Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Baja

advertisement
 Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia
Juli 2014
Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Baja
Industri baja memainkan peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi. Baja merupakan
komponen umum pada beberapa sektor utama. Dalam infrastruktur, baja memberikan kontribusi
melalui baja struktural yang digunakan dalam pembangunan jembatan, jalan raya, bandara,
pelabuhan, kereta api, listrik dan telekomunikasi. Di sektor manufaktur, kontribusi utamanya sebagai
bahan baku untuk pembuatan mesin, yang merupakan barang modal. Baja merupakan bahan baku
untuk beberapa jenis industri seperti bantalan peluru, kabel, mobil, kapal, pesawat terbang dan untuk
berbagai barang konsumsi seperti kemasan. Selain itu, baja diperlukan untuk beberapa kegiatan
penting lainnya seperti penyediaan air, listrik dan gas/bahan bakar yang memiliki implikasi sosial yang
besar.
Dengan demikian, pertumbuhan sektor baja sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi serta sosial
secara keseluruhan. Secara empiris, terbukti adanya korelasi positif antara Produk Domestik Bruto
(PDB) per kapita terhadap konsumsi baja per kapita.
Permintaan baja domestik pada tahun 2013 tumbuh sejalan dengan tingkat pertumbuhan PDB.
Konsumsi nasional baja meningkat menjadi 12,6 juta ton (mt) dari 11,7 mt pada tahun 2012. Selama
periode tahun 2001-2013, industri baja telah tumbuh dengan rata-rata majemuk sebesar 8%.
Pertumbuhan ini membuat Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan tercepat keempat di dunia
dalam hal konsumsi baja, di belakang China, Uni Emirat Arab dan Turki (Sumber: OECD). Akhir-akhir
ini, industri baja dalam negeri menghadapi tantangan karena perlambatan industri baja global. Harga
baja global telah turun karena kelebihan pasokan, yang terjadi akibat perlambatan ekonomi global
sejak 2008-2009. Harga baja domestik juga tetap di kisaran yang sama sepanjang tahun lalu.
Sementara harga tetap terjaga, permintaan terus meningkat menjadi 12,6 mt pada 2013 dari 7,4 mt
pada 2009.
Konsumsi baja per kapita di Indonesia adalah 40 kilogram (kg) pada tahun 2012, meningkat sebesar
7,2% dari 37,3 kg pada tahun 2011 (Sumber: Asosiasi Besi dan Baja Industri Indonesia (IISIA) dan
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)). Konsumsi per kapita ini lebih rendah dibandingkan
dengan rata-rata konsumsi per kapita di negara Asia lainnya dan bahkan sangat kurang bila
dibandingkan dengan konsumsi dunia dengan rata-rata per kapita mencapai 217 kg per kapita. Hal ini
menunjukkan potensi permintaan baja yang signifikan jika pertumbuhan ekonomi global menemukan
kembali momentum. Terutama, bila dibandingkan dengan China dengan per kapita konsumsi baja
mencapai 477 kg (Sumber: Asosiasi Batubara Dunia) sehingga permintaan domestik memberikan
peluang yang besar untuk ekspansi. Bahkan, IISIA telah memproyeksikan peningkatan konsumsi per
kapita baja mencapai 100 kg dalam 5,5 tahun ke depan (tahun 2020). Dengan kondisi perekonomian
Indonesia yang stabil saat ini yang tumbuh sebesar 5,78% pada tahun 2013, permintaan baja
diperkirakan akan berlipat ganda di masa depan ketika ekonomi global pulih sehingga kontribusi dari
sektor baja untuk ekonomi selama beberapa tahun ke depan akan menjanjikan.
Indonesia menempati urutan ke-36 sebagai produsen terbesar baja di dunia dengan perkiraan
produksi baja mentah sebesar 3,7 mt pada tahun 2012 (Laporan World Steel Organization, 2013).
Seluruh baja primer di negara ini diproduksi oleh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) yang
merupakan produsen satu-satunya di Indonesia. Industri ini juga ditandai dengan kehadiran lebih dari
300 pemain sekunder dengan berbagai ukuran, yang kebutuhan bahan bakunya dipenuhi antara lain
dengan mengimpor besi bekas, billet, dan lain-lain. Indonesia adalah negara pengimpor baja dengan
ICRA Indonesia 6 mt impor dari kebutuhan total sekitar 17,4 mt. Namun, pada tahun 2016, industri baja Indonesia
diperkirakan akan menghasilkan 12 mt baja dengan adanya kapasitas tambahan yang dilakukan oleh
KRAS melalui joint venture dengan POSCO selama periode tersebut, dan diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan impor yang akan memperkuat pasar domestik.
Sektor baja mempekerjakan lebih dari 300.000 orang di berbagai level dan di seluruh rantai produksi,
dan mampu menghasilkan baja mentah dan produk baja sebanyak 10 mt per tahun (Laporan
Sekretariat OECD, 2013).
Karena tergantung pada pasar internasional untuk bahan baku, permintaan dan pasokan baja
menjadi rentan terhadap siklus bisnis industri pengguna akhir serta tren ekonomi di pasar dunia. Ini
tercermin dalam volatilitas harga baja dan kerentanan profitabilitas dan arus kas para pemain industri
baja. Ketidakpastian ini merupakan tantangan untuk proses pemeringkatan dalam memprediksi pola
arus kas perusahaan di masa depan yang merupakan bagian integral dari analisis tingkat proteksi
kredit, yang mungkin akan banyak dipengaruhi oleh posisi siklus industri pada saat dilakukan
pemeringkatan. Namun, kerangka pemeringkatan ICRA Indonesia berfokus pada kualitas kredit
fundamental perusahaan dan berusaha untuk mengevaluasi profil risiko kredit di berbagai macam
siklus industri baja.
Kerangka analisis risiko untuk perusahaan baja
Tulisan ini menyoroti beberapa faktor kunci yang secara khusus dievaluasi ketika menilai kualitas
kredit dari suatu perusahaan baja. Untuk kemudahan analisis, faktor-faktor ini dapat dikelompokkan
sebagai berikut:





Efisiensi biaya
Skala operasi dan keragaman produk/pasar
Risiko proyek baru
Kesehatan keuangan
o Profitabilitas
o Hutang dan arus kas
o Risiko yang berhubungan dengan valuta asing
o Kesenjangan jatuh tempo dan risiko yang terkait dengan suku bunga dan
pembiayaan kembali
o Rekam jejak pembayaran hutang
o Kewajiban kontinjensi/eksposur di luar buku
o Analisis keuangan konsolidasi
o Kecukupan arus kas masa depan
Kualitas manajemen dan tata kelola perusahaan
Daya saing perusahaan
Daya saing biaya
Karakter baja yang merupakan produk dari aktivitas bisnis berbasis komoditas menjadikan efisiensi
biaya produksi faktor penting dalam menentukan kualitas kredit fundamental produsen baja. Pasar
baja Indonesia dipengaruhi oleh tren baja global mengingat posisinya sebagai pengimpor bersih (net
importer).
Oleh karena itu, para produsen baja perlu memiliki biaya yang kompetitif secara internasional untuk
tetap untung di berbagai siklus bisnis. Selain itu, permintaan baja bergantung pada pertumbuhan
ekonomi secara umum, siklus bisnis dari industri pengguna akhir dan faktor eksternal lainnya yang
tetap dinamis. Akibatnya, produsen baja secara umum tetap sebagai pengambil harga dari pelanggan
mereka yang memiliki posisi tawar yang lebih baik, dan oleh karena itu biaya produksi yang lebih
rendah diperlukan untuk menjaga imbal hasil (margin). Secara keseluruhan, biaya bahan baku
ICRA Indonesia Page 2 of 6
merupakan komponen terbesar dan karena itu menjadi penggerak terpenting bagi profitabilitas
perusahaan baja. Kepastian bahan baku melalui hubungan yang baik dengan pemasok dan struktur
biaya yang terlindung dari fluktuasi harga merupakan kredit yang positif. Misalnya, harga baja billet
tercatat tinggi di USD 1.004 per ton pada Agustus 2008, sesaat sebelum krisis ekonomi global, dan
turun tajam ke USD 340 per ton dalam sembilan bulan berikutnya. Setelah itu, butuh lebih dari dua
tahun untuk mencapai USD 675 per ton pada Oktober 2011. Saat ini, harga telah turun lagi menjadi
USD 528 per ton (Mei 2014, sumber: http://www.steelonthenet.com). Selama periode siklus yang
tajam, akan ada perubahan besar dalam struktur biaya produsen dalam jangka sangat pendek.
Dengan demikian, produsen yang tanpa didukung pesanan dalam produksinya akan mengalami
penurunan margin yang besar.
Ketersediaan input tambahan juga memainkan peran penting. Bijih besi (produsen primer) atau besi
spons (produsen sekunder) adalah salah satu komponen penting yang dibutuhkan dalam pembuatan
baja. Selanjutnya, produsen baja sekunder terutama memproduksi menggunakan Electric Arc
Furnace (EAF) atau Induction Furnace (IF) yang membutuhkan sejumlah besar pasokan listrik secara
terus-menerus, sementara produsen baja primer terutama menggunakan Blast Furnace (BF) atau
EAF dalam pembuatan baja dan secara substansial tergantung pada ketersediaan batu arang secara
tepat waktu. Integrasi vertikal ke jaminan bahan baku menghasilkan keuntungan biaya yang signifikan
dibandingkan dengan yang tak terintegrasi karena lebih tahan terhadap tekanan harga produk jadi
dalam siklus yang menurun. ICRA Indonesia berfokus pada pengaturan pengadaan bahan baku
produsen baja dan tingkat integrasi vertikal.
Harga besi bekas, yang kurang-lebih merupakan separuh biaya produsen baja sekunder, biasanya
bergerak seiring dengan harga baja dan dengan demikian pemain sekunder yang proporsi
penggunaan besi bekasnya lebih besar memiliki volatilitas margin yang lebih rendah. Produsen besi
spons, di sisi lain, tergantung pada biaya dan ketersediaan batubara thermal, selain bijih besi. Jika
pemain besi spons juga memiliki fasilitas pembangkit listrik berbahan bakar limbah-panas yang
dihasilkan, itu dipandang positif oleh ICRA Indonesia karena ketersediaan tenaga murah untuk
operasional mereka.
Biaya transportasi
Bisnis baja merupakan bisnis yang padat bahan baku dengan satu metrik ton baja membutuhkan
hampir empat metrik ton bahan baku. Hal ini membuat biaya pengiriman merupakan bagian yang
sangat penting dalam struktur biaya keseluruhan suatu perusahaan baja. Kedekatan pabrik baja ke
pelabuhan akan menjaga biaya angkut tetap rendah dan dengan demikian mempengaruhi margin
keuntungan secara positif. Untuk produsen baja primer, kedekatan dengan sumber bahan baku
meningkatkan posisi kompetitif dalam bentuk biaya bahan baku yang lebih rendah dan manajemen
persediaan yang lebih baik.
Skala usaha dan keragaman produk/pasar
Produsen baja lebih terhindar dari volatilitas siklus jika memiliki posisi pasar yang kuat, skala operasi
yang besar dan bauran produk yang beragam. Biasanya skala operasional yang besar dan
terdiversifikasi menghasilkan arus kas yang lebih dapat diandalkan dibandingkan skala operasi yang
lebih kecil dengan lini produk lebih terkonsentrasi pada sektor komoditas. Perusahaan dengan basis
pendapatan besar memiliki keuntungan skala ekonomi yang melekat pada posisi mereka yang
membuat mereka lebih tahan terhadap siklus industri. Skala ekonomi menghasilkan kontrol biaya
yang lebih baik melalui posisi tawar yang lebih tinggi terhadap pemasok bahan baku dan pelanggan.
Perusahaan besar juga cenderung memiliki akses yang lebih baik ke pasar modal sehingga
mengurangi biaya modal, memiliki fleksibilitas keuangan yang lebih tinggi dan dapat mengambil
keuntungan yang berasal dari skala ekonominya.
Industri baja rentan terhadap siklus industri pengguna akhir. Namun, konsumen industri ini juga
beragam sehingga dampak siklus industri pengguna akhir dapat dikendalikan. Diversifikasi usaha
dalam hal segmen produk, basis pelanggan yang luas secara geografis dan dalam hubungan dengan
industri pengguna akhir dipandang sebagai faktor positif. Integrasi ke hilir meningkatkan nilai tambah
ICRA Indonesia Page 3 of 6
bisnis secara keseluruhan dan mengurangi tekanan persaingan. Selain itu, produsen baja yang
memiliki segmen produk panjang (long) dan datar (flat) sekaligus kurang terdampak oleh pasang
surut industri pengguna akhir tertentu karena kemampuannya untuk melayani berbagai sektor pada
waktu yang sama. Terlepas dari kenyataan bahwa baja adalah komoditas, pemberian merek untuk
berbagai kelas dipraktekkan oleh beberapa pemain di segmen produk tertentu. Kinerja yang
konsisten dari produk ini menyebabkan pelanggan tetap lengket dan loyal terhadap merek dari waktu
ke waktu. Kesesuaian dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), di samping berbagai standar
internasional seperti Society of American Engineers (SAE), British Standards, Japanese Industrial
Standards (JIS) dan lain-lain akan meningkatkan daya saing perusahaan dan karenanya
dipertimbangkan dalam memperkuat profil bisnis.
Risiko proyek baru
Mengingat konsumsi per kapita yang rendah serta upaya untuk mengurangi ketergantungan besar
pada impor, kapasitas baja terpasang di Indonesia diharapkan meningkat dalam jangka menengah
hingga panjang. Namun, proyek baja merupakan proyek sangat padat modal, dengan sekitar satu
miliar USD diperlukan untuk menyiapkan kapasitas awal satu juta metrik ton. ICRA Indonesia
mengevaluasi berbagai risiko yang terkait dengan proyek-proyek baja besar termasuk risiko
penyelesaian, pendanaan, teknologi dan penjualan, dan mengkaji dampaknya untuk memastikan
profil risiko kredit secara keseluruhan.
Kesehatan keuangan
Kekuatan keuangan produsen baja merupakan suatu pertimbangan penting dalam proses
pemeringkatan. Ketika menilai posisi keuangan produsen baja, ICRA Indonesia mengulas kebijakan
akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, catatan terhadap akun dan komentar auditor yang
merupakan bagian dari laporan tahunan. Setiap penyimpangan dari Standar Akuntansi Indonesia
(dikenal sebagai "PSAK") dicatat dan laporan keuangan perusahaan disesuaikan untuk
mencerminkan dampak dari penyimpangan tersebut dan juga untuk dibandingkan terhadap pemain
lain di industri. Terlepas dari kuatnya neraca keuangan yang menentukan kemampuan perusahaan
untuk menahan siklus penurunan yang dalam, ICRA Indonesia juga mengevaluasi profitabilitas dan
kemampuan menghasilkan arus kas serta sumber-sumber fleksibilitas keuangan yang tersedia bagi
perusahaan untuk mengevaluasi profil keuangan secara keseluruhan.


Profitabilitas
Profitabilitas produsen baja primer utamanya merupakan fungsi dari struktur biaya dan
bauran produk. Namun industri baja memiliki siklus sehingga profitabilitas bervariasi secara
signifikan sepanjang siklus. Dengan demikian, produsen yang memiliki struktur biaya yang
lebih baik daripada pemain lain pada umumnya dapat diharapkan untuk tetap membukukan
keuntungan di berbagai siklus.
Hutang dan arus kas
Seperti pada perusahaan di industri komoditas lainnya yang memiliki siklus harga, tingkat
hutang (leverage) yang rendah dipandang positif bagi produsen baja. Selain melindungi arus
kas produsen dengan beban pembayaran hutang yang lebih rendah, terutama dalam kondisi
tertekan, tingkat hutang yang rendah juga memberikan fleksibilitas keuangan yang lebih
besar kepada produsen baja untuk mengakses dana dari sumber-sumber kelembagaan.
Selain struktur modal, ICRA Indonesia memberikan perhatian khusus pada indikator
kecukupan pembayaran hutang (coverage) saat mengevaluasi kesehatan keuangan
perusahaan baja termasuk kemampuan membayar beban bunga (interest coverage) serta
laba operasi dan kas bersih akrual dibandingkan dengan total hutang. ICRA Indonesia sangat
memperhatikan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam kondisi
tertekan. Semakin kuat kinerja perusahaan dalam berbagai skenario proyeksi yang wajar
akan semakin baik dari perspektif evaluasi kredit. ICRA Indonesia juga kritis melihat sumber
fleksibilitas keuangan yang tersedia untuk suatu perusahaan yang bisa dalam bentuk, antara
ICRA Indonesia Page 4 of 6
lain, ketersediaan dari portofolio aset keuangan yang liquid, kepentingan strategis
perusahaan dalam Grupnya beserta kekuatan keuangan Grup tersebut.

Risiko yang berhubungan dengan valuta asing
Manajemen risiko valuta asing memainkan peran penting dalam operasional produsen baja
Indonesia mengingat fakta bahwa sebagian besar bahan baku termasuk besi bekas masih
diimpor. Dalam hal produsen membeli besi bekas dari pedagang lokal, mereka dapat
terlindung dari risiko nilai tukar yang meningkat. Harga jual, bahkan jika perusahaan menjual
produk di dalam negeri, terkait dengan nilai tukar, karena biasanya mengacu kepada biaya
masuknya impor. Risiko mata uang asing juga dapat timbul dari kewajiban yang tidak
terlindungi, terutama untuk perusahaan dengan kewajiban yang didominasi dalam mata uang
asing non-USD mengingat pasar valutanya terbatas. Analisis ICRA Indonesia juga berfokus
pada kebijakan lindung nilai perusahaan yang bersangkutan dengan konteks jangka waktu
dan sifat kontrak dengan rekanan (jangka pendek/jangka panjang, harga tetap/harga
variabel).

Kesenjangan jatuh tempo dan risiko terkait dengan suku bunga dan pembiayaan
kembali
Ketergantungan yang besar pada pinjaman jangka pendek untuk mendanai investasi jangka
panjang dapat mengekspos perusahaan pada risiko pembiayaan kembali yang signifikan,
terutama selama periode likuiditas yang ketat. Keberadaan penyangga berupa aktiva likuid
atau fasilitas perbankan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dipandang positif.
Demikian pula sejauh mana perusahaan bisa dipengaruhi oleh pergerakan suku bunga
dievaluasi.

Rekam jejak pembayaran hutang
Rekam jejak pembayaran hutang perusahaan merupakan masukan penting untuk setiap
pemeringkatan kredit. Setiap keterlambatan atau default di masa lalu dalam pelunasan
pembayaran pokok atau bunga mengurangi tingkat kenyamanan sehubungan dengan
kemampuan dan kesediaan membayar hutang di masa depan.

Kewajiban kontijensi/eksposur di luar buku
Dalam kasus ini, kemungkinan pelimpahan kewajiban kontinjensi/eksposur di luar buku (offbalance sheet) dan implikasi keuangannya dievaluasi.

Analisis laporan keuangan konsolidasi
Dalam kasus grup yang terdiri dari perusahaan dengan hubungan keuangan dan operasional
yang kuat, berbagai parameter seperti struktur modal, indikator kecukupan pembayan hutang
dan kebutuhan pendanaan di masa depan dinilai pada tingkat konsolidasi/grup.

Kecukupan arus kas di masa depan
Karena tujuan utama dari pelaksanaan pemeringkatan adalah untuk menilai kemampuan
pembayaran hutang perusahaan, ICRA Indonesia membuat proyeksi keuangan perusahaan
yang paling mungkin dalam berbagai skenario. Selain itu, ICRA Indonesia memperhitungkan
komitmen perusahaan terhadap perusahaan lain dalam grup, usaha baru dan investasi pada
anak perusahaan. Selanjutnya, arus kas diproyeksikan setelah memperhitungkan tingkat
penggunaan kapasitas perusahaan dan kemungkinan harga bahan baku dan produk jadi,
perkiraan pertumbuhan, jadwal pembayaran hutang, kebutuhan pendanaan dan pilihan
sumber dana yang tersedia untuk itu. Arus kas ini kemudian digunakan untuk menentukan
kemampuan membayar hutang perusahaan di masa depan dalam berbagai skenario. Selain
proyeksi arus kas, rasio lain yang digunakan untuk menilai arus kas adalah kecukupan arus
kas operasinal untuk membayar beban bunga (interest coverage), membayar hutang (debt
coverage) dan belanja modal.
ICRA Indonesia Page 5 of 6
Kualitas manajemen dan tata kelola perusahaan
Kualitas manajemen merupakan salah satu faktor terpenting yang dievaluasi ICRA Indonesia dalam
menentukan peringkat. Tetapi faktor ini tidak berwujud dan sulit untuk diukur. Untuk produsen baja,
ICRA Indonesia melihat strategi manajemen dalam mengelola biaya perusahaan dan portofolio
produk. ICRA Indonesia juga mengevaluasi bagaimana manajemen merespon siklus industri atau
strategi yang diterapkan untuk mengurangi risiko yang timbul dari siklus tersebut. Secara umum,
rekam jejak kebijakan keuangan yang konservatif memberikan tingkat kenyamanan ekstra untuk
pemeringkatan.
Beberapa poin lain yang dinilai adalah:
–
–
–
–
–
–
Pengalaman pemegang saham/manajemen dalam lini bisnisnya
Komitmen pemegang saham/manajemen pada lini bisnisnya
Kebijakan penggunaan hutang, risiko tingkat suku bunga dan risiko mata uang
Rencana untuk proyek baru, akuisisi, diversifikasi dan lain-lain
Kekuatan dari perusahaan-perusahaan lain yang satu grup dengan perusahaan
Kemampuan dan kesediaan grup untuk mendukung perusahaan dengan langkah-langkah
seperti penyuntikan dana, jika diperlukan.
Kesimpulan
Peringkat kredit ICRA Indonesia merupakan representasi simbolis atas pendapat saat ini terhadap
risiko kredit relatif yang terkait dengan instrumen yang dinilai. Pendapat ini dihasilkan setelah
dilakukan evaluasi terhadap risiko bisnis dan keuangan perusahaan secara rinci, kekuatan daya
saingnya, kemungkinan arus kas selama umur instrumen yang dinilai dan kecukupan kas tersebut
untuk pembayaran hutang serta kualitas manajemen. Sebagai catatan untuk diperhatikan, untuk
perusahaan baja, perhatian khusus juga diberikan pada jaminan bahan baku, tingkat integrasi ke
hilir/hulu, keragaman produk, strategi manajemen untuk mengelola siklus penurunan usaha dan
pendekatan secara keseluruhan terhadap investasi dan pertumbuhan usaha.
© Copyright, 2014, ICRA Indonesia. All Rights Reserved.
Semua informasi yang tersedia merupakan infomasi yang diperoleh oleh ICRA Indonesia dari sumber-sumber yang dapat
dipercaya keakuratan dan kebenarannya. Walaupun telah dilakukan pengecekan dengan memadai untuk memastikan
kebenarannya, informasi yang ada disajikan 'sebagaimana adanya' tanpa jaminan dalam bentuk apapun, dan ICRA
Indonesia khususnya, tidak melakukan representasi atau menjamin, menyatakan atau menyatakan secara tidak
langsung, mengenai keakuratan, ketepatan waktu, atau kelengkapan dari informasi yang dimaksud. Semua informasi
harus ditafsirkan sebagai pernyataan pendapat, dan ICRA Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang
dialami oleh pengguna informasi dalam menggunakan publikasi ini atau isinya.
*)Diadopsi, dimodifikasi dan diterjemahkan dari rating methodology for steel company dari ICRA Limited.
ICRA Indonesia Page 6 of 6
Download