MEMBANGUN KEUNGGULAN ORGANISASI

advertisement
Al-Buhuts
ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Volume 11 Nomor 1 Juni 2015
Halaman 151-166
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
MEMBANGUN KEUNGGULAN ORGANISASI BISNIS JASA
DI VELOCITY ERA MELALUI RELATIONSHIP VALUE MANAGEMENT
Sudirman
(Dosen IAIN Sultan Amai Gorontalo)
Abstrak
Tulisan ini membahas tentang keunggulan organisasi bisnis jasa melalui
relationship value managemen. Esensi dari gagasan relationship marketing
sebenarnya adalah aktivitas pemasaran tidak hanya memenuhi persepsi
konsumen tetapi harus membangun kepercayaan konsumen. Pada posisi ini,
seorang marketing bertindak sebagai integrator pada lingkungan internal
melalui kemampuan menciptakan sintesa teknologi dengan kebutuhan
konsumen secara eksternal. sustainable customer relationship yang menjadi
isu utama dari pemasaran yang bertujuan untuk menciptakan superior
customer value. Ditinjau dari segi nilai untuk pelanggan dan nilai untuk
organisasi, seyogyanya terdapat dua arus nilai (Value) yakni pelanggan
memperoleh value (manfaat) produk atau jasa sesungguhnya dari hubungan
relational dan organisasi merubah nilai menjadi profitabilitas. Esensi dari
konsep pemasaran yang fokus pada pelanggan sebagai suatu falsafah yakni
memahami kebutuhab dan keinginan pelanggan, lalu menyusun tawaran total
dari suatu produk sehingga kebutuhan pelanggan dipuaskan melalui proses
penciptaan nilai bagi pelanggan
A. PENDAHULUAN
Sejak pertengahan tahun 1990-sampai dengan tahun 2000-an telah
terjadi perubahan paradigma pada lingkungan bisnis global. Pergeseran
paradigma manajemen (emergeng paradigm) sebagai akibat dari perubahan
perubahan lingkungan bisnis global dan selanjutnya berdampak pula pada
perkembangan ilmu manajemen yang biasa disebut dalam literatur-literatur
sejarah pemikiran manajemen sebagai Management Revolution Era.
Konsep ini, menganut prinsip the application of knowledge to knowledge
dan ditandai dengan munculnya teknologi informasi serta pemamfaatan
internet dalam berbagai aktivitas bisnis. Perubahan lingkungan bisnis yang
berkarakteristik customer sangat memegang kendali aktivitas bisnis saat
ini, akibatnya persaingan akan menjadi semakin tajam dan perubahan
menjadi konstan, pesat, serentak, dan perpasif yang dalam istilah lainnya
biasa juga disebut sebagai velocity era, yang pada penekanannya pada
151
Sudirman
customer value strategy, continous improvement, dan organizational
system.
Hasil evolusi ini telah mengubah secara sangat mendasar cara
perusahaan dijalankan dan cara memberikan value ke pelanggan. Kondisi
ini, sangat menuntut kepada kita agar dapat tenggelam ke dalam
gelombang perubahan yang sangat mendasar. Pada konsep ini, mampu
membangun sustainable value melalui speed, flexibility, integration, dan
innovation. Perubahan mendasar ini juga berdampak terhadap pada fungsi
operasional manajemen yang melahirkan gagasan-gagasan baru tentang
pemasaran, defenisi dan paradigma baru pemasaran yang memberikan
suatu fondasi baru yang berwujud dalam bentuk pemikiran baru tentan nilai
dasar, asumsi, konsep, dan metode. Para pakar pemasaran telah banyak
memperbincangkan tetntang pergeseran paradigma dalam pendekatan dan
orientasi pemasaran, yakni sustainable customer relationship yang
menjadi isu utama dari pemasaran yang bertujuan untuk menciptakan
superior customer value. Seluruh kemampuan oerganisasi dikerahkan
untuk membangun dan meningkatkan hubungan kepada pelanggan dan
pemasok. Berbagai defenisi pemasaran relasional ternyata mengakui
manfaat dari interaksi aktor pemasaran karena dapat menciptakan dan
mempertahankan hubungan yang saling menguntungkan. Diantara
mereka.1
Ditinjau dari segi nilai untuk pelanggan dan nilai untuk organisasi,
seyogyanya terdapat dua arus nilai (Value) yakni pelanggan memperoleh
value (manfaat) produk atau jasa sesungguhnya dari hubungan relational
dan organisasi merubah nilai menjadi profitabilitas. Esensi dari konsep
pemasaran yang fokus pada pelanggan sebagai suatu falsafah yakni
memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan, lalu menyusun tawaran
total dari suatu produk sehingga kebutuhan pelanggan dipuaskan melalui
proses penciptaan nilai bagi pelanggan.
B.
1
PEMBAHASAN
1. Dinamika Perubahan Pemasaran
Perubahan peran pemasaran dan dinamika pemikiran-pemikiran inti
pemasaran terus mengalami pergesaran seiring dengan perkembangan
zaman yang terus bergulir dengan berbagai tantangannya. Menurut
Profesor Frederick E. Webster, Jr. Mengemukakan bahwa “ bentuk-bentuk
organisasi baru, termasuk di dalamnya adalah kemitraan strategis (strategic
netwoeks), menggantikan organisasi-organisasi yang bersifat sederhana
Cindy Claycomb dan Charles L. Martin (2002), Shet dan Mittal (2004). Journal
Manajemen strategi Pemasaran Jasa.
152
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Membangun Keunggulan Organisasi Bisnis Jasa
di Velocity Era Melalui Relationship Value Management
yang melakukan transaksi yang berbasis pasar
(market-based
transactions), dan bersifat hierarkis birokratis tradisional. Fungsi
manajemen pemasaran secara historis yang berdasarkan paradigma
microeconomic maxmization secara kritis harus diuji relevansinya terhadap
teori dan praktik pemasaran di era 2000-an. Sebuah konsepsi baru
pemasaran akan berfokus pada pengelolaan kemitraan strategis dan
memposisikan perusahaan jasa diantara vendors dan pelanggan dalam
value—chain dengan sasaran untuk memberikan value yang superior
kepada pelanggan. Hubungan pelanggan (customer relationship) akan
dilihat sebagai sumber daya kunci yang strategis dari sebuah bisnis.”2
Selain itu, diperlikan pemaham tentang knowladge-based marketing
yang pada dasarnya mensyaratkan perusahaan yang bergerak dibidang jasa
untuk mempunyai pengetahuan tantang way of doing business, meliputi
teknologi, persaingan yang dihadapi dan konsumen yang dilayani. Pada
konsep ini, experience-based marketing lebih menekankan pada interaktif,
konektivitas, dan kreatifitas. Berdasarkan dengan ilmu knowledge and
experience-based marketing, mengharuskan perusahaan jasa untuk terus
menerus meluangkan waktunya bagi pelanggan, memonitor gerak-gerik
pesaing serta pengembangan sistem umpan balik (feedback system) yang
dapat memberikan informasi penting bagi pengembangan produk jasa
baru.3
Pergeseran paradigma dalam pemikiran pemasaran ditujukan dari
cakupan suatu hubungan pemasaran yang berubah dari transaksi
(transactions) menjadi transaksi berulang (repeat transactions) menjadi
hubungan jangka panjang (longterm relationship) menjadi kemitraan
antara pembeli-penjual (buyer-seller partnership, yang bersifat “mutual
total dependence”), menjadi aliansi strategis (strategic alliances, termasuk
didalamnya joint ventures) menjadi organisasi jaringan (network
organizations), menjadi integrasi vertikal (vertical integrations)4.
Untuk mempertimbangkan peranan baru pemasaran dalam bisnis
jasa maupun bisnis manufactur, perlu disadari bahwa pemasaran
sebenarnya beroperasi pada tiga level yang berbeda, yang mencerminkan
tiga tingkat strategi, yaitu:
1. Pada tingkat korporat: pemasaran adalah untuk analisis struktur pasar,
orientasi dan dukungan pelanggan, serta memposisikan perusahaan
dalam valuechain.
2
3
4
Frederick E. Webster, Jr. (1992). The Changin Role of Marketing in the
Corporation. Journal of Markerting, vol. 56.
Op. Cit.
Doyle, Peter (2000). Value-Based Marketing. Chichester, England: John Willey and
Sons. Ltd.
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
153
Sudirman
2. Pada Tingkat Bisnis Unit atau SBU (Strategic Business Unit):
pemasaran adalah untuk segmentasi dan targeting pasar, memposisikan
produk, serta memutuskan kapan serta bagaimana menjalani kemitraan.
3. Pada Tingkat Operasional: pemasaran adalah untuk marketing mix,
mengelola pelanggan, serta melakukan reseller relationship.
Pergeseran paradigma dalam pemikiran pemasaran memberikan
definisi baru disiplin pemasaran. Hal ini menandakan bahwa disiplin ini
memberikan suatu fondasi baru yang berwujud pemikiran baru tentang
nilai dasar, asumsi, konsep dan metode. Pola pikir yang berlaku diganti
dengan yag lain yakni pengetahuan dan praktek pemasaran relasional. Para
pakar pemasaran berbicara tentang pergeseran paradigma dalam
pendekatan dan orientasi pemasaran. American Marketing Association
(AMA) sebagai asosiasi dari kaum profesional telah melakukan redefinisi
disiplin pemasaran, dimana definisi tersebut telah memasukkan unsur
relationship didalamnya yakni: “pemasaran adalah suatu fungsi organisasi
dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan
menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan
dengan cara yang menguntungakan organisasi dan para pemangku
kepentingan (stakeholders)”. Perubahan ini meskipun lambat (kurang lebih
19 tahun dari definisi sebelumnya), telah memperluas cakrawala
pengetahuan dan praktek pemasaran5.
Dalam memahami pergeseran paradigma tersebut, maka perlu
dirumuskan pengertian pamasaran relasional yang kami rujuk dari jalan
pikiran salah seorang tokoh terkemuka dalam bidang ini dari “Nordic
School” yakni Gronroos yang menegaskan bahwa “customer relationship”
yang bertujuan menciptakan “superior customer value” secara
berkelanjutan yang menjadi isu sentral dari pemasaran. Jadi seluruh
kemampuan organisasi dikerahkan untuk membangun dan meningkatkan
hubungan dengan para stakeholders dan shareholders.6
Berbagi definisi pemasaran relasional ternyata mengakui manfaat
interaksi dari aktor pemasaran karena dapat menciptakan dan
mempertahankan hubungan yang saling menguntungkan di antara mereka.
Akhirnya, interaksi itu berdampak pada “customer relationship” sebagai
tujuan akhir. Singkatnya, hubungan relasional dengan pelanggan menjadi
fokus dan paradigma dominan untuk pemasaran kontemporer7.
5
6
7
Cristopher, M dkk. (1991). Relationship Marketing. Oxpord: ButterworhHeinemann.
Op. Cit.
Bennet, Peter D. Ed. (1995). Dictionary of Marketing Terms (2nd Edition).
Lincolnwood II: NTC Publishing Group.
154
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Membangun Keunggulan Organisasi Bisnis Jasa
di Velocity Era Melalui Relationship Value Management
2. Arah Perkembangan dari Relationship Marketing ke Relationship
Value Manajemen.
Relasionship marketing dapat dipandang sebagai koreksi yang
cukup mendasar atas pemikiran dan praktik pemasaran yang telah ada
sebelumnya terutama terhadap praktik pemasaran yang lebih
menekankan pada asas transaksi (one-time transaction marketing),
bahkan konsep ini dapat juga dianggap lebih maju jika dibandingkan
dengan konsep marketing –driven strategy. Pemahaman mengenai
relationship marketing merupakan hasil proses evolusi atas berbagai
konsep pemasaran dalam sejumlah bidang utama, seperti consumer
marketing, industrial marketing, non-profit marketing, social
marketing, dan Customer Relation Management8.
Esensi dari gagasan relationship marketing sebenarnya adalah
aktivitas pemasaran tidak hanya memenuhi persepsi konsumen tetapi
harus membangun kepercayaan konsumen. Pada posisi ini, seorang
marketing bertindak sebagai integrator pada lingkungan internal melalui
kemampuan menciptakan sintesa teknologi dengan kebutuhan
konsumen secara eksternal. Pada konsep ini, marketing menjebatani
pelanggan ke dalam perusahaan sebagai partisipan dalam
pengembangan maupun adaptasi produk. Pada praktik ini,
sesungguhnya merupakan paradigma shift, dimana peranan dan tujuan
pemasaran hanya sekedar memanipulir konsumen, karena melibatkan
konsumen secara utuh (sharing knowledge). Dalam pola pikir ini,
pemasar sebagai integrator dan tidak lagi menekankan pada share of
market yang lebih mengacu pada paradigma lama mass marketing,
tetapi share of customer yang memiliki pola pikir yang sama sekali
berbeda. Pada share of customer, parameter yang dipakai bukan lagi
pasar, tetapi individual customer dan live time value9.
Jika konsep market-based transaction menekankan bagaimana
pemasar dapat menciptakan penjualan berikutnya, maka konsep
relationship marketing memberikan perhatian pada penjualan yang
telah terjadi dan berkelanjutan (ongoing relationships). Pemasar yang
menganut konsep transaction-marketing memandang proses
pemasarantelah berakhir ketika transaksi jual-beli telah terjadi, dimana
barang telah berpindah dari penjual ke pembeli atau lebih menerapkan
azas spot contract. Selanjutnya, pemasar mengarahkan perhatian
terhadap upaya untuk menciptakan transaksi berikutnya. Sedangkan,
pemasar yang menganut pendekatan relationship marketing
8
9
Buhn, M. (2003). Relationship Marketing. Essex, England: Prentice Hall. Journal of
Managemen Strategic.
Op. Cit.
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
155
Sudirman
memberikan perhatian terhadap transaksi yang sedang berlangsung dan
memanfaatkannya sebagai dasar untuk hubungan pemasaran yang
berkelanjutan di masa yang akan datang. Dengan demikian, proses
pemasaran tidak berakhir dengan terjadinya transaksi jual beli.10
Berdasarkan dengan uraian pada konsep managemen
relatinship, maka dapat dikatakan bahwa berbeda atau lebih maju dari
marketing driven strategy, karena konsep ini secara eksplisit
menempatkan konsumen sebagai penentu strategi pemasaran, dan buka
sebaliknya. McKenna, telah mengapresiasi konsep relationship
marketing dengan mengumpamakan pemasaran menurut konsep
relationship marketing sebagai perjalanan atau peluncuran roket ke
buan di mana keberhasilan sangat ditentukan oleh mabagaimana
menyesuaikan selalu dilakukan menuruti pergerakan bulan.
Keberhasilan pemasaran ditentukan oleh kekuatan-kekuatan
“gravitasional” dari pasar (bulan) dan organisasi (bumi). Pasar dapat
menarik suatu produk dan menempatkannya pada posisi yang unggul
atau sebaliknya menghancurkan citranya. Kekuatan-kekuatan dari
organisasi dapat menarik produk ke bawah sehingga gagal mencapai
tujuannya atau sebaliknya memberi daya dorong yang
memungkinkannya lelap landas secara meyakinkan. Kekuatan-kekuatan
dari perusahaan diantranya mencakup keandalan produk dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, baik pada level core
product, actual product, maupun pada level augmented product,
teknologi yang diterapkan, kemampuan pendanaan, dan kemampuan di
dalam menentukan timing yang tetap. Kekuatan-kekuatan dari pasar
mencakup diantaranya hubungan dengan pelanggan yang strategis
(strategic customer relationship) karena kredibilitas suatu perusahaan.
Unsur yang lain adalah dukungan infrastruktur pemasran (pengecer,
distributor, keuangan/bursa, manufaktur yang ada di sekelilingnya dan
sebagainya). Kekuatiran atau keraguan dan ketidakpastian konsumen
atas produk, persaingan, kecenderungan sosial dan sebagainya. Semua
ini
dapat
memberikan
peluang-peluang
pemasaran
yang
menguntungkan, tetapi bisa juga memberikan tekanan atau ancaman
yang merugikan11.
Pada konsep ini, sesungguhnya hanya akan mempertegas
pemahaman akan arti pentingnya kedaulatan konsumen. Jadi, anggapan
yang mengatakan bahwa strategi pemasaran dapat mempengaruhi
10
11
Gummesson, E. (2002). Total Relationship Marketing. (2nd Edition), Oxpord :
Butterworth-Heinemann
--------------------- (2003). Marketing Relationship Marketing operasional.”
Internasional Journal Of service Industri Management, Vol. 5, No. 5.
156
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Membangun Keunggulan Organisasi Bisnis Jasa
di Velocity Era Melalui Relationship Value Management
perilaku konsumen memperoleh tantangan cukup serius, karena secara
epistimologis, konsep relationship marketing telah menempatkan
pemasar sebagai bagian dari realitas konsumen, merasakan nilai-nilai
konsumen, kemudian menempatkan kedalam pelayanan pada
organisasinya. Pemasar buakan lagi sebagai objek yang berada di laur
dunia konsumen dan mengambil jarak dengannya, tetpi justru menjadi
bagian dari dirinya.
Hal lain yang lebih maju atau berbeda dari relationship
marketing jika dibandingkan dengan marketing-driven strategy, bahwa
perusahaan adalah penciptaan pasar (market creation) bukan market
sharing. Dikatakan demikian karena hubungan baik dalam jangka
panjang dapat memberikan peluang bagi diciptakannya produk-produk
baru yang diminta oleh pelanggan atau menciptakan permintaan akan
produk-produk lain dari organisasi. Hal ini, berbeda dengan perusahaan
jasa yang berorientasi pada transaksi di mana perusahaan jasa hanya
berjuang untuk mengisi berbagai proporsi dari pasar dengan produknya
yang sudah ada. Pemasaran adalah proses bukan taktik promosional.
Moral dari konsep ini menekankan bahwa periklanan dan promosi
hanyalah sebagian kecil dari strategi pemasaran. Periklanan dapat
memberi penguatan atas posisi di pasar, tetapi ia tidak dapat
menciptakan posisi di pasar. Dalam membangun posisi yang
berkelanjutan di pasar, maka pertama-tama yang harus dilakukan oleh
perusahaan adalah membangun hubungan yang kuat dengan pasar dan
infrastruktur pemasaran. Proses pelayanan yang memuaskan dan
kedekatan dengan pelanggan serta mendengarkan keluhan dan
keinginan mereka mengenai produk sebagai penentu posisi perusahaan.
Pada era, di mana tawaran produk untuk memenuhi suatu
kebutuhan yang spesifik begitu melimpah dan tiada perbedaan yang
berarti, maka tindakan pelayanan yang diberikan kepada pelanggan jauh
lebih mempengaruhi loyalitas pelanggan dari pada iklam yang mungkin
saja klaimnya saja dengan klaim dari perusahaan-perusahaan lain.
Pemsaran adalah bersifat kulaitatif dan bukan kuantitatif. Angka-angka
dapat memberi keamanan bagi pemasar di dalam pengambilan
keputusan. Tetapi, penekanan pada penggunaan data masa kini dan
masa lampau sebagai dasar untuk memperkirakan perkembangan
pemasaran di masa depan relatif tidak cocok untuk situasi pemasaran
yang berubah-ubah dan polanya bukan merupakan kelanjutan dari apa
yang telah dikenali sebelumnya. Survei pemasaran yang menerapkan
pendekatan kualitatif mempunyai kekuatan yang lebih besar untuk
menggambarkan kecenderungan pasar mengenai produk perusahaan.
Pendekatan kualitatif yang juga penting di dalam proses penjualan,
karena konsumen sering memutuskan pembeliannya berdasarkan faktor-
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
157
Sudirman
faktor kualitatif, yaitu: kepemimpinan, pelayanan, realibilitas, dan
reputasi perusahaan12.
Secara ringkas, perbedaan antara one-time transaction atau
discrete transaction dan relationship transaction terletak pada tiga isu
kunci: waktu asumsi tentang kriteria keputusan pembelian dan tujuan
bertransaksi. Orientasi waktu dari hubungan pada transaksi diskrit
adalah jangka pendek sebatas terciptanya transaksi, sedangkan pada
relationship transaction hubungan berkelanjutan, setetlah transaksi jual
beli terjadi, maka penganut konsep ini sangat memperhatikan juga
unsur addressability dari para pelanggannya. Pada situasi sekali
transaksi, diasumsikan bahwa pembeli biasanya menggunakan harga
dan kriteria ekonomi lainnya dalam pengambilan keputusan pembelian,
sedangkan pada transaksi yang berkelanjutan diasumsika bahwa
pembeli ingin memuaskan kebutuhannya dalam jangka pajang melalui
kualitas hubungan baik dan pelayanan yang superior. Hal yang ketiga,
menunjukkan bahwa pada situasi sekali-transaksi, kedua pihak
mempunyai kepentingan yang berbeda: pembeli mencari harga yang
menarik, sedangkan penjual ingin memaksimumkan laba. Pada
relationship marketing, ada kecenderungan yang lebih besar untuk
shared benefits, sehingga dapat dibangun hubungan yang saling
mengembangkan manfaat dan niali bagi masing-masing13.
Sejalan dengan penjelasan di atas menunjukkan bahwa dua pilar
utama relationship marketing adalah kepercayaan (trust) dan komitmen.
Dengan kata lain, pelanggan harus mempercayai pemasar dan
selanjutnya berkomitmen padanya sebelum bisa terjadi relasi saling
menguntungkan dalam jangka panjang. Kepercayaan merupakan faktor
paling krusial dalam setiap relasi, sekaligus berpengaruh pada
komitmen. Apabila tidak ada kepercayaan, maka tidak akan ada
komitmen. Kepercayaan bisa diartikan sebagai” kesediaan untuk
mengandalkan kemampuan, integritas dan motivasi pihak lain untuk
bertindak dalam rangka untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan
seseorang bagaimana disepakati bersama secara implisit maupun
eksplisit”. Sedangkan komitmen merupakan hasrat atau keinginan kuat
untuk mempertahankan dan melanjutkan relasi yang dipandang penting
dan berniali untuk jangka panjang. Komitmen biasanya tercermin dalam
12
13
Barlin Halim (1965). Ilmu Ekonomi Perusahaan. Dalam: Research di Indonesia,
1945-1965, IV, Bidang Ekonomi, sosial, dan Budaya. Jakarta: Dept. Urusan
Research Nasional Republik Indonesia.
Bruhn, M. (2003). relationship marketing. Essex, England: Prentice Hall.
158
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Membangun Keunggulan Organisasi Bisnis Jasa
di Velocity Era Melalui Relationship Value Management
prilaku kooperatif dan tindakan aktif untuk tetap mempertahankan relasi
yang telah terbina14.
Relationship marketing merupakan orientasi strategis atau
filosofi menjalankan bisnis yang lebih fokus pada upaya
mempertahankan dan menumbuhkembangkan relasi dengan pelanggan
saat ini, terutama profitable customers dan selected customers
dibandingkan merebut pelanggan baru 15.
Pada konsep tersebut didasarkan pada asumsi bahwa banyak
konsumen, baik konsumen akhir maupun konsumen bisnis, lebih suka
menjalin relasi berkelanjutan dengan suatu organisasi daripada harus
terus-menrus berganti pemasok dalam rangka mendapatkan nilai yang
diharapkan. Berdasarkan asumsi tersebut dan fakta bahwa biaya
mempertahankan pelanggan lebih murah daripada biaya mendapatkan
pelanggan baru, tetapi sebenarnya dalam perspektif yang lebih luas
Relationship Marketing tidak hanya concern dengan “ Keeping of them”
Getting of customers” (traditional marketing)16.
Sebagai artikulasi paradigma baru ini, maka Gumesson
menyusun nilai dasar pemasaran relasional, yaitu17:
1. Majemen pamasaran dimekarkan menjadi manajemen organisasi
yang berorientasi pada pemasaran (marketing-oriented),
2. Kolaborasi jangka panjang dan kreasi niali bersama atas dasar
“win-win”. Artinya, tekanan utama pada retensi pelanggan,
menghalangi defeksi pelanggan dan akuisis pelanggan menjadi
nomor dua.
3. Semua pihak harus aktif dan bertanggung jawab dalam suatu
hubungan interaktif.
4. Mementingkan hubungan relasional dan layanan, bukan pada nilai
birokratif legal.
Berlandaskan pada prinsip-prinsip relationship marketing yang
dikemukan oleh McKenna (1995) dan Konsep yang dikemukakan oleh
Gumesson (2002)18. Pada konsep ini, mencoba mengembangkan apa
yang disebut sebagai nilai dasar dari relationship value management
dengan mempertimbangkan tiga hal yang menjadi pemikiran inti dalam
14
15
16
17
18
Sheth and Mitttal, (2004). Making relationship marketing operasional. Internasional
journal of service industri management, Vol. 5, No. 5
Christoper, M. Payne, A., dan Ballantyne, D. (1999). Relationship Marketing.
Oxford: Butterworh-Heinemann.
Op. Cit.
Doyle, Ben M. (2000). Value-Based Marketing.Chichester, England: John Wiley
dan Sons Ltd.
Op. Cit.
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
159
Sudirman
mengembangkan relationship marketing menjadi value management
yakni:
1. Penerapan strategi “cunsomer livetime value.” Strategi ini
diterapkan karena mengantisipasi persaingan dinamis dalam
pemberian value. Saat ini, lingkungan teknologi digital telah
menciptakan ekonomi tanpa batas dan pasar bebas, value akan
menjadi konsep inti yang paling penting, karena para pesaing dan
pelanggan beroperasi secara global, maka perusahaan, individu,
dan institusi (profit maupun nirlaba) harus bersaing dalam
memberikan value yang lebih baik kepada prospek pelanggan
mereka. Mengapa? Karena kita telah memasuki era of choices.
Dengan demikian pilihan terbaik adalah pilihan memberikan value
terbaik. Mereka juga harus menyadari perubahan yang tidak
terduga dalam lingkungan bisnis, yang mungkin menciptakan
kebutuhan perubahan value. Dari sudut pandangan pelanggan,
value harus dianggap baik sebagai faktor “menerima” dan
“memberi”. Sebagai konsekuensi asas ini adalah para pemasar
senantiasa berusaha fokus pada retensi pelanggan serta
pertumbuhannya, akuisisi pelanggan baru menjadi prioritas kedua.
2. Fokus pada tanggung jawab seluruh organisasi terhadap tim yang
“cross-functional” dan bukan pada pekerjaan fungsional setiap
departemen. Lingkungan bisnis yang selalu berubah, mengubah
sifat persainagn. Persaingan yang sesungguhnya bukanlah di
anatara perusahaan, individu atau institusi, tetapi di antara jaringan
organisasi yang terintegrasi (integrated organization networks).
Sementara itu, organisasi menjadi lebih process-oriented daripada
function oriented, pemasaran bukan hanya merupakan fungsi yang
terpenting lagi; pemasaran bahkan bukan lagi nama sebuah
departemen. Lebih mendasar lagi, pemasaran harus menjadi
disiplin (discipline) setiap orang dalam organisasi. Dengan
demikian, setiap orang dalam organisasi harus menjadi pemasar.
Pemasaran harus menjadi “jiwa” setiap orang. Konsep pemasaran
harus menjadi sebuah konsep bisnis strategis: sebagai sebuah
“konsep payung” (umbrella concept) untuk setiap proses lintasfungsional, sebuah “konsep arahan” (directive concept) untuk
CEO, dan sebuah “konsep keuntungan” (profit concept) untuk
seluruh stakeholder.
3. Cakupan yang diperluas, dimana organisasi fokus pada
pengelolaan pembinaan hubungan dengan banyak ranah pasar
ataau petaruh untuk keberhasilan jangka panjang. Pemasarang juga
digunakan oleh organisasi nirlaba, negara, orang, politisi, dan
linnya. Kemudian, harus mempertimangkan tiga stakeholder
160
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Membangun Keunggulan Organisasi Bisnis Jasa
di Velocity Era Melalui Relationship Value Management
penting, yaitu: pelanggan, karyawan, dan shreholder. Organisasi
harus mampu menciptakan penawaran dan mempertukarkan values
dengan mereka untuk mencapai transaksi, kepuasan, dan retensi.
Dengan demikian, pemasaran sebagai sebuah disiplin harus secara
khusus diimplementasikan kepada pelanggan (external marketing),
karyawan (internal Marketing), dan shareholder (investor
marketing). Sebenarnya, kita dapat memperluas defenisi pelanggan
untuk setiap stakeholder eskternal, seperti: pemasok, dealer,
bankir, pemerintah, publik, dan lain-lain. Karena itu pemasaran
dapat juga digunakan dalam penciptaan, penawaran, dan
pertukaran value dengan semua stakeholder.
Dari ketiga prinsip dasar tersebut, dapat dibentuk model strategi
pemasaran relasional yang bertujuan mewujudkan rerangka strategi yang
dapat membangun keunggulan daya saing organisasi dengan
mempergunakan hubungan relasional dari berbagai petaruh sebagai
wahana kegiatan pemasaran. Bila kembali melihat esensi dari pemasaran
itu sendiri sebagai “exchange ralationship between the organizational
and its customer”, maka dalam konteks relasional pemasaran pemasaran
berpusat pada customer relationship, di mana masing-masing pihak yang
terkait dapat memenuhi kebutuhannya melalui melalui berbagai bentuk
pertukaran dalam kondisi win-win. Dengan demikian, pemasaran harus
diletakkan dalam konteks system aproach dan long-term perspective19.
Dalam kerangka long term perspektive inilah perusahaan jasa
perlu meletakkan relationship marketing sebagai strategi pemasaran
jangka panjang yang ditunjukkan untuk mengembangkan dan
meningkatkan hubungan yang terus menerus yang langgen dengan
konsumen. Kepentingan strategic yang ada di balik itu sebenarnya adalah
bagaimana mempertahankan dan meningkatkan hubungan relasional yang
telah terbina dengan pelanggan yang suda ada (exaiting costumer)
sekalipun tidak berarti bahwa merubut konsumen baru tidaklah dianggap
penting. Dalam pola hubungan relasional ini, interactive marketing
menjadi sangat penting. Moments of truth didalam interaksi pembelipenjual menjadi sangat kritikal. Bilamana Moments of truth tidak
ditangani dengan baik, maka perusahaan jasa akan kehilangan moment of
opportunity, dan dalam situasi seperti ini, traditional marketing services
(7p’s: product, price, place, promotional, pople, physical avvidance, and
process) tidak mampu mengatasinya. Hal ini menjadi pertimbangan
19
Kotler, Philips dan Jain, Dipak C. Maesincee, Suvit (2000). Marketing Muves.
Boston, MA: Harvard Business School Press.
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
161
Sudirman
mengapa kotler dalam suatu forum mengemukakan pandangan tentang
pemasarang yang tidak berdiri sendiri. Pemasaran terdiri dari: C (create),
C (communicate), D (deliver), V (value), T (target market), P (profit).
Tugas uatama sebagai pemasar adalah to create (menciptakan),
communicate (mengomunikasikan), dan deliveri value (menghantar niali)
kepada target market (pasar sasaran) untuk menghasilkan profit20.
3. Implikasi Teoritis Relationship Marketing dalam Bidang Pemasarang
Jasa
Konsep relationship marketing, menuntut pemasar pada bidang jasa
menekankan pentingkay hubungan baik jangka panjang dengan konsumen
dan ifrastruktur pemasaran dan secara struktural-organisasional, kesadaran
tersebut diwujudkan dalam bentuk-bentuk hubungan dan komitmen yang
menyeluruh. Dengan demikian, bagi suatu organisasi yang menerapkan
konsep ini berlaku pandangan bahwa marketing is everything is marketing.
Relationship marketing merupakan konsep yang atraktif dan mampu
menarik perhatian banyak pihak. (akademisi, praktisi, dan konsultan bisnis)
karena konsep ini mampu menyatukan sejumlah pemikiran pemasara,
diantaranya manajemen penjualan, strategic thinking, bussiness- to- business
dan affinity marketing.
Relatinship marketing telah menjadi suatu mashab baru dalam
berbagai aliran disiplin pemikiran pemasaran. Mengikuti
rerangka
klasifikasi (metriks) perbagai teori pemasaran yang telah dikembangkan oleh
Sheth et. al. (1988) maka relationship marketing dapat dimasukkan ke dalam
dimensi interaktif-non-ekonomis karena memperhatiakan independendi
antara pelaku serta menekankan pada peretukaran sebagai fondasi teori
pemasaran. Parvatiyar dan Sheth (2000) mengatakan bahwa relationship
marketing memiliki potensi menjadi suatu disipilin dan mengembankan
teorinya sendiri jika ranahnya dibatasi pada aspek hubungan perusahaan
dengan pelanggan21. Suatu teori umum pemasaran dapat dikembangkan dari
prinsip-prinsip relationship marketing. Jika kita mengakui pergeseran
paradigma dari pemaasaran transksional ke pemasaran
relationship
marketing. Pada kenyataan ini memiliki arti bahwa apa yang kita kenal
dengan istilah pemasaran telah berubah menjadi pemasaran tradisonal.
Namun demikian, ada beberapa pakar pemasaran yang tidak setuju
memasukkan relationship marketing hanya menekankan pandangannya
terhadap bagaimana menjaga hubungan baik kepada pelanggan, tanpa pernah
20
21
Op. Cit.
Parvatiyar, A. Dan Sheth, J.N. (1997) paradigm Shift in Interfirm Marketing
Relationship. “ dalam J.N. Sheth dan A. Parvatiyar (eds), Research in Marketing,
Vol. 13., Grenenwich.
162
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Membangun Keunggulan Organisasi Bisnis Jasa
di Velocity Era Melalui Relationship Value Management
mengemukakan bagaimana hubungan itu dibangun berdasarkan kualitas
hubungan itu sendiri.22
4. Implikasi Managerial Relationship Marketing Dalam Bidang Pemasaran
Jasa: Perlu Perubahan “Mindset”.
Pada hakikatnya, relationship marketing mencerminkan perubahan
paradigma dalam pemasaran, yaitu dari semula difokuskan pada
transaksi/akuisisi pelanggan menjadi relasi/retensi pelanggan. Secara
historis, kebanyakan perusahaan jasa lebih berfokus pada upaya menarik
pelanggan baru, sehingga perubahan ke arah strategi relationship marketing
menuntut perubahan dalam hal mind set, budaya organisasi, sistem penilaian
kinerja dan kompensasi karyawan.
Upaya dalam mencapai tujuan perusahaan jasa, baik dalam bentuk
laba, Volume penjualan, pangsa pasar, pertumbuhan, misi sosial, maupun
tujuan lainnya dapat dicapai melalui upaya memuaskan pelanggan. Caranya,
tidak semata-mata dengan menekankan pada aspek transaksi (transaction
marketing), namun lebih berfokus pada aspek hubungan (relationship
marketing). Berbeda dengan transaaction marketing lebih menekankan
pentingnya jalinan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pelanggan
dengan jangka panjang. Untuk itu, dibutuhkan strategi, kinerja, kompetensi
inti, sumber daya (lam organisasi manusia, alam, financial, teknologi,
informasi dan waktu), dan koodinasi. Selain itu, diperlukan sinergi antar
fungsi dalam organisasi demipenciptaan nilai bagi terwujudnya kepuasan
dan loyalitas pelanggan23.
Paradigma relationship marketing bertujuan menutup “loop”
yang terjadi antara “attracting customers” (sebagai “firts act”) dan
keeping of them” (sebagai”second act”) melalui integrasi tiga unsur
quality, customer service, marketing24.
Pemasaran dapat diibaratkan sebagai sebuah “ember besar”
penjualan, periklanan, dan program promosi yang menuangkan bisnis
ke dalam ember. Selama program tersebut efektif maka ember tersebut
akan penuh. Namun, hanya ada satu masalah, bilamana konsumen tidak
puas dengan apa yang dia telah peroleh, maka lubang pada ember
tersebut akan membesar dan semakin cepat kehilangan bisnis daripada
apa yang bisa diperoleh. Teori ember besar ini (Bucket Theory of
Marketing) ini sebenarnya mengilustrasikan bahwa strategi relationship
marketing yang mencoba menambal luabng pada ember menjadi hal
yang penting dalam strategi. Masalah tersebut, sering kali menjadi
22
23
24
Ibid.
Ibid.
Peck, H. & Payne, A. Christopher, M. & Clark, M. (1999). Relationship Marketing:
Strategic and Implementation. Oxford: Butterworth – Heinemann.
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
163
Sudirman
persoalan. Di dalam praktik perusahaan jasa lebih menekankan pada
akusisi konsumen (“firts act”) dan mangabaaikan “memeliharanya”
(“second act”)25.
Didalam system approach, selain keempat aspek utama dalam
strategi pemasaran yang diuraikan oleh Gronroos ataupun model
integrasi dari Christoper, Payne, Ballantyne, yang penting diperhatikan
didalam melakukan transformasi paradigma dari transaction marketing
ke relationship marketing adalah sejalan dengan apa yang dikemukan
oleh Zeithaml dan Bitner “untuk mengimplementasikan relationship
strategy maka yang perlu dilakukan adalah perubahan mindset, budaya
organisasi dan system imbalan. Sbagai contoh, misalnya, kebanyakan
perusahan jasa seringkali menerapkan sistem sistem insentif atas dasar “
attracting new cusdtomers” dan jarang sekali (bahkan tidak ada)
meneraapkan sistenm insentif atas dasar retaining current accounts
“sehingga sekalipun banyak orang yang sangat mendukung sekali
pentingnya “cutomer retention” tetapi sistem organisasi yang berlaku
justru tidak mendukung implementasinya26.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pendahuluan maupun pembahasan, maka
terdapat beberapa yang menjadi kesimpulan pada tulisan ini adalah
sebagai berikut:
Pada hakikatnya, relationship marketing mencerminkan
perubahan paradigma dalam pemasaran, yaitu dari semula difokuskan
pada transaksi/akuisisi pelanggan menjadi relasi/retensi pelanggan.
Secara historis, kebanyakan perusahaan jasa lebih berfokus pada upaya
menarik pelanggan baru, sehingga perubahan ke arah strategi
relationship marketing menuntut perubahan dalam hal mind set, budaya
organisasi, sistem penilaian kinerja dan kompensasi karyawan.
Paradigma
relationship
marketing
pada
esensinya
memperlakukan konsumen sebagai “mitra” dalam suatu pertukaran
yang saling mengutungkan win-win situation dan tidak win lose. Dalam
situasi seperti ini dapat disimpulkan bahwa transaction marketing
mindset masih dominan dalam proses pertukaran pembeli dan penjual.
25
26
Hakansson, H. Dan Henjesand, Inge-Jane Waluszewski, A. (2004). Introduction:
Rethingking Marketing. “dalam H. Hakansson dan D. Harrison. Dan A.
Waluszewski (eds), Rethingking Marketing. West Sussex England: John Wiley dan
Sons. Ltd.
Ibid.
164
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Membangun Keunggulan Organisasi Bisnis Jasa
di Velocity Era Melalui Relationship Value Management
Konsep relationship marketing, menuntut pemasar pada bidang
jasa menekankan pentingkay hubungan baik jangka panjang dengan
konsumen dan ifrastruktur pemasaran dan secara strukturalorganisasional, kesadaran tersebut diwujudkan dalam bentuk-bentuk
hubungan dan komitmen yang menyeluruh. Dengan demikian, bagi
suatu organisasi yang menerapkan konsep ini berlaku pandangan bahwa
marketing is everything is marketing.
2. Saran
Berdasarkan uraian pendahuluan, pembahasan, dan kesimpulan,
terdapat beberapa yang menjadi saran-saran tulisan ini, yaitu:
a. Para pemasar sebaiknya membina hibungan baik kepada pelanggan
agar para pelangan akan terus melakukan transaksi pembelian
secara berkelanjutan.
b. Para pemasar hendaknya selalu berusaha untuk memenuhi keingan
pelanggan agar pemenbuhan kepuasan pelangan dapat terus
ditingkatka.
c. Para pemasar senantiasa dapat selalu mendengarkan keluha-keluhan
yang dialami oleh setiap customer dan selalu berupaya untuk
melukan perbaikan-perbaikan yang sifatnya dapat lebih
memperkuat hubungan kemitraan dengan pelanggan.
d. Berupaya untuk terus menciptakan nilai-nilai dalam organisasi
sebagai perekat hubungan dengan customer.
DAFTAR PUSTAKA
Barlin Halim (1965). Ilmu Ekonomi Perusahaan. Dalam: Research di Indonesia,
1945-1965, IV, Bidang Ekonomi, sosial, dan Budaya. Jakarta: Dept.
Urusan Research Nasional Republik Indonesia.
Bennet, Peter D. Ed. (1995). Dictionary of Marketing Terms (2nd Edition).
Lincolnwood II: NTC Publishing Group.
Buhn, M. (2003). Relationship Marketing. Essex, England: Prentice Hall.
Journal of Managemen Strategic.
Christoper, M. Payne, A., dan Ballantyne, D. (1999). Relationship Marketing.
Oxford: Butterworh-Heinemann.
Doyle, Ben M. (2000). Value-Based Marketing.Chichester, England: John
Wiley dan Sons Ltd.
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
165
Sudirman
Cindy Claycomb dan Charles L. Martin (2002), Shet dan Mittal (2004). Journal
Manajemen strategi Pemasaran Jasa.
Frederick E. Webster, Jr. (1992). The Changin Role of Marketing in the
Corporation. Journal of Markerting, vol. 56.
Gummesson, E. (2002). Total Relationship Marketing. (2nd Edition), Oxpord :
Butterworth-Heinemann.
Hakansson, H. Dan Henjesand, Inge-Jane Waluszewski, A. (2004).
Introduction: Rethingking Marketing. “dalam H. Hakansson dan D.
Harrison. Dan A. Waluszewski (eds), Rethingking Marketing. West
Sussex England: John Wiley dan Sons. Ltd.
Kotler, Philips dan Jain, Dipak C. Maesincee, Suvit (2000). Marketing Muves.
Boston, MA: Harvard Business School Press.
Parvatiyar, A. Dan Sheth, J.N. (1997) paradigm Shift in Interfirm Marketing
Relationship. “ dalam J.N. Sheth dan A. Parvatiyar (eds), Research in
Marketing, Vol. 13., Grenenwich.
Peck, H. & Payne, A. Christopher, M. & Clark, M. (1999). Relationship
Marketing: Strategic and Implementation. Oxford: Butterworth –
Heinemann.
Sheth and Mitttal, (2004). Making relationship marketing operasional.
Internasional journal of service industri management, Vol. 5, No. 5
--------------------- (2003). Marketing Relationship Marketing operasional.”
Internasional Journal Of service Industri Management, Vol. 5, No. 5.
166
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
Download