Forum Komunikasi Lingkungan Hidup • Inisiatif dalam

advertisement
Short List – 5. Kelembagaan
5.10.(6)
Forum Komunikasi Lingkungan Hidup – FKLH
(Dalam Kerangka Metropolitan Environment
Improvement Project-MEIP)
•
Surabaya
Tipe Kegiatan :
Forum Komunikasi Lingkungan Hidup
•
Inisiatif dalam manajemen Perkotaan :
Pelibatan stakeholders dalam pemecahan masalah lingkungan
•
Tempat dan Skala Kegiatan :
Kotamadya Surabaya di 4 kelurahan yaitu Kel. Rungkut Menanggal, Kel. Waru
Gunung,
Kel. Bongkaran dan Kel. Sukolilo.
•
Pelaku Utama :
Masyarakat, MEIP GTZ, Pemerintah dan Swasta
Deskripsi Kegiatan
Masalah lingkungan di perkotaan pada masa mendatang akan menjadi semakin berat dan kompleks,
sehingga perlu disiapkan SDM baik di pemerintah dan masyarakat, agar dapat mengelola lingkungan secara
baik. Salah satu upaya yang ditempuh oleh Pemda KMS adalah menjalin kerjasama dengan Lembaga
Kerjasama Teknik Jerman (Deutsche Gesellschaft FÜr Technische Zusammenarbeit - GTZ GMBH of
Germany) untuk memulai pelaksanaan Metropolitan Environment Improvement Project (MEIP) di Surabaya.
Melalui MEIP inilah diharapkan berbagai permasalahan lingkungan hidup dapat diatasi dengan lebih baik
dan terencana. Tujuan utama proyek MEIP adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota
Surabaya melalui perbaikan proses pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan lingkungan.
Agar berbagai tujuan tersebut
dapat direalisasikan, maka melalui
tahapan survey pendahuluan oleh
Perguruan Tinggi yang bekerjasama
dengan MEIP, dibentuk FKLH di 4
(empat) kelurahan percontohan proyek
MEIP, yaitu Kelurahan Bongkaran Kecamatan
Pabean
Cantikan,
FKLH Rungkut Menanggal terus
Kelurahan Waru Gunung Kecamatan
mengupayakan solusi untuk mengatasi
Karang Pilang, Kelurahan Sukolilo
pencemaran dengan pihak PT.SIER
Kecamatan Kenjeran dan Kelurahan
Rungkut Menanggal Kecamatan Gunung Anyar. FKLH ini merupakan wahana
pertemuan bagi semua pihak dan semua orang yang berkepentingan dengan
masalah-masalah lingkungan hidup dan pembangunan yang berkelanjutan di
tingkat kelurahan. Melalui FKLH di tingkat kelurahan diharapkan pihak swasta,
masyarakat
dan
pemerintah
dapat
duduk
bersama-sama
untuk
memusyawarahkan sekaligus berupaya memecahkan masalah-masalah
lingkungan hidup dan pembangunan di wilayah kelurahan.
Anggota FKLH ini terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat pada tingkat kelurahan. Tujuan
FKLH adalah membangun lingkungan hidup yang lebih baik, sehat, layak, aman serta mendukung upaya
pembangunan yang berkelanjutan khususnya di wilayah kelurahan dengan tidak meninggalkan kondisi
lingkungan hidup yang lebih buruk kepada generasi mendatang.
72
Short List – 5. Kelembagaan
Melalui proses pendampingan yang dilakukan MEIP bekerjasama dengan LSM selama 6 bulan, saat
ini FKLH sudah berjalan dan mulai memperlihatkan hasil. Prakarsa dan partisipasi anggota masyarakat mulai
tumbuh dalam menentukan prioritas masalah yang harus diselesaikan sekaligus beberapa permasalahan
lingkungan hidup di tingkat kelurahan sudah dapat diatasi.
Kantor pemerintahan Kelurahan Sukolilo
Kec. Kenjeran yang mulai terbangun dan
tertata setelah adanya FKLH
Kebersihan muara sungai mulai
diperhatikan warga setelah adanya FKLH
dari Kel. Sukolilo
Pembangunan jalan paving stone hasil kerja FKLH
dan warga setempat mampu mendorong keperdulian
warga untuk lebih menjaga kebersihan lingkungan
Pelaksanaan Kegiatan
Peserta FKLH boleh siapa saja baik dari unsur swasta, pemerintah dan masyarakat di
kelurahan yang bersangkutan. Termasuk di dalam unsur swasta adalah pengusaha atau
orang yang mewakili perusahaan/industri. Unsur pemerintah termasuk Kepala
Pemerintahan Tingkat Kelurahan atau pegawai instansi lain yang kantornya berada di
lingkungan kelurahan tersebut. Sementara unsur masyarakat adalah siapa saja atau semua
warga, baik pegawai negeri atau bukan yang bertempat tinggal di lingkungan kelurahan
tersebut. Termasuk tokoh-tokoh agama, tokoh PKK, Ketua RT, RW, tokoh pemuda, dll.
Keanggotaan ini dibagi menjadi anggota inti dan non inti. Selain itu juga dibentuk
Badan Musyawarah yang terdiri dari anggota inti dan non inti serta Pengurus Harian atau
badan pekerja yang terdiri dari anggota inti FKLH. Serta dibentuk juga Kelompok Kerja
(Pokja) yang bertugas menyelenggarakan program kerja dan memberikan laporan dalam
setiap pertemuan forum. Walau ketua forum dipegang oleh seorang lurah atas usul
Bappeda, tetapi kendali operasional dilaksanakan oleh ketua harian yang dipilih langsung
oleh anggotanya.
Tugas
Secara umum FKLH memiliki tugas :
a. Mengembangkan cita-cita lingkungan hidup yang lebih baik, sehat, aman, layak dan berkelanjutan di
wilayah kelurahan.
b. Menampung aspirasi berbagai pihak terhadap masalah lingkungan hidup.
73
Short List – 5. Kelembagaan
c.
d.
e.
f.
g.
Menyusun rencana program kerja lingkungan hidup. Rencana ini sebagai masukan dalam Musyawarah
Pembangunan (Musbang) kelurahan, penyusunan rencana pengelolaan lingkungan hidup/RKL swasta
dan rencana kegiatan RT/RW.
Mensosialisasikan program kerja FKLH maupun Kelompok Kerja (Pokja) kepada seluruh warga.
Menggerakkan partisipasi dan melakukan koordinasi dengan pihak swasta serta pemerintah untuk
menunjang pelaksanaan program.
Mengawasi dan memonitor pelaksanaan program kerja lingkungan hidup yang telah disepakati.
Mencari altrernatif pemecahan konflik yang mungkin timbul.
Kemitraan ini dapat di kelompokkan dalam 2 tahap, yaitu :
Tahap Persiapan
Pada tahap ini kemitraan dilakukan oleh MEIP Surabaya secara intensif, terprogram
dan terarah dengan pihak Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya (KMS),
khususnya Bappeda. Hal ini karena Ketua Tim Teknis MEIP Surabaya juga berkedudukan
di Bappeda KMS. Didalamnya termasuk perumusan program kerja MEIP selama kurun
waktu 2 tahun masa kerja sama. Proses pendekatan, asistensi serta konsultasi dengan
jajaran Pemda dimulai pada tahap ini. Selain itu dalam proses penyusunan program kerja
MEIP juga menjalin hubungan dengan instansi/dinas terkait sebagai bahan masukan
mengenai program kerja yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Dalam pembentukan FKLH, aktor-aktor yang terlibat seperti kepala pemerintah
tingkat kelurahan beserta aparatnya, pihak swasta baik industri besar, sedang, maupun
kecil, pedagang, RT/RW maupun masyarakat setempat lainnya. kemitraan dalam hal ini
lebih hidup karena adanya pendekatan partisipasi yang dilakukan oleh pihak MEIP.
Masyarakat yang terlibat aktif dalam FKLH ini sekaligus menetapkan tata tertib di wilayah
masing-masing.
Tahap Pelaksanaan FKLH
Dalam tahap ini, ketika FKLH sudah terbentuk, proses kemitraan berjalan sesuai
dengan program kerja yang telah digariskan dalam FKLH. Kemitraan bukan lagi pada
MEIP, tapi lebih pada FKLH itu sendiri. Hal ini disebabkan karena posisi MEIP hanya
sebagai penumbuh kesadaran atau fasilitator bagi masyarakat untuk membentuk suatu
wadah pengelolaan lingkungan hidup partisipatif. Saat ini kerjasama yang dapat dilakukan
oleh forum cukup beragam. Forum ini sudah dilegalisasi melalui SK Walikotamadya
Surabaya.
Manfaat dan keuntungan kegiatan serta faktor-faktor Pelaksanaannya
Kendala-Kendala
Baik dalam proses pembentukan maupun pelaksanaan FKLH mengalami beberapa kendala utama, antara
lain:
1. Kurangnya Political will dan support dari Pemerintah Daerah pada tahap awal perencanaan dan
pembentukan FKLH sehingga membutuhkan proses diskusi dan asistensi mendalam dan waktu yang
relatif lama untuk menumbuhkannya. Hal ini lebih disebabkan karena belum adanya landasan formal
mengenai pembentukan institusi yang menjalin, melibatkan sekaligus bekerjasama dengan berbagai
pihak termasuk pemerintah diluar struktur pemerintahan yang ada.
2. Adanya konflik antar kelompok masyarakat dan antara pemerintahan kelurahan dengan masyarakat
setempat karena suatu kasus tertentu sehingga upaya menyatukan berbagai tokoh kunci (stakeholders)
dalam suatu forum relatif sulit.
3. Banyak dan kompleksnya berbagai permasalahan lain di luar masalah lingkungan hidup menyebabkan
perumusan masalah menjadi melebar. Tetapi permasalahan di luar konteks pengelolaan lingkungan
hidup ini tetap diupayakan untuk diselesaikan bersama. Hal inilah yang menyebabkan perumusan dan
penyelesaian masalah lingkungan hidup memakan waktu lebih lama.
4. Sistem pengambilan keputusan secara partisipatif (bottom up) belum diserap seluruhnya secara
institusional sehingga banyak sekali dinas/instansi yang sudah merencanakan dan memprogram proyek
pembangunan tanpa melihat kebutuhan masyarakat setempat.
74
Short List – 5. Kelembagaan
5.
Masih kurangnya kesadaran berbagai pihak, seperti swasta, akan pentingnya upaya pengelolaan
lingkungan hidup sangat mempengaruhi konerja FKLH.
Inovatif
Penilaian inovatif terdapat pada beberapa aspek, antara lain :
1. Metode yang digunakan sebenarnya sama, tetapi penggunaan dan penggabungan beberapa instrumen
pelatihan cukup mengena pada sasaran yang diharapkan. Organizing through symbols serta penggunaan
pohon masalah dan tujuan banyak yang digunakan sebagai alat pelatihan untuk menumbuhkan
participatory planning, atau lebih khusus transactive planning. Dengan menggunakan instrumen ini,
masyarakat secara aktif berpartisipasi dan mengeluarkan prakarsa mengenai pengelolaan lingkungan
hidup.
Selain itu adanya upaya pengembangan rasa sharing risk, sharing resources, feeling together antar
berbagai unsur dan peran masyarakat yang berada dalam FKLH mampu menumbuhkan kekompakan
(social energy) dalam setiap aktivitas yang dilakukan.
2. Keberadaan FKLH serta keanggotaannya itu sendiri merupakan sesuatu yang sama sekali baru. Upaya
mempertemukan para stakeholders di berbagai unsur masyarakat (Tokoh Masyarakat, Swasta dan
Pemerintah setempat) untuk duduk bersama dalam suatu forum guna merumuskan permasalahan
sekaligus upaya pemecahan lingkungan hidup sangat jarang dapat ditemui. Apalagi keberadaannya yang
diluar struktur pemerintahan desa walau diketuai oleh seorang kepala pemerintahan kelurahan, sehingga
memakan waktu lama untuk membicarakan dan menggalang dukungan pemerintah lokal.
3. Partisipasi dan prakarsa aktif masyarakat untuk menentukan prioritas sekaligus alternatif pemecahan
masalah yang muncul dan berkembang serta mampu melakukan bergaining dengan pemerintah dan
swasta, jarang dapat ditemui di organisasi masyarakat lokal lainnya. Hal ini muncul karena pendekatan
yang digunakan adalah participatory appraisal yang mensyaratkan adanya prakarsa aktif masyarakat
setempat.
Hal-hal yang dapat dipelajari
•
•
•
•
Keberadaan forum sebenarnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sehingga mampu mendorong
prakarsa dan partisipasi aktif mereka, khususnya untuk menghadapi masalah lingkungan hidup yang
kompleks.
Karakteristik forum ini (FKLH) lain sama sekali dengan forum-forum yang telah terbentuk, khususnya
model partisipasi dalam pengambilan keputusan yang mampu ditumbuhkan. Apalagi didorong oleh
situasi sosial-politik (reformasi) yang kondusif seperti saat ini.
Dalam forum ini anggota dididik untuk dapat menyusun prioritas dan alternatif pemecahan masalah
lingkungan hidup yang mereka hadapi serta mampu melakukan penggalangan dana walau masih relatif
kecil untuk membiayai beberapa kegiatan FKLH, sekaligus pengelolaan dana yang sifatnya swakelola
dan transparan.
Forum ini juga mendidik warga untuk mampu melakukan bergaining dengan dinas/instansi pemerintah
serta swasta. Terutama mendidik masyarakat untuk mampu menolak beberapa proyek pemerintah yang
dirasa tidak dibutuhkan warga setempat serta mempertahankan kondisi lingkungan setempat dari
pencemaran industri.
Kemungkinan-kemungkinan Replikasi
Agar FKLH ini dapat direplikasikan di lokasi lain, maka terdapat beberapa prasyarat utama
yang harus dipenuhi, antara lain :
1.
2.
3.
Pemilihan lokasi jangan dilakukan pada masyarakat yang lokasinya memiliki kemungkinan akan
digusur karena kemungkinan besar kondisi sosial-psikologi masyarakat semacam ini sangat labil.
Mereka mengalami krisis keberadaan sehingga tidak begitu memperdulikan masalah yang lain seperti
lingkungan hidup di sekitarnya.
Pemilihan lokasi jangan ditempatkan pada masyarakat yang memiliki konflik serius antar golongan
maupun antara pemerintah dan masyarakat setempat.
Masyarakat memiliki kesiapan dan minat untuk mengelola suatu forum sejenis. Ini dapat diketahui
setelah diadakan survey pendahuluan dengan metoda participatory appraisal. Untuk itu sebelumnya
juga perlu dirangsang dengan program atau proyek yang mendatangkan manfaat langsung bagi
masyarakat setempat.
75
Short List – 5. Kelembagaan
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Political will dan support dari local government perlu ditumbuhkan sejak awal sehingga tidak
merintangi pembentukan serta proses legalisasi forum.
Perlu dikembangkan secara lebih luas akses informasi lingkungan hidup untuk meningkatkan kesadaran
dan perilaku seluruh lapisan masyarakat di berbagai unsur yang lebih positif terhadap pengelolaan dan
pelestarian lingkungan hidup.
Dibuat modul pelatihan dan panduan pendanaan dengan menggunakan metoda serta instrumen yang
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Adanya dana simultan yang siap dikucurkan guna membiayai proses perencanaan, pembentukan dan
pelaksanaan FKLH, sekaligus sebagai alat motivasi bagi para anggotanya.
Dilibatkannya Non Government Organization sebagai social engineering serta penyiapan pemerintah
setempat yang akan terlibat
Jaringan antar trainer (partnership) setelah proses pelatihan dilaksanakan perlu terus dijalin dan
dikembangkan sebagai upaya pengembangan metoda, pendekatan dan rencana program yang lebih luas
lagi.
Upaya FKLH Ke. Bongkaran untuk
meningkatkan keperdulian warga terhadap
lingkungan mulai terlihat dengan adanya
b ih
l k
Warga sedang menjemur gabah hasil
panen dengan latar pepohonan dan bak
sampah dari kerja FKLH Waru Gunung
Pengelola Pantai Ria Kenjeran di Kel.
Sukolilo kurang memperhatikan masalah
yang dihadapi warga setempat dan saat ini
masih terus didekati oleh FKLH
Nara Sumber :
1. Ir. Raphael Anindito, MSc (Project Officer MEIP-GTZ)
2. Ir. Tumpal M. S. Simanjuntak (Training Specialist MEIP-GTZ)
3. Drs. Bambang Budiono, MA (MEIP-GTZ)
Alamat :
Jl. Sedepmalem No. 20 Surabaya
Telp./Fax : (031) 5482793 E-mail : [email protected]
Referensi Lain :
(1) Laporan Akhir Participatory Urban Appraisal (MEIP) di 4 kelurahan.
(2) Ringkasan pengembangan prakarsa masyarakat dalam perencanaan partisipatif kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup melalui FKLH.
(3) Laporan penelitian dan lokakarya perencanaan partisipatif kegiatan pengelolaan lingkungan hidup
kelurahan percontohan MEIP Surabaya.
(4) Pemecahan masalah dan prioritas program lingkungan hidup
76
Short List – 5. Kelembagaan
(5) Tata tertib dan aturan main FKLH.
Permasalahan Lingkungan Hidup di
Surabaya Kian Banyak & Kompleks
Lembaga Kerjasama
Teknik Jerman (GTZ)
PEMDA KMS
MEIP - SURABAYA
Untuk Meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota
surabaya melalui perbaikan proses pengambilan
keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan
lingkungan.
Survey Pendahuluan Oleh Lemlit
ITS dan Lembaga Kajian
Lingkungan Unibang
4 Wilayah Uji Coba
(Wilayah Kelurahan)
Spektra & YLWD
melakukan pendampingan &
Pelatihan
Instansi/Dinas terkait
Membantu proyek
SWASTA
PEMERINTAH
FKLH
Wahana pertemuan bagi semua pihak yang berkepentingan
dengan masalah-masalah lingkungan hidup dan pembangunan
yang berkelanjutan di tingkat Kelurahan
TOKOH
MASYARAKAT
MAYARAKAT
UMUM
Lingkungan hidup yang lebih baik terpelihara dan pembangunan dapat dilakukan
secara berkelanjutan
77
Download