tinjauan pustaka: audit pemasaran manajemen ritel

advertisement
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
TINJAUAN PUSTAKA: AUDIT PEMASARAN MANAJEMEN RITEL
Irma M. Nawangwulan
Jurusan Manajemen
Universitas Pembangunan Jaya, Bintaro, Tangerang
Email: [email protected]
ABSTRACT
The field of management has categorical functions to be implemented by the team of management in
running the organizational operational activities. Those functions include (Plunkett, Attner, & Allen, 2008);
planning, organizing, directing, staffing, and controlling. As one of the managerial functions, controlling is
necessary to be performed. Commonly, the actual work of controlling is performed via audit work. This is also true
for marketing management, whereby controlling is one of the functions to monitor operations, such as; evaluating
the achievement of sales, profit, and strategic monitoring (Kotler & Keller, 2008). In fact, it is stated that marketing
audit represent one tool to handle strategic marketing control, which aims to provide inputs to plan improvements
toward marketing performance (Shinta, 2011).
This paper is based on few selected literature studies to provide explanation on marketing audit in retail
businesses to assist marketing managers in measuring the marketing performance in their organizations. The
implementation of marketing audit is expected to improve the overall organizational performance (Wu & Fu, 2009).
Keywords: marketing management, retail management, marketing audit
ABSTRAK
Bidang ilmu manajemen memiliki kategori fungsi yang harus dilakukan oleh manajemen di dalam
menjalankan kegiatan operasional organisasi. Fungsi manajemen tersebut meliputi (Plunkett, Attner, & Allen,
2008); perencanaan (planning), pengaturan (organizing), penugasan (directing), personalia/sumber daya manusia
(staffing), dan pengawasan (controlling). Sebagai salah satu fungsi dari manajemen tersebut, pengawasan atas
kegiatan operasional organisasi memang perlu dilakukan. Umumnya, upaya terhadap pengawasan ini dilakukan
melalui kegiatan kerja audit. Begitu juga dalam manajemen pemasaran, pengendalian merupakan salah satu fungsi
manajemen pemasaran yang kegiatannya meliputi pengendalian operasional, seperti mengevaluasi apakah
perusahaan mencapai penjualan, laba, dan pengendalian stratejik (Kotler & Keller, 2008). Bahkan, dinyatakan
pula bahwa audit pemasaran merupakan satu alat untuk melakukan pengendalian stratejik pemasaran yang dapat
“memberikan masukan yang baik untuk merencanakan tindakan perbaikan prestasi kerja pemasaran” (Shinta,
2011).
Karya tulis ini dilandasi beberapa studi literatur dan bertujuan untuk menjelaskan audit pemasaran di
bisnis ritel dapat membantu manajer pemasaran mengukur kinerja pemasaran pada organisasi mereka.
Pelaksanaan audit pemasaran yang baik diharapkan dapat meningkatkan performansi organisasi secara
keseluruhan (Wu & Fu, 2009).
Kata kunci: manajemen pemasaran, manajemen bisnis ritel, audit pemasaran
I.
I.1.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perkembangan ekonomi Indonesia di tahun 2010 sampai 2012 memberikan hasil yang
memuaskan. Walaupun terjadi dinamika ekonomi di tahun 2010, 2011, dan 2012, namun
pertumbuhan ekonomi selama periode tahun 2010-2012 mengalami pertumbuhan yang baik
(Biro Pusat Statistik, 2011), dengan rata-rata pertumbuhan di atas 6% (Biro Pusat Statistik,
2012). Salah satu sektor yang menjadi harapan untuk tumbuh pesat dan menjadi salah satu
penopang ekonomi di tahun 2011 ini adalah sektor perdagangan dan jasa (Biro Pusat Statistik,
2012). Sektor perdagangan dan jasa merupakan sektor penyumbang Produk Domestik Bruto
(PDB) terbesar setelah sektor manufaktur di Indonesia (Biro Pusat Statistik, 2011).
Sebagai salah satu bentuk dari sektor perdagangan dan jasa di Indonesia adalah bisnis
ISSN # 2252-6242
72
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
ritel. Bisnis ritel di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat (Hapsarini, 2010). Hal
ini, diakibatkan oleh adanya perkembangan usaha industry dan peluang pasar yang cukup
menjanjikan (Hapsarini, 2010), dan juga adanya usaha pemerintah untuk mendorong
perkembangan bisnis ritel (Rosalina, 2011). Situasi seperti ini dapat diperlihatkan salah satunya
melalui banyaknya mall yang didalamnya berdiri hypermarket atau supermarket baru di berbagai
kota di Indonesia.
Dengan semakin cermatnya masyarakat masa kini, maka mereka semakin memilih dan
menilai suatu mall. Tentunya secara umum, para pemilik mall bertujuan untuk dapat memenuhi
kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan suatu mall, mulai dari kebutuhan akan hiburan dan
entertaiment (event-event yang disajikan), kebutuhan akan makanan, kebutuhan akan rumah
tangga, kebutuhan akan fashion, kebutuhan akan kesehatan, dan ditambah dengan perubahan
gaya hidup dan kebiasaan gemar berbelanja. Konsumen saat ini menginginkan tempat berbelanja
yang aman, lokasinya mudah dicapai, ragam variasi yang disajikan didalam mall. Jika semua itu
terpenuhi, maka brand image mall tersebut akan meningkat dan menjadi baik di mata
masyarakat.
Menurut bidang ilmu manajemen ritel (Hasty & Reardon, 1997), ada 8 point penting
dalam sebuah bisnis retail (Thomas & Segel, 2006), yaitu; (1) product, yang menunjukkan jenis
produk yang akan dijual, dan jenis produk yang dijual tersebut akan mendefinisikan brand (2)
presentation menunjukkan penampilan sebuah mall, baik di dalam atau di luar mall, suasana di
dalam mall, dekorasi mall tersebut, dan lain sebagainya (3) procedure yang menggambarkan
sistem yang berlaku di mall (4) pricing yang mewakilkan harga jual dari beragam produk/jasa
yang ditawarkan oleh mall, (5) promotion menunjukkan cara mall memasarkan dirinya sendiri
kepada publik, dimana promosi tersebut harus merefleksikan brand yang ingin dibangun oleh
mall tersebut, (6) profability yang menggambarkan tingkat margin keuntungan yang dihasilkan,
(7) people yang menunjukkan siapa yang akan dipekerjakan dan dengan tugas apa yang mereka
lakukan, dan (8) brand yang menunjukkan bagaimana sebuah mall membedakan dirinya sendiri
dari mall-mall yang lain sehingga menggugah masyarakat untuk berkunjung.
Dalam persaingan bisnis yang kian ketat, perusahaan harus mempunyai keunggulan
bersaing (competitive advantage) dibandingkan pesaingnya (Anthony & Govindarajan, 2007).
Bisnis ritel termasuk salah satu bentuk bisnis yang harus mampu membangun keunggulan
bersaing tersebut. Ada 7 peluang penting bagi peritel untuk membangun keunggulan bersaing
(Levy & Weitz, 2004), yaitu: loyalitas pelanggan, lokasi, manajemen sumber daya manusia,
distribusi dan sistem informasi, merchandise yang unik, hubungan dengan vendor, dan layanan
pelanggan (Hasty & Reardon, 1997). Untuk memperoleh keunggulan bersaing, perusahaan ritel
harus melakukan pengelolaan strategi pemasaran, yang melibatkan empat fungsi utama
manajemen pemasaran (Jung, 2001), yaitu: (1) analisis pemasaran, (2) perencanaan pemasaran,
(3) implementasi pemasaran dan (4) pengendalian pemasaran (Supranto, Limakrisna, & Nandan,
2007). Perusahaan ritel juga harus melakukan analisis terhadap lingkungan pemasarannya (Wu
W. K., 2011) untuk menentukan berbagai ancaman yang mungkin dihadapi dan beberapa
peluang yang mungkin untuk dikelola (Sopiah & Syihabudhin, 2008). Selain itu, perusahaan ritel
juga harus melakukan analisis terhadap kekuatan dan kelemahannya. Hal inilah yang
mendorong perlunya audit pemasaran untuk menelusuri dan melakukan evaluasi terhadap
kegiatan operasional organisasi ritel terhadap tuntutan pasar guna menjaga keunggulan
bersaingnya.
Melalui kajian pustaka ini diharapkan dapat (1) menjelaskan definisi tentang audit
pemasaran dari beberapa sumber, (2) fokus kepada proses bagaimana audit pemasaran dilakukan
di perusahaan ritel, dan (3) untuk mempelajari peran audit pemasaran sebagai alat strategis yang
dapat mengukur kinerja pemasaran pada bisnis ritel dan dapat digunakan untuk mengukur
ISSN # 2252-6242
73
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
kinerja perusahaan ritel. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diharapkan kajian pustaka ini
juga berguna untuk mendalami kerangka pemikiran teoritis sehubungan dengan audit pemasaran,
termasuk dengan alat yang dapat digunakan untuk melakukan audit pemasaran, termasuk dengan
penerapan dari teori sehubungan dengan audit pemasaran.
II.
II.1.
LANDASAN TEORI
MANAJEMEN PEMASARAN
Menurut Kotler & Armstrong (2006), manajemen pemasaran merupakan analisis,
perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan,
membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan target pembeli demi
mencapai sasaran organisasi (Kotler P. , Armstrong, Ang, Leong, Tan, & Tse, 2005).
Perusahaan harus melakukan analisis terhadap lingkungan pemasarannya untuk menentukan
berbagaiancaman yang mungkin dihadapi dan beberapa peluang yang mungkin untuk dikelola
(Kotler & Armstrong, 2006). Perusahaan juga harus melakukan analisis terhadap kekuatan dan
kelemahannya. Hasil analisis pemasaran memberikan gambaran berbagai peluang, ancaman, dan
kekuatan perusahaan, termasuk berbagai kelemahan yang dapat menjadi hambatan dalam
menghadapi pesaing. Berdasarkan informasi ini, perusahaan menyusun suatu rencana pemasaran
(Kertajaya, 2000).
Perencanaan pemasaran meliputi (Kotler P. , 2000): tujuan, strategi, dan taktik yang akan
dijalankan. Sedangkan implementasi pemasaran mencakup aktivitas sehari-hari untuk
melaksanakan rencana pemasaran. Pengendalian pemasaran yang merupakan proses
pengukurandan evaluasi hasil-hasil strategi dan rencana pemasaran serta pengambilan tindakantindakan korektif untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan pemasaran akan tercapai. Pengendalian
pemasaran meliputi empat tahapan penting (Jung, 2001), yaitu: penetapan tujuan pemasaran
spesifik, mengukur kinerja di pasar, mengevaluasi penyebab terjadinya perbedaan antara kinerja
yang diharapkan (tujuan) dengan kinerja aktual yang dicapai perusahaan (Anthony &
Govindarajan, 2007) dan menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan untuk menutup
kesenjangan antara tujuan dan kinerja aktual (Tjiptono, 2001). Salah satu alat untuk melakukan
pengendalian pemasaran adalah audit pemasaran yang akan dijelaskan di bagian berikutnya.
II.2. MANAJEMEN BISNIS RITEL
II.2.1 PENGERTIAN RETAILING
Makna dari retailing adalah penjualan barang-barang atau jasa (produk) kepada
konsumen akhir (Sopiah & Syihabudhin, 2008). Retailing adalah mata rantai terakhir dalam
penyaluran barang dari produsen sampai kepada konsumen. Hal ini menyebabkan banyak
perusahaan mengembangkan perusahaannya dengan memasuki bisnis retailing.
II.2.2 TIPE BISNIS RITEL
Sehubungan dengan in-store retailing (Levy & Weitz, 2004), ada 3 kategori, yaitu (Levy
& Weitz, 2006):
1. Specialty Merchandisers
 Single-line stores adalah toko-toko yang menawarkan satu lini produk barang dagangan,
dengan cukup banyak pilihan yang disajikan. Contoh dari toko-toko ini antara lain toko
furniture, toko perhiasan, toko mainan, toko buku, toko pakaian.
 Specialty shops mempunyai barang dagangan yang lini produknya paling sempit dan
menyediakan pilihan paling banyak dalam lini tersebut. Contohnya adalah: toko
“mothercare”, toko yang khusus menjual perlengkapan bayi.
2. General Merchandisers
 General stores adalah toko yang mempunyai barang-barang dagangan lebih luas produk
lininya dan memiliki pilihan yang lebih sedikit dibandingkan toko-toko single line.
ISSN # 2252-6242
74
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013

General stores merupakan toko non-department, yang menjual beragam barang
kebutuhan pokok.
Department Stores adalah toko yang memiliki beraneka ragam produk yang banyak serta
dikelompokkan sesuai kategori lini produknya.
3. Mass Merchandisers
 Supermarket atau pasar swalayan adalah bentuk toko ritel yang operasinya cukup besar,
berbiaya rendah, margin rendah, volume penjualan tinggi, terkelompok berdasarkan lini
produk, dan biasanya self-service.
 Superstores adalah toko ritel yang lebih besar daripada supermarket konvensional dan
menyediakan beragam barang dagangan yang lebih banyak, termasuk layanan jasa,
seperti food-court, perbankan, binatu.
 Hypermarkerts adalah toko ritel yang dijalankan dengan mengkombinasikan model
discount store dan supermarket. Pendekatan dasar dari hypermarket adalah tampilan
besar dan penanganan minim oleh pelayan toko.
Di dalam masing-masing jenis bisnis ritel tersebut, walaupun secara product line dan
product mix berbeda, namun penerapan audit pemasaran sangat diperlukan (Chirla, 2012).
Minimal, audit pemasaran dibutuhkan untuk melakukan analisa apakah komposisi dari product
line dan product mix tersebut memang sudah baik (Strmiska, 2009). Parameter yang digunakan,
tentunya bukan hanya sekedar angka penjualan dari masing-masing jenis produk, tetapi juga dari
kecepatan penjualannya sendiri (Wu W. K., 2011). Hal ini tentunya juga ditambah dengan
kondisi permintaan pasar, baik perilaku konsumen (Supranto, Limakrisna, & Nandan, 2007),
ataupun dampak dari faktor makro/mikro ekonomi suatu wilayah (Wu W. K., 2011), terhadap
suatu jenis produk, harga jual, kualitas produk, sampai dengan after-sales services yang dapat
diberikan oleh masing-masing pebisnis ritel tersebut (Plunkett, Attner, & Allen, 2008).
II.3.
AUDIT PEMASARAN
Tabel dibawah ini memberikan beberapa definisi audit pemasaran yang dikemukakan
oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan di beberapa negara.
Tabel 2.1: Definisi Audit Pemasaran
Definisi Audit Pemasaran
pemeriksaan lingkungan, sasaran, strategi, dan aktivitas perusahaan
Kotler dan
secara lengkap, sistematis, independen, dan periodik untuk
Amstrong (1997) menentukan bidang masalah dan peluang serta merekomendasikan
rencana tindakan untuk memperbaiki kinerja pemasaran
Schoell dan
Salah satu cara untuk mengontrol aspek pemasaran dari sebuah
Guiltinan (2006) perusahaan
Sejumlah cara titik mulai yang benar untuk proses perencanaan
pemasaran strategic karena melalui audit, strategi sampai pada suatu
tolok ukur baik dari peluang dan ancaman lingkungan ataupun
Tunggal (2007)
kemampuan pemasaran organisasi. Audit merupakan suatu cara untuk
membantu manajemen memilih suatu posisi dalam lingkungan
tersebut berdasarkan faktor-faktor yang diketahui
Antony Michail Alat pemeriksaan sistematis tentang tujuan pemasaran, strategi
(2011)
pemasaran dan kinerja organisasi
Nicole Selley
Review dari kegiatan strategi pemasaran saat ini (apa yang saat ini
(2009)
sedang dilakukan oleh perusahaan tentang strategi pemasaran)
Pemeriksaan sistematis tentang tujuan strategi pemasaran pada
Anie (2013)
perusahaan saat ini
Arpit Loya
Audit pemasaran merupakan bagian penting dari kegiatan proses
Penulis
ISSN # 2252-6242
75
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Penulis
(2011)
Definisi Audit Pemasaran
perencanaan kegiatan pemasaran. Audit pemasaran adalah alat untuk
menilai secara komprehensif segala kegiatan operasional pemasaran
dalam sebuah organisasi
Dari definisi diatas dapat ditarik suatu ide umum, yaitu bahwa audit pemasaran adalah
alat pemeriksaan yang cermat dan alat untuk mengevaluasi praktik pemasaran dan hasilnya.
Audit pemasaran mencakup seluruh bidang sasaran utama dari suatu bisnis (The Chartered
Institute of Marketing, 2013), bukan terbatas pada beberapa masalah yang muncul (Tunggal,
2007). Kalau diperhatikan dari sisi kegiatan audit secara umum, maka audit pemasaran pada
dasarnya menyerupai audit keuangan, dengan melakukan review atau appraisal dari suatu
kegiatan pemasaran. Melalui audit pemasaran ini, diharapkan organisasi dapat evaluasi atas
kegiatan pemasaran yang sudah diterapkan sebelumnya, sebagai dasar penyusunan rencana
pemasaran selanjutnya (The Chartered Institute of Marketing, 2013). Minimal audit pemasaran
dapat menelaah kondisi internal organisasi. Lalu, mengingat kondisi eksternal organisasi juga
tetap berubah setiap saat, misalnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat yang
sudah menembus Rp. 11,000/US$1 saat ini, harga bensin premium yang sudah mencapai Rp.
6,500/liter, harga logam mulia/emas yang sempat melemah sampai dibawah Rp. 400,000/gram di
sekitar akhir bulan Juni 2013 (GoldPrice.Org, 2013), audit pemasaran juga perlu dilakukan
sebagai alat bantu manajemen untuk mencoba mempelajari dampak perubahan lingkungan bisnis
terhadap proses bisnis, dan hasil usaha (The Chartered Institute of Marketing, 2013).
Dalam bisnis ritel, tentu saja audit pemasaran juga bermanfaat untuk memberikan
gambaran tentang posisi perusahaan ritel saat ini berada. Audit pemasaran membantu bisnis ritel
untuk mengevaluasi bagaimana perusahaan meningkatkan efektivitas kinerja pemasarannya,
dikarenakan pemasaran memegang peranan penting dalam bisnis ritel (Jung, 2001). Bisnis ritel
harus berupaya untuk memberikan kepuasan pelanggan yang tinggi.
Beberapa hal yang perlu dicapai sehubungan dengan audit manajemen yang mengarah
kepada fungsi pemasaran dan penjualan adalah sebagai berikut (Jung, 2001); (1) melakukan
evaluasi atas rencana pemasaran dan penjualan, khususnya apakah rencana pemasaran dan
penjualan tersebut sesuai dengan kenyataan yang berlaku, dan (2) melakukan analisa pemasaran
dan penjualan selanjutnya untuk mendukung rencana penjualan.
Karakteristik dari audit pemasaran meliputi (Loya, 2011): (1) komprehensif, yang
mengandung arti bahwa audit pemasaran mencakup semua masalah pemasaran yang dihadapi
organisasi. Kalau hanya mencakup sebagian masalah, dapat dikategorikan sebagai audit
fungsional dan hanya mencakup masalah seperti tenaga penjualan dan harga, (2) sistematis, yang
mengandung arti bahwa audit pemasaran melibatkan urutan tertib langkah diagnostik yang
meliputi lingkungan pemasaran organisasi, sistem pemasaran internal, dan kegiatan pemasaran
yang spesifik, (3) independen, yang mengandung arti bahwa audit pemasaran biasanya dilakukan
oleh pihak dalam atau luar yang memiliki independensi yang cukup dari departemen pemasaran
untuk mencapai kepercayaan manajemen puncak dan objektivitas dibutuhkan, dan (4)
periodik/berkala, yang mengandung arti bahwa audit pemasaran harus dilakukan secara berkala,
bukan hanya ketika ada krisis. Ini menjanjikan manfaat bagi organisasi yang tampaknya sukses,
serta salah satu yang berada dalam kesulitan yang mendalam.
Karakteristik lainnya meliputi lingkungan, obyektif, strategi, kegiatan, sumber daya, dan
gagasan aksi dari sebuah rencana. Dengan karakteristik tersebut, maka dapat dianalisa
manfaat/keuntungan dari proses audit pemasaran yang dilakukan oleh organisasi.
Manfaat/keuntungan tersebut meliputi; (1) membantu pemasar melihat lebih dalam lagi kegiatan
pemasaran, termasuk membantu meningkatkan proses perencanaan pemasaran, (2) membantu
ISSN # 2252-6242
76
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
organisasi memperbaiki cara menjalankan bisnisnya dan meningkatkan produktivitas dan
profitabilitas, dan (3) memberikan dasar untuk mengukur kinerja dan kerangka dari perencanaan
bisnis yang efektif.
II.3.1. KOMPONEN AUDIT PEMASARAN
Loya (2011) menjelaskan bahwa ruang lingkup audit pemasaran mencakup (Strmiska,
2009):
1. Audit lingkungan pemasaran adalah suatu kegiatan audit yang dilakukan terhadap
lingkungan pemasaran mencakup penilaian terhadap pelanggan, pesaing, dan berbagai faktor
lain yang memiliki pengaruh terhadap perusahaan (Wu W. K., 2011).
2.
Audit strategi pemasaran bertujuan untuk menentukan apakah perusahaan telah menetapkan
strategi yang sejalan dengan tujuannya, sesuai dengan lingkungan yang dihadapi (Jung,
2001). Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan auditor meliputi:
 Apakah manajemen mempunyai strategi pemasaran yang jelas?
 Apakah strategi pemasaran secara jelas dapat diartikulasikan untuk mencapai tujuan
pemasaran?
 Apakah perusahaan menggunakan landasan terbaik untuk segmen pasarnya?
 Apakah perusahaan mempunyai kriteria yang jelas untuk menilai segmen pasarnya?
3.
Audit organisasi pemasaran ini menilai kemampun organisasi pemasaran dalam mencapai
tujuan perusahaan. Audit ini menentukan kemampuan tim pemasaran untuk secara efektif
berinteraksi dengan bagian-bagian lain seperti keuangan, pembelian, sumber daya manusia
(Jung, 2001). Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan oleh auditor:
 Apakah ada komunikasi dan hubungan kerja yang baik antara departemen pemasaran dan
penjualan?
 Apakah sistem manajemen produk berjalan secara efisien?
 Apakah produk manajer dapat membuat rencana membuat laba atau hanya volume
penjualan saja?
4.
Audit sistem pemasaran ini menganalisis prosedur yang digunakan perusahaan untuk
memperoleh informasi perencanaan dan pengendalian operasi pemasaran (Chirla, 2012). Hal
ini berhubungan dengan penilaian apakah perusahaan telah memiliki metode yang memadai
atau tidak (Jung, 2001).
5.
Audit produktivitas pemasaran fokus terhadap evaluasi profitabilitas dan pendapatan
perusahaan (Anthony & Govindarajan, 2007). Auditor menggunakan analisa profitabilitas
dan analisa biaya sebagai landasan proses evaluasi.
6.
Audit fungsi pemasaran dimana auditor menggunakan elemen marketing mix (Alipour,
Ghanbari, & Moniri, 2011) minimal untuk menganalisa fungsi perusahaan seperti produk,
harga, tempat dan promosi.
II.3.2. ALAT AUDIT PEMASARAN
1. Analisa SWOT
Alat ini berguna untuk tenaga pemasar dan dapat digunakan pada awal proses audit. Analisa
SWOT mempunyai berbagai keunggulan dan kekurangan (Kotler & Keller, 2008). Beberapa
dari kekurangan dari SWOT analisis adalah terlalu subyektif dan tidak dapat diandalkan
terlalu banyak. Beberapa perusahaan menggunakan SWOT analisis ini sebagai alat untuk
mengevaluasi kinerja pemasaran perusahaannya. Kekuatan (strength) dan Kelemahan
(weakness) mencakup faktor internal. Sedangkan Peluang (opportunity) dan Ancaman
(threat) meliputi faktor eksternal. Peluang dan Kesempatan dapat menciptakan atau merusak
ISSN # 2252-6242
77
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
nilai perusahaan. Perusahaan tidak dapat mengkontrol faktor tersebut. Faktor tersebut muncul
dari dinamika kompetisi di industri atau pasar (Sopiah & Syihabudhin, 2008) atau dapat saja
dari keadaan politik, kondisi ekonomi suatu negara, masalah sosial dan budaya (Indra &
Anantadjaya, 2011). Dengan berkembangnya pemahaman mengenai perusahaan dan
lingkungannya, maka analisa SWOT ini juga berkembang menjadi suatu analisa bisnis
dengan menggunakan pendekatan outward-looking, atau disebut dengan analisa TOWS,
dengan menyelaraskan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan dengan
memperhatikan kesempatan dan ancaman pasar (Hubbard, Rice, & Beamish, 2008).
Sehubungan dengan tipe ritel, seperti yang sudah dibahas sebelumnya (Levy & Weitz, 2004),
maka audit pemasaran yang harus dilakukan untuk specialty merchandisers, general
merchandisers, dan mass merchandisers akan memiliki perbedaan (Levy & Weitz, 2006).
Dengan perbedaan tersebut, maka audit pemasaran yang harus dilakukan walaupun tetap
memiliki scope pekerjaan yang sama, namun, pada prakteknya, detil dari kegiatan kerja yang
harus dilakukan akan berbeda, tergantung dari tipe ritel yang dimaksud. Dengan mengacu
kepada marketing plan, misalnya, detil kegiatan audit dan hasil yang akan dicapai akan
relatif berbeda dari beberapa aspek manajerial (Sloma, 1980), seperti; apa yang dijual, siapa
target pasarnya, siapa pesaingnya, teknik/cara apa yang digunakan, bagaimana memotivasi
sales force, bagaimana melakukan promosi, tingkat return, target penjualan, bagaimana
dengan after-salesnya.
Untuk mass merchandisers, karena marjin penjualan relatif minim mengingat produk yang
dijual mirip dengan beberapa ritel lainnya, maka mass merchandisers akan relatif bergantung
kepada volume penjualan. Hal ini akan mendongkrak target penjualan seraya untuk
meningkatkan tingkat return yang diharapkan. Dalam upaya meningkatkan volume penjualan
setiap periodenya, mass merchandisers akan terkesan lebih gencar dalam melakukan promosi
dengan beragam jenis promosi (Kotler & Keller, 2008), mulai dari iklan rutin di media massa
(baik memasang iklan sendiri dan/atau melalui kerja sama dengan produsen), insentif untuk
pelanggan (kupon, potongan harga, dan product bundling), sampai kepada personal selling
yang dilakukan di dalam outlet oleh mass merchandisers itu sendiri. Sehubungan dengan hal
ini, maka audit pemasaran yang dilakukan terhadap mass merchandisers akan relatif sejalan
dengan tingkat volume penjualan dan promosi. Jika dibandingkan dengan specialty
merchandisers, maka walaupun ruang lingkup audit pemasaran yang dilakukan akan sama,
namun volume dokumentasi yang dihadapi mungkin relatif berbeda.
2. Analisa Five Forces Model
Analisa ini efektif karena dapat membantu pemasar untuk mempunyai gambaran yang jelas
tentang kompetisi di dalam industrinya (Kotler & Keller, 2008). Pemasar dapat melihat
aspek, seperti pesaing, konsumen dan pemasok (Hubbard, Rice, & Beamish, 2008). Model
ini merupakan suatu alat analisa efektif yang dapat digunakan untuk mempelajari kinerja
pemasaran perusahaan, dari sudut pandang analisa industrinya. Secara khusus, audit
pemasaran yang dapat dilakukan dengan perspektif ini adalah (Hubbard, Rice, & Beamish,
2008); (1) mempelajari tekanan yang terjadi di dalam suatu industri sehingga mempengaruhi
tingkat marjin yang dapat dicapai oleh suatu industri tertentu, (2) bagaimana tekanan tersebut
berubah seiring dengan waktu, dan/atau kondisi pasar, dan (3) apakah perubahan tersebut
akan memberikan dampak terhadap tingkat marjin industri. Berdasarkan analisa model five
forces ini, diharapkan audit pemasaran dapat melakukan penelaahan terhadap aspek pesaing,
konsumen, dan pemasok.
Untuk sebuah toko ritel yang menjual makanan dan minuman ringan, misalnya, walaupun
relatif banyak terlihat di pasar, baik di dalam komplek perumahan, maupun di perkantoran,
namun beragam jenis toko ritel tersebut tetap bertumbuh dan berkembang. Bahkan, dapat
ISSN # 2252-6242
78
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
dilihat bahwa toko ritel jenis itu terdapat di hampir seluruh pelosok jalan dan berada di dalam
jarak yang sangat berdekatan. Hal ini dapat dipelajari dengan menggunakan analisa five
forces, khususnya mencari tahu apakah benar bahwa industri ritel jenis ini masih dapat
menghasilkan tingkat marjin yang ingin dicapai. Dengan melihat kenyataan di pasar, maka
seyogyanya hasil penelahaan audit pemasaran harus menghasilkan jawaban positif atas
tingkat marjin. Dengan demikian, fungsi audit pemasaran dapat benar memberikan bukti dan
dukungan terhadap kenyataan di pasar. Disamping itu, dengan analisa five forces, dapat
dipelajari mengenai kekuatan dari pemasok, pesaing dan konsumen terhadap toko ritel jenis
makanan dan minuman ringan ini. Dengan meningkatnya bargaining power dari para
pemasok, pesaing, dan konsumen, maka toko ritel ini akan semakin terjepit. Kondisi ini akan
relatif mengurangi tingkat marjin industri sehingga dalam jangka panjang mungkin dapat
mengurangi daya tarik bagi calon pemain baru untuk masuk ke dalam toko ritel ini. Atau,
mendukung kearah terbentuknya perang harga diantara sesama pemain yang ada.
3. Analisa Balanced Scorecard
Analisa ini bertujuan untuk mengukur kinerja organisasi secara keseluruhan (Indra &
Anantadjaya, 2011) melalui kombinasi antara tangible assets dan intangible assets. Secara
umum, balanced scorecard (BSC) digunakan sebagai suatu alat ukur pengendalian
manajemen, komunikasi antar bagian, dan pemikiran stratejik (Malina & Selto, 2001).
Dengan audit pemasaran, tentunya diharapkan bahwa kinerja yang dihasilkan untuk masingmasing elemen dari BSC dapat terus meningkat. Dalam hal ini, pemasar dapat melakukan
evaluasi terhadap tingkat penjualan dalam periode tertentu (Sloma, 1980), lalu berupaya
menelusuri kembali faktor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penjualan, apakah
faktor dari kualitas karyawannya (Anantadjaya S. P., 2009), permintaan pasar/pelanggan,
atau proses internal yang dilakukan (Anantadjaya & Nawangwulan, 2006).
Mirip dengan proses analisa lainnya, BSC dapat digunakan untuk mengukur kinerja atas
suatu kegiatan kerja. Sehubungan dengan kegiatan pemasaran dan audit pemasaran, BSC
dapat melakukan evaluasi atas 4 elemen sekaligus, bukan hanya dari segi keuangan, tetapi
juga dari segi proses internal bisnis, learning & growh, dan pelanggan. Walaupun ada
peneliti yang melakukan analisa BSC dengan parallel, dimana semua elemen yang tercakup
di dalam BSC, namun ada juga peneliti yang mengurutkan elemen BSC tersebut (Indra &
Anantadjaya, 2011), mulai dari (1) learning & growth, dimana setiap kegiatan organisasi
harus ditunjang oleh keahlian, pengalaman, dan kemampuan dari masing-masing karyawan
(Anantadjaya S. P., 2009), (2) lalu, keahlian, pengalaman, dan kemampuan masing-masing
karyawan tersebut akan menunjang kelancaran dari proses bisnis internal sebuah organisasi,
(3) dengan semakin lancarnya proses bisnis internal tersebut, maka diharapkan bahwa
pelanggan akan semakin puas, bukan hanya dengan produk yang dihasilkan, tetapi juga
terhadap kualitas dari pelayanan yang diberikan (Anantadjaya & Nawangwulan, 2006), dan
(4) semua kegiatan ini dapat dilihat dari sisi keuangan (Anantadjaya S. P., 2007).
Sejalan dengan analisa BSC ini, dan dengan memperhatikan salah satu elemen di dalamnya,
dimana aspek keuangan juga diperhatikan, maka kegiatan audit pemasaran dapat
diselaraskan dengan analisa valuation dan control (Kotler P. , 2000).
 Annual-plan control untuk memastikan bahwa organisasi dapat mencapai tingkat
penjualan, pendapatan, dan obyektif lain yang sudah ditetapkan semenjak awal. Hal ini
juga dikenal dengan management by objective, yang umunya meliputi 4 langkah kerja;
(1) menentukan target bulanan, 3 bulanan, 6 bulanan, dan tahunan, (2) tim manajemen
melakukan pengawasan dan pengendalian atas kinerja, (3) tim manajemen menentukan
penyebab kegagalan, ataupun kesuksesan kinerja, dan (4) tim manajemen mengambil
langkah perbaikan untuk mengurangi tingkat kesenjangan antara kinerja dan target yang
sudah ditentukan. Untuk dapat melakukan annual-plan control dengan baik, diperlukan
ISSN # 2252-6242
79
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
beberapa analisa, yaitu (Kotler P. , 2000);
a. sales analysis untuk mengukur penjualan yang sebenarnya terjadi dan
dibandingkan dengan target penjualan (Sloma, 1980). Perhitungan ini dapat
dilakukan melalui 2 cara; (1) sales-variance analysis yang mengukur tingkat
kontribusi dari faktor yang berbeda terhadap kesenjangan/gap yang terjadi
(Anthony & Govindarajan, 2007), dan dapat dilihat dari variance due to price
decline, atau variance due to volume decline, dan (2) microsales analysis yang
mengukur secara spesifik mengapa suatu produk, wilayah, dan hal lainnya tidak
dapat mencapai target penjualan.
b. market-share analysis untuk mengukur perkembangan dari pangsa pasar suatu
produk/jasa (Sloma, 1980). Hal ini dilakukan karena nilai/data dari penjualan saja
tidak dapat memberikan informasi mengenai besar/kecilnya pangsa pasar suatu
organisasi. Pangsa pasar dapat diukur melalui 3 cara; (1) overall market share
yang mengukur total penjualan organisasi yang ada di dalam pasar/industri
tersebut, (2) served market share1 yang mengukur total penjualan organisasi
dibandingkan dengan pangsa pasar, dan (3) relative market share yang mengukur
total penjualan di pangsa pasar dibandingkan dengan total penjualan dari pesaing
terbesar di dalam pasar/industri tersebut. Perlu diperhatikan juga bahwa pangsa
pasar juga akan berubah seiring dengan waktu karena kombinasi product line,
product mix, tipe pelanggan, wilayah, dan hal lainnya (Alipour, Ghanbari, &
Moniri, 2011). Hal ini dapat dianalisa melalui rumus berikut (Kotler P. , 2000);
OMS = CPen * CLoy * CSel * PSel .……………………...……………….....(2.1)
dimana;
i. OMS adalah overall market share,
ii. CPen adalah customer penetration, yang merupakan persentasi dari semua
individu yang membeli dari organisasi,
iii. CLoy adalah customer loyalty, yang merupakan pembelian yang dilakukan
oleh pelanggan, dan dihitung dengan persentasi pembelian dari semua
pemasok untuk produk/jasa yang sama,
iv. CSel adalah customer selectivity, yang merupakan nilai rata-rata dari
pembelian, dan dihitung dengan persentasi nilai rata-rata pembelian
pelanggan dari nilai penjualan rata-rata organisasi, dan
v. PSel adalah price selectivity, yang merupakan harga jual rata-rata, yang
dihitung denga persentasi dari harga jual rata-rata dari seluruh organisasi.
c. marketing expenses-to-sales analysis untuk mengukur tingkat biaya pemasaran
yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat penjualan tertentu. Secara umum, 30%
dianggap sebagai suatu batasan maksimal sehubungan dengan perbandingan
antara biaya penjualan dan tingkat penjualan (Kotler P. , 2000). Ini merupakan
nilai mark-up yang juga umum “diberlakukan” oleh organisasi (Ebert & Griffin,
2012). Tim manajemen harus melakukan analisa secara berkesinambungan
mengenai pergerakan dari nilai 30% ini, khususnya di dalam setiap detil
komponen yang tercakup di dalamnya, yaitu; (1) sales force-to-sales ratio sekitar
15%, (2) advertising-to-sales ratio sekitar 5%, (3) sales promotion-to-sales
sekitar 6%, (4) marketing research-to-sales sekitar 1%, dan (5) sales
administration-to-sales sekitar 3%.
1
Yang dimaksud dengan “served market share” adalah semua individu yang mampu dan mau membeli produk/jasa dari suatu organisasi. Served
market share selalu akan lebih besar ketimbang overall market share suatu organisasi. Jadi, organisasi dapat mencapai 100% served market
share, tetapi hanya memiliki overall market share yang relatif kecil dari total market yang ada di dalam suatu industri tertentu (Kotler P. , 2000).
ISSN # 2252-6242
80
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
d. financial analysis untuk melihat pergerakan rasio yang dilakukan sebelumnya di
dalam bentuk grafik dan laporan keuangan lengkap, tetapi juga digunakan untuk
melakukan identifikasi atas faktor yang memberikan pengaruh terhadap nilai rate
of return on net worth suatu organisasi (Anthony & Govindarajan, 2007). Nilai
rate of return on net worth merupakan gabungan dari return on assets dan
financial leverage. Jadi, untuk meningkatkan net worth, maka organisasi harus
meningkatkan profit yang dicapai dengan menggunakan aset yang tersedia.
Rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (Kotler P. , 2000);
=
∗
=
∗
=
=
∗
=
∗
……….(2.2)
dimana; NW adalah net worth, PM adalah profit margin, TATO adalah total asset
turnover, dan ROA adalah return on asset.
e. market-based scorecard analysis untuk melakukan analisa kualitatif atas kinerja
produk/jasa di pasar/industri (Indra & Anantadjaya, 2011). Hal ini dilakukan
dengan 2 cara, yaitu; (1) customer-performance scorecard analysis, untuk
mencoba mengukur kinerja organisasi berdasarkan customer-based measures,
seperti; pelanggan baru, pelanggan yang kecewa, pelanggan yang pergi
meninggalkan organisasi, tingkat kesadaran pangsa pasar terhadap produk/jasa
organisasi, target market preference, kualitas produk/jasa yang dihasilkan oleh
organisasi, dan kualitas produk/jasa yang dihasilkan oleh pesaing, dan (2)
stakeholder-performance scorecard analysis, untuk mengukur tingkat kepuasan
dari beragam tipe stakeholder yang dapat memberikan dampak terhadap kinerja
organisasi, seperti; karyawan, pemasok, banks, distributors, retailers, dan
stockholders.

Profitability control untuk mengetahui tingkat marjin pendapatan yang dicapai
berdasarkan produk/jasa, wilayah, tipe pelanggan, segmentasi, jalur distribusi, dan
lainnya (Sloma, 1980). Hasil analisa ini akan membantu merumuskan keputusan
manajemen terhadap suatu produk/jasa, apakah akan dikembangkan, dikurangi, ataupun
dihapuskan dari pasar. Untuk dapat melakukan profitability control dengan baik,
diperlukan beberapa analisa, yaitu (Kotler P. , 2000);
a. Marketing-profitability analysis dengan melakukan 3 langkah yang meliputi; (1)
identifikasi biaya yang berhubungan dengan fungsi pemasaran (functional
marketing expenses). Umumnya, hal ini merupakan jenis biaya yang harus
dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan penjualan (sales) dan pemasaran
(marketing), misalnya; biaya penjualan, iklan/promosi, pengepakan, pengiriman,
dan administrasi, seperti tabel berikut;
Accounts
Total
Gaji/Upah
Sewa
Listrik
Telpon
Total
10,000,000
5,000,000
2,500,000
2,500,000
20,000,000
Penjualan
Iklan/Promosi
4,000,000
500,000
1,500,000
6,000,000
2,000,000
1,000,000
250,000
250,000
3,500,000
Pengepakan
&
Administrasi
Pengiriman
3,000,000
1,000,000
2,000,000
3,000,000
750,000
1,000,000
250,000
500,000
6,000,000
4,500,000
lalu (2) melakukan klasifikasi biaya fungsi pemasaran tersebut berdasarkan tipe
ISSN # 2252-6242
81
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
jalur dari marketing entity2 nya, seperti tabel berikut;
Tipe
channel
Penjualan
Anak
Pria
Wanita
Total
Iklan/Promosi
100
100
100
300
20
30
50
100
Pengepakan
&
Administrasi
Pengiriman
50
50
50
50
100
100
200
200
dimana nilai penjualan, iklan/promosi, pengepakan dan pengiriman, serta
administrasi dihitung berdasarkan nilai rata-rata yang berasal dari jumlah biaya
dibagi dengan jumlah sales calls, iklan, dan purchase order.
Tipe
Biaya Fungsi Pemasaran
Jumlah Unit (pcs)
Rata-rata Biaya (Rp)
Penjualan
6,000,000
300
20,000
Pengepakan
&
Administrasi
Pengiriman
3,500,000
6,000,000
4,500,000
100
200
200
35,000
30,000
22,500
Iklan/Promosi
lalu, (3) menyiapkan laporan rugi/laba untuk masing-masing marketing entity
yang dimaksud, seperti tabel berikut;
Item
Penjualan
Harga Pokok Penjualan
Marjin Penjualan
Biaya
Penjualan (Rp. 20,000 per call)
Iklan/Promosi (Rp. 35,000 per
Pria
Wanita
8,500,000
2,000,000
6,500,000
7,500,000
2,500,000
5,000,000
11,500,000
2,750,000
8,750,000
Seluruh
Bagian
27,500,000
7,250,000
20,250,000
2,000,000
700,000
2,000,000
1,050,000
2,000,000
1,750,000
6,000,000
3,500,000
1,500,000
1,500,000
3,000,000
6,000,000
1,125,000
1,125,000
2,250,000
4,500,000
5,325,000
1,175,000
5,675,000
(675,000)
9,000,000
(250,000)
20,000,000
250,000
Anak
item)
Pengepakan &
Pengiriman (Rp. 30,000 per
proses)
Administrasi (Rp. 27,500 per
order)
Total Biaya
Pendapatan Bersih
dari hasil perhitungan rugi/laba diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
channel untuk penjualan pria dan wanita mengalami kerugian sehingga harus
dilakukan penyebabnya.
b. Direct costs vs. traceable costs vs. full costs merupakan dasar yang perlu
diperhatikan untuk menghindari kesalahan dalam pembebanan biaya yang akan
membawa dampak terhadap tingkat marjin penjualan (Kotler P. , 2000).
i. Direct costs merupakan biaya yang dibebankan secara langsung untuk
bagian, unit atau kegiatan tertentu (Anthony & Govindarajan, 2007). Biaya
sales commissions merupakan contoh dari direct costs atas wilayah
2
Yang dimaksud dengan “marketing entity” disini adalah bagian, atau unit kerja, atau divisi.
ISSN # 2252-6242
82
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
penjualan tertentu, sales representative, atau grup pelanggan tertentu.

ii.
Traceable costs merupakan biaya yang dibebankan secara tidak langsung
untuk bagian, unit, atau kegiatan tertentu, berdasarkan alasan tertentu
(Anthony & Govindarajan, 2007). Biaya sewa gedung/ruangan merupakan
contoh dari traceable costs yang harus diperhitungkan secara prorate per
bagian atau unit kerja.
iii.
Full costs merupakan biaya yang dibebankan secara penuh untuk organisasi,
tetapi tidak dapat dipisahkan, atau diperhitungkan terpisah untuk masingmasing bagian, unit kerja, atau kegiatan tertentu (Anthony & Govindarajan,
2007). Contohnya adalah gaji manajer, pajak, biaya bunga, dan factory
overhead, yang terkadang sulit dan menjadi tidak logis kalau dipisahkan per
bagian, atau unit kerja tertentu.
Efficiency control untuk mengetahui tingkat efisiensi dari hasil penjualan per produk,
wilayah, atau pangsa pasar tertentu (Kotler P. , 2000). Tingkat efisiensi ini merupakan
perbandingan antara biaya pemasaran dan hasil penjualan yang diperoleh. Beberapa
perhitungan yang dapat digunakan sehubungan dengan efficiency control ini adalah;
a. Sales force efficiency untuk mengukur tingkat efisiensi dari tim penjualan
organisasi (Kotler P. , 2000). Tingkat efisiensi untuk tim penjualan ini dapat
dikendalikan melalui beberapa parameter, seperti (Sloma, 1980); jumlah rata-rata
sales calls per orang per hari, jumlah rata-rata pendapatan per sales call,
entertainment cost per sales call, jumlah pelanggan baru per periode, biaya sales
force per total sales, dan lainnya yang dapat diperhitungkan sehubungan dengan
biaya dari tim penjualan.
b. Advertising efficiency untuk mengukur tingkat efisiensi dari iklan yang dilakukan
oleh organisasi (Kotler P. , 2000). Walaupun relatif sulit untuk dilakukan,
beberapa parameter yang dapat digunakan adalah (Sloma, 1980); biaya iklan per
customer inquiry, jumlah inquiry yang dihasilkan oleh iklan, pengukuran attitude
individu terhadap suatu produk/jasa yang diiklankan per periode, pengukuran
product awareness terhadap suatu produk/jasa yang diiklankan per periode, opini
individu/kelompok tentang iklan, biaya iklan per 1,000 orang yang ditargetkan
oleh media iklan tersebut, dan lainnya yang dapat dilakukan sehubungan dengan
biaya iklan.
c. Sales promotion efficiency untuk mengukur tingkat efisiensi dari promosi yang
dilakukan oleh organisasi (Kotler P. , 2000). Tingkat efisiensi ini dapat diukur
dengan menggunakan beberapa parameter, seperti (Sloma, 1980); persentasi
penjualan per promosi tertentu, biaya display per total penjualan, persentasi
kupon yang digunakan, jumlah inquiry dari kegiatan pameran/demonstrasi,
jumlah pembelian langsung yang terjadi selama periode pameran/demonstrasi,
dan lainnya sehubungan dengan beragam jenis sales promotion yang dilakukan
oleh organisasi.
d. Distribution efficiency untuk mengukur tingkat efisiensi dari kegiatan distribusi
(Kotler P. , 2000), yang meliputi pengendalian biaya di gudang, persediaan, lokasi
gudang, pengepakan, dan pengiriman barang. Hal yang harus diperhatikan adalah
bahwa tingkat efisiensi dari kegiatan distribusi akan relatif berkurang pada saat
penjualan mengalami peningkatan karena terjadinya bottleneck di suatu proses
tertentu. Parameter utama yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
ISSN # 2252-6242
83
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
efisiensi distribusi, khususnya adalah (Sloma, 1980); proses produksi per periode,
proses bisnis per periode, kapasitas produksi per periode, kapasitas distribusi, dan
lainnya yang dapat mengukur kegiatan distribusi suatu organisasi.

II.4.
Strategic control untuk mengetahui tingkat pengendalian kegiatan pemasaran
sehubungan dengan tujuan strategis organisasi yang sudah disepakati sejak awal
(Tjiptono, 2001). Hal ini dapat disebut juga dengan marketing-effectiveness analysis
(Wu & Fu, 2009), dimana organisasi berupaya untuk menghitung tingkat efektifitas suatu
program pemasaran (Wu W. K., 2011), baik dari sisi internal (misalnya; marjin, biaya,
dan pertumbuhan) maupun eksternal (misalnya; etika bisnis, etika iklan, dan tanggung
jawab sosial). Beberapa parameter yang umumnya digunakan sebagai acuan dalam
strategic control ini adalah (Kotler P. , 2000); filosofi pelanggan, kegiatan pemasaran
yang terintegrasi, informasi pemasaran yang cukup, orientasi strategis, dan operational
efficiency (Sloma, 1980).
PENELITIAN TERDAHULU
Tabel dibawah ini menjelaskan hal yang dilakukan di dalam penelitian sebelumnya.
Peneliti
Strmiska
Wen Kuei Wu
Wu dan Fu
Chirla
Alipour,
Ghanbari dan
Moniri
Tabel 2.2: Penelitian Sebelumnya
Variabel
Dimensi/Penjelasan
Menggunakan portfolio analisis, BCG
Audit pemasaran dari produk
matrix. Mengelompokkan produk
yang baru dipasarkan
menurut posisi keunggulan di pasar
Environmental munificence (EM) &
Audit for marketing planning Environmental dynamism (ED)
(AMP), Audit for marketing
Environmental dynamism (ED) &
execution (AME), dan
Environmental munificence (EM)
Marketing Performance (MP) Audit for marketing planning (AMP) &
Audit for marketing execution (AME)
Analisa pasar, audit
Michael Porter’s Five Forces model,
pemasaran
analisa SWOT analisis
Strategi pemasaran, orientasi
Importance-Performance Analysis (IPA)
pemasaran, orientasi pasar
Audit pemasaran, kinerja
manajer pemasaran
Marketing mix (4 P’s)
III.
KESIMPULAN
Dari pembahasan literatur diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peran dari audit
pemasaran merupakan suatu kegiatan kerja yang harus dilakukan secara rutin di dalam organisasi
untuk dapat mengendalikan dan mengawasi seluruh tugas dan pekerjaan dari pemasaran. Bukan
hanya dari sisi lingkungan bisnisnya saja, tetapi juga dari beragam pengaruh dan faktor lain yang
dapat menghambat kelancaran usaha. Peran audit pemasaran menjadi penting untuk memastikan
kegiatan kerja rutin di dalam bidang pemasaran dan penjualan tetap sejalan dengan rencana awal,
termasuk dengan anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya, agar dapat mencapai target yang
diharapkan (Anthony & Govindarajan, 2007).
Dengan dilakukannya audit pemasaran, maka diharapkan kinerja organisasi, khususnya
bisnis ritel, dapat selalu dikendalikan untuk mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan.
Disamping itu pula, dengan dilakukannya audit pemasaran, maka tujuan/rencana strategis bisnis
ritel dapat dicapai dengan lebih baik, secara lebih efisien dan juga efektif (Anthony &
Govindarajan, 2007).
ISSN # 2252-6242
84
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Variabel dan indikator yang dapat digunakan sehubungan dengan audit pemasaran relatif
beragam, mulai dari indikator audit yang umum berlaku, sampai dengan indikator audit yang
lebih mengarah kepada perilaku auditor ataupun manajemen itu sendiri. Disamping itu pula,
audit pemasaran ini juga dapat dilakukan di beragam tahapan, mulai dari tahap perencanaan,
sampai dengan tahap evaluasi akhir. Dengan demikian, penelitian seputar topik audit pemasaran
relatif besar dan memiliki potensi menjadi rumit dan kompleks (Loya, 2011). Tentu saja, hal ini
juga dipersulit dengan tuntutan audit pemasaran yang mengacu kepada supply chain
management dari suatu runtutan proses produksi sebuah organisasi, ataupun tingkat kepuasan
pelanggan, termasuk dengan tingkat loyalitas pelanggan terhadap organisasi (Anantadjaya,
Walidin, Waskita, & Nawangwulan, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Alipour, M., Ghanbari, A., & Moniri, S. (2011). The Impact of Marketing Mix (4Ps) on
Marketing Audit and Performance in Iranian SMEs. International Journal of Humanities
and Social Science .
Anantadjaya, S. P. (2007). Financial Aspects of HR Scorecard & Business Process Evaluation:
An Empirical Study in Retail & Service Industries. The 4th Universitas Surabaya
International Annual Symposium on Management (hal. 80-98). Surabaya, Jawa Timur:
Universitas Surabaya.
Anantadjaya, S. P. (2009). Measuring Human Resources: A Case Study in Small and Medium
Enterprises. Seminar National Industrial Services (hal. 101-114). Cilegon, Indonesia:
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Anantadjaya, S. P., & Nawangwulan, I. M. (2006, September 6). The Tricky Business of Process
Evaluation. Dipetik June 10, 2013, dari The Jakarta Post: www.thejakartapost.com/news
Anantadjaya, S. P., Walidin, A., Waskita, E. S., & Nawangwulan, I. M. (2007). Consumer
Behavior, Supply Chain Management and Customer Satisfaction: An Investigative Study
in Small and Medium Enterprises. International Seminar on Industrial Engineering &
Management, ISSN # 1978-774X. Jakarta, Indonesia: Universitas Indonusa Esa Unggul.
Anthony, R. N., & Govindarajan, V. (2007). Management Control Systems, International
Edition, 12th Edition. Singapore: McGraw-Hill/Irwin.
Biro Pusat Statistik. (2011). Ekonomi dan Perdagangan. Dipetik March 31, 2013, dari Biro
Pusat Statistik: www.bps.go.id
Biro Pusat Statistik. (2012). Ekonomi dan Perdagangan. Dipetik March 31, 2013, dari Biro
Pusat Statistik: www.bps.go.id
Chirla, E. G. (2012). Marketing Audit in the Agro Food Industry. Dissertation - Faculty of
Agriculture . Cluj-Napoca, Transylvania, Romania: Universitatea de Ştiinţe Agricole şi
Medicină Veterinară Cluj-Napoca.
Ebert, R. J., & Griffin, R. W. (2012). Business Essentials, 9th Edition, Global Edition. New
Jersey, USA: Pearson Prentice Hall.
GoldPrice.Org. (2013). Dipetik July 22, 2013, dari Gold Prices: http://goldprice.org/
Hapsarini, R. A. (2010, February 11). Perkembangan Bisnis Ritel di Indonesia: Bisnis Ritel
Makanan (Grocery) Sangat Menjanjikan. Dipetik March 31, 2013, dari Retno Hapsarini
Blog Detik: http://retnohapsarini.blogdetik.com/index.php/2010/11/02
Hasty, R., & Reardon, J. (1997). Retail Management. New York: McGraw-Hill.
Hubbard, G., Rice, J., & Beamish, P. (2008). Strategic Management: Thinking, Analysis, Action,
3rd Edition. Frenchs Forest, New South Wales, Australia: Pearson Australia Group, Pty,
Ltd.
ISSN # 2252-6242
85
Finance & Accounting Journal, Vol. 2, No. 2, September 2013
Indra, J., & Anantadjaya, S. P. (2011). Balancing the Firm's Scores: A Performance and Control
Study in Indonesian Financing Industry. 7th Asia Pacific Management Accounting
Association Conference & Doctoral Colloquium Proceedings. Shah Alam, Malaysia:
APMAA.
Jung, S. D. (2001). Manajemen Audit: Meningkatkan Efektifitas & Efisiensi Perusahaan Anda.
Jakarta, Indonesia: Penerbit Restu Agung.
Kertajaya, H. (2000). Siasat Memenangkan Persaingan Global. Jakarta: Gramedia.
Kotler, P. (2000). Marketing Management, International Edition, The Millennium Edition. Upper
Saddle River, New Jersey, USA: Prentice-Hall, Inc. (ISBN # 0-13-015684-1).
Kotler, P., & Armstrong, G. (2006). Prinsip-Prinsip Pemasaran Jilid 1 Edisi 12. Jakarta:
Erlangga.
Kotler, P., & Keller, K. (2008). Marketing Management, 13th Edition. New Jersey: Prentice
Hall.
Kotler, P., Armstrong, G., Ang, S. H., Leong, S. M., Tan, C. T., & Tse, D. K. (2005). Principles
of Marketing: An Asian Perspective. Singapore: Prentice Hall (ISBN # 013-123439-0).
Levy, M., & Weitz, B. A. (2004). Retailing Management, 5th Edition. New York, USA:
McGraw-Hill.
Levy, M., & Weitz, B. (2006). Retailing Management. New York: McGraw-Hill/Irwin.
Loya, A. (2011). Marketing Audit - An Important Tool to Determine Strengths and Weaknesses
of the Companies. International Journal of Multidisciplinary Management Studies .
Malina, M. A., & Selto, F. H. (2001, April). Communicating and Controlling Strategy: An
Empirical Study of the Effectiveness of the Balanced Scorecard. Dipetik July 30, 2013,
dari Social Science and Research Network: http://ssrn.com/abstract=278939
Plunkett, W. R., Attner, R. F., & Allen, G. S. (2008). Management: Meeting and Exceeding
Customer Expectations, 9th Edition, International Edition. Mason, Ohio, USA: SouthWestern/Cengage Learning.
Rosalina. (2011, December 4). Bisnis Retail Naik Akibat Perubahan Gaya Hidup. Dipetik March
31, 2013, dari Tempo: http://www.tempo.co/read/news/2011/12/04/090369845
Shinta, A. (2011). Manajemen Pemasaran. Malang: UB Press.
Sloma, R. S. (1980). How To Measure Managerial Performance. New York, USA: MacMillan
Publishing Co., Inc.
Sopiah, & Syihabudhin. (2008). Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Strmiska, O. (2009, August). Marketing Audit of Newly Introduced Products. Undergraduate
Thesis - Marketing Management . Kunovice, Czech Republic: European Polytechnic
Institute.
Supranto, Limakrisna, & Nandan. (2007). Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
The Chartered Institute of Marketing. (2013). The Marketing Audit. Dipetik July 20, 2013, dari
Marketing Planning Tool: http://www.cim.co.uk/marketingplanningtool/tech/tech5.asp
Thomas, C., & Segel, R. (2006). Retailing in the 21th Century. New Jersey: John Wiley.
Tjiptono, F. (2001). Strategi Pemasaran. Jakarta: Penerbit Andi.
Tunggal, W. (2007). Dasar-dasar Audit Manajemen. Jakarta: Harvarindo.
Wu, W. K. (2011, February 20). Market Environment, Marketing Audit and Performance:
Empirical Evidence from Taiwanese Firms. Wufeng District, Taichung, Taiwan:
Chaoyang University of Technology.
Wu, W. Y., & Fu, C. S. (2009). Services Officer Cognitions Toward Marketing Planning: A
Hierarchical Cognition of Marketing Audit Model. African Journal of Business
Management, Vol. 3, No. 6 , 260-267.
ISSN # 2252-6242
86
Download