OBAT SISTEM KARDIOVASKULER By : Setiadi A. Pendahuluan Obat kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang mempengaruhi & memperbaiki sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah ) secara langsung ataupun tidak langsung. Jantung dan pembuluh darah merupakan organ tubuh yang mengatur peredaran darah sehingga kebutuhan makanan dan sisa metabolisme jaringan dapat terangkut dengan baik. Jantung sebagai organ pemompa darah sedangkan pembuluh darah sebagai penyalur darah ke jaringan. Sistem kardiovaskuler dikendalikan oleh sistem saraf otonom melalui nodus SA, nodus AV, berkas His, dan serabut Purkinye. Pembuluh darah juga dipengaruhi sistem saraf otonom melalui saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan mengakibatkan kelainan pada sistem kardiovaskuler. Sebagai salah satu dari tim medis perawat seyogyanya telah paham betul akan pemanfaatan obat yang bertujuan memberikan manfaat maksimal dengan tujuan minimal. B. Macam-macam Obat kardiovaskuler Ada beberapa jenis obat pada sistem kardiovaskuler, yaitu (1) Obat Anti angina; (2) Obat Anti aritmia; (3) Obat Glikosida; (4) Obat Anti hipertensi; (5) anti hipotensi; (6) anti anemia; (6) anti pembekuan darah (koagulansia); (7) anti pendarahan (hemostatis); (8) obat syok; (9) deuritika; (10) anti migrain 1. ANTIANGINA Angina pektoris adalah nyeri dada hebat yang terjadi ketika aliran darah koroner tidak cukup memberikan oksigen yang dibutuhkan oleh jantung dan ini disebut sebagai Iskemia jaringan dimana obat-obat vasilisator dapat digunakan. Anti angina adalah obat untuk ketidak seimbangan antara permintaan (demand) dan penyediaan (supply) oksigen pada salah satu bagian jantung (angina pectoris). Angina pektoris pertama kali dijelaskan sebagai suatu penyakit klinik tersendiri oleh Wiliam Heberden di akhir pertengahan abad ke 18. Pada pertengahan kedua abad ke 19 ditemukan bahwa amil nitrit memberikan penyembuhan yang sementara. Tetapi pengobatan yang efektif terhadap serangan akut angina pektoris baru mungkin setelah diperkenalkan nitrogliserin pada tahun 1879. Selanjutnya banyak vasolidator lain ,(misalnya : teofilin,papaverin) Diperkenalkan untuk pengobatan angina. Namun ketika di uji klinik bersama ganda,ditemukan bahwa obat-obat nonnitrat tersebut ternyata tidak lebih baik daripada plasebo. Ada beberapa penyebab angina antara lain (1) Kebutuhan O2 meningkat → exercise berlebihan; dan (2) Penyediaan O2 menurun → sumbatan vaskuler. Cara kerja Anti angina: o Menurunkan kebutuhan jantung akan oksigen dengan jalan menurunkan kerjanya → (penyekat reseptor beta) o Melebarkan pembuluh darah koroner → memperlancar aliran darah (vasodilator) o Kombinasi keduanya Obat Antiangina: o Nitrat organik o Beta bloker o Calsium antagonis a. Nitrat organik Farmakodinamik o Dilatasi pembuluh darah → dapat menyebabkan hipotensi → sinkop o Relaksasi otot polos → nitrat organik membentuk NO → menstimulasi guanilat siklase → kadar siklik-GMP meningkat → relaksasi otot polos (vasodilatasi) o Menghilangkan nyeri dada → bukan disebabkan vasodilatasi, tetapi karena menurunya kerja jantung Pada dosis tinggi dan pemberian cepat → venodilatasi dan dilatasi arteriole perifer → tekanan sistol dan diastol menurun, curah jantung menurun dan frekuensi jantung meningkat (takikardi). Efek hipotensi terutama pada posisi berdiri → karena semakin banyak darah yang menggumpul di vena → curah darah jantung menurun. Menurunya kerja jantung akibat efek dilatasi pembuluh darah sistemik → penurunan aliran darah balik ke jantung. Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi pada hampir semua otot polos yaitu bronkus, saluran empedu, cerna, tetapi efeknya sekilas → tidak digunakan di klinik Farmakokinetik o Metabolisme nitrat organik terjadi di hati o Kadar puncak 4 menit setelah pemberian sublingual o Ekskresi sebagian besar lewat ginjal Sediaan dan Posologi o Untuk serangan, baik digunakan sediaan sublingual: isosorbit dinitrat 30%: 2,5 – 10 mg dan nitrogliserin 38%: 0,15 – 0,6 mg o Untuk pencegahan digunakan sediaan per oral: kadar puncak 60 – 90 menit, lama kerja 3 – 6 jam o Par enteral (IV) baik digunakan untuk vasospasme koroner dan angina pectoris tidak stabil, angina akut dan gagal jantung kongestif o Salep untuk profilaksis: puncak 60 menit, lama kerja 4 – 8 jam o Nitrat kerja singkat (serangan akut) Sediaan sublingual (nitrogliserin, isosorbit dinitrat, eritritil tetranitrat) Amil nitrit inhalasi o Nitrat kerja lama: Sediaan oral (nitrogliserin, isosorbit dinitrat, eritritil tetranitrat, penta eritritol tetranitrat) Nitrogliserin topikal (salep 2%, transdermal) Nitrogliserin transmucosal/buccal Nitrogliserin invus intravena Efek Samping o Efek samping: sakit kepala, hipotensi, meningkatnya daerah ischaemia Indikasi: o Angina pectoris o Gagal jantung kongestif o Infark jantung b. Beta Blocker Beta bloker adalah obat yang memblok reseptor beta dan tidak mempengaruhi reseptor alfa. Beta Bloker menghambat pengaruh epineprin → frekuensi denyut jantung menurun. Beta bloker → meningkatkan supply O2 miokard → perfusi subendokard meningkat. Farmakodinamik Beta bloker menghambat efek obat adrenergik, baik NE dan epi endogen maupun obat adrenergik eksogen Beta bloker kardioselektif artinya mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor beta-1 daripada beta-2 Propanolol, oksprenolol, alprenolol, asebutolol, metoprolol, pindolol dan labetolol mempunyai efek MSA (membrane stabilizing actvity) → efek anastesik lokal Kardiovaskuler: mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard Menurunkan tekanan darah Antiaritmia: mengurangi denyut dan aktivitas fokus ektopik Menghambat efek vasodilatasi, efek tremor (melalui reseptor beta-2) Efek bronkospasme (hati2 pada asma) Menghambat glikogenolisis di hati Menghambat aktivasi enzim lipase Menghambat sekresi renin → antihipertensi Farmakokinetik Beta bloker larut lemak (propanolol, alprenolol, oksprenolol, labetalol dan metoprolol) diabsorbsi baik (90%) Beta bloker larut air (sotolol, nadolol, atenolol) kurang baik absorbsinya Sediaan Kardioselektif: asebutolol, metoprolol, atenolol, bisoprolol Non kardioselektif: propanolol, timolol, nadolol, pindolol, oksprenolol, alprenolol Contoh Obat : 1. Propanolol: tab 10 dan 40 mg, kapsul lepas lambat 160 mg 2. Alprenolol: tab 50 mg 3. Oksprenolol: tab 40 mg, 80 mg, tab lepas lambat 80 mg 4. Metoprolol: tab 50 dan 100 mg, tab lepas lambat 100 mg 5. Bisoprolol: tab 5 mg 6. Asebutolol: kap 200 mg dan tab 400 mg 7. Pindolol: tab 5 dan 10 mg 8. Nadolol: tab 40 dan 80 mg 9. Atenolol: tab 50 dan 100 mg Efek Samping Akibat efek farmakologisnya: bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme Sal cerna: mual, muntah, diare, konstipasi Sentral: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi Alergi; rash, demam dan purpura Dosis lebih: hipotensi, bradikardi, kejang, depresi Indikasi Dan Kontraindikasi Indikasi: angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard, kardiomiopati obstruktif hipertropik, feokromositoma (takikardi dan aritmia akibat tumor), tirotoksikosis, migren, glaukoma, ansietas Kontra indikasi: Penyakit Paru Obstruktif, Diabetes Militus (hipoglikemia), Penyakit Vaskuler, Disfungsi Jantung c. Calsium antagonis 2. ANTIARITMIA Aritmia jantung adalah masalah yang sering terjadi dalam praktik klinis, yang timbul hingga 25% dari pasien yang diobati dengan digitalis, 50% dari pasien-pasien yang dianestesi, dan lebiuh dari 80% pasien dengan infarktus miokardium akut. Beberapa aritmia dapat memicu ganguan irama jantng yang lebih serius atau bahkan gangguan irama yang mematikan misalnya, depolarisasi ventrikuler premature yang dini dapat memicu timbulnya fibrilasi ventrikuler. Pada pasien tersebut obat antiaritmia diduga dapat menyelamatkan kehidupan. Sebaliknya resiko penggunaan obat aritmia (secara paradoksal) dapt memicu timbulnya aritmia yang lebih fatal. Mekanisme Kerja Aritmia disebabkan karena aktivitas pacu jantung yang abnormal atu penyebaran impuls abnormal. Pengobatan aritmia bertujuan mengurangi aktivitas pacu jantung ektopik dan memperbaiki hantaran atau pada sirkuit reentry yang membandel ke pergerakan melingkar yang melumpuhkan. Mekanisme utama untuk mencapai tujuan adalah : o Hambatan saluran natrium. o Hambatan efek otonom simpatis pada jantung o Perpanjangan periode refrakter yang efektif o Hambatan pada saluran kalsium. Obat anti aritmia menurunkan otomatisitas pacu jantung ektropik lebih daripada nodus sinoatrial. Hal ini terutama dicapai dengan menghambat secara selektif saluran natrium atau saluran kalsium daripada sel yang didepolarisasi. Obat penghambat saluran yang berguna untuk pengobatan mempunyai afinitas tinggi untuk saluran aktif (yaitu selama fase 0) atau saluran inaktif (selama fase 2) tetapi afinitasnya sangat rendah untuk saluran lainnya. Karena itu, obat ini menghambat aktifitas listrik apabila ada takikardia yang cepat (banyak saluran aktif dan tidak aktif per satuan waktu) atau ada potensial istirahat hilang secara bermakna (banyak saluran tidak aktif selama istirahat). Kerja tersebut sering digambarkan sebagai “ use dependent atau state dependent “ yaitu saluran yang sering digunakan atau dalam status inaktif,yang lebuh mudah dihambat. Saluran dalam sel normal yang dihambat oleh obat selama siklus normal aktif atau tidak aktif akan segera melepaskan obat dari reseptor selama bagian siklus istirahat. Saluran dalam otot jantung yang didepolarisasi secara kronis (yaitu mempunyai potensial istirahat lebih positif dari pada -75 MV ) akan pulih dari hambatan secara sangat lambat . Pada aritmia reentry, yang tergantung pada hantaran yang tertekan secara kritis, kebanyakan obat antiaritmia memperlambat hantaran lebih lanjut melalui satu atu kedua mekanisme 3. GLIKOSIDA Glikosida jantung (derivat digitalis dan obat sejenisnya) terdiri atas senyawa steroid yang dapat meningkatkan curah jantung. Juga mempunyai efek terhadap otot polos dan jaringan lainnya. Efek terapi utama pada gagal jantung kongestif adalah peningkatan kontraktilitas jantung (efek inotropik positif) yang memperbaiki ketidak seimbangan karena kegagalan tersebut. Sekalipun demikian masih ada sejumlah keraguan evektivitas jangka panjang glikosida jantung pada pasien gagal jantung. Telah ada kesepakatan umum bahwa glikosida yang lazim digunakan mempunyai batas keamanan yang sempit dan diperlukan senyawa yang kurang toksik dengan efek inotropik positif. Glikosida Jantung Digitalis berasal dari daun Digitalis purpurea Digitalis adalah obat yang meningkatkan kontraksi miokardium Digitalis mempermudah masuknya Ca dari tempat penyimpananya di sarcolema kedalam sel →digitalis mempermudah kontraksi Digitalis menghambat kerja Na-K-ATP-ase → ion K didalam sel menurun → aritmia (diperberat jika dikombinasi dengan HCT) Farmakodinamik Efek pada otot jantung: meningkatkan kontraksi Mekanisme kerjanya: Menghambat enzim Na, K ATP-ase Mempercepat masukanya Ca kedalam sel Efek pada payah jantung: menurunya tekanan vena, hilangnya edema, meningkatnya diuresis, ukuran jantung mengecil Konstriksi vaskuler, sal cerna (mual, muntah, diare), nyeri pada tempat suntukan (iritasi jaringan) Farmakokinetik Absorbsi dipengaruhi makanan dalam lambung, obat (kaolin, pectin) serta pengosongan lambung Distribusi glikosida lambat Eliminasi melalui ginjal Intoksikasi, Keracunan biasanya terjadi karena: Pemberian dosis yang terlalu cepat Akumulasi akibat dosis penunjang yang terlalu besar Adanya predisposisi keracunan Dosis berlebihan Gejala: sinus bradikardi, blokade SA node, takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, gangguan neurologik (sakit kepala, letih, lesu, pusing, kelemahan otot), penglihatan kabur Sediaan Tablet Lanatosid C (cedilanid) 0,25 mg Digoksin 0,25 mg Beta-metildigoksin 0,1 mg 4. ANTIHIPERTENSI Peningkatann tekanan darah biasanya disebabkan kombinasi berbagai kelainan(multifaktorial). Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan darah di atas 140/90mmHg (WHO). Bukti-bukti epidermiologik menunjukkan adanya faktor keturuna, ketegangan jiwa, faktor lingkungan dan makanan mungkin sebagai kontributor berkembangnya hipertensi. Obat antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tingggi hingga mencapai tekanan darah normal. Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih tempat kontrol anatomis dan efek tersebut terjadi dengan mempengaruhi mekanisme normal regulasi TD. Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perjalanan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala, sifatnya nonspesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Kalau hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak dirawat, maka akan mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokard, stroke atau payah ginjal. Mekanisme bagaimana hipertensi dapat mengakibatkan kelumpuhan atau kematian berkaitan langsung dengan pengaruh pada jantung dan pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri; akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner . bila proses aterosklerosis berlanjut maka suplai oksigen miokar berkurang. Kebutuhan miokardium akan meningkat akibat hipertropi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung, akhirnya menyebabkan angina atau infark miokardium. Sekitar separuh kematian karena hipertensi adalah akibat infark miokard atau payah jantung. Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Penyebabnya a. Hipertensi Esensial/ Primer, usia, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90%. b. Hipertensi Sekunder, kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit adrenal. Sekitar 10%. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan katagori Obat Antihipertensi dibedakan: 1. Diuretik, bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dan menyebabkan ginjal meningkatkan ekskresi garam dan air. Contoh obat : a. Furosemide o Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix. o Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi. o Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke dalam intersitium pada ascending limb of henle. o Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi. o Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui o Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare. o Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek ototoksit meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila diberikan bersamaan. o Dosis : Dewasa 40 mg/hr Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr b. HCT (Hydrochlorothiaside) o Sediaan obat : Tablet o Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun. o Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan ginjal. o Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung, cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi. o Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia, hipertensi pada kehamilan. o Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/12 – 24 jam 2. Beta bloker, bekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung. a. Asebutol (Beta bloker) o Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide. o Sediaan obat : tablet, kapsul. o Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas renin, menurunka outflow simpatetik perifer. o Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati obtruktif hipertropi, tirotoksitosis. o Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus, bradikardia, depresi. o Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu o Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi nodus AV dan SA meningkat bila diberikan bersama dengan penghambat kalsium o Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr). b. Atenolol (Beta bloker) o Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol. o Sediaan obat : Tablet o Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal. o Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia o Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi, bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes. o Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit kemerahan, impotensi. o Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot. o Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr c. Metoprolol (Beta bloker) o Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok o Sediaan obat : Tablet o Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di ginjal. o Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. o Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI. o Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pektoris o Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok kardiogenik, gagal jantung tersembunyi o Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare o Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya o Dosis : 50 – 100 mg/kg d. Propranolol (Beta bloker) o Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral o Sediaan obat : Tablet o Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor otak. o Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan obat – obat lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein. o Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI. o Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis subaortik hepertrofi, miokard infark, feokromositoma o Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati – hati pemberian pada penderita biabetes mellitus, wanita haminl dan menyusui. o Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme, agranulositosis, depresi. o Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital, rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan metabolism propranolol. Etanolol menurukan absorbsinya. o Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan. 3. Alfa bloker, menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi. a. Klonidin (alfa antagonis) o o o o o o o Nama paten : Catapres, dixarit Sediaan obat : Tablet, injeksi. Mekanisme kerja : menghambat perangsangan saraf adrenergic di SSP. Indikasi : hipertensi, migren Kontraindikasi : wanita hamil, penderita yang tidak patuh. Efek samping : mulut kering, pusing mual, muntah, konstipasi. Interaksi obat : meningkatkan efek antihistamin, andidepresan, antipsikotik, alcohol. Betabloker meningkatkan efek antihipertensinya. o Dosis : 150 – 300 mg/hr. 4. Ca antagonist, menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan denyut jantung. Volume sekuncup dan resistensi perifer. a. Diltiazem (kalsium antagonis) o Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor. o Sediaan obat : Tablet, kapsul o Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui slow cannel calcium. o Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer. o Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung. o Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna. o Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker. Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron dan digoksin. Simotidin meningkatkan efeknya. o Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan b. Nifedipin (antagonis kalsium) o Nama paten : Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat, Nifecard, Vasdalat. o Sediaan obat : Tablet, kaplet o Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vaskuler perifer, menurunkan spasme arteri coroner. o Indikasi : hipertensi, angina yang disebabkan vasospasme coroner, gagal jantung refrakter. o Kontraindikasi : gagal jantung berat, stenosis berat, wanita hamil dan menyusui. o Efek samping : sakit kepala, takikardia, hipotensi, edema kaki. o Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker menimbulkan hipotensi berat atau eksaserbasi angina. Meningkatkan digitalis dalam darah. Meningkatkan waktu protombin bila diberikan bersama antikoagulan. Simetidin meningkatkan kadarnya dalam plasma. o Dosis : 3 x 10 mg/hr c. Verapamil (Antagonis kalsium) o Nama paten : Isoptil o Sediaan obat : Tablet, injeksi o Mekanisme kerja : menghambat masuknya ion Ca ke dalam sel otot jantung dan vaskuler sistemik sehingga menyebabkan relaksasi arteri coroner, dan menurunkan resistensi perifer sehingga menurunkan penggunaan oksigen. o Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren. o Kontraindikasi : gangguan ventrikel berat, syok kardiogenik, fibrilasi, blok jantung tingkat II dan III, hipersensivitas. o Efek samping : konstipasi, mual, hipotensi, sakit kepala, edema, lesu, dipsnea, bradikardia, kulit kemerahan. o Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker bias menimbulkan efek negative pada denyut, kondiksi dan kontraktilitas jantung. Meningkatkan kadar digoksin dalam darah. Pemberian bersama antihipertensi lain menimbulkan efek hipotensi berat. Meningkatkan kadar karbamazepin, litium, siklosporin. Rifampin menurunkan efektivitasnya. Perbaikan kontraklitas jantung bila diberi bersama flekaind dan penurunan tekanan darah yang berate bila diberi bersama kuinidin. Fenobarbital nemingkatkan kebersihan obat ini. o Dosis : 3 x 80 mg/hr 5. Penghambat ACE, berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer. Dan angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan pengeluaran netrium melalui urine sehingga volume plasma dan curah jantung menurun. a. Kaptopril o Nama paten : Capoten o Sediaan obat : Tablet o Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin dan aldosterone. o Indikasi : hipertensi, gagal jantung. o Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan riwayat angioedema dan wanita menyusui. o Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia, pandangan kabur, myalgia. o Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Tidak boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau preparat nitrat lain. Indometasin dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini. Meningkatkan toksisitas litium. o Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr. b. Lisinopril o Nama paten : Zestril o Sediaan obat : Tablet o Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone. o Indikasi : hipertensi o Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, wanita hamil, hipersensivitas. o Efek samping : batuk, pusing, rasa lelah, nyeri sendi, bingung, insomnia, pusing. o Interaksi obat : efek hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretic. Indomitasin meningkatkan efektivitasnya. Intoksikasi litium meningkat bila diberikan bersama. o Dosis : awal 10 mg/hr c. Ramipril o Nama paten : Triatec o Sediaan obat : Tablet o Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone. o Indikasi : hipertensi o Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, hipersensivitas. Hati – hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui. o Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung, susah tidur. o Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Indometasin menurunkan efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat. o Dosis : awal 2,5 mg/hr 6. Penghambat saraf sentral 7. Vasodilator a. Hidralazin o Nama paten : Aproseline o Sediaan obat : Tablet o Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer menurun, meningkatkan denyut jantung. o Indikasi : hipertensi, gagal jantung. o Kontraindikasi : gagal ginjal, penyakit reumatik jantung. o Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka merah, kulit kemerahan. o Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazodsid. o Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2 – 3 dosis. Tahapan Terapi secara umum Modifikasi pola hidup: Penurunan BB Aktivitas fisik teratur Pembatasan garam dan alkohol Berhenti merokok 5. anti hipotensi; Tekanan darah rendah atau hipotensi terjadi bila tekanan darah lebih rendah dari biasanya, yang berarti jantung, otak dan bagian tubuh lain tidak mendapatkan cukup darah. Biasanya, seseorang disebut menderita hipotensi bila tekanan darahnya di bawah 90/60 mmHg. Namun hal itu tidak berlaku bagi setiap orang. Ada orang yang tekanan darah normalnya selalu rendah dan tidak merasakan gangguan. Sementara, ada orang yang bertekanan darah di atas angka tersebut dan mengalami masalah hipotensi. Faktor yang paling penting adalah adanya perubahan tekanan darah dari kondisi normal. Tekanan darah normal manusia berada pada kisaran 90/60 sampai 130/80 mm Hg, namun penurunan yang signifikan, bahkan hanya 20 mm Hg, dapat menyebabkan masalah bagi sebagian orang. Jenis-Jenis Hipotensi Ada tiga jenis utama hipotensi: a. Hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik disebabkan oleh perubahan tiba-tiba posisi tubuh, biasanya ketika beralih dari berbaring ke berdiri, dan biasanya hanya berlangsung beberapa detik atau menit. Hipotensi jenis ini juga dapat terjadi setelah makan dan sering diderita oleh orang tua, orang dengan tekanan darah tinggi dan orang dengan penyakit Parkinson. b. Hipotensi Dimediasi Neural (NMH dalam singkatan bahasa Inggris). NMH paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan anak-anak dan terjadi ketika seseorang telah berdiri untuk waktu yang lama. c. Hipotensi akut akibat kehilangan darah tiba-tiba (syok) Gejala Hipotensi Gejala tekanan darah rendah antara lain: o Penglihatan kabur o Kebingungan o Pingsan o Pusing o Kantuk o Lemas Penyebab hipotensi Penyebab hipotensi bervariasi antara lain karena: o Dehidrasi. o Efek samping obat seperti alkohol, anxiolytic, beberapa antidepresan, diuretik, obatobatan untuk tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner, analgesik. o Masalah jantung seperti perubahan irama jantung (aritmia), serangan jantung, gagal jantung. o Kejutan emosional, misalnya syok yang disebabkan oleh infeksi yang parah, stroke, anafilaksis (reaksi alergi yang mengancam nyawa dan trauma hebat. o Perdarahan, dll. Anda sangat disarankan berkonsultasi dengan dokter atau spesialis jika sering pingsan atau hipotensi mengganggu kualitas hidup Anda. o Diabetes tingkat lanjut Pengobatan o Hipotensi pada orang sehat yang tidak menimbulkan masalah biasanya tidak memerlukan perawatan. o Jika Anda memiliki tanda-tanda atau gejala tekanan darah rendah, Anda mungkin memerlukan pengobatan, yang tergantung pada penyebabnya. o Jika hipotensi ortostatik disebabkan oleh obat-obatan, dokter Anda dapat mengubah dosis atau memberikan obat yang berbeda. Jangan berhenti minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter. Pengobatan lain untuk hipotensi ortostatik termasuk penambahan cairan untuk mengobati dehidrasi atau memakai selang elastis untuk meningkatkan tekanan darah di bagian bawah tubuh. o Mereka yang menderita hipotensi jenis NMH harus menghindari pemicu, seperti berdiri untuk waktu yang lama. Pengobatan lain melibatkan banyak minum cairan dan meningkatkan jumlah garam dalam makanan. (Pengobatan ini harus atas rekomendasi dokter karena terlalu banyak garam juga dapat berbahaya bagi kesehatan). o Hipotensi akut yang disebabkan oleh syok adalah kedaruratan medis. Anda mungkin akan diberi transfusi darah intravena, obat-obatan untuk meningkatkan tekanan darah dan kekuatan jantung, serta obat lainnya seperti antibiotik. Beberapa Tips bagi Penderita Hipotensi o Banyak wanita penderita hipotensi yang memiliki tingkat zat besi sangat rendah karena menstruasi yang sangat banyak. Mintalah nasihat spesialis bila membutuhkan suplemen penambah darah. o Terjatuh sangat berbahaya bagi orang tua karena dapat membuat cedera patah tulang dan komplikasi lainnya. Selalu dampingi orang tua Anda yang menderita hipotensi berat. o Bila Anda merasakan gejala penurunan tekanan darah, Anda harus segera duduk atau berbaring dan mengangkat kaki Anda di atas ketinggian jantung. o Jika tekanan darah rendah menyebabkan seseorang pingsan, segeralah cari perawatan medis. Jika orang tersebut tidak bernafas, segeralah lakukan pertolongan bantuan pernafasan. 6. anti anemia Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin plasma lebih rendah dari normal akibat penurunan jumlah sel darah merah yang beredar. Anemia dapat disebabkan oleh kehilangan darah kronik, kelainan sumsum tulang, peningkatan hemolisis, infeksi, keganasan, defisiensi endokrin, dan sejumlah keadaan penyakit lain. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan transfusi darah utuh. Sejumlah obat dapat menyebabkan efek toksik pada sel-sel darah, produksi hemoglobin atau mempengaruhi alat-alat pembuat sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia. anemia juga disebabkan oleh defisiensi substansi makanan (misalnya besi, asam folat, vitamin B12 (sianokobalamin) yang diperlukan untuk eritropoiesis normal. Dengan demikian obatobat ini digunakan untuk mengobati anemia dan dinamakan juga sebagai hematinika. Obat lain yang berpengaruh terhadap eritropoesis yaitu riboflavin,piridoksin,kobal dan tembaga. Ada juga beberapa hormone yang secara tidak secara langsung juga mempengaruhi eritropoesis misalnya hormone tiroid, gonad dan adrenal. Ada juga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sel darah merah yaitu eritropoetin yang terutama dibentuk oleh ginjal. Zat ini berperan sebagai regulator poliferasi eritrosit sehingga bila terganggu dapat berakibat anemia berat. ANTIANEMIA DEFISIENSI a. BESI (Fe) dan GARAM-GARAMNYA Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb),sehingga defisiensi Fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang rendah menimbulkan anemia hipokromik mikrositik. Zat besi disimpan dalam sel – sel mukosa intestinal sebagai feritin (suatu kompleks protein / besi) sampai dibutuhkan tubuh. Defisiensi besi disebabkan oleh kehilangan darah akut atau kronik, pemasukan yang kurang selama periode pertumbuhan cepat anak – anak, atau menstruasi berlebihan atau wanita hamil. Karena itu, keadaan ini merupakan akibat keseimbangan negatif besi yang disebabkan habisnya simpanan besi dan pemasukan yang tidak cukup, memuncak pada anemia mikrositik hipokrom. Penambahan sulfas ferrosus diperlukan untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Gangguan gastrointestinal yang disebabkan oleh iritasi lokal merupakan efek samping paling sering akibat suplemen zat besi. Distribusi Dalam Tubuh Tubuh manusia sehat mengandung +- 3,5 gram Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang nonesensial. Fe esensial terdapat pada : o hemoglobin +- 66% o mioglobin 3% o enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya sitokromaksidase,suksinil dehidrokinase dan xantin oksidase sebanyak 0,5% o pada transferin 0,1%. Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita hanya 200-400 mg, sedangkan pada pria kira-kira 1 gram. FARMAKOKINETIK Absorpsi Absorpsi Fe mulai saluran cerna terutama berlangsung di duodenum dan jejunum proksimal,makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi dalam bentuk fero. Transpornya melalui sel mukosa usus terjadi secara transporaktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin,atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus. Secara umum,bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah,maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat,maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel mukosa ke sum-sum tulang eritropoesis. Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia. Pada individu normal efeisiensi Fe jumlah Fe yang diabsorpsi 5-10% atau sekitar 0,5-1 mg/hari. Absorpsi Fe meningkat bila cadangan rendah atau kebutuhan Fe meningkat. Absorpsi meningkat menjadi 1-2 mg/hari pada wanita menstruasi,pada wanita hamil dapat menjadi 3-4 mg/hari.kebutuhan Fe juga meningkat pada bayi dan remaja. Absorpsi dapat ditingkatan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCL, suksinat dan senyawa asam lain. Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut. Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat,aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Fe yang terdapat pada makanan hewani misalnya daging umumnya diabsorpsi lebih mudah dibandingkan dengan makanan nabati. Fe yang didapatkan pada hemoglobin dan mioglobin daging lebih mudah diabsorpsi karena diabsorpsi dalam bentuk utuh, tidak memerlukan pemecahan lebih dahulu menjadi elemen Fe. Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe. Absorpsi ini meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya eritropoesis. Selain itu,bila Fe diberikan sebagai obat,bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya. Distribusi Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu beta 1glubolin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama kesum-sum tulang depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-sel reticulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis, dan juga berfungsi sebagai gudang Fe. Metabolisme Bila tidak digunakan dalam eritropoesis,Fe mengikat suatu protein yang disebut apoferitin dan membentuk feritin. Fe disimpan terutama pada sel mukosa usus halus dan dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa dan sum-sum tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sum-sum tulang dalam proses eritropoesis, 10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat di dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis. Bila Fe diberikan IV,cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati,sedamgkan setelah pemberian per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah berulang-ulang atau akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorpsi yang berlebihan pula. Ekskresi Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali biasanya sekitar 0,5-1 mg seehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong. Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah ekskresi Fe yang diekskresi sehubungan dengan haid diperkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari. KEBUTUHAN BESI Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor umum,jenis kelamin (sehubungan dengan kehamilan dan laktasi pada wanita) dan jumlah darah dalam badan (Hb)dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadan depot Fe memegang peranan penting. Dalam keadaan normal dapat diperkirakan bahwa seorang lakilaki dewasa memerlukan asupan sebesar 10 mg,dan wanita memerlukan 12 mg sehari guna memenuhi ambilan sebesar masing-masing 1 mg dan 1,2 mg sehari. Sedangkan pada wanita hamil dan menyusui diperlukan tambahan asupan 5 mg sehari. Bila kebutuhan Fe tidak dipenuhi,Fe yang terdapat di dalam gudang akan digunakan dan gudang lambat laun menjadi kosong. Akibatnya timbul anemia defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh absorpsi yang tidak baik, perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat. Keadaan ini memerlukan penambahan Fe dalam bentuk obat. SUMBER ALAMI Makanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah hati, jantung, kuning telur, ragi, kerang,kacang-kacangan dan buah-buahan yang tertentu. Makanan yang mengandung besi dalam jumlah sedang(1-5mg/100g) termasuk diantaranya daging, ikan, unggas, sayur-sayuran yang berwarna hijau dan biji-bijian. Sedangkan susu atau produknya dan sayuran yang kurang hijau mengandung besi dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g). INDIKASI Sediaan Fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi Fe. Anemia defisiensi Fe paling sering disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu dapat pula terjadi misalnya wanita hamil (terutama multipara) dan pada mas pertumbuhan,karena kebutuhan yanh meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi Fe. Pada anemia defisiensi Fe dapat terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang. EFEK SAMPNG Efek sampnt yang paling sering timbul berupa intoleransi dalam sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang diabsorpsi pada setiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyari lambung (+- 7-20%),konstipasi (+- 10%),diare (+- 5%) dan kolik. Gangguan ini biasa ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang. Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi local pada tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit,warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV. Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSO4 yang seperti gula-gula. Kelainan utama terdapat pada saluran cerna,mulai dari iritasi,korosi sampai tejdai neksrosis. Gejala yang timbul berupa mual, muntah, diare, hemetemesis serta fese berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna,syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian. Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut berlebihan dikemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam minum obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah pertam-tama diusahakan agar pasien muntah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat diminum kurang dari 1 jam sebelumnya,dapat dilakukan bilasan lambung dengan menggunakan larutan natrium bikarbonat 1%. Selanjutnya kedaan syok dehidrasi dan asidosis harus diatasi. SEDIAAN,DOSIS Sediaan oral Karena berasal dalam bentuk fero paling mudah diabsorpsi maka preparat besi untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam fero seperti fero sulfat, fero glukonat, dan fero fumalat. Tidak ada perbedaan absorpsi diantara garam-garam fero ini. Jika ada,mungkin disebabkan oleh perbedaan asam lambung. Dalam bentuk garam sitrat, karbonat, pirofosfat, ternyata Fe sukar diabsorpsi, demikian juga sebagai garam feri (Fe3*). Untuk mengatasi defisiensi Fe dengan cepat umumnya dibutuhkan sekitar 200-400 mg elemen besi selama kurang lebih 3-6 bulan. Tabel beberapa jenis preparat besi oral Preparat Fero sulfat (hidrat) Fero glukonat Fero fumarat Fero fumarat Tablet 325 mg 325 mg 200 mg 325 mg Elemen besi tiap tablet 65 mg 36 mg 66 mg 106 mg Dosis lazim untuk dewasa(Σ tablet/hari) 3-4 3-4 3-4 2-3 Sediaan parental Penggunaan sediaan untuk suntikan IM dalam dan IV hanya diberikan bila pemberian oral tidak mungkin, misalnya pasien bersifat intoleran terhadap sediaan oral atau pemberian oral tidak mungkin menimbulkan respons teraupetik. Iron-dextran (imferon) mengandung 50 mg Fe setiap mL (larutan 5%)untuk penggunaan IM atau IV. Respons teraupetik terhadap suntikan IM ini tidak lebih cepat daripada pemberian oral. Dosis total yang diperlukan dihitung berdasarkan berat anemia,yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb. Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis permulaan tidak boleh melebihi 25 mg, dan diikuti dengan peningkatan bertahan untuk 2-3 hari sampai tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus diberikan parlahan-lahan yaitu dengan menyuntikkan 25-50 mg/menit. Pasein dengan riwayat alergi dan pasien yang sebelumnya pernah mendapat preparat besi secara suntikan lebih besar kemungkinannya untuk mengalami reaksi hipersensivitas. 7. anti pendarahan Obat anti perdarahan disebut juga hemostatik yang merupakan proses penghentian perdarahan pada pembuluh darah yang cedera. Jadi, Obat haemostatik(Koagulansia) adalah obat yang digunakan untuk menghentikan pendarahan. Obat haemostatik ini diperlukan untuk mengatasi perdarahan yang meliputi daerah yang luas. Pemilihan obat hemostatik harus dilakukan secara tepat sesuai dengan patogenesis perdarahan. Dalam proses hemostasis berperan faktor-faktor pembuluh darah (vasokonstriksi), trombosit (agregasi), dan faktor pembekuan darah Secara garis besar proses pembekuan darah berjalan melalui 3 tahap yaitu : o aktivasi tromboplastin o pembentukan trombin dari protrombin o pembentukan fibrin dari fibrinogen Dalam proses ini diperlukan faktor-faktor pembekuan darah yang hingga kini dikenal 15 faktor pembekuan darah (faktor IV-Ca++ , faktor VIII-anti hemofilik, faktor IX-tromboplastin plasma.) Perdarahan dapat disebabkan oleh defisiensi satu faktor pembekuan darah dan dapat pula akibat defisiensi banyak faktor yang mungkin sulit untuk didiagnosis dan diobati. Defisiensi atau factor pembekuan darah dapat diatasi dengan memberikan factor yang kurang yang berupa konsentrat darah manusia. Perdarahan dapat pula dihentikan dengan memberikan obat yang dapat meningkatkan factor-faktor pembentukan darah misalnya vitamin K atau yang menghambat mekanisme fibrinolitik seperti asam aminokaprot. Obat hemostatik sendiri terbagi dua yaitu (1) Obat hemostatik local dan (2) Obat hemostatik sistemik. 2. Hemostatik Lokal golongan obat ini dibagi lagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan mekanisme hemostatiknya. a. Hemostatik serap Mekanisme kerja : Menghentikan perdarahan dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala serat-serat yang mempermudah bila diletakkan langsung pada permukaan yang berdarah. Dengan kontak pada permukaan asing trombosit akan pecah dan membebaskan factor yang memulai proses pembekuan darah. Indikasi : Hemostatik golongan ini berguna untuk mengatasi perdarahan yang berasal dari pemubuluh darah kecil saja misalnya kapiler dan tidak efektif untuk menghentikan perdarahan arteri atau vena yang tekanan intra vaskularnya cukup besar. Contoh obat : o Spon gelatin, oksisel ( selulosa oksida ) Spon gelatin, dan oksisel dapat digunakan sebagai penutup luka yang akhirnya akan diabsorpsi. Hal ini menguntungkan karena tidak memerlukan penyingkiran yang memungkinkan perdarahan ulang seperti yang terjadi pada penggunaaan kain kasa . Untuk absorpsi yang sempurna pada kedua zat diperlukan waktu 1- 6 jam. Selulosa oksida dapat mempengaruhi regenerasi tulang dan dapat mengakibatkan pembentukan kista bila digunakan jangka panjang pada patah tulang. Selain itu karena dapat menghambat epitelisasi, selulosa oksida tidak dianjurkan untuk digunakan dalam jangka panjang. Busa fibrin insani yang berbentuk spon, setelah dibasahi dengan tekanan sedikit dapat menutupi dengan baik permukaan yang berdarah. b. Astringen Mekanisme kerja : Zat ini bekerja local dengan mengendapkan protein darah sehingga perdarahan dapat dihentikan, sehubungan dengan cara penggunaannya zat ini dinamakan juga stypic. Indikasi : Kelompok ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler tetapi kurang efektif bila dibandingkan dengan vasokontriktor yang digunakan local. Contoh Obat : feri kloida, nitras argenti, asam tanat. c. Koagulan Mekanisme kerja : Obat kelompok ini pada penggunaan lokal menimbulkan hemostatis dengan 2 cara yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin menjadi thrombin dan secara langsung menggumpalkan fibrinogen. Contoh Obat : Russell’s viper venom yang sangat efektif sebagai hemostatik local dan dapat digunakan umpamanya untuk alveolkus gigi yang berdarah pada pasien hemofilia. Untuk tujuan ini kapas dibasahi dengan larutan segar 0,1% dan ditekankan pada alveolus sehabis ekstrasi gigi, zat ini tersedia dalam bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaaan lokal. Sediaan ini tidak boleh disuntikkan IV, sebab segara menimbulkan bahaya emboli. d. Vasokonstriktor Mekanisme Kerja : Epinefrin dan norepinefrin berefek vasokontriksi , dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler suatu permukaan. Cara pemakaian : Penggunaanya ialah dengan mengoleskan kapas yang telah dibasahi dengan larutan 1: 1000 tersebut pada permukaan yang berdarah. hemostatik sistemik Dengan memberikan transfuse darah, seringkali perdarahan dapat dihentikan dengan segera. Hasil ini terjadi karena penderita mendapatkan semua faktor pembekuan darah yang terdapat dalam darah transfusi. Keuntungan lain transfusi ialah perbaikan volume sirkulasi. Perdarahan yang disebabkan defisiensi faktor pembekuan darah tertentu dapat diatasi dengan mengganti/ memberikan faktor pembekuan yang kurang. 3. Faktor anti hemoflik (faktor VIII) dan cryoprecipitated anti Hemophilic Factor Indikasi Kedua zat ini bermanfaat untuk mencegah atau mengatasi perdarahan pada penderita hemofilia A (defisienxi faktor VIII) yang sifatnya herediter dan pada penderita yang darahnya mengandung inhibitor factor VII Efek samping Cryoprecipitated antihemofilik factor mengandung fibrinogen dan protein plasma lain dalam jumlah yng lebih banyak dari sediaaan konsentrat faktor IIIV, sehingga kemungkinan terjadi reaksi hipersensitivitas lebih besar pula. Efek samping lain yang dapat timbul pada penggunaan kedua jenis sediaan ini adalah hepatitis virus, anemi hemolitik, hiper fibrinogenemia, menggigil dan demam. Cara pemakaian Kadar faktor hemofilik 20-30% dari normal yang diberikan IV biasanya digunakan untuk mengatasi perdarahan pada penderita hemofilia. Biasanya hemostatik dicapai dengan dosis tunggal 15-20 unit/kg BB. Untuk perdarahan ringan pada otot dan jaringan lunak, diberikan dosis tunggal 10 unit/kg BB. Pada penderita hemofilia sebelum operasi diperlukan kadar anti hemofilik sekurang kurangnya 50% dari normal, dan pasca bedah diperlukan kadar 20-25 % dari normal untuk 710 hari. 4. kompleks Faktor X Indikasi Sediaan ini mengandung faktor II, VII, IX,X serta sejumlah kecil protein plasma lain dan digunakan untuk pengobatan hemofilia B, atau bila diperlukan faktor-faktor yang terdapat dalam sediaan tersebut untuk mencegah perdarahan. Akan tetapi karena ada kemungkinan timbulnya hepatitis preparat ini sebaiknya tidak diberikan pada pendrita nonhemofilia. Efek samping trombosis,demam, menggigil, sakit kepala, flushing, dan reaksi hipersensivitas berat (shok anafilaksis). Dosis Kebutuhan tergantung dari keadaan penderita. Perlu dilakukan pemeriksaan pembekuan sebelum dan selama pengobatan sebagai petunjuk untuk menentukan dosis. 1 unit/KgBB meningkatkan aktivitas factor IX sebanyak 1,5%, selama fase penyembuhan setelah operasi diperlukan kadar factor IX 25-30% dari normal 5. Vitamin K Mekanisme kerja : Pada orang normal vitamin K tidak mempunyai aktivitas farmakodinamik, tetapi pada penderita defisiensi vitamin K, vitamin ini berguna untuk meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yang berlangsung di hati. Sebagai hemostatik, vitamin K memerlukan waktu untuk dapat menimbulkan efek, sebab vitamin K harus merangsang pembentukan faktor- faktor pembekuan darah lebih dahulu. Indikasi : Digunakan untuk mencegah atau mengatasi perdarahan akibat defisiensi vitamin K. Efek samping : Pemberian filokuinon secara intravena yang terlalu cepat dapt menyebabkan kemerahan pada muka, berkeringat, bronkospasme, sianosis, sakit pada dada dan kadang menyababkan kematian. Perhatian : Defisiensi vit. K dapat terjadi akibat gangguan absorbsi vit.K, berkurangnya bakteri yang mensintesis Vit. K pada usus dan pemakaian antikoagulan tertentu. Pada bayi baru lahir hipoprotrombinemia dapat terjadi terutama karena belum adanya bakteri yg mensintesis vit. Sediaan : Tablet 5 mg vit. K (Kaywan) Dosis : 1-3 x sehariuntuk ibu menyusui untuk mencegah pendarahan pada bayinya 3-4 x sehari untuk pengobatan hipoprotrombinemia 6. Asam aminokaproat Mekanisme kerja : Asam aminokaproat merupakan penghambat bersaing dari activator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen/ fibrin dan faktor pembekuan darah lain. Oleh karena itu asam amikaproat dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisisyang berlebihan. Indikasi : o Pemberian asam aminokaproat, karena dapat menyebabkan pembentukan thrombus yang mungkin bersifat fatal hanya digunakan untuk mengatasi perdarahan fibrinolisis berlebihan o Asam aminokaprot digunakan untuk mengatasi hematuria yang berasal dari kandung kemih. o Asam aminokaproat dilaporkan bermanfaat untuk pasien homofilia sebelum dan sesudah ekstraksi gigi dan perdarahan lain karena troma didalam mulut. o Asam aminokaproat juga dapat digunakan sebagai antidotum untuk melawan efek trombolitik streptokinase dan urokinase yang merupakan activator plasminogen. Cara pemakaian : Dapat diberikan secara peroral dan IV Efek samping Asam aminokaproat dapat menyebabkan prutius,eriterna konjungtiva, dan hidung tersumbat. Efk samping yang paling berbahaya ialah trombosis umum, karena itu penderita yang mendapat obat ini harus diperiksa mekanisme hemostatik. 7. Asam traneksamat Mekanisme Kerja : o Sebagai anti plasmin, bekerja menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin o Sebagai hemostatik, bekerja mencegah degradasi fibrin, meningkatkan agregasi platelet o memperbaiki kerapuhan vaskular dan meningkatkan aktivitas factor koagulasi. Indikasi o Hipermenorrhea o Pendarahan pada kehamilan dan pada pemasangan AKDR o § Mengurangi pendarahan selama dan setelah operasi Perhatian Bila diberikan IV dianjurkan untuk menyuntikkan perlahan-lahan (10 ml / 1-2 menit) Efek Samping o Gangguan gastrointestinal : mual, muntah, sakit kepala, anoreksia o Gangguan penglihatan, gejala menghilang dengan pengurangan dosis atau penghentian pengobatan o Sediaan : Kapsul 250 mg, 500 mg Injeksi 5 ml/250 mg dan 5 ml/500 mg 8. Karbazokrom Na Sulfonat (ADONA) Mekanisme Kerja : o Menghambat peningkatan permeabilizas kapiler o Meningkatkan resistensi kapiler Indikasi o Pendarahan disebabkan menurunnya resistensi kapiler dan meningkatnya permeabilizas kapiler o Pendarahan abnormal selama/pasca operasi akibat penurunan resistensi kapiler o Pendarahan otak o Sediaan : Tablet 10 mg/ Forte 30 mg Injeksi 2 ml/10 mg dan 5 ml/25 mg 8. obat syok Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera. Penyebab Syok Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal: a. Pompa jantung, Jantung harus berkontraksi secara efisien. b. Volume sirkulasi darah, Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok. c. Tahanan pembuluh darah perifer, pembuluh darah kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapilerkapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun. Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri): (a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark; (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; dan (c) Gangguan irama jantung. b. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah): (a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan; (b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar; dan (c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus). c. Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): (a) Tamponade jantung; (b) Pneumotorak; dan (c) Emboli paru. d. Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer): (a) Syok neurogenik; (b) Cedera medula spinalis atau batang otak; (c) Syok anafilaksis; (d) Obat-obatan; (e) Syok septik; serta (f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya tahanan pembuluh darah perifer. Tanda dan Gejala Syok Sistem Kardiovaskuler o Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. o Nadi cepat dan halus. o Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah. o Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik. o CVP rendah. Sistem Respirasi o Pernapasan cepat dan dangkal. Sistem saraf pusat o Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan. Sistem Saluran Cerna o Bisa terjadi mual dan muntah. Sistem Saluran Kencing o Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5--1 ml/kg/jam). Penanggulangan Syok Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer. Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan ditanggulangi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi syok: a. Posisi Tubuh o Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. o Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas. o Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia. o Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya. o Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar. o Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali. b. Pertahankan Respirasi o Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah. o Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway). o Berikan oksigen 6 liter/menit o Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT. c. Pertahankan Sirkulasi o Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP). o Cari dan Atasi Penyebab Macam-macam Syok a. Syok Hipovolemik Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk. Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahanperubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang. Penanggulangan Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan. Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan. Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan. b. Syok Kardiogenik Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung. Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung. Penanggulangan Bila mungkin pasang CVP. Dopamin 10--20 µg/kg/menit, meningkatkan kekuatan, dan kecepatan kontraksi jantung serta meningkatkan aliran darah ginjal. c. Syok Neurogenik Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Penderita merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah penderita dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer. Penanggulangan Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan. d. Syok Septik Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus. Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. Penanggulangan o Optimalisasi volume intravaskuler o Pemberian antibiotik, Dopamin, dan Vasopresor e. Syok Anafilaktik Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi. Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan. Penanggulangan Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah: o Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. o Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu: Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tandatanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru. o Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit. o Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus. o Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5--10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel. o Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin. o Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. o Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi. Pencegahan Syok Anafilaktik Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, antara lain: o Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat. o Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik. o Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1--3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif. o Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan. Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya. o Pemberian Cairan Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak). Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3--4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.