Bab 29 - Bappenas

advertisement
BAB 28
PENINGKATAN PERLINDUNGAN
DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
A. KONDISI UMUM
Pembangunan kesejahteraan sosial dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, melalui
redistribusi hasil-hasil pembangunan yang diwujudkan dalam kegiatan penanganan
masalah-masalah sosial terutama bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS). Meskipun telah dicatat banyak keberhasilan, namun beberapa masalah masih
harus mendapat perhatian.
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa ada sebagian warga negara yang belum dapat
memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri dan hidup dalam kondisi kemiskinan,
akibatnya mereka mengalami kesulitan dan keterbatasan kemampuan dalam mengakses
berbagai sumber pelayanan sosial dasar serta tidak dapat menikmati kehidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Dalam hal ini, bagi PMKS persoalan yang mendasar adalah
tidak terpenuhinya pelayanan sosial dasar seperti kesehatan, pendidikan, sandang,
pangan, papan, dan kebutuhan dasar lainnya. Selain itu, belum ada suatu sistem
perlindungan dan jaminan sosial yang terintegrasi untuk melindungi dan memberikan
jaminan sosial bagi seluruh penduduk terutama penduduk yang miskin dan rentan.
Paradigma pembangunan pada masa lalu, terutama pada masa sentralistik, dalam
penanganan kemiskinan dan masalah sosial lainnya lebih banyak menjadi kewenangan
pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah cenderung sebagai pelaksana. Pada
masa yang akan datang, seiring dengan desentralisasi pembangunan dalam kerangka
kebijakan otonomi daerah, maka kebijakan, strategi dan program pelayanan
kesejahteraan sosial menjadi kewenangan bersama antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, serta adanya pembagian peran yang jelas. Hubungan pusat dengan
daerah yang semula berdasarkan hubungan struktural akan bergeser menjadi hubungan
fungsional.
Undang-undang (UU) No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan pokok
Kesejahteraan Sosial secara umum mengatur ruang lingkup tugas pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial dalam menentukan garis kebijakan
yang diperlukan untuk memelihara, membimbing dan meningkatkan usaha
kesejahteraan sosial; memupuk, memelihara, membimbing dan meningkatkan kesadaran
serta rasa tanggung jawab sosial masyarakat; dan melakukan pengamanan dan
pengawasan pelaksanaan usaha-usaha kesejahteraan sosial. Usaha-usaha pemerintah di
bidang kesejahteraan sosial meliputi bantuan sosial baik bagi perseorangan maupun
kelompok yang mengalami kehilangan peranan sosial atau menjadi korban bencana;
memelihara taraf kesejahteraan sosial melalui penyelenggaraan sistem jaminan sosial;
melakukan bimbingan, pembinaan, rehabilitasi sosial termasuk penyalurannya ke dalam
masyarakat bagi warga negara yang terganggu kemampuannya untuk mempertahankan
hidup, terlantar atau tersesat; dan melaksanakan penyuluhan sosial untuk meningkatkan
peradaban, perikemanusiaan dan kegotongroyongan.
Sesuai dengan UU tersebut, maka perlindungan sosial bertujuan pertama,
melindungi masyarakat dari penindasan, penghisapan/eksploitasi, kemiskinan dan
kehinaan, dan kedua, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bebas
melakukan aktifitas sosial secara konstruktif, sehingga kesejahteraan individu, keluarga
dan masyarakat dapat ditingkatkan. UU tersebut juga mengatur bahwa untuk
mewujudkan perlindungan sosial, upaya yang dilakukan adalah usaha kesejahteraan
sosial secara profesional, upaya yang dilakukan adalah usaha kesejahteraan sosial secara
profesional dengan titik sentral penerapan ilmu pekerjaan sosial (social work). Adapun
esensi ilmu pekerjaan sosial adalah pengembangan komunitas (community development)
dan pengorganisasian komunitas (community organization).
Saat ini, jumlah PMKS yang membutuhkan perhatian adalah sebesar 24,2 juta jiwa.
Berdasarkan data BPS dan Pusdatin Departemen Sosial tahun 2004, diketahui bahwa
warga masyarakat yang tercatat sebagai “fakir miskin” berjumlah sekitar 14,8 juta jiwa
(kurang lebih 42 % dari jumlah populasi orang miskin di Indonesia yang berjumlah
sekitar 36,1 juta jiwa). Di samping itu masih terdapat pula sejumlah warga masyarakat
lainnya yang termasuk kategori PMKS seperti gelandangan, pengemis, bekas
narapidana terlantar, anak jalanan, penyandang cacat terlantar, lansia terlantar, tuna
susila, komunitas adat terpencil dan sebagainya, yang jumlahnya diperkirakan sekitar
9,4 juta jiwa.
Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama ini telah
menghasilkan berbagai jangkauan pelayanan, seperti pemberdayaan sosial terhadap 3,3
juta anak terlantar dan 1,1 juta balita terlantar, anak jalanan, dan santunan bagi 3,1 juta
lanjut usia terlantar. Selain itu, telah dilakukan pula peningkatan pemberdayaan peran
keluarga miskin, dan bantuan bagi keluarga fakir miskin dalam bentuk kelompok usaha
bersama (KUBE) bagi 545.219 KK melalui 50.000 KUBE dan 95 Lembaga Keuangan
Mikro KUBE Sejahtera. Sementara itu, terhadap 1,9 juta penyandang cacat dan 365,9
ribu anak cacat, telah dilaksanakan pula rehabilitasi dan perlindungan sosial, termasuk
penyempurnaan sarana dan prasarana pusat rehabilitasi dan panti cacat. Sedangkan
terhadap kelompok tuna sosial yang meliputi 87,5 ribu wanita tuna susila, 59,1 ribu
gelandangan dan 8,2 ribu gelandangan penderita HIV/AIDS, 18,2 ribu bekas warga
binaan lembaga permasyarakatan, serta 28,3 ribu pengemis, telah dilaksanakan
pelayanan dan rehabilitasi sosial. Demikian pula telah dilaksanakan penyempurnaan
sarana dan prasarana panti tuna sosial. Sedangkan kepada para korban bencana sosial
diberikan bantuan tanggap darurat, termasuk bantuan pemulangan/terminasi.
Hal penting lainnya yang telah dilaksanakan adalah pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil (KAT) yang mencakup upaya-upaya integrasi sosial, penanggulangan
kemiskinan, dan perlindungan lingkungan. Pemberdayaan KAT bukan hanya dilihat
sebatas upaya untuk mematahkan isolasi/keterasingan secara fisik dari kelompokkelompok masyarakat lain di lingkungannya, tetapi yang lebih penting adalah
menangani isu isolasi sosial, sehingga mereka dapat hidup sejajar dengan masyarakat di
sekitarnya. Pemberdayaan KAT juga dilaksanakan melalui koordinasi dan integrasi
pelaksanaan kegiatan dengan sektor-sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan
II.28 - 2
umum, lingkungan hidup serta Usaha Kecil Menengah (UKM) yang didukung dengan
pemihakan pemerintah daerah untuk memberdayakan mereka.
Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam penanganan masalah kesejahteraan
sosial telah mendorong bergesernya paradigma pembangunan kesejahteraan sosial
dengan lebih mengedepankan peran aktif masyarakat baik secara perorangan maupun
berkelompok melalui pengembangan nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan
sosial dan gotong royong yang dirumuskan sebagai modal sosial dalam membangun
ketahanan sosial masyarakat sekaligus sebagai perekat persatuan bangsa.
Upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat perlu terus dilakukan melalui
pemberdayaan sosial dan aktualisasi nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan
sosial dan gotong royong dalam rangka mewujudkan ketahanan sosial masyarakat.
Kebutuhan pengembangan potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, seperti
kesetiakawanan sosial, kegotong royongan, keswadayaan masyarakat dan kelembagaankelembagaan sosial/organisasi sosial, perlu diperkuat dan difasilitasi oleh pemerintah
agar ketahanan sosial masyarakat tetap terpelihara.
Pencapaian pembangunan bidang kesejahteraan sosial pada tahun 2006 dengan
didukung sarana dan prasarana yang memadai, diperkirakan akan menghasilkan
berbagai jangkauan pelayanan dan pemberdayaan sosial yang lebih luas bagi anak dan
balita terlantar, termasuk di dalamnya anak jalanan dan anak cacat, serta pemberian
santunan bagi lanjut usia terlantar. Di samping itu, diperkirakan pula meningkatnya
jumlah keluarga, fakir miskin dan PMKS lainnya yang diberdayakan, sehingga mereka
dapat hidup secara mandiri dan mampu mengatasi masalah yang dihadapi. Dalam hal
kualitas perlindungan dan jaminan sosial, termasuk pengembangan sistemnya,
diharapkan mampu menjangkau seluruh masyarakat termasuk penyandang masalah
kesejahteraan sosial.
Ke depan, permasalahan kesejahteraan sosial yang akan dihadapi masih diwarnai
dengan berbagai permasalahan sosial seperti kemiskinan dan keterlantaran, ketunaan
sosial, kecacatan, keterpencilan, korban tindak kekerasan, akibat bencana alam dan
bencana sosial, penyalahgunaan napza, dan penyimpangan perilaku yang membutuhkan
penanganan secara komprehensif dan berkelanjutan. Selain itu, permasalahan aktual
yang terkait dengan kelangsungan kehidupan kenegaraan seperti disintegrasi sosial,
kesenjangan sosial, perlu pula memperoleh perhatian dan penanganan yang serius.
Permasalahan sosial lainnya yang sulit diperkirakan secara tepat namun memerlukan
perhatian yang serius adalah bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, dan kekeringan.
Umumnya kejadian bencana sulit diprediksi waktu dan lokasinya. Permasalahan lainnya
yang belum sepenuhnya tertangani, adalah pengungsi, terutama di daerah kantongkantong pengungsi seperti di Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Tengah, Maluku,
Nusa Tenggara Timur dan di beberapa provinsi lainnya.
Perhatian khusus dalam perlindungan sosial perlu pula ditingkatkan bagi penduduk
miskin dan rentan (penduduk mendekati miskin), yang apabila mendapat goncangan
karena peraturan pemerintah, resiko-resiko sosial dan ekonomi, akan mengakibatkan
penduduk rentan menjadi miskin dan penduduk miskin menjadi semakin miskin. Telah
II.28 - 3
diketahui, bahwa penduduk di perdesaan lebih rentan menjadi miskin dibandingkan
penduduk yang tinggal di perkotaan. Resiko yang lebih tinggi juga ditemui pada
penduduk usia muda baik dari keluarga rentan maupun tidak miskin yang kepala
keluarganya adalah perempuan.
Keterbatasan jangkauan dan kemampuan pelaku pembangunan kesejahteraan sosial
dari unsur masyarakat sebagai sumber dan potensi kesejahteraan sosial dan penataan
sistem pendataan, pelaporan dan jalur koordinasi di tingkat nasional dan daerah
merupakan tantangan lain yang masih harus dihadapi. Tenaga lapangan yang terdidik,
terlatih dan berkemampuan dalam pelaksanaan penanganan bidang kesejahteraan sosial
dirasakan masih kurang. Selain itu, masih lemah pula jaringan kerja antara tenaga kerja
sosial di masyarakat. Di sisi lain, keberadaan institusi sosial, dinas sosial/dinas
kesejahteraan sosial, organisasi sosial (Orsos)/LSM di bidang kesejahteraan sosial,
panti-panti sosial yang berada dalam kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah
dan swasta membutuhkan peningkatan kapasitas, standarisasi dan suatu saat nanti perlu
diakreditasi, sehingga profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial dapat
ditingkatkan.
Kenaikan harga bahan bakar minyak yang relatif tinggi beberapa waktu yang lalu,
menambah beban yang dirasakan oleh masyarakat terutama bagi masyarakat miskin
yang mengakibatkan daya beli mereka semakin menurun, karena mengalami kesulitan
untuk beradaptasi dengan perkembangan harga di pasar. Pemerintah menyadari bahwa
beban masyarakat terutama masyarakat miskin sangat berat. Namun pengaruh akibat
kenaikan harga minyak dunia membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), sehingga tidak ada pilihan lain bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan
bakar minyak. Untuk meringankan beban yang harus ditanggung oleh masyarakat
terutama kelompok miskin, pemerintah menyiapkan berbagai bantuan melalui sektor
pendidikan, kesehatan dan bantuan langsung berbasis masyarakat yaitu pembangunan
prasarana perdesaan. Program kompensasi yang telah ada dilengkapi dengan pemberian
subsidi langsung tunai (SLT) kepada rumah tangga miskin, dan dalam pelaksanaannya
dapat langsung menyentuh masyarakat miskin. Program ini didukung dengan telah
dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 12 tahun 2005 tentang pelaksanaan Bantuan
Langsung Tunai kepada Rumah Tangga Miskin.
Banyak pihak yang berpendapat bahwa Subsidi Langsung Tunai kepada rumah
tangga miskin bersifat charity dan dapat menimbulkan budaya malas, ketergantungan,
dan meminta-minta belas kasihan pemerintah, serta secara ekonomi mikro
menumbuhkan budaya konsumtif sesaat, karena penggunaan uang tidak diarahkan oleh
pemerintah (unconditional cash transfer). Pendapat tersebut patut kita hargai, karena
menghadapi masyarakat miskin selayaknya tidak dengan program yang sifatnya hit and
run, namun harus dengan program yang mampu memenuhi kebutuhan dasar secara
berkelanjutan dan mendorong mereka untuk mendayagunakan potensi dan sumber yang
dimilikinya. Di sisi lain pemerintah juga berkewajiban memberikan perlindungan sosial
bagi masyarakat miskin untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan penyesuaian
harga BBM. Kebijakan perlindungan sosial semacam ini di berbagai negara juga
dilaksanakan, namun dalam bentuk yang beragam seperti pemberian discount harga,
pemberian voucher/ kupon, tabungan dan uang tunai langsung.
II.28 - 4
Permasalahan-permasalahan ini perlu ditangani secara serius untuk menghindarkan
kemiskinan struktural, perilaku anti sosial, kondisi disharmoni, kerawanan sosial dan
tindak kejahatan yang akan menjadi pemicu terjadinya disintegrasi sosial. Hal ini akan
menjadi beban sosial masyarakat dan pemerintah yang pada akhirnya akan
menyebabkan kebutuhan biaya pembangunan yang lebih besar. Beberapa hal yang
diperlukan untuk upaya pemecahan permasalahan tersebut antara lain, merubah persepsi
tentang bantuan sosial yang cenderung dianggap charity, dipolakan sedemikian rupa
menjadi penguatan modal usaha yang sifatnya pinjaman bergulir yang dimaksudkan
untuk penguatan modal sosial masyarakat miskin dengan memberi kesempatan mereka
untuk berpartisipasi dalam masyarakat, dan menghadirkan Lembaga Keuangan Mikro
yang salah satu tugas pokoknya adalah mengelola keuangan KUBE secara mandiri dan
profesional. Hal lainnya adalah melaksanakan advokasi kepada daerah, sehingga dalam
penyusunan strategi perencanaannya, penanggulangan kemiskinan dimasukkan sebagai
target prioritas penanganan masyarakat miskin. Selain itu, untuk mengurangi
kesenjangan gender, rumah tangga dengan perempuan sebagai kepala keluarga perlu
mendapat prioritas pula, karena kelompok ini paling rentan dan sering diabaikan. Salah
satu upayanya adalah mendukung peningkatan kualitas hidup perempuan untuk
mendapat kesempatan terutama di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan reproduktif
dan kesempatan peningkatan ekonomi keluarganya.
B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2007
Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam rangka perlindungan dan
kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya jumlah PMKS dan kelompok rentan lainnya yang mendapat akses
bantuan, rehabilitasi, pelayanan, dan jaminan sosial;
2. Menurunnya persentase fakir miskin, KAT dan PMKS lainnya;
3. Meningkatnya peran tenaga kerja sukarela masyarakat (TKSM)/relawan sosial,
karang taruna dan organisasi sosial masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan
dan pelayanan kesejahteraan sosial;
4. Terjaminnya ketersediaan bantuan sosial bagi korban bencana alam dan sosial; dan
5. Tersalurkannya subsidi langsung tunai dengan syarat bagi rumah tangga miskin.
C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2007
Mencermati kondisi saat ini dan perkembangan sosial yang menjadi tantangan ke
depan, maka arah kebijakan dalam rangka perlindungan dan kesejahteraan sosial adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan aksesibilitas PMKS dan kelompok rentan lainnya yang mendapatkan
bantuan sosial, pelayanan rehabilitasi sosial dan jaminan sosial serta pelayanan
sosial dasar lainnya;
2. Meningkatkan pemberdayaan bagi keluarga, fakir miskin, KAT dan PMKS lainnya;
3. Mengembangkan peran keluarga dan masyarakat dalam melaksanakan tanggung
jawab sosial terhadap anak dan lanjut usia terlantar, serta kelompok rentan lainnya;
II.28 - 5
4. Meningkatkan peran TKSM/relawan sosial, karang taruna dan organisasi sosial
masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan dan pelayanan kesejahteraan sosial;
5. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pekerja sosial;
6. Meningkatkan kualitas hasil penelitian, pengkajian, dan penataan manajemen
pelayanan kesejahteraan sosial;
7. Meningkatkan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, kejuangan dan
kearifan lokal;
8. Meningkatkan koordinasi perencanaan kebijakan dan pelaksanaan penanggulangan
kemiskinan dalam bidang kesejahteraan rakyat;
9. Menjamin ketersediaan bantuan dasar bagi korban bencana alam, bencana sosial dan
PMKS lainnya; dan
10. Mengembangkan jaringan kerja nasional dan internasional dalam penyelenggaraan
pelayanan kesejahteraan sosial.
II.28 - 6
Download