HUBUNGAN ANTARA SELF-MONITORING DENGAN KINERJA PADA TENAGA PENJUAL PT.BANK PERMATA, Tbk CABANG SEMARANG OLEH MARIA OKTAFIANTI 802010012 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 HUBUNGAN ANTARA SELF-MONITORING DENGAN KINERJA PADA TENAGA PENJUAL PT.BANK PERMATA, Tbk CABANG SEMARANG Maria Oktafianti Sutarto Wijono Jusuf Tjahjo Purnomo Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan self-monitoring terhadap kinerja para tenaga penjual bank, khususnya kinerja tenaga penjual bank Permata Semarang. Desain penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode angket (kuisioner). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang terdiri dari skala kinerja tenaga penjual (Behrman & Perreault, 1982) dan skala self-monitoring (Snyder & Gangestad, 1986). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga penjual pada bank Permata Semarang yang berjumlah 50 orang. Sampel diambil menggunakan teknik sampling jenuh. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik korelasi Pearson products moment. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien korelasi (r) 0,805 (p<0,01) yang berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-monitoring dengan kinerja. Hal ini berarti semakin tinggi self-monitoring maka semakin tinggi pula kinerja. Kata Kunci: Self-Monitoring dan Kinerja. i ABSTRAC This study was conducted to know the relationship of self-monitoring of the sales performance, especially on sales performance of Permata bank in Semarang. The design of this study used a quantitative approach and techniques of data collection in this study was conducted by questionnaire. Measuring instruments used in this study using a questionnaire consisting of sales performance scale (Behrman & Perreault, 1982) and self-monitoring scale (Snyder & Gangestad, 1986). The population in this study are all Permata bank’s sales in Semarang that totaling 50 people. Samples were taken using a saturation sampling. Data analysis technique used the correlation technique Pearson products moments. From the data analysis, the correlation coefficient (r) 0.805 (p <0.01), which means there is a significant positive relationship between self-monitoring of performance. When the score of selfmonitoring is high, the score of the performance is high too. Key word: Self-Monitoring and Performance ii PENDAHULUAN Ketatnya persaingan antar bank dalam era ekonomi global memacu masing-masing bank membuat strategi jitu untuk terus bertahan hidup serta menuntut perbankan untuk menjadi yang terdepan, tercepat dan terbaik dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Namun bukan berarti situasi seperti ini membuat bisnis perbankan dapat berkembang maju dengan sendirinya. Peranan tenaga penjual sangat dibutuhkan dan akan menentukan kesuksesan sebuah penjualan, kesuksesan tersebut ditandai dengan kemampuan tenaga penjual untuk membangun hubungan baik dengan pelanggan misalnya dengan mengembangkan kepuasan pelanggan, kepercayaan, dan berkomitmen (Schwepker, Good & Odneal, 2012). Berdasarkan hasil wawancara singkat secara informal yang dilakukan penulis pada bulan November 2013 terhadap 14 tenaga penjual bank Permata Semarang diketahui bahwa para tenaga penjual tersebut dalam waktu satu bulan tidak selalu dapat mencapai target perusahaan yang telah ditetapkan pada dirinya. Pada tanggal 25 Juni 2014 penulis memperoleh data dari pihak marketing bank Permata mengenai pencapaian target tenaga penjual bank Permata pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2014 di bagian funding dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang berjumlah 14 orang. Dari ke-14 orang tersebut diketahui hanya 5 tenaga penjual yang dapat mencapai target nominal yang ditetapkan. Dari data tersebut artinya hanya 35,71% saja tenaga penjual yang dapat mencapai target selama 6 bulan. 50% dari mereka mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan saat melakukan pendekatan terhadap calon nasabah karena kebanyakan nasabah terlalu banyak tuntutan, tidak mau tahu dengan kondisi pekerjaan mereka ketika membutuhkan layanan dan mereka sering mengalami penolakan saat menawarkan produknya. Hal ini membuat para tenaga penjual tersebut sering mengeluhkan pekerjaannya, 1 menjadi malas dalam menyelesaikan pekerjaannya, dan menimbulkan emosi negatif terhadap nasabah serta rekan kerjanya karena gagal dalam mencapai target yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Atas dasar fenomena tersebut dapat dipahami bahwa kinerja pada tenaga penjual bank Permata Semarang mengalami masalah, oleh sebab itu kinerja tenaga penjual bank menarik untuk diteliti. Kinerja tenaga penjual adalah bagian yang berfungsi sangat penting dalam memegang peranan dalam sebuah manajemen penjualan yang dapat memberikan pengaruh langsung pada hasil penjualan (Johnson & Bharadwaj, 2005). Kinerja tenaga penjual penting untuk diteliti karena kinerja dapat memberikan peran penting dalam mencapai strategi pemasaran industri dengan mengembangkan strategi dan produk. Penjual memainkan peranan penting dalam mempengaruhi pengembangan produk baru dan mengembangkan strategi pemasaran dengan memberikan ide-ide tentang inovasi produk yang diperoleh melalui transaksi dengan pelanggan (Saleh & Kamarudin, 2011). Apabila seorang tenaga penjual memiliki kinerja yang buruk atau rendah maka dapat dikatakan tenaga penjual tersebut tidak berkompeten. Pengaruh dari buruknya kinerja tenaga penjual tersebut dapat menghambat pertumbuhan penjualan produk dan profitabilitas sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi perusahaan (Ikechukwu, Okorie, Christopher, & Benson, 2011). Sementara itu melalui studi kasus pada tenaga penjual BPR Semarang yang dilakukan oleh Joko (2006) ditemukan jika semakin tinggi kinerja hasil tenaga penjual maka akan meningkatkan efektifitas penjualan perusahaan sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan perusahaan yang berhasil dan efektif dalam pencapaian target nominal yang sudah disepakati bersama. Malik (2011) dan Preko & Adjetey (2013) juga menemukan bahwa peningkatan kinerja karyawan juga berpengaruh pada loyalitas karyawan terhadap manajemen organisasi dan bisnis, sehingga dapat mempercepat efektivitas organisasi. 2 Adapun berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan yaitu motivasi kerja, kepuasan kerja, desain pekerjaan, komitmen, kepemimpinan, partisipasi, fungsi-fungsi manajemen, kejelasan arah karir, kompetensi, dan budaya organisasi (Sudarmanto, 2009). Selain itu keterampilan interpersonal dan keterampilan sosial yang dimiliki tenaga penjual dapat mempengaruhi kinerja penjualan (Ahmad, Sah & Kitchen, 2010; Moharam & Shawky, 2012). Kemudian selain faktor-faktor yang sudah disebutkan, Jawahar (2001) dan Day, Unckless, Schleicher & Hiller (2002) mengemukakan bahwa self-monitoring dapat memengaruhi performansi kerja (kinerja). Self-monitoring pada individu berperan dalam menentukan kesan apa yang ingin ditampilkan individu terhadap individu lain, sehingga individu dengan self-monitoring yang baik (High self-monitoring) akan lebih mudah beradaptasi, lebih mudah menjalin suatu hubungan yang baik antar individu. Sehingga pada akhirnya self-monitoring dapat mempengaruhi kinerja mereka. Berdasarkan fenomena yang didapatkan ketika tenaga penjual menawarkan produknya mereka mengalami kesulitan saat melakukan pendekatan terhadap calon nasabah dan sering kesal dengan nasabah serta rekan kerjanya. Atas dasar fenomena tersebut peneliti melihat bahwa terdapat masalah pada self-monitoring dalam diri tenaga penjual tersebut yang mempengaruhi kinerja mereka. Pentingnya self-monitoring bagi individu dalam dunia pekerjaan adalah untuk membentuk suatu organisasi yang berhasil melalui hasil kerja dan sikap-sikap yang dimiliki oleh pekerja. Dalam dunia pekerjaan self-monitoring berkaitan signifikan terhadap hasil kerja yang berhubungan dengan kinerja, kemajuan, kemampuan, perilaku kepemimpinan yang muncul dan beberapa sikap yang berhubungan dengan pekerjaan dalam diri pekerja (Day et.al, 2002). Oleh sebab itu penulis beranggapan bahwa self-monitoring yang dimiliki oleh tenaga penjual penting untuk diteliti guna membentuk satu perusahaan yang berhasil. 3 Pada suatu kesempatan Harmon, Hammond, Conrad, & Webster (2007) meneliti selfmonitoring yang dimiliki manajer penjualan dan membandingkan hasilnya dengan penelitianpenelitian sebelumnya terhadap tenaga penjual, seperti penelitian yang telah dilakukan Goolsby, Rosemary & Michael (1992) dan Durbinsky & Hartley (1986a, 1986b). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajer penjualan dengan kecenderungan self-monitoring yang tinggi mempunyai kinerja yang tinggi pula. Dengan self-monitoring yang tinggi ditemukan bahwa manajer penjualan mampu mempresentasikan dirinya dengan baik kepada pelanggan, sehingga dapat lebih peka terhadap respon pelanggan dan dapat memenuhi apa yang diinginkan oleh pelanggan. Penelitian sebelumnya oleh Goolsby et.al (1992) terkait dengan sifat-sifat adaptif dalam pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja penjualan, penelitian ini juga membuktikan bahwa sifat-sifat adaptif yaitu self-monitoring, androgini dan intrinsic reward orientation berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja. Dalam penelitiannya individu yang memiliki sifat-sifat adaptif tersebut lebih sensitif dalam interaksi sosial daripada individu lain yang tidak memilikinya, sehingga dikatakan lebih mampu menyesuaikan diri secara psikologis. Dengan sensitivitas ini, individu yang memiliki sifat-sifat tersebut akan lebih baik dalam menentukan kebutuhan pelanggan dan menyesuaikan pesan mereka dengan kebutuhan tertentu dari pelanggan sehingga hal ini akan mempengaruhi kinerja penjualan. Sementara itu, Moningka & Widyarini (2005) mengatakan bahwa self-monitoring berpengaruh positif secara tidak langsung terhadap kinerja, karena adanya variabel yang memoderasi yaitu variabel hubungan interpersonal. Self-monitoring tenaga penjual yang tinggi mengindikasikan bahwa individu mampu melakukan hubungan interpersonal yang baik dengan individu lain. Hal ini disebabkan individu ini mampu mengatur perilakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja individu. 4 Namun dalam penelitian Durbinsky & Hartley (dalam Harmon et.al, 2007) yang meneliti pengaruh self-monitoring terhadap kinerja, konflik peran, dan ambiguitas peran hal ini menunjukan adanya pengaruh negatif tidak langsung self-monitoring terhadap kinerja tenaga penjual. Self-monitoring yang tinggi pada tenaga penjual mengakibatkan konflik peran dan ambiguitas peran yang tinggi pula. Ketika tenaga penjual memiliki konflik peran dan ambiguitas peran yang tinggi tenaga penjual tidak mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugasnya dan tidak yakin pada apa yang dia lakukan. Hal ini membuat tenaga penjual tersebut tidak mengerti apa yang diharapkan pada dirinya sehingga mengakibatkan penurunan kinerja. Barrick, Parks & Mount (2005) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa karyawan dengan self-monitoring yang rendah tidak selalu memiliki kinerja yang rendah pula apabila karyawan tersebut memiliki stabilitas emosional yang tinggi, berkepribadian ekstrovert, dan memiliki keterbukaan terhadap pengalaman. Hal ini disebabkan individu dengan stabilitas emosi yang tinggi dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dan toleran terhadap stres sehingga dapat menghasilkan hubungan kerja yang lebih berkualitas dan mampu meningkatkan kinerja. Pada individu berkepribadian ekstrovert mereka cenderung mudah bergaul, suka berteman dan dapat bekerja dengan orang lain sehingga mampu menyesuaikan lingkungan sosialnya untuk meningkatkan kinerja. Kemudian keterbukaan terhadap pengalaman pada individu dengan self-monitoring yang rendah juga tidak selalu memiliki kinerja yang rendah pula, hal ini disebabkan individu yang memiliki keterbukaan terhadap pengalaman cenderung imajinatif, penasaran, dan kreatif sehingga hal tersebut bermanfaat dalam meningkatkan kinerja. Dari fenomena kinerja dan beberapa hasil penelitian diatas dengan berbagai perbedaan tempat penelitian dan subjek penelitian yang masih memunculkan pro dan kontra maka peneliti tertarik untuk meneliti kembali hubungan antara self-monitoring dengan kinerja 5 tenaga penjual. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan positif antara self-monitoring dengan kinerja pada tenaga penjual di PT.Bank Permata, Tbk cabang Semarang. Kinerja Kinerja tenaga penjualan diartikan oleh Challagalla & Shervani (1996) sebagai suatu tingkat dimana tenaga penjualan dapat mencapai target penjualan yang ditetapkan pada dirinya. Sementara itu Baldauf, David, Cravens & Piercy (2001) menggunakan istilah kinerja perilaku (behavioral performance) yang merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan tenaga penjualan dalam upaya untuk memenuhi tanggung jawab pekerjaannya. Dalam mencapai hasil yang diinginkan para tenaga penjualan akan melakukan aktivitas-aktivitas yang mungkin saja tidak langsung berdampak terhadap peningkatan penjualan seperti membangun hubungan yang efektif dengan pelanggan dan membuat presentasi penjualan yang efektif. Walaupun aktivitas-aktivitas ini tidak selalu berakhir dengan pembelian produk, namun ini tetap diperlukan karena dapat digunakan untuk meningkatkan pelanggan pada perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja tenaga penjual adalah tingkat dimana tenaga penjual mampu mencapai target pekerjaannya melalui aktivitasaktivitas penjualan (membangun hubungan yang efektif dengan pelanggan dan membuat presentasi penjualan yang efektif) yang dilakukan. Sementara itu, Faustino (1995) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja adalah cara untuk mengukur tingkat kontribusi individu kepada organisasinya. Faustino lebih lanjut menjelaskan terdapat dua kriteria pengukuran kinerja karyawan, yaitu pengukuran berdasarkan hasil akhir (result-based performance evaluation) dan pengukuran berdasarkan perilaku (behaviour-based performance evaluation). Pengukuran berdasarkan hasil, 6 mengukur kinerja berdasarkan pencapaian tujuan organisasi atau mengukur hasil-hasil akhir saja. Tujuan organisasi ditetapkan oleh pihak manajemen atau kelompok kerja, kemudian karyawan dipacu dan dinilai kinerjanya berdasarkan seberapa jauh karyawan mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan. Kriteria pengukuran ini mengacu pada konsep management by objective (MBO). Pengukuran berdasarkan perilaku lebih menekankan pada cara atau sarana dalam mencapai tujuan dan bukan hanya pada pencapaian hasil akhir. Pengukuran berdasarkan perilaku condong pada aspek kualitatif daripada aspek kuantitatif yang terukur. Pengukuran berdasarkan perilaku umumnya bersifat subjektif dimana diasumsikan karyawan dapat menguraikan dengan tepat kinerja yang efektif untuk dirinya sendiri maupun untuk rekan kerjanya (Faustion, 1995). Untuk menilai kinerja dalam penelitian ini menggunakan penilaian subjektif, dikarenakan pengukuran berdasarkan perilaku mendapat perhatian luas dari penelitianpenelitian mengenai perilaku organisasi dan sumber daya manusia karena terbukti skala pengukuran subjektif mempunyai konsistensi (reliabilitas) yang tidak kalah dengan pengukuran objektif (Singh, Verbeke & Rhoads, 1996). Sementara itu, Behrman & Perreault (1982) mengukur kinerja tenaga penjual menggunakan lima aspek yaitu : 1. Pencapaian tujuan penjualan (Achieving Sales Objectives) yaitu berkaitan dengan bagaimana seorang tenaga penjual dapat menghasilkan pelanggan baru, mencapai target penjualan, memperluas pangsa pasar untuk perusahaan, dan menjual produk yang menguntungkan. 7 2. Penggunaan pengetahuan teknis (Using Technical Knowledge) yaitu mengembangkan penjualan dengan memfasilitasi tenaga penjual dengan pengetahuan teknis (seperti aplikasi produk, spesifikasi produk, dan menggunakan situasi pelanggan) untuk membantu tenaga penjual mengkoordinasikan hubungan pelanggan dengan perusahaan. 3. Menyediakan informasi ke perusahaan (Providing Information) merefleksikan peran tenaga penjual sebagai “garis depan” dan pemberi masukan sebagai umpan balik terhadap perusahaan. Informasi yang diberikan kepada perusahaan meliputi tugas tenaga penjual untuk memberikan dokumen hasil tentang penjualan, memberikan masukan mengenai operasional perusahaan, pelanggan, dan persaingan antar perusahaan secara akurat. 4. Pengendalian biaya (Controlling Expenses) yaitu bagaimana seorang tenaga penjual mampu mengendalikan biaya pengeluaran yang tidak perlu. Pengendalian biaya tersebut berkaitan dengan keterbatasan anggaran operasional, kebijaksanaan dalam penggunaan biaya promosi produk dan biaya perjalanan. 5. Presentasi penjualan (Sales Presentation), peran tenaga penjual sebagai perwakilan perusahaan yang mampu memberikan presentasi penjualan dengan kualitas yang baik kepada pelanggan. Presentasi penjualan tersebut berhubungan dengan bagaimana seorang tenaga penjual menangani pelanggan seperti mampu memahami kebutuhan pelanggan, memberikan penjelasan, memikirkan presentasi yang baik, dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja adalah keterampilan interpersonal (Ahmad et.al, 2010). Menurut Moharam & Shawky (2012) dan Weitz (dalam Castleberry & Shepherd, 1993) tenaga penjual yang mampu menciptakan pengaruh yang dapat 8 menumbuhkan kepercayaan dan nilai dari pelanggan dengan keterampilan sosialnya akan memiliki kinerja penjualan yang lebih baik. Selain faktor-faktor di atas Jawahar (2001) mengemukakan bahwa self-monitoring dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Self-Monitoring Self-monitoring merupakan konsep yang berhubungan dengan konsep pengaturan kesan (impression management) atau konsep pengaturan diri (Snyder & Gangestad, 1986). Snyder (1974) yang pertama kali mengajukan konsep self-monitoring, yang menjelaskan mengenai proses yang dialami dari tiap individu dalam menampilkan impression management dihadapan orang lain. Menurut Snyder (1974), self-monitoring merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk menampilkan dirinya dihadapan orang lain dengan menggunakan petunjuk-petunjuk yang ada pada dirinya atau petunjuk-petunjuk yang ada di sekitarnya. Menurut Baron & Byrne (1994) self-monitoring merupakan kemampuan mengawasi dan mengendalikan perilaku berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau situasi eksternal (self-monitoring tinggi), atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap, minat dan kepentingan individu (self-monitoring rendah). Synder (1974) mengemukakan dua jenis self-monitoring, yaitu: 1. High self-monitoring: individu yang memiliki prototipe high self-monitoring biasanya sangat memperhatikan penyesuaian tingkah laku dengan situasi yang dihadapi. Akibatnya individu menjadi peka terhadap isyarat-isyarat sosial, dan berusaha menampilkan perilaku baik secara verbal maupun non-verbal berdasarkan isyarat tersebut. 9 2. Low self-monitoring: individu dengan low self-monitoring adalah individu yang melakukan segala kegiatan berdasarkan pada apa yang dirasakan dan dipercayai. Berdasarkan konsep dan definisi yang telah disampaikan di atas maka self-monitoring dapat diartikan sebagai kemampuan individu mengatur diri dalam menampilkan kesan atau perilakunya di hadapan orang lain berdasarkan situasi lingkungan sekitarnya maupun situasi dari dalam individu tersebut. Briggs & Cheek (dalam Snyder & Gangestad, 1985; 1986) mengemukakan tiga aspek untuk mengukur self-monitoring secara individual, sebagai berikut: 1. Expressive self-control, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai self-monitoring tinggi suka mengontrol tingkah lakunya agar terlihat baik. 2. Social stage presence, yaitu kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubah-ubah tingkah laku dan kemampuan untuk menarik perhatian sosial. 3. Other directed self-present, yaitu kemampuan untuk memainkan peran seperti apa yang diharapkan oleh orang lain dalam suatu situasi sosial, kemampuan untuk menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang dihadapi. Hubungan antara Self-Monitoring dengan Kinerja pada Tenaga Penjual Dalam satu perusahaan tenaga penjual merupakan ujung tombak strategi pemasaran yang merefleksikan perannya sebagai “garis depan” dalam memberikan masukan sebagai umpan balik terhadap perusahaan. Peranan tenaga penjual sangat dibutuhkan dan akan 10 menentukan kesuksesan sebuah penjualan (Schwepker, Good & Odneal, 2012). Tenaga penjual juga memainkan peranan penting dalam mempengaruhi pengembangan produk baru dan mengembangkan strategi pemasaran dengan memberikan ide-ide tentang inovasi produk yang diperoleh melalui transaksi dengan pelanggan. Oleh sebab itu kinerja pada tenaga penjual penting untuk ditingkatkan karena hal ini dapat memberikan peran penting dalam mencapai strategi pemasaran industri dengan mengembangkan strategi dan produk (Saleh & Kamarudin, 2011). Kinerja tenaga penjualan diartikan oleh Challagalla & Shervani (1996) sebagai suatu tingkat dimana tenaga penjualan dapat mencapai target penjualan yang ditetapkan pada dirinya. Kinerja tenaga penjual adalah bagian yang berfungsi sangat penting dalam memegang peranan dalam sebuah manajemen penjualan yang dapat memberikan pengaruh langsung pada hasil penjualan (Johnson & Bharadwaj, 2005). Joko (2006) menemukan jika semakin tinggi kinerja hasil tenaga penjual maka akan meningkatkan efektifitas penjualan perusahaan sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan perusahaan yang berhasil dan efektif dalam pencapaian target nominal yang sudah disepakati bersama. Namun apabila kinerja tenaga penjual itu buruk atau rendah maka hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan penjualan produk dan profitabilitas sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi perusahaan (Ikechukwu F, Okorie, Christopher, & Benson, 2011). Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja salah satunya adalah selfmonitoring. Jawahar (2001) dan Day, Unckless, Schleicher & Hiller (2002) mengemukakan bahwa self-monitoring pada individu berperan dalam menentukan kesan apa yang ingin ditampilkan individu terhadap individu lain, sehingga individu dengan self-monitoring yang baik (High self-monitoring) akan lebih mudah beradaptasi, lebih mudah menjalin suatu hubungan yang baik antar individu. Sehingga pada akhirnya self-monitoring dapat 11 mempengaruhi kinerja mereka. Self-monitoring penting bagi individu dalam dunia pekerjaan untuk membentuk suatu organisasi yang berhasil melalui hasil kerja seperti kinerja, kemajuan, kemampuan, perilaku kepemimpinan yang muncul dan beberapa sikap yang berhubungan dengan pekerjaan dalam diri pekerja (Day et.al, 2002). Menurut Goolsby et.al (1992) self-monitoring pada tenaga penjual sendiri sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja penjualan guna mencapai target. Tenaga penjual dengan sifat-sifat adaptif seperti self-monitoring lebih sensitif dalam interaksi sosialnya daripada individu lain yang tidak memilikinya, sehingga dikatakan lebih mampu menyesuaikan diri secara psikologis. Dengan sensitivitas ini, individu yang memiliki sifatsifat tersebut akan lebih baik dalam menentukan kebutuhan pelanggan dan menyesuaikan pesan mereka dengan kebutuhan tertentu dari pelanggan sehingga hal ini akan mempengaruhi kinerja penjualan. Moningka & Widyarini (2005) juga mengungkapkan bahwa tenaga penjual yang memiliki self-monitoring tinggi mampu melakukan hubungan interpersonal yang baik dengan individu lain. Hal ini disebabkan individu ini mampu mengatur perilakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja individu. Namun penelitian-penelitian diatas berbanding terbalik dengan penelitian Barrick, Parks & Mount (2005) yang menemukan bahwa karyawan dengan self-monitoring rendah tidak selalu memiliki kinerja yang rendah pula apabila karyawan tersebut memiliki stabilitas emosional yang tinggi, berkepribadian ekstrovert, dan memiliki keterbukaan terhadap pengalaman. Hal ini disebabkan individu dengan stabilitas emosi yang tinggi dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dan toleran terhadap stres sehingga hal ini dapat menghasilkan hubungan kerja yang lebih berkualitas dan mampu meningkatkan kinerja. Pada individu berkepribadian ekstrovert mereka cenderung mudah bergaul, suka berteman dan 12 dapat bekerja dengan orang lain sehingga mampu menyesuaikan lingkungan sosialnya untuk meningkatkan kinerja. Kemudian keterbukaan terhadap pengalaman pada individu dengan self-monitoring yang rendah juga tidak selalu memiliki kinerja yang rendah pula, hal ini disebabkan individu yang memiliki keterbukaan terhadap pengalaman cenderung imajinatif, penasaran, dan kreatif sehingga hal tersebut bermanfaat dalam meningkatkan kinerja. METODE VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL Variabel bebas dalam penelitian ini adalah self-monitoring, yaitu kemampuan individu mengatur diri dalam menampilkan kesan atau perilakunya di hadapan orang lain berdasarkan situasi lingkungan sekitarnya maupun situasi dari dalam individu tersebut. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja, yang merupakan tingkat dimana tenaga penjual mampu mencapai target pekerjaannya melalui aktivitas-aktivitas penjualan (membangun hubungan yang efektif dengan pelanggan dan membuat presentasi penjualan yang efektif) yang dilakukan. PARTISIPAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga penjual di PT. Bank Permata, Tbk Semarang yang berjumlah 50 orang tenaga penjual. 50 orang tersebut didapatkan dari tiga cabang PT.Bank Permata, Tbk Semarang dengan cabang A berjumlah 19 orang, cabang B berjumlah 15 orang, dan cabang C berjumlah 16 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh, sehingga sampel dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga penjual bank Permata Semarang yang berjumlah 50 orang. 13 INSTRUMEN PENELITIAN Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket (kuisioner) yang diberikan langsung kepada partisipan. Kuisioner tersebut terdiri dari dua skala, yaitu skala kinerja tenaga penjual (sales) dan skala self-monitoring. Alat ukur tersebut sudah memenuhi standar namun aitem-aitem dalam alat ukur tersebut perlu untuk diteliti kembali. Skala Kinerja Tenaga Penjual Skala kinerja dalam penelitian ini menggunakan skala kinerja sales yang dikembangkan oleh Behrman dan Perreault (1982). Skala ini terdiri 31 aitem yang dikelompokan dalam lima aspek yaitu Achieving Sales Objectives dengan 7 aitem misalnya, “Saya dapat menghasilkan pangsa pasar yang tinggi untuk perusahaan”. Controlling Expenses dengan 7 aitem misalnya, “Saya melakukan pekerjaan menggunakan biaya yang ditentukan perusahaan”. Sales Presentation dengan 6 aitem misalnya, “Saya mampu memberikan solusi atas pertanyaan atau keberatan nasabah”. Providing Information dengan 5 aitem misalnya, “Saya menyerahkan laporan yang diperlukan tepat waktu”. Using Technical Knowledge dengan 6 aitem misalnya, “Saya mengetahui desain dan spesifikasi produk perusahaan”. Model skala ini adalah skala Linkert dan memiliki empat alternatif pilihan yang meliputi pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Sistem penilaian jawaban Sangat Sesuai (SS)= 4, Sesuai (S)= 3, Tidak Sesuai (TS)= 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS)= 1. Skala Self-Monitoring Skala self-monitoring yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh Snyder & Gangestad (1986) yang bertujuan untuk mengungkapkan kemapuan individu dalam mengatur diri dan penampilan guna menyesuaikan diri pada berbagai situasi. Skala ini terdiri dari 18 aitem, yang dikelompokkan ke dalam tiga aspek, yaitu sosial stage presence dengan 5 14 aitem misalnya “Dalam suatu kelompok, saya jarang menjadi pusat perhatian”. Other directed self-present dengan 6 aitem misalnya, “Saya dapat berpura-pura bersikap ramah dengan seseorang meskipun sebenarnya saya tidak menyukainya”. Expressive self-control 7 aitem. Misalnya “Saya selalu dapat bersandiwara dengan baik di hadapan orang lain”. Model skala ini adalah skala Guttman dengan dua alternatif pilihan Benar (B) atau Salah (S) dengan sistem penilaian Benar (B)= 1 dan Salah (S)= 0. RELIABILITAS ITEM Kinerja Berdasarkan seleksi item pada skala kinerja didapat 31 item yang digunakan dalam pengolahan data, skala ini memiliki reliabilitas 0,928. Self-Monitoring Berdasarkan seleksi item pada skala self-monitoring didapat 7 item yang gugur dan menyisakan 11 item yang digunakan dalam pengolahan data. Dari hasil seleksi item skala ini memiliki reliabilitas 0,778. HASIL DAN PEMBAHASAN UJI ASUMSI Penelitian ini merupakan studi korelasional dimana untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara self-monitoring dengan kinerja pada tenaga penjual. Namun untuk melakukan uji korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu. Uji Normalitas Uji normalitas ini menggunakan uji Kolmogorov–Smirnov yang menunjukan skala kinerja (K-S-Z = 1,110, p = 0,170) dan skala self-monitoring (K-S-Z = 1,338, p = 0,056). 15 Hasil ini menunjukan data-data yang didapatkan berdistribusi normal karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0, 05 (p > 0,05). Uji Linearitas Tabel 1. ANOVA Table Sum of Squares Kinerja * Between SM Groups df Mean Square F (Combined) 4870.944 10 487.094 13.902 .000 Linearity 4039.682 1 4039.682 115.298 .000 831.262 9 92.362 Within Groups 1366.436 39 35.037 Total 6237.380 49 Deviation from Linearity H Sig. 2.636 .017 asil uji line arit as dalam pengolahan data ini menunjukan adanya hubungan yang linear antara variabel selfmonitoring dengan variabel kinerja pada tenaga penjual, karena nilai F-Linearity berada pada rentang signifikan (F = 115,298; p < 0,05) meskipun nilai F-Deviation from Linearity berada pada rentang tidak signifikan dengan nilai F = 2,636; p = 0,017 (p < 0,05). DATA DEKSRIPTIF Tabel 2. Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Self Monitoring 50 1 11 7.60 2.836 Kinerja 50 78 119 101.18 11.282 Valid N (listwise) 50 Tabel 2 merupakan data analisis statistik deskriptif dari skala kinerja dan selfmonitoring terhadap skor partisipan. Rata-rata skor self-monitoring yang didapat adalah sebesar 7,6 (SD = 2,836) dan rata-rata skor kinerja yang diperoleh adalah sebesar 101,18 (SD = 11,282). Peneliti kemudian membagi skor dari kedua skala masing-masing menjadi 5 kategori dimulai dari “sangat rendah” sampai dengan “sangat tinggi”. Pengkategorian dalam penelitian ini menggunakan rumus kategorisasi jenjang berdasar model distribusi normal (Azwar, 2012) : µ ˃ +1,5σ = Sangat Tinggi 16 +0,5σ < µ ≤ +1,5σ = Tinggi -0,5σ < µ ≤ +0,5σ = Sedang -1,5σ < µ ≤ -0,5σ = Rendah µ ≤ -1,5σ = Sangat Rendah Pada skala kinerja terdiri atas 31 aitem dengan 4 pilihan jawaban (SS)= 4, (S)= 3, (TS)= 2, dan (STS)= 1 dengan satuan deviasi standarnya σ = 15,5 dan mean teoritiknya µ = 77,5. Tabel.3 Kriteria Skor Kinerja No Interval Kategori Frekuensi Presentase (%) 1 X > 100,75 Sangat Tinggi 27 54 % 2 3 4 5 85, 25 < X ≤ 100,75 69,75 < X ≤ 85,25 54,25 > X ≤ 69,75 X ≤ 54,25 Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah 18 5 0 0 36 % 10 % 0% 0% Berdasarkan data di atas, hasil ini menunjukan bahwa secara umum tingkat kinerja tenaga penjual berada pada kategori tinggi sampai sangat tinggi. Sedangkan untuk hasil kategorisasi skor self-monitoring, pada skala ini terdiri atas 18 aitem yang kemudian hanya menyisakan 11 aitem setelah melalui uji reliabilitas. 11 aitem ini terdiri atas 7 aitem unfavorable dan 4 aitem favorable dengan 2 pilihan jawaban (B) = 1 dan (S) = 0 dengan satuan deviasi standarnya σ = 1,83 dan mean teoritiknya µ = 5,5. Tabel.4 Kriteria Skor Self-Monitoring No Interval Kategori Frekuensi Presentase (%) 1 X > 8,24 Sangat Tinggi 25 50 % 2 6,41 < X ≤ 8,24 Tinggi 6 12 % 3 4,58 < X ≤ 6,41 Sedang 11 22 % 4 2,75 < X ≤ 4,58 Rendah 6 12 % 5 X ≤ 2,75 Sangat Rendah 2 4% Hasil kategorisasi skor self-monitoring pada tebel 5 menunjukan bahwa secara umum tingkat self-monitoring pada tenaga penjual berada pada kategori sangat tinggi dan sedang. 17 UJI KORELASI Setelah diketahui bahwa data yang diperoleh berdistribusi normal dan variabelvariabel linear maka uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Pearson product moment correlation dengan bantuan SPSS 16.0. Tabel.5 Correlations Self Monitoring Self Monitoring Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) Pearson Correlation .805** .000 N Kinerja Kinerja 50 50 ** 1 .805 Sig. (2-tailed) .000 N 50 50 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Hasil uji korelasi dalam penelitian ini didapatkan nilai r = 0,805; p = 0,000 (p < 0,01), hal ini menunjukan adanya hubungan positif yang signifikan antara self-monitoring dengan kinerja. Dilihat dari segi kekuatannya, korelasi antara self-monitoring dengan kinerja berada pada kisaran 0,80 ≤ r ≤ 1,0 sehingga dapat dikatakan memiliki korelasi yang sangat kuat (Sugiyono, 2007). Sementara nilai positif mengindikasikan pola hubungan antara selfmonitoring dengan kinerja adalah searah (semakin tinggi self-monitoring maka semakin tinggi pula kinerja). Perolehan p = 0,000 (p < 0,01) juga menandakan bahwa hubungan yang terjadi adalah signifikan. Dapat dilihat dari hasil uji korelasi bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara self-monitoring dengan kinerja tenaga penjual sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. PEMBAHASAN Berdasarkan analisis statistik yang diperoleh, diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-monitoring dengan kinerja pada tenaga penjual (r = 0,805; 18 p < 0,05). Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa individu yang memiliki selfmonitoring tinggi juga mempunyai kinerja yang tinggi pula. Hasil hubungan yang positif dan signifikan pada variabel self-monitoring dan variabel kinerja serta kontribusi variabel selfmonitoring yang tinggi ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Pertama, ada kemungkinan bahwa self-monitoring dianggap sebagai atribut kepribadian yang penting bagi tenaga penjual (sales) saat melakukan serangkaian aktifitas penjualan sehingga kinerja mereka menjadi tinggi. Pernyataan ini didukung oleh Day, Unckless, Schleicher & Hiller (2002) yang mengemukakan bahwa self-monitoring dalam dunia pekerjaan berkaitan signifikan terhadap hasil kerja seperti kinerja, kemajuan, kemampuan, dan perilaku kepemimpinan. Karyawan yang menggunakan self-monitoring-nya dengan baik akan lebih memiliki nilai kinerja tinggi dan akan lebih dipromosikan dibandingkan yang tidak menggunakan self-monitoring dalam pekerjaannya. Kedua, self-monitoring sudah berjalan secara otomatis pada diri tenaga penjual (sales) dalam melayani nasabah. Sebagian besar tenaga penjual menganggap bahwa dengan selfminitoring yang ada pada dirinya mereka dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada nasabah, sehingga kineja lebih dapat terpenuhi. Pernyataan tersebut didukung oleh Brehm & Kassin (1993) yang menyatakan bahwa adanya upaya untuk menunjukkan kinerja yang positif di depan orang lain merupakan salah satu ciri yang dimiliki oleh seorang karyawan dengan self-monitoring tinggi. Hal ini juga dibuktikan oleh Jawahar (2001) dan Moningka & Widyarini (2005) yang mengemukakan bahwa tenaga penjual dengan selfmonitoring tinggi lebih mampu menyesuaikan dirinya di lingkungan sehingga mampu menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan nasabah sehingga tenaga penjual akan lebih mampu melakukan presentasi penjualan. 19 Penelitian ini memberikan bukti bahwa self-monitoring mempunyai peranan yang cukup penting terhadap peningkatan kinerja tenaga penjual (sales) bank Permata. Berdasarkan hasil korelasi aspek-aspek self-monitoring dan kinerja maka aspek selfmonitoring memberikan kontribusi yang efektif sebesar 61,1%. Aspek social stage presence dan other directed self-presence memberikan kontribusi paling besar pada aspek kinerja sebesar masing-masing 22,2%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Goolsby, Rosemary & Michael (1992) menyatakan bahwa sifat-sifat adaptif seperti self-monitoring berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja. Individu yang memiliki sifat-sifat adaptif tersebut lebih sensitif dalam interaksi sosial daripada individu lain yang tidak memilikinya, sehingga dikatakan lebih mampu menyesuaikan diri secara psikologis sehingga hal ini akan mempengaruhi kinerja penjualan. Sementara itu, hasil penelitian ini juga menguatkan penelitian Moningka & Widyarini (2005) yang mengatakan bahwa self-monitoring berpengaruh positif terhadap kinerja meskipun pengaruh tersebut dimoderati oleh variabel hubungan interpersonal. Tenaga penjual yang memiliki self-monitoring tinggi mampu mengatur perilakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan sehingga akan mampu melakukan hubungan interpersonal yang baik dengan individu lain yang kemudian dapat mempengaruhi kinerja individu. Penelitian lainnya yang juga sejalan dengan penelitian ini yaitu Harmon, Hammond, Conrad, & Webster (2007) yang mengemukakan bahwa manajer penjualan dengan kecenderungan self-monitoring yang tinggi mempunyai kinerja yang tinggi pula. Dengan self-monitoring yang tinggi ditemukan bahwa manajer penjualan mampu mempresentasikan dirinya dengan baik kepada pelanggan, sehingga dapat lebih peka terhadap respon pelanggan dan dapat memenuhi apa yang diinginkan oleh pelanggan. 20 Penelitian-penelitian sebelumnya telah menjelaskan variabel self-monitoring berpengaruh terhadap kinerja. Namun dalam penelitian ini ditemukan juga bahwa terdapat partisipan yang memiliki kategori skor self-monitoring sangat rendah sampai sedang dengan kinerja dalam kategori skor tinggi sebesar 22%. Peneliti kemudian melihat dari data demografi partisipan ditemukan bahwa partisipan yang memiliki skor self-monitoring sangat rendah sampai sedang dengan skor kinerja tinggi adalah partisipan yang kebanyakan memiliki masa kerja 1 - 3 tahun. Selain itu partisipan tersebut memiliki rata-rata gaji per bulan sebesar ≤ 2 juta (2 orang), 2 – 3,5 juta (8 orang), dan ≥ 5 juta (1 orang dengan kategori self-monitoring sangat rendah). Dapat dilihat bahwa lebih dari 50% partisipan dengan selfmonitoring rendah sampai sedang yang memiliki kinerja tinggi adalah partisipan dengan ratarata gaji per bulan 2 – 3,5 juta dan 1 orang dengan rata-rata gaji per bulan ≥ 5 juta berada pada kategori sangat rendah namun memiliki kinerja tinggi. Hal ini menunjukan bahwa kompensasi finansial (gaji) mempengaruhi kesetiaan karyawan pada organisasi, kemauan bekerja keras dan kebanggaan karyawan pada organisasi sehingga dapat mempengaruhi kinerja karyawan (Djati & Khusaini, 2003). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : Terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-monitoring dengan kinerja pada tenaga penjual PT.Bank Permata, Tbk Semarang. Ini artinya bahwa tenaga penjual (sales) yang memiliki self-monitoring tinggi cenderung memiliki kinerja yang tinggi pula dan self-monitoring cukup berperan dalam peningkatan kinerja tenaga penjual (sales). 21 KETERBATASAN DAN KELEBIHAN PENELITIAN Kekurangan penelitian ini adalah peneliti mengangkat tema penelitian lebih berdasarkan asumsi dan fenomena berdasarkan sudut pandang karyawan saja, sehingga dalam penilaian kinerja peneliti menggunakan penilaian subjektif yang kemungkinan bias lebih besar. Dalam penelitian ini juga hanya melibatkan 50 partisipan sehingga kekuatan generalisasi menjadi terbatas. Menurut peneliti hasil penelitian dengan menggunakan variabel self-monitoring dengan kinerja dirasa cukup baik dan bermanfaat bagi perusahaan, sehingga melalui penelitian ini perusahaan dapat lebih mengembangkan self-monitoring yang ada dalam diri tenaga penjual (sales) untuk peningkatan kinerja karyawan yang akan berpengaruh pada efektivitas perusahaan. IMPLIKASI Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti mengajukan saran kepada beberapa pihak, sebagai berikut : 1. Tenaga Penjual (sales) a. Tenaga penjual diharapkan untuk menggunakan self-monitoring yang ada dalam dirinya sebaik mungkin saat melakukan kegiatan penjualan agar dapat berinteraksi secara baik dengan nasabah dengan latihan-latihan yang meningkatkan self-monitoring. Tenaga penjual diharapkan untuk dapat mengontrol emosi serta perilakunya dihadapan nasabah, lebih bersikap ramah, menyenangkan, dan menarik perhatian para nasabah agar dapat memuaskan kebutuhan nasabah sehingga dapat meningkatkan kinerja tenaga pejual itu sendiri. 22 b. Setiap tenaga penjual (sales) diharapkan dapat memanfaatkan waktu dan kesempatan dalam mengikuti pertemuan/latihan/simulasi untuk dapat meningkatkan self-monitoring mereka. Misalnya, melakukan latihan atau simulasi dengan rekan kantor ataupun mentor dalam mempresentasikan produk dari bank Permata. 2. Perusahaan (Bank Permata) a. Perusahaan diharapkan untuk memberikan training serta simulasi yang dapat mengembangkan self-monitoring kepada tenaga penjual yang baru agar dalam menjalankan pekerjaannya tenaga penjual tersebut mampu berinteraksi baik dengan nasabah dengan baik. b. Perusahaan diharapkan untuk dapat menyediakan fasilitas berupa ruang pertemuan untuk memberikan pelatihan berupa simulasi kegiatan menjual agar para sales dapat berlatih dalam menghadapi nasabah dan mengembangkan self-monitoring mereka secara baik. 3. Peneliti selanjutnya a. Agar dapat meningkatkan kualitas penelitian selanjutnya diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk mencari iklim organisasi berbeda dari penelitian sebelumnya dan menambahkan jumlah subjek. b. Peneliti selanjutnya diharapkan menambahkan data deskriptif berupa divisi untuk bagian marketing agar hasil yang diperoleh lebih dapat dideskripsikan. c. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan juga untuk menggunakan penilaian objektif yang dilakukan oleh atasan untuk mengukur kinerja agar hasil kinerja 23 yang diukur sesuai dengan tujuan organisasi dan bukan berdasarkan asumsi karyawan sendiri. d. Diharapkan peneliti untuk memperluas kasanah penelitian yang sudah ada misalnya dengan mengaitkan penelitian yang sudah ada dengan menambah variabel lain sesuai dengan fenomena yang berkembang. 24 DAFTAR PUSTAKA Ahmad, S.Z., Sah, B.M & Kitchen P, J. (2010). The Relationship between Sales Skills and Salesperson Performance, and the Impact of Organizational Commitment as a Moderator: An Empirical Study in Malaysian Telecomunications Company. Journal of Economics and Management, 4, 181-211. Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Baldauf, A., W, David., Cravens & Piercy, N.F. (2001). Examining Business Strategy, Sales Management, and Salesperson Antecedents of Sales Organization Effectiveness. Journal of Personal Selling and Sales Management, 21, 109-122. Baron, R.A & Byrne, D. (1994). Social Psychology: Understanding Human Interaction. Boston: Allyn and Bacon Inc. Barrick, M.R., Parks, L., & Mount, M.K. (2005). Self-Monitoring as A Moderator of The Relationship Between Personality Traits And Performance. Personnel Psychology, 58, 745-767. Behrman, D.N & Perreault, W.D. (1982). Measuring the Performance of Industrial Salespersons. Journsal of Business Research, 10, 335-370. Brehm, S.S., & Kassin, S.M. (1993). Social Psychology (Ed.2). New Jersey : HoughtonMifflin Company. Castleberry, S.B & Shepherd, C.D. (1993). Effective Interpersonal Listening and Personal Selling. Journal of Personal Selling & Sales Management, 13, 35-49. Challagalla, G.N & Shervani, T.A. (1996). Dimension and Types of Supervisory Control: Effects on Salesperson Performance and Satisfication. Journal Marketing, 60, 89-105. Day, D.D., Unckless, A.L., Schleicher, D.J & Hiller, N.J. (2002). Self-Monitoring Personality at Work: A Meta-Analytic Investigation of Construct Validity. Journal of Applied Psychology, 87, 390-40. Djati, P.S & Khusaini, M. (2003). Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi, Komitmen Organisasi, Dan Prestasi Kerja. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, 5, 25-41. Faustino C.G. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset. Goolsby, J.R., Rosemary RL & Michael L.B. (1992). Psychological Adaptiveness and Sales Performance. Journal of Personal Selling and Sales Management, 7, 51-66. Harmon, H.A., Hammond, K.L., Conrad, CA & Webster, R.L. (2007). Are Sales Managers Predisposed To Self-Monitoring. Academy of Marketing Studies Journal, 11, 31-51. Ikechukwu F,A., Okorie, A.H., Christopher, A & Benson, O. (2011). Salesforce Competence Development and Marketing Performance of Industrial and Domestic Products Firms in Nigeria. Far East Journal of Psychology and Business, 2, 43-59. Jawahar, I.M. (2001). Attitudes, Self Monitoring, and Appraisal Behavior. Journal of Applied Psychology, 86, 875-883. Joko, S.K. (2006). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Hasil Tenaga Penjualan Dan Hubungannya Terhadap Efektivitas Penjualan Perusahaan (Studi 25 Kasus Pada BPR Di Eks.Karesidenan Semarang). Jurnal Studi Manajemen & Organisasi, 3, 64-78. Johnson, D.S & Bharadwaj, S. (2005). Digization of Selling Activity and Sales Force Performance: An Empirical Investigation. Journal of the Academy of marketing Science, 33, 3-18. Malik, M.E. (2011). Organizational Effectiveness: A Case Study of Telecommunication and Banking Sector of Pakistan. Far East Journal of Psychology and Business, 2, 37-48. Moharam, M. O & Shawky, A.Y. (2012). Measuring The Effects of Personalized Integrated Marketing Communication Tools on the Consumers’’ Intention to Purchase Credit Cards in the Private Banking Sector in Egypt. American Academic & Scholarly Research Journal Special Issue, 4. Moningka, C & Widyarini, M.M. (2005). Pengaruh Hubungan Interpersonal, Self Monitoring, Dan Minat Terhadap Performasi Kerja Pada Karyawan bagian Penjualan. Prosiding Seminar Nasional PESAT. 23-24 Agustus. Jakarta. Auditorium Universitas Gunadarma: P146-P158. Preko, A & Adjetey, J. (2013). A Study on the Concept of Employee Loyalty and Engagement on the Performance of Sales Executives of Commercial Banks in GHANA. International Journal of Business Research and Management (IJBRM), 4, 51-62. Saleh, F & Kamarudin, A.R. (2011). The Effects of Personality Factors on Sales Performance of Takaful (Islamic Insurance) Agents in Malaysia. International Journal of Business and Social Science, 2, 259-265. Singh, J., Verbeke, W & Rhoads, G.K. (1996). Do Organizational Practices Matter in Role Stress Processes? A Study of Direct and Moderating Effects for Marketing-Oriented Boundary Spanners. Journal of Marketing, 60, 69-86. Snyder, M. (1974). Self-Monitoring of Expressive Behavior. Journal of Personality and Social Psychology, 30, 526-537. Snyder, M & Gangestad, S. (1986). On the Nature of Self-Monitoring: Matters of Assessment Matters of Validity. Journal of Personality and Social Psychology, 51, 125-139. _______________________. (1985). To Carve Nature at Its Joints: On the Existence of Discrete Classes in Personality. Journal of Personality and Social Psychology, 92, 317-349. Sudarmanto. (2009). Kinerja Dan Pengembangan Kompetensi SDM: Teori, Dimensi Pengukuran, Dan Implementasi Dalam Organisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Schwepker, C.H., Good, D.J., & Odneal, L.B. (2012). Improving Customer Relationships and Sales Performance Through Moral Judgment. Keller Center Research Report Baylor University, 1, 1-7. 26 27