faktor faktor yang mempengaruhi penyerapan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pembangunan Ekonomi
Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan merupakan tekad masyarakat untuk
berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi
dan institusional untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Proses pembangunan
harus memiliki tiga tujuan inti yaitu:
1.
Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang
kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan
perlindungan keamanan.
2.
Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan
pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja,
perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai
kultural dan kemanusiaan.
3.
Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta
bangsa secara keseluruahan, yakni dengan membebaskan mereka dari
belitan sikap menghamba dan ketergantungan.
9
2.2
Perubahan Struktural
Teori perubahan struktural (struktural change theory) memusatkan
perhatian pada mekanisme transformasi struktur perekonomian dalam negeri dari
pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih
modern serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan
sektor jasa-jasa yang lebih tangguh. Aliran pendekatan perubahan struktural ini
didukung oleh ekonom-ekonom yang sangat terkemuka seperti W. Arthur Lewis
yang terkenal dengan model teoritisnya tentang ”surplus tenaga kerja dua sektor ”
(two sektor surplus labor) dan Hollis B. Chenery yang terkenal dengan analisis
empiris tentang ”pola-pola pembangunan” (pattern of development). (Todaro dan
Smith, 2006)
Model pembangunan menurut Lewis, perekonomian yang terbelakang
terdiri dari dua sektor yaitu sektor tradisional pedesaan yang memiliki kelebihan
tenaga kerja dan sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya
tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi
sedikit dari sektor subsisten. Model ini menekankan pada proses peralihan tenaga
kerja serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di
sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan penyerapan tenaga
kerja dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor modern tersebut.
Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan (self-sustaining growth) dan
perluasan kesempatan kerja di sektor modern tersebut diasumsikan akan terus
berlangsung sampai semua surplus tenaga kerja pedesaan terserap habis oleh
sektor industri. Transformasi struktural dengan sendirinya akan menjadi suatu
10
kenyataan, dan perekonomian pada akhirnya akan beralih dari perekonomian
tradisional yang berpusat di pedesaan menjadi sebuah perekonomian industri
modern yang berorientasi pada pola kehidupan perkotaan (Todaro dan Smith,
2006).
Analisis pola pembangunan (patterns of development analysis) Chenery
memusatkan perhatian pada proses yang mengubah struktur ekonomi, industri,
dan kelembagaan secara bertahap pada suatu perekonomian yang terbelakang,
sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru yang menggantikan
kedudukan sektor pertanian sebagai penggerak roda pertumbuhan ekonomi. Studi
empiris tentang proses perubahan struktural tersebut mengarah pada kesimpulan
bahwa langkah dan pola pembangunan dapat berbeda-beda di setiap negara
karena adanya perbedaan faktor-faktor domestik dan internasional (Todaro dan
Smith, 2006).
2.3
Industri
Badan Pusat Statistik (2011) mendefinisikan industri sebagai cabang
kegiatan ekonomi, sebuah perusahaan atau badan usaha sejenisnya dimana tempat
seseorang bekerja yang diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha
Indonesia (KLUI). Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan
bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai
tambah untuk mendapatkan keuntungan.
Industri Pengolahan didefinisikan sebagai unit produksi yang menyangkut
kegiatan ekonomi, produksi barang atau jasa, yang bertempat di suatu bangunan
atau lokasi tertentu, struktur upah dan produksi, dan mempunyai satu orang atau
11
lebih yang bertanggung jawab atau menanggung resiko dari kegiatan tersebut.
Industri dapat dikelompokkan menjadi industri kecil, sedang, dan besar.
Klasifikasi industri berdasarkan besar kecil modal terdiri dari:
1. Industri padat modal, yaitu industri yang dibangun dengan modal yang
jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya
2. Industri padat karya, yaitu industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah
besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya
(www.organisasi.org)
2.4
Penyerapan Tenaga Kerja
Pengertian tenaga kerja menurut BPS (2010)c adalah Penduduk usia 15
tahun ke atas yang sedang bekerja, yang memiliki pekerjaan namun sementara
tidak bekerja, seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari
pekerjaan dikategorikan bekerja. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan
dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling
sedikit satu jam secara terus menerus selama seminggu yang lalu.
Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam
kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Salah satu
sasaran utama pembangunan Indonesia adalah terciptanya lapangan kerja baru
dalam jumlah dan kualitas yang memadai agar dapat menyerap tambahan
angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahun. Keterlibatan penduduk
dalam kegiatan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan porsi penduduk yang
masuk dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan). Kesempatan kerja
memberikan gambaran besarnya jumlah penyerapan pasar kerja sehingga
12
angkatan kerja yang tidak terserap merupakan masalah suatu negara karena
menganggur (Sitanggang, 2003). Penyerapan tenaga kerja menurut Rahardjo
(1984) didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor
dalam waktu tertentu.
2.5
Teori Permintaan Tenaga Kerja
Dalam keseimbangan pasar tenaga kerja, upah riil melakukan penyesuaian
untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Kekakuan upah riil
menyebabkan rasionalisasi pekerjaan. Jika upah riil berada di atas tingkat
keseimbangan, maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya sehingga
menyebabkan pengangguran (Mankiw, 2007).
Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 2. Keseimbangan pasar tenaga kerja
13
Permintaan tenaga kerja menurut Haryani (2002), berkaitan dengan jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi secara keseluruhan.
Jumlah tenaga kerja yang diminta di pasar tenaga kerja ditentukan oleh faktorfaktor seperti: tingkat upah, teknologi, produktivitas, kualitas tenaga kerja,
fasilitas modal, produk domestik regional bruto, dan tingkat suku bunga.
1.
Tingkat Upah
Tingkat upah akan memengaruhi tingi rendahnya biaya produksi
perusahaan. Biaya produksi yang tinggi meningkatkan harga produk yang
pada akhirnya membuat permintaan terhadap produk berkurang. Kondisi ini
memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang
selanjutnya juga dapat mengurangi permintaan tenaga kerja. Penurunan
jumlah tenaga kerja akibat perubahan skala produksi disebut efek skala
produksi (scale effect). Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barangbarang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan
untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga
kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek subtitusi
(subtitution effect).
2.
Teknologi
Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan memengaruhi berapa jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu
mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja.
14
3.
Produktivitas
Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh seberapa
tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri.
4.
Kualitas Tenaga Kerja
Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan
mengenai produktivitas. Tenaga kerja yang berkualitas menyebabkan
produktivitas meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat
pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam
bekerja.
5.
Fasilitas Modal
Pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan,
maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan
tenaga kerja.
Fasilitas modal yang pada umumnya disebut sebagai penanaman modal atau
investasi berasal dari 2 sumber, diantaranya:
a. Investasi Asing
Investasi asing atau biasa disebut Penanaman Modal Asing (PMA)
adalah salah suatu bentuk penghimpunan modal guna menunjang proses
pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negeri. Salvatore
(1997) menjelaskan bahwa PMA terdiri atas:
1). Investasi portofolio (portofolio investment), yakni investasi yang
melibatkan hanya aset-aset finansial saja, seperti obligasi dan saham,
yang didenominasikan atau ternilai dalam mata uang nasional.
15
Kegiatan-kegiatan investasi portofolio atau finansial ini biasanya
berlangsung melalui lembaga-lembaga keuangan seperti bank,
perusahaan dana investasi, yayasan pensiun, dan sebagainya.
2). Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment), merupakan
PMA yang meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata berupa
pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang
modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya.
Wiranata (2004) berpendapat bahwa investasi asing secara langsung
dapat dianggap sebagai salah satu sumber modal pembangunan ekonomi
yang penting. Semua negara yang menganut sistem ekonomi terbuka,
pada umumnya memerlukan investasi asing, terutama perusahaan yang
menghasilkan barang dan jasa untuk kepentingan ekspor. Di negara maju
seperti Amerika, modal asing (khususnya dari Jepang dan Eropa Barat)
tetap dibutuhkan guna memacu pertumbuhan ekonomi domestik,
menghindari kelesuan pasar dan penciptaan kesempatan kerja. Apalagi
di negara berkembang seperti Indonesia, modal asing sangat diperlukan
terutama sebagai akibat dari modal dalam negeri yang tidak mencukupi.
Untuk itu berbagai kebijakan di bidang penanaman modal perlu
diciptakan dalam upaya menarik pihak luar negeri untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
Undang-undang yang mengatur PMA di Indonesia pertama kali
ditetapkan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing yang kemudian disempurnakan oleh UU No. 11 Tahun
16
1970 juga mengenai Penanaman Modal Asing. Di dalam UU tersebut
terdapat berbagai kemudahan yang dilengkapi dengan berbagai
kebijakan dalam paket-paket deregulasi yang berkaitan dengan investasi
asing. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menarik investor dalam
menanamkan modalnya untuk berinvestasi di Indonesia guna memenuhi
kebutuhan sumber-sumber pembiayaan pembangunan.
b. Investasi Dalam Negeri
Investasi Dalam Negeri biasa dikenal dengan istilah Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) adalah bentuk upaya dalam rangka menambah
modal guna menunjang pembangunan nasional maupun wilayah melalui
investor dalam negeri. Modal yang diperoleh dari dalam negeri ini dapat
berasal dari pihak swasta ataupun dari pemerintah. Undang-undang yang
mengatur PMDN di Indonesia pertama kali ditetapkan berdasarkan UU
No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang
kemudian disempurnakan oleh UU No. 12 Tahun 1970 juga mengenai
Penanaman Modal Dalam Negeri.
6.
Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (Gross Regional Domestic Product,
GRDP) adalah total nilai atau harga pasar (market price) dari seluruh barang
dan jasa akhir (final goods and services) yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian daerah selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun).
PDRB adalah konsep pengukuran tingkat kegiatan produksi dan ekonomi
aktual suatu wilayah. PDRB merupakan salah satu ukuran atau indikator
17
yang secara luas digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi daerah
(regional economic performance) atau kegiatan makroekonomi daerah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PDRB dapat dijadikan suatu
indikator untuk mengetahui dan mengukur kondisi perekonomian maupun
pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah pada kurun waktu tertentu.
Konsep PDRB dapat diartikan sebagai salah satu ukuran kemajuan dalam
suatu
masyarakat,
karena
dapat
mencerminkan
kemampuan
atau
keberhasilan masyarakat dalam memperoleh pendapatan. Disamping itu
PDRB juga dapat digunakan untuk dijadikan bahan evaluasi dari hasil
pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan baik oleh pemerintah,
swasta maupun masyarakat umum lainnya.
7.
Suku Bunga dalam Investasi
Suku bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan
keuntungan kepada para pemilik modal (investor). Para investor hanya akan
menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari modal
yang ditanamkan (return of investment), yaitu berupa persentase keuntungan
netto (belum dikurangi dengan suku bunga yang dibayar) yang diterima
lebih besar dari suku bunga. Seorang investor mempunyai dua pilihan di
dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu dengan meminjamkan
atau membungakan uang tersebut (deposito), dan menggunakannya untuk
investasi (Nainggolan, 2009).
Suku bunga kredit perbankan merupakan biaya opportunitas dalam
pembentukan investasi oleh sektor bisnis, sehingga peningkatan suku bunga
18
kredit perbankan akan menurunkan tingkat investasi dan kemudian
menurunkan pertumbuhan ekonomi. Penurunan intensitas persaingan bank
akan meningkatkan penawaran kredit perbankan atau berasosiasi positif
dengan struktur kredit perbankan. Peningkatan struktur kredit perbankan
akibat penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan investasi
sektor riil dan kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi (Bank
Indonesia, 2007). Ramalan mengenai keuntungan dimasa depan akan
memberikan gambaran pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif
dan dapat dilaksanakan dimasa depan dan besarnya investasi yang harus
dilakukan untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan.
Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan
masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total
aggregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong
tumbuhnya investasi lain (Nainggolan, 2009).
2.6
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Prihartanti (2007) yang berjudul ”Analisis
Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di
Kota Bogor” menunjukkan bahwa faktor-faktor yang signifikan memengaruhi
penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor adalah upah riil,
investasi rill, jumlah unit usaha. Upah riil berpengaruh negatif terhadap
penyerapan tenaga kerja sektor industri. Peningkatan upah di sektor industri yang
tidak disertai dengan meningkatnya penerimaan yang diperoleh perusahaan akan
menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri menurun. Peningkatan
19
nilai investasi akan meningkatkan jumlah perusahaan yang bergerak pada sektor
industri sehingga menimbulkan peningkatan penyerapan akan tenaga kerja pada
sektor industri. Dengan semakin banyaknya investor di Kota Bogor akan
menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri. Bertambahnya jumlah unit usaha yang ada di Kota Bogor mengakibatkan
semakin meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut.
Hasil penelitian Kagami (2000) tentang perubahan struktur ekonomi dan
kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian di Sumatera Selatan
menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor industri dipengaruhi oleh upah
sektor industri, investasi sektor industri, jumlah perusahaan perindustrian, PDRB
sektor industri, dan kesempatan kerja sektor pertanian. Analisis lebih lanjut
menjelaskan bahwa kesempatan kerja sektor industri dipengaruhi secara nyata
oleh variabel kesempatan kerja sektor pertanian. Sedangkan kesempatan kerja
sektor industri tidak responsif terhadap tingkat upah, PDRB, dan Jumlah
Perusahaan. Keluar masuknya tenaga kerja sektor industri tidak terlampau
dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabel tersebut.
Fudjaja (2002) melakukan penelitian tentang dinamika kesempatan kerja
sektor pertanian dan industri di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian tersebut
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kesempatan kerja sektor
industri antara lain kesempatan kerja sektor pertanian, PDRB sektor industri tahun
sebelumnya, jumlah perusahaan industri, angkatan kerja, dan kesempatan kerja
sektor industri tahun sebelumnya.
20
Penelitian Wicaksono (2009) melakukan analisis pengaruh PDB sektor
industri, upah riil, suku bunga riil, dan jumlah unit usaha terhadap penyerapan
tenaga kerja pada industri pengolahan sedang dan besar di Indonesia tahun 19902008. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri pengolahan dipengaruhi secara signifikan oleh PDB sektor industri dan
upah riil. Kedua variabel tersebut berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja sektor industri.
2.7
Kerangka Pemikiran
Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi yang besar terhadap
pembentukan PDB di Indonesia. Industri pengolahan terkonsentrasi sebesar 61,05
persen di Pulau Jawa. Namun pada kenyataannya, penyerapan tenaga kerja pada
sektor industri pengolahan ini relatif kecil daripada sektor pertanian dan sektor
Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel. Pertumbuhan penduduk
yang cukup tinggi di Pulau Jawa memerlukan perhatian khusus pada masalah
pengangguran. Perkembangan sektor industri
diharapkan mampu menyerap
tenaga kerja yang banyak sehingga terjadi keseimbangan antara penawaran dan
permintaan tenaga kerja pada pasar tenaga kerja.
Berdasarkan permasalahan yang sudah dijelaskan sebelumnya perlu
diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga
kerja. Berdasarkan literatur yang didapatkan penyerapan tenaga kerja bisa
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain PDRB Sektor Industri, upah, dan
investasi.
PDRB
merupakan
indikator
pertumbuhan
ekonomi,
dengan
meningkatknya PDRB maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat. Besarnya
21
investasi yang ditanamkan pada sektor ini juga akan mendukung berkembangnya
industri sehingga akan meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja. Investasi
didapatkan dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal
Asing (PMA) Sedangkan kenaikan upah akan memberikan pengaruh yang negatif
terhadap penyerapan tenaga kerja, karena jika upah naik, biaya produksi akan
meningkat dan akan berdampak pada menurunnya permintaan terhadap tenaga
kerja. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga
kerja, dapat memberikan rekomendasi kebijakan terhadap pemerintah terkait
dengan masalah pengangguran dan penyediaan lapangan pekerjaan. Kerangka
pemikiran penelitian ini dapat dijelaskan melalui Gambar 3.
Penduduk
Pembangunan Ekonomi
Tenaga Kerja
Industri
Tenaga Kerja
Sektor Industri
PDRB
Sektor
Industri
Pemodelan
Data Panel
Investasi
UMP
PMA dan PMDN
Sektor Industri
Variabel-variabel yang Diduga
Memengaruhi Penyerapan Tenaga
Kerja Sektor Industri
Variabel-variabel yang
Memengaruhi Penyerapan
Tenaga Kerja Sektor Industri
Gambar 3. Kerangka pemikiran
Rekomendasi
Kebijakan
22
2.8
Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dijelaskan maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
PDRB sektor industri diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja sektor industri
2.
Upah Minimum Provinsi (UMP) riil diduga berpengaruh negatif terhadap
penyerapan tenaga kerja sektor industri
3.
investasi dalam negeri diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja sektor industri
4.
investasi asing diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja sektor industri.
Download