Jurnal Euclid, vol.1, No.1 PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PARADIGMA BARU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH Oleh : Neneng Aminah Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon ABSTRAK Sebagian besar suasana pengajaran di sekolah yang digunakan para guru kita tampaknya lebih mendominasi pada saat pembelajaran berlangsung. Peserta didik hanya disiapkan sebagai seorang anak yang harus mau mendengarkan, mau menerima seluruh informasi dan mentaati segala perlakuan gurunya. Disinilah tampak para ahli pendidikan perlu merumuskan kembali paradigma dan visi pendidikan kita, dimana paradigma teaching (mengajar) perlu diubah menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini proses pendidikan menjadi “proses bagaimana belajar bersama guru dan anak didik”. Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar. Sehingga lingkungan sekolah menjadi learning society (masyarakat belajar). Dalam paradigma ini, peserta didik tidak lagi disebut pupil (siswa), tetapi learner (belajar). Dengan pendekatan kontruktivisme pembelajaran khususnya matematika dapat mengubah paradigma pendidikan saat ini. Kata kunci : Pendekatan Kontruktivisme, Pembelajaran Matematika A. Pendahuluan Seiring dengan perkembangan jaman, tidak sedikit masalah yang terus bermunculan, baik tentang pelanggaran hak asasi manusia, budaya dan agama, sampai pada perkelahian antar pelajar, hal ini membuat para ahli pendidikan berpikir keras mencari sistem pendidikan yang relevan untuk menjawab tantangan zaman. Di tanah air kondisi pendidikan lebih memprihatinkan lagi, karena beberapa infrastruktur pendidikan masih banyak yang belum terpenuhi, termasuk SDM para pengelola dan guru. Karena itu dari beberapa masalah yang berkaitan dengan pendidikan ini, yang paling sering dibicarakan secara serius dan terbuka adalah persoalan Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59 ©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon metode pembelajaran, yang tentunya sangat berkaitan dengan kualitas guru dalam memahami teori dan praktek pembelajaran, yang tentunya diharapkan cocok dengan perkembangan jaman. Pada pembahasan kali ini, penulis akan mencoba memulai diskusi dengan pembahasan tentang mempertimbangkan paradigma pembelajaran matematika di sekolah dengan menggunakan pendekatan kontruktivisme yang kemudian diharapkan bisa diaplikasikan dalam metode pembelajaran matematika. Karena masih banyak guru disekolah yang masih menggunakan pembelajaran satu arah, dimana siswa tidak diajak aktif dalam pembelajaran, sedangkan jika terdapat keharmonisan antara 55 Jurnal Euclid, vol.1, No.1 siswa dan guru pembelajaran akan menjadi lebih bermakna. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengupayakan pendekatan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran salah satunya melalui pendekatan konstruktivisme. Utari (Isjoni, 2012: 34) berpendapat bahwa “Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran dimana penegtahuan baru tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi pelajar membentuk pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya dalam proses asimilasi dan akomodasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berdasarkan partisipasi aktif siswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis. B. M e n g a p a d e n g a n P e n d e k a t a n Konstruktivisme Saat ini telah berkembang berbagai macam pendekatan dalam pembelajaran. Ruseffendi (2006: 240) berpendapat “Pendekatan adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu umum atau khusus dikelola”. Sejalan dengan pendapat Suherman (2001, 70) bahwa “Pendekatan adalah suatu cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa”. Dalam mencapai kemampuan yang harus dimiliki siswa, ada beberapa pendekatan atau metode yang dapat diterapkan guru dalam 56 pembelajaran matematika, salah satunya pendekatan konstrukstivisme. Greeno & Goldman (1998) berpendapat bahwa “Pendekatan konstruktivisme menekankan kepada siswa menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki untuk menyelesaikan masalah dengan cara apapun yang dapat mereka lakukan”. Sejalan dengan pendapat Greeno & Goldman (1998) menguraikan bahwa “Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran dimana pengetahuan baru tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi pelajar membentuk pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya dalam proes asimilasi dan komodasi”. Kedua pendapat tersebut mengandung arti bahwa setiap siswa akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selama berinteraksi dengan lingkungan selama proses baleajar mengajar. Mathews (Rusmono, 2012: 17) mengungkapkan bahwa belajar yang bercirikan proses konsruktivisme adalah sebagai berikut: (1) Orientasi, merupakan fase untuk memberi kesempatan kepada peserta didik memerhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi pelajaran; (2) Elisitasi, merupakan fase untuk membantu peserta didik menggali ide-ide yang dimilikinya dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan; (3) Restrukturisasi ide, dalam hal ini peserta didik melakukan klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain atau teman melalui diskusi; (4) Penggunaan ide, dalam langkah ini ide Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59 ©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon Jurnal Euclid, vol.1, No.1 atau pengetahuan yang telah dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi; (5) Review, dalam fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya lebih lengkap. Lebih jauh lagi Driver dan Bell (1986) mengungkapkan prinsip pembelajaran konstruktivisme yaitu sebagai berikut (1) Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif, tetapi memiliki tujuan serta dapat merespon situasi pembelajaran dengan membawa konsepsi awal sebelumnya; (2) Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa dalam mengonstruksi pengetahuan; (3) Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara optimal; (4) Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas; dan (5) Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber. Pelaksanaan pembelajaran konstruktivisme terdiri dari beberapa tahap, yaitu: (1) I n v i t a s i , d i p e r l u k a n u n t u k mengidentifikasi konsepsi awal siswa sebelum pelaksanaan pembelajaran dilakukan. (2) Eksplorasi, adalah tahap pelaksanaan pembelajaran dengan melibatkan siswa Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59 ©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon secara aktif menggali informasi-informasi baru. (3) Pengajuan Eksplanasi dan Solusi, merupakan tahap diskusi yang dilakukan diantara siswa, baik secara individu maupun secara berkelompok. (4) Taking Action (pengambilan tindakan), merupakan tahap akhir pembelajaran. Pada tahap ini siswa merumuskan hasil eksplorasi dan diskusinya. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme masih tergolong relatif baru, berbagai kendala mungkin saja terjadi sebagai penghambat dalam penerapannya di sekolah. C. Belajar Matematika dengan Pendekatan Konstruktivisme Para ahli konstruktivis mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-tugas dikelas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Cobb (Suherman, 2001: 71) bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Beberapa ahli konstruktivis telah menguraikan indikator belajar mengajar dalam konstruktivisme, Convrey (Suherman, 2001: 73) menyatakan: “Sebagai seorang konstruktivis ketika saya mengajarkan matematika, saya tidak mengajarkan siswa tentang struktur matematika yang objeknya ada di dunia ini. Saya mengajar mereka, bagaimana melihat dunia melalui sekumpulan lensa kuantitatif yang saya percaya akan menyediakan suatu cara yang powerfull untuk memahami dunia, bagaimana merefleksikan lensalensa itu untuk menciptakan lensa-lensa 57 Jurnal Euclid, vol.1, No.1 yang lebih kuat dan bagaimana mengapresiasi peranan dari lensa dalam memainkan pengembangan kultur mereka. Saya mencoba mengajarkan mereka untuk mengembangkan satu alat intelektual yaitu matematika.” Hal ini mencerminkan bahwa matematika sebagai alat untuk berfikir, fokus utama belajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berfikir mengonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Di dalam kelas konstruktivisme, peran guru hanya sebagai fasilitator bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka untuk membentuk (mengonstruksi) pengetahuan matematika, Sehingga pembelajaran akan lebih berpusat pada siswa (student center approach). Sedangkan dalam kelas tradisional, guru mendominasi pembelajaran dan guru senantiasa menjawab 'dengan segera' terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa, sehingga pembelajaran lebih berpusat pada guru (teacher center approach). Brooks dan Brooks (Suprijono, 2012: 36) memberikan perbandingan menarik antara kelas konstruktivisme dan kelas yang memperoleh pembelajaran biasa/ekspositori sebagai berikut: Tabel 1 Perbandingan Kelas Konstruktivisme dan Kelas Ekspositori KONSTRUKTIVISME EKSPOSITORI Kegiatan belajar bersandar pada materi hands-on Presentasi materi dimulai dengan keseluruhan kemudian pindah ke bagian-bagian Menekankan pada ide-ide besar Guru mengikuti pertanyaan peserta didik Guru menyiapkan lingkungan belajar dimana peserta didik dapat menemukan pengetahuan Guru berusaha membuat peserta didik mengungkap kan sudut pandang dan pemahaman mereka sehingga mereka dapat memahami pembelajaran mereka Assesmen diintegrasikan dengan belajar mengajar melalui portofolio dan observasi. Kegiatan belajar bersandar pada text-books Presentasi materi dimulai dengan bagian-bagian, kemudian pindah ke keseluruhan Menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar Guru mengikuti kurikulum yang pasti Guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik Guru berusaha membuat peserta didik memberikan jawaban yang “benar”Assesmen adalah kegiatan tersendiri dan terjadi melalui testing Sumber: Suprijono (2012: 36) A. Harapan Dengan pendekatan kontruktivisme diharapkan prestasi akademik siswa meningkat, baik dalam mata pelajaran matematika maupun mata pelajaran lainnya. Sejalan dengan paradigma baru pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Zamroni, (2000), pada aspek prilaku diharapkan siswa mempunyai ciri-ciri: (1) di kelas mereka aktif dalam diskusi, mengajukan pertanyaan dan gagasan, serta aktif dalam mencari bahan-bahan pelajaran yang mendukung apa yang tengah dipelajari; (2) mampu bekerja sama dengan membuat kelompok-kelompok belajar; (3) bersifat demokratis, yakni berani menyampaikan gagasan, mempertahankan gagasan dan sekaligus berani pula menerima gagasan orang lain; (3) memiliki kepercayaan diri yang tinggi. 58 Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59 ©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon Jurnal Euclid, vol.1, No.1 Driver, R dan Bell B. (1986)”Students Thinking and Learning of Science: A Contructivist View”. SSR, 443 – 456. Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Greeno, J. & Goldman, S. (Eds.), (1998). “Thinking Practices in Mathematics and Science Learning.” Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Rusmono. (2012). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu Untuk Meningkatkan Propesional Guru. Bogor: Ghalia Indonesia. Isjoni. (2012). Cooperative Learning. Bandung: Alfa Beta. Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA. B. Daftar Pustaka Jauhar, M. (2011). Implementasi Paikem dari behavioristik Sampai Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Johnson, E.B. (2007). Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Learning Center. Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59 ©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon Suprijono. A, (2012). Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi PAIKEM). Surabaya: Pustaka Pelajar. Zamroni (2000). Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing. 59