BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kegiatan yang dilakukan secara sengaja atau tidak membutuhkan ilmu matematika di dalamnya, misalkan saat melakukan perhitungan uang, jual beli, atau aktivitas lainnya. Selain itu, matematika juga memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan teknologi yang terjadi dalam sebuah negara melalui perkembangan ilmunya seperti di bidang statistika, program linear, dan matematika diskrit. Melihat pentingnya peranan tersebut, matematika diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Dalam standar isi satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 mei 2006) disebutkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Hal ini senada dengan ketrampilan proses yang harus dikuasai siswa melalui pembelajaran matematika menurut National Council of Teacher Mathematic (NCTM 2000), yakni : (1) pemecahan masalah (problem solving); (2) penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) koneksi (connection); (4) komunikasi (communication); serta (5) representasi (representation). Depdiknas (dalam Kesumawati, 2008: 231) mengungkapkan bahwa pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika. Sutawijaya (dalam Wiryanto, 2012 :164) mengatakan bahwa matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif. Soedjadi (dalam Mulyono : 2010) berpendapat, salah satu ciri penting matematika 1 2 adalah memiliki objek abstrak, yang sering juga disebut objek mental. Objekobjek tersebut merupakan objek pikiran. Objek itu meliputi: fakta, konsep, operasi atau relasi, dan prinsip. Dalam proses pembelajaran, pemahaman terhadap objek yang dipelajari merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Kemampuan pemahaman konsep siswa berkaitan erat dengan kemampuan representasi matematis mereka. Selain itu, objek dalam matematika semuanya abstrak sehingga untuk mempelajari dan memahami ide-ide tersebut memerlukan representasi. Goldin (2002 : 273) dalam penelitiannya menemukan bahwa siswa mempunyai cara yang berbeda dalam menggunakan representasi untuk memahami konsep pecahan. Setiap siswa mempunyai cara sendiri untuk membangun konstruksi pengetahuannya. Dalam hal ini, sangat memungkinkan bagi siswa untuk mencoba berbagai macam representasi untuk memahami suatu konsep. Menurut Janvier (dalam Kartini, 2009 : 362) konsep tentang representasi merupakan salah satu konsep psikologi yang digunakan dalam pendidikan matematika untuk menjelaskan beberapa phenomena penting tentang cara berpikir anak-anak. Representasi siswa membantu guru memahami bagaimana jalan pikirannya dalam memahami suatu konsep. Lesh, Post, & Behr mengemukakan bahwa pengungkapan ide-ide matematika dengan menggunakan berbagai modus seperti : bahasa lisan, bahasa tulis, simbol, gambar, diagram, model, grafik, atau menggunakan anggota fisik dikaitkan sebagai representasi ide (Hiebert & Carpenter, 1992; Janvier dkk, 1987; Goldin, 1987; Sugiatno dkk ,2012). Representasi ide-ide matematika dalam berbagai cara merupakan pedoman untuk memahami dan menggunakan ide-ide tersebut (NCTM, 2000). Menurut Bruner, pengungkapan ide melalui alat peraga (benda konkrit) atau perbuatan disebut representasi enaktif (enactive), sedangkan jika melalui gambar atau grafik maka disebut representasi ikonik (iconic) dan untuk menggunakan simbol (bahasa) disebut representasi simbolik (symbolic). 3 Representasi simbolik lebih tinggi tingkatannnya dari representasi ikonik dan representasi ikonik lebih tinggi tingkatannya dari representasi enaktif. Guru harus memperhatikan tahap representasi siswa dalam membelajarkan sebuah materi, agar konsep matematika dapat dipelajari dengan baik. Menurut Bruner, akan terjadi internalisasi pengetahuan (keadaan di mana pengalaman baru menyatu ke dalam struktur kognitif siswa) yang optimal dalam proses belajar apabila konsep diajarkan melalui tiga tahapan tadi, yakni Enaktif – Ikonik – Simbolik. Namun, dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru dituntut untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam waktu terbatas. Oleh sebab itu, dalam membelajarkan sebuah konsep, ada kalanya guru langsung sampai pada suatu tahapan, tanpa melewati tahapan sebelumnya. Misalnya, ketika menerangkan konsep barisan bilangan, anak diajarkan melalui contoh-contoh barisan dengan angka-angka. Hal ini berarti masuk ke tahap simbolik tanpa melewati tahap enaktif dan ikonik. Mengingat kemampuan anak di dalam kelas yang heterogen, kemungkinan ada anak yang belum bisa mengikuti pada tahap tersebut, karena ternyata tahapan representasi pengetahuannya baru sampai pada tahap enaktif. Hal ini mungkin akan berdampak pada proses pembentukan konsep matematika (abstraksi) yang dimilikinya. Dari survey yang sebelumnya dilakukan, proses pembelajaran yang biasanya langsung meloncat pada tahap simbolik, membuat siswa memiliki kecenderungan untuk menyelesaikan masalah dengan menghitung angka-angka yang ada pada soal tanpa memahami maksud soal terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan siswa terbiasa memanipulasi simbol-simbol sehingga pemahaman mereka terhadap suatu masalah menjadi dangkal dan terbatas pada perhitungan angka. Hasan (2012 : 690) mengemukakan abstraksi merupakan proses pembentukan konsep dalam struktur kognitif siswa. Hasil abstraksi adalah konsep-konsep yang ada dalam kognitif siswa. Proses/hasil abstraksi berada dalam struktur kognitif sehingga tidak dapat diamati secara langsung. Yang dapat 4 diamati dari proses/hasil suatu abstraksi adalah representasi eksternal dari konsep. Dengan demikian representasi eksternal suatu konsep akan menentukan pemahaman siswa terhadap suatu konsep. Soedjadi (dalam Hasan, 2012 : 690) mengatakan bahwa perkembangan kemampuan kognitif siswa dimulai dengan hal-hal yang konkret kemudian secara bertahap mengarah ke hal yang abstrak. Abstraksi seseorang yang dilakukan untuk mengonstruk konsep matematika lebih bersifat personal. Widada menyatakan proses ini dipengaruhi oleh struktur pengetahuan yang telah dimilikinya (Hasan, 2012 : 690). Soedjadi (dalam Wiryanto, 2012 : 168) mengungkapkan proses perpindahan dari tiap tahapan belajar Bruner perlu diperhatikan, apabila tidak hati-hati, maka proses ini akan menjadi tidak bermakna karena simbol memiliki sifat abstrak dan kosong dari arti. Menurut prinsip notasi, pencapaian suatu konsep dan penggunaan simbol matematika harus secara bertahap, dari sederhana, yang secara kognitif dapat dipahami siswa baru kemudian perlahan-lahan meningkat ke arah yang lebih kompleks. Bruner lebih menekankan agar setiap siswa mengalami dan mengenal peristiwa atau benda nyata di sekitar lingkungannya, kemudian menemukan sendiri cara untuk merepresentasikan peristiwa atau benda tersebut dalam pikirannya. Ini sering dikenal sebagai model mental tentang peristiwa yang dialami atau benda yang diamati dan dikenali oleh siswa. Proses sampai pada model mental tersebut ialah suatu proses abstraksi (Wiryanto, 2012 : 168). Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, tujuan yang ingin dicapai peneliti melalui penelitian ini adalah bagaimana abstraksi siswa dalam merepresentasikan konsep barisan bilangan berdasarkan teori Bruner. Masalah ini penting untuk diketahui agar guru dapat mengetahui aktivitas abstraksi yang dilakukan oleh siswa dalam memahami konsep barisan bilangan dan memberikan gambaran tentang metode dan strategi apa yang cocok digunakan dalam membelajarkan suatu konsep kepada siswa. 5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan , dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Representasi apa saja yang digunakan siswa dalam merepresentasikan konsep barisan bilangan berdasarkan teori Bruner? 2. Bagaimana aktivitas abstraksi siswa dalam merepresentasikan konsep barisan bilangan berdasarkan teori Bruner? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui representasi apa saja yang digunakan siswa dalam merepresentasikan konsep barisan bilangan berdasarkan teori Bruner. 2. Mengetahui aktivitas abstraksi yang dilakukan siswa dalam merepresentaikan konsep barisan bilangan berdasarkan teori Bruner. D. Manfaat Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi guru a. Memberikan informasi tentang pemahaman siswa dalam merepresentasikan konsep barisan bilangan. b. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru matematika sekolah menengah pertama dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa. 2. Bagi siswa Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan representasinya terhadap suatu konsep sehingga memungkinkan mengetahui kesulitan yang dihadapi, dan aktivitas abstraksi yang dilakukan. 6 3. Bagi pembaca a. Sebagai masukan bagi pembaca bahwasannya representasi dapat digunakan untuk mengetahui kualitas pengetahuan. b. Untuk menjadi referensi, bahan pertimbangan, acuan bagi penelitian sejenis. 4. Bagi peneliti Memberikan pengalaman penelitian yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan pembelajaran.