HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol. VI, No. 05/I/P3DI/Maret/2014 KRISIS UKRAINA Lisbet*) Abstrak Krisis di Ukraina, yang pada awalnya merupakan krisis akibat ketidakstabilan politik di dalam negeri, kini telah berkembang menjadi krisis internasional, terutama setelah Rusia mengirim pasukan militernya ke Ukraina, khususnya Semenanjung Krimea. Reaksi masyarakat internasional pun bermunculan atas tindakan Rusia tersebut, termasuk atas krisis di Ukraina itu sendiri, karena ternyata dampaknya juga dialami secara ekonomis. Sebagai bagian dari masyrakat internasional, Indonesia tidak bisa mengabaikan begitu saja krisis tersebut, terlebih hubungan Indonesia-Ukraina sejauh ini telah berjalan dengan baik. Latar Belakang merupakan negara terbesar di kelompok Eurasia. Ukraina sendiri membutuhkan pasokan gas dari Rusia. Oleh karena itu, sejak November 2013, Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengirimkan pasukan militernya sebanyak 16.000 tentara ke Semenanjung Krimea. Pasukan militer ini telah menguasai semua pusat pemerintahan Ukraina dan juga gedung Parlemen sehingga membuat militer Ukraina tidak mampu bergerak sedikit pun. Rusia mengirimkan pasukan ke Semenanjung Krimea karena wilayah ini didominasi oleh penduduk beretnis Rusia, yakni sebanyak 58,5 persen. Pemerintah Otoritas Krimea saat ini (per 11 Maret 2014) tengah mempersiapkan referendum sebagai salah satu rencana penggabungan dengan Rusia. Bahkan, dalam beberapa bulan setelah referendum, Krisis Ukraina dimulai sejak November 2013. Saat itu, Presiden Ukraina Viktor Yanukovych batal melakukan kesepakatan dagang dengan Uni Eropa. Tidak hanya itu, Presiden Yanukovych bahkan memutuskan untuk menerima utang dari Rusia sebanyak 15 miliar dolar AS. Rusia memberikan utang tersebut sebagai bentuk “kompensasi” karena Ukraina batal melakukan kesepakatan dagang dengan Uni Eropa. Akibat dari batalnya kesepakatan tersebut, masyarakat wilayah barat yang menginginkan agar Ukraina mendekatkan diri dengan Eropa Barat dan kaum nasionalis, kemudian menggelar demonstrasi. Rusia melakukan pendekatan dengan Ukraina karena Rusia hendak membentuk pakta ekonomi saingan dari Uni Eropa. Ukraina *) Peneliti Muda Tim Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI, email: [email protected] Info Singkat © 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI www.dpr.go.id ISSN 2088-2351 -5- Pemerintah Otoritas Krimea telah siap untuk menerapkan undang-undang Rusia. Tidak hanya itu saja, Kementerian Keuangan Krimea pun telah mempersiapkan skema perpindahan mata uang dari hryvnia ke rubel. Kesemuanya ini menandakan bahwa Pemerintah Otoritas Krimea menyatakan keseriusannya dalam mempersiapkan penggabungan dengan Rusia. Perdana Menteri Krimea Sergei Aksyonov pun menjanjikan, apabila Krimea bergabung dengan Rusia maka bahasa Ukraina tetap akan menjadi salah satu bahasa resmi wilayah itu. Perdana Menteri Aksyonov juga menjanjikan kepada para tokoh masyarakat Tatar bahwa nantinya mereka akan mendapatkan kursi menteri senior dalam pemerintahan baru di Krimea. Bahkan, AS juga akan mempersiapkan sebuah dasar hukum untuk mengenakan sanksi lebih lanjut terhadap individu yang menyalahgunakan aset negara Ukraina atau telah menegaskan kekuasaan atas bagian tertentu dari negara Ukraina tanpa persetujuan pemerintah baru di Kiev. Respons itu diambil setelah Parlemen (Republik Otonomi) Krimea yang menjadi bagian dari Ukraina, menyerukan akan melakukan referendum pada tanggal 16 Maret 2014 untuk memutuskan apakah Krimea akan bergabung dengan Rusia atau tidak. Respons keras dari AS ini pun tidak jauh berbeda dengan respons Uni Eropa. Dewan Uni Eropa pun mengatakan bahwa mereka mengutuk semua bentuk kekerasan yang telah menimpa negara Ukraina. Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan 2014/119/ CFSP, Dewan Uni Eropa memutuskan untuk membekukan dana dan aset dari 18 orang yang GLLGHQWL¿NDVL VHEDJDL SHQDQJJXQJ MDZDE DWDV penyalahgunaan dana negara Ukraina dan atas kekerasan serta pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi selama aksi unjuk rasa menentang pemerintahan. Namun demikian, keputusan Dewan Uni Eropa tersebut tampaknya menyulitkan sejumlah negara Eropa seperti Jerman, Perancis dan Inggris, yang sebelumnya telah menjalin kerja sama dengan Rusia. Jerman misalnya, tidak siap menjalankan sanksi sebagaimana dilakukan oleh AS karena ketergantungan pasokan energinya pada Rusia. Jerman membeli sepertiga dari kebutuhan gas dan minyaknya dari Rusia. Jerman pun memiliki hubungan dagang yang luas dengan Rusia dan memiliki investasi sebesar 22 miliar dolar AS di Rusia. Tidak hanya Jerman, Perancis pun mengalami keraguan akibat ketergantungan kontrak pertahanan dan keamanan dengan Rusia, dan juga memiliki kesepakatan untuk menjual kapal perang ke Rusia. Sedangkan Inggris telah mendapat keuntungan besar dari perusahaan investasi yang difasilitasi Rusia. Respons Internasional Pengiriman tentara Rusia ke Semenanjung Krimea tersebut telah memancing berbagai reaksi dunia Internasional. Akibat gencarnya desakan dari para pemimpin dunia, Sekretaris Jenderal Perserikatan BangsaBangsa (Sekjen PBB) pun telah mengutus deputinya untuk berkunjung ke Ukraina. Setelah melakukan kunjungan pada tanggal 3 Maret 2014 ke Ukraina, Deputi Sekjen PBB, Jan Eliasson, secara pribadi telah mempelajari fakta-fakta di lapangan dan menjelaskan pada Sekjen mengenai langkah-langkah yang bisa diambil PBB untuk mendukung upaya deeskalasi situasi di Ukraina. Berdasarkan penjelasan tersebut, akhirnya PBB memutuskan untuk memfasilitasi dialog di antara para pihak yang terlibat untuk menenangkan krisis Ukraina. Namun demikian, niat baik ini ditolak oleh Rusia. Rusia menghalangi program pemantauan Dewan Keamanan (DK) PBB di Ukraina. Bahkan, Cina yang merupakan sekutu Rusia pun tidak mendukung tindakan ini karena Cina mengakui kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina. Berbeda dengan PBB, Amerika Serikat (AS) merasa perlu untuk mengambil tindakan tegas terhadap Rusia. Hal ini dilakukan karena tidak adanya tanda-tanda dari Rusia yang mengisyaratkan keinginan untuk keluar dari Ukraina. Padahal, AS sudah melakukan pendekatan secara persuasif mulai dari level menteri sampai presiden. Oleh karena itu, AS telah mengumumkan adanya pelarangan visa serta pemblokiran aset kepada pejabat Rusia yang sedang berada di AS dan melakukan pencegahan apabila terdapat warga AS yang hendak melakukan bisnis dengan orang-orang Rusia atau Ukraina. Dampaknya Terhadap Ekonomi Global Krisis Ukraina ini pun ternyata berdampak pada ekonomi global. Ukraina merupakan eksportir gandum dan jagung terbesar di dunia, dan harga kedua komoditas ini sekarang sudah meningkat sehingga menimbulkan ketidakseimbangan harga di wilayah yang mengkonsumsi kedua komoditas tersebut. TIdak hanya itu, Ukraina juga mempunyai peran penting sebagai penghubung perdagangan gas Rusia¬ dan Eropa. Rusia telah -6- menyuplai 25 persen kebutuhan gas Eropa dan setengah kebutuhannya dipompa melalui Ukraina. Dengan adanya krisis ini, Rusia akan memangkas aliran gasnya di Kiev, ibukota Ukraina, dan hal ini dapat berakibat pada naiknya harga-harga energi untuk industri dan rumah tangga. Dampak ekonomi global lain adalah berkurangnya kepercayaan para investor kepada negara berkembang lain di dunia. Krisis yang terjadi di Ukraina muncul tepat pada saat negara-negara berkembang mengalami kesulitan dalam menghadapi penarikan dana stimulus bank sentral AS (kebijakan tappering). Implikasinya, pertumbuhan ekonomi global pun akan semakin melambat. Untuk mengantisipasi melambatnya pertumbuhan ekonomi global, Bank Dunia menawarkan bantuan sebesar 3 miliar dolar AS kepada Ukraina. Bantuan tersebut nantinya akan digunakan oleh Pemerintah Sementara Ukraina untuk mendukung reformasi ekonomi dan pembangunan seperti memulihkan stabilitas ekonomi makro, menopang permodalan bank-bank, reformasi di sektor energi, dan keseriusan dalam penanganan korupsi. Bantuan 3 miliar dolar AS ini pun berdampingan dengan program investasi dan jaminan multiyear yang dikucurkan Bank Dunia di Ukraina dengan total nilai 3,7 miliar dolar AS. Selain itu, Bank Dunia mendukung pula pembangunan infrastruktur di Ukraina, seperti jaringan pasokan air, sanitasi, listrik, dan jalan. Tawaran Bank Dunia ini muncul di tengah-tengah upaya untuk membantu memperkuat otoritas baru Ukraina yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF), AS, dan Uni Eropa. AS menawarkan bantuan 1 miliar dolar AS berupa jaminan pinjaman. Sementara itu, Presiden Komisi Eropa, Jose Manuel Barroso, pun mengumumkan bantuan senilai kira-kira 11 miliar euro. Baiknya hubungan kedua negara akhirnya secara resmi ditandatangani pada tanggal 11 Juni 1992 di Moskow, melalui sebuah Joint Communique. Setelah itu, pada 1994, Indonesia membuka KBRI di Kiev, Ukraina, merangkap Armenia dan Georgia. Sebaliknya, Pemerintah Ukraina membuka kedutaannya di Jakarta pada 1996. Selanjutnya, hubungan kedua negara semakin meningkat dengan adanya kunjungan Presiden Ukraina Leonid Kuchma ke Indonesia pada tanggal 10-13 April 1996. Pada kunjungan tersebut, kedua Presiden telah menandatangani “Joint Declaration on Principles of Relations and on Cooperation between the Republic of Indonesia and Ukraine.” Meningkatnya kerja sama di bidang politik pun diiringi dengan peningkatan kerja sama di bidang ekonomi. Pada tahun 2009, volume perdagangan Indonesia dan Ukraina mencapai 773.62 juta dolar AS. Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2010, di mana volume perdagangan kedua negara meningkat menjadi sebesar 1.007,05 juta dolar AS. Kerja sama ekonomi ini pun terus mengalami peningkatan sehingga nilai perdagangan kedua negara menjadi 1.270 juta dolar AS dan 1.320 juta dolar AS masing-masing pada tahun 2011 dan 2012,. Meningkatnya jumlah total perdagangan kedua negara ini menunjukkan adanya kesungguhan dari kedua negara untuk semakin memperkuat kerja sama, khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan. Hubungan baik Indonesia-Ukraina ini juga berlanjut di tingkat Parlemen. Hubungan Parlemen Ukraina dan DPR-RI belum begitu lama tetapi sudah cukup dekat. Melalui partisipasi DPR-RI di fora antarparlemen, seperti $VLD 3DVL¿F 3DUOLDPHQWDU\ )RUXP (APPF) dan Asian Parliamentary Assembly (APA), misalnya, Delegasi Parlemen Ukraina dan Delegasi DPR-RI di sela-sela persidangan telah beberapa kali melakukan pertemuan, terlebih jika ada isu yang perlu dibahas untuk memperkuat hubungan bilateral IndonesiaUkraina. Hal ini juga dilakukan melalui kunjungan studi banding Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR-RI dan Komisi I DPRRI ke Ukraina, seperti yang pernah dilakukan pada tahun 2011. Sayangnya, hubungan ini belum diperkuat dengan penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) antara Parlemen Ukraina dan DPR-RI. MoU ini seharusnya ditandatangani pada Desember 2013 tetapi tidak dapat dilakukan akibat timbulnya krisis ini. Indonesia dan Ukraina Meskipun Indonesia tidak mengalami dampak secara langsung dari krisis ini, Indonesia perlu memberi perhatian terhadap perkembangan yang terjadi di Ukraina. Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Ukraina yang telah terjalin sejak tahun 1946. Pada Sidang Umum PBB tahun 1946, Ukraina merupakan negara anggota PBB pertama yang telah mengajukan “Masalah Indonesia” (Indonesia Question). Sebaliknya, Indonesia pun memberi pengakuan atas kemerdekaan Ukraina pada 28 Desember 1991, pascabubarnya Uni Soviet. -7- Terkait dengan kepentingan nasional, dengan adanya krisis ini kerja sama di antara kedua negara pun akan semakin menurun. Pemerintah telah memikirkan keselamatan WNI di Ukraina yang berjumlah 59 orang. KBRI di Kiev yang notabene merupakan perwakilan politik dan simbol hubungan baik kedua negara telah mengambil kebijakan akan memproses relokasi warga Indonesia apabila kondisi keamanan semakin tidak terkendali. Menyikapi krisis ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri telah menyatakan keprihatinannya terhadap situasi di Ukraina. Indonesia sendiri menjunjung tinggi prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Pemerintah Ukraina. Pemerintah Indonesia pun telah mendorong semua pihak yang terlibat untuk mampu menahan diri, melakukan pengelolaan krisis (crisis management) dan memprioritaskan penyelesaian damai terhadap situasi di Ukraina dan penghormatan terhadap hukum internasional. soal.Referendum.Crimea, diakses 11 Maret 2014. 3. Rusia Kini Bangsa Berbahaya, Kompas, 7 Maret 2014, hal 8. 4. Aset Petinggi Pro-Rusia Diblokir, Media Indonesia, 7 Maret 2014, hal 24. 5. “AS Mulai Berlakukan Sanksi Atas Rusia”, http://indonesian.irib.ir/ hidden-1/-/asset_publisher/m7UK/ content/as-mulai-berlakukan-sanksiatas-rusia?redirect=http%3A%2F%2Fi ndonesian.irib.ir% 2Fhidden1%3Fp_p_ i d % 3 D 1 0 1 _ I N S T A N C E _ m7UK%26p_p_lifecycle%3D0%26p_p_ state%3Dnormal%26p_p_ mode%3Dview%26p_p_col_ id%3Dcolumn-2%26p_p_col_count%3D1, diakses 7 Maret 2014. 6. “Jerman Ragu Beri Sanksi Rusia”, http:// www.republika.co.id/berita/internasional/ global/14/03/07/n21mq7-jerman-raguberi-sanksi-rusia, diakses 7 Maret 2014. ³'HSXW\ 6HFUHWDU\*HQHUDO %ULH¿QJ Security Council on Situation in Ukraine, Says Now Is Time for Cool Heads to Prevail”, http://www.un.org/News/Press/ docs/2014/dsgsm751.doc.htm, diakses 7 Maret 2014. 8. "Ukraine 'a country on edge,' says UN deputy chief, urging dialogue among all parties", http://www.un.org/apps/news/ story.asp?NewsID=47292&Cr=ukraine&Cr 1=#.UxlVVs7lmCk, diakses 7 Maret 2014. 9. "Council Regulation (EU) No 208/2014 of 5 March 2014 concerning restrictive measures directed against certain persons, entities and bodies in view of the situation in Ukraine”, http://eur-lex.europa.eu/ LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2014 :066:0001:0010:EN:PDF, diakses 7 Maret 2014. 10. Siaran Pers Kementerian Luar Negeri No. 015/PR/III/2014/53, “Indonesia Garis Bawahi Prinsip Penghormatan Kedaulatan dan Keutuhan Wilayah Negara dan Serukan Sikap Menahan Diri serta Penyelesaian Damai Krisis di Ukraina” dikutip dari http://www.kemlu.go.id/ Documents/Pernyataan Menlu Terkait Ukraina, diakses 5 Maret 2014. 11. “Krisis Ukraina: Rusia Kuasai Bandara Crimea”, Kompas, 1 Maret 2014, hal 1. Penutup Krisis yang terjadi di Ukraina kiranya juga perlu mendapat perhatian DPR-RI, terlebih antara Indonesia dan Ukraina sejauh ini telah memiliki hubungan baik. Melalui fungsi pengawasan yang dimilikinya, DPR-RI dapat mengingatkan pemerintah agar aktif di forum PBB untuk mencari solusi damai atas krisis yang terjadi di Ukraina, dan menyerukan kepada DK PBB untuk memikul tanggung jawabnya sebagaimana yang dicantumkan dalam Piagam PBB, yakni memelihara perdamaian dan keamanan internasional. DPR RI secara kelembagaan juga perlu menyampaikan pernyataan keprihatinan atas krisis yang terjadi di Ukraina, khususnya kepada Kelompok Persahabatan Parlemen Ukraina-Indonesia yang dipimpin oleh Volodymyr Vechenko, dan berharap krisis di Ukraina ini dapat segera berakhir melalui caracara damai dan sesuai harapan rakyat Ukraina. Rujukan 1. 2. “Bank Dunia Tawarkan Bantuan 3 Miliar Dollar AS untuk Ukraina”, http://internasional.kompas.com/ read/2014/03/11/0452204/Bank.Dunia. Tawarkan.Bantuan.3.Miliar.Dollar. AS.untuk.Ukraina, diakses 11 Maret 2014. “Rusia Menghadapi Isolasi dan Tekanan Meluas Soal Referendum Crimea”, http://internasional.kompas.com/ read/2014/03/11/0522270/Rusia. Menghadapi.Isolasi.dan.Tekanan.Meluas. -8-