Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penyerapan

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN
TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PULAU JAWA
OLEH
NILA FRIDHOWATI
H14114013
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
NILA FRIDHOWATI. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja
Sektor Industri di Pulau Jawa (dibimbing oleh SRI MULATSIH).
Pulau Jawa merupakan basis pertumbuhan sektor industri yang menyumbang
63,94 persen terhadap total pendapatan nasional sektor industri pada tahun 2010.
Ketersediaan infrastruktur, sumberdaya manusia, serta peranan administrasi
merupakan faktor penting yang mendorong pesatnya pertumbuhan sektor industri di
Pulau Jawa. Meskipun sektor industri menyumbangkan nilai tambah yang paling
besar dibandingkan sektor lainnya terhadap PDRB yaitu sebesar 28,32 persen tetapi
sektor tersebut hanya mampu menyerap 17,19 persen tenaga kerja dari total tenaga
kerja di Pulau Jawa. Permasalahan penyediaan kesempatan kerja di Pulau Jawa
menjadi penting dengan kondisi penduduk yang terus menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun. Pertambahan penduduk membuat jumlah angkatan kerja di Pulau
Jawa meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan permasalahan pada tidak
seimbangnya permintaan dan penawaran terhadap tenaga kerja. Sektor industri yang
memiliki nilai tambah paling besar dibandingkan sektor lainnya diharapkan dapat
menyerap tenaga kerja yang lebih luas. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui perkembangan penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi dan
investasi sektor industri. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang memengaruhi tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa.
Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun 2003 sampai dengan 2010
meliputi data PDRB, upah minimum provinsi yang bersumber dari Badan Pusat
Statistik dan investasi yang bersumber dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriptif dan
Analisis Regresi Data Panel. Analisis Deskriptif digunakan untuk melihat
perkembangan penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan investasi pada
sektor industri. Analisis Regresi Data Panel digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri.
Berdasarkan hasil penelitian, penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau
Jawa menempati urutan ketiga setelah sektor pertanian dan perdagangan. Pola
pertumbuhan ekonomi sektor industri di Pulau Jawa tahun 2003 sampai dengan 2010
memperlihatkan pertumbuhan yang selalu positif. Sektor industri mengalami beberapa
kali periode penurunan dan peningkatan. Investasi dalam negeri pada sektor industri
menunjukkan pola fluktuatif dari tahun 2003 sampai dengan 2010, sedangkan
investasi asing menunjukkan pola yang semakin menurun selama dua tahun terakhir.
Industri yang paling diminati oleh investor adalah industri makanan. Industri makanan
memiliki potensi yang besar untuk berkembang.
Hasil analisis data panel menunjukkan secara keseluruhan upah minimum
provinsi riil, PDRB sektor industri, investasi asing sektor industri, investasi dalam
negeri sektor industri signifikan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja sektor
industri dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Secara parsial, PDRB sektor
industri dan upah minimum provinsi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja sektor industri. Investasi sektor industri baik dalam negeri
maupun luar negeri tidak signifikan memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor
industri.
Intervensi dari pemerintah diperlukan agar harapan terciptanya penyerapan
tenaga kerja yang besar pada sektor industri dapat terwujud. Pemerintah harus
mendorong pertumbuhan sektor industri agar output atau produksi yang dihasilkan
menjadi lebih tinggi dengan cara mempermudah perizinan mendirikan perusahaan
dan meningkatkan ekspor barang-barang produksi industri. Pemerintah juga harus
menjaga pasar domestik khususnya pada pasar industri makanan dengan membatasi
impor makanan dari luar negeri agar industri makanan dapat berkembang. Penetapan
standar upah minimum perlu dilakukan secara tepat sampai batas tingkat upah
tertentu yang tidak merugikan perusahaan industri.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN
TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PULAU JAWA
Oleh
NILA FRIDHOWATI
H14114013
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Judul Skripsi :
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN
TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PULAU JAWA
Nama
:
Nila Fridhowati
NIM
:
H14114013
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M Sc. Agr.
NIP. 19640529 198903 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR
HASIL
KARYA
SAYA
SENDIRI
YANG
BELUM
PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, November 2011
Nila Fridhowati
H14114013
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nila Fridhowati lahir pada tanggal 4 April 1984 di Tanjung
Karang, sebuah kota yang pernah menjadi ibukota Provinsi Bandar Lampung. Penulis
anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Suparman, S.Sos dan Tutik
Wijayati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan
sekolah dasar pada SD Xaverius No 2 Tanjung Karang, kemudian melanjutkan ke
SLTP Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis
diterima di SMUN 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan lulus pada tahun 2006. Penulis kemudian
ditugaskan sebagai CPNS di BPS Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Tahun 2009
penulis pindah tugas ke Badan Pusat Statistik di Jakarta. Tahun 2011, penulis
memperoleh kesempatan untuk mengikuti Program Alih Jenis di Institut Pertanian
Bogor sebagai syarat untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu S2.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas karunia dan
anugerah-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Penulisan skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) di Institut Pertanian
Bogor.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M Sc. Agr. yang telah memberikan bimbingan dari
awal hingga akhir dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada suamiku tercinta, Argo Dwipa, SE.As dan putra
kecilku M. Farhan Raditya Argo yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih
sayangnya kepada penulis serta rekan–rekan kuliah kelas khusus BPS S2 IPB Batch 4
yang telah terus memberikan semangat hingga selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis menantikan saran dan kritik demi kesempurnaan
dan perbaikan di masa datang.
Akhir kata penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu dimasa yang akan dating.
Bogor, November 2011
Nila Fridhowati
H14114013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
I.
II.
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
Latar Belakang .........................................................................
1
Rumusan Permasalahan ...........................................................
5
Tujuan Penelitian .....................................................................
7
Manfaat Penelitian ...................................................................
7
Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ..............
8
Pembangunan Ekonomi ...........................................................
8
Perubahan Struktural ................................................................
9
Industri ..................................................................................... 10
Penyerapan Tenaga Kerja ....................................................... 11
Teori Permintaan Tenaga Kerja .............................................. 12
Penelitian Terdahulu ................................................................ 18
Kerangka Pemikiran ................................................................. 20
Hipotesis................................................................................... 22
III.
METODOLOGI ................................................................................... 23
Sumber Data ............................................................................. 23
Cakupan Penelitian................................................................... 23
Analisis Deskriptif ................................................................... 23
Analisis Model Regresi dengan Data Panel ............................. 23
3.4.1
Bentuk Model Regresi dengan Data Panel .................. 24
3.4.2
Penyimpangan terhadap Asumsi Model Regresi ......... 27
3.4.3
Pemilihan Model Terbaik............................................. 29
Uji Statistik .............................................................................. 31
Spesifikasi Model ..................................................................... 35
Definisi Variabel Operasional .................................................. 36
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 38
Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri ....... 38
Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri .................................... 44
Perkembangan Investasi Sektor Industri .................................. 49
Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga
Kerja Sektor Industri ................................................................ 55
4.4.1 Pemilihan Model Terbaik.......................................... 55
4.4.2 Uji Asumsi Klasik .................................................... 56
4.4.3 Uji Statistik .............................................................. 56
4.4.4 Model Penduga Penyerapan Tenaga Kerja Sektor
Industri ...................................................................... 59
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 61
Kesimpulan .............................................................................. 61
Saran ......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel 1.
Halaman
Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama
di Pulau Jawa tahun 2008-2010 ..................................................
Tabel 2.
Penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa
menurut provinsi tahun 2009 dan 2010 (orang)..........................
Tabel 3.
39
41
PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000
menurut provinsi di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010
(milyar rupiah) ...................................................................................
Tabel 4.
Nilai terendah, tertinggi, dan rata-rata pertumbuhan PDRB
sektor industri tahun 2003-2010. ................................................
Tabel 5.
52
Jumlah PMDN menurut jenis industri di Pulau Jawa tahun
2009 dan 2010 .............................................................................
Tabel 7.
48
Jumlah PMA dan PMDN sektor industri menurut provinsi
di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010............................................
Tabel 6.
47
53
Jumlah PMA menurut jenis industri di Pulau Jawa tahun
2009 dan 2010 .............................................................................
54
Tabel 8.
Hasil uji multikolinearitas ...........................................................
56
Tabel 9.
Hasil uji t .....................................................................................
58
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar 1.
Halaman
Kontribusi PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dan
penyerapan tenaga kerja menurut lapangan usaha di Pulau
Jawa tahun 2010..........................................................................
3
Gambar 2.
Keseimbangan pasar tenaga kerja ...............................................
12
Gambar 3.
Kerangka pemikiran ....................................................................
21
Gambar 4.
Kriteria pengujian autokorelasi dengan Uji Durbin Watson ......
28
Gambar 5.
Perkembangan kontribusi tenaga kerja sektor industri
terhadap total tenaga kerja di Pulau Jawa tahun 2003-3010 .......
40
Gambar 6.
Perkembangan UMP rill di Pulau Jawa tahun 2003-2010 ..........
43
Gambar 7.
Perkembangan kontribusi PDRB sektor industri atas dasar
harga konstan tahun 2000 di Pulau Jawa terhadap PDB
sektor industri tahun 2007-2010 .................................................
Gambar 8.
Pertumbuhan ekonomi dan industri atas dasar harga
konstan tahun 2000 di Pulau Jawa tahun 2003-2010 ..................
Gambar 9.
44
46
Pertumbuhan PDRB sektor industri atas dasar harga
konstan tahun 2000 di Pulau Jawa tahun 2003-2010 ..................
48
Gambar 10. Pertumbuhan PMA dan PMDN sektor industri di Pulau
Jawa tahun 2003-2010 ................................................................
51
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran 1
Halaman
Data penyerapan tenaga kerja, PDRB, PMA, PMDN dan
UMP provinsi di Pulau Jawa tahun 2003-2010 ........................
Lampiran 2
65
Hasil uji regresi berganda data panel menggunakan
EViews 6.0 ...............................................................................
67
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan
tersebut dapat diukur dengan sejauh mana suatu negara dapat menyelesaikan
berbagai masalah yang sedang dihadapi. Salah satu masalah yang dihadapi oleh
hampir seluruh wilayah di Indonesia adalah tingginya tingkat pengangguran.
Permasalahan tersebut juga masih ditemui di Pulau Jawa meskipun wilayah
tersebut sudah lebih maju dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia. Data BPS
(2011a, 2011b) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa tahun
2010 mencapai 6,3 persen dengan rata-rata tingkat pengangguran sebesar 10,76
persen. Pertumbuhan ekonomi tinggi diharapkan dapat menciptakan lapangan
pekerjaan yang lebih luas dan mengurangi penggangguran.
Menurut Lewis pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara
dapat dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan pada sektor industri.
Industrialisasi merupakan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi (Todaro dan
Smith, 2006). Oleh karena itu, strategi industrialisasi sering digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan. Sektor industri pengolahan di Indonesia menjadi
leading sector sejak tahun 1990 (Wicaksono, 2009). Perkembangan industri dapat
dilihat dari kontribusi sektor tersebut terhadap pendapatan nasional.
2
Pulau Jawa merupakan basis pertumbuhan sektor industri yang
menyumbang 63,94 persen terhadap total pendapatan nasional sektor industri pada
tahun 2010. Ketersediaan infrastruktur, sumberdaya manusia, serta peranan
administrasi merupakan faktor penting yang mendorong pesatnya pertumbuhan
sektor industri di Pulau Jawa. Pertumbuhan di Pulau Jawa diharapkan dapat
berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan nasional dan perangsang bagi
pertumbuhan daerah-daerah lain di Indonesia (Kartasasmita, 1996).
Data BPS (2011)b menunjukkan bahwa di Pulau Jawa, sektor industri
pengolahan menjadi sektor yang memiliki kontribusi paling besar dibandingkan
sektor lainnya terhadap total PDRB. Pada tahun 2010, PDRB sektor industri
pengolahan sebesar 380,7 Trilyun memberikan kontribusi sebesar 28,32 persen
terhadap total PDRB di Pulau Jawa. Semakin berkembangnya sektor industri akan
memberikan dampak secara tidak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja.
Namun peningkatan PDRB pada sektor industri di Pulau Jawa belum diimbangi
dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut. Walaupun
sektor industri menyumbangkan nilai tambah yang paling besar dibandingkan
sektor lainnya terhadap PDRB yaitu sebesar 28,32 persen tetapi sektor tersebut
hanya mampu menyerap 17,19 persen tenaga kerja dari total tenaga kerja di Pulau
Jawa. Tenaga kerja di Pulau Jawa lebih banyak bekerja pada sektor pertanian dan
perdagangan seperti terlihat pada Gambar 1.
3
Listrik, Gas dan
Air
1.46% Pertambangan
Bangunan
1.38%
Angkutan 5.90%
7.96%
Jasa
Industri
Kemasyarakatan
Pengolahan
9.30%
28.32%
Pertanian
10.29%
Perdagangan
24.03%
Keuangan
11.35%
(A) PDRB
Bangunan
5.56%
Keuangan
2.00%
Pertambangan
0.68%
Listrik, Gas dan Air
0.22%
Angkutan
5.61%
Pertanian
30.10%
Jasa Kemasyarakatan
15.04%
Industri Pengolahan
17.19%
Perdagangan
23.59%
(B) Tenaga Kerja
Sumber: BPS, 2010
Gambar 1. Kontribusi PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dan
penyerapan tenaga kerja menurut lapangan usaha di Pulau
Jawa tahun 2010
Pertumbuhan sektor industri dipengaruhi oleh investasi yang ditanamkan
pada sektor tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2008)
menunjukkan bahwa investasi asing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
4
penyerapan tenaga kerja. Iklim investasi yang baik akan memberikan kesempatan
yang lebih besar untuk pertumbuhan sektor industri dan pada akhirnya akan
berkontribusi pada penyediaan lapangan pekerjaan. Memperbaiki iklim investasi
merupakan salah satu tonggak dari strategi pembangunan. Namun, industri yang
bersifat
padat
modal
membuat
investasi
yang
ditanamkan
cenderung
dipergunakan untuk pembelian modal yang berupa mesin mesin canggih sehingga
pada akhirnya industri tidak banyak menggunakan banyak tenaga kerja.
Menurut Okun, terdapat hubungan yang negatif antara Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) dengan pengangguran (Mankiw, 2007). PDB merupakan pendapatan
total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa. Pada skala wilayah
yang lebih kecil, total pendapatan dan total penggeluaran pada output barang dan jasa
disebut sebagai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Perubahan pada
PDRB riil dari tahun ke tahun erat kaitannya dengan perubahan tingkat
pengangguran. Peningkatan PDRB dapat menurunkan tingkat pengangguran.
Secara teori, peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan
penyediaan lapangan kerja dengan asumsi investasi meningkat. Namun
permasalahaan
yang
masih
terjadi
di
Pulau
Jawa
adalah
adanya
ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran lapangan kerja. Penyediaan
lapangan kerja yang besar diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan
penduduk. Perbaikan kualitas sumberdaya manusia juga mutlak diperlukan karena
merupakan modal pembangunan. Tersedianya tenaga kerja yang besar jika
dimanfaatkan, dibina, dan dikerahkan untuk menciptakan tenaga kerja yang
efektif akan menjadi modal yang besar dalam pelaksanaan pembangunan di
berbagai sektor.
5
Penyerapan tenaga kerja juga tidak terlepas dari peranan pemerintah
sebagai penyusun kebijakan yang mendukung terciptanya iklim investasi yang
baik, standar penerimaan pendapatan untuk kesejahteraan tenaga kerja, serta
strategi-strategi yang dilakukan demi tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan upah minimum provinsi
juga sering menjadi alasan bagi pengusaha untuk lebih memilih industri yang
padat modal. Stabilitas perekonomian juga diperlukan untuk menjamin
perekonomian berjalan dengan lancar.
Permasalahan penyediaan kesempatan kerja di Pulau Jawa menjadi
penting dengan kondisi penduduk yang terus menunjukkan peningkatan dari tahun
ke tahun. Pertambahan penduduk membuat jumlah angkatan kerja di Pulau Jawa
meningkat. Sektor industri yang memiliki nilai tambah paling besar dibandingkan
sektor lainnya diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih luas. Untuk
mengantisipasi
permasalahan
pengangguran
yang
pada
akhirnya
akan
mengganggu peroses pertumbuhan ekonomi, maka perlu dikaji faktor-faktor yang
memengaruhi penyerapan tenaga kerja khususnya sektor industri.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, penulis tertarik untuk
melakukan
penelitian
yang
berjudul
”Faktor-faktor
yang
Memengaruhi
Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Pulau Jawa Tahun”.
1.2 Rumusan Permasalahan
Masalah penyediaan lapangan pekerjaan merupakan salah satu masalah
penting dalam pembangunan. Sektor industri di Pulau Jawa diharapkan mampu
memberikan lapangan kerja yang lebih luas sehingga dapat mengurangi
6
pengangguran. Kontribusi nilai tambah sektor industri diharapkan diimbangi
dengan penyerapan tenaga kerja yang lebih luas pada sektor tersebut. Ada banyak
faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri. Kebijakan
pemerintah dalam menetapkan upah minimum provinsi sering menjadi alasan bagi
pengusaha untuk lebih memilih industri yang padat modal. Iklim investasi yang
baik juga akan membuat sektor tersebut berkembang dan pada akhirnya
memberikan pengaruh yang baik terhadap penyerapan tenaga kerja jika
penggunaannya sesuai dengan strategi industrialisasi yang bersifat padat tenaga
kerja. Tantangan pemerintah yang paling berat adalah apakah pemerintah bisa
selalu menjaga iklim investasi yang dapat mendorong pertumbuhan sektor
industri. Penyerapan tenaga kerja yang masih relatif sedikit dibandingkan sektor
pertanian menunjukkan pertumbuhan ekonomi pada sektor industri belum cukup
untuk menyimpulkan bahwa sektor tersebut mampu menyerap banyak tenaga
kerja. Kebijakan pemerintah yang terkait dengan penetapan standar upah dan
penggunaan investasi juga memiliki peran dalam mendorong penciptaan lapangan
kerja.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi,
dan investasi pada sektor industri di Pulau Jawa?
2. Faktor- faktor apa saja yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor
industri di Pulau Jawa?
7
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan,
penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui gambaran perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan
ekonomi, dan investasi pada sektor industri di Pulau Jawa.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi penyerapan
tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
1.
Bagi penulis, memberikan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor
industri.
2.
Bagi pemerintah, memberikan masukan kepada pemerintah yang terkait
dengan pembangunan sektor industri dan penyerapan tenaga pada sektor
tersebut sehingga dapat mengambil kebijakan yang tepat.
3.
Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat membuka wawasan pembaca
agar dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
masalah penyerapan tenaga kerja sektor industri.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah Pulau Jawa yang mencakup enam
provinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
Jawa Timur dan Banten.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pembangunan Ekonomi
Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan merupakan tekad masyarakat untuk
berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi
dan institusional untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Proses pembangunan
harus memiliki tiga tujuan inti yaitu:
1.
Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang
kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan
perlindungan keamanan.
2.
Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan
pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja,
perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai
kultural dan kemanusiaan.
3.
Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta
bangsa secara keseluruahan, yakni dengan membebaskan mereka dari
belitan sikap menghamba dan ketergantungan.
9
2.2
Perubahan Struktural
Teori perubahan struktural (struktural change theory) memusatkan
perhatian pada mekanisme transformasi struktur perekonomian dalam negeri dari
pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih
modern serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan
sektor jasa-jasa yang lebih tangguh. Aliran pendekatan perubahan struktural ini
didukung oleh ekonom-ekonom yang sangat terkemuka seperti W. Arthur Lewis
yang terkenal dengan model teoritisnya tentang ”surplus tenaga kerja dua sektor ”
(two sektor surplus labor) dan Hollis B. Chenery yang terkenal dengan analisis
empiris tentang ”pola-pola pembangunan” (pattern of development). (Todaro dan
Smith, 2006)
Model pembangunan menurut Lewis, perekonomian yang terbelakang
terdiri dari dua sektor yaitu sektor tradisional pedesaan yang memiliki kelebihan
tenaga kerja dan sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya
tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi
sedikit dari sektor subsisten. Model ini menekankan pada proses peralihan tenaga
kerja serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di
sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan penyerapan tenaga
kerja dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor modern tersebut.
Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan (self-sustaining growth) dan
perluasan kesempatan kerja di sektor modern tersebut diasumsikan akan terus
berlangsung sampai semua surplus tenaga kerja pedesaan terserap habis oleh
sektor industri. Transformasi struktural dengan sendirinya akan menjadi suatu
10
kenyataan, dan perekonomian pada akhirnya akan beralih dari perekonomian
tradisional yang berpusat di pedesaan menjadi sebuah perekonomian industri
modern yang berorientasi pada pola kehidupan perkotaan (Todaro dan Smith,
2006).
Analisis pola pembangunan (patterns of development analysis) Chenery
memusatkan perhatian pada proses yang mengubah struktur ekonomi, industri,
dan kelembagaan secara bertahap pada suatu perekonomian yang terbelakang,
sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru yang menggantikan
kedudukan sektor pertanian sebagai penggerak roda pertumbuhan ekonomi. Studi
empiris tentang proses perubahan struktural tersebut mengarah pada kesimpulan
bahwa langkah dan pola pembangunan dapat berbeda-beda di setiap negara
karena adanya perbedaan faktor-faktor domestik dan internasional (Todaro dan
Smith, 2006).
2.3
Industri
Badan Pusat Statistik (2011) mendefinisikan industri sebagai cabang
kegiatan ekonomi, sebuah perusahaan atau badan usaha sejenisnya dimana tempat
seseorang bekerja yang diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha
Indonesia (KLUI). Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan
bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai
tambah untuk mendapatkan keuntungan.
Industri Pengolahan didefinisikan sebagai unit produksi yang menyangkut
kegiatan ekonomi, produksi barang atau jasa, yang bertempat di suatu bangunan
atau lokasi tertentu, struktur upah dan produksi, dan mempunyai satu orang atau
11
lebih yang bertanggung jawab atau menanggung resiko dari kegiatan tersebut.
Industri dapat dikelompokkan menjadi industri kecil, sedang, dan besar.
Klasifikasi industri berdasarkan besar kecil modal terdiri dari:
1. Industri padat modal, yaitu industri yang dibangun dengan modal yang
jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya
2. Industri padat karya, yaitu industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah
besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya
(www.organisasi.org)
2.4
Penyerapan Tenaga Kerja
Pengertian tenaga kerja menurut BPS (2010)c adalah Penduduk usia 15
tahun ke atas yang sedang bekerja, yang memiliki pekerjaan namun sementara
tidak bekerja, seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari
pekerjaan dikategorikan bekerja. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan
dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling
sedikit satu jam secara terus menerus selama seminggu yang lalu.
Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam
kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Salah satu
sasaran utama pembangunan Indonesia adalah terciptanya lapangan kerja baru
dalam jumlah dan kualitas yang memadai agar dapat menyerap tambahan
angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahun. Keterlibatan penduduk
dalam kegiatan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan porsi penduduk yang
masuk dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan). Kesempatan kerja
memberikan gambaran besarnya jumlah penyerapan pasar kerja sehingga
12
angkatan kerja yang tidak terserap merupakan masalah suatu negara karena
menganggur (Sitanggang, 2003). Penyerapan tenaga kerja menurut Rahardjo
(1984) didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor
dalam waktu tertentu.
2.5
Teori Permintaan Tenaga Kerja
Dalam keseimbangan pasar tenaga kerja, upah riil melakukan penyesuaian
untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Kekakuan upah riil
menyebabkan rasionalisasi pekerjaan. Jika upah riil berada di atas tingkat
keseimbangan, maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya sehingga
menyebabkan pengangguran (Mankiw, 2007).
Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 2. Keseimbangan pasar tenaga kerja
13
Permintaan tenaga kerja menurut Haryani (2002), berkaitan dengan jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi secara keseluruhan.
Jumlah tenaga kerja yang diminta di pasar tenaga kerja ditentukan oleh faktorfaktor seperti: tingkat upah, teknologi, produktivitas, kualitas tenaga kerja,
fasilitas modal, produk domestik regional bruto, dan tingkat suku bunga.
1.
Tingkat Upah
Tingkat upah akan memengaruhi tingi rendahnya biaya produksi
perusahaan. Biaya produksi yang tinggi meningkatkan harga produk yang
pada akhirnya membuat permintaan terhadap produk berkurang. Kondisi ini
memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang
selanjutnya juga dapat mengurangi permintaan tenaga kerja. Penurunan
jumlah tenaga kerja akibat perubahan skala produksi disebut efek skala
produksi (scale effect). Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barangbarang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan
untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga
kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek subtitusi
(subtitution effect).
2.
Teknologi
Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan memengaruhi berapa jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu
mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja.
14
3.
Produktivitas
Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh seberapa
tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri.
4.
Kualitas Tenaga Kerja
Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan
mengenai produktivitas. Tenaga kerja yang berkualitas menyebabkan
produktivitas meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat
pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam
bekerja.
5.
Fasilitas Modal
Pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan,
maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan
tenaga kerja.
Fasilitas modal yang pada umumnya disebut sebagai penanaman modal atau
investasi berasal dari 2 sumber, diantaranya:
a. Investasi Asing
Investasi asing atau biasa disebut Penanaman Modal Asing (PMA)
adalah salah suatu bentuk penghimpunan modal guna menunjang proses
pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negeri. Salvatore
(1997) menjelaskan bahwa PMA terdiri atas:
1). Investasi portofolio (portofolio investment), yakni investasi yang
melibatkan hanya aset-aset finansial saja, seperti obligasi dan saham,
yang didenominasikan atau ternilai dalam mata uang nasional.
15
Kegiatan-kegiatan investasi portofolio atau finansial ini biasanya
berlangsung melalui lembaga-lembaga keuangan seperti bank,
perusahaan dana investasi, yayasan pensiun, dan sebagainya.
2). Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment), merupakan
PMA yang meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata berupa
pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang
modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya.
Wiranata (2004) berpendapat bahwa investasi asing secara langsung
dapat dianggap sebagai salah satu sumber modal pembangunan ekonomi
yang penting. Semua negara yang menganut sistem ekonomi terbuka,
pada umumnya memerlukan investasi asing, terutama perusahaan yang
menghasilkan barang dan jasa untuk kepentingan ekspor. Di negara maju
seperti Amerika, modal asing (khususnya dari Jepang dan Eropa Barat)
tetap dibutuhkan guna memacu pertumbuhan ekonomi domestik,
menghindari kelesuan pasar dan penciptaan kesempatan kerja. Apalagi
di negara berkembang seperti Indonesia, modal asing sangat diperlukan
terutama sebagai akibat dari modal dalam negeri yang tidak mencukupi.
Untuk itu berbagai kebijakan di bidang penanaman modal perlu
diciptakan dalam upaya menarik pihak luar negeri untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
Undang-undang yang mengatur PMA di Indonesia pertama kali
ditetapkan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing yang kemudian disempurnakan oleh UU No. 11 Tahun
16
1970 juga mengenai Penanaman Modal Asing. Di dalam UU tersebut
terdapat berbagai kemudahan yang dilengkapi dengan berbagai
kebijakan dalam paket-paket deregulasi yang berkaitan dengan investasi
asing. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menarik investor dalam
menanamkan modalnya untuk berinvestasi di Indonesia guna memenuhi
kebutuhan sumber-sumber pembiayaan pembangunan.
b. Investasi Dalam Negeri
Investasi Dalam Negeri biasa dikenal dengan istilah Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) adalah bentuk upaya dalam rangka menambah
modal guna menunjang pembangunan nasional maupun wilayah melalui
investor dalam negeri. Modal yang diperoleh dari dalam negeri ini dapat
berasal dari pihak swasta ataupun dari pemerintah. Undang-undang yang
mengatur PMDN di Indonesia pertama kali ditetapkan berdasarkan UU
No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang
kemudian disempurnakan oleh UU No. 12 Tahun 1970 juga mengenai
Penanaman Modal Dalam Negeri.
6.
Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (Gross Regional Domestic Product,
GRDP) adalah total nilai atau harga pasar (market price) dari seluruh barang
dan jasa akhir (final goods and services) yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian daerah selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun).
PDRB adalah konsep pengukuran tingkat kegiatan produksi dan ekonomi
aktual suatu wilayah. PDRB merupakan salah satu ukuran atau indikator
17
yang secara luas digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi daerah
(regional economic performance) atau kegiatan makroekonomi daerah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PDRB dapat dijadikan suatu
indikator untuk mengetahui dan mengukur kondisi perekonomian maupun
pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah pada kurun waktu tertentu.
Konsep PDRB dapat diartikan sebagai salah satu ukuran kemajuan dalam
suatu
masyarakat,
karena
dapat
mencerminkan
kemampuan
atau
keberhasilan masyarakat dalam memperoleh pendapatan. Disamping itu
PDRB juga dapat digunakan untuk dijadikan bahan evaluasi dari hasil
pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan baik oleh pemerintah,
swasta maupun masyarakat umum lainnya.
7.
Suku Bunga dalam Investasi
Suku bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan
keuntungan kepada para pemilik modal (investor). Para investor hanya akan
menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari modal
yang ditanamkan (return of investment), yaitu berupa persentase keuntungan
netto (belum dikurangi dengan suku bunga yang dibayar) yang diterima
lebih besar dari suku bunga. Seorang investor mempunyai dua pilihan di
dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu dengan meminjamkan
atau membungakan uang tersebut (deposito), dan menggunakannya untuk
investasi (Nainggolan, 2009).
Suku bunga kredit perbankan merupakan biaya opportunitas dalam
pembentukan investasi oleh sektor bisnis, sehingga peningkatan suku bunga
18
kredit perbankan akan menurunkan tingkat investasi dan kemudian
menurunkan pertumbuhan ekonomi. Penurunan intensitas persaingan bank
akan meningkatkan penawaran kredit perbankan atau berasosiasi positif
dengan struktur kredit perbankan. Peningkatan struktur kredit perbankan
akibat penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan investasi
sektor riil dan kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi (Bank
Indonesia, 2007). Ramalan mengenai keuntungan dimasa depan akan
memberikan gambaran pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif
dan dapat dilaksanakan dimasa depan dan besarnya investasi yang harus
dilakukan untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan.
Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan
masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total
aggregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong
tumbuhnya investasi lain (Nainggolan, 2009).
2.6
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Prihartanti (2007) yang berjudul ”Analisis
Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di
Kota Bogor” menunjukkan bahwa faktor-faktor yang signifikan memengaruhi
penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor adalah upah riil,
investasi rill, jumlah unit usaha. Upah riil berpengaruh negatif terhadap
penyerapan tenaga kerja sektor industri. Peningkatan upah di sektor industri yang
tidak disertai dengan meningkatnya penerimaan yang diperoleh perusahaan akan
menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri menurun. Peningkatan
19
nilai investasi akan meningkatkan jumlah perusahaan yang bergerak pada sektor
industri sehingga menimbulkan peningkatan penyerapan akan tenaga kerja pada
sektor industri. Dengan semakin banyaknya investor di Kota Bogor akan
menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri. Bertambahnya jumlah unit usaha yang ada di Kota Bogor mengakibatkan
semakin meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut.
Hasil penelitian Kagami (2000) tentang perubahan struktur ekonomi dan
kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian di Sumatera Selatan
menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor industri dipengaruhi oleh upah
sektor industri, investasi sektor industri, jumlah perusahaan perindustrian, PDRB
sektor industri, dan kesempatan kerja sektor pertanian. Analisis lebih lanjut
menjelaskan bahwa kesempatan kerja sektor industri dipengaruhi secara nyata
oleh variabel kesempatan kerja sektor pertanian. Sedangkan kesempatan kerja
sektor industri tidak responsif terhadap tingkat upah, PDRB, dan Jumlah
Perusahaan. Keluar masuknya tenaga kerja sektor industri tidak terlampau
dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabel tersebut.
Fudjaja (2002) melakukan penelitian tentang dinamika kesempatan kerja
sektor pertanian dan industri di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian tersebut
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kesempatan kerja sektor
industri antara lain kesempatan kerja sektor pertanian, PDRB sektor industri tahun
sebelumnya, jumlah perusahaan industri, angkatan kerja, dan kesempatan kerja
sektor industri tahun sebelumnya.
20
Penelitian Wicaksono (2009) melakukan analisis pengaruh PDB sektor
industri, upah riil, suku bunga riil, dan jumlah unit usaha terhadap penyerapan
tenaga kerja pada industri pengolahan sedang dan besar di Indonesia tahun 19902008. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri pengolahan dipengaruhi secara signifikan oleh PDB sektor industri dan
upah riil. Kedua variabel tersebut berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja sektor industri.
2.7
Kerangka Pemikiran
Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi yang besar terhadap
pembentukan PDB di Indonesia. Industri pengolahan terkonsentrasi sebesar 61,05
persen di Pulau Jawa. Namun pada kenyataannya, penyerapan tenaga kerja pada
sektor industri pengolahan ini relatif kecil daripada sektor pertanian dan sektor
Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel. Pertumbuhan penduduk
yang cukup tinggi di Pulau Jawa memerlukan perhatian khusus pada masalah
pengangguran. Perkembangan sektor industri
diharapkan mampu menyerap
tenaga kerja yang banyak sehingga terjadi keseimbangan antara penawaran dan
permintaan tenaga kerja pada pasar tenaga kerja.
Berdasarkan permasalahan yang sudah dijelaskan sebelumnya perlu
diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi penyerapan tenaga
kerja. Berdasarkan literatur yang didapatkan penyerapan tenaga kerja bisa
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain PDRB Sektor Industri, upah, dan
investasi.
PDRB
merupakan
indikator
pertumbuhan
ekonomi,
dengan
meningkatknya PDRB maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat. Besarnya
21
investasi yang ditanamkan pada sektor ini juga akan mendukung berkembangnya
industri sehingga akan meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja. Investasi
didapatkan dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal
Asing (PMA) Sedangkan kenaikan upah akan memberikan pengaruh yang negatif
terhadap penyerapan tenaga kerja, karena jika upah naik, biaya produksi akan
meningkat dan akan berdampak pada menurunnya permintaan terhadap tenaga
kerja. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga
kerja, dapat memberikan rekomendasi kebijakan terhadap pemerintah terkait
dengan masalah pengangguran dan penyediaan lapangan pekerjaan. Kerangka
pemikiran penelitian ini dapat dijelaskan melalui Gambar 3.
Penduduk
Pembangunan Ekonomi
Tenaga Kerja
Industri
Tenaga Kerja
Sektor Industri
PDRB
Sektor
Industri
Pemodelan
Data Panel
Investasi
UMP
PMA dan PMDN
Sektor Industri
Variabel-variabel yang Diduga
Memengaruhi Penyerapan Tenaga
Kerja Sektor Industri
Variabel-variabel yang
Memengaruhi Penyerapan
Tenaga Kerja Sektor Industri
Gambar 3. Kerangka pemikiran
Rekomendasi
Kebijakan
22
2.8
Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dijelaskan maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
PDRB sektor industri diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja sektor industri
2.
Upah Minimum Provinsi (UMP) riil diduga berpengaruh negatif terhadap
penyerapan tenaga kerja sektor industri
3.
investasi dalam negeri diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja sektor industri
4.
investasi asing diduga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja sektor industri.
BAB III
METODOLOGI
3.1.
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan kementrian terkait. Data yang
bersumber dari BPS adalah data tenaga kerja, upah, dan Produk Domestik
Regional Bruto tahun 2003-2010. Data investasi berasal dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal.
3.2.
Cakupan Penelitian
Penelitian ini menggunakan periode data tahun 2003-2010. Cakupan
wilayah penelitian meliputi seluruh provinsi di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten.
3.3.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan analisis sederhana yang digunakan untuk
memaparkan perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, upah minimum
provinsi dan investasi di seluruh provinsi di Pulau Jawa.
3.4.
Analisis Model Regresi untuk Data Panel
Data panel menurut Gujarati (2004) merupakan suatu data cross-section
(individu/sektor) yang disusun berdasarkan runtun waktu (time series). Struktur
data panel menggabungkan antara data sektoral atau individu dan runtun waktu
24
yang biasanya berdiri sendiri menjadi sebuah satu kesatuan data. Beberapa
keuntungan yang diperoleh dengan data panel antara lain:
Semakin banyak jumlah observasi akan memperbesar derajat kebebasan
1.
(degree of freedom) dan menurunkan kemungkinan kolinearitas antar
variabel bebas.
Penggunaan data panel memberikan kemungkinan untuk menganalisis
2.
karakteristik baik antar sektor atau individu maupun menurut waktu secara
terpisah dengan proses estimasi yang simultan. Dengan kata lain, secara
simultan akan dapat diestimasi karakteristik individu yang mencerminkan
dinamika antar waktu dari masing masing variabel yang dianalisis.
Analisis terhadap hasil estimasi
menjadi lebih komprehensif dan
mencakup hal-hal yang lebih mendekati realita.
3.4.1
Bentuk Model Regresi dengan Data Panel
Data panel adalah satu set observasi yang terdiri dari beberapa individu
pada suatu periode tertentu. Observasi tersebut merupakan pasangan yit (variabel
terikat) dengan xit (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t
menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam
sebuah persamaan berikut:
yit    xjit  it .............................................................................
(3.1)
i = urutan provinsi
t = tahun
Selain harus memenuhi asumsi klasik seperti non-autokorelasi, homoskedastisitas,
dan non-multikolinearitas, terdapat beberapa asumsi tambahan untuk model
25
regresi data panel, yaitu tidak terdapatnya hubungan (korelasi) antara: (1) Individu
satu dengan individu lainnya; (2) α dan it ; dan (3) it dan xit. Ada tiga macam
model estimasi data panel yaitu Pooled Model, Fixed Effect Model, Random Effect
Model.
1. Pooled Model
Jika semua asumsi tersebut terpenuhi maka metode Ordinary Least Square
(OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi model untuk data panel yang
disebut dengan Pooled Estimation. Metode ini mengasumsikan bahwa
intersept α dan slope β konstan, berlaku untuk seluruh individu. Persamaan
pada estimasi menggunakan pooled least square dapat dituliskan dalam
bentuk sebagai berikut:
Yit = α + βj xjit + μit..........................................................................................................................
(3.2)
i = urutan provinsi
j = urutan variabel independen
t = tahun
2. Fixed Effect Model
Fixed Effects Model memasukkan unsur variabel dummy sehingga intersept α
bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. Fixed effects model lebih
tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu atau apabila
syarat (3) dilanggar, yaitu terdapat korelasi antara it dan xit. Spesifikasi
Fixed effects model yang dibahas pada penelitian ini yaitu:
Yit= β1i+ β2X2it+ β3X3it+ uit ..................................................................................................
(3.3)
26
yang menggambarkan bahwa intercept dari individu berbeda-beda, tetapi
model masih memiliki koefisien slope sama
3. Random Effect
Pada Random Effect, intersept α diintegrasikan ke dalam komponen error it
sehingga menjadi cross section error (αi), time series error (αt) dan
combination error (αit). Random effect akan lebih tepat digunakan jika
memang benar bahwa tidak ada hubungan antara it dan xit karena jika it
dan xit berkorelasi maka estimasi menggunakan random effect model akan
bias. (Judge, 1998). Model ini sering disebut sebagai juga Error Correction
Model (ECM) dengan ide dasar:
Yit= β1i+ β2X2it+ β3X3it+ uit .........................................................................................
(3.4)
β1i = β1+ εi
i = 1, 2, . . . ,N ............................................
(3.5)
Yit = β1 + β2X2it+ β3X3it+ εi+ uit= β1+ β2X2it+ β3X3it+ wit .......................
(3.6)
wit= εi+ uit ..............................................................................................................................
(3.7)
εi~ N(0, δε2) = komponen cross section error
uit ~ N(0, δu2) = komponen time series error
E(εiuit) = 0
E(εiεj) =0
(
E(uituis) = E(uitujt) = E(uitujs) =0 (
j)
j;t
)
Error secara individual dan error secara kombinasi diasumsikan tidak
berkolerasi.
27
3.4.2 Penyimpangan terhadap Asumsi Model Regresi
Tiga masalah yang seringkali muncul sehingga mengakibatkan asumsi
dasar model regresi tidak terpenuhi yaitu multikolinearity, heteroskedastisity, dan
autocorrelation.
1. Multikolinearity
Salah satu asumsi dasar model regresi adalah tidak ada hubungan linear
antara variabel-variabel bebas dalam model. Cara untuk mendeteksi
multicolinearity adalah dengan menghitung korelasi-korelasi antara dua
variabel bebas. Jika korelasi lebih besar dari 0,8 maka multicolinearity
merupakan masalah.
2. Heteroskedastisity
Asumsi dasar lainnya adalah varians dari error yang dihasilkan adalah
konstan. Dampak heteroskedastisity adalah hasil uji t dan F dapat menjadi
tidak berarti (tidak ada gunanya). Mendeteksi adanya heteroskedastisitas
dapat
dilakukan
melalui
paket
program
Eviews
6.0
dengan
membandingkan sum square resid pada hasil estimasi weighted dan
unweighted.
Masalah
heteroskedastisitas
dapat
diatasi
dengan
menggunakan metode white-heteroskedastisity.
Pada paket program Eviews 6.0 juga terdapat opsi yang
memungkinkan untuk menghasilkan penduga yang dapat mengatasi
masalah heteroskedastisity dan korelasi error antar individu dalam data
yaitu opsi Cross Section SUR. Cross Section SUR akan melakukan koreksi
28
terhadap keberadaan heteroskedastisity dan korelasi error antar individu
(Zellner’s dalam Hecth dan Haye, 2009).
3. Autocorrelation
Asumsi yang terakhir adalah tidak adanya korelasi antar error yang
dihasilkan. Autocorrelation dapat memengaruhi efisiensi model. Cara
mendeteksi Autocorelation adalah dengan uji Durbin Watson.
Hipotesis dalam pengujian autokorekasi adalah:
H0: tidak ada Otokorelasi positif atau negatif
H1: terdapat masalah Otokorelasi positif atau negatif.
Kriteria pengujian:
0
d
L
L
dU
2
Tidak ada
kesimpulan
Tolak H0
Ada masalah
Otokorelasi positif
4dU
4dL
4
Tidak ada
kesimpulan
Tidak Tolak H0
tidak ada masalah
Otokorelasi
Tolak H0
Ada masalah
Otokorelasi
positif/negatif
negatif
Sumber: Yamin, 2010
Gambar 4. Kriteria pengujian autokorelasi dengan Uji Durbin
Watson
Tolak H0 bila

Nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model lebih besar daripada
nilai Durbin Watson table batas bawah (dL) yang berarti terdapat
masalah otokorelasi positif (dw < dL)
d
29

Atau, nilai d hitung ataunilai Durbin Watson Model terletak antara
nilai (4–dL < dw < 4) yang berarti terdapat masalah otokorelasi negatif
Tidak tolak H0 bila

Nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model terletak antara nilai (dU
< dw < 4-dU)
3.4.3
Pemilihan Model Terbaik
Berdasarkan asumsi model yang sudah dijelaskan sebelumnya akan
dilakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan Uji Chow untuk
memilih antara Pooled Model dan Fixed Effects Model (FEM) serta Uji Hausman
untuk menentukan apakah Random Effects Model (REM) atau Fixed Effect Model
yang lebih tepat digunakan.
1. Chow Test
Chow Test atau beberapa buku menyebutnya pengujian F Statistics adalah
pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least
Square atau Fixed Effect. Seperti yang kita ketahui, terkadang asumsi
bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung
tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit cross section
memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan
hipotesa sebagai berikut:
H0: Model Pooled Least Square
H1: Model Fixed Effect
30
Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan FStatistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:
CHOW 
( RRSS  URSS ) /( N  1)
URSS /( NT  N  K ) .................................................
(3.8)
Dimana:
RRSS = Restricted Residual Sum Square
URSS = Unrestricted Residual Sum Square
N
= Jumlah data cross section
T
= Jumlah data time series
K
= Jumlah variabel penjelas,
Chow Test ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika nilai
CHOW Statistics (F-Stat) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka
cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga
model yang digunakan adalah fixed effect model, begitu juga sebaliknya.
Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan
Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas dari parameter
(stability test).
2. Hausman Test
Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita
dalam memilih apakah menggunakan fixed effect model atau random effect
model. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect
model mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat
kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan
31
metode random effect model pun harus memperhatikan ketiadaan
pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.
Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0: Random Effects Model
H1: Fixed Effects Model.
Sebagai dasar penolakan Hipotesa nol maka digunakan statistik hausman
dan membandingkannya dengan chi square.
Statistik hausman dirumuskan dengan:
m    b  M 0  M 1 
'
1
  b 
~ X 2 K  .................................
(3.9)
Dimana  adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah
vektor statistik variabel random effect, ( M 0 ) adalah matriks kovarians
untuk dugaan FEM dan ( M 1 ) adalah matriks kovarians untuk dugaan
REM.
3.5 Uji Statistik
1.
Pengujian Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F-Statistik)
Uji-F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel
bebas secara serentak terhadap variabel tidak bebas. Adapun pengujiannya
dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati, 2004):
R2
F
(k  1)
(1  R 2 )
...........................................................................
(n  k )
F
= Nilai F hitung
R2
= Koefisien determinan (R-Square)
(3.10)
32
k
= Banyaknya variabel dalam penelitian
n
= Banyaknya sampel
Dengan derajat kebebasan (df) = (k-1)(n-1) dan tingkat keyakinan 95% atau
α=0,05.
Hipotesis Statistik:
a.
H0: bi = 0 (i = 0,1,...,n)
artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersamasama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent
variable)
b.
H0: bi ≠ 0 (i = 0,1,...,n), atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel
bebas tidak sama dengan nol
artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersamasama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
Kriteria Pengujian:
a.
H0 diterima jika F hitung ≤ F tabel, artinya variabel bebas (independent
variable) yang bekerja secara bersama-sama tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
b.
H0 ditolak jika F hitung > F tabel, artinya variabel bebas (independent
variable) yang bekerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)
33
2.
Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t-Statistik)
Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari
masing-masing
variabel
bebas
terhadap
variabel
tidak
bebas.
Adapun
pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati, 2004):
t
bi
...............................................................................................
Sbi
(3.11)
t
= Nilai t hitung
bi
= Koefisien regresi variabel bebas ke-i
Sbi
= Kesalahan baku regresi/standar eror koefisien regresi variabel bebas ke-i
Dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) dan tingkat keyakinan 95% atau α = 0,05.
Hipotesis Statistik:
a.
H0: bi = 0 (i = 0,1,...,n)
artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial
atau individu tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent
variable)
b.
H0: bi ≠ 0 (i = 0,1,...,n), atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel
bebas tidak sama dengan nol
artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial
atau individu berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent
variable)
Kriteria Pengujian:
a.
H0 diterima jika t hitung negatif ≥ t tabel ≥ t hitung positif, artinya variabel
bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak
34
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent
variable)
b.
H0 ditolak jika t hitung negatif ≤ t tabel atau t hitung positif ≥ t tabel, artinya
varibel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau
individu berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya
(dependent variable)
3.
Uji Koefisien Determinasi (R²)
Nilai Uji R² mengukur kecocokan (goodnes of fit) dari persamaan regresi
yaitu memberikan proporsi atau presentasi variasi total dalam variabel tidak bebas
yang dijelaskan oleh variabel bebas atau merupakan suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa baik garis regresi sampel menggambarkan populasi. Atau
dengan kata lain bahwa Uji R² digunakan untuk menghitung seberapa besar
variasi dari variabel bebas yang dapat menjelaskan variasi dari variabel tidak
bebas. Nilainya berkisar antara 0-1. Jika nilai R² sama dengan 1, maka variasi
variabel bebas mampu menjelaskan 100 persen variasi variabel tidak bebas.
Sebaliknya jika nilai R² sama dengan 0, maka variasi variabel bebas tidak mampu
menjelaskan sedikitpun variasi variabel tidak bebas. Kecocokan model dikatakan
”lebih baik” jika nilai R² semakin dekat dengan 1.
4.
Uji Elastisitas
Untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh dari variabel
bebas terhadap variabel tidak bebas maka digunakan uji elastisitas, yaitu dengan
membandingkan besarnya nilai koefisien beta dari variabel bebas yang terbesar.
35
3.6 Spesifikasi Model
Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear berganda
dengan empat variabel bebas. Variabel independennya adalah jumlah tenaga kerja
terserap pada sektor industri. Data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut
memiliki satuan yang berbeda. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam
mengolah data dan interpretasi hasil akhirnya, keempat variabel ini akan diubah
bentuknya sehingga menjadi bentuk satuan yang sama, yaitu dalam persentase.
Beberapa variabel akan diubah menjadi bentuk log natural sehingga koefisien
hasil regresi diinterpretasikan sebagai elastisitas. Dengan model tersebut,
diharapkan bahwa hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah
untuk diinterprestasikan.
Sesuai dengan keterangan di atas, maka model tersebut secara
ekonometrika akan menjadi:
Ln (TK_INDit) = α + β1 ln(UMP_RIILit) + β2 ln(PDRB_INDit) + β3
(PMA_INDit) + β4 (PMDN_INDit)
Dimana:
TK_INDit
=
Jumlah tenaga kerja terserap pada sektor industri provinsi
i tahun t (orang)
UMP_RIILit
=
Upah Minimum Provinsi Riil provinsi i tahun t (Rp/bulan)
PDRB_INDit
=
Nilai PDRB sektor industri pada provinsi i tahun t (milyar
rupiah)
PMA_INDit
=
Persentase Nilai PMA sektor industri terhadap Total PMA
provinsi i tahun t (persen)
36
PMDN_it
=
Persentase Nilai PMDN sektor industri terhadap Total
PMDN provinsi i tahun t (persen)
3.7 Definisi Variabel Operasional
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam model penelitian ini
antara lain:
1)
TK_IND
Variabel TK_IND merupakan variabel yang merepresentasikan penyerapan
tenaga kerja sektor industri. Nilai variabel TK ini merupakan jumlah tenaga
kerja terserap sektor industri pada provinsi i dan tahun t yang diperoleh dari
hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) periode Agustus yang
dilakukan oleh BPS.
2)
PMA_IND
Variabel
PMA_IND
merupakan
variabel
yang
merepresentasikan
penanaman modal asing langsung pada sektor industri. Nilai variabel
PMA_IND ini merupakan nilai PMA sektor indurti suatu provinsi selama
satu tahun dibagi nilai total PMA. Nilai PMA sektor industri merupakan
jumlah investasi asing riil yang meliputi investasi ke dalam aset-aset secara
nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam
barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya
(tidak termasuk investasi portofolio). Data yang digunakan merupakan
realisasi PMA berdasarkan ijin usaha yang diperoleh dari BKPM.
37
3)
PMDN_IND
Variabel
PMDN_IND
merupakan
variabel
yang merepresentasikan
penanaman modal domestik langsung pada sektor industri. Nilai variabel
PMDN_IND ini merupakan nilai PMDN sektor industri suatu provinsi
selama satu tahun dibagi nilai total PMDN. Nilai PMDN sektor industri
merupakan jumlah investasi riil dalam negeri yang meliputi investasi ke
dalam aset-aset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan
berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi,
dan sebagainya (tidak termasuk portofolio). Data yang digunakan
merupakan realisasi PMDN berdasarkan ijin usaha yang diperoleh dari
BKPM.
4)
PDRB_IND
Variabel PDRB_IND merupakan variabel yang merepresentasikan output
sektor industri selama setahun pada suatu provinsi. Nilai variabel
PDRB_IND ini merupakan jumlah PDRB sektor industri atas dasar harga
konstan tahun 2000 pada provinsi i tahun t.
5)
UMP_RIIL
Variabel UMP merupakan variabel yang merepresentasikan upah minimum
riil pada suatu provinsi. Nilai variabel UMP ini merupakan nilai nominal
UMP dibagi dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun dasar tahun 2002.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri
Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis
dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk yang bekerja, dan angka
pengangguran merupakan faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Kepadatan penduduk yang terus meningkat di Pulau Jawa, perlu menjadi
perhatian khusus. Wilayah Pulau Jawa yang meliputi Provinsi DKI Jakarta, Jawa
Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur memiliki daya tarik
yang cukup kuat bagi penduduk di luar Pulau Jawa. Peluang kerja yang lebih
besar di wilayah perkotaan di Pulau Jawa menjadi salah satu faktor pendorong
pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun. Berdasarkan data strategis BPS
(2011c), penduduk di Pulau Jawa meningkat dari 121,3 juta tahun 2000 menjadi
136,6 juta pada tahun 2010.
Pertambahan
jumlah
penduduk
tersebut
secara
tidak
langsung
memengaruhi komposisi tenaga kerja di Pulau Jawa. Ketersediaan lapangan kerja
yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa
bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Jumlah
tenaga kerja yang terserap pada masing-masing sektor ekonomi dapat menjadi
salah satu indikator untuk mengukur penyerapan tenaga kerja. Komposisi tenaga
kerja terserap berdasarkan lapangan usaha utama di Pulau Jawa dapat dilihat pada
Tabel 1. Sektor industri menempati urutan ketiga dalam memberikan kontribusi
penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa. Kontribusi terhadap penyerapan tenaga
39
kerja lebih besar pada sektor pertanian dan perdagangan. Sektor industri
pengolahan menyerap tenaga kerja sebesar 10,7 Juta orang tahun 2010 meningkat
dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 9,9 Juta orang. Tenaga kerja pada
sektor perdagangan meningkat dari 14,6 Juta orang tahun 2009 menjadi 14,7 Juta
orang pada tahun 2010. Sektor pertanian mengalami penurunan penyerapan
tenaga kerja selama tiga tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan sudah terjadi
transformasi struktural dari masyarakat yang bertumpu pada pertanian tradisional
menjadi masyarakat yang bekerja di sektor-sektor lain yang lebih modern.
Tabel 1. Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di
Pulau Jawa tahun 2008-2010
Lapangan Usaha
orang
1. Pertanian
Tahun
2009
2008
Persen
orang
19.544.313
32,26
19.749.603
437.017
0,72
422.769
9.682.322
15,98
108.628
2. Pertambangan
2010
persen
31,9
8
orang
18.811.094
426.755
persen
30,10
9.864.699
0,68
15,97
10.743.142
0,68
17,19
0,18
128.331
0,21
139.458
0,22
3.493.704
5,77
3.469.040
3.476.882
5,56
14.204.811
23,45
14.640.629
5,62
23,7
1
7. Angkutan
3.889.173
6,42
3.925.542
8. Keuangan
1.087.612
1,80
1.051.439
1,70
1.253.080
9.396.840
62.497.993
3. Industri
4. Listrik, Gas dan
Air
5. Bangunan
6. Perdagangan
9. Jasa
Total
6,36
8.131.816
13,42
8.508.632
13,7
8
60.579.396
100,00
61.760.684
100,00
14.744.746
3.505.996
23,59
5,61
2,00
15,04
100,0
0
Sumber: BPS, diolah.
Penyerapan tenaga kerja pada sektor industri masih belum memberikan
hasil yang menggembirakan. PDRB sektor industri yang tinggi di Pulau Jawa
diharapkan akan menghasilkan kesempatan kerja yang cukup luas. Namun pada
40
kenyataannya, sektor industri yang memiliki kontribusi yang paling tinggi
dibandingkan sektor lainnya di Pulau Jawa, hanya mampu menyerap tenaga kerja
sebesar 17,19 persen terhadap total tenaga kerja pada tahun 2010.
Gambar 5. menunjukkan perkembangan kontribusi tenaga kerja sektor
industri dan total penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa. Penyerapan tenaga kerja
mengalami penurunan pada tahun 2004, 2008, dan 2009. Penurunan yang terjadi
pada tahun 2004 merupakan dampak krisis tahun 1998 yang menunjukkan bahwa
pada saat itu stabilitas ekonomi masih belum berjalan dengan baik. Tahun 2005
sampai dengan 2007, kondisi perekonomian mulai stabil, investor mulai
menanamkan modalnya di Pulau Jawa. Namun, kondisi ekonomi memburuk lagi
akibat terjadinya krisis global pada tahun 2008 yang menyebabkan penyerapan
tenaga kerja turun sampai dengan tahun 2009. Pada tahun 2010, perekonomian
mulai pulih, dan menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor
industri yang cukup tinggi pencapai 17,19 persen.
17.19
17.50
Persen
17.00
16.59
16.47 16.39 16.54
16.50
15.98 15.97
15.73
16.00
15.50
15.00
14.50
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Sumber: BPS, diolah.
2008
2009
2010
41
Gambar 5. Perkembangan kontribusi tenaga kerja sektor industri terhadap
total tenaga kerja di Pulau Jawa tahun 2003-3010.
Penyerapan tenaga kerja sektor industri paling besar di Provinsi Jawa
Barat. Jawa Barat memiliki wilayah kawasan industri yang lebih luas
dibandingkan provinsi lainnya. Hal ini yang menyebabkan industri di wilayah
tersebut dapat berkembang dan pada akhirnya dapat menciptakan peluang kerja
yang lebih besar. Jumlah tenaga kerja sektor industri di provinsi ini mengalami
peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 2009 sebesar 3.073.499 orang menjadi
3.389.287 orang pada tahun 2010. Namun, jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan
selama tahun 2003 sampai dengan 2010, pertumbuhan tenaga kerja sektor industri
paling tinggi terjadi di Provinsi Banten mencapai 7,33 persen per tahun dan paling
rendah di Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,12 persen per tahun.
Tabel 2. Penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa menurut
provinsi tahun 2009 dan 2010.
Provinsi
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Total
Sumber: BPS, diolah.
2009
orang
667.883
3.073.499
2.656.673
237.240
2.385.686
843.718
9.864.699
2010
persen
6,77
31,16
26,93
0,24
24,18
8,55
100,00
orang
754.985
3.389.287
2.815.292
247.093
2.482.563
1.053.922
10.743.142
persen
7,03
31,55
26,21
2,30
23,11
9,81
100,00
Keberhasilan dalam menciptakan lapangan pekerjaan tidak terlepas dari
peranan pemerintah. Berbagai macam kebijakan yang diambil pemerintah
setempat sangat memengaruhi pertumbuhan sektor industri dan penyediaan
lapangan kerja yang memadai. Penggarapan proyek yang menyerap investasi baik
asing maupun domestik meningkatkan jumlah tenaga kerja terserap. Perbaikan
42
infrastruktur yang selalu dilakukan setiap tahun mendorong tumbuhnya
perekonomian yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat pengangguran.
Kebijakan pemerintah dalam menetapkan standar upah minimun juga
akan memengaruhi penyerapan tenaga kerja. Upah minimum adalah suatu standar
minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk
memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.
Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi berbeda-beda, maka
disebut Upah Minimum Propinsi (UMP). Menurut Permen no.1 Th. 1999 Pasal 1
ayat 1, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok
termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi mereka yang lajang dan memiliki
pengalaman kerja 0-1 tahun, berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan
melalui Keputusan Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan
dan berlaku selama 1 tahun berjalan.
UMP secara keseluruhan terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. UMP paling tinggi adalah UMP DKI Jakarta yang mencapai Rp 1.118.000
per
orang
per
bulan
pada
tahun
2010.
Tingginya
angka
tersebut
mempertimbangkan biaya hidup di Jakarta lebih tinggi dibandingkan biaya hidup
di provinsi-provinsi lain di pulau Jawa. Peningkatan standar upah menunjukkan
peningkatan yang cukup tajam di DKI Jakarta dan Banten dari tahun 2000 sampai
2011. UMP Jawa Timur dan Jawa Tengah masih relatif lebih rendah dibandingkan
provinsi lainnya.
UMP riil merupakan UMP nominal dibagi dengan Indeks Harga
Konsumen
(IHK).
UMP
riil
adalah
standar
upah
minimum
dengan
43
mempertimbangkan harga-harga yang berlaku. Perubahan upah riil akan
memengaruhi permintaan terhadap tenaga kerja. Jika upah riil naik, biaya
produksi yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk menjadi lebih tinggi,
akibatnya output yang dihasilkan berkurang dan berdampak pada berkurangnya
permintaan terhadap tenaga kerja.
Perkembangan UMP riil di enam provinsi di Pulau Jawa menunjukkan
peningkatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010. UMP riil Provinsi DKI
Jakarta lebih tinggi dibandingkat provinsi provinsi lainnya. Upah riil DKI Jakarta
turun pada tahun 2006, berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja
sebesar 9,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun berbeda dengan
keadaan tenaga kerja pada sektor industri, pada tahun tersebut penyerapan tenaga
kerja sektor industri turun sebesar 2,14 persen dibandingkan pada tahun
sebelumnya walaupun UMP riil di provinsi tersebut turun.
700000
600000
Rupiah
500000
400000
300000
200000
100000
0
Tahun
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I. Yogyakarta
Jawa Timur
Sumber: BPS (2005, 2009, dan 2010), diolah.
Gambar 6. Perkembangan UMP rill di Pulau Jawa tahun 2003-2010.
Banten
44
4.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri
Pertumbuhan ekonomi
merupakan salah satu
ukuran dari hasil
pembangunan. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi
barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu.
Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh
sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai
Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB).
Peningkatan
PDRB
akan
meningkatkan jumlah tenaga kerja.
Pertumbuhan ekonomi pada sektor industri di Indonesia masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa yang menciptakan kontribusi sebesar 63.94 persen
terhadap total pendapatan nasional sektor industri. Kontribusi Pulau Jawa mulai
menurun pada tahun 2008, seiring dengan kebijakan pemerintah yang mulai
mengembangkan industri-industri di luar Pulau Jawa. Perkembangan kontribusi
Persen
sektor industri di Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar 7.
65.50
65.00
64.50
64.00
63.50
63.00
62.50
62.00
61.50
65.13
64.22
63.95
62.72
2007
2008
2009
2010
Tahun
Sumber: BPS (2011b), diolah.
Gambar 7. Perkembangan kontribusi PDRB sektor industri atas dasar harga
konstan tahun 2000 di Pulau Jawa terhadap PDB sektor industri
tahun 2007-2010.
45
Pertumbuhan ekonomi sektor industri di Pulau Jawa selama kurun waktu
2003 sampai dengan 2010 memperlihatkan pertumbuhan yang selalu positif
meskipun pola pertumbuhan fluktuatif. Pertumbuhan mengalami beberapa periode
peningkatan dan penurunan. Pertumbuhan naik dari tahun 2003 sampai dengan
2005 karena stabilitas ekonomi Indonesia terjaga dengan baik. Namun tahun 2006
dan 2007 menurun akibat adanya kenaikan harga minyak dunia pada akhir tahun
2005. Kondisi ini memengaruhi produksi pada sektor industri. Pertumbuhan mulai
naik pada tahun 2008 kemudian turun pada tahun 2009 yang merupakan dampak
terjadinya krisis global. Krisis global menyebabkan volume perdagangan dunia
berkurang sehingga berdampak pada menurunnya permintaan terhadap barangbarang ekspor Indonesia. Keadaan tersebut memaksa industri di Indonesia
termasuk industri-industri yang berada di Pulau Jawa mengurangi produksi dan
akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Tahun 2010,
industri mulai kembali bangkit dan masih tetap menjadi salah satu prioritas
pembangunan dengan strategi-strategi pembangunan industri yang sustainable
dan tahan terhadap krisis seperti terlihat pada Gambar 8.
Strategi pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini masih
memberikan prioritas pembangunan pada sektor industri. Hal ini tertuang dalam
dalam RPJM 2010-2014 dengan fokus sebagai berikut:
1. Penumbuhan populasi usaha industri
2. Penguatan struktur industri
3. Peningkatan produktivitas usaha industri
46
8.00
7.00
Persen
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
PDRB
PDRB Sektor Industri
Sumber: BPS, diolah
Gambar 8. Pertumbuhan ekonomi dan industri atas dasar harga konstan
tahun 2000 di Pulau Jawa tahun 2003-2010
Dalam RPJM 2010-2014 dituangkan juga tujuan dan sasaran strategis yang terkait
dengan Kementrian Perindustrian. Salah satu tujuannya adalah tumbuhnya
industri yang mampu menciptakan lapangan kerja yang besar dengan sasaran
strategis yaitu bertambahnya investasi di industri-industri yang mempekerjakan
banyak tenaga kerja.
PDRB sektor industri tahun 2010 paling besar di Provinsi Jawa Barat
dengan sebesar 135,2 Trilyun rupiah menyumbang kontribusi sebesar 34 persen
terhadap total PDRB sektor industri. Kontribusi paling rendah di Provinsi D. I.
Yogyakarta sebesar 2.7 Trilyun seperti terlihat pada Tabel 3.
47
Tabel 3. PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000
menurut provinsi di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010.
Provinsi
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Total
2009
milyar rupiah
58.448
131.433
57.444
2.611
83.300
32.708
365.944
persen
15,97
35,92
15,70
0,71
22,76
8,94
100,00
2010
milyar rupiah
60.568
135.247
61.390
2.794
86.901
33.779
380.679
persen
15,91
35,53
16,13
0,73
22,83
8,87
100,00
Sumber: BPS (2011b), diolah.
Pertumbuhan ekonomi sektor industri di masing-masing provinsi di
Pulau Jawa ditunjukkan dalam Gambar 9. Jawa Barat mengalami pertumbuhan
yang tinggi pada tahun 2008 dibandingkan dengan provinsi lainnya namun juga
merosot lebih tajam pada tahun 2009.
DI Yogyakarta cenderung tidak terpengaruh krisis global pada tahun
2008, gambar menunjukkan saat provinsi lain mengalami kemerosotan
pertumbuhan ekonomi yang cukup tajam, pertumbuhan ekonomi provinsi ini
mampu bertahan bahkan mengalami peningkatan. Hal ini dindikasikan karena
industri yang berkembang di provinsi tersebut adalah industri kecil dengan pangsa
pasar lokal dengan modal domestik sehingga tidak terpengaruh gejolak yang
terjadi akibat krisis tahun 2008.
48
10.00
8.00
Persen
6.00
4.00
2.00
0.00
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
-2.00
-4.00
Tahun
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Barat
DI. Yogyakarta
Banten
Sumber: BPS, diolah.
Gambar 9. Pertumbuhan PDRB sektor industri atas dasar harga konstan
tahun 2000 di Pulau Jawa tahun 2003-2010.
Pertumbuhan paling tinggi terjadi di provinsi Jawa Barat pada tahun 2008
sebesar 9,01 persen tetapi kemudian pertumbuhan menjadi negatif pada tahun
2009 karena pengaruh krisis. Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki
tingkat pertumbuhan paling rendah diantara provinsi lainnya di Pulau Jawa pada
tahun 2009. Rata-rata pertumbuhan paling tinggi di provinsi Jawa Tengah sebesar
5.76 persen.
Tabel 4. Nilai terendah, tertinggi, dan rata-rata pertumbuhan PDRB
sektor industri tahun 2003-2010.
Provinsi
Kategori
Terrendah
Tertinggi
Rata-rata
DKI
Jakarta
0.14
5.74
4.13
Sumber: BPS, diolah.
Jawa
Barat
-1.74
9.01
5.21
Jawa
DI
Tengah
Yogyakarta
3.79
2.80
8.80
6.39
5.76
4.36
Jawa
Banten
Timur
1.50
0.73
5.43
6.86
3.48
4.73
49
Pengembangan sektor industri di Pulau Jawa sebagai sektor unggulan yang
diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja yang luas tidak terlepas dari
campur tangan pemerintah. Mendorong tumbuhnya industri yang padat tenaga
kerja merupakan sesuatu yang penting untuk mengatasi masalah pengangguran
dan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan terhadap tenaga kerja.
4.3 Perkembangan Investasi Sektor Industri
Untuk memperoleh suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam proses
pembangunan di Indonesia, terkumpulnya modal dalam bentuk investasi
menduduki peranan yang sangat penting. Investasi bisa berasal dari dalam negeri
yang dikenal dengan PMDN maupun pihak asing atau PMA.
Komposisi PMDN yang semula lebih memprioritaskan pada industri kecil,
saat ini mulai diarahkan pada usaha untuk memperkokoh struktur industri dalam
negeri, menciptakan mesin-mesin produksi dalam negeri, penyerapan tenaga kerja
yang sebanyak-banyaknya, dan mengarahkan pembangunan industri yang merata
di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa. Peran pihak asing juga diperlukan
untuk menutupi kekurangan terhadap kebutuhan modal di Indonesia.
Konsentrasi penanaman modal masih terjadi di pulau jawa. Berdasarkan
data realisasi investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal tahun 2010,
lebih dari 50 persen PMA dan PMDN berlokasi di Pulau Jawa. Beberapa faktor
yang menyebabkan investor lebih memilih menanamkan modalnya di Pulau Jawa
antara lain:
1.
Investor lebih berorientasi terhadap pasar. Pulau Jawa dinilai memiliki
kriteria tersebut mengingat sebagian besar penduduk Indoneia nerada di
50
pulau ini dan memiliki daya beli yang lebih baik dibandingkan daerah
lainnya.
2.
Pulau Jawa relatif memiliki fasilitas dan infrastruktur yang lebih baik yang
akan berdampak pada biaya transportasi yang lebih murah dibandingkan
wilayah di luar Pulau Jawa.
Pertumbuhan PMDN sektor industri selama 10 tahun terakhir
menunjukkan nilai yang fluktuatif. Fluktuasi yang relatif lebih kecil sejak tahun
2006 menunjukkan iklim investasi di Indonesia lebih stabil dibandingkan tahun
tahun sebelumnya. Penurunan yang cukup tajam pada saat krisis tahun 2008,
namun investasi kembali tumbuh membaik seiring pemulihan perekonomian
pasca krisis.
Perkembangan PMA sektor industri di Pulau Jawa pada dua tahun
terakhir menunjukkan nilai yang semakin menurun. Penurunan investasi asing ini
merupakan dampak terjadinya krisis global pada tahun 2008 yang berlanjut
dengan terjadinya krisis Eropa yang masih terjadi sampai saat ini. Pada tahun
2005, tercatat pertumbuhan investasi sektor industri yang tinggi.
51
200.00
150.00
Persen
100.00
50.00
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
-50.00
Tahun
-100.00
PMDN
PMA
Sumber: BKPM, diolah.
Gambar 10. Pertumbuhan PMA dan PMDN sektor industri di Pulau Jawa
tahun 2003-2010.
Pada tahun 2009 PMDN tertinggi di Provinsi Banten sebesar 4.373,8
milyar rupiah dan pada tahun 2010 PMDN tertinggi bergeser ke Provinsi Jawa
Timur sebesar 7.506,8 milyar rupiah. PMA sektor industri dialokasikan paling
besar di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2010, Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta hanya mendapatkan investasi asing sebesar 1 persen
dari total investasi yang ditanamkan pada sektor industri di Pulau Jawa.
Rendahnya investasi sektor industri di Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta
pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa industri-industri yang berkembang di
wilayah ini merupakan industri kecil yang hanya membutuhkan investasi sedikit
namun dapat menggerakkan perekonomian sektor industri sehingga dapat
menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak. Hal ini dibuktikan dengan
adanya pertumbuhan industri pada tahun 2010 meskipun investasi yang
ditanamkan sangat sedikit. Angka pengangguran kedua provinsi tersebut juga
52
yang relatif rendah. Tingkat pengangguran DI Yogyakarta sebesar 6,02 persen dan
Jawa Tengah sebesar 6,86 persen.
Tabel 5. Jumlah PMA dan PMDN sektor industri menurut provinsi di
Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010
2009
Provinsi
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Total
Sumber: BKPM, diolah.
2010
PMA
PMDN
PMA
PMDN
(US$. Juta)
(Rp. Milyar)
(US$. Juta)
(Rp. Milyar)
363,0
1493,0
167,9
1183,9
75,5
1,7
3285,0
501,4
4233,3
2642,6
32,5
2830,5
4373,8
14614,1
759,3
1160,3
138,2
386,9
29,2
0,4
2474,3
280,8
5555,6
391,7
0
7506,8
4130,7
17865,6
Industri yang paling banyak mendapatkan modal dari dalam negeri
dalam dua tahun terakhir adalah industri makanan. Pada tahun 2010, sebesar 63
persen PMDN sektor industri dialokasikan untuk industri makanan. Nilai PMDN
untuk industri makanan meningkat cukup tajam dari 3304,20 milyar rupiah tahun
2009 menjadi 11409,20 milyar rupiah pada tahun 2010. Sedangkan industri yang
lain, hampir seluruhnya mengalami penurunan nilai investasi antara lain industri
tekstil, industri logam dasar, dan industri kimia dasar. Investor dalam negeri lebih
memilih menanamkan investasi pada industri makanan. Industri lainnya yang
cukup diminati investor domestik adalah industri kertas, kimia dasar dan farmasi,
serta industri non logam mineral.
53
Tabel 6. Jumlah PMDN menurut jenis industri di Pulau Jawa tahun 2009
dan 2010
Jenis industri
Industri logam dasar, barang logam,
mesin dan elektronik
Industri instrumen kedokteran,
Presisi, optik dan jam
Industri kayu
Industri kertas, barang dari kertas
dan percetakan
Industri kimia dasar, barang kimia,
dan farmasi
Industri karet, barang dari karet dan
plastik
Industri non logam mineral
Industri alat angkutan dan
transportasi lainnya
Industri makanan
Industri tekstil
Industri kulit, barang dari kulit, dan
sepatu
Industri lainnya
Jumlah
Sumber: BKPM, diolah.
2009
Rp. Milyar
2010
persen
Rp. Milyar
persen
1367,80
9,36
362,10
2,03
0,00
0,00
0,00
0,00
2,20
0,02
0,00
0,00
968,80
6,63
1064,90
5,96
3972,70
27,18
2312,20
12,94
1231,50
8,43
503,40
2,82
786,10
5,38
1522,80
8,52
66,50
0,46
278,40
1,56
22,61 11409,20
18,10
396,40
63,86
2,22
3304,20
2645,70
4,00
264,60
14614,10
0,03
12,50
0,07
1,81
3,70
100,00 17865,60
0,02
100,00
Seperti halnya pada investasi domestik, investor asing juga lebih
memilih menanamkan modalnya pada industri makanan. Industri makanan dinilai
memiliki prospek yang cukup baik. Banyak investor tertarik pada industri
makanan di Indonesia karena melihat peluang pasar domestik dan tingginya
konsumsi masyarakat Indonesia. Industri yang juga menarik bagi investor asing
adalah industri logam dasar, kimia dan farmasi, serta alat angkutan. Nilai investasi
asing pada industri-industri tersebut cukup tinggi dibandingkan jenis industri
lainnya.
54
Tabel 7. Jumlah PMA menurut jenis industri di Pulau Jawa tahun 2009 dan
2010
Jenis industri
Industri logam dasar, barang logam,
mesin dan elektronik
Industri instrumen kedokteran,
Presisi, optik dan jam
Industri kayu
Industri kertas, barang dari kertas
dan percetakan
Industri kimia dasar, barang kimia,
dan farmasi
Industri karet, barang dari karet dan
plastik
Industri non logam mineral
Industri alat angkutan dan
transportasi lainnya
Industri makanan
Industri tekstil
Industri kulit, barang dari kulit, dan
sepatu
Industri lainnya
Jumlah
Sumber: BKPM, diolah.
2009
US$. Juta
2010
persen
US$. Juta
persen
507.9
16.03
507.9
20.75
4.9
0.15
1.3
0.05
29.8
0.94
6.3
0.26
30.4
0.96
39.2
1.60
1125.4
35.52
396.4
16.19
137.7
4.35
94.8
3.87
16.6
0.52
28.4
1.16
541.3
17.08
370.9
15.15
403.2
249.7
12.72
7.88
705.2
153.8
28.80
6.28
121.8
3.84
144
5.88
116.3
3168.70
3.67
100.00
26.1
2448.20
1.07
100.00
Berdasarkan data investasi yang sudah disajikan, industri tekstil
menunjukkan angka yang menurun baik pada investasi asing maupun investasi
domestik. Industri tekstil yang pernah menjadi salah satu industri yang dapat
menyerap tenaga kerja banyak, saat ini sudah mengalami penurunan. Hal ini
menyebabkan permasalahan penciptaan lapangan pekerjaan menjadi semakin
penting. Pemerintah perlu mendorong industri ini agar tetap menjadi industri yang
dapat diandalkan dengan melakukan strategi-strategi industri yang memanfaatkan
55
bahan baku dalam negeri sehingga industri ini tahan terhadap krisis dan pada
akhirnya akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas.
4.4 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja
Sektor Industri
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu upah minimum
provinsi riil (UMP_RIIL), PDRB sektor industri (PDRB_IND), proporsi investasi
asing sektor industri terhadap total investasi asing (PMA_IND), proporsi investasi
dalam negeri sektor industri terhadap total investasi dalam negeri (PMDN_IND).
Penyusunan
model
data
panel
dilakukan
dalam
tiga
membandingkan pooled model dengan fixed effects model
tahap.
Pertama,
menggunakan uji
Chow. Kedua membandingkan fixed effects model dengan random effects model
menggunakan uji Hausman. Ketiga, membuat estimasi model atau persamaan
dengan menentukan koefisien masing-masing variabel bebas. Software yang
dipergunakan dalam pengolahan data penelitian adalah Eviews 6.0.
4.4.1
Pemilihan Model Terbaik
Hasil Uji Chow menunjukkan probability 0,0009 maka fixed effects model
lebih sesuai digunakan dibandingkan pooled model. Hasil Uji Hausman
menunjukkan nilai p-value sebesar 0,0000 maka fixed effects model lebih sesuai
digunakan dibandingkan random effects model.
56
4.4.2
1.
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data residual yang
diteliti berdistribusi normal atau tidak. Dengan asumsi kenormalan ini, maka akan
didapatkan koefisien regresi yang bersifat linier tak bias terbaik (BLUE). Asumsi
normalitas ini diperlukan dalam penelitian yang mempunyai tujuan untuk
penaksiran dan pengujian hipotesis. Berdasarkan hasil Jarque-Bera test diperoleh
nilai Probability (P-Value) sebesar 0,067 pada Lampiran 2. Nilai Probability (PValue) > 0,05 maka H0 diterima sehingga dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa data residual yang diteliti berdistribusi normal.
2.
Uji Multikolinearitas
Salah satu asumsi dasar model regresi adalah tidak ada hubungan linear
antara variabel-variabel bebas dalam model. Untuk mengetahui ada tidaknya
multikolinieritas antar variabel bebas salah satu caranya adalah dengan melihat
nilai Correlation Matrix antar variabel bebas. Berdasarkan hasil analisis yang
dapat dilihat pada Tabel 6, diperoleh nilai Correlation Matrix antar masingmasing variabel bebas sebesar kurang dari 0,8. Sehingga dengan demikian dapat
disimpulkan
bahwa
antar
variabel
bebas
yang
diteliti
tidak
terjadi
multikolinearitas.
Tabel 8. Hasil uji multikolinearitas
Variabel
PDRB_IND
PMA_IND
UMP_RIIL
PMDN_IND
PDRB_IND
1
0,53
0,02
0,25
Sumber: Hasil Pengolahan Eviews 6.0
PMA_IND
0,53
1
-0,58
0,64
UMP_RIIL
0,02
-0,58
1
-0,53
PMDN_IND
0,25
0,64
-0,53
1
57
3.
Uji Heteroskedastisitas
Asumsi heteroskedastisitas adalah asumsi dalam regresi dimana varians
dari residual tidak sama untuk pengamatan satu ke pengamatan yang lain.
Heteroskedastisitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai sum squared resid
pada weighted statistics dan unweight statistics. Nilai sum squared resid pada
weighted statistics yang lebih kecil dari sum squared resid pada unweighted
statistics maka terjadi heteroskedastisitas. Pada paket program Eviews 6.0,
terdapat opsi yang memungkinkan untuk menghasilkan penduga yang dapat
mengatasi
masalah
heteroskedastisity
dalam
data
yaitu
dengan
white
heteroskedastisity. Dengan menggunakan metode estimasi ini, hasil estimasi yang
didapat sudah terlepas dari masalah heteroskedastisity.
4.
Uji Autokorelasi
Asumsi yang terakhir adalah tidak adanya korelasi antar error yang
dihasilkan. Cara mendeteksi Autocorelation adalah dengan uji Durbin Watson.
Hasil Uji Durbin Watson dilakukan melalui program Eviews 6.0 dan
menghasilkan nilai statistik Durbin Watson sebesar 1,96. Jika nilai berada antara
1,727 dan 2,273 maka data tersebut dinyatakan tidak ada korelasi antar error yang
dihasilkan. Dengan demikian secara statistik, secara statistik dapat dinyatakan
bahwa tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi.
4.4.3
Uji Statistik
Hasil penghitungan menunjukkan nilai R2 sebesar 0,9943 yang berarti
bahwa upah minimum provinsi riil, PDRB sektor industri, proporsi investasi asing
58
sektor industri terhadap total investasi asing, proporsi investasi dalam negeri
sektor industri terhadap total investasi dalam negeri terhadap variabel tidak bebas
penyerapan tenaga kerja sebesar 99,43 persen sedang sisanya sebesar 0,57 persen
lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model.
Hasil pengujian pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap
varaiabel tidak bebas dengan menggunakan uji F menunjukkan nilai F hitung
sebesar 282,64 jauh lebih besar dibandingkan dengan F tabel yang mencapai nilai
2,44. Secara keseluruhan dari hasil uji F diketahui bahwa upah minimum provinsi
riil, PDRB sektor industri, investasi asing sektor industri, investasi dalam negeri
sektor industri signifikan berpengaruh terhadap variabel penyerapan tenaga kerja
sektor industri.
Tabel 9. Hasil uji t
Variabel
Koefisien
Standar Error
C
2,697411
2,489998
PDRB_IND
0,254648
0,081384
UMP_RIIL
0,663339
0,237935
PMA_IND
-0,000134
0,000905
PMDN_IND
-0,000342
0,000465
Sumber: Hasil Pengolahan Eviews 6.0
t-Statistik
1,083298
3,128967
2,787895
-0,148290
-0,735942
Probabilitas
0,2855
0,0034
0,0082
0,8829
0,4663
Hasil uji t menunjukkan bahwa tingkat signifikansi pengaruh dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas menunjukkan bahwa
PDRB sektor industri dan upah minimum provinsi secara signifikan berpengaruh
positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri dengan tingkat
kepercayaan sebesar 95 persen. Sedangkan investasi asing dan domestik tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor
industri.
59
Hasil pengujian untuk variable PMA_IND dan PMDN_IND tidak
memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan. Investasi yang diduga
memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri tidak memiliki pengaruh
yang signifikan dengan hubungan yang menunjukkan nilai negatif. Hal ini dapat
disebabkan oleh data yang dipakai pada penelitian ini adalah data realisasi
investasi berdasarkan ijin usaha. Sehingga data hanya dapat menunjukkan
perubahan proporsi investasi yang ditanamkan per tahun tanpa melihat akumulasi
modal yang telah diinvestasikan pada tahun-tahun sebelumnya.
Model Penduga Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri
4.4.4
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka dihasilkan persamaan
model penduga untuk penyerapan tenaga kerja sektor industri adalah sebagai
berikut:
Ln(TK_IND) = 2 + 0,25 Ln(PDRB_IND)+ 0,66 Ln(UMP_RIIL) – 0,0001 *
PMA_IND – 0,0003 * PMDN_IND
Nilai koefisien regresi pada variabel PDRB_IND sebesar 0,25. Hal ini
berarti apabila variabel bebas lain selain variabel PDRB_IND dengan asumsi
dalam keadaan tetap/konstan maka peningkatan PDRB sektor industri sebesar 1
(satu) persen akan menyebabkan peningkatan pada penyerapan tenaga kerja
sebesar 0,25 persen. Peningkatan PDRB sektor industri menunjukkan peningkatan
output atau produksi terhadap barang-barang industri. Peningkatan produksi akan
memberikan dampak pada peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja pada
sektor ini sehingga terciptalah kesempatan kerja baru. Hasil pengujian ini sesuai
dengan teori Okun yang menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antara PDB riil
60
dengan tingkat pengangguran. Pertumbuhan PDB riil akan mengurangi tingkat
pengangguran. (Mankiw, 2007).
Nilai koefisien regresi pada variabel UMP_RIIL sebesar 0,66. Hal ini
berarti apabila variabel bebas lain selain variabel UMP_RIIL dengan asumsi
dalam keadaan tetap/konstan maka peningkatan UMP riil sebesar 1 (satu) persen
akan menyebabkan peningkatan pada penyerapan tenaga kerja sebesar 0,66
persen. Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Wicaksono (2009) yang
menunjukkan bahwa upah riil berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga
kerja sektor industri di Indonesia. Peningkatan pendapatan dari kenaikan upah
akan meningkatkan konsumsi dari tenaga kerja tersebut, sehingga akan
meningkatkan permintaan agregat.
Hubungan yang positif antara upah minimum provinsi dan penyerapan
tenaga kerja sesuai dengan model pembangunan Lewis. Model pembangunan
menurut Lewis, perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor tradisional di
pedesaan dan sektor industri di perkotaan. Sektor industri memiliki tingkat
produktivitas yang tinggi sehingga menjadi tingkat penampungan tenaga kerja
yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Model tersebut
menekankan pada proses peralihan tenaga kerja, pertumbuhan pada output, dan
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor modern (Todaro dan Smith,
2006). Dengan tingkat upah di sektor modern perkotaan yang lebih tinggi, maka
para penyedia lapangan pekerjaan dapat merekrut tenaga kerja lebih banyak dari
sektor tradisional di pedesaan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa menempati urutan
ketiga setelah sektor pertanian dan perdagangan. Pola pertumbuhan
ekonomi sektor industri di Pulau Jawa tahun 2003 sampai dengan 2010
memperlihatkan pertumbuhan yang selalu positif. Sektor industri
mengalami beberapa kali periode penurunan dan peningkatan. Investasi
dalam negeri pada sektor industri menunjukkan pola fluktuatif dari tahun
2003 sampai dengan 2010, sedangkan investasi asing menunjukkan pola
yang semakin menurun selama dua tahun terakhir. Industri yang paling
diminati baik oleh investor asing maupun investor dalam negeri adalah
industri makanan.
2.
Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri
adalah PDRB sektor industri dan upah minimum provinsi. PDRB sektor
industri dan upah minimum provinsi berpengaruh positif terhadap
penyerapan tenaga kerja sektor industri.
5.2 Saran
Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
ada beberapa saran yang dapat disampaikan sebagai berikut:
62
1.
Untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja sektor industri,
pemerintah harus mendorong pertumbuhan sektor industri agar output
atau produksi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi dengan cara
mempermudah perizinan mendirikan perusahaan dan meningkatkan
ekspor barang-barang produksi industri.
2.
Industri makanan memiliki potensi yang cukup baik dalam menarik
investasi, sehingga pemerintah perlu mendorong perkembangan industri
ini dengan menjaga pasar domestik dari makanan dan minuman impor.
3.
Penetapan standar upah minimum perlu dilakukan secara tepat sampai
batas tingkat upah tertentu yang tidak merugikan bagi perusahaan
industri.
4.
Karena pengujian terhadap investasi tidak memberikan hasil yang sesuai
dengan harapan maka saran untuk penelitian selanjutnya adalah data
investasi yang digunakan berupa data investasi kumulatif dari tahuntahun sebelumnya untuk melihat pola pertumbuhan investasi.
63
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2006, 2009, dan 2010. Statistik Upah. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2010. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja.
BPS, Jakarta.
_________________. 2011a. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial
Ekonomi Indonesia. BPS, Jakarta.
_________________. 2011b. PDRB Provinsi-provinsi di Indonesia Tahun 20062010. BPS, Jakarta.
_________________. 2011c. Data Strategis BPS. BPS, Jakarta.
Bank Indonesia dan Universitas Katolik Santo Thomas SU. 2007. Interrelasi
Struktur Kredit Perbankan, Tingkat Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Sumatera Utara. Medan.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
Fudjaja. 2002. Dinamika Kesempatan Kerja Sektor Pertanian dan Industri di
Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Gujarati, D. N. 2004. Basic Econometrics Fourth Edition. MacGrow-Hill
International Editions, Singapore.
Haryani, S. 2002. Hubungan Industrial di Indonesia. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Hecht, J dan Eric M Haye. 2009. Pooling vs. Panel Models of Leverage for
American, Asian, and European Firms. European Journal of Economics,
Finance and Administrative Sciences, 1450-2275:15.
Kagami, H. 2000. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Serta
Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non
Pertanian [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kartasasmita, G. 1996. Visi Pembangunan Pulau Jawa pada Abad Ke-21. Jakarta.
Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia. 2006. ”Pengertian, Definisi,
Macam, Jenis dan Penggolongan Industri di Indonesia - Perekonomian
Bisnis”. http://www.organisasi.org [25 Oktober 2010].
Mankiw, N. G. 2007. Makroekonomi. Fitria Liza dan Imam Nurmawan
[penerjemah]. Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta.
64
Nainggolan, Indra Oloan. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kesempatan Kerja Pada Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara
[Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Ningrum, V. 2008. Penanaman Modal Asing dan Penyerapan Tenaga Kerja di
Sektor Industri. PPK-LIPI Jakarta, Vol III No 2:43.
Prihartanti, E. D. 2007. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan
Tenaga Kerja Sektor Industri Di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Rahardjo, D. 1984. Transformasi Pertanian, Industrialisasi dan Kesempatan
Kerja. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Salvatore, D. 1997.
Ekonomi Internasional. Munandar dan Sumiharti
[penerjemah]. Jakarta : Erlangga.
Simanjuntak, P. J. 1998. Masalah Ketenagakerjaa Di Indonesia. Departemen
Tenaga Kerja RI, Jakarta.
__________, P. J. 1992. Masalah Hubungan Industrial Di Indonesia. Departemen
Tenaga Kerja RI, Jakarta.
__________, P. J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Smeru. 2004. “Kebijakan Pasar Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial untuk
Memperluas Kesempatan Kerja”. Jakarta: Smeru Research Institude.
Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Edisi
Kedua. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Todaro, M. P. dan Smith, S. C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Haris Munandar
[penerjemah]. 2006. Edisi Kesembilan. Erlangga, Jakarta.
Wicaksono, R. 2009. Analisis Pengaruh PDB Sektor Industri, Upah Riil, Suku
Bunga Riil, Dan Jumlah Unit Usaha Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Pada Industri Pengolahan Sedang Dan Besar Di Indonesia Tahun 19902008. Semarang: Universitas Diponegoro.
Wiranata, S. 2004. Pengembangan Investasi di Era Globalisasi dan Otonomi
Daerah. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, XII (1) 2004.
Yamin, S., Rachmach L.A., dan Kurniawan H. 2010. Regresi dan Korelasi Dalam
Genggaman Anda. Salemba Empat, Jakarta.
65
LAMPIRAN 1
Jumlah tenaga kerja, PDRB, PMA, PMDN sektor industri dan upah minimum
provinsi menurut provinsi tahun 2003-2010
Kode
Provinsi
31
31
31
31
31
31
31
31
32
32
32
32
32
32
32
32
33
33
33
33
33
33
33
33
34
34
34
34
34
34
34
34
Provinsi
DKI Jakarta
DKI Jakarta
DKI Jakarta
DKI Jakarta
DKI Jakarta
DKI Jakarta
DKI Jakarta
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
DI Yogyakarta
DI Yogyakarta
DI Yogyakarta
DI Yogyakarta
DI Yogyakarta
DI Yogyakarta
DI Yogyakarta
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tenaga Kerja
(orang)
661768
730,076
650,392
636,490
708,643
674949
667883
754985
2363525
2,556,511
2,616,946
2,743,978
2,767,105
2935324
3073499
3389287
2859237
2,435,606
2,782,008
2,703,414
2,765,644
2703427
2656673
2815292
220004
193,392
223,818
191,091
209,456
250507
237240
247093
PDRB
Sektor
Industri
(Rp.
Milyar)
46063
48707
51178
53722
53722
58367
58448
60568
93938
96978
105334
114300
122703
133757
131433
135247
41347
43996
46106
48189
50871
55349
57444
61390
2325
2401
2463
2481
2528
2563
2611
2794
PMA
(US$.
Juta)
PMDN
(US$.
Juta)
UMP
(Rp./bulan)
144.5
113.3
234.2 1024.7
102.9
542.4
190.5
270.3
185.3
778.7
488.8
659.4
165.7
501.4
135.1
280.8
928.8 2447.8
1085.8 1623.2
1813.6 2942.1
1403.8 5280.8
1165.7 11295.2
2209.8 2960.3
1493.1 4233.3
1160.5 5555.6
54
305.8
99.7
98.9
20.6
981.3
353.6
253.7
68.1
243.4
118.1 1151.9
75.4 2636.1
29.2
213.1
1.4
0
0.1
13
0.5
18.5
3.6
20
0.4
0
7.6
0
1.7
32.5
1.4
0
631600
671600
711800
819100
900600
972604
1069865
1118000
320000
366500
408300
447654
516300
568193
628191
671500
340400
365000
390000
450000
500000
547000
575000
660000
360000
365000
400000
460000
500000
586000
700000
745695
66
35
35
35
35
35
35
35
35
36
36
36
36
36
36
36
36
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Banten
Banten
Banten
Banten
Banten
Banten
Banten
Banten
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2352665
193,392
2,323,652
2,404,589
2,458,401
2412284
2385686
2482563
663250
627,615
686,210
668,760
695,161
705831
843718
1053922
64134 189.6
67520 142.6
70636 653.2
72787 318.1
76164 1641.8
81034 393.4
83300 363.1
86901 759.3
26581 248.7
27749 185.7
28976 555.3
30549 396.6
31497 211.5
32225 389.5
32708 1182.3
33779 386.8
482.4
389.4
4002.4
514.5
1267.9
2721.6
2830.7
7479.7
1771.3
823.3
1322.9
3228.1
1068.2
1954.1
4376.7
4130.6
274000
310000
340000
390000
448500
500000
570000
630000
475000
515000
585000
661613
745500
837000
917500
955300
67
LAMPIRAN 2
Hasil uji regresi berganda data panel menggunakan EViews 6.0
1. Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: ESTIMASI
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
d.f.
Prob.
5.264501
25.263522
(5,38)
5
0.0009
0.0001
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f.
Prob.
2. Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: ESTIMASI
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
25.718105
4
0.0000
68
3. Uji Heteroskedastisitas dan Autokorelasi
Dependent Variable: LN_TK
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 11/19/11 Time: 01:26
Sample: 2003 2010
Periods included: 8
Cross-sections included: 6
Total panel (balanced) observations: 48
Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable
Coefficient
C
PDRB_IND
UMP_RIIL
PMA_IND
PMDN_IND
2.697411
0.254648
0.663339
-0.000134
-0.000342
Std. Error
t-Statistic
2.541499 1.061347
0.135064 1.885380
0.255853 2.592657
0.001051 -0.127704
0.000542 -0.632473
Prob.
0.2952
0.0670
0.0134
0.8991
0.5309
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.994343
0.993004
0.302331
742.2010
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
50.21975
31.92322
3.473359
1.957149
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.878447
5.455332
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
13.87953
2.652614
69
4. Hasil Regresi Data Panel
Dependent Variable: LN_TK
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 11/19/11 Time: 01:26
Sample: 2003 2010
Periods included: 8
Cross-sections included: 6
Total panel (balanced) observations: 48
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable
Coefficient
C
PDRB_IND
UMP_RIIL
PMA_IND
PMDN_IND
2.697411
0.254648
0.663339
-0.000134
-0.000342
Std. Error
t-Statistic
2.489998 1.083298
0.081384 3.128967
0.237935 2.787895
0.000905 -0.148290
0.000465 -0.735942
Prob.
0.2855
0.0034
0.0082
0.8829
0.4663
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.994343
0.993004
0.302331
742.2010
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
50.21975
31.92322
3.473359
1.957149
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.878447
5.455332
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
13.87953
2.652614
70
5. Uji Normalitas
12
Series: Standardized Residuals
Sample 2003 2010
Observations 48
10
8
6
4
2
0
-1.0
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
0.6
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-7.17e-17
0.016535
0.676882
-0.900302
0.271848
-0.260619
4.559482
Jarque-Bera
Probability
5.407346
0.066959
Download