MODUL PBL DAN CSL SISTEM TERAPEUTIK Disusun oleh Tim Terapeutik PSPD FKK UMJ Modul PBL ini untuk dipergunakan oleh Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2016 1 KATA PENGANTAR Buku Modul PBL ini dibuat untuk memudahkan mahasiswa Program Studi Kedokteran dalam cara berpikir ilmiah, sistematis, dan juga dalam keterampilan medis. Di dalamnya terdapat 3 modul PBL dengan judul “Tatalaksana Diabetes (Modul 1)”, ”Tatalaksana Hipertensi pada PPOK (Modul 2)”, ”Kombinasi Terapi Antihipertensi (Modul 3)” serta Penuntun Pembelaja ran Keterampilan Klinik Penulisan Resep, Mempersiapkan dan menyuntik obat IM, IV, SC, IC serta Terapi Cairan Melalui Infus Terima kasih kepada Tim Terapeutik PSPD FKK UMJ yang memberi ijin untuk menggunakan buk u ini, semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Tim Pelaksana Blok Terapeutik UMJ 2 DAFTAR ISI Kata Pengantar ………………..……………………………………………………………………………..2 Daftar Isi………………………………………..………………………………………………………. 3 Tata Tertib PBL/CSL ……………………………………………………..…………………………… 4 Modul PBL 8 MODUL I Tatalaksana Diabetes.......................................................................... 12 MODUL II Tatalaksana Hipertensi pada PPOK.................................................... 24 MODUL III Kombinasi Terapi Antihipertensi.......................................................... 37 Penuntun Pembelajaran Keterampilan Klinik Penulisan Resep ................................................................................... 50 Terapi cairan melalui infus .................................................................... 62 Menyiapkan dan menyuntik obat IM, IV., SC, dan IC....................................... 67 3 TATA TERTIB UMUM Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FKK UMJ harus mematuhi tata tertib seper ti di bawah ini : 1. Berpakaian, berpenampilan dan bertingkah laku yang baik dan sopan layaknya seorang dokter. Tidak diperkenankan memakai pakaian ketat, berbahan jeans, baju kaos (dengan/tanpa kerah), dan sandal. 2. Mahasiswa laki-laki wajib berambut pendek dan rapih. 3. Mahasiswi diwajibkan memakai jilbab dan busana muslimah di setiap kegiatan berlangsung. 4. Tidak diperkenankan merokok di lingkungan PSPD FKK UMJ. 5. Menjaga ketertiban dan kebersihan di lingkungan PSPD FKK UMJ. 6. Melaksanakan registrasi administrasi dan akademik semester yang akan berjalan. 7. Memakai papan nama resmi yang dikeluarkan dari PSPD FKK UMJ di setiap kegiatan akademik kecuali perkuliahan. Jika papan nama rusak atau dalam proses pembuatan, maka mahasiswa wajib membawa surat keterangan dari bagian pendidikan. 8. Mahasiswa yang tidak hadir di kegiatan akademik karena sakit wajib memberitahu bagian pendidikan saat itu dan selanjutnya membawa lampiran keterangan bukti diagnosis dari dokter (diterima paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit). TATA-TERTIB KEGIATAN ALIH KETERAMPILAN KLINIK / CLINICAL SKILL LABORATORY (CSL) Sebelum pelatihan 1. Membaca Penuntun Belajar (manual) Keterampilan Klinik Sistem yang bersangkutan dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan. Pada saat pelatihan 1. Datang 10 menit sebelum CSL dimulai. 2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah ditentukan. 3. Tidak diperkenankan memanjangkan kuku lebih dari 1 mm. 4. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapih pada setiap kegiatan CSL. Bagi mahasiswi yang berjilbab, jilbabnya harus dimasukkan ke bagian dalam jas laboratorium. 5. Buanglah sampah kering yang tidak terkontaminasi (kertas, batang korek api, dan sebagainya) pada tempat sampah non medis. Sampah yang telah tercemar (sampah medis), misalnya kapas lidi yang telah dipakai, harus dimasukkan ke tempat sampah medis yang 4 mengandung bahan desinfektan untuk didekontaminasi, dan sampah tajam dimasukan pada tempat sampah tajam. 6. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan. 7. Memperlakukan model seperti memperlakukan manusia atau bagian tubuh manusia. 8. Bekerja dengan hati-hati. 9. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat dan bahan yang ada pada ruang CSL. 10. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapihkan kembali alat dan bahan yang telah digunakan. 11. Pengulangan CSL dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Membuat surat permohonan pengulangan CSL ke bagian pendidikan tembusan ke bagian CSL dengan melampirkan materi yang akan diulang dan jumlah peserta yang akan ikut paling lambat 3 hari sebelum hari pelaksanaan. b. Pengulangan CSL dilaksanakan pada saat tidak ada jadwal perkuliahan dengan atau tanpa pendamping dari instruktur. c. Pengulangan CSL dilaksanakan sampai maksimal pukul 21.00 WIB. Tata tertib ujian alih keterampilan klinik / clinical skill laboratory (CSL) 1. Mengikuti kegiatan CSL dengan minimal kehadiran adalah 100%. 2. Mengikuti briefing pelaksanaan ujian CSL bersama koordinator CSL dan atau sekretaris sistem. 3. Wajib membawa kartu kontrol yang diberi stempel asli UMJ. 4. Tidak diperkenankan memanjangkan kuku lebih dari 1 mm. 5. Mengenakan jas laboratorium yang bersih selama proses ujian berlangsung. Bagi mahasiswi yang berjilbab, jilbabnya harus dimasukkan ke bagian dalam jas laboratorium. 6. Buanglah sampah kering yang tidak terkontaminasi (kertas, batang korek api, dan sebagainya) pada tempat sampah non medis. Sampah yang telah tercemar (sampah medis), misalnya kapas lidi yang telah dipakai, harus dimasukkan ke tempat sampah medis yang mengandung bahan desinfektan untuk didekontaminasi 7. Memperlakukan model seperti memperlakukan manusia atau bagian tubuh manusia 8. Bekerja dengan hati-hati. 9. Mengikuti ujian CSL sesuai daftar urut, penguji dan waktu yang telah ditentukan. 5 Tata tertib ujian remedial alih keterampilan klinik / clinical skill laboratory (CSL) 1. Ujian remedial CSL dilaksanakan pada akhir semester atau sistem. 2. Peserta ujian remedial CSL adalah Mahasiswa yang mengikuti ujian csl regular dan tidak lulus ujian CSL ( Nilai < 80% ). 3. Bagi mahasiswa yang tidak ujian CSL karena sakit, maka mahasiswa tersebut berhak mengikuti ujian remedial CSL dengan syarat wajib memberitahu bagian pendidikan saat itu dan selanjutnya membawa lampiran keterangan bukti diagnosis dari dokter (diterima paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit). 4. Bila mahasiswa yang remedial tidak hadir pada pelaksanaan ujian remedial CSL, maka tidak akan diadakan ujian remedial susulan. 5. Ujian remedial CSL dilaksanakan sebanyak dua kali. Penguji pada remediasi ke-2 berbeda dari yang pertama. 6. Bila mahasiswa tetap tidak lulus pada remediasi ke-2, maka mahasiswa berhak mendapatkan bimbingan CSL kembali dengan instruktur yang ditentukan oleh bagian pendidikan untuk kemudian mendapatkan ujian remediasi ke-3. Biaya pelaksanaan bimbingan CSL dan remediasi ke-3 ini dibebankan kepada mahasiswa. 7. Hasil nilai ujian remedial CSL maksimal ”80%” atau sesuai dengan kebijakan masing-masing sistem. SANKSI-SANKSI SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB UMUM 1. Bagi mahasiswa yang tidak mematuhi tata tertib umum tidak dapat mengikuti setiap kegiatan akademik. 2. Bagi mahasiswa yang terlambat melakukan registrasi tidak berhak memperoleh pelayanan akademik. 3. Bagi mahasiswa yang tidak mengajukan/merencanakan program studinya (mengisi KRS) pada waktu yang telah ditentukan sesuai kalender akademik tidak boleh mengikuti segala aktifitas perkuliahan. 4. Bagi mahasiswa yang terlambat hadir, tidak dapat mengikuti setiap kegiatan. 6 SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL & PRAKTIKUM 1. Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL pada materi tertentu, maka mahasiswa tersebut tidak diperkenankan mengikuti kegiatan CSL pada jadwal berikutnya untuk materi tertentu tersebut. 2. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL dan praktikum tidak sesuai dengan jadwal rotasinya dianggap tidak hadir. 3. Bagi mahasiswa yang persentasi kehadiran CSLnya < 100 % dari seluruh jumlah tatap muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL. 4. Kerusakan alat dan bahan yang ada pada ruang CSL dan praktikum yang terjadi karena ulah mahasiswa, resikonya ditanggung oleh mahasiswa yang bersangkutan. 5. Bagi mahasiswa yang menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat dan bahan yang ada pada ruang CSL dan praktikum akan mendapatkan sanksi tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku. 6. Bagi mahasiswa yang persentase kehadiran praktikumnya < 75 % dari seluruh jumlah tatap muka praktikum tidak dapat mengikuti ujian praktikum. 7 MODUL TERAPEUTIK Diberikan pada Mahasiswa Semester VI Penyusun Tim Terapeutik PSPD FKK UMJ SISTEM TERAPEUTIK PSPD FKK UMJ 2016 8 TUGAS MAHASISWA 1. Setelah membaca dengan teliti skenario, anda harus mendiskusikan kasus tersebut pada satu kelompok diskusi terdiri dari 10 – 12 orang, dipimpin oleh seorang ketua dan seorang penulis yang dipilih oleh anda sendiri. Ketua dan sekretaris ini sebaiknya berganti-ganti pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok ini bisa dipimpin oleh seorang tutor atau dilakukan secara mandiri oleh kelompok. 2. Melakukan aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku ajar, majalah, slide, tape atau video, dan internet, untuk mencari informasi tambahan. 3. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor) , melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa dan atau mensintese informasi dalam menyelesaikan masalah. 4. Berkonsultasi pada nara sumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam (tanpa pakar). 5. Mengikut kuliah khusus (kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau tidak ditemukan jawabannya. 6. Melakukan latihan dilaboratorium keterampilan klinik dan praktikum di laboratorium. 9 PROSES PEMECAHAN MASALAH Dalam diskusi kelompok dengan menggunakan metode curah pendapat, mahasiswa diharapkan m emecahkan problem yang terdapat dalam skenario ini, yaitu dengan mengikuti 7 langkah penyele saian masalah di bawah ini: 1. Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario di atas, dan tentukan kata/ kalimat kunci skenario diatas serta data tambahan yang didapat dari tutor. 2. Identifikasi problem dasar scenario diatas dengan, dengan membuat beberapa pertanyaan penting 3. Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. 4. Klasifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. 5. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingindi capai oleh mahasiswa atas kasus tersebut diatas. 6. Cari informasi tambahan tentang kasus diatas dari luar kelompok tatap muka. Langkah 6 dilakukan dengan belajar mandiri. 7. Laporkan hasil diskusi dan sistesis informasi-informasi yang baru ditemukan. Langkah 7 dilakukan dalm kelompok diskusi dengan tutor. Penjelasan : Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan u ntuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulangi, dan selanjutnya dilakukan lagi l angkah 7. Kedua langkah diatas bisa diulang-ulang di luar tutorial, dan setelah informasi dirasa cuku p maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya dilakukan dalam bentuk diskusi p anel dimana semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum j elas. 10 STRATEGI PEMBELAJARAN 1. Diskusi kelompok difasilitasi oleh tutor 2. Diskusi kelompok tanpa tutor 3. CSL 4. Journal reading 5. Konsultasi pada pakar 6. Kuliah khusus dalam kelas 7. Aktivitas pembelajaran individual diperpustakaan dengan menggunakan buku ajar Majalah,slide,tape atau video dan internet JADWAL KEGIATAN Sebelum dilakukan pertemuan antara kelompok mahasiswa dan tutor, mahasiswa dibagi menjadi kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari 10 – 12 orang tiap kelompok. 1. Pertemuan pertama dalam kelas besar dengan tatap wajah satu arah untuk penjelasan dan tanya jawab. Tujuan : menjelaskan tentang modul dan cara menyelesaikan modul, dan membagi kelompok diskusi. Pada pertemuan pertama buku modul dibagikan. 2. Pertemuan kedua : diskusi tutorial 1 dipimpin oleh mahasiswa yang terpilih menjadi ketua dan penulis kelompok, serta difasilitasi oleh tutor. Tujuan : * Memilih ketua dan sekretaris kelompok, * Brain-storming untuk proses 1 – 5, * Pembagian tugas 3. Pertemuan ketiga: diskusi tutorial 2 seperti pada tutorial 1. Tujuan: untuk melaporkan informasi baru yang diperoleh dari pembelajaran mandiri dan melakukan klasifikasi, analisa dan sintese dari semua informasi. 4. Anda belajar mandiri baik sendiri-sendiri. Tujuan: untuk mencari informasi baru yang diperlukan, 5. Diskusi mandiri; dengan proses sama dengan diskusi tutorial. Bila informasi telah cukup, diskusi mandiri digunakan untuk membuat laporan penyajian dan laporan tertulis. Diskusi mandiri bisa dilakukan berulang-ulang diluar jadwal. 11 MODUL I TATALAKSANA DIABETES Diberikan pada Mahasiswa Semester VI Penyusun Tim Terapeutik PSPD FKK UMJ SISTEM TERAPEUTIK PSPD FKK UMJ 2016 12 MODUL I TATALAKSANA DIABETES Sasaran belajar Setelah selesai mengikuti modul ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui terapi terkini dalam mengontrol hiperglikemia dan memantau kadar A1c yang penting untuk tatalaksana diabetes tipe 2 dan meningkatkan kondisi kesehatan pasien sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menjelaskan patofisiologi gejala-gejala dan/atau penyakit yang dialami pasien. 2. Menentukan diagnosis 3. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dari terapi berdasarkan patofisiologi penyakit 4. Menentukan kesesuaian terapi dengan kondisi pasien Membuat daftar golongan obat sesuai dengan tujuan terapi Memilih golongan obat dari daftar tersebut sesuai dengan tujuan terapi dan kondisi pasien (efikasi, keamanan, kecocokan, dan biaya) Efikasi Keamanan Kesesuaian biaya Kesesuaian biaya Golongan 1 Golongan 2 Golongan 3 Mahasiswa mampu memilih Preferred drug Efikasi keamanan Obat 1 Obat 2 Obat 3 Memilih bahan aktif, dosis, bentuk sediaan obat, dan lama pengobatan Pendekatan terapi: informasi atau saran; terapi tanpa obat; terapi dengan obat; rujukan atau kombinasi. 5. Mahasiswa mampu memulai terapi Mahasiswa mampu memberikan saran dan penjelasan tentang terapi yang diberikan kepada pasien. Mahasiswa mampu menulis resep dengan jelas ! 13 6. Mahasiswa mampu memberikan informasi, instruksi dan peringatan kepada pasien 7. Menetapkan, monitor efek terapi dan mengantisipasi efek samping obat 8. Mengevaluasi hasil pengobatan SKENARIO 1 (TUTORIAL PERTAMA) Seorang perempuan berusia 48 tahun baru saja didiagnosis diabetes tipe 2 asimtomatik. Hasil pemeriksaan laboratorium dua bulan yang lalu HbA1c 7,1% dan kadar glukosa darah sewaktu 172 mg/dL, sejak itu ia memperbaiki diet dan mulai olah raga jalan 30 menit, dua kali seminggu. Kemudian ia dirujuk ke Anda seorang dokter layanan primer SKENARIO 2 Seorang perempuan berusia 58 tahun, menderita diabetes tipe 2 sejak 2 tahun yang lalu. Pada saa t diagnosis, glukosa plasma puasa 118 mg/dL dan HbA1c 6,9%. Pasien menolak terapi dengan obat dan memillih olahraga dan diet. Ia mulai berolah raga di gym 3x seminggu selama 1 jam. Dalam 4 bulan, turun berat badan 9 lbs, dan HbA1c 6,8%. Tetapi 8 minggu terakhir ia kesulitan dengan restriksi kalori dan kesibukan di rumah dan kantor tidak me mungkinkannya untuk berolahraga. Pasien kembali 10 bulan setelah kunjungan sebelumnya. DAFTAR NAMA NARA SUMBER No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. NAMA DOSEN Prof. Dr. dr. Armen Muchtar, SpFK dr. Kartono Ichwani, SpBK dr. Hj. Jekti T Rochani, MS, Sp.MK dr. Agus Sunarto, SpOG dr. Rahmini, SpA dr. Rina Nurbani, M.Biomed DR. Suherman BAGIAN Farmakologi Biokimia Mikrobiologi Obgyn Anak Farmakologi Herbal HP 08121013042 081315504750 08128025050 08170070485 08129429950 081365218062 14 REFERENSI 1. Rodbard HW, Jellinger PS, Davidson JA, et al. Statement by an American Association of Clinical Endocrinologists/American College of Endocrinology consensus panel on type 2 diabetes mellitus: an algorithm for glycemic control [update notice appears in Endocr Pract. 2009;15:768-770]. Endocr Pract. 2009;15:540-559. 2. UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group. Effect of intensive blood-glucose control with metformin on complications in overweight patients with type 2 diabetes (UKPDS 34). Lancet. 1998;352:854-865. 3. UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group. Intensive blood-glucose control with sulphonylureas or insulin compared with conventional treatment and risk of complications in patients with type 2 diabetes (UKPDS 33). Lancet. 1998;352:837-853. 4. Holman RR, Paul SK, Bethel MA, Matthews DR, Neil HA. 10-year follow-up of intensive glucose control in type 2 diabetes. N Engl J Med. 2008;359:1577-1589. 5. Inzucchi SE, Bergenstal RM, Buse JB, et al. Management of hyperglycaemia in type 2 diabetes: a patient-centered approach. Position statement of the American Diabetes Association (ADA) and the European Association for the Study of Diabetes (EASD). Diabetologia. 2012;55:1577-1796. 6. Inzucchi SE, Bergenstal RM, Buse JB, et al; American Diabetes Association (ADA) and the European Association for the Study of Diabetes (EASD). Management of hyperglycemia in type 2 diabetes: a patient-centered approach: position statement of the American Diabetes Association (ADA) and the European Association for the Study of Diabetes (EASD). Diabetes Care. 2012;35:1364-1379. 7. Monnier L, Colette C, Dunseath GJ, Owens DR. The loss of postprandial glycemic control precedes stepwise deterioration of fasting with worsening diabetes. Diabetes Care. 2007;30:263-269. 8. Mudaliar S, Henry RR. The incretin hormones: from scientific discovery to practical therapeutics. Diabetologia. 2012;55:1865-1868. 9. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes--2012. Diabetes Care. 2012;35:S11-S63. 10. Drucker DJ, Nauck MA. The incretin system: glucagon-like peptide-1 receptor agonists and dipeptidyl peptidase-4 inhibitors in type 2 diabetes. Lancet. 2006;368:1696-1705. 11. Bennett WL, Maruthur NM, Singh S, et al. Comparative effectiveness and safety of medications for type 2 diabetes: an update including new drugs and 2-drug combinations. Ann Intern Med. 2011;154:602-613. 12. Bennett WL, Wilson LM, Bolen S, et al; Agency for Healthcare Research and Quality. Oral diabetes medications for adults with type 2 diabetes: an update. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK55754. Updated March 15, 2011. Accessed September 29, 2012. 13. Henry RR, Buse JB, Sesti G, et al. Efficacy of antihyperglycemic therapies and the influence of baseline hemoglobin A1C: a meta-analysis of the liraglutide development program. Endocr Pract. 2011;17:906-913. 14. Blevins T, Pullman J, Malloy J, et al. DURATION-5: Exenatide once weekly resulted in greater improvements in glycemic control compared with exenatide twice daily in patients with type 2 diabetes. J Clin Endocrinol Metab. 2011;96:1301-1310. 15 15. Riddle MC, Rosenstock J, Gerich J; Insulin Glargine 4002 Study Investigators. The treat-totarget trial: randomized addition of glargine or human NPH insulin to oral therapy of type 2 diabetic patients. Diabetes Care. 2003;26:3080-3086. 16. Monami M, Marchionni N, Mannucci E. Long-acting insulin analogues versus NPH human insulin in type 2 diabetes: a meta-analysis. Diabetes Res Clin Pract. 2008;81:184-189. 17. Derosa G, Carbone A, Franzetti I, et al. Effects of a combination of sitagliptin plus metformin vs metformin monotherapy on glycemic control, â-cell function and insulin resistance in type 2 diabetic patients. Diabetes Res Clin Pract. 2012;98:51-60. 18. Derosa G, Franzetti IG, Querci F, et al. Exenatide plus metformin compared with metformin alone on â-cell function in patients with type 2 diabetes. Diabet Med. 2012 Apr 30. [Epub ahead of print] doi: 10.1111/j.1464-5491.2012.03699.x. 19. Wajchenberg BL. Clinical approaches to preserve beta-cell function in diabetes. Adv Exp Med Biol. 2010;654:515-535. 20. Shin MS, Yu JH, Jung CH, et al. The duration of sulfonylurea treatment is associated with âcell dysfunction in patients with type 2 diabetes mellitus. Diabetes Technol Ther. 2012 Sep 7. [Epub ahead of print] 21. Mamtani R, Haynes K, Bilker WB, et al. Association between longer therapy with thiazolidinediones and risk of bladder cancer: a cohort study. J Natl Cancer Inst. 2012;104:1411-1421. 22. Buse JB, Bergenstal RM, Glass LC, et al. Use of twice-daily exenatide in basal insulintreated patients with type 2 diabetes: a randomized, controlled trial. Ann Intern Med. 2011;154:103-112. 23. DeVries JH, Bain SC, Rodbard HW, et al; Liraglutide-Detemir Study Group. Sequential intensification of metformin treatment in type 2 diabetes with liraglutide followed by randomized addition of basal insulin prompted by A1C targets. Diabetes Care. 2012;35:14461454. Hirsch IB, Xu Y, Davis KL, Calingaert B. Patient factors associated with glucagonlike peptide 1 receptor agonist use with and without insulin. Endocr Pract. 2011;17:707-716. 24. Rodbard HW, Jellinger PS. A critique of the 2012 ADA/EASD position statement. Diabetologia. 2012;55:2850-2852. 25. Rodbard HW, Jellinger PS. Comment on: Inzucchi et al. Management of hyperglycemia in type 2 diabetes: a patient-centered approach. Position statement of the American Diabetes Association (ADA) and the European Association for the Study of Diabetes (EASD). Diabetes Care. 2012;35:e70. 26. Nathan DM, Buse JB, Davidson MB, et al; American Diabetes Association; European Association for the Study of Diabetes. Medical management of hyperglycemia in type 2 diabetes mellitus: a consensus algorithm for the initiation and adjustment of therapy: a consensus statement from the American Diabetes Association and the European Association for the Study of Diabetes. Diabetes Care. 2009;32:193-203. 27. Saremi A, Moritz TE, Anderson RJ, Abraira C, Duckworth WC, Reaven PD; Veterans Affairs Diabetes Trial (VADT). Rates and determinants of coronary and abdominal aortic artery calcium progression in the Veterans Affairs Diabetes Trial (VADT). Diabetes Care. 2010;33:2642-2647. 28. Tzoulaki I, Molokhia M, Curcin V, et al. Risk of cardiovascular disease and all cause mortality among patients with type 2 diabetes prescribed oral antidiabetes drugs: retrospective cohort study using UK general practice research database. BMJ. 2009;339:b4731. doi: 10.1136/bmj.b4731. 16 LEMBAR KERJA MAHASISWA KLARIFIKASI / DEFINISI KATA-KATA SULIT 17 PROBLEM KUNCI PERTANYAAN 18 JAWABAN PERTANYAAN 19 TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA INFORMASI TAMBAHAN 20 INFORMASI TAMBAHAN 21 KLASIFIKASI INFORMASI 22 ANALISA DAN SINTESA INFORMASI MODUL 2 23 MODUL II TATALAKSANA HIPERTENSI PADA P POK Diberikan pada Mahasiswa Semester VI Penyusun Tim Terapeutik PSPD FKK UMJ SISTEM TERAPEUTIK PSPD FKK UMJ 2016 24 MODUL II TATALAKSANA HIPERTENSI PADA PPOK Sasaran belajar Setelah selesai mengikuti modul ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui terapi rasional hipertensi pada pasien PPOK sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menjelaskan patofisiologi gejala-gejala dan/atau penyakit yang dialami pasien. 2. Menentukan diagnosis 3. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dari terapi berdasarkan patofisiologi penyakit 4. Menentukan kesesuaian terapi dengan kondisi pasien Membuat daftar golongan obat sesuai dengan tujuan terapi Memilih golongan obat dari daftar tersebut sesuai dengan tujuan terapi dan kondisi pasien (efikasi, keamanan, kecocokan, dan biaya) Efikasi Keamanan Kesesuaian biaya Kesesuaian biaya Golongan 1 Golongan 2 Golongan 3 Mahasiswa mampu memilih Preferred drug Efikasi keamanan Obat 1 Obat 2 Obat 3 Memilih bahan aktif, dosis, bentuk sediaan obat, dan lama pengobatan Pendekatan terapi: informasi atau saran; terapi tanpa obat; terapi dengan obat; rujukan atau kombinasi. 5. Mahasiswa mampu memulai terapi Mahasiswa mampu memberikan saran dan penjelasan tentang terapi yang diberikan kepada pasien. Mahasiswa mampu menulis resep dengan jelas ! 6. Mahasiswa mampu memberikan informasi, instruksi dan peringatan kepada pasien 7. Menetapkan, monitor efek terapi dan mengantisipasi efek samping obat 25 8. Mengevaluasi hasil pengobatan SKENARIO 1 (TUTORIAL PERTAMA) Seorang laki-laki berusia 68 tahun, pekerjaan supir, datang dalam follow-up setelah eksaserbasi a kut PPOK (penyakit paru obsruksi kronik). Pasien mengalami beberapa eksaserbasi PPOK beber apa tahun yang lalu. Pernafasan pasien membaik setelah terapi inhalasi albuterol, Anda memutuskan bahwa sekarang waktunya untuk fokus pada tatalaksana hipertensi. Saat ini pasien tidak mengkonsumsi obat anti hipertensi. Pasien menolak obat diuretik dikarenakan mengganggu pekerjaannya, dan berhenti m engkonsumsi lisinopril setelah dua tahun berturut-turut karena timbul batuk kering. Tentukan terapi inisial dan kunjungan berikutnya untuk pasien 26 REFERENCES 1. Akinbami LJ, Liu X. Chronic obstructive pulmonary disease among adults aged 18 and over in the United States, 1998-2009. NCHS Data Brief. Hyattsville, MD: National Center for Health Statistics. 2011;63:1-8. 2. Rabe KF, Hurd S, Anzueto A, et al. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease: GOLD executive summary. Am J Respir Crit Care Med. 2007;176:532-555. 3. Barnes PJ, Celli BR. Systemic manifestations and comorbidities of COPD. Eur Respir J. 2009;33:1165-1185. 4. Donaldson GC, Seemungal TAR, Patel IS, et al. Airway and systemic inflammation and decline in lung function in patients with COPD. Chest. 2005;128:1995-2004. 5. Gan WQ, Man SFP, Senthilselvan A, Sin DD. Association between chronic obstructive pulmonary disease and systemic inflammation: a systematic review and a meta-analysis. Thorax. 2004;59:574-580. 6. MacNee W. Pulmonary and systemic oxidant/antioxidant imbalance in chronic obstructive pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc. 2005;2:50-60. 7. Mills NL, Miller JJ, Anand A, et al. Increased arterial stiffness in patients with chronic obstructive pulmonary disease: a mechanism for increased cardiovascular risk. Thorax. 2008;63:306-311. 8. Ross R. Atherosclerosis -- an inflammatory disease. N Engl J Med. 1999; 340:115-126. 9. Sin DD, Man SFP. Why are patients with chronic obstructive pulmonary disease at increased risk of cardiovascular diseases? The potential role of systemic inflammation in chronic obstructive pulmonardisease. Circulation. 2003;107:1514-1519. 10. Sabit R, Bolton CE, Edwards PH, et al. Arterial stiffness and osteoporosis in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med. 2007;175:1259-1265. 11. Mahmud A, Feely J. Arterial stiffness is related to systemic inflammation in essential hypertension. Hypertension. 2005;46:1118-1122. 12. Bellien J, Favre J, Iacob M, et al. Arterial stiffness is regulated by nitric oxide and endotheliumderived hyperpolarizing factor during changes in blood flow in humans. Hypertension. 2010;55:674-680. 13. Barr RG, Mesia-Vela S, Austin JHM, et al. Impaired flow-mediated dilation is associated with low pulmonary function and emphysema in ex-smokers: The Emphysema and Cancer Action Project (EMCAP) Study. Am J Respir Crit Care Med. 2007;176:1200-1207. 14. Eickhoff P, Valipour A, Kiss D, et al. Determinants of systemic vascular function in patients with stable chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med. 2008;178:1211-1218. 15. Münzel T, Gori T. Nebivolol: the somewhat-different beta-adrenergic receptor blocker. J Am Coll Cardiol. 2009;54:1491-1499. 16. Terzano C, Conti V, Di Stefano F, et al. Comorbidity, hospitalization, and mortality in COPD: results from a longitudinal study. Lung. 2010;188:321-329. 17. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al, and the National high Blood Pressure Education Program Coordinating Committee. Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure Hypertension. 2003;42:1206-1252. 18. Lin M, Yang YF, Lee D, CHiang HT. Comparisons of long-term effects of lisinopril vs nifedipine vs conventional therapy in the treatment of mild-to-moderate hypertension in 27 patients with chronic obstructive pulmonary disease. Chinese Med J. 1996;57:392-400. 19. Palange P, Paoletti P. Pathogenesis of chronic “cor pulmonale” in COPD. Current Respiratory Medicine Reviews. 2008;4:281-287. 20. Lipworth, BJ, McDevitt, DG, Struthers, AD. Prior treatment with diuretic augments the hypokalemic and electrocardiographic effects of inhaled albuterol. Am J Med. 1989;86:653657. 21. Bear, R, Goldstein, M, Phillipson, E, et al. Effect of metabolic alkalosis on respiratory function in patients with chronic obstructive lung disease. Can Med Assoc J. 1977;117:900-903. 22. Ahmed T, D'Brot J, Abraham W. The role of calcium antagonists in bronchial reactivity. J Allergy Clin Immunol. 1988;81:133-144. 23. Schwartzstein RS, Fanta CH. Orally administered nifedipine in chronic stable asthma. Comparison with an orally administered sympathomimetic. Am Rev Respir Dis. 1986;134:262-265. 24. Nair N, Townley RG, Bewtra A, et al. Safety of nifedipine in subjects with bronchial asthma and COPD. Chest. 1984;86:515-518. 25. Izzo JL Jr, Weir MR. Angiotensin-converting enzyme inhibitors. J Clin Hypertens (Greenwich). 2011;13:667-675. 26. Dicpinigaitis PV. Angiotensin-converting enzyme inhibitor-induced cough: ACCP evidencebased clinical practice guidelines. Chest. 2006;129:169S-173S. 27. Fox AJ, Lalloo UG, Belvisi,MG, et al. Bradykinin-evoked sensitization of airway sensory nerves: a mechanism for ACE-inhibitor cough. Nat Med. 1996;2:814-817. 28. Packard KA, Wurdeman RL, Arouni AJ. ACE inhibitor-induced bronchial reactivity in patients with respiratory dysfunction. Ann Pharmacother. 2002;36:1058-1067. 29. Overlack A. ACE inhibitor-induced cough and bronchospasm: incidence, mechanisms and management. Drug Safety. 1996;15:72-78. 30. Benz J, Oshrain C, Henry D, et al. Valsartan, a new angiotensin II receptor antagonist: a doubleblind study comparing the incidence of cough with lisinopril and hydrochlorothiazide. J Clin Pharmacol. 1997;37:101-107. 31. Chan P, Tomlinson B, Huang TY, et al. Double-blind comparison of losartan, lisinopril, and metolazone in elderly hypertensive patients with previous angiotensin-converting enzyme inhibitor-induced cough. J Clin Pharmacol. 1997;37:253-257. 32. Smith SC Jr, Allen J, Blair SN, et al. AHA/ACC guidelines for secondary prevention for patients with coronary and other atherosclerotic vascular disease: 2006 update. Circulation. 2006;113:2363-2372. 33. Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, et al. 2009 focused update incorporated into the ACC/AHA 2005 guidelines for the diagnosis and management of heart failure in adults: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2009;53:e1-e90. 34. Egred M, Shaw S, Mohammad B,Waitt P, Rodrigues E. Under-use of beta-blockers in patients with ischaemic heart disease and concomitant chronic obstructive pulmonary disease. Q J Med. 2005;98:493-497. 35. Hansell AL, Walk JA, Soriano JB. What do chronic obstructive pulmonary disease patients die from? A multiple cause coding analysis. Eur Respir J. 2003;22:809-814. 36. Huiart L, Ernst P, Suissa S. Cardiovascular morbidity and mortality in COPD. Chest. 2005;128:2640-2646. 37. Gauld DR, Pain MCF, Rubinfeld AR. Βeta-blocking drugs and airways obstruction. Med J Aust. 1979;2:88. 28 38. Raine JM, Palazzo MG, Kerr JH, Sleight P. Near-fatal bronchospasm after oral nadolol in a young asthmatic and response to ventilation with halothane. BMJ. 1981;282:548-549. 39. Williams IP, Millard FJC. Severe asthma after inadvertent ingestion of oxprenolol. Thorax. 1980;35:160. 40. Barringer K, Vivian E, Peterson AM. Hypertension. In: Arcangelo VP, Peterson AM, eds.. Pharmacotherapeutics for Advanced Practice: A Practical Approach. 2nd ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins;2006:205. 41. Jabbour A, Macdonald PS, Keogh AM, et al. Differences between beta-blockers in patients with chronic heart failure and chronic obstructive pulmonary disease: a randomized crossover trial. J Am Coll Cardiol. 2010;55:1780-1787. 42. Bystolic tablet [package insert]. Saint Louis, MO: Forest Pharmaceuticals Inc.; 2008. 43. Brixius K, Bundkirchen A, Bölck B, Melhorn U, Schwinger RHG Nebivolol, bucindolol, metoprolol and carvedilol are devoid of intrinsic sympathomimetic activity in human myocardium. Br J Pharmacol. 2001;133:1330-1338. 44. Andersen K, Weinberger MH, Egan B, et al. Aliskiren monotherapy lowers blood pressure more effectively than ramipril monotherapy in patients with stage 2 hypertension: subgroup analysis of a 6month double-blind trial. J Clin Hypertens. 2008;10:A6. 45. Salpeter SR, Ormiston TM, Salpeter EE. Cardioselective beta-blockers for chronic obstructive pulmonary disease. Cochrane Database Syst Rev. 2005; 4:CD003566. 46. Rutten FH, Zuithoff NPA, Hak E,Grobbee DE, Hoes AW. Beta-blockers may reduce mortality and risk of exacerbations in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Arch Intern Med. 2010;170:880-887. 47. Short PM, Lipworth SIW, Elder DHJ, Schembri S, Lipworth BJ. Effect of beta blockers in treatment of chronic obstructive pulmonary disease: a retrospective cohort study. BMJ.;342:d2549. 48. Au DH, Bryson CL, Fan VS, et al. Beta-blockers as single-agent therapy for hypertension and the risk of mortality among patients with chronic obstructive pulmonary disease. Am J Med. 2004;117:925931. 49. Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of COPD, Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2011. Available at: http://www.goldcopd.org/ Accessed June 24, 2012. 50. Chang CL, Mills GD, McLachlan JD, Karalus NC, Hancox RJ. Cardioselective and non-selective betablockers in chronic obstructive pulmonary disease: : effects on bronchodilator response and exercise. Intern Med J. 2010;40:193-200. 51. Hydrazaline hydrochloride tablets. Available at: http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/drugInfo.cfm?id=8289. Accessed July, 2012. 52. Ghiadoni L, Virdis A, Magagna A, et al. Effect of the angiotensin II type 1 receptor blocker candesartan on endothelial function in patients with essential hypertension. Hypertension. 2000;35:501-506. 53. Prasad A, Tupas-Habib T, Schenke WH, et al. Acute and chronic angiotensin-1 receptor antagonism reverses endothelial dysfunction in atherosclerosis. Circulation. 2000;101:2349-2354. 54. Harrison DG. Cellular and molecular mechanisms of endothelial cell dysfunction. J Clin Invest. 1997;100:2153-2157. 55. Rajagopalan S, Kurz S, Münzel T, et al. Angiotensin II-mediated hypertension in the rat increases vascular superoxide production via membrane NADH/NADPH oxidase activation. J Clin Invest. 1996;97:1916-1923. LEMBAR KERJA MAHASISWA 29 KLARIFIKASI / DEFINISI KATA-KATA SULIT 30 PROBLEM KUNCI PERTANYAAN 31 JAWABAN PERTANYAAN 32 TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA INFORMASI TAMBAHAN 33 INFORMASI TAMBAHAN 34 KLASIFIKASI INFORMASI 35 ANALISA DAN SINTESA INFORMASI MODUL 2 36 MODUL III KOMBINASI TERAPI ANTIHIPERTEN SI Diberikan pada Mahasiswa Semester VI Penyusun Tim Terapeutik PSPD FKK UMJ SISTEM TERAPEUTIK PSPD FKK UMJ 2016 37 MODUL III KOMBINASI TERAPI ANTIHIPERTENSI Tujuan Instruksional Umum Setelah selesai mengikuti modul ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui terapi rasional kombinasi antihipertensi pada pasien sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menjelaskan patofisiologi gejala-gejala dan/atau penyakit yang dialami pasien. 2. Menentukan diagnosis 3. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dari terapi berdasarkan patofisiologi penyakit 4. Menentukan kesesuaian terapi dengan kondisi pasien Membuat daftar golongan obat sesuai dengan tujuan terapi Memilih golongan obat dari daftar tersebut sesuai dengan tujuan terapi dan kondisi pasien (efikasi, keamanan, kecocokan, dan biaya) Efikasi Keamanan Kesesuaian biaya Kesesuaian biaya Golongan 1 Golongan 2 Golongan 3 Mahasiswa mampu memilih Preferred drug Efikasi keamanan Obat 1 Obat 2 Obat 3 Memilih bahan aktif, dosis, bentuk sediaan obat, dan lama pengobatan Pendekatan terapi: informasi atau saran; terapi tanpa obat; terapi dengan obat; rujukan atau kombinasi. 5. Mahasiswa mampu memulai terapi Mahasiswa mampu memberikan saran dan penjelasan tentang terapi yang diberikan kepada pasien. Mahasiswa mampu menulis resep dengan jelas ! 6. Mahasiswa mampu memberikan informasi, instruksi dan peringatan kepada pasien 7. Menetapkan, monitor efek terapi dan mengantisipasi efek samping obat 38 8. Mengevaluasi hasil pengobatan SKENARIO (TUTORIAL PERTAMA) Seorang perempuan berusia 32 tahun datang ke tempat praktek anda untuk menanyakan second o pinion tentang tekanan darahnya. Pasien didiagnosis hipertensi sejak 6 bulan yang lalu dan diber ikan amlodipin (5 mg satu kali sehari). Selama mengkonsumsi obat ini, pasien mengalami edema tungkai; kemudian pasien berhenti menggunakannya. Pasien tidak yakin bahwa ia menderita hipertensi karena hasil pengukuran tekanan darahnya pada apotik terdekat normal. Mengingat usianya yang masih muda, pasien juga keberatan minum obat sepanjang hidupnya. Saat ini ia tidak hamil tetapi merencanakan untuk hamil dalam waktu dekat . Anda mendapatkan peningkatan tekanan darah pasien dan hal ini mendukung bahwa ia m enderita hipertensi, tetapi pasien tetap tidak dapat menerimanya. Anda menyarankan pasien untu k memodifikasi gaya hidup dan menjadwalkan kunjungan berikutnya 3 bulan kemudian. Pada ku njungan berikutnya, hasil pengukuran tekanan darah pasien masih tetap sama seperti sebelumnya. Tetapi pasien tetap tidak percaya bahwa ia menderita hipertensi Apa langkah berikutnya yang anda lakukan untuk melakukan evaluasi tekanan darah pasi en? 39 References 1. Pickering TG, Coats A, Mallion JM, Mancia G, Verdecchia P. Blood Pressure Monitoring. Task force V: White-coat hypertension. Blood Press Monit. 1999;4:333-341. 2. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al; Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National Heart, Lung, and Blood Institute; National High Blood Pressure Education Program Coordinating Committee. Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension. 2003;42:1206-1252. 3. Kario K, Pickering TG, Umeda Y, et al. Morning surge in blood pressure as a predictor of silent and clinical cerebrovascular disease in elderly hypertensives: a prospective study. Circulation. 2003;18;107:1401-1406. 4. Kario K, Pickering TG, Matsuo T, Hoshide S, Schwartz JE, Shimada K. Stroke prognosis and abnormal nocturnal blood pressure falls in older hypertensives. Hypertension. 2001;38:852857. 5. Pickering TG, Davidson K, Gerin W, Schwartz JE. Masked hypertension. Hypertension. 2002;40:795-796. 6. Multiple Risk Factor Intervention Trial Research Group (MRFIT). Mortality rates after 10.5 years for hypertensive participants in the Multiple Risk Factor Intervention Trial. Circulation. 1990;82:1616-1628. 7. SHEP Cooperative Research Group. Prevention of stroke by antihypertensive drug treatment in older persons with isolated systolic hypertension. Final results of the Systolic Hypertension in the Elderly Program (SHEP). JAMA. 1991;265:3255-3264. 8. ALLHAT Officers and Coordinators for the ALLHAT Collaborative Research Group. Major outcomes in high-risk hypertensive patients randomized to angiotensin-converting enzyme inhibitor or calcium channel blocker vs diuretic: The Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT). JAMA. 002;288:2981-2997. 9. Psaty BM, Lumley T, Furberg CD, et al. Health outcomes associated with various antihypertensive therapies used as first-line agents: a network meta-analysis. JAMA. 2003;289:2534-2544. Abstract 10. Wright JT Jr, Dunn JK, Cutler JA, et al; for the ALLHAT Collaborative Research Group. Outcomes in hypertensive black and nonblack patients treated with chlorthalidone, amlodipine, and lisinopril. JAMA. 2005;293:1595-1608. Abstract 11. Ernst ME, Carter BL, Goerdt CJ, et al. Comparative antihypertensive effects of hydrochlorothiazide and chlorthalidone on ambulatory and office blood pressure. Hypertension. 2006;47:352-358. Abstract 12. Hermida RC, Ayala DE, Fernandez JR, Mojon A. Sleep-time blood pressure: prognostic value and relevance as a therapeutic target for cardiovascular risk reduction. Chronobiol Int. 2013;30(1-2):68-86. 13. Townsend RR, Holland OB. Combination of converting enzyme inhibitor with diuretic for the treatment of hypertension. Arch Intern Med. 1990;150:1175-1183. Abstract 14. Ramsay LE, Yeo WW, Jackson PR. Metabolic effects of diuretics. Cardiology. 1994;84(Suppl 2):48-56. Abstract 15. Duarte JD, Cooper-DeHoff RM. Mechanisms for blood pressure lowering and metabolic effects of thiazide and thiazide-like diuretics. Expert Rev Cardiovasc Ther. 2010;8:793-802. Abstract 40 16. Moser M. Why are physicians not prescribing diuretics more frequently in the management of hypertension? JAMA. 1998;279:1813-1816. Abstract 17. Holland OB, Nixon JV, Kuhnert L. Diuretic-induced ventricular ectopic activity. Am J Med. 1981;70:762-768. Abstract 18. Chlorthalidone Prescribing Information. Mylan Pharmaceuticals; Morgantown, WV. http://www.drugs.com/pro/chlorthalidone.html Accessed December 2012. 19. Buchbinder A, Sibai BM, Caritis S, et al. Adverse perinatal outcomes are significantly higher in severe gestational hypertension than in mild preeclampsia. Am J Obstet Gynecol. 2002;186:66-71. Abstract 20. Methyldopa Prescribing Information. http://www.drugs.com/pro/methyldopa.html Accessed January 2013. 21. Kannel WB, Gordon T, Castelli WP, Margolis JR. Electrocardiographic left ventricular hypertrophy and risk of coronary heart disease. The Framingham study. Ann Intern Med. 1970;72:813-822. Abstract 22. Devereux RB. Is the electrocardiogram still useful for detection of left ventricular hypertrophy? Circulation. 1990;81:1144-1146. 23. Lorell BH, Carabello BA. Left ventricular hypertrophy: pathogenesis, detection, and prognosis. Circulation. 2000;102:470-479. Abstract 24. Bauml MA, Underwood DA. Left ventricular hypertrophy: an overlooked cardiovascular risk factor. Cleve Clin J Med. 2010;77:381-387. Abstract 25. Kannel WB, Dannenberg AL, Levy D. Population implications of electrocardiographic left ventricular hypertrophy. Am J Cardiol. 1987;60:85I-93I. Abstract 26. Jensen JS, Feldt-Rasmussen B, Strandgaard S, Schroll M, Borch-Johnsen K. Arterial hypertension, microalbuminuria, and risk of ischemic heart disease. Hypertension. 2000;35:898-903. Abstract 27. Schillaci G, Verdecchia P, Porcellati C, Cuccurullo O, Cosco C, Perticone F. Continuous relation between left ventricular mass and cardiovascular risk in essential hypertension. Hypertension. 2000;35:580-586. Abstract 28. Mancia G, De Backer G, Dominiczak A, et al. 2007 Guidelines for the management of arterial hypertension: The Task Force for the Management of Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2007;28:1462-1536. Abstract 29. Ogden LG, He J, Lydick E, Whelton PK. Long-term absolute benefit of lowering blood pressure in hypertensive patients according to the JNC VI risk stratification. Hypertension. 2000;35:539-543. Abstract 30. Dahlöf B, Devereux RB, Kjeldsen SE, et al; LIFE Study Group. Cardiovascular morbidity and mortality in the Losartan Intervention For Endpoint reduction in hypertension study (LIFE): a randomised trial against atenolol. Lancet. 2002;359:995-1003. Abstract 31. Okin PM, Devereux RB, Harris KE, et al; LIFE Study Investigators. Regression of electrocardiographic left ventricular hypertrophy is associated with less hospitalization for heart failure in hypertensive patients. Ann Intern Med. 2007;147:311-319. Abstract 32. Amlodipine Prescribing Information. Epic Pharma, LLC; Laurelton, NY. http://www.drugs.com/pro/amlodipine.html Accessed December 2012. 33. Giles T. Rationale for combination therapy as initial treatment for hypertension. J Clin Hypertens (Greenwich). 2003;5(4 Suppl 3):4-11. 41 34. Azilsartan Prescribing Information. Takeda Pharmaceuticals America, Inc; Deerfield, IL; October 2012. 35. Tarazi RC. Regression of left ventricular hypertrophy by medical treatment: present status and possible implications. Am J Med. 1983;75:80-86. 36. Gradman AH, Basile JN, Carter BL, Bakris GL; American Society of Hypertension Writing Group. Combination therapy in hypertension. J Am Soc Hypertens. 2010;4:42-50. Abstract 37. Angeli F, Reboldi G, Mazzotta G, Garofoli M, Ramundo E, Poltronieri C, et al. Fixed-dose combination therapy in hypertension: cons. High Blood Press Cardiovasc Prev. 2012;19:5154. Abstract 42 LEMBAR KERJA MAHASISWA KLARIFIKASI / DEFINISI KATA-KATA SULIT 43 PROBLEM KUNCI PERTANYAAN 44 JAWABAN PERTANYAAN 45 TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA INFORMASI TAMBAHAN 46 INFORMASI TAMBAHAN 47 KLASIFIKASI INFORMASI 48 ANALISA DAN SINTESA INFORMASI MODUL 2 49 PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK PENULISAN RESEP Disusun oleh Dr. Slamet Sudi Santoso, MPd.Ked Dr. Rina Nurbani, M.Biomed Diberikan pada Mahasiswa Semester Enam Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2016 50 TEKNIK PENULISAN RESEP TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah mengikuti ketrampilan teknis penulisan resep mahasiswa mampu melakukan cara penulis an resep dan perhitungan dosis dengan baik dan benar . TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa : 1. Dapat menulis resep sesuai prinsip umum penulisan resep. 2. Dapat memberikan penjelasan istilah tulisan dalam resep 3. Dapat menghitung dengan baik dosis dan cara pemakaian obat. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN - Kertas format ukuran resep Alat tulis: Pulpen/bolpoint 51 DESKRIPSI KEGIATAN/PETUNJUK PELAKSANAAN Kegiatan 1.Penjelasan d asar-dasar penulisa n. 2.Praktek ketrampi lan penulisan resep Waktu 50 menit 60 menit 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 3.Informasi berupa penjelasan resep ke pada klien/keluarga .. 10 menit 1. 2. 3. 4.Diskusi/curah pe 30 menit ndapat 1. 2. 3. Total waktu Deskripsi Diawali dengan mengucapkan basmallah Penjelasan dimulai dengan prinsip umum dalam pertimbangan pemilihan obat sesuai diagnosis Route penggunaan dan sediaan obat Perhitungan dosis obat Prinsip umum penulisan resep Masing-masing mahasiswa membaca skenario/kasus Setelah mendapatkan suatu kasus/skenario, mahasiswa menghitung dosis obat tersebut dan menuliskannya dalam resep Mengamati penulisan resep dengan menggunakan Penuntun Belajar. Instruktur berkeliling diantara mahasiswa dan melakukan supervisi menggunakan ceklis Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan dosen memberikan penjelasan tentang aspek-aspek yang penting Mahasiswa melakukan penjelasan tentang resep yang dibuat,cara penggunaan dan aturan pakai kepada klien/keluarganya dengan jelas dan benar. Setiap mahasiswa berpraktek melakukan langkahlangkah penjelasan yang tertulis dalam resep kepada klien. Instruktur memberikan pertanyaan dan umpan balik kepada setiap mahasiswa Curah Pendapat/Diskusi : Apa yang dirasakan mudah? Apa yang sulit? Menanyakan bagaimana mahasiswa apakah mengalami kesulitan saat menghitung dosis. Apa yang dapat dilakukan oleh dokter agar pasien mematuhi penggunaan obat yang diresepkan ? Instruktur membuat kesimpulan dengan menjawab pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal yang masih belum dimengerti Diakhiri pembimbinga dengan mengucapkan hamdallah. 150 menit 52 PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PENULISAN RESEP (digunakan oleh Mahasiswa) Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: Nilai 0 : langkah-langkah tidak dilakukan Nilai 1 : Langkah-langkah dilakukan tetapi tidak benar / sesuai dengan urutannya, Nilai 2 : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutan dan efisien. . PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PENULISAN RESEP LANGKAH / KEGIATAN NO. MENYIAPKAN ALAT 1. Mengucapkan salam dan mempersilahkan pasien untuk duduk 2. Persiapkan alat tulis dan lembar resep 3. Lakukan perhitungan dan menuliskan dosis obat dengan benar Tuliskan dalam resep 4. Inscriptio (terdapat nama, SIP dan alamat dokter. Kota, tanggal re sep dan tulisan Recipe (R/)) 5. Praescriptio (nama bahan-bahan obat yang diperlukan dan jumlah nya bila perlu diterangkan cara membuat dan cara menyerahkann ya) 6. Signatura (aturan pakai dan nama pasien di belakang “Pro”) 7. Subcriptio (Paraf atau tanda tangan untuk resep yang mengandun g obat-obatan daftar O) INFORMASI KE KLIEN 8. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang tu juan, manfaat, cara pemakaian, dan efek samping obat MENUTUP 9. Akhiri percakapan kepada klien atau keluarga ,bahwa kesembuha n hanya milik Allah SWT dan saya sebagai dokter berupaya mem bantu proses kesembuhan. 1 KASUS 2 3 1 2 3 1 2 3 53 Skenario 1 (contoh penulisan Resep sediaan puIveres dan puIvis ) An. Sari, 2 th, BB 15 kg, sejak 2 hari yang lalu pasien menderita panas, ½ jam sebelum datang k e tempat praktek saudara pasien mengalami kejang ± 5 menit, saat kejang mata terbalik ke atas d isertai kekakuan seluruh badan kemudian kelojotan, setelah kejang pasien menangis. Pada pung gungnya muncul bintik-bintik merah yang gatal saat berkeringat. PF: suhu 39 ºC, keadaan umum baik, tidak ada defisit neurologis. Regio punggung tampak bintik merah berukuran miliar. WD/ Kejang demam sederhana + miliaria Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam dan acetaminophen daIam satu pulveres secara oral saat demam sedangkan untuk miliaria diberikan bedak. – – – Antikonvulsan diazepam Dosis : 0,3 – 0,5 mg/kgBB/hari Cara pemakaian : 3 x sehari selama 3 hari saat demam Antipiretik Acetaminophen Dosis : 10 – 15 mg/kgBB/x Cara pemakaian : 3 x sehari selama 3 hari saat demam Bedak salicyl 2% Cara pemakaian : untuk pemakaian luar, 2x sehari sehabis mandi Tugas mahasiswa 1. Buat perhitungan dosis dan tuliskan resepnya dengan lengkap! 2. Resep dibuat dalam kertas yang disediakan dan tuliskan nama anda sebagai dokternya Skenario 2. (contoh :penulisan resep sediaan tablet, kaplet, kapsul) Tn. Iman, 30 th, mengeluh panas dan batuk berdahak dengan lendir berwarna hijau sejak 3 hari yang lalu. PF: suhu 38,7 ºC, lendir +/+, ronkhi -/-. Lain-lain dlm bts normal. WD/ ISPA Obat yang akan diberikan bentuk sediaan padat per oral – Antibiotik Amoxicillin capsul 500 mg Dosis : 500 mg/x Cara pemakaian : 3 x sehari selama 5 hari – Antipiretik paracetamol caplet Dosis : 500 mg/x Cara pemakaian : 3 x sehari selama 3 hari, bila panas – Ekspektoran Bromhexin tablet 8 mg Dosis : 8 mg/x Cara pemakaian : 3 x sehari selama 3 hari biIa perIu Semua obat diberikan setelah makan. 54 Tugas mahasiswa 1. Buat perhitungan dosis dan tuliskan resepnya dengan lengkap! 2. Resep dibuat dalam kertas yang disediakan dan tuliskan nama anda sebagai dokternya Skenario 3. (contoh : penulisan Resep sediaan injeksi ) Robert, 35 tahun didiagnosa dengan Gonorhoe akan mendapatkan pengobatan berupa injeksi Ka namycin Sulphate 1 gram secara intramuscular. Tersedia : 1. Kemasan Kanamycin sulphate vial 1 gram dalam serbuk kering 2. Untuk mengencerkan memerlukan aqua bidest 50 ml /vial 3. Untuk menyuntikan intramuscular memerlukan disposible injeksi 5 ml Tugas mahasiswa : 1. Buatlah Resep untuk Robert,35 tahun 2. Resep dibuat dalam kertas yang disediakan dan tuliskan nama anda sebagai dokternya. Skenario 4 (contoh : penulisan resep sediaan untuk cream/ obat luar ) Anita,45 tahun datang kepoliklinik dokter dengan keluhan gatal-gatal di punggung kaki kiri serin g berulang, kemerahan, berbatas tegas.dari hasil pemeriksaan didiagnosa Akrodermatitis. Anda sebagai dokter akan merencanakan terapi sbb Hidrokortison cream untuk pemakaian luar (dioleskan ) CTM 4 mg tablet 3 x sehari 1 tablet selama 3 hari diberikan sesudah makan. Deksametason 0,5 mg tablet 3 x sehari 1 tablet selama 3 hari diberikan sesudah makan Tugas mahasiswa : 1. Buatlah Resep untuk Anita,45 tahun 2. Resep dibuat dalam kertas yang disediakan dan tuliskan nama anda sebagai dokternya. Skenario 5 (contoh : penulisan resep sediaan tetes ) Ananta,20 tahun datang kepoliklinik dokter keluarga dengan keluhan kedua mata merah, gatal d an sakit yang dirasakan sejak 2 hari lalu, terasa seperti kelilipan. Dari hasil pemeriksaan di dia gnosa Konjungtivitis akut. Anda sebagai dokter akan merencanakan therapi sbb: 1. Tetes mata Chloramfenicol 0,5 % di berikan 3 x sehari 2 tetes untuk mata kanan dan kiri.tersedia Kemasan 5 ml (botol ) 2. CTM 4 mg tablet diberikan 3 x sehari 1 tablet (bila perlu)/sesudah makan,untuk selama 3 hari. 3. Asam mefenamat 500 mg/kaplet diberikan 3 x sehari 1 kaplet sesudah makan. Tugas mahasiswa : 1. Buatlah Resep untuk Ananta,20 tahun 2. Resep dibuat dalam kertas yang disediakan dan tuliskan nama anda sebagai dokternya. 55 DAFTAR TILIK TEKNIK PENULISAN RESEP Petunjuk : Berilah nilai yang sesuai. Nilai 0 bila tidak dilakukan, Nilai 1 bila dilakukan tapi belum benar Nilai 2 bila dilakukan dengan baik sesuai urutan dan benar NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. NILAI 0 1 2 ASPEK YANG DINILAI Mengucapkan salam dan mempersilahkan pasien untuk duduk Siapkan alat-alat dan bahan Menghitung dosis obat Inscriptio(terdapat nama, SIP, dan alamat dokter. Kota, tanggal dan t ulisan Recipe (R/)) Praescriptio(nama bahan-bahan obat yang diperlukan dan jumlahnya bila perlu diterangkan cara membuat dan cara menyerahkannya) Signatura (cara memakai dan kepada siapa diberikan (pro ) Subcriptio (Paraf atau tanda tangan untuk resep yang mengandung o bat-obatan daftar O) Memberikan informasi umum pada klien atau keluarganya Mengakhiri percakapan kepada klien atau keluarga Nilai : ----------- x 100 % = 18 Komentar / Ringkasan : Rekomendasi : o Lulus o Tidak lulus TandatanganKoordinator/Instruktur …………… Tanggal : ……………. ….. Nama Mahasiswa: ........................... No. Urut: .............................. 56 Referensi : Santoso, Rahmat “Penuntun praktikum farmasi,FKUI ,Jakarta.1974 Anief.Moh “Ilmu Farmasi ‘Ghalia Indonesia,Jakarta,1986 Carter , warwick ,IIMS Companion,Second edition,1991 Bagian Farmakologi FK UI, Farmakologi & Terapi, Edisi IV, Gaya baru Jakarta 1994 INDOFARMA, “Informasi Produk Obat Generik Berlogo dan Padanannya”, Jakarta 2000 MIMS, Havas Medimedia Asia, Volume 1, 2002 MIMS, Havas Medimedia Asia,volume 1 nomor 1,2003 57 Lampiran : Resep ( R/ ) Adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker untuk membuat dan atau menyer ahkan obat kepada pasien (Art.48 WG) Resep yang lengkap terdiri : I. Inscriptio : dimana terdapat nama, SIP, alamat dokter, tanggal dan recipe (R/,Rep/,Rp/) yang biasanya sudah tercetak II. Praescriptio : nama bahan-bahan obat yang diperlukan (dalam genetivus) dan jumlahnya (dalam acusativus) bila perlu diterangkan cara membuat dan cara menyerahkannya. III. Subscriptio : cara memakai dan kepada siapa diberikan (pro ) IV. Paraf atau tanda tangan dari dokter (tanda tangan untuk resep yang mengandung obatobatan jenis narkotika daftar O ) Contoh Resep : dr. Ahmad Muslim SIP : DU-1022/07 Jl .Intan Berlian no.9 Cempaka putih. Jakarta Pusat Jakarta, 25 Juni 2007 R/ Caps Amoxicillin 500 mg No. XX 4 dd caps I (pc ) _____________________________£ R/ Tab Parasetamol 500 mg No . IX 3 dd tab I (Prn) ____________________________ Pro : Tn, Rahmat Umur : 30 tahun Alamat: Jl. Cempaka Putih Tengah VII no.2 Jkt Pst 58 Yang berhak menulis resep adalah : a. Dokter b. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut c. Dokter hewan, terbatas pengobatan untuk hewan Dokter diberi ijin untuk menulis resep dari segala macam obat dengan cara per os, parental (i njeksi) atau cara-cara pemakaian lainnya, khusus untuk mengobati penyakit gigi dan mulut. Sedangkan pembiusan/patirasa secara umum tetap dilarang bagi dokter gigi (SE Depkes N o. 19.Ph/62. Mei 1962) Tanda resep segera Jika dokter ingin resep itu dibuat segera, maka tanda-tanda yang ditulis dan ditulis di sebelah atas dari blanko resep ialah : a. Cito = segera b. Urgent = Penting c. Statim = Penting d. P.I.M = Periculum In Mora = Berbahaya bila ditunda. Tanda Resep Diulang bila dokter ingin segera resepnya dapat diulang, maka dalam resep ditulis Iter dan ditulis b eberapa kali resep boleh diulang. Misalkan Iter 3x artinya resep dapat dilayani 1 + 3 kali ulangan = 4 kali Untuk resep yang mengandung obat narkotik, tidak dapat ditulis iter tetapi selalu dengan r esep baru. Tanda dosis sengaja melampaui D.M Jika dokter sengaja memberi dosis yang melebihi M.D, maka di belakang nama obatnya s iberi tanda ! (tanda seru) atau paraf dokter. Tanda N.I Jika dokter melarang resep tadi diulang pembuatannya, maka dokter menulis di sebelah at as dalam blangko resep tanda ”N.I” artinya ’Ne Iteretur” = tidak diulang (Pasal 48 W.G ayat (3) : (SK Menkes No. 280/Menkes/SK/V/1981). Membuat resep (meracik obat) Yang berhak membuat resep ialah : a. Apoteker b. Asisten apoteker di bawah pengawasan apoteker Apotek harus menyerahkan obat kepada penderita sesuai dengan yang tertulis dengan resep. Apabila apoteker menganggap dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila dokter penulis tetap pada pendiriannya, tanggung jawab sepenuhnya dipikul oleh dokter yang bersangkutan. Bila dokter tidak dapat dihubungi dalam hal resep terdapat kekeliruan yang berbahaya, m aka penyerahan obat dapat ditunda. Resep yang tidak dapat dibaca secara jelas atau tidak lengkap , maka apoteker berkewajiban menanyakan kepada dokter penulis resep (Per Menkes No. 26/Men kes/Per/11/1981) 59 Copie resep = salinan resep. Istilah lain dari resep copie ialah ” apograph” ”Exemplum”, ”afschrift” Salinan resep harus ditandatangani atau diparaf oleh apoteker, dalam jangka 3 (tiga) tahun. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada: 1. Dokter penulis resep atau yang merawat penderita 2. penderita sendiri 3. Petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku Sebagai contoh : - Petugas pengadilan bila diperlukan untuk suatu perkara. - Badan sosial /jawatan yang membiayai. Copie resep harus memuat keterangan yang terdapat dalam resep asli dan harus memuat p ula (SK Menkes No. 280/V/1981): a. Nama dan alamat apotek b. Nama dan nomor pemilik SIPA (Surat Izin Pengelolaan Apotek) c. Tanda tangan atau paraf apoteker pengelolaan apotek d. Tanda ’det” atau ”detur” untuk obat yang belum disrehkan . e. Nomor resep dan tanggal penbuatan Dokter tidak boleh memberi obat sendiri langsung pada pasien pada daerah yang telah ada apotek. Dokter hanya boleh memberi obat jika pertolongan segera diperlukan (pada pertolongan pertama ), sedang obat yang dikehendaki tidak segera dapat diperoleh (pasal 49 .W.G.) Bagi tempat yang belum adaapotek, dokter diberi ijin untuk mengdakan persediaan obat-o bat secukupnya untuk memnuhi prakteknya sendiri (SK Menkes 33148/Kab/176/1962) Penyerahan obat atas dasar resep harus dilengkapi dengan etiket berwarna putih untuk ob at dalam dan warna biru untuk obat luar, dan pada etiket tersebut harus dicantumkan a. Nama dan alamat apotek b. Nama dan nomor SIPA c. Nama dan tanggal pembuatan d. Nama pasien e. Aturan pemakaian f. Tanda lain yang diperlukan misalnya ”kocok dulu, tidak boleh diulang tanpa resep dokter ”, dan sebagainya. Cara menyusun penulisan obat di dalam resep adalah sebagai berikut: 1. Ditulis obat pokoknya dulu, disebut Remedium cardinaIe 2. Ditulis obat tambahan, disebut Remedium adjuvantia Remedium adjuvlantia dapat berupa : a. Remedium corrigens actionis yaitu obat yang memperbaiki atau menambah efek obat pokok. b. Remedium corrigens saporis (memperbaiki rasa) c. Remedium corrigens odoris (memperbaiki bau) d. Remedium corrigens coloris (memperbaiki warna) 3. Ditulis bahan tambahan untuk memperbesar volume disebut : Remedium constituens. Contoh Resep : 60 dr. Ahmad Muslim SIP : DU-1022/07 Jl .Intan Berlian no.9 Cempaka putih Jakarta Pusat Jakarta, 25 Juni 2007 R/ Fol. Digitals 75 mg Diuretin 40 mg Sacch.lact m.f.pulv. dtd. No. XII da in cap 1 dd Cap I _____________________________ Pro : Tn. Rahmat Umur : 50 tahun Alamat: Jl. Cempaka Putih Tengah VII no.2 Jkt Pst Digitalis dipakai untuk mengobati dekompensasi jantung, yang juga timbul oedem. Penye bab penyakitnya (kausal) diobati oleh obat pokok yaitu Folia digitalis, sedang oedem akan diperc epat dihilangkan dengan penambahan diuretin yang mempunyai efek sebagai diuretikum. Jadi re medium cardinale adalah Folia digitalis dan sebagai Remedium corrigens actions adalah Diuretin . Sebagai corrigens coloris adalah : Tinctura Croci ( warna kuning). Caramel, dan sebagainya. Sebagai corrigens odoris adalah : 01. Resorum, 01. Bergamottae, 01. Lavandulae dan sebagainya. Sebagai corrigens saporis adalah : Untuk rasa pahit dengan menggunakan sirup aurantiorum atau Tinctura aurantiorum. Aqua/Spirit us/tinctura cinnamani. Juga banyak digunakan Aqua menthae karena adanya rasa menthol untuk memperbaiki rasa yang tidak enak. 61 PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK PEMBERIAN CAIRAN INFUS Disusun oleh Dr. Rina Nurbani, M.Biomed Diberikan pada Mahasiswa Semester Enam Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2016 62 TEKNIK PEMBERIAN CAIRAN INFUS TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah mengikuti ketrampilan pemberian cairan infus, mahasiswa mampu melakukan perhitunga n kebutuhan cairan dan memberikan cairan infus dengan baik dan benar . TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa : 1. Dapat mengetahui berbagai jenis cairan infus 2. Dapat menghitung kebutuhan cairan pasien 3. Dapat memberikan terapi cairan melalui infus 4. Dapat memberikan penjelasan kepada pasien setelah pemasangan infus PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN - Cairan infus yang sudah terpasang pada manekin Pengukur waktu 63 DESKRIPSI KEGIATAN/PETUNJUK PELAKSANAAN Kegiatan 1.Penjelasan j enis-jenis cairan inf us 2.Praktek ketrampi lan pemberian caira n infus Waktu 50 menit 60 menit 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 3.Informasi berupa penjelasan setelah pemasangan infus kepada pasien 10 menit 1. 2. 4.Diskusi/curah pe 30 menit ndapat 4. 5. 6. Total waktu Deskripsi Diawali dengan mengucapkan basmallah Penjelasan dimulai dengan prinsip umum dalam pertimbangan pemilihan jenis cairan infus Perhitungan kebutuhan cairan pasien Pemberian cairan dengan tepat Edukasi pasien setelah pemberian cairan Masing-masing mahasiswa membaca skenario/kasus Setelah mendapatkan suatu kasus/skenario, mahasiswa menghitung kebutuhan cairan pasien (tetes/menit) Mengamati pemberian cairan infus sesuai skenario Instruktur berkeliling diantara mahasiswa dan melakukan supervisi menggunakan ceklis Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan dosen memberikan penjelasan tentang aspek-aspek yang penting Mahasiswa melakukan penjelasan tentang hal-hal yang harus dilaporkan setelah pemasangan infus kepada pasien dan keluarganya dengan jelas dan benar. Instruktur memberikan pertanyaan dan umpan balik kepada setiap mahasiswa Curah Pendapat/Diskusi : Apa yang dirasakan mudah? Apa yang sulit? Menanyakan bagaimana mahasiswa apakah mengalami kesulitan saat menghitung tetesan infuse? Apa yang dapat dilakukan oleh dokter agar pasien mengerti komplikasi dari pemasangan infus Instruktur membuat kesimpulan dengan menjawab pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal yang masih belum dimengerti Diakhiri pembimbingan dengan mengucapkan hamdallah. 150 menit 64 PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PEMBERIAN CAIRAN INFUS (digunakan oleh Mahasiswa) Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: Nilai 0 : langkah-langkah tidak dilakukan Nilai 1 : Langkah-langkah dilakukan tetapi tidak benar / sesuai dengan urutannya, Nilai 2 : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutan dan efisien. . PENUNTUN PEMBELAJARAN TEKNIK PEMBERIAN CAIRAN INFUS NO. LANGKAH / KEGIATAN MENYIAPKAN ALAT 1. Informed consent 2. Menentukan cairan infus yang akan digunakan sesuai skenario 3. Melakukan perhitungan kebutuhan cairan (tetes/menit) 4. Memberikan terapi cairan melalui infus INFORMASI KE KLIEN 5. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya tentang t ujuan, komplikasi, hal-hal yang harus dilaporkan dari pemasanga n infus MENUTUP 6. Akhiri percakapan kepada klien atau keluarga ,bahwa kesembuha n hanya milik Allah SWT dan saya sebagai dokter berupaya mem bantu proses kesembuhan. 1 KASUS 2 3 1 2 3 1 2 3 65 DAFTAR TILIK TEKNIK PEMBERIAN CAIRAN INFUS Petunjuk : Berilah nilai yang sesuai. Nilai 0 bila tidak dilakukan, Nilai 1 bila dilakukan tapi belum benar Nilai 2 bila dilakukan dengan baik sesuai urutan dan benar NO ASPEK YANG DINILAI NILAI 0 1 2 Informed consent Menentukan cairan infus yang akan digunakan sesuai skenario Melakukan perhitungan kebutuhan cairan (tetes/menit) Memberikan terapi cairan melalui infus Memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya tentang tujuan , komplikasi, hal-hal yang harus dilaporkan dari pemasangan infus 6. Akhiri percakapan kepada klien atau keluarga ,bahwa kesembuhan ha nya milik Allah SWT dan saya sebagai dokter berupaya membantu pr oses kesembuhan. 1. 2. 3. 4. 5. Nilai : ----------- x 100 % = 12 Komentar / Ringkasan : Rekomendasi : o Lulus o Tidak lulus Tandatangan Instruktur ……………….. Tanggal : ……………. Nama Mahasiswa: ........................... No. Urut: .............................. 66 PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK MENYIAPKAN OBAT SUNTIK DARI AMP UL, VIAL DAN MENYUNTIKKAN IM, IV Disusun oleh Tim Terapeutik PSPD FKK UMJ Diberikan pada Mahasiswa Semester Enam Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2016 KETRAMPILAN MENYIAPKAN OBAT SUNTIKAN DARI AMP 67 UL, VIAL DAN MENYUNTIKKAN IM, IV TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan dapat menghitung dosis obat dan menyiapkan obat suntikan dari ampul dan vial dan menyuntik intramuskuler, intravena TARGET PEMBELAJARAN Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat: - Menghitung dosis obat yang dibutuhkan dari ampul dan vial - Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk persiapan obat suntikan dari ampul dan vial. - Melakukan prosedur persiapan obat suntikan dari ampul dan vial - Melakukan prosedur penyuntikan intramuskular dan intravena MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Bak steril yang dialasi kasa 2. Spoit 1 cc , 5cc dan 10 cc, serta jarum steril berdiameter 21-25. 3. Selembar kain kasa & kikir ampul. 4. Obat dalam vial 5. Aqua pro injectio 6. Kapas alkohol 7. Larutan Povidon iodine 8. Sarung tangan 9. Plester dan gunting 10. Karet pembendung/turniket 11. Larutan khlorin 0,5% 12. Tempat sampah medis dan sampah tajam 68 METODE PEMBELAJARAN 1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar. 2. Ceramah. 3. Diskusi 4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi) 5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan 1. Pengantar Waktu 5 menit Deskripsi Pengantar 2. Bermain peran tanya jawab 30 menit 1. 2. 3. 4. 3. Praktek bermain peran dengan umpan balik 50 menit 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-pasangan 2. Setiap pasangan berpraktek, satu orang mempersiapkan obat suntikan, menyuntik IM, IV dan satu orang sebagai pengamat/asisten 3. Mahasiswa bergantian melakukan persiapan obat suntikan dari ampul dan vial serta menyuntikkan IM, IV 4. Instruktur berkeliling diantara mahasiswa dan melakukan supervisi menggunakan check list 5. Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih satu kali. Curah pendapat/diskusi: apa yang dirasa mudah, a pa yang sulit dan kendala-kendala yang dialami. 4. Curah pendapat/ 15 menit diskusi Total waktu 100 menit Diawali dengan mengucapkan basmallah Mengatur posisi duduk mahasiswa Perhitungan kebutuhan obat pasien Instruktur memberikan contoh bagaimana cara mempersiapkan obat suntikan dari ampul dan vial 5. Instruktur memberikan contoh bagaimana cara menyuntikkan obat IM dan IV 6. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan instruktur memberikan penjelasan tentang aspek-aspek yang penting. 7. Mahasiswa dapat memperhatikan dan menanyakan hal-hal yang belum dimengerti dan instruktur menanggapinya. 69 PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN MENYIAPKAN OBAT SUNTIK DARI AMPUL, VIAL DA N MENYUNTIKKAN IM, IV (digunakan oleh Mahasiswa) Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Perlu perbaikan: langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan. 2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi tidak efisisen 3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutan daan efisien. TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan keadaan. NO KASUS LANGKAH KLINIK 1. Informed consent 2. Lakukan perhitungan dosis obat dengan benar MELAKUKAN PERSIAPAN 3. Lakukanlah persiapkan alat-alat yang akan digunakan 4. Lakukanlah cuci tangan dan memakai sarung tangan MENYIAPKAN OBAT 5. Menyiapkan obat suntik dari ampul/vial dalam spuit tidak boleh a da gelembung MENYUNTIKKAN OBAT 6. Mengkaji alergi dengan skin test 7. Menyuntikkan obat intramuskuler/intravena MEMBERESKAN ALAT 8. Membereskan alat dan bahan 9. Melepaskan sarung tangan dan cuci tangan rutin. 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 70 DAFTAR TILIK KETRAMPILAN MENYIAPKAN OBAT SUNTIKAN DARI AMPUL/VIAL DAN MENYUNTIKKAN IM/IV NO ASPEK YANG DINILAI SKOR 1 2 3 Informed consent Lakukan perhitungan dosis obat dengan benar Lakukanlah persiapkan alat-alat yang akan digunakan Lakukanlah cuci tangan dan memakai sarung tangan Menyiapkan obat suntik dari ampul/vial dalam spuit tidak boleh a da gelembung 6. Mengkaji alergi dengan skin test 7. Menyuntikkan obat intramuskuler/intravena 8. Membereskan alat dan bahan 9. Melepaskan sarung tangan dan cuci tangan rutin. Ket: 0: Tidak dilakukan 1: Dilakukan tetapi tidak benar 2: Dilakukan dengan benar 1. 2. 3. 4. 5. Jumlah Nilai = ---------18 X 100% = % Jakarta, .......................... Instruktur 71