriksaan lanjutan yang dan pengobatan lanjutan sehingga dapat on Lung Health of the International diketahui kondisi akhir setiap pasien. Bagi penelitian selanjutnya agar dapat mengetahui lebih serius peran PMO terhadap kesembuhan TB Crofton, S.J., 2011. 42nd World Conference Paru dan mengetahui kinerja dari PMO dan faktorfaktor kesembuhan TB Paru lainnya. Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union) Lille, France, 26–30 October 2011. International Journal tuberculosis and Lung Disease, 15(11):S1–S386 Departemen Kesehatan RI, 2012. Situasi Epidemiologi Tuberkulosis Indonesia, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI, 2009. Situasi Aditama T, Y., Tuberkulosis Masalah dan Epidemiologi Perkembangannya. www.fk.ui.ac.id 2008. Indonesia. Jakarta Tuberkulosis Achmad, A., 2011, Faktor-Faktor Resiko Diansyah, A., 2010, Insidensi dan tingkat Tuberkulosis (TB Paru – TBC), kesembuhan penderita Tuberkulosis Kesehatan Jurusan dewasa BTA (Basil TahanAsam) Kesehatan Masyarakat Universitas positif di Kota Salatiga tahun 2003. Haluoleo. Skripsi, Program Pendidikan Sarjana Masyarakat, Alsagaff, H., Mukty, H.A., 2006, Dasar- Kedokteran Fakultas Kedokteran dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga Universitas Islam Indonesia, University Press, Surabaya. Yogyakarta. Artika, R., 2012, Pengaruh Pelaksanaan Dinas kesehatan kabupaten Tasikmalaya, Pengawas Menelan Obat (PMO) 2011. terhadap Konversi BTA (+) Pada Tasikmalaya Status Tuberkulosis. pasien Tuberkulosis Paru di RSDK Frazier, M.H., Drzymkowski, J.W., 2009, Tahun 2009/2010. Jurnal Media Essentials of Human Diseases and Medika Muda, Karya Tulis Ilmiah, Conditions, Program United Kingdom. Kedokteran Pendidikan Fakultas Sarjana Kedokteran Universitas Diponorego, Semarang. Saunders Elsevier, Hepple, P., Ford, N., McNerney, R., 2011. Performance Compared of to Microscopy Culture for Tuberculosis Diagnosis in Induced Sputum Samples. Faculty Longo, D.L., et al., 2012, Harrison’s: Principal of of Internal Medicine, Infectious and Tropical Diseases, Eighteenth Edition, The McGraw- London Hill Companies, United States of School of Hygiene & America. Tropical Medicine, London, UK. Imelda, A., Melati, S,M., Inayah., 2015, Gambaran Angka Marcelo, A.B., Fatmi, Z., Scott, R.E., Ganesh, A.J., Shaikh, S., dan Firaza, Kesembuhan Pasien Tuberkulosis (TB) Paru di N. Rumah Sakit Umum Daerah Petala integrating Bumi Pekanbaru Periode Januari communications 2011 – Desember 2013, Volume 2 : tuberculosis JOM FK Tuberculosis Diagnostic Committees Jendra, F,J., 2015, Hubungan Faktor Resiko eHealth for tuberculosis information and technology care. : into Electronic in the Philippines and Pakistan. Umur, Jenis Kelamin dan Kepadatan Symposia: Friday 28 October 2011 Hunia dengan Kejadian Penyakit TB Murtaningsih., Wahyono, B., 2010, Faktor- Paru di Desa Wori Kecamatan Wori. Faktor yang Berhubungan dengan Skripsi, Program Kedokteran Umum Kesembuhan Penderita Tuberkulosis : Paru, Jurnal Kesehatan Masyarakat : Universitas Sam Ratulangi Manado. Semarang. Kementrian Kesehatan RI., 2010. Status Tuberkulosis Indonesia : Jakarta. Nomi A.P., 2010, Pengawas Hubungan Minum Obat Kinerja (PMO) Kumar, P., Clark, M., 2012, Clinical dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Medicine: Eighth Edition, Saunders kasus baru strategi DOTS. Skripsi, Elsevier, United Kingdom. Fakultas Lestari, S., 2012. Hubungan antara peran pengawas dengan menelan obat keberhasilan (PMO) pengobatan Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Nurmadya., Irvan, M., dan Hafni B., 2015, Hubungan Pelaksanaan Strategi di Directly Observed Treatment Short puskesmas wonosobo.Sekolah Tinggi Course dengan Hasil Pengobatan Ilmu Kesehatan Muhamadiyyah : Tuberkulosis Gombong. Padang Pasir Kota Padang 2011- penderita tuberkulosis paru Paru Puskesmas 2013, Jurnal Kesehatan Andalas: Hartanto, Padang. DewiAsihMahanani). Buku al., 2011 Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis Saptawati, L., Madrdiastuti., Karuniawati, Putri, G,F,S., Hisyam, B., (2014) Hubungan A., Rumende, CM., 2012. Evaluasi Tingkat Kesembuhan Tuberkulsosis Metode Fast Paru Dewasa Dengan Pengobatan mendeteksi Metode Dots dan Non Dots Dirumah tuberculosis Sakit Haji Abdoel Madjid Batoe beberapa unit pelayanan kesehatan Kabupaten di Batanghari Provinsi Jambi Tahun 2011, Volume 6 : Pendidikan Dokter Kedokteran Universitas N.A., 2010, Pengawas Baru Universitas Mycobacterium jakarta Pada – sputum indonesia. di Jurnal Fakultas Sudoyo, A.,Setiyohadi, B., Alwi, I, K., Islam Sumadibrata., dan Siti, S. 2006. Buku obat Kinerja edisi 4. Pusat Penerbit Fakultas (PMO) Kedokteran UI: Jakarta. dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus TB untuk Ajar ilmu penyakit dalam jilid II Hubungan Minum Plaque Tuberkulosis Indonesia : Jakarta. Indonesia : Yogyakarta. Puri, Wulansari, Kedokteran EGC, Jakarta. Chen et Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. dan Penatalaksanaan di Indonesia. Pita Strategi Sebelas Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Dasar- DOTS, dasar Metodologi Penelitian Klinis Maret, (edisi 4), Sagung Seto : Jakarta. Surakarta. WHO. Prasenohadi, 2012. Jurnal Tuberkulosis Global Tuberculosis rol. WHO/HTM/TB/2008.393. Geneva : Indonesia (volume 8), Perkumpulan World Pemberantasan Available Tuberkulosis cont Health Organization;2008. online at Indonesia (PPTI) the Indonesian http://www.who.int/tb/publications/ assoclation Againt Tuberkulosis : global Jakarta. (Accessed September 9, 2011). Price, S.A., dan Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses Penyakit (edisi 6) (Alih Bahasa: Brahm U. Pendit, Hurawati report/2008/en/index.html