BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Manajemen
Manajemen sebagai suatu proses, melihat bagaimana cara orang untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Manajemen ditinjau baik dari segi
unsur-unsurnya atau fungsi-fungsinya. Menurut Terry (2000), Manajemen adalah suatu
proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai tujuan
organisasi. Yang dikenal dengan Planning-Organizing-Actuating-Controlling (POAC).
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, manajemen memerlukan unsur atau
sarana atau ”the tool of management” yang meliputi 5 M yaitu sumber daya manusia
(Man), anggaran dana (Money), bahan material (Material), peralatan operasional
(Machine), dan metode kerja (Method).
2.2
Definisi Logistik
Logistik adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan
penyimpanan strategis barang, suku cadang dan barang dari para suplier, diantara
fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para langganan (Bowersox, 1986).
Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses mengenai
perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
pemeliharaan serta penghapusan materi atau alat-alat. Logistik diartikan bagian dari
instansi yang bertugas menyediakan bahan atau barang yang dibutuhkan untuk kegiatan
10
11
operasional suatu instansi dalam jumlah, kualitas dan pada waktu yang tepat (sesuai
kebutuhan) dengan harga serendah mungkin (Aditama, 2003).
Dalam menjalankan suatu perusahaan atau organisasi tidak dapat melepaskan
peran logistik. Rumah sakit merupakan suatu usaha yang melakukan produksi jasa
sehingga logistik dalam rumah sakit bukan manajemen pendistribusian barang jadi tetapi
hanya menyangkut manajemen persediaan bahan barang serta peralatan yang dibutuhkan
untuk memproduksi jasa tersebut.
2.3
Definisi Manajemen Logistik
Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit dapat didefinisikan sebagai
suatu proses pengolahan secara strategis terhadap pengadaan,
penyimpanan,
pendistribusian, pemantauan persediaan bahan yang diperlukan bagi produksi jasa
rumah sakit. Manajemen logistik perlu dilaksanakan secara efisien dan efektif. Dalam
arti bahwa segala macam barang, bahan ataupun peralatan harus dapat disediakan tepat
pada waktu dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup tidak kurang atau lebih, dan yang
paling penting adalah ketersediaannya dengan mutu yang memadai (Aditama, 2003).
Di dalam manajemen rumah sakit perlu dilengkapi dengan manajemen farmasi
yang sistematis. Manajemen farmasi tentu tidak terlepas dari konsep umum manajemen
logistik. Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit merupakan suatu proses
pengolahan secara strategis terhadap pengadaan, penyimpanan, pendistribusian serta
pemantauan persediaan barang yang diperlukan dalam produksi jasa rumah sakit.
Menurut bidang pemanfaatannya, barang dan bahan yang harus disediakan di
rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi : persediaan farmasi, persediaan makanan,
12
persediaan logistik umum dan teknik. Biaya rutin terbesar di rumah sakit pada umumnya
terdapat pada pengadaan persediaan farmasi, yang meliputi (Aditama, 2003) :
a. Persediaan obat, mencakup : obat-obatan esensial, non esensial, obat-obatan yang
cepat, lama terpakai
b. Persediaan bahan kimia, mencakup : persediaan untuk kegiatan operasional
laboratorium dan produksi farmasi intern, serta kegiatan non medis.
c. Persediaan gas medis, kegiatan pelayanan bagi pasien di kamar bedah, ICU atau
ICCU membutuhkan beberapa jenis gas medis.
d. Peralatan kesehatan, berbagai peralatan yang dibutuhkan bagi kegiatan perawatan
maupun kedokteran yang dapat dikelompokkan sebagai barang habis pakai serta
barang tahan lama atau peralatan elektronik atau non elektronik.
Kegiatan logistik sangat penting dalam menunjang kegiatan pengadaan barang atau jasa
dan pihak perusahaan atau organisasi tidak mampu mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya yang dimiliki.
Tujuan manajemen logistik menurut Aditama (2003) yang terdapat dalam buku
Manajemen Administrasi Rumah Sakit yaitu:
1. Tujuan operasional adalah agar tersedia barang serta bahan dalam jumlah yang tepat
dan mutu yang memadai
2. Tujuan keuangan yaitu dapat melaksanakan tujuan operasional dengan biaya yang
serendah-rendahnya
3. Tujuan pengamanan yaitu agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan,
pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang tidak wajar
lainnya.
13
Menurut Seto (2008) di dalam pengelolaan logistik, fungsi-fungsi manajemen
yang merupakan suatu siklus kegiatan dapat dijalankan sebagai berikut :
a. Fungsi Perencanaan
Perencanaan merupakan dasar tindakan manajer untuk dapat menyelesaikan tugas
pekerjaannya dengan baik. Sebelum perencanaan ditetapkan, umumnya didahului
oleh prediksi atau ramalan tentang peristiwa yang akan datang. Dalam pengelolaan
logistik fungsi perencanaan mencakup kegiatan dalam menetapkan sasaran-sasaran,
pedoman-pedoman, garis-garis besar apa yang akan dituju dan pengukuran
penyelenggaraan bidang logistik. Penentuan kebutuhan merupakan perincian dari
fungsi perencanaan, bilamana perlu semua faktor yang mempengaruhi penentuan
kebutuhan harus diperhitungkan terutama menyangkut kebutuhan organisasi. Dalam
penentuan kebutuhan adalah menyangkut proses memilih jenis dan menetapkan
prediksi jumlah kebutuhan persediaan barang/obat perjenisnya di apotek ataupun
rumah sakit. Penentuan kebutuhan obat di rumah sakit dapat dikatakan adalah
merupakan perincian yang kongkrit dan detail dari berpedoman kepada daftar obat
essensial, Formularium rumah sakit, standar terapi dan jenis-jenis penyakit di rumah
sakit yang bersangkutan, dengan mengutamakan obat-obat generik (berlogo).
b. Fungsi Penganggaran
Fungsi penganggaran adalah menyangkut kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk
merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar yaitu dengan
skala mata uang.
14
c. Fungsi Pengadaan
Fungsi pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan dalam fungsi perencanaan,
penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), maupun penganggaran. Di
dalam pengadaan dilakukan proses pelaksaan rencana pengadaan dari fungsi
perencanaan dan penentuan kebutuhan. Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat
dilakukan
dengan
pembelian,
pembuatan,
penukaran
ataupun
penerimaan
sumbangan. Kendala yang sering muncul dalam proses pengadaan, misalnya dalam
pemilihan pemasok,
mengirimkan obat
tidak
bermutu,
mendekati waktu
kadaluwarsa, tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan, kontrak kerja
kurang lengkap.
d. Fungsi Penyimpanan dan Penyaluran
Kegiatan dari penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan yang dilakukan petugas
secara mendasar dapat diuraikan berikut ini :
 Menerima barang/obat dan dokumen-dokumen pendukungnya, antara lain surat
pesanan/surat kontrak, surat kiriman, faktur obat/barang.
 Memeriksa barang/obat dengan dokumen-dokumen yang bersangkutan baik dari
segi jumlah, mutu, kadaluwarsa, merk, harga dan spesifikasi lain yang
diperlukan. Pentingnya meniliti barang-barang adalah sangat perlu untuk
menjamin kebenaran dari spesifikasi, kuantitas dan kualitas barang yang
diterima.
 Menyimpan barang/obat sesuai ketentuan yaitu Perlu diperhatikan lokasi dari
tempat penyimpanan di gudang dan menjamin bahwa barang/obat yang disimpan
15
mudah diperoleh dan mengaturnya sesuai penggolongan barang, kelas terapi
obat/khasiat obat sesuai abjad. Perlu diperhatikan untuk obat-obat dengan syarat
penyimpanan khusus.
 Memeriksa (secara berkala) dan menjaga barang/obat dari kerusakan/hilang yang
merupakan fungsi dari pemeliharaan dan pengendalian (controlling).
 Memilih dan melakukan pengepakan untuk persiapan pengiriman barang/obat
dan menyiapkan dokumen-dokumennya.
 Mengirim
barang/obat
dengan
dokumen-dokumen
pendukungnya
dan
mengarsipkannya (surat permintaan barang, surat pengiriman, faktur barang).
 Mengadministrasikan keluar masuknya barang dengan tertib.
 Menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja dan tempat penyimpanan/gudang.
e. Fungsi Penghapusan
Untuk obat dalam fungsi penghapusan merupakan salah satu dari tugas professional
seorang apoteker untuk menetapkan apakah obat yang menjadi tanggung jawabnya
sudah tidak layak untuk diedarkan dan harus dihapus/dimusnahkan (rusak, khasiat
sudah diragukan, expired date, dan lain-lain).
f. Fungsi Pengawasan
Semua kegiatan di dalam siklus logistik selalu dilakukan pengawasan mulai dari
fungsi perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran,
pemeliharaan dan penghapusan. Fungsi ini merupakan fungsi inti dari pengelolaan
perlengkapan yang meliputi usaha untuk mengawasi dan mengamankan keseluruhan
pengelola logistik. Dalam fungsi ini diantaranya terdapat pengendalian persediaan
(inventory control) yang merupakan unsur-unsur utamanya.
16
Adapun skema dari fungsi manajemen logistik dapat digambarkan seperti di bawah ini:
Perencanaan
Penghapusan
Penganggaran
Pengendalian (control)
Pendistribusian
Pengadaan
Penyimpanan
Gambar 2. 1 Fungsi-fungsi Manajemen Logistik
Sumber: Subagya , 1995
2.4
Pendekatan Sistem
Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai
unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu
kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila
prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan
pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama
pendekatan sistem (system approach) (Azwar, 1996).
Menurut Azwar (1996) ciri-ciri sistem dibedakan atas lima macam yaitu :
a.
Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling
berhubungan dan mempengaruhi yang kesemuanya membentuk suatu kesatuan,
17
dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama yang telah
ditetapkan.
b.
Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian atau elemen yang
membentuk suatu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan
menjadi keluaran yang direncanakan.
c.
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerjasama secara bebas
namun
terkait,
dalam
arti
terdapat
mekanisme
pengendalian
yang
mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan.
d.
Sekalipun sistem merupakan suatu kesatuan yang terpadu, bukan berarti ia
tertutup terhadap lingkungan.
Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen tersebut adalah suatu yang
mutlak harus ditemukan, yang jika tidak demikian, maka tidak ada yang disebut dengan
sistem tersebut. Bagian atau elemen tersebut banyak macamnya, yang jika
disederhanakan dapat dikelompokan sebagai berikut (Azwar, 1996) :
1.
Masukan (Input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Yakni
tenaga, dana, sarana dan metoda atau dikenal pula dengan istilah sumber, tata
cara, dan kesanggupan
2.
Proses (Process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan.
3.
Keluaran (Output) kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dari sistem.
18
4.
Umpan Balik adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran
dari sistem dan skaligus sebagai masukan bagi system tersebut.
5.
Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.
6.
Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi
mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
2.5
Persediaan
Persediaan atau inventory merupakan elemen utama dari modal kerja yang
merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus–menerus
mengalami perubahan. Masalah investasi dalam inventory merupakan masalah
pembelanjaan aktif, seperti halnya investasi dalam aktiva-aktiva lainnya. Masalah
penentuan besar kecilnya investasi atau alokasi modal dalam inventory mempunyai efek
langsung terhadap keuntungan perusahaaan. Kesalahan dalam penetapan besarnya
investasi dalam inventory akan menekan keuntungan perusahaan.
Adanya investasi atau persediaan dalam inventory yang terlalu besar
dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar
biaya penyimpanan dan
pemeliharaan di gudang, memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan,
turunnya kualitas, keusangan, sehingga semuanya akan memperkecil keuntungan
perusahaan. Demikian pula sebaliknya, adanya investasi yang terlalu kecil dalam
inventory akan mempunyai efek yang menekan keuntungan juga, karena kekurangan
material, perusahaan tidak dapat bekerja dengan luas sehingga tidak menghasilkan
produksi yang optimal.
Menurut Rangkuti (2002) dikatakan bahwa persediaan adalah suatu aktiva yang
meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu
19
periode tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses
produksi maupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu
proses produksi.
Di rumah sakit persediaan obat sangat diperlukan dalam pelayanan pasien,
manajemen persediaan yang kurang baik menyebabkan jumlah persediaan menumpuk
atau tidak dapat melayani pasien karena kekurangan obat (stock out). Kekurangan atau
kelebihan persediaan obat di rumah sakit merupakan gejala yang kurang baik.
Kekurangan berakibat larinya langganan sedangkan kelebihan persediaan berakibat
pemborosan atau tidak efesien. Oleh karena itu, manajemen persediaan berusaha
mencapai keseimbangan antara kekurangan dan kelebihan persediaan dalam suatu
periode perencanaan yang mengandung resiko ketidakpastian.
Menurut Handoko (2000) efisiensi operasional suatu organisasi dapat
ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan, fungsi-fungsi tersebut antara
lain :
a. Fungsi Decoupling
Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi perusahaan internal dan
eksternal
mempunyai
kebebasan.
Persediaan decoupling ini
memungkinkan
perusahaan dapat memenuhi permintan langganan tanpa tergantung pada supplier.
b. Fungsi Economic Lot Sizing
Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan (potongan pembelian,
biaya pengangkutan per unit lebih murah, dsb), karena perusahaan melakukan
pembelian dalam kuantitas yang lebih besar dibandingkan dengan biaya-biaya yang
timbul karena besarnya persediaan ( biaya sewa gudang, investasi dan resiko, dsb ).
20
c. Fungsi Antisipasi
Perusahaan sering menghadapi fluktuasi permintaan, yang dapat diperkirakan atau
diramalkan berdasarkan pengalaman atau data data masa lalu. Selain itu, perusahan
juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan
akan barang barang selama periode pemesanan kembali, sehingga memerlukan
kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman (safety
inventories ). Pada
kenyataannya,
persediaan
pengaman merupakan pelengkap
fungsi decoupling. Persediaan antisipasi ini penting agar proses produksi tidak
terganggu.
Selain fungsi fungsi di atas, menurut Herjanto (1997) terdapat enam fungsi
penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, antara
lain :
a. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang
dibutuhkan perusahaan.
b. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
c. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
d. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan
tidak akan kesulitan bila bahan tersebut tidak tersedia di pasaran.
e. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas (Quantity
discount ).
21
Dalam pengambilan keputusan tentang persediaan baik jumlah maupun waktu
pemesanannya harus memperhatikan dan mempertimbangkan biaya-biaya variabel
sebagai berikut :
a. Biaya Penyimpanan (Holding Cost/Carrying Cost)
Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang
dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang
termasuk
sebagai
biaya
penyimpanan
adalah
biaya-biaya
fasilitas-fasilitas
penyimpanan (penerangan, pemanas, pendingin ruangan, cold storage, dan lain-lain),
biaya modal (opportunity cost of capital) yaitu alternatife pendapatan atas dana yang
diinvestasikan dalam persediaan, biaya keuangan, biaya asuransi persediaan, biaya
pajak persediaan, dan biaya pengelolaan/administrasi penyimpanan.
b. Biaya Pemesanan (Order Cost)
Setiap kali suatu bahan/obat dipesan, akan menanggung biaya pemesanan. Biaya ini
meliputi pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi, biaya telepon, surat menyurat,
upah, biaya pengepakan dan penimbangan, biaya pemeriksaan penerimaan, biaya
pengiriman ke gudang, dan lain-lain. Biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah
per item barang yang dipesan setiap kali pemesanan. Biaya pemesanan dipengaruhi
frekuensi pesanan per periode kegiatan.
c. Biaya Penyiapan (Industri Farmasi/Pabrik)
Apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri pabrik menanggung biaya
penyiapan (Set Up Cost) untuk memproduksi komponen tertentu seperti biaya mesinmesin tidak terpakai, biaya persiapan tenaga kerja langsung, biaya penjadwalan,
biaya ekspedisi dan sebagainya.
22
d. Biaya Kehabisan atau Kekurangan Bahan (Shortage Cost)
Biaya ini terjadi apabila persediaan tidak mencukupi terhadap permintaan atas bahan
tersebut. biaya ini meliputi kehilangan penjualan, kehilangan langganan, adanya
biaya karena pemesanan khusus, biaya ekspedisi, biaya karena terganggunya operasi,
biaya kegiatan administrasi, dan lain-lain. Dalam prakteknya, biaya ini sulit diukur
karena sulit diperkirakan secara objektif.
2.6
Pengendalian Persediaan
Pengendalian terhadap persediaan merupakan hal yang sangat penting dalam
sistem
persediaan,
karena
pengendalian
persediaan
adalah
aktivitas
untuk
mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat tertentu yang diinginkan, dengan
demikian adanya pengendalian persediaan dapat menjamin tersedianya barang-barang
untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen (Sumayang, 2003).
Menurut Seto (2008) pengendalian persediaan merupakan tindakan yang sangat
penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan yang diharuskan
serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali
Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan
persediaan bahan-bahan agar dapat menjamin kelancaran proses produksi atau
persediaan obat di apotek dan farmasi rumah sakit agar menjamin kelancaran pelayanan
pasiennya, secara efektif dan efisien. Pengendalian persediaan yang efektif adalah
mengoptimalkan dua tujuan yaitu memperkecil total investasi pada persediaan obat dan
menjual berbagai produk yang benar untuk memenuhi permintaan konsumen.
Pengendalian persediaan yang dikenal juga dengan inventory control adalah
bagaimana fungsi tersebut dapat dilaksanakan secara efektif. Hal yang dicapai apabila
23
dapat ditemukan jawaban yang benar atas tiga pertanyaan berikut : berapa banyak suatu
item obat/barang akan dipesan pada suatu waktu, kapan dilakukan pesanan ulang
terhadap item tersebut, dan yang mana dari item-item obat perlu dilakukan
pengendalian.
Adapun tujuan pengendalian persediaan menurut Rangkuti (2002) yaitu :
a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan.
b. Supaya pembentukan persediaan stabil.
c. Pemesanan yang ekonomis
d. Menghindari pembelian kecil-kecilan.
Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa pengendalian persediaan sangat
penting bagi sebuah perusahaan untuk menjaga kontinuitas persediaan barang dengan
pemesanan jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal.
Namun sebelum pengendalian persediaan mengenai jumlah optimal tingkat persediaan
perlu dilakukan dahulu pengendalian persediaan berdasarkan skala prioritas yang disebut
dengan analisis Always Better Control (ABC).
2.7
Metode Pengendalian Persediaan
2.6.1 Analisis Always Better Control (ABC)
Pengendalian persediaan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain
dengan menggunakan analisis nilai persediaan. Dalam analisis ini, persediaan dibedakan
berdasarkan nilai investasi yang terpakai dalam satu periode. Biasanya, persediaan
dibedakan dalam tiga kelas, yaitu A, B, dan C, sehingga analisis ini dikenal sebagai
klasifikasi ABC.
24
Klasifikasi ABC diperkenalkan oleh HF Dickie pada tahun 1950-an. Klasifikasi
ABC merupakan aplikasi persediaan yang menggunakan prinsip Pareto: the critical few
and the triuvial many. Idenya untuk memfokuskan pengendalian persediaan kepada item
(jenis) persediaan yang bernilai tinggi (critical) daripada yang lebih rendah (trivial).
Klasifikasi ABC membagi persediaan dalam tiga kelas berdasarkan atas nilai persediaan.
Dengan mengetahui kelas-kelas itu, dapat diketahui item persediaan tertentu yang harus
mendapat perhatian lebih intensif dan serius dibandingkan item yang lain.
Dalam manajemen farmasi di rumah sakit, pengelompokkan obat melalui analisis
ABC merupakan salah satu metode ilmiah untuk penerapan kebijakan yang relevan
terhadap pengendalian persediaan dengan cara mengurutkan dan mengelompokkan jenis
barang (Rangkuti, 2002). Analisis ABC ini dapat mengklasifikasikan seluruh jenis
barang berdasarkan tingkat kepentingannya. Analisis persediaan ABC biasanya dibuat
berdasarkan besar kecilnya nilai uang barang terhadap investasi total tahunan barang
yang disimpan. Barang yang nilai uangnya kecil dibandingkan nilai total persediaan
meskipun jumlah unitnya besar, tidak akan memerlukan pengawasan yang sangat ketat,
akan
tetapi
memerlukan
biaya
pengawasan
lebih
besar
dibandingkan
nilai
persediaannya. Demikian juga untuk kondisi sebaliknya, sehingga pihak manajemen
dapat mengalokasikan sumber daya pengawasaannya lebih efektif. Barang-barang yang
disimpan dalam sistem persediaan dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu A, B, dan C
menurut kriteria-kriteria umum sebagai berikut :
1. Kelas A adalah persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang tinggi.
Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya
sedikit, bisa 20% dari seluruh item. Persediaan yang termasuk dalam kelas ini
25
memerlukan perhatian yang tinggi dalam pengadaannya karena berdampak pada
biaya yang tinggi. Pemeriksaan dilakukan secara intensif.
2. Kelas B adalah persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang menengah.
Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30%
dari jumlah item. Disini diperlukan teknik pengendalian yang moderat.
3. Kelas C adalah barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah,yang hanya
mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50% dari
jumlah item persediaan. Disini diperlukan teknik pengendalian yang sederhana,
pemeriksaan hanya dilakukan sekali-kali.
Menurut Yuliasari (2008) secara garis besar menyimpulkan :
1. Kelompok A memerlukan pemantauan ketat, sistem pencatatan yang akurat dan
lengkap, serta peninjauan tetap oleh pengambil keputusan yang berpengaruh.
2. Kelompok B memerlukan pengendalian yang tidak terlalu ketat, sistem pencatatan
yang cukup baik dan peninjauan yang berkala.
3. Kelompok C memerlukan pemantauan yang sederhana, sistem pencatatan yang
sederhana atau tidak menggunakan sistem pencatatan dan jumlah persediaan banyak
dilakukan.
Adapun tahapan-tahapan dalam analisis ABC adalah sebagai berikut:
1. Membuat daftar/list dari semua item dan mencantumkan harganya
2. Memasukkan jumlah kebutuhannya dalam periode tertentu
3. Mengalikan harga dan jumlah kebutuhan
4. Menghitung persentase harga dari masing-masing item
5. Mengatur daftar secara descending dengan harga tertinggi berada di atas
26
6. Menghitung persentase kumulatif dari setiap item terhadap total harga
7. Menentukan klasifikasinya A, B atau C
Prinsip ABC ini dapat diterapkan dalam pengelolaan pembelian, inventory,
penjualan dan sebagainya. Dalam organisasi penjualan, analisis ini dapat memberikan
informasi terhadap produk-produk utama yang memberikan keuntungan/revenue
terbesar bagi perusahaan. Pihak manajemen dapat meneruskan konsentrasi terhadap
produk ini, sambil mencari strategi untuk mendongkrak penjualan kelompok B.
Pengendalian dari masing-masing kelompok barang secara ringkas adalah sebagaimana
dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Pengelompokan Barang Menurut Klasifikasi ABC
Kelompok A
Kelompok B
Kelompok C
Pengendalian
Ketat
Moderat
Longgar
Pelaporan
Ketat dan rinci
Ketat dan rinci
Biasa
Penyimpanan
Rapat
Baik
Biasa
Monitoring
Terus menerus
Kekurangan persediaan
Sedikit dilakukan
Persediaan
Tidak ada / sedikit
Moderat (2-3 bulan)
2-6 bulan
Pengecekan
Ketat
Dasar
pada
kebutuhan
2.6.2
perubahan Tidak
perlu
sedikit dilakukan
Metode Economic Order Quantity (EOQ)
Metode Economic Order Quantity (EOQ) ini merupakan metode pengendalian
persediaan yang relatif mudah untuk dilakukan. EOQ atau yang disebut juga dengan
model Jumlah Pemesanan Ekonomis dapat menjawab pertanyaan berapa banyak barang
atau
27
yang harus dipesan dalam periode waktu tertentu. Jumlah yang dipesan hendaknya
menghasilkan biaya yang minimal dalam persediaan. Untuk itu dilakukan usaha–usaha
untuk memperkecil biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya–biaya penyimpanan
(carrying cost) atau biaya tahunan yang dipergunakan untuk menangani persediaan
barang tertentu dan jumlah yang dipesan mencukupi kebutuhan perusahaan.
Ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode EOQ
ini, asumsi tersebut diantaranya (Heizer dan Render, 2005):
1. Tingkat permintaan diketahui, tetap, dan terus-menerus.
2. Lead time yaitu waktu antara pemesanan sampai dengan pesanan datang diketahui
dan konstan. Penerimaan persediaan bersifat seketika dan lengkap atau pesanan
datang dalam waktu yang sama
3. Diskon (potongan harga) tidak memungkinkan
4. Biaya variabel yang ada hanyalah biaya pengaturan atau pemesanan dan biaya
penyimpanan persediaan dari waktu ke waktu.
5. Kosongnya persediaan (kekurangan) dapat dihindari sepenuhnya jika pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat.
Untuk menghitung EOQ, ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu
(Render & Stair, 1997) :
1. Mengembangkan persamaan untuk menghitung biaya pemesanan tahunan (ordering
cost)
Variabel yang digunakan untuk menentukan biaya pemesanan tahunan terdiri dari
jumlah kebutuhan unit/barang dalam satu tahun (D), jumlah jumlah barang/bahan
28
yang dipesan (Q), dan biaya setiap kali pemesanan (Co) sehingga biaya pemesanan
tahunan dapat dirumuskan sebagai berikut.
Biaya pemesanan tahunan
o
2. Mengembangkan persamaan untuk menghitung biaya penyimpanan tahunan (holding
cost)
Variabel ini digunakan untuk menentukan biaya penyimpanan tahunan adalah jumlah
persediaan rata-rata (diperoleh dari Q dibagi dua) dan biaya penyimpanan per unit per
tahun. Dengan demikian, biaya penyimpanan tahunan dapat dirumuskan sebagai
berikut.
Biaya penyimpanan tahunan
3. Menghitung jumlah pemesanan ekonomis/Economic Order Quantity (EOQ)
Bila semua asumsi EOQ telah terpenuhi, maka total biaya persediaan akan menjadi
minimal bila biaya pemesanan tahunan sama dengan (equal to) (Render et.al, 2005)
atau seimbang (balance) (Ozcan, 2005) dengan biaya penyimpanan tahunan. Dengan
demikian, rumus untuk menghitung jumlah pemesanan ekonomis (EOQ) diperoleh
dengan menggunkan persamaan berikut (Render et.al, 2006).
Biaya pemesanan tahunan
= Biaya penyimpanan tahunan
o
Co
Q²
EOQ
=
= Q²
=
2 DCo
Ch
= Q* = √
2 DCo
Ch
29
Berdasarkan rumus tersebut, maka dalam perhitungan EOQ diperlukan tiga
variabel yaitu jumlah kebutuhan (permintaan) obat/barang dalam satu tahun (D), biaya
per pemesanan (Co) dan biaya penyimpanan per unit per tahun (Ch).
Berdasarkan rumus tersebut juga diketahui bahwa jumlah pemesanan ekonomis
berbanding lurus dengan jumlah permintaan (D) ataupun biaya pemesanan (Co). Bila D
atau Co meningkat, maka EOQ juga akan meningkat dan sebaliknya. Sedangkan
hubungan EOQ dengan biaya penyimpanan (Ch) adalah berbanding terbalik artinya
apabila biaya penyimpanan meningkat, maka EOQ akan menurun dan sebaliknya.
Secara umum, adanya perubahan variabel atau input awal (D, Co, Ch) akan
menyebabkan peningkatan atau penurunan nilai EOQ sebesar akar dari setiap variabel
atau input tersebut (Render et.al, 2006). Sebagai contoh, apabila Co menjadi 4 kali lipat,
maka EOQ akan meningkat menjadi 2 kali lipat.
Download