pelaksanaan asuhan keperawatan spiritual di suatu rumah sakit

advertisement
PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN SPIRITUAL DI SUATU RUMAH
SAKIT BANDA ACEH
SPIRITUAL CARE IN NURSING PROCESS IN SOMETHING HOSPITAL BANDA ACEH
Novita Estetika K1; Noraliyatun Jannah2
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2
Bagian Keilmuan Keperawatan Manajemen Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
email: [email protected]
ABSTRAK
Spiritual adalah keyakinan dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi individu untuk menemukan
makna dan tujuan hidup. Spiritual merupakan salah satu aspek keperawatan holistik berupa pelayanan dalam
aspek bio, psiko, sosio dan spiritual. Peran perawat dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien adalah
dengan menerapkan asuhan keperawatan spiritual berupa pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi
dan evaluasi keperawatan spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan asuhan
keperawatan spiritual di suatu Rumah Sakit Banda Aceh (RSBA). Jenis penelitian ini adalah deskriptif
eksploratif dengan desain cross sectional study. Populasi pada penelitian ini adalah perawat pelaksana di
RSBA. Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 62
responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik pembagian angket. Instrumen yang
digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari 34 item pernyataan dalam skala Likert. Metode analisis data
dengan menggunakan analisis univariat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pelaksanaan asuhan
keperawatan spiritual adalah kurang baik (59,7%), dimana yang termasuk kurang baik adalah diagnosis
keperawatan spiritual (69,4%), perencanaan keperawatan spiritual (64,5%), evaluasi keperawatan spiritual
adalah sama (50%), sedangkan pengkajian keperawatan spiritual (56,5%) dan implementasi keperawatan
spiritual (67,7%) adalah baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan spiritual
masih kurang optimal. Kepala ruang diharapkan dapat mengarahkan dan memberikan motivasi kepada
perawat terkait pelaksanaan asuhan keperawatan spiritual.
Kata Kunci: Asuhan Keperawatan Spiritual, Spiritual
ABSTRACT
Spirituality is personal and involves an indovidual’s belives. It provides individuals with a worldview and a
context in which to view life and its meaning. Spirituality is one aspect of holistic nursing care that is the
physical, physicological, social, cultural and spiritual aspects of need and care. The role of nurses in meeting
the spiritual needs of patients is by doing spiritual care in nursing process the assessment, diagnose, planning,
implementation and evaluation. The purpose of the research is to identify realization spiritual care in nursing
process of something Hospital Banda Aceh in 2016. The type of the research was used descriptive
explorative study used cross sectional study design. The population in this research was nurses in something
Hospital Banda Aceh. Sampling technique used simple random sampling with sample as 62 respondents.
Data collection was done a set of questionnaire. The instruments used was a questionnaire consisted used 34
statements on Likert scale. Data analysis methods used univariate analysis. Based on the research result
obtained spiritual care in nursing process was poor (59.7%), which spiritual diagnoses (69.4%) and spiritual
care planning was poor (64.5%), the evaluation of spiritual care was same (50%). spiritual assessment
(56.5%) and spiritual implementation (67.7%) was good. So, the result for this research was spiritual care in
nursing process still poor. It is recommended for nurse managers to directive and motivate nurse for doing
spiritual care process.
Keywords: Spiritual care in nursing process, Spirituality
1
PENDAHULUAN
Perawat merupakan tenaga kesehatan
profesional yang setiap saat berinteraksi
dengan pasien dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif. Perawat
dituntut untuk memandang pasien secara
biologis, psikologis, sosiokultural dan
spiritual (Hamid, 2008, p.1). The American
Association of Colleges of Nurses (AACN)
mengharuskan perawat untuk mampu menilai
kebutuhan spiritual pasien dan mengenali
pentingnya
aspek
spiritual
terhadap
pelayanan kesehatan (Yoost & Crawford,
2016, p.414).
Sebuah penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa 91% dari pasien yang
berkunjung ke rumah sakit meyakini
kesehatan spiritual sama pentingnya dengan
kesehatan fisik. Lebih dari 44% pasien
menyatakan bahwa hendaknya petugas
kesehatan memberikan terapi psikoreligius
(Anandarajah & Hight, 2001, p.82). Dari
survey tersebut terungkap bahwa sebenarnya
pasien membutuhkan terapi spiritual selain
terapi dengan tindakan medis.
Penelitian Kasih (2010) tentang
pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien
di ruang rawat bedah dan ruang inap penyakit
dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainal
Abidin Banda Aceh menyebutkan bahwa
pemenuhan kebutuhan spiritual pasien berada
pada kategori tidak terpenuhi. Selanjutnya,
hasil
penelitian
Nurcahyani
(2012)
menyebutkan bahwa sebanyak 70,6% pasien
merasa
kebutuhan
spiritualnya
tidak
terpenuhi.
Salah satu alasan tidak terpenuhinya
kebutuhan
spiritual
pasien
adalah
dikarenakan asuhan keperawatan tidak
dilakukan sepenuhnya oleh perawat. Perawat
hanya mengingatkan pasien waktu salat,
menyediakan peralatan ibadah, membantu
pasien berwudhu, mengajarkan tayamum tapi
tidak melakukan pengkajian spiritual secara
menyeluruh serta tidak menetapkan diagnosa
keperawatan spiritual. Perawat juga tidak
mendokumentasikan asuhan keperawatan
spiritual karena beban kerja yang tinggi
(Bakar & Kurniawati, 2013, p.118).
Kepala ruangan dan perawat pelaksana
di RSBA (Komunikasi Personal, 7 Maret,
2016) mengatakan bahwa, perawat belum
pernah mengangkat masalah keperawatan
yang menyangkut masalah spiritual sebagai
hal yang penting. Perhatian pertama perawat
tertuju pada masalah biologis pasien. RSBA
memang sudah memberikan pelayanan
spiritual pada pasiennya, tetapi masih
terbatas pada rohaniawan/ustadz yang
bertugas secara khusus. Perawat memberikan
pelayanan kesehatan islami, tetapi tidak
melaksanakan asuhan keperawatan spiritual
secara menyeluruh dalam dokumentasi
keperawatan.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka
penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut
tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
spiritual oleh perawat pelaksana di RSBA.
METODE
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif
eksploratif dengan desain penelitian cross
sectional study. Metode pengambilan sampel
adalah simple random sampling dengan
tehnik proportional sampling. Populasi dari
penelitian ini adalah 129 orang perawat
pelaksana di RSBA. Sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah 62 responden.
Alat pengumpulan data menggunakan
kuesioner. Data yang dikumpulkan diolah
dengan cara Editing, Coding, Tranferring,
dan Tabulating. Kemudian dianalisis
menggunakan program software computer.
Analisa data yang digunakan adalah analisa
univariat.
HASIL
Data yang diperoleh berdasarkan kuesioner
terhadap 62 responden adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Distribusi frekuensi Data Demografi
Perawat Pelaksana (n=62)
2
a.
b.
c.
a.
b.
a.
b.
a.
b.
Data
Demografi
Usia
Remaja akhir
(17-25 tahun)
Dewasa awal
(26-35 tahun)
Dewasa akhir
(36-45 tahun)
Jenis Kelamin:
Laki-laki
Perempuan
Status
Pernikahan:
Menikah
Belum menikah
Pendidikan:
D3
Skep + Ners
f
%
6
9,7
46
74,2
10
16,1
16
46
25,8
74,2
38
28
61,3
38,7
37
25
59,7
40,3
Masa Kerja:
a. < 5 tahun
44
71,0
b. ≥ 5 tahun
18
29,0
Pelatihan:
a. Ya
43
69,4
b. Tidak
19
30,6
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
bahwa frekuensi usia perawat pelaksana ratarata berada pada kelompok dewasa awal atau
pada rentang usia 26-35 tahun (74,2%), jenis
kelamin
rata-rata
responden
adalah
perempuan (74,2%), kemudian distribusi
terbanyak untuk status pernikahan adalah
menikah (61,3%), mayoritas pendidikan
responden adalah D3 (59,7%), ditinjau dari
masa kerja responden terbanyak adalah < 5
tahun (71,0%), sedangkan responden yang
pernah mengikuti pelatihan keperawatan
spiritual sebanyak 43 orang (69,4%).
Asuhan Keperawatan spiritual terdiri
dari lima subvariabel yaitu pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan
evaluasi keperawatan spiritual. Masingmasing responden dikategorikan berdasarkan
kriteria baik apabila mendapatkan nilai ≥ 85
dan kurang baik apabila nilai < 85 seperti
pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan
Asuhan Keperawatan Spiritual (n=62)
Pelaksanaan
Asuhan
f
%
Keperawatan
spiritual
Baik
25
40,3
Kurang Baik
37
59,7
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan
spiritual adalah kurang baik dengan frekuensi
sebanyak 37 orang (59,7%).
Berdasarkan hasil pengolahan data
subvariabel pengkajian keperawatan spiritual
responden dikatakan baik jika didapatkan
nilai ≥ 17,5 dan kurang baik jika nilai < 17,5.
Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada
tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengkajian
Keperawatan Spiritual (n=62)
Pengkajian
Keperawatan
f
%
spiritual
Baik
35
56,5
Kurang Baik
27
43,5
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan
bahwa pengkajian keperawatan spiritual
adalah baik yaitu sebanyak 35 orang (56,5%).
Berdasarkan hasil pengolahan data
subvariabel diagnosis keperawatan spiritual
responden dikatakan baik jika diperoleh nilai
≥ 12,5 dan kurang baik jika nilai < 12,5.
Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada
tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Diagnosis
Keperawatan Spiritual (n=62)
Diagnosis
Keperawatan
f
%
spiritual
Baik
19
30,6
Kurang Baik
43
69,4
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan
bahwa diagnosis keperawatan spiritual adalah
kurang baik yaitu sebanyak 43 orang
(69,4%).
Berdasarkan hasil pengolahan data
subvariabel
perencanaan
keperawatan
spiritual dikatakan baik jika diperoleh nilai ≥
15 dan kurang baik jika nilai < 15. Hasil
3
penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 5
di bawah ini:
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Perencanaan
Keperawatan Spiritual (n=62)
Perencanaan
Keperawatan
f
%
spiritual
Baik
22
35,5
Kurang Baik
40
64,5
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan
bahwa perencanaan keperawatan spiritual
adalah kurang baik yaitu sebanyak 40 orang
(64,5%).
Berdasarkan hasil pengolahan data
subvariabel
implementasi
keperawatan
spiritual responden dikatakan baik jika
diperoleh nilai ≥ 22,5 dan kurang jika nilai <
22,5. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat
pada tabel 6 di bawah ini:
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Implementasi
Keperawatan Spiritual (n=62)
Implementasi
Keperawatan
f
%
spiritual
Baik
42
67,7
Kurang Baik
20
32,3
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan
bahwa implementasi keperawatan Spiritual
adalah baik yaitu sebanyak 42 orang (67,7%).
Berdasarkan hasil pengolahan data
subvariabel evaluasi keperawatan spiritual
dikatakan baik jika diperoleh nilai ≥ 17,5 dan
kurang baik jika nilai < 17,5. Hasil penelitian
tersebut dapat dilihat pada tabel 7 di bawah
ini:
Tabel 7. Distribusi Frekuensi
Keperawatan Spiritual (n=62)
Evaluasi
Evaluasi
Keperawatan
f
%
spiritual
Baik
31
50,0
Kurang Baik
31
50,0
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan
bahwa evaluasi keperawatan spiritual adalah
sama yaitu baik dan kurang dengan frekuensi
masing-masing sebanyak 31 orang (50%).
PEMBAHASAN
Pelaksanaan
Asuhan
Keperawatan
Spiritual
Speck (2005, dalam Sartori, 2010,
p.23) menggambarkan kebutuhan spiritual
sebagai bagian penting dari kehidupan yang
dapat membantu untuk mengatasi kondisi
yang berat, menemukan makna dan tujuan,
dan menemukan harapan dalam hidup.
Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat
tercapai dengan asuhan spiritual. Govier
(2000, p.34) menyebutkan bahwa asuhan
keperawatan spiritual meliputi pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Proses keperawatan tersebut dapat
diterapkan dalam kesehatan spiritual.
Menurut Mc Sherry (2006, p.125)
terdapat
dua
faktor
yang
dapat
mempengaruhi asuhan keperawatan spiritual,
yaitu faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor
intrinsik adalah ketidakmampuan perawat
berkomunikasi,
ambigu,
kurangnya
pengetahuan tentang spiritual, hal yang
bersifat personal dan takut melakukan
kesalahan. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu
organisasi dan manajemen, hambatan
ekonomi berupa kurangnya tenaga perawat,
kurangnya waktu dan pendidikan perawat.
Kendala tersebut dapat diatasi dengan
peranan manajer perawat. Manajer perawat
mengarahkan perawat pelaksana dalam
melakukan tidakan keperawatan. Manajer
perawat memiliki tanggung jawab untuk
memimpin dan membimbing staf perawat
dalam melakukan pendekatan spiritual
praktek keperawatan, memastikan bahwa
pasien sudah menerima perawatan secara
holistik, melakukan pengembangan kebijakan
terkait tentang penyediaan pelayanan
spiritual bagi pasien rawat inap yang sesuai
dengan visi dan tujuan rumah sakit (Meehan,
2012, p.11).
Penelitian Kasih (2010) tentang
pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien
di ruang rawat bedah dan ruang inap penyakit
dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh menyebutkan
bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual pasien
4
tidak terpenuhi. Selanjutnya, penelitian
Nurcahyani (2012) tentang hubungan
penerapan aspek spiritualitas perawat dengan
pemenuhan kebutuhan spiritual di ruang
rawat inap Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat Gatot Subroto menunjukkan bahwa
70,6% responden memiliki kebutuhan
spiritual yang tidak terpenuhi.
Didukung oleh penelitian Rieg, Mason
dan Preston (2006) yang menunjukkan bahwa
banyak perawat mengakui, mereka tidak
dapat memberikan asuhan keperawatan
spiritual secara kompeten karena selama
masa
pendidikannya
mereka
kurang
mendapatkan panduan tentang bagaimana
memberikan asuhan keperawatan spiritual
yang komprehensif.
Menurut peneliti, RSBA yang saat ini
sedang konsen dalam pelayanan Islami telah
berupaya untuk mencapai kesejahteraan
pasien dengan memberikan pelatihan kepada
perawat dan menetapkan SOP (Standar
Operasional Prosedur) pelayanan islami.
Perawat sudah melakukan pengkajian
spiritual tetapi tidak menetapkan diagnosis
dan merencanakan asuhan spiritual sebagai
prioritas pasien.
Untuk
meningkatkan
penerapan
asuhan keperawatan spiritual, diperlukan
kesadaran yang tinggi bagi perawat agar
lebih peka dan memahami kebutuhan spirtual
pasien, perawat juga harus meningkatkan
wawasan khususnya tentang spiritual. Selain
itu dukungan dari manajer perawat sangat
dibutuhkan agar perawat dapat memberikan
asuhan keperawatan spiritual yang konsisten.
Pengkajian Keperawatan Spiritual
Berdasarkan hasil penelitian dalam
tabel 3, dapat dilihat bahwa pengkajian
keperawatan spiritual adalah baik dengan
frekuensinya sebanayak 35 responden
(56,5%).
Joint Commission on acreditation
Healthcare Organizations (2000) saat ini
memandatkan bahwa setiap pasien yang
diberikan perawatan harus dilakukan
pengkajian keyakinan dan praktik spiritual.
Dalam mengkaji aspek spiritual, perawat
bertanya lebih mendalam misalnya tentang
pandangan spiritual pasien atau bagaimana
pasien mengatasi suatu kondisi yang sedang
dihadapi. Perawat dapat mengkaji dan
memperoleh kebutuhan spiritual pasien jika
komunikasi yang baik sudah terjalin antara
perawat dan pasien, sehingga perawat dapat
mendorong pasien untuk mengungkapkan
masalahnya terkait dengan kebutuhan
spiritual (Leeuween et al, 2006 dalam Sartori,
2010, p.114).
Hasil penelitian Hardiyanti (2010,
p.56) tentang pengetahuan dan sikap perawat
dalam melakukan pengkajian kebutuhan
psikologis dan spiritual di Ruang Mamplam I
dan II RSUDZA Banda Aceh menunjukkan
bahwa sikap perawat dalam melakukan
pengkajian spiritual memiliki frekuensi yang
sama yaitu sebanyak 15 responden (50%)
adalah baik.
Menurut
Peneliti,
pengkajian
keperawatan spiritual yang dilakukan oleh
perawat dikatakan baik karena perawat
melakukan pengkajian secara holistik yaitu
fisiologis, psikologis, psikososial dan
spiritual yang terdapat dalam format
pengkajian pasien. Perawat mengkaji apakah
agama mempengaruhi kondisi pasien, makna
hidup, dukungan dari keluarga, optimis untuk
kesembuhannya, praktik ibadah yang
biasanya dilakukan, keterbatasan dalam
beribadah dan adanya tanda gangguan
spiritual pada pasien.
Hal ini menunjukkan bahwa perawat
sudah memiliki sikap kepedulian terhadap
penilaian spiritualitas. Salah satu alasannya
adalah karena mayoritas perawat di RSBA
memiliki latar belakang keagamaan yang
baik. Selain itu, komunikasi terapeutik antara
perawat dengan pasien juga terjalin dengan
baik.
Diagnosis Keperawatan Spiritual
Berdasarkan hasil penelitian dari tabel
4, diketahui bahwa diagnosis keperawatan
spiritual adalah kurang baik dengan
5
frekuensinya sebanyak
43 responden
(69,4%).
Diagnosa keperawatan ditetapkan
dengan
tujuan
untuk
memelihara
kesejahteraan spiritual sehingga kepuasan
spiritual dapat terwujud. O’Brien (2008, p.68
dalam Young, 2010, p.166) mengatakan
bahwa peran perawat dalam merumuskan
diagnosa keperawatan terkait dengan spiritual
pasien mengacu pada distress spiritual yaitu
spiritual pain, pengasingan diri (spiritual
alienation), kecemasan (spiritual anxiety),
rasa bersalah (spiritual guilt), marah
(spiritual anger), kehilangan (spiritual loss)
dan putus asa (spiritual despair).
Monod (2012) menyatakan bahwa
distress spiritual muncul ketika kebutuhan
spiritual tidak terpenuhi, sehingga dalam
menghadapi penyakitnya pasien mengalami
depresi, cemas dan marah kepada Tuhan.
Distres
spiritual
dapat
menyebabkan
ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang
lain, lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff,
2002 dalam Hubbell et al, 2006, p.450).
Hasil penelitian Bakar dan Kurniawati
(2013, p.118) tentang pengalaman ibadah
pasien Islam yang dirawat dengan
pendekatan spiritual Islam di Rumah Sakit
Aisyah Bojonegoro dan Rumah Sakit Haji
Surabaya yang menyatakan bahwa perawat
tidak menetapkan diagnosa keperawatan
spiritual meskipun pelayanan spiritual
dilaksanakan dengan baik.
Menurut peneliti, perawat tidak
menetapkan diagnosis spiritual sebagai
masalah yang penting untuk diatasi
dikarenakan perawat lebih berfokus kepada
kelangsungan hidup pasien. Ketika dalam
kondisi sakit, ketidaknyamanan seperti nyeri,
kecacatan maupun kehilangan, menjadikan
pasien tidak percaya diri, putus asa, cemas
dan bahkan depresi. Pasien membutuhkan
keyakinan
untuk
bertahan
dengan
dipenuhinya kebutuhan spiritual sehingga
dapat tercapainya kesejahteraan spiritual.
Perencanaan Keperawatan Spiritual
Berdasarkan hasil penelitian dari tabel
5, diketahui bahwa perencanaan keperawatan
spiritual adalah kurang baik dengan
frekuensinya sebanyak
40 responden
(64,5%).
Setelah mengidentifikasi diagnosis
keperawatan, perawat merencanakan asuhan
keperawatan.
Pada fase
perencanaan
keperawatan spiritual, perawat membantu
pasien untuk mencapai kepuasan spiritual
dengan menekankan pentingnya komunikasi
yang efektif anatara pasien dengan anggota
tim kesehatan lainnya, dengan keluarga
pasien ataupun dengan orang-orang terdekat
pasien (Govier, 2000, p.35). Rujukan
mungkin diperlukan ketika perawat membuat
diagnosa distress spiritual, perawat dan
pemuka agama dapat bekerja sama untuk
memenuhi kebutuhan spiritual pasien
(Kozier et al, 2010, p.507).
Menurut Peneliti, perencanaan spiritual
perawat masih kurang dikarenakan perawat
memprioritaskan kelangsungan hidup pasien
terlebih dahulu, seperti kebutuhan oksigenasi,
kebutuhan cairan dan elektrolit, hingga
kebutuhan keamanan. Sedangkan untuk
kebutuhan spiritual, menjadi prioritas rendah
perawat.
Implementasi Keperawatan Spiritual
Berdasarkan hasil penelitian dari tabel
6,
diketahui
bahwa
implementasi
keperawatan spiritual adalah baik dengan
frekuensinya sebanyak
42 responden
(67,7%).
Penelitian Cavendish (2003) dan
Narayanasamy (2004) menyimpulkan bahwa
kegiatan perawat dalam implementasi
spiritual pasien adalah mendukung spiritual
pasien, perawat hadir dan mendengarkan
keluhan pasien, memberikan humor dalam
komunikasi dengan pasien, terapi sentuhan,
meningkatkan
kesadaran
diri
dan
menghormati privasi.
Bagi pasien, kehadiran seorang
perawat menjadi penting karena dengan
sapaan, sentuhan dan kasih dapat membawa
6
harapan untuk pasien. Kehadiran dan
kehangatan perawat dapat menjadikan pasien
lebih bermakna dan memiliki tujuan hidup.
Perhatian dan sentuhan kasih terhadap pasien
memberi ketenangan dan kekuatan bagi
keluarga pasien. Perhatian dan komunikasi
yang empatik amat penting dalam proses
perawatan pasien (Gusnia, 2012, p.191).
Hal ini didukung oleh penelitian Bakar
dan Kurniawati (2013, p.118) tentang
pengalaman ibadah pasien Islam yang
dirawat dengan pendekatan spiritual Islam di
Rumah Sakit Aisyah Bojonegoro dan Rumah
Sakit Haji Surabaya yang menyebutkan
bahwa perawat sudah melakukan pelayanan
spiritual dengan baik, seperti mengingatkan
pasien waktu salat, menyediakan peralatan
ibadah, membantu pasien berwudhu,
mengajarkan tayamum dan meluangkan
waktu untuk berada di sisi pasien ketika
dibutuhkan.
Menurut
peneliti,
implementasi
keperawatan spiritual yang dilakukan
perawat adalah baik dikarenakan perawat
sudah memahami dan memiliki keyakinan
terhadap kebutuhan spiritual pasien. Perawat
meluangkan waktu untuk hadir ketika pasien
membutuhakan, mendengarkan keluhan
pasien, membantu pasien dalam berwudhu
atau salat dan memfasilitasi peralatan ibadah
ketika pasien membutuhkan. Perawat
menyadari
bahwa
spiritual
dapat
mempengaruhi kesehatan pasien. Pasien
dapat lebih memaknai hidup, mendapatkan
ketenangan, lebih dekat dengan Tuhan dan
optimis dalam kesembuhannya. Selain itu,
perawat juga menggunakan komunikasi
terapeutik dalam memberikan asuhan kepada
pasien,
selalu
hadir
ketika
pasien
membutuhkan, memberikan dukungan moral
dan memberikan caring kepada pasien.
Evaluasi Keperawatan Spiritual
Berdasarkan hasil penelitian yang
terlihat dalam tabel 7, diketahui bahwa dari
62 responden, 31 responden (50%)
diantaranya memiliki pelaksanaan asuhan
keperawatan spiritual yang “sama” ditinjau
dari evaluasi keperawatan.
Evaluasi
adalah
pengukuran
keefektifan
pengkajian,
diagnosis,
perencanaan dan implementasi. Pasien
merupakan
fokus
evaluasi
dengan
menganilisis
respons
pasien,
mengidentifikasi faktor yang berkontribusi
terhadap keberhasilan dan kegagalan, dan
perencanaan untuk asuhan di masa depan
(Rosdahl, 2014, p.485).
Menurut penelitian Gusnia (2012,
p.192) dengan evaluasi yang jelas, asuhan
keperawatan spiritual pada pasien dapat
dilaksanakan dengan baik oleh perawat
ataupun
melalui
kolaborasi
dengan
rohaniawan/ustadz rumah sakit. Hal tersebut
karena tujuan akhir dari proses keperawatan
adalah tercapainya kesejahteraan pasien.
Kesejahteraan spiritual merupakan tingkatan
yang tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan
pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
evaluasi keperawatan baik dan kurang.
Menurut peneliti, dikatakan baik karena
sebagian perawat merefleksikan kembali
perasaan pasien seperti pasien yang telah
optimis untuk sembuh, kenyamanan pasien,
ketenangan, pasien mengekspresikan diri
dengan bahagia tanpa perasaan marah, rasa
bersalah dan cemas. Sedangkan sebagian
perawat memiliki evaluasi keperawatan
spiritual yang kurang karena aspek spiritual
merupakan hal yang abstrak dan sulit untuk
diobservasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
asuhan keperawatan spiritual di Rumah Sakit
Banda Aceh adalah kurang baik, yaitu
59,7%.
Peran kepala ruang agar dapat
memaksimalkan pelayanan keperawatan
menjadi
lebih
profesional
dengan
meningkatkan fungsi directing, yaitu kepala
ruang lebih mengarahkan dan memotivasi
7
perawat pelaksana terkait pelaksanaan
pelayanan keperawatan spiritual.
Bagi perawat pelaksana, agar selalu
memaksimalkan
pelaksanaan
asuhan
keperawatan spiritual maupun menerapkan
nilai-nilai keislaman dalam melakukan
tindakan keperawatan untuk mencapai
kesejahteraan
pasien,
meningkatkan
komunikasi
terapeutik,
meningkatkan
kepekaan terhadap kebutuhan spiritual pasien
dan menambah wawasan terkait spiritualitas.
Untuk peneliti selanjutnya agar dapat
menjadikan penelitian ini sebagai dasar
penelitian lebih lanjut baik dalam metode
penelitian
lainnya
seperti
observasi,
penelitian tentang faktor-faktor yang
mempen garuhi asuhan keperawatan spiritual,
kompetensi perawat dalam melaksanakan
pelayanan spiritual, peran manajer perawat
dalam memaksimalkan pelayanan spiritual,
dan kepuasan pasien terhadap pelayanan
spiritual.
REFERENSI
Anandarajah, G., & Hight, E. (2001).
Spirituality and medical practice:
Using the HOPE questions as practical
tool for spiritual assessment. American
Family Physician, 63 (1), 81-89.
Tersedia
dari
http://www.aafp.org/afp/2001/0101/p8
1.html
Bakar, A., & Kurniawati, N.D. (2013). Studi
fenomenologi pengalaman ibadah
pasien islam yang dirawat dengan
pendekatan spiritual islam di rumah
sakit aisyah Bojonegoro dan rumah
sakit
haji
Surabaya.
(Studi
fenomenologi, Universitas Airlangga,
2013).
Tersedia
dari
http://journal.unair.ac.id/downloadfullpapers-cmsnjc586689full.pdf
Cavendish, R., Konecny, L., Mitzeliotis, C.,
Donna, R., Luise, B, K., Lanza M., et
al. (2003). Spiritual care activities of
nurses using nursing interventions
classification
(NIC)
labels.
International Journal of Nursing
Terminologies and Classifications, 14
(4), 113-124. Tersedia dari ProQuest
Reasearch Library Database
Hamid, A.Y.S. (2008). Bunga rampai asuhan
keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta:
EGC
Hardianti, D. (2010). Pengetahuan dan sikap
perawat dalam melakukan pengkajian
kebutuhan psikologis dan spiritual di
Ruang Mampalam I dan II RSUDZA
Banda Aceh. (Skripsi, Universitas
Syiah Kuala, 2010)
Govier, I. (2000). Spiritual care in nursing: A
systematic
approach.
Nursing
Standard, 14 (17), 32-36. Tersedia dari
ProQuest Reasearch Library Database
Kasih. (2010). Gambaran pemenuhan
kebutuhan spiritual pada pasien di
Ruang Rawat Bedah dan Ruang Inap
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh. (Skripsi, Universitas Syiah
Kuala, 2010)
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., Snyder, S.J.
(2010). Buku ajar fundamental
keperawatan: Konsep, proses dan
praktik (7th ed.). (E. Karyuni, et al.,
Terjemahan). Jakarta: EGC (Terbitan
asli 2004)
McSherry, W. (2006). Making sense of
spirituality in nursing and health care
practice: an interactive approach.
(2nd ed.). British Library Cataloguing
Publication Data
Meehan T.C. (2012). Spirituallity and
spiritual care from a careful nursing
perspective. Journal of Nursing
Management,
4,
1-12.
doi:
10.1111/j.1365-2834.2012.01462.x
Narayanasamy, A (2004). The puzzle of
spirituality for nursing: a guide to
practical assessment. British Journal of
Nursing, 13 (19), 1140-1144. Tersedia
dari ProQuest Reasearch Library
Database
Nurcahyani. (2012). Hubungan penerapan
aspek spiritualitas perawat dengan
pemenuhan kebutuhan spiritual pada
pasien rawat inap di unit perawatan
umum Rumah Sakit Pusat angkatan
Darat
Gatot
subroto.
(Thesis,
Universitas Esa Unggul, 2012)
Rieg, Mason & Preston.2006. spiritual care;
practical
guildelines
for
rehabilitationnurses. Tersedia dari
http://proquest.umi.com/pqweb?
index=116645
8
Rosdahl,
C.B.
(2014).
Buku
Ajar
Keperawatan Dasar (10th ed.).
(Praptiani, W, Terjemahan). Jakarta:
EGC (Terbitan Asli 2012)
Sartori, P (2010). Spirituality 2: Exploring
how to address patient’s spiritual needs
in practice. Nursing Times, 106 (29),
23-25. Tersedia dari ProQuest
Reasearch Library Database
Yoost, Barbara L & Crawford, Lynne R.
(2016). Fundamentals of nursing:
Active learning for collaborative
practice. St. Louis, Missouri: Elsevier.
Young, C. (2016). Spirituality, health and
healing: an integrative approach. St.
Louis, Missouri: Elsevier.
9
Download