UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM SARJANA EKSTENSI TUGAS KARYA AKHIR PEMETAAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PADA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (BPSDM) HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA PERIODE TAHUN 2008 Oleh CHUSNI THAMRIN 0606055231 Diajukan sebagai salah satu syarat dalam Memperoleh gelar Sarjana Sosial dalam Bidang Ilmu Administrasi Depok, Tahun 2008 ii UNIVERSITY OF INDONESIA FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES DEPARTMENT OF ADMINITRATIVE SCIENCE UNDERGRADUATE EXTENTION PROGRAM ABSTRACT CHUSNI THAMRIN (0606055231) TRAINING NEEDS ANALYSIS ON THE BOARD OF HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT OF LAW AND HUMAN RIGHT PERIOD 2008 xiii pages + 46 pages + 1 table + 2 pictures + 15 bibliographies + enclosures Board of Human Resources Development of Law and Human Rights is the main part of the Department of Law and Human Right Organization. This board is needed and being obliged to support all of the development of knowledge, competency and attitude of government employees in order to do their job on the matter of law and human right as good as possible. In this case, Training Needs Analysis is needed. The problems which being discussed on this paper are how the application of Training Needs Analysis is and how to know the problems or barriers which comes up on the Training Needs Analysis ?. The characteristic of the research is a descriptive and using a Quantitative Approach. The data is collected from the interview of 3 persons and some references on the training needs analysis matter. Some theories which used to support this paper are Human Resources Development Theory, Education Theory and Training Needs Analysis Theory. There are 3 main parts in identifying the training needs, namely : The organization; The managers; The employees. The result of this research is indicated that Training Needs Analysis is so important, but there are still found weakness of organizational analysis and still does not touch the needs of internal organization factors, therefore, so many aspects to be improved at the Human Resources Development Program in order to achieve the ideal goal of the board of Human Resources Development of Law and Human Rights. iii UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM SARJANA EKSTENSI LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : CHUSNI THAMRIN NPM : 06 06 055 231 Program Studi : Ilmu Administrasi Negara Menyatakan bahwa Tugas Karya Akhir yang berjudul PEMETAAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PADA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (BPSDM) HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA PERIODE TAHUN 2008 benar-benar merupakan hasil karya pribadi dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. 15 Juli 2008 CHUSNI THAMRIN NPM. 06 06 055 231 iv UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM SARJANA EKSTENSI LEMBAR PERSETUJUAN TKA Nama : CHUSNI THAMRIN NPM : 06 06 055 231 Program Studi : Ilmu Administrasi Negara Judul Tugas Karya Akhir : Pemetaan Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan Pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan Hak Asasi Manusia Periode Tahun 2008 telah diperiksa oleh Ketua Program Sarjana Ekstensi dan Pembimbing serta dinyatakan layak untuk diajukan ke sidang Tugas Karya Akhir Program Sarjana Ekstensi Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Disetujui oleh Ketua Program Sarjana, Pembimbing, Drs. Asrori, MA., FMLI. NIP. 130 702 932 Drs. M. Azis Muslim, M.Si NUP. 090 050 0025 v UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM SARJANA EKSTENSI LEMBAR PENGESAHAN TKA Nama : CHUSNI THAMRIN NPM : 06 06 055 231 Program Studi : Ilmu Administrasi Negara Judul Tugas Karya Akhir : Pemetaan Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan Hak Asasi Manusia Periode Tahun 2008 telah dipertahankan di hadapan sidang Penguji Tugas Karya Akhir Program Sarjana Ekstensi Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, pada Jum’at tanggal 4 Juli 2008. Penguji Tugas Karya Akhir Ketua Sidang, Pembimbing, Drs. Asrori, MA., FMLI. NIP. 130 702 932 Drs. M. Azis Muslim, M.Si NUP. 090 050 0025 Penguji Ahli, Sekretaris Sidang, Dr. Djaka Permana, M.Si NIP. 130 319 673 Umanto Eko, M.Si vi vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat, Ridha serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Karya Akhir ini dengan judul “Pemetaan Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan Hak Asasi Manusia Periode Tahun 2008” Tugas Karya Akhir ini dibuat dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Administrasi Negara Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa Tugas Karya Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima segala masukan, kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penyelesaian Tugas Karya Akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka, dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. DR. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia; 2. Prof. DR. Eko Prasojo, Mag.rer.publ., selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia; 3. Drs. Asrori, MA., FMLI., selaku Ketua Program Sarjana Ekstensi Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, sekaligus Ketua Sidang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Universitas Indonesia; viii 4. Dra. Afiati Indri Wardani, M.Si., selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis; 5. Drs. M. Azis Muslim, M.Si., selaku dosen pembimbing sekaligus Sekretaris Program Sarjana Ekstensi Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Administrasi dengan segenap, kesabarannya meluangkan waktu disela-sela kesibukannya; 6. Dr. Djaka Permana, M.Si., selaku Penguji Ahli dengan kesabarannya mendampingi penulis menyelesaikan Tugas Karya Akhir ini; 7. Umanto Eko, M.Si., selaku sekretaris sidang, terima kasih atas bimbingannya; 8. Eko Kurnianto, M.Si., Dra. Rosmira Seniarsih, serta Trisasi Dwi Handahyni, SH., yang telah meluangkan waktu untuk wawancara dengan penulis; 9. Special thanks for Bambang Rantam S., SH., MM. dan Dra. Sri Puguh Budi Utami, M.Si., yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti studi ini. Penulis berharap Tugas Karya Akhir ini dapat bermanfaat bagi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM terutama untuk memberikan gambaran pentingnya Pemetaan Kebutuhan Diklat, untuk memberikan informasi yang sesungguhnya tentang kebutuhan, serta dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi dan mencetak aparatur Hukum dan HAM berkualitas… amin… Depok, Juli 2008 chusnithamrin ix DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………… i LEMBAR JUDUL ……………………………………………………………….. ii ABSTRAK ………………………………………………………………………... iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ……………………………………….. iv LEMBAR PERSETUJUAN TKA ………………………………………………. v LEMBAR PENGESAHAN TKA ……………………………………………….. vi HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………………. vii KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. viii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… x DAFTAR TABEL ………………………………………………………………… xii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. xiii BAB I BAB II BAB III PENDAHULUAN ………………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………… 1 1.2 Pokok Permasalahan ……………………………………. 8 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………… 8 1.4 Signifikansi Penelitian …………………………………… 8 1.5 Metode Penelitian ………………………………………… 9 1.5.1 Pendekatan Penelitian ………………………….. 9 1.5.2 Jenis Penelitian …………………………………… 9 1.5.3 Teknik Pengumpulan Data ……………………… 10 1.5.4 Teknik Analisis Data ……………………………… 11 1.6 Sistimatika Penulisan …………………………………….. 11 TINJAUAN MENGENAI TEORI YANG AKAN DIGUNAKAN 13 2.1 Tinjauan Pustaka ………………………………………….. 13 2.2 Kerangka Teori …………………………………………….. 15 2.2.1 Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia … 15 2.2.2 Teori Pendidikan dan Pelatihan …………………. 21 2.2.3 Teori Pemetaan Kebutuhan Diklat ………………. 26 ANALISIS PEMETAAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ………………………………………………………. 33 3.1 Analisis Kebutuhan Diklat ………………………………… 33 x 3.2 Alasan Dilakukan Pemetaan Kebutuhan Diklat ……….. 37 3.3 Mekanisme Perencanaan Program Diklat ……………… 40 3.4 Kendala atau Hambatan pada Pemetaan Kebutuhan BAB IV Diklat ………………………………………………………….. 42 KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………. 45 4.1 Kesimpulan ………………………………………………….. 45 4.2 Saran ………………………………………………………….. 46 DAFTAR PUSTAKA PEDOMAN WAWANCARA LAMPIRAN TRANSKRIP WAWANCARA DAFTAR RIWAYAT HIDUP xi DAFTAR TABEL Hal Tabel I.1. Jumlah Jenis Pendidikan dan Pelatihan di Lingkungan Departemen Hukum dan HAM RI dari Tahun 2004 s.d 2008 ……………………………………………………… 7 xii DAFTAR GAMBAR Hal Gambar II.1. Hierarki Kebutuhan Manusia Menurut Maslow ……….. 16 Gambar II.2. Analisis Kebutuhan Organisasi, Tugas dan Individu …. 27 xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Unsur Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki posisi yang sangat penting dan menentukan didalam organisasi. Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas orang-orang yang bekerja di dalamnya. Perubahan lingkungan yang begitu cepat, menuntut kemampuan SDM dalam menangkap fenomena perubahan, menganalisa dampak terhadap organisasi, dan menyiapkan langkahlangkah guna menghadapi kondisi tersebut. Menyimak kenyataan ini, maka peran manajemen SDM dalam organisasi tidak hanya sekedar administratif tetapi justru lebih mengarah pada bagaimana mampu mengembangkan potensi SDM agar menjadi kreatif dan inovatif. Pengembangan SDM dilakukan agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi, dengan standar kinerja yang telah ditetapkan (Kompetensi). Kompetensi menyangkut kewenangan setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan sesuai dengan perannya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang dimiliki karyawan secara individual harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan mampu mendukung setiap 1 perubahan yang dilakukan manajemen. Dengan kata lain kompentensi yang dimiliki palingindividu dapat mendukung sistem kerja berdasarkan tim.1 Merujuk pada Organisasi dan Tata Laksana (ORTA) Departemen Hukum dan HAM, Tugas Pokok dan Fungsi Departemen Hukum dan HAM antara lain adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan, dan menyampaikan laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya masingmasing. Salah satu fungsi Departemen Hukum dan HAM dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, berhubungan dengan peningkatan kualitas SDM. Hal ini merupakan faktor strategis yang menentukan bagaimana pembinaan dan pengembangan SDM yang profesional dan kompeten, seyogyanya merupakan prioritas penting Departemen Hukum dan HAM RI. Rencana strategis (Renstra) Departemen Hukum dan HAM tahun 2005 – 2009, meliputi : a) kedudukan, tugas, fungsi dan organisasi Departemen Hukum dan HAM; b) permasalahan yang dihadapi Departemen Hukum dan HAM; c) visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan Departemen Hukum dan HAM; d) proyeksi anggaran, pengawasan dan evaluasi serta sistem pelaporan. Penyusunan Renstra Departemen Hukum dan HAM secara partisipatif melalui Rapat Kerja Departemen Tahun 2005, dimaksudkan untuk menghasilkan Renstra yang aspiratif, komprehensif, obyektif dan dapat dilaksanakan oleh segenap jajaran Departemen Hukum dan HAM. Hipotesa terhadap berbagai permasalahan yang muncul sekitar SDM Hukum dan HAM di dalam Renstra adalah : secara umum kualitas dan kuantitas SDM di bidang hukum, mulai dari para peneliti hukum, perancang perundangundangan, penyidik pegawai negeri sipil dan aparatur hukum lainnya, masih 1 Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi: Solusi untuk Meningkatkan Kinerja Organisasi, http://publik.brawijaya.ac.id/ simple/us/jurnal/pdffile/ EndahDM%20berbasis%20 kompetensi.pdf, diunduh Kamis, 27 Maret 2008. 2 perlu ditingkatkan. Hal ini terlihat dari menurunnya tingkat kesadaran masyarakat, dengan ditandai semakin meningkatnya pelanggaran hukum, dan masih terdengar dari berbagai media informasi yaitu pungutan-pungutan diluar ketentuan yang dilakukan oleh Aparatur Departemen Hukum dan HAM. Permasalahan tersebut harus segera ditanggulangi secara sistematis, dan terencana dengan mendayagunakan berbagai potensi yang dimiliki oleh Departemen Hukum dan HAM. SDM dan lembaga yang ada harus memantapkan koordinasi dan meningkatkan kerjasama agar secara sinergis dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang ditetapkan. Jumlah SDM Departemen Hukum dan HAM saat ini mencapai kurang lebih 40.000 orang, dan tersebar di 11 (sebelas) unit Utama Eselon I, 33 (tiga puluh tiga) unit Kantor Wilayah, 575 (lima ratus tujuh puluh lima) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan, 5 (lima) unit Balai Harta Peninggalan (BPH), 126 (seratus dua puluh enam) UPT Imigrasi dan 19 (Sembilan belas) Kantor Perwakilan Imigrasi di luar negeri,2 harus mendapatkan pembinaan yang berjenjang dan berkelanjutan agar mampu menghadapi berbagai kendala dalam pencapaian tujuan organisasi. Prioritas kebijakan lima tahunan Departemen Hukum dan HAM, saat ini diarahkan pada kebijakan untuk memperbaiki substansi (materi) hukum, struktur (kelembagaan) hukum dan kultur (budaya) hukum. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan budaya hukum adalah melalui program pengelolaan SDM aparatur berupa Diklat dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan serta 2 Laporan Tahunan 2007, Biro Perencanaan Departemen Hukum dan HAM, 2007 3 perilaku keteladanan dalam mematuhi dan mentaati hukum serta penegakan supremasi hukum. Untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur (PNS), pemerintah juga melakukan beberapa upaya, yaitu : disusunnya peta kebutuhan diklat, teknik manajemen dan kebijakan pembangunan; diperolehnya gambaran tentang profil manajemen di instansi pemerintah pusat dan daerah; serta tersusunnya berbagai kajian di bidang SDM aparatur sebagai masukan pengambilan kebijakan.3 Agar konsisten dengan strategi peningkatan mutu, strategi SDM haruslah terfokus pada penggunaan program seleksi dan pelatihan yang sangat sahih dalam mempromosikan perubahan positif dalam sikap dan gaya hidup karyawan, dan pada penurunan ketidakhadiran dan perputaran karyawan yang dapat dikendalikan. Untuk menilai efektivitas penerapan strategi, para manajer selanjutnya haruslah memeriksa biaya dan manfaat dalam setiap bidang.4 Cushway mengatakan, alasan utama bagi organisasi untuk melaksanakan pelatihan adalah memastikan organisasi mendapat imbalan yang terbaik dari modal yang ditanam pada sumber yang paling penting (dan sering kali yang paling mahal): pegawainya. Memperhitungkan efek ini, maka tujuan dari setiap pelatihan adalah meraih perubahan dalam pengetahuan, keahlian, pengalaman, tingkah-laku, atau sikap yang akan meningkatkan keefektifan pegawai. Secara khusus pelatihan akan digunakan untuk : 1) mengembangkan keahlian dan kemampuan individu untuk memperbaiki kinerja; 2) membiasakan pegawai dengan sistem, prosedur, dan metode bekerja yang baru; 3) membantu pegawai dan pendatang baru menjadi terbiasa dengan persyaratan pekerjaan tertentu dan persyaratan organisasi. Biasanya dapat dimengerti bahwa aspek 3 Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa, Jakarta, Bappenas, 2008. Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, Yogyakarta, STIE YKPN, 1999, hal. 24. 4 4 yang paling sulit dalam pelatihan adalah mengubah sikap dan tingkah-laku, bila dibandingkan dengan kemajuan dalam pengetahuan dan keahlian yang biasanya langsung dapat dicapai dan diukur.5 Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Departemen Hukum dan HAM, setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya mengalami transformasi menjadi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM. Ditetapkan berdasar Peraturan Presiden RI No. 91 Tahun 2006 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara RI, tanggal 2 Nopember 2006. Peningkatan eselonering Pusdiklat Pegawai menjadi sebuah Badan Unit Eselon I, bukan hanya peningkatan status saja, tetapi transformasi organisasi ini diiringi dengan kompleksitas dan variasi kerja dalam pengembangan SDM Aparatur Hukum dan HAM, untuk mewujudkan agenda pembangunan nasional di Bidang Hukum dan HAM. Merujuk pada selayang pandang BPSDM Hukum dan HAM Tahun 2008, sebagai institusi di bidang pengembangan SDM Hukum dan HAM, memiliki peran strategis untuk memenuhi tuntutan peningkatan kompetensi dan profesionalitas aparatur Hukum dan HAM. Melalui BPSDM Hukum dan HAM, tugas-tugas Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) maupun pengembangan SDM dilaksanakan, dikoordinasikan dan dibina serta menjadi strategic partner dibidang Hukum dan HAM, baik bagi SDM di dalam Departemen Hukum dan HAM sendiri, maupun SDM di bidang hukum dan HAM secara luas yang berada dalam lingkup nasional, seperti instansi pemerintah lainnya, lembaga legislatif, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).6 5 Barry Cushway, Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia), Jakarta, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2002, hal. 116. 6 Selayang Pandang, Jakarta, BPSDM Hukum dan HAM, 2008, hal 3. 5 BPSDM Hukum dan HAM merupakan ujung tombak organisasi Departemen Hukum dan HAM, dalam hal pengembangan Aparatur Hukum dan HAM. Organisasi ini dituntut untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di Bidang Hukum dan HAM sebaikbaiknya. Meskipun hingga kini masih terdapat masalah-masalah seputar SDM di Departemen Hukum dan HAM antara lain: komposisi pendidikan untuk strata pendidikan masih kurang variatif, penempatan pegawai dalam jabatan masih belum didasarkan pada kompetensi. Diklat yang ada belum efektif dalam meningkatkan kompetensi PNS, keterbatasan penyelenggaraan Diklat PNS, sehingga berkurangnya kesempatan pegawai dari daerah untuk mengikuti Diklat di pusat dan lain sebagainya. BPSDM Hukum dan HAM menyadari, permasalahan Diklat dalam upaya meningkatkan kompetensi masih terbentur pada pola pemetaan kebutuhan Diklat yang belum berjalan dengan baik. Sebagai contoh: data dan laporan Diklat yang telah dilaksanakan hanya dijadikan untuk memenuhi syarat-syarat bahwa Diklat tersebut sudah dilaksanakan, dan sebagai bahan laporan pertanggungjawaban keuangan saja.7 Diklat yang diselenggarakan oleh BPSDM Hukum dan HAM, setiap tahun jenis dan jumlahnya berubah-ubah tergantung dari kebutuhan masing-masing unit di Departemen Hukum dan HAM RI seperti yang terlihat dalam tabel jumlah jenis kegiatan Diklat dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dibawah ini : 7 Diskusi antara Penulis dengan Mantan Kepala Bagian Penyusunan Program dan Kerjasama, Jakarta, BPSDM Hukum dan HAM, 17 Maret 2008. 6 Tabel I.1 Jumlah Jenis Pendidikan dan Pelatihan di lingkungan Departemen Hukum dan HAM RI dari Tahun 2004 s.d 2008 NO TAHUN 1 2 3 4 5 2004 2005 2006 2007 2008 JUMLAH JENIS DIKLAT 33 39 55 34 124 KETERANGAN Terlaksana Terlaksana Terlaksana Terlaksana Belum terlaksana Sumber : Laporan Tahunan BPSDM Hukum dan HAM Departemen Hukum dan HAM RI Tahun 2004 s.d 2007. Diklat ditentukan berdasarkan rapat koordinasi dengan masing-masing unit eselon I. Penentuan jenis Diklat dan pesertanya saat ini belum berjalan dengan baik, karena seringkali terjadi atas perkiraan-perkiraan yang tidak bersumber kepada kebutuhan Departemen. Menurut Cushway, usia, pengetahuan, dan pengalaman peserta juga sangat perlu diperhitungkan. Sangat sulit untuk melaksanakan program pelatihan yang efektif bila pesertanya memiliki tingkat pengertian yang tidak sama. Disinilah pentingnya memiliki catatan pelatihan yang baik, melakukan penyeleksian peserta dengan hati-hati, dan memberikan gambaran yang jelas tentang tujuan dan isi pelatihan.8 Notoatmodjo mengatakan, seberapa jauh perubahan atau peningkatan kemampuan itu terjadi, diperlukan suatu mekanisme. Sistem atau alat pengukur, sering disebut tes, evaluasi, dan pengukuran, yang oleh sementara orang diberi arti sama, dan menggunakannya secara bertukar-tukar, meskipun sebenarnya berbeda.9 8 Barry Cushway, Op-cit., hal. 122. Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, Rineka Cipta, 2003, hal. 81 9 7 1.2 Pokok Permasalahan Terselenggaranya kegiatan Diklat yang baik, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, tepat sasaran, dan sesuai kebutuhan Departemen, tidak terlepas dari evaluasi terhadap hasil penyelenggaraan Diklat sebelumnya. Untuk itu permasalahan yang akan diangkat oleh penulis adalah : 1.2.1 Bagaimana analisis pemetaan kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan yang akan dilakukan pada BPSDM Hukum dan HAM ? 1.2.2 Apa kendala atau hambatan yang muncul pada pemetaan kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan di BPSDM Hukum dan HAM ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Mengetahui gambaran tentang pemetaan kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan yang akan dilakukan pada BPSDM Hukum dan HAM. 1.3.2 Mengetahui gambaran terhadap kendala atau hambatan yang muncul pada pemetaan kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan. 1.4 Signifikansi Penelitian Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.4.1 Secara Akademik Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana tentang Analisis Kebutuhan Pelatihan (Training Needs Analysis) yaitu meliputi kebutuhan pelatihan dan penilaian sampai seberapa jauh hambatan untuk mencapai tujuan organisasi dapat dihilangkan melalui pelatihan.10 10 Barry Cushway, Loc. Cit., hal 118. 8 1.4.2 Secara Praktis Memberi bahan masukan kepada BPSDM Hukum dan HAM tentang pentingnya pemetaan kebutuhan Diklat, seperti kegiatan lain dalam organisasi, Diklat harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan berhubungan dengan strategi organisasi secara keseluruhan, Visi, Misi dan sasaran akhir organisasi akan menentukan tujuan organisasi secara menyeluruh. 1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, karena secara ontologi penelitian ini menggambarkan suatu gejala yang real, karena suatu gejala adalah real.11 Dimana penelitian ini menggambarkan yang diharapkan oleh organisasi Departemen Hukum dan HAM RI yang akhirnya akan memperoleh manfaat dari hasil-hasil Diklat yang telah diselenggarakan. 1.5.2 Jenis Penelitian 1.5.2.1 Berdasarkan Tujuan Dalam penelitian ini dilihat dari sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena dilakukan terhadap variabel mandiri, dengan maksud bahwa hasil penelitian ini akan memberikan gambaran yang lebih akurat terhadap objek yang akan diteliti. 11 Bambang Prasetyo, Lina M. Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 28 9 1.5.2.2 Berdasarkan Manfaat Penelitian ini adalah penelitian murni karena penelitian ini mendukung bagi pemenuhan keinginan atau kebutuhan peneliti berupa sumber metode, teori dan gagasan yang akan diaplikasikan pada penelitian selanjutnya. 1.5.2.3 Berdasarkan Waktu Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian cross sectional, karena dilakukan dalam satu waktu tertentu, yaitu selama bulan Maret sampai Mei 2008. 1.5.3 Teknik Pengumpulan Data 1.5.3.1 Wawancara Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pemetaan kebutuhan Diklat yang akan dilakukan pada BPSDM Hukum dan HAM sebagai upaya pengembangan SDM, serta apakah kendala atau hambatan yang terjadi pada upaya pemetaan kebutuhan Diklat . Wawancara akan dilakukan kepada : 1) Kepala Bagian Penyusunan Program dan Kerjasama 2) Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Pusat Pengembangan Kepemimpinan dan Manajemen 3) Kepala Bidang Program pada Fungsional dan HAM 10 1.5.3.2 Studi Kepustakaan Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui riset kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan mengumpulkan literatur-literatur serta berbagai dokumen yang ada, baik jurnal, profil, buku-buku, majalah, bulletin, dan lain-lain yang berhubungan dengan objek penelitian. 1.5.4 Teknik Analisis Data Untuk memperoleh jawaban pertanyaan, yaitu gambaran tentang bagaimana pemetaan kebutuhan Diklat yang akan dilakukan pada BPSDM Hukum dan HAM, dan mengetahui gambaran kendala atau hambatan terhadap pemetaan Diklat yang akan dilakukan. Peneliti menggunakan wawancara yang dapat dilakukan beberapa kali dan setiap kali akan semakin mendalam guna menggali informasi seiring dengan hubungan baik antara peneliti dan orang yang diwawancarai. Hal ini mengharuskan peneliti untuk selalu mengkaitkan proses penelitian yang sedang dilakukan dengan perkembangan data-data dilapangan. Data-data tersebut disusun untuk memandu peneliti mengkombinasikan upaya menangkap dinamika data dilapangan, dan upaya untuk melakukan kajian teoritis tentang realitas sosial yang ada. 1.6 Sistimatika Penulisan Sistimatika penulisan yang dilakukan penulis meliputi : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi penjelasan tentang Latar Belakang Masalah, Pokok Permasalahan, Tujuan Penelitian, Signifikansi Penelitian, Metode 11 Penelitian serta Sistimatika Penelitian BAB II TINJAUAN MENGENAI TEORI YANG AKAN DIGUNAKAN Menjelaskan tentang teori yang akan digunakan, untuk melakukan penelitian guna memperkuat hasil dari temuan penelitian. BAB III ANALISIS PEMETAAN KEBUTUHAN Memuat pembahasan kritis terhadap fenomena sosial, yang dilihat dalam perspektif teori yang digunakan atau yang sudah dibahas, serta upaya penulis mengembangkan gagasan penyelesaian atau perbaikan terhadap permasalahan-permasalahan. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini mengemukakan beberapa kesimpulan yang diperoleh berdasarkan uraian-uraian pada bab sebelumnya, dan beberapa saran yang dimaksudkan untuk memberi masukan dan kritik yang membangun bagi BPSDM Hukum dan HAM Departemen Hukum dan HAM RI. 12 BAB II TINJAUAN MENGENAI TEORI YANG AKAN DIGUNAKAN Penulis akan memaparkan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung Tugas Karya Akhir ini. Pada Bab ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori yang berhubungan dengan Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, Teori Pendidikan dan Pelatihan dan Teori Pemetaan Kebutuhan Pelatihan. 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian Pascasarjana yang Universitas dilakukan Airlangga, oleh Wahono berjudul Mahasiswa Program “Mengembangkan Manusia Pariwisata Dengan Metode Analisis Situasional Sebagai Model Kompetensi SDM Di DISPARINKOM Kabupaten Gresik”,12 menyebutkan bahwa kebijakan restrukturasi dan pengembangan SDM di PT. Timah Tbk sejak akhir 1980-an sampai tahun 2000 didasari atas dua hal, yaitu: (1) jatuhnya harga timah internasional, (2) kondisi organisasi seperti teknologi, jumlah pegawai, dana, dan lainnya. Adanya dua kondisi tersebut mereka mengambil langkah menyangkut pengembangan SDM, melalui: (a) Sistem manajemen SDM komprehensif (mulai rekrutmen hingga pemeliharaan SDM) dimana digunakan pendekatan “win-win” & pencapaian “kesejahteraan” bersama serta menerapkan “equal opportunity” berdasarkan kompetensi dan kredibilitas, (b) Proses pengembangan SDM berkesinambungan, berjenjang dan berlandaskan Stakeholders Total Values, 12 Didik Wahono, Mengembangkan Manusia Pariwisata Dengan Metode Analisis Situasional Sebagai Model Kompetensi SDM Di DISPARINKOM Kabupaten Gresik, Thesis, Surabaya, Universitas Airlangga, 2003, Tidak diterbitkan. 13 menggunakan pendekatan continuous learning, pengembangan competence (knowledge & skill), attitude (etika, motivasi, budaya kerja) dan intellectual ability (inovasi, adaptasi, imitasi). Najamudin, mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, dalam penelitiannya yang berjudul : “Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah”13 mengatakan, bahwa penerapan manajemen Diklat PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah belum sepenuhnya dilaksanakan secara profesional. Penerapan manajemen Diklat masih identik dengan penyelenggaraan diklat. Di lain pihak, kegiatan analisis kebutuhan diklat masih dilakukan secara mereka-reka dengan mengacu pada perencanaan Diklat sebelumnya, sehingga perencanaan Diklat yang dilakukan masih sekedar berorietasi untuk menarik anggaran proyek. Untuk mewujudkan penerapan manajemen Diklat yang profesional bagi para PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, maka perlu adanya kebijakan pengelolaan Diklat “satu pintu”. Konsekuensi logisnya adalah perlunya pengembangan lembaga pengelola Diklat sehingga masing-masing tahap dalam manajemen Diklat tersebut terangkum dalam satu wadah, yang diikuti dengan ketersediaan personil yang memadai, peningkatan kemampuan para penyusun program di masing-masing unit kerja, serta alokasi anggaran yang proporsional untuk masing-masing kegiatan dalam manajemen Diklat dimaksud. Perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah: pada bagaimana melakukan pemetaan kebutuhan 13 Lalu Muhamad Najamudin, Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, Thesis, Yogyakarta, UGM, 2004, Tidak diterbitkan. 14 Diklat di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM, berdasarkan ruang lingkup, karakteristik dan besarnya Organisasi Departemen Hukum dan HAM RI. SDM Departemen Hukum dan HAM saat ini mencapai kurang lebih 40.000 orang, yang tersebar di 11 (sebelas) unit Utama Eselon I, 33 (tiga puluh tiga) unit Kantor Wilayah, 575 (lima ratus tujuh puluh lima) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan, 5 (lima) unit Balai Harta Peninggalan (BPH), 126 (seratur dua puluh enam) UPT Imigrasi dan 19 (Sembilan belas) Kantor Perwakilan Imigrasi di luar negeri, harus mendapatkan manfaat dengan Diklat yang telah dan akan dilaksanakan. 2.2 Kerangka Teori 2.2.1 Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia Pembangunan suatu bangsa memerlukan asset pokok yang disebut sumber daya (resources), baik sumber daya alam (natural resources), maupun sumber daya manusia (human resources). Kedua sumber daya tersebut sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu pembangunan. Hal ini dapat diamati dari kemajuan-kemajuan suatu Negara sebagai indikator keberhasilan pembangunan bangsa tersebut.14 Upaya yang dilakukan oleh BPSDM Hukum dan HAM dalam meningkatkan kompetensi pegawai serta menentukan indikantor keberhasilan pencapaian tujuan organisasi sangat bergantung kepada SDM yang dimiliki dan strategi organisasi. Dengan menerapkan Manajemen SDM berbasis kompetensi, BPSDM Hukum dan HAM bisa lebih efisien dan efektif dalam melakukan pengembangan kemampuan pegawainya. 14 Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cetakan ketiga, Jakarta, Rineka Cipta, 2003, hal. 2 15 Oleh sebab itu, seorang pegawai sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial mempunyai berbagai macam kebutuhan material, kebendaan, maupun kebutuhan nonmaterial. Maslow dalam Notoatmodjo, mengklasifikasikan kebutuhan tersebut dalam tingkatan kebutuhan yang selanjutnya disebut hierarki kebutuhan sebagai berikut :15 Gambar : II.1 Hierarki Kebutuhan Manusia Menurut Maslow 1) Kebutuhan Fisiologis : Ketiga kebutuhan fisiologis ini (pangan, sandang dan papan) pada kenyataannya harus dipenuhi secara bersama-sama, dan tidak berarti bahwa pangan lebih penting daripada sandang dan sandang lebih penting daripada perumahan. Sehingga ketiga macam pokok kebutuhan fisiologis ini adalah merupakan kebutuhan yang seharusnya terpenuhi secara minimum. 15 Soekidjo Notoatmodjo, Ibid., hal. 5 - 9 16 2) Kebutuhan Jaminan Keamanan : Secara naluri manusia membutuhkan rasa aman (safety need), untuk itu manusia ingin bebas dari segala bentuk ancaman. Bagi seorang pegawai atau karyawan di suatu organisasi atau institusi, rasa aman ini juga harus diterima. Seorang karyawan harus bebas dari ancaman pemutusan hubungan kerja misalnya. Karyawan sebagai sumber daya manusia suatu organisasi juga harus bebas dari segala bentuk ancaman, dan perlakuan yang tidak manusiawi. Dengan kondisi ini, maka sumber daya dapat berkembang dengan baik, dan hal ini memerlukan upaya pengembangan sumber daya manusia. 3) Kebutuhan yang Bersifat Sosial : Lembaga atau institusi kerja pada hakikatnya adalah kelompok atau organisasi masyarakat. Oleh sebab itu instansi ini juga dapat merupakan tempat pemenuhan kebutuhan sosial bagi para karyawannya. Pengorganisasian atau pengelolaan karyawan yang baik dan merupakan manifestasi pengembangan sumber daya manusia adalah apabila, instansi atau tempat bekerja tersebut merupakan suatu tempat yang dapat memenuhi kebutuhan sosial bagi para karyawannya. 4) Kebutuhan yang Bersifat Pengakuan dan Penghargaan : Didalam suatu kantor atau institusi kerja, seorang karyawan juga memerlukan pengakuan dan penghargaan. Seberapa rendah atau kecilnya jabatan atau pekerjaan seseorang di suatu kantor, karyawan tersebut perlu memperoleh penghargaan. Penghargaan ini juga bukan semata-mata berupa benda atau materi, tetapi juga berupa nonmateri misalnya, pujian, sapaan, perhatian dan sebagainya 17 Menurut Maslow dalam Notoatmodjo, dari urutan-urutan tersebut dapat disimpulkan, bahwa pengembangan sumber daya manusia baik secara mikro maupun secara makro pada hakikatnya adalah merupakan upaya untuk merealisasikan semua kebutuhan. Berbeda dengan BPSDM Hukum dan HAM, saat ini dalam melaksanakan pemetaan kebutuhan Diklat belum berdasarkan pada Visi, Misi organisasi. Jenis dan jumlah Diklat direncanakan hanya berdasar informasi yang diterima dengan tidak dianalisis lebih mendalam agar sesuai dengan kebutuhan prioritas organisasi. Pengembangan sumber daya manusia adalah suatu condition sine quanon, suatu kondisi yang harus ada dan terjadi di suatu organisasi. Namun demikian dalam pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia ini perlu mempertimbangkan faktor-faktor baik dari dalam diri organisasi itu sendiri maupun dari luar organisasi yang bersangkutan, Notoatmodjo mengatakan, sebaiknya dalam melakukan pemetaan kebutuhan harus mempertimbangkan pada 16 : 1) Faktor Internal : 1.1) Misi dan Tujuan Organisasi Setiap organisasi mempunyai misi dan tujuan yang ingin dicapainya. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan perencanaan yang baik, serta implementasi perencanaan tersebut secara tepat. Tidak berlebihan apabila saat ini dijumpai adanya pegawai di lingkungan Departemen Hukum dan HAM yang justru proaktif melakukan pendekatan kepada atasannya untuk misalnya, minta diikutkan training, pelatihan bidang tertentu dan sebagainya. 16 Soekidjo Notoatmodjo, Ibid., hal. 10 – 12 18 1.2) Strategi Pencapaian Tujuan Misi dan tujuan suatu organisasi mungkin mempunyai persamaan dengan organisasi lain, tetapi strategi untuk mencapai misi dan tujuan tersebut berbeda. Oleh sebab itu perlu ada parameter yang jelas atau diperjelas secara rinci batasan-batasannya. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi deviasi antara yang dikehendaki oleh BPSDM Hukum dan HAM dengan kondisi SDM yang ada. Kejelasan mengenai batasan setiap parameter atau requirement juga sangat diperlukan agar strategi pemetaan kebutuhaan yang dilakukan oleh BPSDM Hukum dan HAM bisa dilakukan dengan seobyektif mungkin. 1.3) Sifat dan Jenis Kegiatan Sifat dan jenis kegiatan organisasi sangat penting pengaruhnya terhadap pengembangan SDM dalam organisasi yang bersangkutan. Suatu organisasi yang sebagian besar melaksanakan kegiatan teknis, maka pola pengembangan SDM-nya akan berbeda dengan organisasi yang bersifat ilmiah misalnya. Demikian pula strategi dan program pengembangan SDM akan berbeda antara kegiatannya memerlukan inovasi dan kreatif. 1.4) Jenis Teknologi yang Digunakan Pengembangan SDM disini diperlukan, untuk mempersiapkan tenaga guna menangani pengoperasian teknologi itu, atau mungkin untuk menangani terjadinya otomatisasi kegiatan-kegiatan yang semula dilakukan oleh manusia. BPSDM Hukum dan HAM dalam mengelola pemetaan kebutuhan Diklat masih menggunakan cara-cara manual sehingga sering ditemukan seorang yang sudah mengikuti Diklat, dipanggil kembali dengan 19 jenis Diklat yang sama. Atau pegawai yang sudah meninggal masih dipanggil untuk mengikuti Diklat tertentu. 2) Faktor Eksternal : Kurangnya kerjasama yang erat antar instansi atau unit terkait mengakibatkan terhambatnya pola pemetaan kebutuhan sesuai dengan yang diharapkan. Kerjasama ini dibutuhkan untuk memperoleh informasi yang lengkap berkaitan dengan Diklat itu sendiri. Menurut Notoatmodjo, sebaiknya dalam melakukan pemetaan kebutuhan Diklat juga harus mempertimbangkan pada beberapa hal sebagai berikut : 2.1) Kebijakan Pemerintah Kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, baik yang dikeluarkan melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan pemerintah, surat-surat keputusan menteri dan pejabat pemerintah, dan sebagainya adalah merupakan arahan yang harus diperhitungkan oleh organisasi. 2.2) Sosio Budaya Masyarakat Organisasi apapun didirikan untuk kepentingan masyarakat yang mempunyai latar belakang sosio-budaya yang berbeda-beda. Oleh sebab itu dalam mengembangkan sumber daya dalam suatu organisasi faktor ini perlu dikembangkan. 2.3) Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Organisasi harus mampu untuk memilih teknologi yang tepat untuk organisasinya. Untuk itu maka kemampuan karyawan organisasi harus diadaptasikan dengan kondisi tersebut. 20 2.2.2 Teori Pendidikan dan Pelatihan Pelatihan merupakan unsur kunci yang pada hakekatnya adalah proses pembelajaran. Untuk melatih karyawan, dibutuhkan tentang bagaimana orang belajar.17 Karyawan dalam suatu organisasi sebagai SDM, dan sebagai hasil dari proses seleksi harus dikembangkan agar kemampuan mereka dapat mengikuti perkembangan organisasi. Didalam suatu organisasi, unit atau bagian yang mempunyai tugas untuk pengembangan tenaga ini biasanya adalah unit Diklat pegawai. Menurut Nadler (1970) dalam Notoadmodjo, secara terinci menguraikan area kegiatan Pengembangan SDM itu dalam beberapa bagian,yaitu : 1) Pelatihan Pegawai (employee training) 2) Pendidikan Pegawai (employee education) 3) Pengembangan Pegawai (employee development) 4) Pengembangan non-pegawai (non-employee development) 18 Kegiatan pengembangan ketiga pegawai) area yang adalah pertama merupakan (pelatihan, kegiatan pendidikan, pokok untuk pengembangan sumber daya manusia (pegawai) di dalam suatu institusi atau departemen dalam kegiatannya untuk mengembangkan organisasi institusi atau departemen yang bersangkutan. Sedangkan area yang ke-4 (non-employee development) pada hakikatnya adalah pelaksanaan fungsi sosial dari institusi tersebut. Dimana suatu institusi atau departemen menurut Nadler juga mempunyai kewajiban untuk melaksanakan Diklat bagi anggota masyarakat yang bukan pegawai dan institusi. 17 Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Bahasa Indonesia, edisi ketujuh, Jakarta, Prenhallindo, 1997, hal. 266 18 Soekidjo Notoatmodjo, Op. Cit., hal 98 21 Menurut Flippo, sesudah karyawan direkrut (ditarik), dipilih, dan dilantik atau diperkenalkan, selanjutnya karyawan harus dikembangkan agar lebih sesuai dengan pekerjaan dan organisasi. Tidak seorangpun yang sepenuhnya sesuai pada saat pengangkatan, sehingga harus dilakukan pendidikan dan pelatihan.19 Seperti halnya Diklat, pengembangan pegawai harus dimulai dengan analisis kebutuhan organisasi dan para individu pegawai tersebut. Walaupun bukti yang ada menunjukkan bahwa analisa kebutuhan pengembangan individu ini sampai saat ini seringkali kurang mendapatkan perhatian dari organisasi. Oleh karena itu beberapa organisasi telah menggunakan beberapa metode inovatif untuk pengembangan pegawai dalam rangka memberikan gambaran tentang kecocokan antara tuntutan pekerjaan dengan kualifikasi kemampuan dan profesionalisme, yaitu :20 1) Pusat-pusat Penilaian (Assessment Centers) Pusat-pusat penilaian menyediakan suatu cara yang sangat baik untuk menentukan potensi manajemen. Manajemen dan para partisipasi sering memuji pusat-pusat penilaian karena kemungkinan besar mereka harus mengatasi banyak prasangka yang melekat pada situasi wawancara, penilaian supervisor, dan tes tertulis. Pengalaman menunjukkan bahwa variable-variabel utama untuk kepemimpinan, inisiatif, dan keterampilan dalam kedudukan sebagai supervisor tidak dapat diukur hanya dengan tes yang menggunakan kertas dan pensil. Pusat-pusat penilaian juga memberikan keunggulan dengan membantu menyebutkan karyawankaryawan yang memiliki potensi di organisasi. 19 Edwin B. Flippo, Manajemen Personalia, Jakarta, Erlangga, 1984, hal. 215. Robert L. Mathis, et. al, Jackson, Human Resource Management (manajemen Sumber Daya Manusia), Jakarta, Salemba Empat, 2006, hal. 356 20 22 2) Tes Psikologi Masalah terbesar dalam tes psikologis terletak pada interpretasi, karena para manajer, supervisor, dan pekerja yang tidak terlatih biasanya tidak dapat menginterpretasikan hasil-hasil tes secara akurat. Setelah seorang professional melaporkan nilai-nilai peserta tes kepada seorang di organisasi, para manajer yang tidak terlatih mungkin mengartikan sendiri maksud hasilhasil tersebut. Jadi test psikologi hanya pantas digunakan ketika proses pengujian dan umpan balik diawasi dengan cermat oleh seorang professional yang memenuhi syarat. 3) Penilaian Kinerja Penilaian kinerja yang dilakukan dengan baik bisa menjadi sumber informasi pengembangan. Data kinerja tentang produktifitas, hubungan karyawan, pengetahuan pekerjaan, dan dimensi-dimensi lain yang relevan dapat dikumpulkan melalui cara ini. Menurut Manullang, dalam sesuatu perusahaan dimana ditempatkan pegawai baru untuk sesuatu jabatan tertentu, atau dimana pegawai lama ditugaskan memangku jabatan baru, bila diharapkan pegawai tersebut sukses mengerjakan tugas-tugasnya, perlulah pegawai tersebut dididik atau dilatih terlebih dahulu.21 Pelatihan harus dikaitkan pada peningkatkan kinerja organisasional. Hal ini terjadi secara paling efektif ketika pendekatan konsultasi kinerja digunakan. Konsultasi kinerja (performance consulting) adalah proses dimana seorang pelatih (internal dan eksternal terhadap organisasi) dan pelanggan 21 M. Manullang, Marihot Manullang, Manajemen Personalia, Edisi 3, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2001, hal. 65 23 organisasional bekerja bersama untuk meningkatkan kinerja yang dapat mendukung tujuan bisnis.22 Selepas mengikuti pelatihan, para pimpinan juga harus ikut melakukan evaluasi seberapa efektif dampak dari program Diklat tersebut terhadap pegawai. Ini sejalan dengan salah satu fungsi utama dari pemimpin : memberdayakan dan mengembangkan bawahan. Mengevaluasi keefektifan pelatihan dan pengembangan tidaklah mudah, terutama pada kasus pengembangan manajemen. Mungkin agak mudah untuk mengukur kenaikan output pada jalur produksi, namun tidak demikian halnya dalam mengukur perbaikan efisiensi administratif maupun hubungan yang bertambah baik dengan pelanggan, dan benar-benar tidak mungkin untuk mendemostrasikan perbaikan dalam kompetensi manajerial. Akan tetapi, tetaplah penting untuk memastikan bahwa setiap pelatihan dan pengembangan yang dilakukan dapat meraih apa yang harus dicapai.23 Evaluasi pelatihan dapat dilaksanakan di berbagai tingkatan. Hamblin dalam Cushway menyarankan beberapa hal berikut ini : 1) Tingkat reaksi, meninjau reaksi peserta terhadap pelatihan, pelatih dan sebagainya; 2) Tingkat belajar, perubahan pada pengatahuan, keahlian dan sikap; 3) Tingkat tingkah laku kerja, perubahan pada tingkah laku kerja; 4) Tingkat organisasi, efek terhadap organisasi; 5) Nilai akhir, manfaat, terutama untuk organisasi, tetapi juga untuk individu. Pertimbangan pokoknya adalah apa yang diperoleh oleh organisasi, tetapi hal tersebut mungkin sulit untuk diukur. Bagaimana, perencana pelatihan 22 Robert L. Mathis, et. al,Op-cit., hal. 303 Barry Cushway, Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia), Jakarta, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2002, hal. 136. 23 24 tidak boleh puas hanya karena reaksi yang baik dari peserta pelatihan, karena mungkin, dan ini sering terjadi, seseorang menikmati kursus meskipun tidak memperoleh apa-apa darinya. Sebaliknya, jika reaksinya tidak mengenakkan, itu menunjukkan bahwa ada masalah fundamental yang harus segera dibenahi. Dessler mendefinisikan Manajemen SDM strategis sebagai berikut: “Strategi Manajemen Sumber Daya manusia berhubungan dengan manajemen Sumber Daya dalam peran strategi dan objektifitas dikarenakan untuk memperbaiki kemampuan bisnis dan mengembangkan budaya organisasi dan mendukung inovasi serta fleksibilitas”.24 Jelaslah bahwa para manajer harus mengaitkan pelaksanaan manajemen sumber daya manusia dengan strategi organisasi untuk meningkatkan kinerja, mengembangkan budaya korporasi yang mendukung penerapan inovasi dan fleksibilitas. Menurut Siagian, dalam perjalanan karirnya setiap orang memerlukan pembinaan yang sistematik. Pembinaan pegawai tidak dapat didekati hanya dengan cara-cara yang formalistik atau mekanistik, melainkan juga dengan memperhitungkan faktor-faktor motivasional yang berarti antara lain melakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat psikologis dan sosiologis. Hal-hal yang penting mendapat perhatian dalam hal pembinaan antara lain : 1) kejelasan tangga karir yang mungkin dinaiki; 2) gaya kepemimpinan yang demokratik; 3) manajemen berdasarkan sasaran; 4) reka bangun tugas; 5) memperkaya kejiwaan; 6) mutu kehidupan karyawan.25 24 th Gary Dessler, Human Resource Management, International Edition 8 , New Jersey, Ed. Prentice Hall, Inc., Upper Saddle River, 2000 25 Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta, Rineka Cipta, 1995, hal. 219 25 2.2.3 Teori Pemetaan Kebutuhan Diklat Menurut Hamalik, program pelatihan merupakan suatu pegangan yang penting dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan pelatihan. Program tidak hanya memberikan acuan, melainkan juga mejadi patokan untuk mengukur keberhasilan kegiatan pelatihan. Itu sebabnya desain dan perencanaan suatu program pelatihan sebaiknya dilakukan oleh ahli dalam bidangnya dan bertitik tolak dari kebijakan yang telah digariskan oleh pimpinan yang berwenang dalam bidang ketenagaan.26 Dalam mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan, terdapat 3 (tiga) pihak yang turut terlibat. Pihak pertama ialah satuan organisasi yang mengelola SDM. Peranan satuan kerja ini adalah mengidenifikasikan kebutuhan organisasi sebagai keseluruhan, baik untuk kepentingan sekarang maupun dalam rangka mempersiapkan organisasi menghadapi tantangan masa depan. Pihak kedua ialah para manajer berbagai satuan kerja. Karena para manajer itulah yang sehari-hari memimpin para karyawan dan kerena mereka pulalah yang paling bertanggungjawab atas keberhasilan atau kegagalan satuansatuan kerja yang dipimpinnya, merekalah yang dianggap paling mengetahui kebutuhan pelatihan dan pengembangan apa yang diperlukan. Pihak ketiga adalah para pegawai yang bersangkutan sendiri. Banyak organisasi yang memberikan kesempatan kepada para pegawainya untuk mencalonkan diri sendiri mengikuti pelatihan dan pengembangan tertentu. Titik tolak pemberian kesempatan ini ialah bahwa para pegawai yang sudah dewasa secara intelektual mengetahui kelemahan-kelemahan dalam diri masing-masing.27 26 Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan (Pendekatan Terpadu) Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara, 2007, hal. 32 27 Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan ke-15, Jakarta, Bumi Aksara, 2008, hal. 187. 26 Mengembangkan dan mengidentifikasi masalah tentang diklat, dimulai dengan mengadakan riset dan observasi, berbicara pada orang yang berkepentingan sesuai dengan masalahnya. Tegasnya diklat tidak akan efektif jika pembahasan masalah itu mengabaikan salah satu inventarisasi penyebab yang tidak bisa bekerja/tidak terampil. Ada 5 (lima) pendekatan yang efisien dalam memecahkan masalah Diklat, yaitu :28 1) Mengembangkan dan mengidentifikasikan masalah Diklat 2) Memeriksa seluruh perubahan yang terjadi sebelum masalah timbul 3) Tandai dan buat telaahan terhadap sebab-sebab yang paling mungkin dari masalah yang timbul 4) Lakukan penelitian melalui prioritas dan alternatif pemecahan masalah 5) Adakan evaluasi terhadap peranan yang paling memungkinkan dalam diklat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Tujuan diadakannya diklat pada umumnya dalam rangka pembinaan terhadap tenaga kerja atau pegawai agar dapat :29 1) Meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada organisasi dan masyarakat 2) Meningkatkan mutu dan kemampuan, serta keterampilan baik dalam melaksanakan tugasnya maupun kepemimpinanya 3) Melatih dan meningkatkan mekanisme kerja dan kepekaan dalam melaksanakan tugas 4) Melatih dan meningkatkan kerja dalam merencanakan 5) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan 28 H. Abdurrahmat Fathoni, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2006, hal. 97-98 29 H. Abdurrahmat Fathoni, Ibid., hal. 98 27 Kebutuhan organisasi menyangkut peningkatan kualitas kemampuan dan keahlian karyawan melalui pelatihan. Program Pengembangan dan Pelatihan (P&P) harus terkait dengan misi, tujuan dan strategi-strategi perusahaan. Melalui analisis ini dapat dirumuskan tujuan pelatihan. Secara sistematis proses analisis kebutuhan tersebut dalam gambar 2.2. dibawah ini :30 Gambar II.2 Analisis Kebutuhan Organisasi, Tugas dan Individu Analisis kebutuhan tugas adalah analisis tentang kompetensi (kemampuan, pengetahuan dan keahlian) dan perilaku apa yang diperlukan bagi keberhasilan karyawan dalam menjalankan tanggungjawabnya. Berdasarkan analisis ini dapat diidentifikasi dalam hal apa karyawan perlu dilatih. Analisis kebutuhan individu karyawan, menyangkut penaksiran (assessment) terhadap kemampuan dan keahlian yang dimiliki karyawan. Hasil assessment ini menunjukkan siapa yang perlu detraining. Dalam hal ini perlu 30 Syafrudin Alwi, Manajemen Sumber Daya Manusia (Strategi Keunggulan Kompetitif), edisi pertama, Yogyakarta, FE UGM, 2001, hal 223 28 dianalisis gap antara kemampuan dan keahlian yang dimiliki individu dan kemampuan dan keahlian yang dituntut suatu jabatan. Dan juga, perlu diidentifikasi pengetahuan, keahlian, kemampuan spesifik apa yang diperlukan. Ini terkait dengan desain instruksional yang akan disusun, terutama jika pelatihan itu dilakukan. Dalam melakukan analisis kebutuhan individu akan pelatihan, sebagaimana tertera pada Gambar 2.2, pimpinan perlu menilai faktor-faktor apa yang mendorong perlunya suatu program pelatihan. Umpan balik dari hasil penilaian kinerja merupakan salah satu sumber informasi internal tentang apakah pelatihan bagi individu atau kelompok tertentu diperlukan saat ini. Penentuan kebutuhan-kebutuhan pelatihan memerlukan tiga tipe analisis31: 1) Analisis organisasional Analisis organisasional (organizational analysis) adalah pemeriksaan jenisjenis permasalahan yang dialami organisasi dan dimana permasalahan itu berada di dalam perusahaan. Analisis organisasional mencoba menjawab pertanyaan dimana sebaiknya dilakukan titik berat pelatihan di dalam perusahaan dan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi pelatihan. Analisis kebutuhan-kebutuhan organisasional hendaknya terpusat pada jumlah karyawan dengan beraneka kombinasi keterampilan yang dibutuhkan pada setiap jenjang dan didalam setiap beraneka kombinasi keterampilan yang dibutuhkan pada setiap jenjang dan didalam setiap bagian perusahaan untuk periode waktu tertentu. Spesialis-spesialis sumber daya manusia hendaknya memeriksa tujuan-tujuan organisasional, persediaan-persediaan 31 Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi kedua, Yogyakarta, STIE YKPN, 1999, hal 363 – 369 29 keahlian, dan indeks-indeks efisiensi dan iklim organisasi. Kendala-kendala system organisasi yang dapat secara buruk mempengaruhi proses pelatihan sebaiknya digali pula. 2) Analisis operasional Analisis Operasional (operational analysis) adalah proses menentukan perilaku-perilaku yang dituntut dari pemegang jabatan dan standar-standar kinerja yang mesti dipenuhi. Analisis operasional sangat tergantung pada kemampuan seorang ahli untuk menentukan perilaku-perilaku yang tepat dan kuantitas serta kualitas perilaku-perilaku tersebut untuk melaksanakan sebuah pekerjaan. Analisis operasional agak mirip dengan analisis pekerjaan. Meskipun demikian, analisis operasional terpusat pada karyawan, bukan pada pekerjaan. Analisis ini terpusat pada apa yang harus dilakukan seorang karyawan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan. Nilai dan analisis operasional adalah bahwa analisis ini tidak hanya menentukan sasaransasaran pelatihan saja, tetapi juga meng-indikasikan apa yang akan menjadi kriteria untuk menilai efektifitas pelatihan. 3) Analisis personalia Analisis personalia (Personnel analysis) mengidentifikasi kesenjangan antara kebutuhan-kebutuhan kerja dan organisasi yang teridentifikasi dengan karakteristik-karakteristik dari masing-masing karyawan. Perbedaan antara kinerja yang diharapkan dengan kinerja sesungguhnya adalah kebutuhan pelatihan individu. Standar kinerja, yang ditentukan dalam tahap analisis operasional merupakan kinerja yang diinginkan. Data kinerja individu, nilai diagnostik karyawan oleh penyelia mereka, catatan-catatan 30 kinerja yang disimpan karyawan dalam formulir harian mereka, survai sikap, wawancara, atau tes dapat menyodorkan informasi tentang kinerja aktual terhadapnya setiap karyawan dapat dibandingkan dengan tolok ukur-tolok ukur kinerja yang dikehendaki. Kesenjangan antara kinerja aktual dan yang diinginkan dapat diisi oleh pelatihan. Tugas-tugas dan tanggungjawab pekerjaan serta pengetahuan, keahliankeahlian, dan kemampuan-kemampuan melakukannya merupakan fokus analisis personalia. Tujuan analisis personalia adalah memeriksa seberapa baik karyawan-karyawan Pelatihan haruslah melaksanakan diperuntukkan pekerjaan-pekerjaan kepada mereka. orang-orang yang membutuhkannya. Mengirimkan semua karyawan pada program pelatihan tanpa menghiraukan tingkat-tingkat keahlian mereka adalah pemborosan sumber daya organisasional dan menciptakan situasi yang tidak menyenangkan bagi karyawan yang tidak memerlukan pelatihan. Analisis personalia membutuhkan pemeriksaan yang cermat atas keahlian-keahlian dan kemampuan setiap individu. Setiap individu haruslah diperiksa satu persatu dalam upaya menentukan kekurangan-kekurangan yang dapat dikoreksi melalui pelatihan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan karyawan lama. Termasuk kinerja dari penyelia, rekan kerja, dan diri sendiri; data yang terkait dengan kinerja pekerjaan (termasuk produktivitas, absen dan kualitas produk, penurunan waktu, perbaikan, penggunaan peralatan, dan keluhan pelanggan); pengamatan oleh penyelia atau ahli lainnya; wawancara dengan karyawan atau penyelianya; ujian untuk 31 pengetahuan pekerjaan, keterampilan dan kehadiran; survey sikap; agenda harian karyawan dan pusat penilaian.32 Berkaitan dengan Tugas Karya Akhir ini, penulis cenderung menggunakan Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Teori Pemetaan Kebutuhan. Berdasarkan kedua teori tersebut dapat disimpulkan, bahwa dalam melakukan analisis kebutuhan individu akan pelatihan, perlu menilai faktor-faktor apa yang mendorong perlunya suatu program pelatihan. Umpan balik dari hasil penilaian kinerja merupakan salah satu sumber informasi internal tentang apakah pelatihan bagi individu atau kelompok tertentu diperlukan. 32 Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh, Jilid 1, Jakarta, PT Indeks, 2003, hal. 285 32 BAB III ANALISIS PEMETAAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PADA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM 3.1 Analisis Kebutuhan Diklat Tugas pokok BPSDM Hukum dan HAM adalah melaksanakan pengembangan SDM di bidang Hukum dan HAM meliputi Pengembangan Kepemimpinan dan Manajemen, Pengembangan Fungsional dan HAM dan Pengembangan Teknis. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, masingmasing pusat pengembangan menyusun rencana program pendidikan dan pelatihan (Diklat). BPSDM Hukum dan HAM merupakan ujung tombak organisasi dalam pembinaan aparat dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan variasi kebutuhan kompetensi yang cukup kompleks. Dalam operasionalisasinya kinerja BPSDM Hukum dan HAM dituntut untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di bidang Hukum dan HAM sebaik-baiknya. Program pelatihan merupakan suatu panduan yang penting dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan pelatihan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hamalik. Kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh suatu pusat tidak akan bisa berjalan kalau tidak mengacu pada program yang telah di desain dan direncanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 33 Dalam mengidentifikasikan kebutuhan diklat, ada keterlibatan 3 (tiga) pihak. Pihak pertama, satuan organisasi yang mengelola SDM. Dalam hal ini adalah BPSDM Hukum dan HAM, jika dipersempit adalah masing-masing Pusat Pengembangan (Pusat Pengembangan Kepemimpinan dan Manajemen, Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM, dan Pusat Pengembangan Teknis). Masing-masing Pusat Pengembangan (Bidang Program-nya) dan Bagian Penyusunan Program dan Kerjasama (PPK) merupakan satuan unit dibawah BPSDM Hukum dan HAM yang bertugas mengidentifikasikan kebutuhan organisasi secara keseluruhan, baik untuk kepentingan saat ini maupun dalam rangka mempersiapkan organisasi menghadapi tantangan masa depan. Pihak kedua, para manajer berbagai satuan kerja. Dalam hal ini Unit-unit Eselon I dan Kantor Wilayah di lingkungan Departemen Hukum dan HAM yang dianggap paling mengetahui kebutuhan pelatihan dan pengembangan apa yang dibutuhkan oleh para pegawainya. Pihak ketiga adalah para pegawai yang bersangkutan sendiri. BPSDM Hukum dan HAM dalam mengembangkan dan mengidentifikasi masalah tentang Diklat adalah, dengan cara meminta informasi dari Unit-unit Eselon I dan 33 (tiga puluh tiga) Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM di seluruh Indonesia tentang berbagai kebutuhan terutama Diklat yang diinginkan serta dilengkapi dengan Pokok-pokok Penyelenggaraan yang berisi tentang materi diklat, kurikulum, silabi serta berapa hari diklat tersebut akan dilaksanakan. Selanjutnya Kepala Bidang Program masing-masing Pusat Pengembangan berkoordinasi dengan Kepala Bagian PPK, serta Instansi terkait seperti Biro Perencanaan dan Ditjen Anggaran. Hal ini seperti yang disampaikan 34 oleh Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM sambil duduk santai di tangga lobby Asrama Latihan I BPSDM Hukum dan HAM : “…………. pertama diawal bulan juni, kita minta kepada unit eselon satu atau kanwil-kanwil… eee kebutuhan diklat dia itu apa, kita minta kepada mereka tentang apa kebutuhan-kebutuhan diklat mereka…. Setelah pengajuan mereka masuk… baru kita minta TOR (Pokok-pokok penyelenggaraan), yang membuat terlebih dahulu adalah unit eselon I dan Kanwil-kanwil, apabila kurang tajam baru diperbaiki atau penyempurnaan dilakukan oleh BPSDM Hukum dan HAM, isi dari TOR tersebut misalnya Materi Diklat apa saja, kurikulum, serta berapa hari diklat tersebut akan dilaksanakan. Setelah TOR masuk.. kita kumpulkan dan selanjutnya kita kerjasama dengan PPK, kemudian dilanjutkan dibuatkan rincian biayanya dan selanjutnya dikirim ke Biro Perencanaan Departemen Hukum dan HAM…………”.33 Oleh karena pentingnya kegiatan perencanaan program Diklat, maka evaluasi terhadap kegiatan perencanaan Diklat agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan juga menjadi sangat penting. Saat ini pelaksanaan evaluasi terhadap perencanaan belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini karena belum optimalnya peran Bidang Evaluasi di masing-masing Pusat Pengembangan. Pentingnya evaluasi tersebut seperti disampaikan oleh Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Kepemimpinan dan Manajemen pada saat penulis melakukan wawancara, yaitu : “………… dari bidang evaluasi nanti kan kita mendapatkan input atau masukan… memang sebetulnya diharapkan di BPSDM ini bidang evaluasi itu bisa memberikan masukan tentang Diklat-diklat di daerah ke bidang program, nah disinilah fungsi bidang evaluasi untuk memantau, menginventarisir kegiatan-kegiatan diklat, alumnialumni yang telah ikut diklat di pusat ini, bagaimana, apakah dia bisa dimanfaatkan di organisasinya, dan bagaimana dampaknya kepada pekerjaan, nah tentunya kalau itu masih dirasakan kurang, itulah yang kita jadikan dasar untuk pemetaan diklat-diklat berikutnya”.34 33 Wawancara dengan Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM, 27 Mei 2008 Pukul 11.00 wib. 34 Wawancara dengan Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Kepemimpinan dan Manajemen, 26 Mei 2008 Pukul 10.00 wib. 35 Menurut penulis Buku Manajemen Sumber Daya Manusia (H. Abdurrahmat Fathoni, 2006), ada 5 (lima) pendekatan yang efisien dalam memecahkan masalah Diklat, yaitu : 1) Mengembangkan dan mengidentifikasikan masalah Diklat; 2) Memeriksa seluruh perubahan yang terjadi sebelum masalah timbul; 3) Tandai dan buat telaahan terhadap sebab-sebab yang paling mungkin dari masalah yang timbul; 4) Melakukan penelitian melalui prioritas dan alternatif pemecahan masalah; 5) Evaluasi terhadap peranan yang paling memungkinkan dalam diklat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. BPSDM Hukum dan HAM dalam melaksanakan pengkajian terhadap identifikasi kebutuhan Diklat adalah dengan melaksanakan análisis kebutuhan Departemen Hukum dan HAM RI, sehingga diperoleh kebutuhan pengembangan aparatur hukum dan HAM baik melalui pendidikan dan pelatihan jangka pendek, maupun rintisan gelar. Pelaksanaan pembinaan untuk peningkatan kompetensi aparatur dilaksanakan dengan fasilitasi kurikulum, sillabi, modul, bahan ajar dan narasumber bagi kegiatan kediklatan yang dilaksanakan. Serta dilakukan evaluasi penyelenggaraan Diklat yang dilaksanakan terhadap hasil Diklat dan dampak Diklat walaupun saat ini belum berjalan maksimal. Pemetaan kebutuhan pelatihan seharusnya difokuskan kepada pegawai yang benar-benar harus ditingkatkan kompetensinya. Karena mengirimkan pegawai pada program pelatihan tanpa menghiraukan tingkat-tingkat keahlian pegawai merupakan pemborosan sumber daya organisasional dan dapat menciptakan situasi yang tidak menyenangkan bagi pegawai yang tidak memperoleh pelatihan. 36 3.2 Alasan dilakukan Pemetaan Kebutuhan Diklat Peningkatan kompetensi dan profesionalisme aparatur sekarang dan masa yang akan datang, merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan sebagai salah satu tugas pokok Departemen Hukum dan HAM, yaitu faktor pendukung dalam pembangunan di bidang Hukum dan HAM. Peran SDM yang kompeten dan profesional diyakini memiliki peran dan kontribusi untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga SDM dituntut untuk mengikuti perubahan yang ada. Melaksanakan pengembangan pegawai di Bidang Hukum dan HAM merupakan tugas utama yang harus dijalankan oleh BPSDM Hukum dan HAM demi mewujudkan Visi dan Misi organisasi. Sehingga dituntut dapat memenuhi berbagai kebutuhan untuk mengembangkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya di Departemen Hukum dan HAM, agar dapat berperan aktif dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di dalam memajukan Hukum dan HAM. Saat ini mengawali langkah strategis, BPSDM Hukum dan HAM telah menetapkan serangkaian langkah kerja, yaitu analisis kinerja, analisis kebutuhan diklat, analisis sumber daya, perencanaan pengembangan SDM, implementasi, monitoring dan evaluasi pengembangan SDM. Dalam melakukan langkah tersebut BPSDM Hukum dan HAM akan mengintensifkan koordinasi dan kerja sama dengan para user (baik di lingkungan dan di luar Departemen Hukum dan HAM), agar program benar-benar tepat sasaran dan menghasilkan output, outcome secara maksimal. Pegawai sebagai hasil dari proses seleksi harus dikembangkan agar kemampuan mereka dapat mengikuti perkembangan organisasi. 37 Namun, BPSDM Hukum dan HAM baru satu kali melaksanakan pemetaan terhadap kebutuhan Diklat baik Pusat maupun Daerah, yaitu pada saat organisasi ini masih bernama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai (Pusdiklat). Saat itu pemetaan kebutuhan Diklat atau Training Needs Analysis (TNA) yang digagas oleh Bambang Rantam selaku Kepala Bagian Umum pada waktu itu. TNA dilaksanakan dengan bekerjasama dengan Universitas Indonesia (UI). Dari kerjasama tersebut dibentuk Tim, yaitu Tim Peneliti yang terdiri dari gabungan antara pejabat di lingkungan Pusdiklat Pegawai dan Tim Peneliti UI. Penelitian dilakukan dengan turun langsung ke beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) di beberapa Kantor Wilayah (Kanwil) di wilayah Indonesia sebagai sampel untuk memperoleh data-data antara tujuan organisasi dan keadaan yang ada. Peneliti merasa kesulitan untuk memperoleh data dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusdiklat Pegawai dan UI, hal itu disebabkan oleh karena Pejabat yang memiliki hasil dari penelitian tersebut saat ini sudah promosi dan mutasi Jabatan sebagai Kepala Divisi (Kadiv Administrasi) di Kantor Wilayah Riau Kepulauan, sedangkan BPSDM Hukum dan HAM tidak memiliki salinan data tersebut. Namun dari hasil wawancara, diperoleh gambaran dari penelitian tersebut yaitu diketemukan kesenjangan antara kebutuhan organisasi dengan kapabilitas dan kompetensi pegawai yang dibutuhkan. Sehingga dari kesenjangan tersebutlah ditentukan jenis Diklat tertentu untuk membenahi kompetensi pegawai. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM yaitu : 38 “……. kita mengadakan pemetaan baru sekali, kalau nggak salah pada masanya Bapak Bambang Rantam, yaitu TNA kerjasama dengan UI,… itu dibentuk suatu Tim dari UI daan dari kita dan terjun ke semua UPT di daerah, walaupun tidak semua Kanwil, tapi ada beberapa sampel UPT setiap Kanwil… nah dari situ diambil keputusan, ada beberapa Diklat yang harus lahir dari penelitian itu…. TNA itu kan maksudnya begini pak…. Keadaan kita sekarang begini… apa sih kebutuhan diklat… ooo rupanya dia butuh diklat ini……”35 Robert L. Mathis dalam bukunya Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia) 2006, mengatakan bahwa seperti halnya Diklat, pengembangan pegawai harus dimulai dengan analisis kebutuhan organisasi dan para individu pegawai tersebut. Walaupun bukti yang ada menunjukkan bahwa analisa kebutuhan pengembangan individu ini sampai saat ini seringkali kurang mendapatkan perhatian dari organisasi. Oleh karena itu beberapa organisasi telah menggunakan beberapa metode inovatif untuk pengembangan pegawai dalam rangka memberikan gambaran tentang kecocokan antara tuntutan pekerjaan dengan kualifikasi kemampuan dan profesionalisme. Sasaran yang diharapkan dari diadakannya Diklat di BPSDM Hukum dan HAM pada umumnya dalam rangka pembinaan terhadap pegawai agar dapat meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada organisasi dan masyarakat, meningkatkan mutu dan kemampuan, serta keterampilan baik dalam melaksanakan tugasnya maupun kepemimpinannya, melatih dan meningkatkan mekanisme kerja dan kepekaan dalam melaksanakan tugas, dapat melatih dan meningkatkan kerja dalam merencanakan serta meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan demi terwujudnya pelaksanaan organisasi yang efektif, efisien dan produktif. 35 Wawancara dengan Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM, 27 Mei 2008 Pukul 11.00 wib. 39 3.3 Mekanisme Perencanaan Program Diklat Dalam melakukan analisis kebutuhan individu akan pelatihan, pimpinan perlu menilai faktor-faktor apa yang mendorong perlunya suatu program pelatihan. Umpan balik dari hasil penilaian kinerja merupakan salah satu sumber informasi internal tentang apakah pelatihan bagi individu atau kelompok tertentu diperlukan saat ini. Penentuan kebutuhan-kebutuhan pelatihan menurut Henry Simamora (1999) memerlukan tiga tipe analisis : 3.3.1 Analisis organisasional Analisis organisasional (organizational analysis) adalah pemeriksaan jenis-jenis permasalahan yang dialami organisasi dan dimana permasalahan itu berada di dalam perusahaan. Analisis organisasional mencoba menjawab pertanyaan dimana sebaiknya dilakukan titik berat pelatihan di dalam perusahaan dan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi pelatihan. Dalam menyusun strategi pengembangan SDM Hukum dan HAM, BPSDM Hukum dan HAM masih berupaya melaksanakan programnya dengan mengacu pada pendekatan competency-based human resources management system (CBHRM), sebagai suatu pendekatan mutakhir dalam manajemen sumber daya manusia (SDM), yang mengintegrasikan strategi organisasi dengan sistem manajemen SDM. Sistem ini mencakup pengembangan model kompetensi yang berkaitan dengan strategi pengembangan SDM (competency based training and development), sehingga diharapkan kompetensi yang dikembangkan akan tepat sesuai dengan strategi dan dan kebijakan Departemen Hukum dan HAM baik soft skill, social skill dan mental skill.36 36 BPSDM Hukum dan HAM, Selayang Pandang BPSDM Hukum dan HAM, Jakarta, 2008 40 3.3.2 Analisis operasional Analisis Operasional (operational analysis) adalah proses menentukan perilaku-perilaku yang dituntut dari pemegang jabatan dan standar-standar kinerja yang mesti dipenuhi. Analisis operasional sangat tergantung pada kemampuan seorang ahli untuk menentukan perilaku-perilaku yang tepat dan kuantitas serta kualitas perilaku-perilaku tersebut untuk melaksanakan sebuah pekerjaan. Saat ini perhatian masyarakat terhadap persoalan di Lembaga Pemasyarakatan, Pelayanan Keimigrasian, Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Hak Asasi Manusia (HAM) serta tugas Departemen Hukum dan HAM lainnya, nampak semakin besar. Sehingga bila tidak diantisipasi dan direspon dengan cepat, tepat dan memuaskan, akan dapat memicu munculnya gerakan-gerakan tuntutan masyarakat. BPSDM Hukum dan HAM sebagai organisasi yang menangani langsung terhadap Pengembangan SDM telah melaksanakan berbagai kegiatan Diklat yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi Pegawai dalam hal pelayanan di bidang Pemasyarakatan, Keimigrasian, HKI, dan HAM. Diklat tersebut merupakan Diklat Teknis dan Fungsional yang diharapkan setelah mengikuti Diklat tersebut dapat memberikan pelayanan sesuai dengan tanggungjawabnya, dan yang terpenting adalah professional. Oleh karena itu, pegawai Departemen Hukum dan HAM dan pihak lain yang melaksanakan tugas di Bidang Hukum dan HAM, dituntut untuk senantiasa mengembangkan kompetensi dan profesionalismenya dalam memberikan pelayanan hukum dan HAM yang terbaik bagi masyarakat. Kondisi diatas menjadi tantangan bagi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM untuk 41 mewujudkan SDM Hukum dan HAM menjadi lebih berkualitas, baik dalam kepemimpinan dan manajemen, bidang teknis maupun bidang fungsional dan HAM. 3.3.3 Analisis personalia Analisis personalia (Personnel analysis) mengidentifikasi kesenjangan antara kebutuhan-kebutuhan kerja dan organisasi yang teridentifikasi dengan karakteristik-karakteristik dari masing-masing karyawan. Perbedaan antara kinerja yang diharapkan dengan kinerja sesungguhnya adalah kebutuhan pelatihan individu. Standar kinerja, yang ditentukan dalam tahap analisis operasional merupakan kinerja yang diinginkan. Data kinerja individu, nilai diagnostik karyawan oleh penyelia mereka, catatan-catatan kinerja yang disimpan karyawan dalam formulir harian mereka, survai sikap, wawancara, atau tes dapat menyodorkan informasi tentang kinerja aktual terhadapnya setiap karyawan dapat dibandingkan dengan tolok ukur-tolok ukur kinerja yang dikehendaki. Kesenjangan antara kinerja aktual dan yang diinginkan dapat diisi oleh pelatihan. BPSDM Hukum dan HAM saat ini belum menetapkan standar kinerja yang jelas terhadap karyawannya. Standar yang digunakan untuk mengetahui tingkat kompetensinya adalah dengan mengidentifikasi tingkat pendidikan dan DP3. DP3 sebagai alat ukur peningkatan kinerja pegawai masih digunakan hanya sebatas syarat seorang pegawai untuk memperoleh kenaikan pangkat. Sehingga tolok ukur kinerja dan kesenjangan yang terjadi belum diperoleh. 3.4 Kendala atau Hambatan pada Pemetaan Kebutuhan Diklat Pelaksanaan strategi pengembangan dan perencanaan kebutuhan Diklat pada BPSDM Hukum dan HAM, yaitu dengan mengintensifkan koordinasi serta 42 kerjasama yang erat dengan para user yaitu unit-unit eselon I dan Kanwil yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini diharapkan agar program benar-benar tepat sasaran dan menghasilkan SDM aparatur Hukum dan HAM yang berkualitas. Perencanaan kebutuhan Diklat di BPSDM Hukum dan HAM saat ini belum berjalan optimal. Terbukti masih ada Bidang Program pada Pusat Pengembangan, yang tidak dilibatkan secara penuh dalam proses perencanaan terhadap kebutuhan, terutama pada saat penyusunan detil kegiatan dan anggaran. Sebagai organisasi yang terlibat dan memahami perencanaan setiap detil rencana kegiatan semestinya harus selalu terlibat didalam perencanaan. Seperti yang Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Kepemimpinan dan Manajemen sampaikan : “……… kemudian setelah membuat pokok-pokok penyelenggaran, kita ajukan ke Bagian PPK supaya itu bisa di bawa ke Rapat dengan Ditjen Anggaran… nah selama ini terus terang yang menjadi kendala kita itu pada saat pembahasan, kita tidak pernah diikutsertakan… itu terus terang… memang tidak pernah diikutsertakan, bahkan pada saat masih Pusdiklat dulupun, itupun Bidang Program tidak pernah diikutsertakan… pokoknya tiba-tiba, tau tau sudah ada nih… nama-nama diklatnya yang bisa dilaksanakan, padahal kenapa… kalau kita diikutkan itu kan kita bisa mempertahankan kenapa diklat tersebut harus dilaksanakan atau diadakan, kita kan bisa menjawab gitu lho….”37 Disisi SDM, dengan jumlah hampir mencapai 40.000 orang dan tersebar di 33 kantor wilayah se-Indonesia merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian serius oleh pimpinan Departemen. Pengembangan pegawai tidak akan optimal dan membutuhkan waktu yang lama bila hanya memusatkan kegiatan Diklat di Pusat. Dengan kondisi tersebut, BPSDM Hukum dan HAM mengembangkan Diklat Jarak Jauh, yang mempunyai tujuan untuk memberikan 37 Wawancara dengan Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Kepemimpinan dan Manajemen, 26 Mei 2008 Pukul 10.00 wib. 43 kesempatan pegawai di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan manajerial dan teknis substansi. Pengembangan SDM dalam organisasi juga terhambat oleh situasi-situasi lingkungan dan organisasi yang kurang mendukung. Perubahan situasi global yang begitu cepat juga menjadi kendala dalam perencanaan kebutuhan di Departemen Hukum dan HAM. Beberapa kali rencana yang sudah di buat harus dipotong akibat rencana efisiensi pemerintah pusat. hal ini juga dirasakan oleh BPSDM Hukum dan HAM dalam perencanaan kebutuhan Diklat dengan harus merevisi rencana kegiatan, seperti yang disampaikan oleh Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM dengan nada menyesalkan akibat kurangnya koordinasi dari Bagian Penyusunan Program dan Kerjasama yang tidak menginformasikan lebih cepat, yaitu : “……. hambatan yang dirasakan saat ini adalah misalnya kita punya program kegiatan sebagai contoh Pelatihan Suncang (penyusun dan perancang undang-undang)… tiba-tiba dari pemerintah ada perintah pemotongan anggaran 15 persen, mestinya PPK selaku bagian yang menyusun anggaran memberitahu kepada kita terlebih dahulu…….”38 38 Wawancara dengan Kepala Bidang Program pada Pusat Pengembangan Fungsional dan HAM, 27 Mei 2008 Pukul 11.00 wib. 44 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Atas dasar analisis pada Bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 4.1.1 BPSDM Hukum dan HAM dalam mengidentifikasi masalah tentang penyusunan dan perencanaan kebutuhan Diklat, memiliki kelemahan ditinjau secara analisis organisasional, yaitu analisis kebutuhan- kebutuhan organisasional terpusat pada jumlah karyawan dengan beraneka kombinasi keterampilan yang dibutuhkan pada setiap jenjang dan setiap aneka kombinasi keterampilan yang dibutuhkan pada setiap bagian organisasi untuk periode waktu tertentu. Pemetaan yang dilakukan oleh BPSDM Hukum dan HAM masih sebatas memperoleh informasi sepihak dari masing-masing unit yang bisa dianalisis mendalam guna memperoleh pemetaan kebutuhan sebenarnya di Departemen Hukum dan HAM. 4.1.2 Pemetaan Kebutuhan Diklat pada BPSDM Hukum dan HAM belum menyentuh pada faktor internal organisasi, yaitu setiap organisasi mempunyai visi, misi dan tujuan yang ingin dicapainya. Perencanaan yang baik, serta implementasi perencanaan tersebut secara tepat sesuai dengan visi, misi dan sasaran organisasi belum dilaksanakan oleh 45 BPSDM Hukum dan HAM. Dengan kata lain Diklat yang dihasilkan belum menyentuh kepada kebutuhan substansi organisasi. 4.2 Saran Setelah peneliti mengetahui bagaimana pemetaan kebutuhan Diklat yang dilakukan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM dan kendala atau hambatan pada saat dilakukan pemetaan, maka peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut : 4.2.1 Diharapkan pemetaan kebutuhan Diklat yang akan dilaksanakan oleh BPSDM Hukum dan HAM, sesuai dengan visi, misi dan sasaran Departemen Hukum dan HAM serta dapat memberikan manfaat bagi organisasi dan pegawainya. Sehingga tidak terjadi lagi ada pegawai yang melakukan pendekatan kepada pimpinan untuk diikutkan pada Diklat tertentu. 4.2.2 Melihat potensi yang besar akan SDM dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, seharusnya BPSDM Hukum dan HAM dalam menentukan kebutuhan Diklat berdasarkan pada potensi riil yaitu, BPSDM Hukum dan HAM lebih proaktif melakukan pembaharuan data melalui kerjasama dengan seluruh elemen dan lini organisasi lainnya dan tidak mengandalkan data dan analisis dari dalam sendiri. 46 DAFTAR PUSTAKA Buku : Alwi, Syafrudin, Manajemen Sumber Daya Manusia (Strategi Keunggulan Kompetitif, edisi pertama, Yogyakarta: FE UGM, 2001 Cushway, Barry, Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia), Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2002 Dessler, Gary, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi Bahasa Indonesia, edisi Ketujuh, Jilid 1, Jakarta: Prenhallindo, 1997 _______, Human Resource Management, International Edition, 8th Ed. New Jersey: Prentice Hall Inc., Upper Saddle River, 2000 _______, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi Bahasa Indonesia, edisi Kesepuluh, Jilid 1, Jakarta: PT Indeks, 2003 Fathoni, H. Abdurrahmat, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006 Flippo, Edwin B., Manajemen Personalia, Jakarta: Erlangga, 1984 Hamalik, Oemar, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan (Pendekatan Terpadu) Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 2007 Manullang M., Marihot Manullang, Manajemen Personalia, Edisi 3, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001 Mathis, Robert L., John H. Jackson, Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia), Jakarta: Salemba Empat, 2006 Notoatmodjo, Soekidjo, Prof. DR., Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cetakan ketiga, Jakarta: Rineka Cipta, 2003 Prasetyo, Bambang, Lina M. Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005 Siagian, Sondang P., Teori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta: Rineka Cipta, 1995 _______, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan ke-15, Jakarta: Bumi Aksara, 2008 Simamora, Henry, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, Yogyakarta: STIE YKPN, 1999 1 Peraturan Perundang-undangan : Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M-01.PR.02.10 tahun 2005 tentang Rencana Strategis Departemen Hukum dan HAM Tahun 2005-2009 Peraturan Menteri Hukum & Hak Asasi Manusia Nomor : M.09.PR.07-10 Tahun 2007 tanggal 20 April 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Hukum dan HAM Sumber lainnya : Najamudin, Lalu Muhamad, “Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah”, Thesis, Yogyakarta: UGM, 2004, Tidak diterbitkan. Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi: Solusi untuk Meningkatkan Kinerja Organisasi, http://publik.brawijaya.ac.id/, diunduh : Kamis, 27 Maret 2008. Selayang Pandang, BPSDM Hukum dan HAM, 2008 Wahono, Didik, “Mengembangkan Manusia Pariwisata Dengan Metode Analisis Situasional Sebagai Model Kompetensi SDM Di DISPARINKOM Kabupaten Gresik”,Thesis, Surabaya: Universitas Airlangga, 2003, Tidak diterbitkan. 2 PEDOMAN WAWANCARA “PEMETAAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PADA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (BPSDM) HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA PERIODE TAHUN 2008” 1. Otoritas 2. Alur Perencanaan Program Diklat 3. Mekanisme Perumusan Program Diklat 4. Kendala atau hambatan pada pemetaan 3 TRANSKIP WAWANCARA WAWANCARA DENGAN KEPALA BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM DAN KERJASAMA I. Otoritas Siapakah yang memiliki otoritas didalam melakukan pemetaan terhadap kebutuhan Diklat di BPSDM Hukum dan HAM? Jawab : ee. untuk kebutuhan diklat, kalau menurut kami.. pemetaan itu adalah secretariat, karena sekretaris BPSDM itu yang mengetahui kebutuhan diklat khususnya tapi koordinasi dengan kepala pusat kepala pusat yang lainnya. Tapi yang pemetaannya itu ada di Sekretaris Badan, ya… kewenangan Sekretaris Badan Apakah diantara Bidang-bidang Program dimasing-masing Pusat Pengembangan memiliki otoritas yang berbeda-beda dalam proses perencanaan pemetaan kebutuhan Diklat? Jawab : Iya…. Soalnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, jadi… setiap pusat kan, misalnya kapus fungsional berarti dia beda, teknis beda dan untuk kepemimpinan dan manajemen juga beda, jadi… sesuai tugas pokoknya masing-masing.. II. Alur Perencanaan Program Diklat 1. Bagaimana alur proses perencanaan program Diklat dilakukan hingga menjadi suatu kegiatan? Jawab : Begini ya…. Setiap pusat mempunyai kebutuhan diklat, nah itu diajukan bidang programnya, kabid program itu nanti akan mengajukan ke Kabag PPK, Kabag PPK akan konsultasi dengan Sekretaris Badan, nanti kita bicarakan bersama apa yang diprioritaskan… itu nanti alurnya menurut saya seperti itu… dan harus berkoordinasi dengan ditjen anggaran 2. Darimana asal alur proses perencanaan Diklat tersebut? Jawab : Dasar alur itu…. Darimana ya… karena di tupoksinya sudah kelihatan, jadi… 4 3. Apa dasar perencanaan terhadap program Diklat yang dilakukan (Apakah sudah dikuatkan dengan pemberian SK Menteri atau apapun?) Jawab : Keputusan Menteri 4. Mengapa perencanaan terhadap program Diklat dilakukan? Jawab : Supaya jelas, masing-masing itu… apa keinginan masing-masing itu bisa terakomodir oleh kita, karena kalau tanpa ada perencanaan, kan kita tidak tau,… apa sih yang dibutuhkan oleh masing-masing Pusat Pengembangan 5. Siapa saja yang terlibat didalam proses perencanaan tersebut? Jawab : Paling tidak… Kasubbag penyusunan program, kabid program, sampai ke kapus sebagai penentunya… 6. Kapan dilaksanakannya proses perencanaan pemetaan kebutuhan Diklat tersebut? Jawab : Eee… setelah DIPA keluar… 5 TRANSKRIP WAWANCARA WAWANCARA DENGAN KEPALA BIDANG PROGRAM PADA PUSAT PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN. Mekanisme Perumusan Program Diklat 1. Bagaimana mekanisme perumusan program pendidikan dan pelatihan yang selama ini dipakai di BPSDM Hukum dan HAM? Jawab : Jadi…. ee.. pertama terus terang baru pertama kali menangani Bidang Program, selama ini kan saya di Penyelenggara Diklat walaupun dulu saya pernah menjadi staf di Bidang Program,… eee menyangkut masalah perumusan program pendidikan yang pertama itu, bidang program membuat pokok-pokok penyelenggaraan, apa yang disebut juga dengan TOR, dimana di Pokok-pokok penyelenggaraan kita lampirkan kurikulum dan silabi dan tenaga pengajar serta rincian biaya per kegiatan, jadi misalnya diklat kepemimpinan 3 dan 4 sudah baku, dan tinggal mengadopsi dari LAN, tapi Diklat-diklat yang lain seperti Fungsional dan Teknis harus dibuatkan Rincian biaya kegiatannya, kenapa dibuatkan rinciannya? Supaya pada saat diklat tersebut dilaksanakan, semua yang menjadi keinginan kita dan peserta dapat terakomodir di Diklat tersebut, itu yang pertama. Kemudian setelah membuat pokok-pokok penyelenggaran, kita ajukan ke Bagian PPK supaya itu bisa di bawa ke Rapat dengan Ditjen Anggaran… nah selama ini terus terang yang menjadi kendala kita itu pada saat pembahasan, kita tidak pernah diikutsertakan… itu terus terang… memang tidak pernah diikutsertakan, bahkan pada saat masih Pusdiklat dulupun, itupun Bidang Program tidak pernah diikutsertakan… pokoknya tiba-tiba, tau tau sudah ada nih… nama-nama diklatnya yang bisa dilaksanakan, padahal kenapa… kalau kita diikutkan itu kan kita bisa mempertahankan kenapa diklat tersebut harus dilaksanakan atau diadakan, kita kan bisa menjawab gitu lho…. Karena kita yang tau kebutuhannya, karena selama ini kita belum pernah diikutsertakan, makanya kita tidak sampai terlalu jauh, hanya pokoknya diberikan masukan, ini lho diklat-diklat di Pusbangpim yang bisa dilaksanakan, itu yang selama ini teruuuusss menjadi masalah. Jadi makanya kedepannya kita ingin wakil-wakil dari Bidang Program bisa diikutkan pada Rapat pembahasan. Nah kemudian juga mengenai anggaran juga barangkali juga itu…kita ikut rapat kita bisa mempertahankan kenapa anggarannya harus sekian, contohnya OL, kemarin terus terang pada saat OL Diklatpim IV tidak bisa mengakomodir, kita tidak bisa memberikan kepada peserta suatu yang lebih baik ya… seperti akomodasi ya disesuaikan dengan anggaran yang ada, karena sekarang ini antara anggaran yang ada dengan kegiatan riilnya itu sudah… jauh sekali kurang… timpang sekali… ya mudah-mudahan di tahun 2009 bisa berubah menjadi seperti apa yang kita inginkan dengan program yang kita ajukan 6 2. 3. 4. Apa dasar dari mekanisme yang digunakan tersebut? Jawab : Kita mendapatkan surat edaran dari Ibu Ses… dimana ibu ses membuat surat ke bidang-2 program untuk segera membuat pokok-pokok penyelenggaran untuk tahun yang akan datang disertai dengan kurikulum, silabi dan tenaga pengajar.. Siapa saja yang terlibat dalam perumusan program pendidikan dan pelatihan? Jawab : Eee… biasanya saya, selaku kabid program, kemudian saya mengikutkan dua kasubbid saya yaitu subbidang kurikulum dan bidang penyusunan program juga kita berkooordinasi dengan user-user dalam hal ini LAN, kita ke LAN itu bagaimana kira-kira kurikulum diklat yang akan dilaksanakan apakah ada perubahan-perubahan, kira-kira demikian… Bagaimana cara merumuskan prioritas pendidikan dan pelatihan, baik secara perorangan maupun secara materi/jenis pendidikan dan pelatihan? Jawab : Biasanya kita lihat Diklat yang menjadi kebutuhan di Wilayah, terutama Diklat Kepemimpinan… itu kan menjadi suatu kebutuhan… eee tapi kita tidak hanya langsung… ooo diklat ini dibutuhkan… enggak, enggak… ee kita ini kan juga dengan data-data yang mendukung, jadi misalnya Diklat pim itu ya tentunya ada jumlah daftar tunggu… nah… iya.. daftar tunggu itu kan sekarang ini sudah amat sangat banyak, apalagi diklat pim tidak ada di daerah kan…hanya di pusat.. otomoatis kan daftar tunggu itu semakin tinggi nah itu yang kita prioritaskan untuk dilaksanakan. Itu yang pertama… nah yang kedua adalah diklat yang berlanjut seperti diklat jarak jauh.. nah itu kan diklatnya berlanjut yaitu ada angkatan berikutnya… angkatan berikutnya, nah itu yang kita dahulukan, nah kemudian yang ketiga diklat yang sangat diperlukan seperti diklat pengadaan barang dan jasa, nah itu kan memang harus, bagaimanapun juga kan kita harus tetap dilaksanakan dan diprioritaskan, kemudian menyusul diklat-diklat yang lain… 5. Bagaimana Bapak/ibu melakukan pendidikan dan pelatihan? pemetaan kebutuhan materi/jenis Jawab : Pertama saya… tentunya tidak bekerja sendiri, kita bekerjasama dengan Bidang Evaluasi… dari bidang evaluasi nanti kan kita mendapatkan input atau masukan… memang sebetulnya diharapkan di BPSDM ini bidang evaluasi itu bisa memberikan masukan tentang Diklat-diklat di daerah ke bidang program, nah disinilah fungsi bidang evaluasi untuk memantau, menginventarisir kegiatan-kegiatan diklat, alumni-alumni yang telah ikut diklat di pusat ini, bagaimana, apakah dia bisa dimanfaatkan di organisasinya, dan bagaimana dampaknya kepada pekerjaan, nah tentunya kalau itu masih dirasakan kurang, itulah yang kita jadikan dasar untuk pemetaan diklat-diklat berikutnya. 7 TRANSKRIP WAWANCARA WAWANCARA DENGAN KEPALA BIDANG PROGRAM PADA PUSAT PENGEMBANGAN FUNGSIONAL DAN HAM. Mekanisme Perumusan Program Diklat 1. Bagaimana mekanisme perumusan program pendidikan dan pelatihan yang selama ini dipakai di BPSDM Hukum dan HAM? Jawab : ee.. yang saat ini dipakai… kita masih seperti yang lama saya rasa… jadi kita pertama diawal bulan juni, kita minta kepada unit eselon satu atau kanwil-kanwil… eee kebutuhan diklat dia itu apa, kita minta kepada mereka tentang apa kebutuhan-kebutuhan diklat mereka…. Setelah pengajuan mereka masuk… baru kita minta TOR (Pokok-pokok penyelenggaraan), yang membuat terlebih dahulu adalah unit eselon I dan Kanwil-kanwil, apabila kurang tajam baru diperbaiki atau penyempurnaan dilakukan oleh BPSDM Hukum dan HAM, isi dari TOR tersebut misalnya Materi Diklat apa saja, kurikulum, serta berapa hari diklat tersebut akan dilaksanakan. Setelah TOR masuk.. kita kumpulkan dan selanjutnya kita kerjasama dengan PPK, kemudian dilanjutkan dibuatkan rincian biayanya dan selanjutnya dikirim ke Biro Perencanaan Departemen Hukum dan HAM. Hambatan yang dirasakan saat ini adalah misalnya kita punya program kegiatan sebagai contoh Pelatihan Suncang (penyusun dan perancang undang-undang)… tiba-tiba dari pemerintah ada perintah pemotongan anggaran 15 persen, mestinya PPK selaku bagian yang menyusun anggaran memberitahu kepada kita terlebih dahulu… sehingga kegiatan yang harus dipotong atau ditunda adalah Diklat Suncang, padahal Diklat tersebut merupakan primadonanya Pusat Pengembangan fungsional, bisa aja sih diklat lain yang dipotong seperti diklat bendaharawan, harusnya mereka berembug dahulu dengan kita… gitu lho…. 2. Apa dasar dari mekanisme yang digunakan tersebut? Jawab : Dasar mekanisme yang digunakan sampai saat ini adalah berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi saja…. Dari perencanaan terus ke anggaran.. 3. Siapa saja yang terlibat dalam perumusan program pendidikan dan pelatihan? Jawab : Sekarang ini yang terlibat adalah Bidang Program di masing-masing Pusat, PPK, Biro Perencanaan, Ditjen Anggaran,… mungkin yang globalnya DPR juga terlibat ya… 8 4. 5. Bagaimana cara merumuskan prioritas pendidikan dan pelatihan, baik secara perorangan maupun secara materi/jenis pendidikan dan pelatihan? Jawab : Kita lihat dari usulan pengguna/user seperti Unit eselon I maupun Kanwilkanwil, kan dia ada skala prioritasnya… mana yang kita inikan… lagian kan, misalnya kita punya ada 50 Diklat dengan biaya misalnya 70 milyar, sedangkan dananya hanya ada 50 milyar…. Berarti kan harus ada yang dipotong… nah itulah, prioritasnya yang diambil lebih dulu.. Bagaimana Bapak/ibu melakukan pemetaan kebutuhan materi/jenis pendidikan dan pelatihan? Jawab : Kita mengadakan pemetaan baru sekali, kalau nggak salah pada masanya Bapak Bambang Rantam, yaitu TNA kerjasama dengan UI,… itu dibentuk suatu Tim dari UI daan dari kita dan terjun ke semua UPT di daerah, walaupun tidak semua Kanwil, tapi ada beberapa sampel UPT setiap Kanwil… nah dari situ diambil keputusan, ada beberapa Diklat yang harus lahir dari penelitian itu…. TNA itu kan maksudnya begini pak…. Keadaan kita sekarang begini… apa sih kebutuhan diklat… ooo rupanya dia butuh diklat ini… berarti kan ada kesenjangannya, nah kesenjangannya itu dibuat diklat pak… berarti ada gap antara kenyataan dan harapan… dari situlah dibuat Diklat. Nah… itu pernah dilakukan satu kali pada jaman pak Bambang Rantam, dan sekarang saya liat sudah gak terpakai…. Alasannya mungkin mereka … waduh jadi susah ya… mereka mungkin gak tau lahirnya TNA… yang tau kan dari Bidang Program pak… sekarang kan sudah dipecahpecah nich… bahwa itu pernah ada di kita… itu ada tuh.. di pak Embly.. ada satu buku… tebal sekali, hasil TNA yang bekerjasama dengan UI… 9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : CHUSNI THAMRIN Tempat dan Tanggal Lahir : Cilacap, 14 Maret 1973 Alamat Rumah : Jl. Pulomas Barat X/17 Jakarta Timur 13210 Telepon Rumah : 021 – 4759437 Pekerjaan : PNS pada Departemen Hukum dan HAM RI Alamat Kantor : Jl. Raya Gandul No. 4 Limo – Depok 16512 Telepon Kantor / Fax : 021 – 7540125 Handphone : 08179991009 / 08170004972 / 92796499 Website : www.chusnithamrin.info e-mail : [email protected] Nama orang tua : Ayah : H. Tukirman Ibu : Alm. Siti Komariyah Isteri : Sari Karuniawati, S.Pd Riwayat Pendidikan Formal : SD : SDN Cilacap IV Cilacap Lulus Tahun : 1985 SMP : SMP Purnama 1 Cilacap Lulus Tahun : 1988 SMU : STMN 1 Cilacap Lulus Tahun : 1991 D-3 : DIII APS – UI Jakarta Lulus Tahun : 2006 Riwayat Pekerjaan : 1. 1991 – 2006 Pusdiklat Pegawai Departemen Hukum & HAM RI 2. 2006 – sekarang Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM Departemen Hukum dan HAM RI Jakarta, Juli 2008 chusnithamrin 10