BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali
tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
Hubungan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban antar pihak yang
mengikatkan dirinya. Untuk memberikan perlindungan bagi para pihak
agar hak dan kewajiban terpenuhi maka dibutuhkan peraturan hukum.
Hubungan semacam ini disebut dengan hubungan hukum dan karena
hubungan ini diatur oleh hukum maka hubungan hukum menjadi objek
hukum.
Perjanjian antara pihak yang melakukan hubungan hukum, dalam
Hukum Perdata, menjadi hukum bagi kedua belah pihak sehingga kedua
belah pihak wajib mematuhinya. Meskipun begitu, seringkali ada pihakpihak yang tetap tidak mematuhi perjanjian yang telah dibuat dan
berdampak dengan tidak terpenuhinya hak dan kewajiban pihak lain. Hal
ini menimbulkan pihak yang merasa dirugikan karena tidak terpenuhinya
hak, menuntut keadilan melalui penyelesaian sengketa dengan proses
pengadilan sesuai dengan yang diatur dalam Hukum Acara Perdata.
Seiring berjalannya waktu, serta semakin majunya perdagangan
dan bisnis maka tingkat keumitan sengketa yang timbul juga semakin
bertambah. Selain itu, arus globalisasi yang menimbulkan perkembangan
bisnis yang cepat juga berakibat bagi dituntutnya hukum untuk
berkembang dalam mengatasi sengketa yang timbul dalam sebuah
hubungan hukum. Seringkali penyelesaian sengketa melalui proses
pengadilan ( judicial settlement of dispute ) tidak memenuhi asas peradilan
sederhana, cepat, dan biaya ringan. Oleh karena itu, para pelaku usaha,
dalam dunia bisnis yang berkembang menuntut penyelesaian sengketa
yang memenuhi asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Penyelesaian sengketa yang dipilih seringkali merupakan penyelesaian
sengketa di luar proses pengadilan.
Menurut M.Yahya Harahap, pengalaman dan pengamatan telah
membuktikan, penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan relatif
rambat dikarenakan ( M.Yahya Harahap, 1993:232 ) :
a. Penuh dengan formalitas
b. Terbuka upaya banding, kasasi, dan peninjauan kembali
sehingga jalannya proses penyelesaian, bias berlikuliku dan
memakan waktu yang sangat panjang, bisa sampai memakan
waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun.
c. Belum lagi munculnya berbagai upaya perlawanan atau
intervensi dari pihak ketiga ( derden verzet ), menyebabkan
penyelesaian semakin rumit dan panjang.
Para pelaku usaha dan bisnis dalam dunia modern lebih memilih
penyelesaian sengketa di luar proses pengadilan, baik dengan cara
mediasi, negosiasi, rekonsiliasi, atau arbitrase. Paradigma ini dalam
mencapai keadilan lebih mengutamakan pendekatan konsesus dan
berusaha mempertemukan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa seta
bertujuan untuk mendapatkan hasil penyelesaian sengketa kearah win-win
solution( Adi sulistiyono, 2006:5 ).
Para pihak yang bersengketa merupakan perusahaan-perusahaan
Abesar. Para pihak ini menginginkan kepentingan dan hak-haknya
tercapai. Selain itu, para pihak yang merupakan perusahaan-perusahaan
besar ini juga menginginkan agar hak-haknya dan kepentingankepentingannya diperhatikan dan dipertahankan. Oleh karena itu, para
pihak yang bersengketa lebih memilih penyelesaian melalui jalur non
litigasi yang berupa arbitrase. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase
sendiri berbeda jika dibandingkan dengan penyelesaian melalui mediasi,
negosiasi, dan konsiliasi. Arbitrase merupakan institusi penyelesaian
sengketa yang menggunakan pendekatan pertentangan ( adversial )dengan
hasil win lose yang dipilih sebagai alternatif oleh pelaku bisnis ( Adi
Sulistiyono, 2006:139 ).
Arbitrase dalam sebuah alternatif penyelesaian sengketa di bidang
bisnis di Indonesia sangat penting. Arbitrase di Indonesia diatur di
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Alasan dari dipilihnya arbitrase sebagai alternatif
penyelesaian sengketa adalah karena arbitrase memiliki beberapa
keunggulan yaitu : ( Rahmadi Indra Tektona, Arbitrase Sebagai Alternatif
Solusi
Penyelesaian
SengketaBisnis
di
Luar
Pengadilan,
http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/pandecta/2327, ( diakses pada tanggal
18 November 2015 )).
a. Adanya kerahasiaan putusan arbitrase dan hubungan para pihak
tetap terjaga.
b. Prosedurnya sederhana dan cepat
c. Para pihak yang bersengketa dapat memilih orang atau lembaga
( arbiter ) yang akan menyelesaikan sengketa sehungga
menjamin kualitas putusannya
d. Putusannya bersifat final, binding ( mengikat ), dan memiliki
daya paksa.
Kelebihan-kelebihan dalam hal penyelesaian sengketa melalui
arbitrase sangatlah banyak sehingga kalangan pelaku bisnis lebih memilih
arbitrase daripada melalui pengadilan. Peranan dan penggunaan lembaga
arbitrase
dalam
menyelesaikan
sengketa
dibidang
bisnis
sudah
berkembang sangat pesat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan fakta
bahwa banyaknya kontrak dagang yang mencantumkan klausula arbitrase
sebagai forum dalam penyelesaian sengketa.( Erman Rajagukguk, 2000:1 )
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pemilihan alternatif
penyelesaian sengketa melalui arbitrase berkembang sangat pesat yaitu (
Huala Adolf, 2008:14 ) :
a. Berperkara melalui arbitrase tidak begitu formal dan fleksibel
b. Dalam
arbitrase,
para
pihak
yang
bersengketa
diberi
kesempatan untuk memilih arbitrator yang mereka anggap
dapat memenuh harapan mereka baik dari segi keahlian
maupun pengetahuan pada suatu bidang tertentu; dan
c. Faktor kerahasiaan proses berperkara dan putusan yang
dikeluarkan
merupakan
alasan
utama
forum
arbitrase
dinikmati.
Banyak kelebihan yang didapat dari arbitrase, namun bukan berarti
arbitrase selalu menguntungkan semua pihak seperti yang diharapkan pada
prakteknya. Seperti contoh ada juga proses arbitrase yang memakan waktu
yang lama seperti; Kasus AMCO Asia Corp melawan Republik
Indonesia.( Aldo Rico Geraldi,dkk, Penyelesaian Sengketa Kasus Investasi
AMCO
vs
Indonesia
Melalui
ICSID,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=150949&val=907&tit
le=PENYELESAIAN%20SENGKETA%20KASUS%20INVESTASI%20
AMCO%20VS%20INDONESIA%20MELALUI%20ICSID
(
diakses
pada tanggal 19 November 2015 ))
Contoh lain, dalam praktek putusan arbitrase terutama arbitrase
asing tidak dapat dilaksanakan karena alasan-alasan tertentu, seperti
misalnya permasalahan ketertiban umum, putusan arbitrase tidak sah, dan
sebagainya ( Sudargo Gautama, 2004:10 ). Selain kelebihan penyelesaian
sengketa melalui arbitrase juga memiliki kelemahan diantaranya sebagai
berikut : ( Munir Fuady, 2000:94 )
a. Tidak mudah untuk mempertemukan kehendak para pihak yang
bersengketa untuk membawa sengketa mereka kepada forum
arbitrase. Harus terdapat kesepakatan antara kedua bela pihak
yang bersengketa. Dalam penentuan kesepakatan tersebut
sering terjadi konflik kepentingan mengenai permasalahan
pilihan hukum dan pilihan forum yang berlaku atas perjanjian
tersebut
b. Dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
internasional masih menjadi persoalan yang rumit. Hal tersebut
dikarenakan masing-masing Negara mempunyai ketentuan
yang berbeda dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional
c. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak selalu memakan
biaya yang sedikit. Hal tersebut dikarenakan biaya arbitrator
yang ditunjuk dapat memakan biaya yang cukup banyak
mengingat para pihak dapat memilih arbitrator yang menurut
mereka ahli di bidangnya masing-masing.
d. Arbitrase dapat pula berlangsung lama dan karenanya
membawa akibat biaya yang tinggi terutama dalam hal
arbitrase dilakukan di luar negeri.
Arbitrase sebenarnya merupakan alternatif penyelesaian sengketa
di luar pengadilan, namun meskipun begitu, pengadilan masih tetap
mempunyai peranan dalam pendaftaran, pengakuan, dan pelaksanaan
putusan yang dibuat oleh arbitrase ( Erman Rajagukguk, 2000:9 ). Pada
Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 diatur tentang
proses pelaksanaan putusan arbitrase yang harus didaftarkan ke pengadilan
negeri.
Menurut urutan proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase,
pemeriksaan sengketa akan diakhiri dengan putusan arbitrase, seperti
halnya dengan penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan.Didalam
Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dinyatakan bahwa
putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengikat para pihak.Meskipun begitu, didalam Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 juga mengatur mengenai pembatalan putusan arbitrase.
Putusan arbitrase dikatakan bersifat final dan mengikat, tetapi pihak yang
merasa keberatan dengan putusan arbitrase tersebut dapat mengajukan
permohonan
pembatalan
putusan
arbitrase
ke
pengadilan
negeri.dengankata lain, permohonan pembatalan putusan arbitrase
merupakan sebuah upaya hukum dari pihak yang tidak puas dari
dijatuhkannya putusan arbitrase.
kemungkinan untuk dibatalkannya putusan arbitase, menimbulkan
sebuah kerancuan dalam penafsiran Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999. Kerancuan tersebut adalah dengan adanya kemungkinan
dibatalkannya putusan arbitrase, apakah menghilangkan sifat putusan
arbitrase yang final dan mengikat. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 tidak menyebutkan mengenai adanya upaya hukum untuk
pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase.
Penulisan hukum ini lebih lanjut akan membahas mengenai
pembatalan putusan arbitrase BANI dalam kasus sengketa antara PT. Sea
World Indonesia melawan PT. Pembangunan Jaya Ancol yang
diselesaikan di lembaga arbitase BANI. Namun demikian, atas
ketidakpuasan Putusan BANI tersebut PT. Sea World Indonesia
mengajukan permohonan pembatalan Putusan BANI ke Pengadilan Negeri
Jakarta Utara. Permohonan pembatalan putusan BANI tersebut dikabulkan
oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Putusan
Nomor : 305/Pdt.G/BANI/2014/PN.jkt.utr.
Berdasarkan pemaparan yang dilakukan dapat dilihat polemik yang
menarik penulis untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pembatalan putusan
BANI tersebut. Oleh karena itu, penulis memilih judul “ STUDI
TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN BANI DI INDONESIA (
STUDI PUTUSAN NOMOR : 305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR
)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis
merumuskan masalah masalah untuk mengetahui dan menegaskan
masalah-masalah apa yang hendak diteliti. Perumusan masalah dalam
suatu penelitian sangatlah penting karena dibuat untuk memecahkan
masalah pokok yang timbul sehingga jelas dan sistematis sehingga dapat
menemukan pemecahan masalah yang tepat dan dapat mencapai tujuan.
Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Apakah pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Utara dalam membatalkan putusan BANI Nomor :
513/IV/ARB-BANI/2013
telah sesuai dengan Ketentuan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa ?
b. Apakah akibat hukum dari dibatalkannya Putusan BANI
Nomor : 513/IV/ARB-BANI/2013 ?
C. Tujuan Penelitian
Di dalam suatu penelitian tentu ada suatu tujuan yang hendak
dicapai. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis tujuan dalam pelaksanaan
suatu penelitian, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektif
merupakan tujuan yang berasal dari tujuan peneletian itu sendiri,
sedangkan tujuan subjektif berasal dari penulis. Adapun tujuan objektif
dan subjektif yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Tujuan Objektif
1) Untuk mengetahui secara jelas pertimbangan hukum
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam
membatalkan putusan BANI telah sesuai atau tidak dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
2) Untuk mengetahui secara jelas akibat hukum bagi kedua
belah pihak dari dibatalkannya putusan BANI.
b. Tujuan Subjektif
1) Untuk memenuhi persyaratan akademis dalam memperoleh
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2) Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan
penulis di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum
acara perdata pada khususnya.
3) Untuk melatih kemampuan penulis dalam mempraktekkan
teori ilmu hukum, mengembangkan dan memperluas
pemikiran serta pengetahuan yang diperoleh selama masa
perkuliahan guna mengkaji tentang pembatalan putusan
BANI di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Dalam suatu penelitian, dapat memberikan manfaat baik bagi
penulis sendiri maupun masyarakat umum, terutama bagi bidang yang
diteliti. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Manfaat teoritis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum
pada umumnya dan Hukum Acara Perdata pada khususnya.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi
dan literatur kepustakaan Hukum Acara Perdata mengenai
pembatalan putusan BANI di Indonesia.
3) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap
penulisan
maupun
penelitian
sejenis
untuk
tahap
berikutnya.
b. Manfaat Praktis
1) Mengembangkan penalaran dan pola pikir yng dinamis
serta untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis
dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban
atas permasalahan yang diteliti oleh peneliti secara benar
dan bukan hanya penalaran saja sehingga sesuai dengan
tujuan hukum yaitu kepastian hukum.
3) Hasil penelitian ini dapat memberi masukan dan dapat
bermanfaat
terhadap
penerapan
ilmu
hukum
bagi
masyarakat pada umumnya dan bagi pihak-pihak yang
terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi ( Peter Mahmud Marzuki, 2011:35 ).
Dalam proses penelitian hukum, diperlukan metode penelitian yang akan
menunjang hasil penelitian. Penelitian hukum juga merupakan suatu
kegiatan know-how bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan knowhow penelititan hukum digunakan untuk memecahkan isu hukum yang
dihadapi. Di sinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi
masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang
dihadapi, dan memberikan pemecahan atas masalah tersebut ( Peter
Mahmud Marzuki, 2014:47).
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum
ini adalah :
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normative adalah
penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum ( library based )
yang fokusnya membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum
primer dan sekunder, sehingga dalam penelitian hukum
dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori dan konsep
baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi ( Peter Mahmud Marzuki, 2014:35 ).
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian normatif adalah
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data
sekunder atau bahan-bahan pustaka yang terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier ( Soejono Soekanto, 1986:10 )
b. Sifat Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat preskriptif dan
terapan. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa ilmu hukum
bukan termasuk dalam ilmu deskriptif, melainkan ilmu yang
bersifat preskriptif (Peter Mahmdu Marzuki, 2014:59). Sebagai
ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan
hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, dan normanorma hukum. Penelitian hukum yang bersifat prekriptif
bertujuan
memberikan
seyogyanya
dilakukan,
preskripsi
bukan
mengenai
membuktikan
apa
yang
kebenaran
hipotesis. Preskripsi itu harus timbul dari telaah yang
dilakukan. Mengingat ilmu hukum merupakan ilmu terapan,
penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis sekalipun
harus melahirkan preskripsi yang dapat diterapkan (Peter
Mahmdu Marzuki, 2014:69).
Menurut uraian diatas, maka sikap preskriptif dalam
penelitian ini yaitu penulis akan mempelajari konsep hukum
serta segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan hukum acara perdata khususnya pembatalan
putusan
arbitrase
dalam
perkara
Putusan
Nomor
:
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.Utr.
c. Pendekatan Penelitian
Di
dalam
penelitian
hukum
terdapat
beberapa
pendekatan, yang mana dengan pendekatan tersebut maka
peneliti akan mendapatkan informasi dan beberapa aspek
mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian
hukum adalah pendekaan Undang-Undang ( statute approach ),
pendekatan kasus ( case Approach ), pendekatan historis (
historical approach ), pendekatan komparatif ( comparative
approach ), dan pendekatan konseptual ( conseptual approach
) ( Peter Mahmud Marzuki, 2013:133 ).
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan penulis
dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (
statute approach) dan pendekatan kasus ( case approach ).
Pendekatan undang-undang ( staute approach) dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
terkait dengan isu hukum yang dianalisis. Pendekatan kasus
(case approach ) digunakan oleh penulis untuk menelaah
pertimbangan hakim dalam mengabulkan pembatalan putusan
BANI.
d. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui
pengkajian pustaka-pustaka yang ada, yang berhubungan
dengan penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini
mencakup :
(a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang
sifatnya mengikat dan mendasari bahan hukum lainnya,
terdiri dari :
1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
2) Herziene Inlandsch Reglement ( HIR )
3) Rechtsreglement voor de Buitengewesten ( RBG )
4) Reglement op de Bergerlijk Rechtsvordering ( Rv)
5) Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang
Ratifikasi Konvensi New York 1958
6) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor :
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.utr.
(b) Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer (
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001:13 ). Dalam hal
ini adalah jurnal-jurnal, buku-buku, dan doktrin dari para
ahli mengenai pembatalan putusan arbitrase.
e. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam penelitian hukum ini, teknis yang digunakan
penulis dalam pengumpulan bahan hukum adalah studi
dokumen atau studi kepustakaan (library research). Teknik
pengumpulan bahan ini dilakukan dengan cara membaca,
mempelajari, mengkaji, dan menganalisis bahan-bahan hukum
(bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder) dengan
menyesuaikan permasalahan yang dikaji oleh penulis. Hal ini
dimaksudkan
untuk
memperoleh
landasan
teori
yang
berhubungan dengan penelitian hukum yang penulis kaji.
f. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah
analisis bahan hukum yang bersifat deduksi dengan metode
silogisme.
Artinya
bahwa
analisis
bahan
mengutamakan pemikiran secara logika
hukum
sehingga
ini
akan
menemukan sebab dan akibat yang akan terjadi.
Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh
Peter
Mahmud
Marzuki
metode
deduksi
sebagaimana
silogisme yang diajarkan, Aristoteles, penggunaan metode
deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan
bersifat umum), kemudian diajukan premis minor (bersifat
khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik sebuah
kesimpulan. Di dalam logika atau silogistik untuk penalaran
hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum
sedangkan premis minornya adalah fakta hukum (Peter
Mahmdu Marzuki, 2014: 89-90).
Premis mayor yang digunakan penulis dalam penelitian
hukum ini adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa,
Herziene Inlandsch Reglement ( HIR ), Rechtsreglement voor
de Buitengewesten ( RBG ), Reglement op de Bergerlijk
Rechtsvordering ( Rv), Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun
1981 tentang Ratidikasi Konvensi New York 1958, dan
Putusan
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Utara
Nomor
:
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.utr. Sedangkan yang menjadi
premis minor dalam penelitian hukum ini adalah fakta hukum
mengenai Pembatalan Putusan BANI mengenai perkara
perselisihan sengketa.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan
gambaran secara menyeluruh dan mempermudah pemahaman terkait
seluruh isi penulisan hukum, maka penulis membagi sistematika penulisan
hukum dalam empat bab yang saling berkaitan dan berhubungan yang
dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap hasil penulisan
hukum ini. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah yang
mendorong penulis untuk melakukan penelitian hukum ini,
perumusan masalah yang merupakan inti dari maslaah yang ingin
penulis teliti, tujuan penelitian mengadakan penelitian, manfaat
penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini, metode penelitian
berupa jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian,
jenis dan sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum
dan teknik analisis bahan hukum penelitian penulis, dan
sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulis memberikan kerangka teori dan kerangka
pemikiran yang bersumber pada bahan hukum yang penulis
gunakan mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan
yang sedang penulis teliti. Kerangka teori tersebut meliputi
Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Sengketa dan Tinjauan
Umum Tentang Arbitrase. Sedangkan dalam kerangka pemikiran
berisi uraian bagan mengenai alur pemikiran penulis terhadap isi
penelitian hukum yang diteliti.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan memaparkan hasil penelitian,
menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan
masalah yang penulis teliti. Bab ini akan menjawab permasalahan
yang diangkat, yaitu mengenai pembatalan putusan arbitrase dalam
sengketa antara PT. Sea World Indonesia melawan PT.
Pembangunan Jaya Ancol.
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini, penulis mengemukakan simpulan dari hasil penelitian
dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya serta
memberikan saran atau rekomendasi terkait dengan permasalahan
yang penulis teliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Download