BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Perkembangan masyarakat dalam bidang sosial dan ekonomi sedikit demi sedikit telah mengalami perubahan. Seiring berkembangnya masyarakat maka kepentingan dan kebutuhan masing-masing individu ataupun kelompok semakin meningkat. Banyak hal untuk dapat menunjang kemajuan tersebut, salah satunya ialah dengan menyediakan sarana dan prasarana yang dapat digunakan oleh kepentingan umum agar dapat berlangsungnya perkembangan yang berkesinambungan menuju kearah yang lebih maju. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Dalam menunjang semua hal itu diperlukan biaya yang berasal dari penghasilan. Penghasilan negara yang berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, ataupun dari sumber kekayaan alam (natural recources) yang ada terdapat di negara tersebut, merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara untuk membiayai kepentingan umum. 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran negara termasuk pembangunan yang berguna untuk kepentingan umum. Pengertian pajak menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat . Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan Pasal 1 ayat 1 yang diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris : Tax is a compulsory contribution to the state which is owed by an individual or corporate that is forced by law, with no direct reward, an used for state purposes for maximum prosperity to the peoples . Definisi pajak menurut Soemitro, yang dikutip oleh Suandy (2005:11) : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbalan (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum . Definisi pajak yang dikemukakan oleh Djajadiningrat yang dikutip oleh Resmi (2009:1) : Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum . Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran wajib kepada negara yang diatur berdasarkan undang-undang dan dapat dipakasakan tanpa jasa timbal balik yang digunakan untuk membiayai rumah tangga negara dan kesejahteraan umum yakni segala pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.2 Dasar Hukum Pajak Di negara Indonesia landasan pemungutan pajak telah diatur dalam UndangUndang Dasar 1945 pasal 23 ayat (2) yang berbunyi : Segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang 2.1.3. Fungsi Pajak Menurut Resmi (2009:3), Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur). 1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber pengeluaran negara, pemerintah berupaya memasukan uang sebanyakbanyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan dan lain-lain. 2. Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak merupakan salah satu alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuantujuan tertentu diluar bidang keuangan. 2.1.4. Tata Cara Pemungutan Pajak Tata cara pemungutan pajak menurut Resmi (2009:9), terdiri atas stelsel pajak, asas pemungutan pajak dan sistem pemungutan pajak. 1. Stelsel pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel, yaitu : a. Stelsel Nyata (Riil) Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek yang sesungguhnya terjadi. Oleh karena itu, pemungutan pajaknya baru dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua objek yang sesungguhnya pada suatu tahun pajak diketahui. Kelebihan stelsel nyata adalah perhitungan pajak didasarkan pada objek sesungguhnya sehingga lebih akurat dan realistis. b. Stelsel Anggaran Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Dengan stelsel ini berarti besarnya pajak yang terutang pada waktu tahun berjalan sudah dapat ditetapkan atau diketahui pada tahun awal yang bersangkutan. c. Stelsel Campuran Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggaran. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 2. Asas Pemungutan Pajak a. Asas domisili Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Setiap wajib pajak yang berdomisili atau bertempat tinggal di wilayah Indonesia (wajib pajak dalam negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik dari Indonesia atau dari luar Negara Indonesia. b. Asas Sumber Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal wajib pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya. c. Asas Kebangsaan Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia, tetapi bertempat tinggal di Indonesia. 3. Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu : a. Official Assessment System Sistem ini memberikan wewenang kepada aparatur perpajakan dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Kegiatan memungut dan menghitung pajak, sepenuhnya berada di tangan aparatur perpajakan. b. Self Assessment System Sistem ini memberikan wewenang kepada wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Kegiatan memungut dan menghitung pajak, sepenuhnya berada di tangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. c. With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menetukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 2.1.5. Pembagian Jenis Pajak Dalam buku perpajakan Mardiasmo (2009:5), pembagian jenis pajak dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat dan menurut lembaga pemungutnya. 1. Menurut golongan Menurut golongannya pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu : a. Pajak Langsung Merupakan pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan. b. Pajak Tidak Langsung Merupakan pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan pada orang lain atau pada pihak ketiga. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sifat Menurut sifatnya pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu : a. Pajak Subjektif, Merupakan pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan wajib pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subyeknya. Contoh : pajak penghasilan (PPh) b. Pajak Objektif Merupakan pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. Contoh : Pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPnBM 3. Menurut Lembaga Pemungut Berdasarkan wewenang pemungutnya, pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu: a. Pajak Negara (Pajak Pusat) Merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementrian Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak. Pajak pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. b. Pajak Daerah Merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak daerah diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-masing sesuai APBD. 2.2. Pajak Daerah Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pajak daerah sebagai salah satu kegiatan yang mendukung pembangunan nasional yang diwujudkan dengan pembangunan daerah secara adil dan merata guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Daerah otonom, yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat merupakan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat daerah maka dibutuhkan pemerintah daerah. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. 2.2.1. Pengertian Pajak Daerah Pajak daerah telah diatur dalam undang-undang Nomor 34 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang terdiri dari pajak daerah tingkat I (provinsi) dan pajak daerah tingkat II (kabupaten/kota). pengertian pajak daerah menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 : Pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat . Menurut Suandy (2005:236) menerangkan bahwa: Pajak Daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah . 2.2.2. Dasar Hukum Pajak Daerah Dasar hukum terdapat dalam undang-undang Nomor 34 tahun 2000 sebagaimana yang telah diubah dengan undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001, dan undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah . 2.2.3. Jenis Pajak Daerah Jenis pajak daerah dalam undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah terdiri dari 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota yaitu: 1. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas : a. Pajak kendaraan bermotor b. Bea balik nama kendaraan bermotor c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor d. Pajak air permukaan e. Pajak rokok 2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas : a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. 2.3. Pajak Hotel 2.3.1. Pengertian Pajak hotel Dalam buku Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2003 pasal 1 Tentang Pajak Hotel menerangkan bahwa, Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan di hotel dan Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/ istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. 2.3.2. Dasar Hukum Pajak Hotel Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2003 tentang pajak hotel. 2.3.3. Objek Pajak Hotel Dalam buku Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2003 pasal 2, yang dimaksud dengan objek pajak hotel yaitu; 1. Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran. 2. Objek pajak yang dimaksud meliputi : a. Hotel, penginapan atau jenis lainnya seperti gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen, guest house; b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan penunjang fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal yang sifatnya memberi kemudahan dan kenyamanan antara lain: telepon, faksimil, telex, foto copy, pelayanan cuci, seterika, taksi dan pengangkutan lainnya yang dikelola hotel; c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang dikelola oleh manejemen hotel antara lain: pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tennis, golf, karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola oleh hotel; d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan d hotel. 3. Objek yang dikecualikan antara lain meliputi: a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan/atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel; b. Pelayanan tempat tinggal di asrama, dan pondok pesantren; c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran; d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon, yang dikelola oleh umum di hotel; e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. 2.3.4. Subjek Pajak Hotel Dalam buku Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2003 Pasal 3 tentang pajak hotel, yang dimaksud dengan Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. 2.3.5. Wajib Pajak Hotel Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah pasal 33, yang dimaksud dengan Wajib pajak hotel adalah pengusaha hotel. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel, penginapan atau jenis lainnya seperti gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggarahan (hostel), losmen, guest house untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. 2.3.6. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Hotel Dalam buku Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2003 tentang pajak hotel pada pasal 4, dasar pengenaan dan tarif pajak hotel adalah sebagai berikut : a. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran kepada hotel. b. Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). c. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak yang ditetapkan dengan Dasar Pengenaan Pajak. 2.3.7. Cara Penghitungan Pajak Hotel Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah pasal 36, cara menghitung besaran pokok pajak hotel yang terutang adalah sebagai berikut : Pajak terutang = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Contoh perhitungan pajak hotel ; Tuan abu menginap selama 3 hari di hotel DS Bandung. Hotel tersebut termasuk kedalam hotel kelas bintang 3 dengan tarif Rp. 400.000,00 per hari. Catatan pembayaran sebagai berikut : Jasa sewa kamar Rp. 1.200.000,00 Makanan dan minuman Rp. 300.000,00 Jasa laundry Rp. 75.000,00 Jumlah Rp. 1.575.000,00 Service charge 10% Rp. Jumlah pembayaran Rp. 1.732.500,00 Pajak hotel 10% Rp. Total yang harus dibayar Rp. 1.905.750,00 157.500,00 173.250,00 2.3.8. Tata Cara Pendaftaran Wajib pajak Tata cara pendaftaran wajib pajak hotel tertuang dalam Peraturan Walikota Nomor 330 tentang Tata cara pemungutan pajak daerah pasal 7 bagian kedua. Menerangkan bahwa setiap wajib pajak yang baru membuka usaha wajib mendaftarkan diri dan melaporkan usaha atau objek pajak dengan menggunakan formulir pendaftaran wajib pajak ke Dinas Pendapatan. Formulir pendaftaran wajib pajak dapat diperoleh Wajib Pajak atau Penanggung pajak dengan cara mengambil sendiri, dikirim oleh petugas Dinas Pendapatan atau mengakses situs Dinas pendapatan. Formulir tersebut harus diisi dengan benar, jelas dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Penanggung pajak dengan melampirkan fotokopi identitas diri (KTP, SIM, Paspor), fotokopi akta pendirian (untuk badan usaha) dan surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi berwenang minimal kelurahan. Formulir pendaftaran Wajib Pajak harus disampaikan ke Dinas Pendapatan, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum usahanya berlangsung. Terhadap Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Setelah Wajib Pajak memperoleh NPWPD, maka wajib pajak harus mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak serta menyampaikan ke Dinas Pendapatan paling lambat 5 (lima) hari setelah berakhirnya masa pajak bagi pajak yang dipungut berdasarkan penetapan jabatan atau 10 (sepuluh) hari setelah berakhirnya masa pajak bagi pajak yang dibayarkan sendiri. Apabila batas waktu penyerahan SPTPD jatuh pada hari libur, maka batas waktu penyampaian SPTPD jatuh pada hari kerja berikutnya. Setelah melewati batas waktu yang ditentukan, SPTPD belum juga disampaikan maka dapat diberi surat teguran. 2.3.9. Masa Pajak Dalam buku Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2003 tentang pajak hotel pasal 8 yang dimaksu masa pajak adalah sebagai berikut : a. Masa pajak adalah 1 (satu) bulan takwim atau 1 (satu) bulan penuh dan/atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh kepala daerah yaitu walikota. b. Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan di hotel. c. Setiap wajib pajak dalam memungut pembayaran pajak hotel harus mempergunakan nota pesanan/bill. d. Nota pesanan/bill harus dicetak, diberi nomor seri, dan dipergunakan sesuai dengan nomor urut. e. Nota pesanan/bill baru dapat dipergunakan setelah dilegalisasi oleh walikota atau pejabat yang ditunjuk. f. Salinan nota pesanan/bill yang sudah dipergunakan harus disimpan oleh wajib pajak dalam waktu setahun sebagai bukti dalam pembuatan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). 2.3.10. Pembayaran dan Penagihan Pajak Hotel Dalam Peraturan Walikota Nomor 330 Tahun 2008 tentang tata cara pemungutan pajak daerah pasal 14 bagian satu menjelaskan tentang taa cara pembayaran pajak hotel sebagai berikut : Berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), walikota atau pejabat yang ditunjuk menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). Pembayaran pajak dilakukan pada bendahara penerima atau tempat lain yang ditunjuk walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD dan SKPD. Apabila pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke kas daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau jangka waktu lain yang ditentukan oleh Walikota. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Dinas Pendapatan atau pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan SKPDKB, SKPKBT, SKPDN. Pajak yang terutang dilunasi selambatlambatnya 1 (satu) bulan sejak SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat keputusan keberatan dan putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Atas permohonan wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan, Walikota atau pejabat yang ditunjuk yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur lebih lanjut oleh walikota. Sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak walikota atau pejabat yang ditunjuk mengeluarkan surat peringatan atau surat teguran atau surat lain yang sejenis pada 7 (tujuh) hari kerja sejak saat jatuh tempo pembayaran. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal surat peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang. Apabila jumlah pajak yang belum dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam surat peringatan atau surat sejenis, kepala Dinas Pendapatan menerbitkan surat paksa setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak surat peringatan atau surat teguran dikeluarkan.